×
RAUḤ WA RAYĀḤĪN SYARAH KITAB RIYĀḌUṢ-ṢĀLIḤĪN

 RAUḤ WA RAYĀḤĪN SYARAH KITAB RIYĀḌUṢ-ṢĀLIḤĪN

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Segala puji bagi Allah Yang Maha Terpuji dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna nan agung, serta pengaruhnya yang komprehensif mencakup dunia dan akhirat.Kita menghaturkan selawat dan salam kepada junjungan para rasul; hamba yang paling sempurna karakter mulianya, akhlaknya, dan tutur katanya,juga kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikut beliau.

Amabakdu:

Selain firman Allah, tidak ada yang lebih benar, lebih bermanfaat, dan lebih mencakup kebaikan dunia akhirat daripada sabda sang Rasul dan hamba tercinta-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Sebab beliau adalah manusia yang paling berilmu, paling benar ucapannya, paling besar nasihat dan bimbingannya, paling tinggi penjelasannya, dan paling bagus pengajarannya, serta dianugerahi jawāmi'ul-kalim; yaitu ucapan yang ringkas namun memiliki makna luas.Dari sini kita dapat mengetahui faktor keharusan manusia untuk mengenal sosok Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta ajaran yang beliau bawa, membenarkan berbagai hal yang beliau sampaikan, menaati segala yang beliau perintahkan, menjauhi segala yang beliau larang dan peringatkan, dan agar menyembah Allah -Ta'ālā- hanya dengan ibadah yang beliau syariatkan.Semua itu karena tidak ada jalan untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan bagi umat tercinta ini kecuali dengan mengikuti nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara lahir dan batin; lantaran tidak ada jalan kepada Allah dan surga kecuali dengan petunjuk Al-Qur`ān dan Sunnah.Oleh karena itu, orang yang mencintai dirinya serta menginginkan kesuksesan dan kebahagian berkewajiban untuk mengenal petunjuk, biografi, dan perilaku mulia beliau yang penuh berkah, agar ia keluar dari golongan orang yang jahil tentang beliau dan termasuk ke dalam barisan pengikut Sunnah beliau.Namun dalam persoalan mengenal Sunnah ini manusia berbeda-beda; ada yang sama sekali tidak mengetahuinya, ada yang mengetahuinya sedikit saja, dan ada yang mengetahui banyak, sebab hidayah hanya ada di Tangan Allah yang Dia berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, karena Dia Maha Pemilik segala karunia.

Di antara cara yang dapat membantu kita dalam persoalan ini adalah memberikan perhatian terhadap kitab-kitab induk yang bermanfaat dan ringkas dalam mengenalkan petunjuk dan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di antaranya:

Kitab "Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn min Aḥādīṡ Sayyidil-Mursalīn",karya ulama besar nan zuhud; Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawiy (631-676H) -raḥimahullāh-.Di dalamnya beliau mengumpulkan secara ringkas hadis-hadis sahih untuk jadi bekal bagi pembacanya menuju akhirat, yang mencakup adab-adab batin dan lahir, yang menggabungkan antara targīb (motivasi) dan tarhīb (peringatan) serta berbagai macam adab orang-orang saleh;berupa hadis-hadis tentang zuhud, pembinaan jiwa, pembersihan akhlak, kesucian hati dan obatnya, penjagaan anggota badan dan penghilang keburukannya, dan lain sebagainya.Para ulama sangat mewasiatkan buku ini dan memberikan perhatian besar terhadapnya dengan mensyarah dan mengajarkannya kepada seluruh umat Islam.Ini menunjukkan keikhlasan penyusunnya serta besarnya hajat manusia terhadap buku yang bermanfaat dan lengkap seperti ini.

Dalam rangka meneladani langkah dan amal saleh para ulama kita, maka lahirlah partisipasi penulisan buku ini dengan tujuan menjelaskan kandungan kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn agar lebih mudah dipahami oleh semua pencintanya. Di balik penyusunannya kami bertujuan sebagai berikut:

1) Sebagai nasihat kepada orang-orang beriman agar mengikuti petunjuk Sayyidul-Mursalīn -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan sebaik-baik petunjuk.

2) Agar meneladani sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terkait sikap kesegeraan mereka dalam mengagungkan perintah Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,karena para sahabat adalah generasi paling ideal yang sangat tulus dalam mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.3) Agar manusia dapat mengetahui keagungan syariat yang lurus dan penuh kelapangan ini, yang dengannya Allah menyelamatkan dunia sehingga kebaikannya merata kepada semua manusia.Kemudian Allah mengistimewakan umat Muhammad dengan berbagai keberkahan, rahmat, dan kemudahan yang mereka dapatkan dari keberkahan meneladani petunjuk Al-Qur`ān dan Sunnah.

Metode kami dalam penyusunan buku ini terangkum dalam lima poin berikut:

1- Menjelaskan kosa kata dalam hadis yang tidak dipahami pembaca dan tidak diterangkan maknanya oleh penulis. Kosa kata ini dikenal dengan istilah garībul-hadīṡ (kosa kata asing dalam hadis).

2- Menyebutkan berbagai pelajaran dari bab dan dalil-dalil dalam kitab ini (di bawah judul "Pelajaran dari Ayat" atau "Pelajaran dari Hadis"), yang kita harapkan akan menjadi nasihat dan bimbingan dalam meneladani petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Sebagai bentuk upaya kami agar pembahasan pelajaran tersebut sesuai dengan dalil yang ada di setiap bab,maka kami memisahkan berbagai pelajaran tambahan penting dan bermanfaat yang berasal dari sebagian dalil di bawah judul "Faedah Tambahan" atau "Peringatan" untuk membedakannya dari ucapan penulis.3- Ketika ada pengulangan hadis di beberapa bab maka kami tetap mengulang penjelasan kosa kata yang sulit serta menyebutkan pelajaran darinya yang sesuai dengan bab tersebut; untuk mengikuti metode Al-Qur`ān Al-Karīm, sebagaimana disebutkan dalam ayat:"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur`ān yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang."(QS. Az-Zumar: 23)Yaitu di dalamnya terjadi pengulangan terhadap berita, kisah, hukum, dan semua tema-tema yang bermanfaat karena adanya berbagai hikmah yang besar, di antaranya:untuk menanamkan berbagai prinsip darinya dalam hati manusia lewat pengulangannya, karena jika sesuatu diulang-ulang maka akan melekat di hati. Sebab itu, kami sengaja mengulang penjelasan makna hadis-hadis yang berulang agar maknanya tertanam dalam hati.Dan perlu dketahui bahwa di dalam kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn terdapat 168 hadis yang berulang.4- Kami mengingatkan pembaca yang budiman terhadap sejumlah hadis yang dinilai daif oleh para ulama dalam kitab yang diberkahi ini. Jumlah hadis-hadis daif tersebut sedikit bila dibandingkan dengan keseluruhan hadisnya, dan pembaca akan melihat keterangan daifnya di catatan kaki.Dalam hal ini kami berpedoman pada cetakan kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn dari hasil taḥqīq (suntingan) Syekh 'Iṣām Hādī yang diterbitkan oleh Mu`assasah Ar-Rayyān.Namun, bagi yang menginginkan penjelasan sebab kelemahan hadis-hadisnya agar melihat buku-buku takhrīj hadis yang khusus membahas persoalan itu.Saudaraku -semoga Allah memberimu taufik-! Kita telang mengetahui bahwa kewajiban semua umat Islam adalah beribadah kepada Allah Rabb alam semesta sesuai dengan hadis-hadis Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang sahih, dan apa yang ada dalam hadis-hadis sahih telah mencukupkan kita dari yang daif.Adapun hadis daif -yang ringan tingkat kedaifannya- yang disebutkan oleh para ulama di buku-buku mereka, maka alasannya adalah karena kandungan hadis-hadis itu memiliki pijakan yang sahih dalam Al-Qur`ān dan Sunnah; yaitu hadis-hadis tersebut sahih secara makna walaupun daif secara sanad.

Oleh karena itu, kami menyamakan hadis-hadis yang daif dengan seluruh hadis-hadis kitab ini terkait penjelaskan makna kosa katanya yang sulit dan menyebutkan pelajaran-pelajarannya, karena hadis-hadis tersebut memiliki penguat yang menguatkan maknanya. Kecuali beberapa hadis langka yang maknanya tidak bisa diterima (mungkar), maka kami meninggalkannya, dan sesuatu yang langka tidak dianggap sesuatu yang berarti.

5- Kami menyertakan di akhir buku ini tiga indeks yang akan membantu pembaca, yaitu:

Pertama: indeks hadis dan aṡar; berupa

menyebutkan potongan awal dari hadis-hadis Nabi dan aṡar yang diriwayatkan dari para sahabat agar pembaca mudah mendapatkan hadis atau aṡar mana pun yang ada dalam buku ini.

Kedua: indeks hadis-hadis yang berulang; berupa

menyebutkan tempat pengulangan hadis tersebut di dalam buku ini. Tujuannya agar pembaca dapat melihat keistimewaan metode penulis -raḥimahullāh- ketika menempatkan satu hadis dalam banyak bab.Juga dengan itu akan diketahui makna dari jawāmi'ul-kalim yang diberikan secara khusus kepada nabi kita -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau berbicara dengan lafal yang sedikit tetapi memiliki makna luas, sehingga satu hadis bisa digunakan sebagai dalil dalam berbagai persoalan.

Ketiga: indeks tema pembahasan; berupa

menyebutkan semua tema pembahasan yang ada dalam buku ini dan diurut berdasarkan bab yang mencapai 372 bab; setiap bab berisikan sejumlah dalil agama, dan di sebagian besar bab berisikan ayat-ayat Al-Qur`ān dan hadis-hadis Nabi.Jumlah hadis yang ada dalam bab-bab tersebut mencapai 1.896 hadis berdasarkan cetakan-cetakan kitab yang terkenal.

Kemudian, dalam menerbitkan kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn ini kami berpedoman pada cetakan yang disunting oleh Syekh Syu'aib Al-Arnā`uṭ yang terbitkan oleh Mu`assasah Ar-Risālah disertai dengan meluruskan beberapa kesalahan kecil yang ada di dalamnya dengan merujuk kepada kitab-kitab induk.

Pada bagian awal buku ini, kami juga menyuguhkan biografi ringkas Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- serta cuplikan singkat seputar ucapan para ulama tentang kedudukan kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn dan wasiat mereka tentangnya.

Di penutup mukadimah ini, kami memberi judul buku ini dengan nama "Rauḥ wa Rayāḥīn Syarḥ Riyāḍiṣ-Ṣāliḥīn".

Kami hadiahkan buku ini kepada semua orang beriman yang ingin meneladani petunjuk Sayyidul-Mursalīn -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta jalan generasi awal umat Islam terdahulu.Kami memohon kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- agar buku ini bermanfaat dan penuh berkah sebagaimana manfaat dan keberkahan kitab induknya.Apapun yang benar dalam kandungan buku ini maka berasal dari karunia dan taufik Allah -Ta'ālā-, sedangkan yang salah maka berasal dari kekurangan, kejahilan, dan dosa kami yang menghalangi antara kami dan karunia Rabb kami.

Kita memohon kepada Allah -Ta'ālā- Yang Mahaagung, Rabb Arasy Yang Mahamulia agar kita tidak dihalangi dari kebaikan yang ada di sisi-Nya lantaran adanya keburukan pada diri kita, karena sesungguhnya Allah Mahabaik dan Pemurah.

Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kita petunjuk kepada agama ini; kita tidak mungkin mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kita petunjuk.

Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada nabi kita Muhammad, serta keluarga dan sahabatnya.

Negeri Syam yang diberkahi

Damaskus

Cetakan ke-3, Rajab 1434 H (1)

 Biografi Penulis Kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn, Al-'Allāmah Yahya bin Syaraf An-Nawawiy -raḥimahullāh- (631-676 H)

 Nasab beliau:

Beliau Al-Allāmah Al-Faqīh Az-Zāhid Abu Zakaria Muḥyiddīn Yahya bin Syaraf bin Murriy bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum'ah bin Ḥizām An-Nawawiy Ad-Dimasyqiy Asy-Syafi'iy, seorang imam besar Mazhab Syafii dan ulama besar di zamannya. An-Nawawiy merupakan penisbahan kepada Nawā, nama sebuah perkampungan di daerah Ḥaurān di Suriah, Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i; syekh mazhab Syafii dan ahli fikih besar di zamannya.

 Kelahiran dan masa kecil beliau:

An-Nawawiy -raḥimahullāh- lahir pada bulan Muharram tahun 631 H di perkampungan Nawā dari sepasang orang tua yang saleh.Ketika menginjak umur 10 tahun beliau mulai menghafal Al-Qur`ān dan mempelajari ilmu fikih di hadapan sebagian ulama yang ada di sana.Secara kebetulan, saat itu Syekh Yāsīn bin Yusuf Al-Murrākisyiy lewat di perkampungan tersebut dan melihat sekelompok anak-anak memaksa An-Nawawiy kecil untuk bermain, sedangkan beliau menghindar dari mereka sambil menangis karena dipaksa dan lebih memilih membaca Al-Qur`ān. Maka Syekh Yāsīn pun mendatangi ayahnya dan memberinya saran agar An-Nawawiy diarahkan fokus menuntut ilmu, dan ayahnya pun memenuhinya.Pada tahun 649 H beliau bersama ayahnya datang ke Damaskus untuk melanjutkan jenjang pendidikannya di Madrasah Dārul-Hadīṡ.Beliau lalu tinggal di Madrasah Ar-Rawāḥiyyah yang menempel dengan Masjid Al-Umawiy di sebelah timur.Pada tahun 651 H beliau menunaikan ibadah haji bersama ayahnya kemudian kembali lagi ke Damaskus.

 Kehidupan ilmiah beliau:

Pada tahun 665 H beliau menjabat sebagai pimpinan Dewan Guru Dārul-Hadīṡ dan mengajar di sana hingga meninggal dunia pada umur 45 tahun.Kehidupan ilmiah An-Nawawiy setelah berada di Damaskus memiliki tiga keistimewaan:Pertama: Ketekunannya dalam menuntut ilmu sejak kecil dan ketika dewasa. Ilmu seakan telah menyatu dengan diri beliau, sampai-sampai beliau merasakan kenikmatan ilmu ada di atas segala-galanya. Beliau sangat rajin membaca dan menghafal,sehingga berhasil menghafal buku At-Tanbīh dalam jangka waktu empat bulan setengah dan menghafal seperempat bab ibadah dari buku Al-Muhażżab selama tujuh bulan setengah.Dalam waktu singkat beliau berhasil mendapatkan kekaguman dan kecintaan dari guru beliau, Abu Ibrahim Isḥāq bin Ahmad Al-Magribiy dan ditunjuk sebagai mentor materi pelajaran di halakahnya.Kedua: Keluasan ilmu dan wawasannya; beliau mengumpulkan dalam dirinya sikap kesungguhan menuntut ilmu, keluasan ilmu, dan wawasan yang beraneka ragam.Murid beliau, 'Alā`uddīn bin Al-'Aṭṭār mengisahkan tentang waktu belajar beliau, bahwa dalam sehari beliau mempelajari 12 pelajaran di hadapan para syekh dalam bentuk syarah dan tashih, yaitu;2 pelajaran di kitab Al-Wasīṭ, 1 pelajaran dari buku Al-Muhażżab, 1 pelajaran dari buku Al-Jam'u baina Aṣ-Ṣaḥīḥain, 1 pelajaran di kitab Ṣaḥīḥ Muslim, 1 pelajaran di kitab Al-Luma' karya Ibnu Jinnī di dalam Ilmu Nahwu, 1 pelajaran di kitab Iṣlāḥ Al-Manṭiq karya Ibnu As-Sikkīt dalam Ilmu Bahasa, 1 pelajaran tentang Ilmu Saraf, 1 pelajaran dalam Ilmu Usul Fikih; kadang-kadang dari kitab Al-Luma' karya Abu Isḥāq, dan terkadang dari kitab Al-Muntakhab karya Al-Fakhr Ar-Rāziy, 1 pelajaran dalam Ilmu Asma`ur-Rijāl (perawi hadis), dan 1 pelajaran dalam Ilmu Usuludin.Beliau menulis semua yang terkait dengan pelajaran-pelajaran ini, berupa syarah terhadap kalimat yang sulit dipahami, penjelasan ungkapan tertentu, dan penetapan harakat kosa kata.Ketiga: Memiliki banyak karya tulis. Beliau memiliki perhatian besar untuk menulis dan telah memulainya sejak tahun 660 H ketika umur beliau genap 30 tahun.Sungguh Allah telah memberkahi waktu beliau serta memberikannya taufik. Beliau mengalirkan buah pikirannya di dalam buku dan karya-karya besar nan menakjubkan. Dalam karya-karya tersebut, Anda dapat merasakan adanya kemudahan bahasa, kejernihan dalil, kejelasan pandangan, serta sikap adilnya dalam memaparkan pendapat-pendapat para fukaha. Hingga sekarang karya-karya beliau senantiasa mendapat perhatian besar dari semua umat Islam serta diambil manfaatnya di semua negeri.

Di antara karya beliau yang terpenting adalah: Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Al-Majmū' Syarḥ Al-Muhażżab, Riyāḍuṣ-Ṣaliḥīn, Al-Ażkār, Tahżībul-Asmā` wal-Lugāt, Al-Arba'ūn An-Nawawiyyah, dan Al-Minhāj fil-Fiqh.

 Akhlak dan sifat beliau:

Semua penulis buku biografi sepakat bahwa An-Nawawiy adalah tokoh panutan dalam sifat zuhud, figur teladan dalam sifat warak, dan tidak memiliki tandingan dalam hal menasihati penguasa serta amar makruf nahi mungkar.Dalam biografi singkat An-Nawawiy ini, sangat penting bagi kita untuk sejenak mencermati sifat-sifat penting tersebut dalam kehidupan beliau:1- Sifat Zuhud. Dalam kenikmatan ilmu, An-Nawawiy menemukan pengganti kenikmatan-kenikmatan duniawi yang fana sehingga beliau merasakan kepuasan dengan manisnya ilmu dan iman.Yang menarik perhatian adalah bahwa beliau berpindah dari lingkungan yang sederhana menuju Damaskus yang penuh dengan limpahan kekayaan dan kenikmatan, padahal saat itu beliau sedang dalam usia muda ketika syahwat sedang menguat dalam jiwa. Kendati demikian, beliau tetap berpaling dari semua kenikmatan dan kesenangan tersebut, dan lebih memilih hidup yang serba sulit dan keras.2- Sifat Warak. Dalam kehidupan beliau terdapat banyak contoh yang menunjukkan sifat warak yang tinggi, di antaranya; beliau tidak mengonsumsi buah-buahan Damaskus. Ketika ditanya tentang alasannya, beliau menjawab,"Di Damaskus terdapat banyak tanah wakaf dan tanah berkepemilikan yang pemiliknya di bawah cekalan undang-undang. Semua itu tidak boleh dikelola kecuali untuk maslahat umum. Sementara pengurusan terhadap tanah-tanah tersebut menggunakan sistem musaqat yang di dalamnya terdapat ikhtilaf di antara para ulama. Adapun yang memperbolehkannya menetapkan bahwa syaratnya adalah untuk kemaslahatan anak-anak yatim dan orang-orang yang dihukum cekal. Sementara orang-orang tidak melakukannya kecuali dengan sistem pembagian satu bagian perseribu dari hasil buah-buahan untuk pemilik. Bagaimana aku akan merasa tenang dengan kehalalannya?!"Beliau lebih memilih tinggal di Madrasah Ar-Rawāḥiyyah daripada madrasah-madrasah lainnya karena dibangun oleh sebagian pengusaha.Dahulu Madrasah Dārul-Ḥadīṡ memberikan gaji besar kepada pengajar di dalamnya, namun beliau tidak mengambilnya sedikit pun. Melainkan beliau tabung di pengelola madrasah, setiap setelah satu tahun beliau pergunakan gaji yang ditabung tersebut untuk membeli tanah lalu diwakafkan ke Dārul-Ḥadīṡ. Atau beliau membeli kitab-kitab lalu mewakafkannya ke perpustakaan madrasah. Beliau tidak pernah mengambil untuk digunakan pada yang lainnya sedikit pun.Beliau tidak menerima hadiah ataupun pemberian dari siapa pun, kecuali beliau butuh sesuatu dan datang dari orang yang diyakini kesalehannya.Beliau tidak menerima pemberian apa pun kecuali dari kedua orangtuanya atau kerabatnya. Dahulu ibunya senantiasa mengirimkan pakaian untuk beliau pakai, sedangkan ayahnya mengirimkan makanan. Beliau selalu tidur di kamar tempat tinggalnya ketika awal mula datang ke Damaskus, yaitu di Madrasah Ar-Rawāḥiyyah. Beliau tidak pernah meminta lebih dari itu sedikit pun.3- Nasihat Beliau kepada Penguasa. Dalam diri An-Nawawiy terkumpul sifat-sifat ulama nan pemberi nasihat yang berjihad di jalan Allah dengan lisannya serta menegakkan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Beliau senantiasa tulus dalam menyampaikan nasihatnya,tidak memiliki tujuan dan kepentingan pribadi apa pun. Beliau juga seorang pemberani yang tidak takut terhadap celaan siapa pun di jalan Allah.Beliau seringkali memiliki dalil dan hujah kuat untuk mendukung pernyataannya.

Dahulu, orang-orang selalu meminta pertolongan kepadanya dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang sulit dan sukar, serta dalam meminta fatwa. Beliau menyambut mereka secara terbuka dan berusaha menyelesaikan permasalahan mereka, seperti dalam kasus penembokan perkebunan di Syam berikut:

Ketika Raja Aẓ-Ẓāhir Baibars datang dari Mesir ke Damaskus setelah perang melawan Tatar dan mengusir mereka dari negeri Syam, petugas baitul-māl memberi laporan bahwa banyak di antara perkebunan di Syam adalah milik negara, sehingga Raja memerintahkan agar dibuatkan tembok serta mewajibkan orang-orang yang mengklaim memilikinya untuk membuktikan kepemilikannya serta memperlihatkan surat-suratnya.Maka orang-orang pun datang mengadu kepada Syekh (An-Nawawiy) di Dārul-Ḥadīṡ, lalu beliau menulis surat kepada Raja yang di antara isinya:"Penembokan terhadap tanah milik umat Islam ini telah mengakibatkan berbagai macam mudarat yang tidak bisa diungkapkan. Mereka diminta untuk membuktikan sesuatu yang bukan kewajibannya. Penembokan ini tidak sah menurut siapa pun dari kalangan ulama umat Islam. Tetapi, siapa yang sesuatu ada di tangannya maka itu adalah miliknya dan tidak sah untuk dilawan ataupun diwajibkan membuktikannya."Sehingga Sultan marah akibat keberanian Imam An-Nawawiy kepada dirinya dan memerintahkan agar gajinya diputus serta diturunkan dari jabatannya. Maka orang-orang pun berkata kepada Raja, "Syekh (An-Nawawiy) tidak memiliki gaji dan tidak pula jabatan."Ketika Syekh melihat penulisan surat tidak mendatangkan hasil, beliau pergi sendiri dan menghadap kepada Sultan lalu memperingatkannya dengan kata-kata yang keras, sampai-sampai Sultan hendak memukulnya. Tetapi Allah memalingkan hatinya dari hal itu dan melindungi Syekh. Sultan kemudian membatalkan perintah penembokan tersebut dan Allah selamatkan manusia dari dampak buruknya.

 Kematian beliau:

Pada tahun 676 H beliau pulang ke Nawā setelah mengembalikan kitab-kitab wakaf yang beliau pinjam, dan menziarahi kubur guru-gurunya; beliau mendoakan mereka dan menangis, serta setelah mengunjungi rekan-rekannya yang masih hidup dan berpamitan pada mereka.Setelah mengunjungi kedua orangtuanya, beliau berziarah ke Baitulmaqdis dan daerah Al-Khalīl (tempat makam Nabi Ibrahim), lalu pulang ke Nawā. Di Nawā beliau jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 24 Rajab.Ketika berita kematian beliau sampai di Damaskus, kaum muslimin di sana dan sekitarnya langsung berduka cita dan sangat berkabung karenanya. Pimpinan para hakim, 'Izzuddīn Muhammad bin Aṣ-Ṣā`ig dan sejumlah rekannya berangkat menuju Nawā untuk menyalatkannya di kuburnya, dan adapun sebagian lainnya menyatakan duka cita untuknya.Demikianlah lembaran hidup salah satu tokoh umat Islam berakhir setelah meniti beratnya perjuangan menuntut ilmu. Beliau meninggalkan bagi umat Islam harta kekayaan berupa ilmu. Dunia Islam senantiasa mengenang kebaikan beliau dan berdoa kepada Allah -Ta'ālā- agar beliau mendapat rahmat dan rida-Nya.

Semoga Allah merahmati Imam An-Nawawiy dengan rahmat yang luas dan mengumpulkan beliau bersama orang-orang yang Allah berikan nikmat, (yaitu) para nabi, orang-orang sidik, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh; sebab mereka itulah teman yang sebaik-baiknya [1].

 Kedudukan Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn di Kalangan Ulama

- Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn adalah kitab agung; para ulama banyak mewasiatkan untuk dipelajari sehingga tersebar di berbagai negeri dan manfaatnya merata di kalangan umat Islam.Dan yang demikian itu kembali ke beberapa faktor, yang terpenting ada dua:Pertama: keikhlasan penyusunnya, Syekh An-Nawawiy -raḥimahullāh-. Buah dari keikhlasan beliau adalah Allah menjadikan kitab beliau diberkahi dan bermanfaat.Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- pernah mengatakan,"Seseorang akan mendapatkan pencapaian sesuatu sesuai kadar niatnya."Kedua: besarnya kebutuhan umat terhadap sebuah buku yang merangkum tema akhlak, adab, serta targīb dan tarhīb seperti Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn.Hal itu karena membahas tema-tema ini termasuk yang diterima oleh fitrah yang lurus dan diterima baik oleh manusia.Sehingga kitab ini mendapatkan tempat yang besar di hati mereka, sampai-sampai dianggap seperti kesehatan bagi badan dan matahari bagi dunia; keduanya tidak bisa tergantikan.Hal ini ditegaskan oleh ucapan penulis sendiri,

"Aku berharap jika penyusunan buku ini telah selesai agar menjadi pemandu bagi orang yang menelaahnya kepada kebaikan, serta penghalang dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk dan yang membinasakan."

- Al-Ḥāfiẓ Aż-Żahabiy (wafat: 748 H) berkata,

"Kita memohon kepada Allah ilmu yang bermanfaat. Tahukah Anda apa ilmu yang bermanfaat? Yaitu ilmu yang Allah turunkan dalam Al-Qur`ān dan yang telah dijelaskan oleh Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melalui ucapan dan perbuatannya, serta tidak ada larangannya. Beliau bersabda,"Siapa yang tidak suka dengan Sunnahku maka ia bukan golonganku."Maka, wajib bagimu -wahai Saudaraku- untuk menadaburi Kitab Allah serta membaca Aṣ-Ṣaḥīḥain, Sunan An-Nasā`iy, Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn dan Al-Ażkār karya An-Nawawiy; niscaya Anda beruntung dan sukses." (Siyar A'lām An-Nubalā`: 19/340)

- Al-'Allāmah Ibnul-Wazīr Al-Yamāniy (wafat: 840 H) berkata,

"Bagian kedua ilmu: ilmu yang dibutuhkan dalam agama. Ia terbagi dua; pertama, bagian yang tidak ada ikhtilaf tentang kebaikannya, semisal nas-nas hadis dan ijmak tentang pembahasan makna Islam, iman yang wajib, dan ilmu zuhud.Buku paling bagus yang membahas tentang ini adalah Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn karya An-Nawawiy, karena hanya berisikan hadis-hadis yang kuat, dan termasuk buku yang aman dari bidah."(Īṡār Al-Ḥaqq 'alā Al-Khalq, hal. 33)- Al-Ḥāfiẓ As-Sakhāwiy (wafat: 902 H) berkata,"Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn adalah buku yang agung; tidak ada yang tidak membutuhkannya."(Tarjamah An-Nawawiy, hal. 12)

- Syekh Ibnu 'Allān Aṣ-Ṣiddīqiy (wafat: 1057 H) berkata,

"Beliau (An-Nawawiy) telah mengumpulkan semua yang dibutuhkan oleh orang yang beribadah kepada Allah dalam semua keadaan; mencakup semua akhlak yang sepatutnya diterapkan serta ucapan dan perbuatan yang harus dipegang teguh. Semua itu disarikan dari aliran Al-Qur`ān dan Sunnah Nabi serta permata-permata itu dipindahkan dari logam-logam yang bercahaya." (Muqaddimah Dalīl Al-Fāliḥīn: 1/4)

Semua ulama kontemporer juga sepakat mewasiatkan untuk mempelajari kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn.

Di antaranya:

Wasiat Syekh Faiṣal bin Mubārak An-Najdiy (wafat: 1376 H) ketika beliau memberikan wasiat kepada penuntut ilmu,

"Agar penuntut ilmu membaca kitab Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn; menghafal bagian akhir kitab dimulai dari Kitab Al-Faḍā`il hingga akhir kitab. Karena kitab ini mengumpulkan perintah-perintah dan larangan, juga mendidik orang yang membacanya serta memotivasinya untuk melakukan ketaatan."

(Waṣiyah Jāmi'ah, hal. 76)

- Syekh Syu'aib Al-Arnā`ūṭ -raḥimahullāh- berkata,

"Di antara kitab paling bagus yang pernah ditulis adalah Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn. Ini merupakan kitab hadis yang paling luas dan paling banyak beredar. Kepopulerannya merata di seluruh dunia dan menempati kedudukan tinggi di dalam hati para ulama, penulis, khatib, dan masyarakat umum."(Muqaddimah Taḥqīq Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn, hal. 6)

Secara umum, semua ulama dan penuntut ilmu yang memberikan perhatian kepada kitab ini dengan melakukan taḥqīq (suntingan) dan takhrīj (penilaian hadis-hadis)nya bersepakat tentang keurgenan kedudukan kitab ini serta kebesaran faedahnya.

Kita memohon kepada Allah Yang Mahaagung untuk mengangkat kedudukan penyusunnya dalam tingkatan surga, memberikan pahala besar yang sempurna, serta menganugerahkan kita dan kaum muslimin husnulkhatimah di atas keteguhan memurnikan tauhid dan mengikuti Sunnah.

Terakhir, saya hanya bisa menghaturkan Alḥamdulillāhi rabbil-'ālamīn; segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh alam.

 Mukadimah Penulis, Imam An-Nawawiy -Raḥimahullāh Ta'ālā-

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa, Yang Mahamulia lagi Maha Pengampun; Yang memasukkan malam ke dalam siang sebagai peringatan kepada orang-orang yang memiliki hati dan mau berpikir serta petunjuk bagi orang-orang yang berakal dan mau mengambil pelajaran. Dialah yang telah menyadarkan orang-orang yang Dia pilih dari makhluk-Nya lalu menjadikan mereka zuhud terhadap dunia ini serta menyibukkan mereka dengan rasa takut kepada-Nya, terus-menerus memikirkan tanda-tanda kebesaran-Nya, dan senantiasa mengambil pelajaran dan berzikir kepada-Nya; Allah beri mereka taufik untuk rutin melakukan ketaatan kepada-Nya, menyiapkan bekal untuk negeri akhirat, juga waspada terhadap apa yang akan mendatangkan murka-Nya dan yang menjerumuskan ke lembah kebinasaan, serta menjaga hal itu sesuai perubahan kondisi dan keadaan.Aku memuji-Nya dengan pujian yang paling tinggi dan luhur, yang paling luas dan berkah.Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah Yang Mahabaik dan Mahamulia, Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya serta kekasih-Nya, yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan yang mengajak kepada agama yang benar.Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada beliau dan seluruh nabi, kepada semua keluarga mereka, dan orang-orang saleh.Amabakdu:  Allah -Ta'ālā- telah berfirman,"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan sedikit pun rezeki dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku."(QS. Aż-Żāriyāt: 56-57)Ini adalah pernyataan tegas bahwa mereka diciptakan untuk beribadah. Mereka berkewajiban untuk memerhatikan tujuan mereka diciptakan dan berpaling dari kemewahan dunia dengan menerapkan sikap zuhud. Karena dunia adalah negeri yang akan berakhir, bukan tempat yang kekal; kendaraan untuk lewat, bukan tempat tinggal untuk bergembira; serta tempat berjalan untuk berpisah bukan tempat yang abadi.Oleh karena itu, penduduk dunia yang pintar adalah orang-orang yang ahli ibadah, dan manusia yang paling cerdas dalam kehidupan dunia ini adalah orang-orang yang zuhud.Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya dan menjadi cantik, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam dan siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir."(QS. Yūnus: 24)Ayat-ayat yang semakna dengan ini sangat banyak. Sungguh benar orang yang mengatakan,mereka (ahli zuhud) meninggalkan dunia dan takut fitnah."Sungguh Allah memiliki hamba-hamba cerdas,bahwa ia bukanlah tempat tinggal abadi manusia,Mereka selalu memerhatikannya, maka tatkala mereka mengetahuiamal saleh di dalamnya sebagai perahu (yang menyampaikan mereka ke akhirat)."mereka menganggapnya sebagai lautan, dan menjadikanBila keadaan dunia ini seperti yang aku terangkan, dan tujuan kita diciptakan seperti yang aku paparkan, maka kewajiban kita sebagai hamba untuk membawa dirinya di jalan orang-orang pilihan, mengikuti jalan orang-orang yang cerdas dan berakal, serta bersiap kepada yang telah aku sebutkan, juga memerhatikan apa yang telah aku ingatkan.Jalan paling benar untuk hal itu adalah menerapkan adab menurut hadis-hadis sahih dari Nabi kita, junjungan orang-orang pertama dan yang terakhir, yang paling mulia di antara orang-orang terdahulu dan yang akan datang. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada beliau dan kepada semua nabi-nabi lainnya.Allah -Ta'ālā- telah berfirman,"Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan."(QS. Al-Mā`idah: 2)Juga disebutkan dalam sahih dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya."Beliau juga bersabda,"Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, baginya pahala seperti orang yang mengerjakannya."Beliau juga bersabda,"Siapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, yang demikian itu tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."Beliau pernah bersabda kepada Ali -raḍiyallāhu 'anhu-,"Demi Allah, sungguh jika satu orang diberi hidayah oleh Allah melalui dirimu maka itu lebih baik bagimu dibandingkan unta-unta merah (yang paling berharga)."

Sebab itu, aku bertekad untuk mengumpulkan secara ringkas hadis-hadis sahih yang berisikan pedoman yang akan menerangkan jalan bagi pembacanya kepada akhirat, menampung adab-adab yang batin dan lahir, yang mengumpulkan hadis-hadis targīb dan tarhīb serta adab-adab ahli ibadah lainnya; berupa hadis-hadis tentang zuhud, pembinaan jiwa, pembersihan akhlak, kesucian hati dan obatnya, penjagaan anggota badan dan penghilang keburukannya, dan tujuan para ahli ibadah lainnya.

Dalam buku ini saya berkomitmen untuk tidak menyebutkan kecuali hadis yang sahih dan jelas, dengan menyandarkannya ke kitab-kitab sahih yang terkenal. Saya akan mengawali tema bab dengan ayat-ayat mulia dari Al-Qur`ān Al-'Azīz dan menambahkan catatan-catatan penting pada kosa kata yang perlu diketahui harakatnya atau penjelasan kalimat yang masih samar maknanya.Jika di akhir hadis aku mengatakan: Muttafaq 'Alaih, maka maksudnya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.Aku berharap jika buku ini telah selesai penyusunannya bisa menjadi pemandu bagi orang yang menelaahnya kepada kebaikan serta penghalang dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk dan kebinasaan.Aku juga meminta kepada setiap Saudaraku yang mengambil satu faedah dari buku ini untuk mendoakanku, kedua orangtuaku, guru-guruku, dan semua orang yang kami cintai serta semua kaum muslimin.Hanya kepada Allah Yang Mahamulia aku bertumpu. Hanya kepada-Nya aku berserah dan bersandar. Cukuplah Allah bagiku; Dia adalah sebaik-baik penolong.Tidak ada daya dan kekuata kecuali dengan izin Allah Yang Mahaagung lagi Maha Bijaksana.

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

 1- BAB IKHLAS DAN MENGHADIRKAN NIAT DI SEMUA AMALAN DAN UCAPAN BAIK YANG TAMPAK ATAUPUN TERSEMBUNYI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama yang lurus, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang benar."(QS. Al-Bayyinah: 5)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu."(QS. Al-Ḥajj: 37)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah, 'Jika kamu sembunyikan apa yang ada dalam hati kamu atau kamu nyatakan, Allah pasti mengetahuinya.'"(QS. Āli 'Imrān: 29)

Pelajaran dari Ayat:

1) Niat adalah keinginan, dan tempatnya di hati; niat tidak bertempat di lisan dalam semua perbuatan;karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan teladan kita semua melakukan wudu, salat, puasa, sedekah, dan haji dengan tidak pernah melafalkan niatnya.2) Seorang hamba wajib menghadirkan niat di semua ibadah; yaitu meniatkan niat ibadah, dan meniatkannya untuk Allah, bahwa dia melakukannya dalam rangka mengimplementasikan perintah Allah -Ta'ālā-.Inilah niat yang paling sempurna. Misalnya, ketika berwudu, ia meniatkan bahwa ia berwudu karena Allah, dan dalam rangka melaksanakan perintah Allah -Ta'ālā-.1/1- Amīrul-Mu`minīn Abu Ḥafṣ Umar bin Al-Khaṭṭāb bin Nufail bin Abdul-'Uzzā bin Riyāḥ bin Abdullah bin Qurṭ bin Razāḥ bin 'Adī bin Ka'ab bin Lu`ai bin Gālib Al-Qurasyiy Al-'Adawiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sesungguhnya semua amalan itu ‎tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang (balasan dari) apa yang ‎diniatkannya. Maka siapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada ‎Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan, atau karena ‎seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tuju."(Muttafaq 'Alaih)(HR. Dua imam ahli hadis: Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mugīrah bin Bardizbah Al-Ju'fiy Al-Bukhāriy,dan Abul-Ḥusain Muslim bin Al-Ḥajjāj bin Muslim Al-Qusyairiy An-Naisābūriy-semoga Allah meridai mereka berdua- dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab hadis yang paling sahih)

Kosa Kata Asing:

اَلْهِجْرَةُ (Al-Hijrah): berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam.

يَنْكِحُهَا (yankiḥuhā): menikahinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hadis ini menjadi tolok ukur bagi seseorang untuk mengukur semua amalnya yang bersifat batin; apakah di dalamnya dia ikhlas karena Allah -Ta'ālā- ataukah tidak?

2) Perbedaan manusia dalam amal perbuatan sesuai perbedaan niat mereka; sebagian orang niatnya mencapai puncak keikhlasan dan mutāba'ah (sesuai Sunnah) dalam perbuatan-perbuatan baik dan amal saleh, dan sebagian yang lain niatnya di bawah itu.

3) Berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam wajib bagi setiap orang yang mampu, sebagaimana kondisi orang-orang mukmin terdahulu dari kalangan sahabat yang mulia yang berhijrah dari Mekah ke Madinah sebelum Mekah menjadi negeri Islam dan iman.

Faedah Tambahan:

Hijrah berlaku pada perbuatan, pelaku (orang), dan tempat.

Pertama: hijrah perbuatan; yaitu seseorang meninggalkan berbagai macam maksiat yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam hadis:"Orang yang hijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah."(HR. Bukhari)

Kedua: hijrah pelaku (orang); seperti berhijrah meninggalkan orang yang terang-terangan melakukan maksiat, jika meninggalkannya memiliki maslahat dan manfaat, misalnya dia akan meninggalkan larangan Allah, maka dia harus ditinggalkan.

Ketiga: hijrah tempat; yaitu seseorang berpindah dari daerah yang terdapat banyak maksiat dan dosa ke daerah yang tidak ada maksiatnya atau ada tapi sedikit, karena seseorang biasanya terpengaruh oleh kondisi lingkungan sekitarnya, baik pengaruh baik ataupun buruk.

Faedah Tambahan:

Apa hukumnya seorang muslim melakukan safar ke negeri orang kafir?

Perjalanan seorang muslim ke negeri orang kafir tidak diperbolehkan, yaitu haram, kecuali jika terpenuhi syarat-syarat yang khusus, maka diperbolehkan; yaitu:

1) Muslim tersebut memiliki ilmu agama yang kuat untuk menolak syubhat kekafiran dari dirinya; karena bisa jadi orang-orang kafir akan menyodorinya permasalahan-permasalan yang rumit dan sulit tentang perkara agama, Al-Qur`ān, Rasulullah, dan lain sebagainya, lalu dia tidak mengetahui jawabannya.

2) Dia memiliki kekuatan agama dan ketakwaan yang akan melindunginya dari berbagai maksiat haram yang tersebar di sana, seperti khamar, zina, begadang yang haram, dan lain sebagainya.

3) Dia memang sangat butuh untuk melakukan perjalanan tersebut. Adapun sebatas pergi untuk rekreasi maka tidak diperbolehkan. Misalnya; dia melakukan safar untuk berobat dan belajar ilmu yang tidak didapatkan di negeri kaum muslimin, atau bisnis yang bermanfaat untuk dirinya dan kaum muslimin secara umum.

Di antara perjalanan yang dianjurkan ataupun wajib adalah perjalanan para dai dan ulama jika dilakukan dengan tujuan berdakwah kepada agama Allah -Ta'ālā-.

2/2- Ummul-Mu`minīn Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah ṣallallāhu -'alaihi wa sallam- bersabda,“Ada satu pasukan hendak menyerang Kakbah, tatkala berada di sebuah tanah yang lapang mereka dibenamkan (seluruhnya ke dalam bumi) dari yang paling depan hingga yang paling akhir dari mereka.”Aisyah berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana mereka semua dari yang terdepan hingga yang terakhir dibenamkan sementara di antara mereka ada para pedagang biasa (yang tak bersalah) dan yang tidak termasuk dari golongan mereka?'" Beliau bersabda,"Mereka dibenamkan semuanya dari yang terdepan hingga yang terakhir, kemudian mereka dibangkitkan sesuai niatnya masing-masing."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Kosa Kata Asing:

بَيْدَاءَ (baidā`): tanah lapang

يُخْسَفُ (yukhsafu): bila dikatakan "خُسِفَتْ بِهِمُ الأَرْضُ" (khusifat bihimul-arḍ), maka artinya; mereka hilang dan terbenam ke dalam bumi.

أَسْوَاقُهُمْ (aswāquhum): orang-orang yang datang untuk berdagang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang bergabung bersama pelaku kebatilan dan kezaliman akan disamakan dalam siksaan, karena siksaan bersifat umum.

2) Hadis ini menyamai sekaligus menjelaskan makna hadis:"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya."Yaitu setiap orang akan diberi balasan sesuai niatnya.3) Suatu azab jika terjadi akan menimpa orang saleh dan pelaku maksiat. Lalu di hari Kiamat kelak semuanya akan dibangkitkan sesuai niat mereka. Sebab itu, orang-orang beriman harus saling mengingatkan di antara mereka tentang kebaikan agar azab tidak diturunkan kepada mereka.Karena amal ketaatan adalah sebab dihilangkannya bala dan azab, sedangkan perbuatan maksiat adalah sebab diturunkannya azab dan musibah.3/3- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada hijrah setelah penaklukan Mekah, tetapi yang ada hanya jihad dan niat. Jika kalian diperintahkan untuk berangkat berjihad, maka penuhilah."(Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya: tidak ada lagi hijrah dari Mekah karena telah menjadi negeri Islam.

Kosa Kata Asing:

اُسْتُنْفِرْتُمْ (ustunfirtum): kalian diminta segera berangkat; yaitu keluar untuk berjihad di jalan Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Adanya kabar gembira bagi orang beriman bahwa Mekah Mukarramah tidak akan kembali menjadi negeri kafir, melainkan akan tetap menjadi negeri Islam hingga terjadi kiamat.

2) Seorang muslim hendaknya selalu membela agama Allah dan berjihad melawan musuh-musuh Allah agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi; maka dia akan membela negaranya karena merupakan negeri Islam; dia membelanya untuk menjaga Islam dan membela kehormatan kaum muslimin.

Faedah Tambahan:

- Maksud dari sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Tidak ada hijrah setelah penaklukan Mekah" ditujukan kepada orang yang belum berhijrah ke tempat beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Adapun hijrah dari negeri kafir maka tetap disyariatkan hingga hari kiamat,karena seorang muslim diperintahkan untuk berhijrah ke negeri yang di sana dia bisa menegakkan syiar agama Allah serta menjaga agamanya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, 'Bagaimana kamu ini?' Mereka menjawab, 'Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).' Mereka (para malaikat) bertanya, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?' Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali."(QS. An-Nisā`: 97)

- Kapan hukum jihad menjadi fardu ain?

Yaitu dalam beberapa keadaan:

1) Bila penguasa memerintahkan semua orang untuk berangkat berjihad fi sabilillah.

2) Bila musuh telah datang ke suatu negeri maka jihad menjadi fardu ain; setiap penduduk yang mampu wajib berperang karena perang di sini untuk membela kehormatan mereka.

3) Bila dua pasukan -pasukan kafir dan pasukan Islam- telah berhadap-hadapan maka tidak ada yang boleh mundur;"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang akan menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)."(QS. Al-Anfāl: 15)Dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menetapkan bahwa salah satu dari tujuh dosa yang membinasakan adalah"melarikan diri saat berkecamuknya perang."(Muttafaq 'Alaih)

4) Bila seseorang dibutuhkan dalam jihad dan tidak ada orang lain yang bisa melakukan tugas tersebut maka dia secara personal wajib berjihad; seperti kondisi seseorang yang dibutuhkan karena memiliki keahlian pada senjata tertentu, maka dia secara personal wajib berjihad.

4/4- Abu Abdillah Jabir bin Abdullah Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Kami pernah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah peperangan lalu beliau bersabda,"Sungguh di Madinah terdapat beberapa laki-laki yang tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan atau melewati sebuah lembah melainkan mereka menyertai (pahala) kalian; mereka tertahan oleh sakit."Dalam riwayat lain:"melainkan mereka menyertai kalian dalam pahala."(HR. Muslim)Juga diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Kami pulang dari perang Tabuk bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda,"Sungguh ada sejumlah orang yang kita tinggalkan di Madinah; tidaklah kita melewati suatu jalan ataupun lembah kecuali mereka menyertai kita; mereka tertahan oleh uzur."

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang keluar berperang dan berjihad di jalan Allah mendapatkan pahala perjalanannya. Ini adalah karunia Allah karena menjadikan pahala sarana sebuah perbuatan seperti pahala perbuatan tersebut; sebab sarana memiliki hukum yang sama dengan tujuan.

2) Bila seseorang telah berniat melakukan amal saleh, kemudian dia terhalangi darinya, maka ditulis baginya pahala yang dia niatkan.

5/5- Abu Yazīd Ma'an bin Yazīd bin Al-Akhnas (dia, ayah, dan kakeknya adalah sahabat Nabi) -raḍiyallāhu 'anhum- berkata, Ayahku, Yazid mengeluarkan sejumlah dinar untuk disedekahkan lalu menitipkannya kepada seorang laki-laki di masjid, maka aku datang dan mengambilnya lalu membawanya pulang ke ayahku; dia berkata, "Demi Allah, bukan kamu yang kuniatkan." Maka aku mengadukannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda,"Engkau mendapatkan apa yang telah engkau niatkan wahai Yazīd, sedangkan engkau mendapatkan apa yang telah engkau ambil, wahai Ma'an."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Amal perbuatan tergantung niatnya; seseorang akan dituliskan baginya pahala apa yang dia niatkan, sekalipun realitasnya berbeda dari yang dia niatkan.

2) Seseorang diperbolehkan bersedekah terang-terangan jika ada maslahat dalam menampakkan sedekah tersebut.

3) Seorang ayah boleh memberikan zakat kepada anaknya jika anak tersebut termasuk yang berhak menerima zakat, dengan catatan sang ayah tidak bertujuan menggugurkan kewajiban menafkahi anaknya dengan pemberian tersebut.

6/6- Abu Isḥāq Sa'ad bin Abi Waqqāṣ Mālik bin Uhaib bin 'Abdu Manāf bin Zuhrah bin Kilāb bin Murrah bin Ka'ab bin Lu`aiy bin Gālib Al-Qurasyiy Az-Zuhriy -raḍiyallāhu 'anhu- (salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin dengan surga) -raḍiyallāhu 'anhum- berkata,Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menjengukku di tahun Haji Wadak karena sakit parah yang menimpaku. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, sakitku sudah parah sebagaimana Anda lihat, sedangkan aku orang yang berharta, dan tidak ada yang akan mewarisi hartaku kecuali hanya seorang anak perempuanku. Apakah aku boleh menyedekahkan dua pertiga hartaku?" Beliau menjawab, "Tidak." Aku berkata, "Separuhnya, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak." Aku berkata, "Sepertiga?" Beliau menjawab, "(Ya) sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, lalu mereka meminta-minta pada manusia. Sungguh, tidaklah engkau mengeluarkan satu nafkah karena menginginkan wajah Allah kecuali engkau diberi pahala karena itu, bahkan hingga nafkah (makanan) yang engkau suapkan ke mulut istrimu." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah aku akan ditinggal (di Mekah) setelah (kepulangan) sahabat-sahabatku (ke Madinah)?" Beliau menjawab, "Tidaklah engkau ditinggalkan (di Mekah) lalu melakukan suatu amalan karena mengingkan wajah Allah melainkan derajat dan kedudukanmu akan bertambah naik. Semoga engkau diberi usia panjang hingga orang-orang (mukmin) bisa memperoleh manfaat darimu dan yang lainnya (kafir) mendapatkan mudaratmu. Ya Allah, lanjutkanlah hijrah sahabat-sahabatku dan jangan Engkau kembalikan mereka pada kesesatan (atau negeri yang mereka tinggalkan), kecuali orang yang malang, Sa'ad bin Khaulah (yang terlanjur wafat di Mekah)." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyampaikan duka untuknya karena ia meninggal di Mekah.(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَتكَفَّفُونَ (yatakaffafūna): mereka mengemis dengan mengangkat kedua tangan.

عَالَةٌ ('ālah): miskin. Ini bentuk jamak dari "عَائِلٌ" ('ā`il).

أُخَلَّفُ بَعْدَ أَصْحَابِي؟ (ukhallafu ba'da aṣḥābī?): apakah aku akan pulang lebih akhir dari sahabat-sahabatku?

تُخَلَّفُ (tukhallafu): dipanjangkan umurnya di dunia.

يَرْثِيْ لَهُ (yarṡī lahu): berduka atas keadaannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap sahabat-sahabatnya; beliau senantiasa berkunjung dan mencari tahu keadaan mereka serta mendoakan mereka.

2) Perintah dan anjuran menjenguk orang yang sakit karena di dalamnya terdapat petunjuk bagi yang berkunjung dan yang sakit.

3) Dianjurkan kepada setiap orang agar bermusyawarah dengan orang yang berilmu; yaitu Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meminta saran kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika berkeinginan untuk mengalokasikan sebagian hartanya. Ini termasuk cara untuk menguatkan hubungan antara masyarakat dengan ulama.

4) Tidaklah seseorang mengerjakan suatu amalan karena menginginkan wajah Allah kecuali kemuliaan dan derajatnya akan bertambah tinggi, termasuk menafkahi keluarga dan istrinya serta kepada dirinya sendiri.Karena itu, hendaklah seorang hamba menghadirkan niat ibadah kepada Allah pada semua yang ia infakkan agar mendapatkan pahala sempurna.7/7- Abu Hurairah Abdurrahman bin Ṣakhr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh (fisik) kalian, tidak pula kepada bentuk rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Standar cinta dan rida adalah pada amal saleh dan niat ikhlas; keduanya adalah tolok ukur diterimanya seorang hamba di sisi Tuhannya. Boleh jadi amal yang kecil bisa menjadi besar nilainya karena niat, dan sebaliknya amal yang banyak bisa menjadi kecil nilainya karena niat.

2) Di antara indikasi adanya taufik Allah kepada hamba: dia berusaha memperbaiki niat dan menyucikan hatinya dengan amal saleh.

8/8- Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah ditanya tentang laki-laki yang berperang agar dikatakan berani, berperang karena fanatisme, dan berperang karena pamer; siapakah yang dianggap berperang di jalan Allah? Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab,"Siapa yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, maka dialah yang berperang di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

حَمِيَّةً (ḥamiyyah): sikap fanatik kepada suku atau negerinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan perbedaan manusia dalam persoalan niat ketika perang; yang paling baik niatnya adalah yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi.

2) Jalan Allah ada satu, sedangkan jalan setan ada banyak; orang yang mendapat petunjuk adalah yang diberikan taufik oleh Allah -Ta'ālā- untuk menempuh jalan-Nya, sebagaimana firman-Nya:"Bahwa inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah. Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya."(QS. Al-An'ām: 153)9/9- Abu Bakrah Nufai' bin Al-Ḥāriṡ Aṡ-Ṡaqafiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila dua orang muslim berhadap-hadapan dengan pedangnya, maka yang membunuh dan yang dibunuh sama-sama berada dalam neraka."Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ini yang membunuh (jelas masuk neraka). Lalu ada apa dengan yang dibunuh?" Beliau bersabda,"Karena dia sangat ingin membunuh saudaranya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengingatkan kaidah besar "amal perbuatan tergantung niatnya"; yaitu orang ini ketika telah berniat untuk membunuh saudaranya, dan telah melakukan upaya untuk mewujudkannya, tetapi hal itu tidak terwujud karena dikalahkan oleh lawannya, maka dia sama seperti lawannya yang melakukan pembunuhan.

2) Mengingatkan perbedaan antara orang yang membunuh karena membela diri untuk menghalangi orang yang zalim, dan antara orang yang bertarung dengan niat membunuh rekannya.

3) Peringatan keras terhadap besarnya dosa membunuh; sebab membunuh adalah salah satu sebab masuk neraka.

4) Memperlihatkan cara para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menuntut ilmu; yaitu mereka membawa permasalahan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau memberikan jawabannya.Tidak ada di dalam Al-Qur`ān maupun Sunnah sesuatu yang samar kecuali ada penjelasannya sejak awal atau lewat jawaban pertanyaan seputarnya.10/10- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Salat seseorang secara berjemaah lebih banyak pahalanya daripada salat sendirian di pasar atau di rumahnya, dengan selisih dua puluh sekian derajat. Hal ini karena ketika seseorang menyempurnakan wudunya kemudian pergi ke masjid karena dorongan salat; tidak ada niat lain kecuali salat, maka tidaklah ia melangkah satu langkah kecuali diangkat baginya satu derajat dan dihapuskan darinya satu dosa, sampai dia masuk masjid. Apabila ia telah masuk ke dalam masjid, ia dianggap mengerjakan salat selama ia menunggu hingga salat dilaksanakan. Para malaikat mendoakan kalian yang senantiasa duduk di tempat salatnya, mereka berdoa, 'Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya. Ya Allah, terimalah tobatnya' selama ia tidak berbuat kejelekan (mengganggu orang lain) dan tidak berhadas di masjid.”(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Ucapan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "يَنْهَزُه" (yanhazuhu) dengan memfatahkan huruf "yā`" dan "hā`", dan dengan huruf "zāy", bermakna: mengeluarkannya.

Kosa Kata Asing:

بِضْعًا (biḍ'an), dengan mengkasrahkan huruf "bā`": nama bilangan dari tiga hingga sepuluh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan menghadiri salat berjemaah di masjid.

2) Anjuran berwudu dari rumah ketika menghadiri salat berjemaah agar pahalanya lebih besar.

3) Diperhitungkannya niat untuk mendapat pahala yang besar ini; siapa yang tidak menghadirkan niat ikhlas pahalanya berkurang.

4) Seorang hamba senantiasa dalam kebaikan selama ia menunggu kebaikan tersebut.

Faedah Tambahan:

Wahai Saudaraku yang semoga Allah memberimu taufik! Ketahuilah, salat berjemaah hukumnya fardu ain atas setiap muslim yang mendengar azan dan ia tidak memiliki uzur. Ada banyak dalil tentang kewajibannya, di antaranya; firman Allah -Ta'ālā-,"Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu."(QS. An-Nisā`: 102)Di sini Allah mewajibkan salat berjemaah ketika kondisi perang meskipun adanya rasa takut. Maka ketika dalam kondisi aman dan damai tentu Dia lebih pantas mewajibkannya.

Sedangkan di dalam Sunnah telah ada kewajiban berjemaah atas laki-laki yang buta. Maka lantas bagaimana dengan orang yang dapat melihat?!

11/11- Abdullah bin 'Abbās bin 'Abdul-Muṭṭalib -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hadis yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya -Tabāraka wa Ta'ālā-, Dia berfirman,"Sesungguhnya Allah telah mencatat kebaikan dan keburukan, kemudian telah menjelaskan yang demikian itu. Siapa yang meniatkan satu kebaikan lalu tidak bisa melakukannya, Allah menulisnya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Bila ia meniatkannya lalu melakukannya, Allah menulisnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat hingga kelipatan-kelipatan yang banyak. Tetapi, bila ia meniatkan satu keburukan lalu tidak jadi melakukannya, Allah menulisnya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Bila ia meniatkannya lalu melakukannya, Allah menulisnya sebagai satu keburukan.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Niat yang baik akan mengantarkan pemiliknya kepada kebaikan.

2) Perbedaan pahala kebaikan didasarkan pada kadar keikhlasan dan mutāba'ah; semakin ikhlas seorang hamba kepada Allah dan berupaya lebih meneladani Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka ibadahnya akan semakin sempurna dan pahalanya semakin banyak.

3) Siapa yang meninggalkan perbuatan maksiat karena takut kepada Allah akan diberikan pahala atas hal itu, sebagaimana diterangkan dalam hadis, "Sungguh dia meninggalkannya semata karena-Ku."(HR. Muslim dari Abu Hurairah)

4) Di antara bentuk rahmat Allah -Ta'ālā- adalah bahwa Dia memberi balasan kepada pelaku maksiat atas dasar keadilan-Nya dan kepada pelaku ketaatan atas dasar kemurahan dan kebaikan-Nya.

12/12- Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tiga orang dari umat sebelum kalian pernah bepergian, hingga mereka harus bermalam di sebuah goa. Mereka pun masuk ke dalamnya. Tiba-tiba sebuah batu besar menggelinding dari gunung hingga menutup mereka di dalam goa itu. Mereka pun berkata, 'Sungguh, tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dari batu besar ini kecuali jika kalian berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal-amal saleh kalian.'Salah satu mereka berdoa, 'Ya Allah! Aku memiliki dua orang tua yang sudah tua; aku tidak pernah mendahulukan memberi minum keluargaku ataupun ternakku sebelum mereka. Suatu hari aku pergi jauh mencari kayu sehingga aku tidak pulang kecuali setelah mereka tidur. Maka aku membuatkan mereka minuman, dan ternyata aku menemukan mereka telah tidur. Tetapi aku tidak mau membangunkan mereka juga memberi minum keluarga ataupun ternakku sebelum mereka. Maka aku tetap diam dengan wadah di tanganku. Aku menunggu mereka bangun sampai fajar terbit. Sementara anak-anakku yang kecil berteriak menangis di kakiku. Maka keduanya bangun lalu meminum minuman mereka. Ya Allah! Bila aku melakukannya karena menginginkan rida-Mu, maka bukakanlah kami batu ini.' Maka batu tersebut terbuka sedikit; tetapi mereka belum bisa keluar darinya.Orang yang kedua berdoa, 'Ya Allah! Aku memiliki sepupu perempuan. Dia perempuan yang paling aku cintai (di sebagian riwayat: Aku teramat mencintainya seperti cinta paling besar laki-laki kepada perempuan). Kemudian aku menginginkan dirinya, tetapi dia menolakku. Hingga dia mengalami kesulitan di salah satu kemarau, dan dia pun datang kepadaku. Aku memberinya 120 dinar dengan syarat dia menyerahkan dirinya kepadaku. Dia pun menyanggupinya. Ketika aku telah leluasa melakukannya (di sebagian riwayat: ketika aku telah ada di antara dua kakinya), dia berkata, 'Takutlah kepada Allah! Janganlah kamu membuka cincin kecuali dengan cara yang benar.' Maka aku meninggalkannya sekalipun dia adalah perempuan yang paling aku cintai, dan aku biarkan emas yang kuberikan kepadanya. Ya Allah! Bila aku melakukannya karena menginginkan rida-Mu maka bukalah dari kami apa yang menimpa kami.' Maka, batu tersebut terbuka; tetapi mereka belum bisa keluar darinya.Sedangkan orang yang ketiga berdoa, 'Ya Allah! Aku menyewa para pekerja dan memberikan upah mereka. Kecuali satu orang; dia meninggalkan haknya dan menghilang. Lalu aku mengembangkan upahnya itu hingga menjadi harta yang banyak. Setelah sekian lama, dia datang dan berkata, 'Wahai hamba Allah, tunaikan upahku kepadaku.' Aku berkata, 'Semua yang kamu lihat berasal dari upahmu; unta, sapi, kambing, dan budak.' Dia berkata, Wahai hamba Allah, janganlah mengolok-olokku!' Aku berkata, 'Aku tidak sedang mengolok-olokmu.' Maka dia mengambil semuanya dan menggiringnya; ia tidak menyisakan sedikit pun. Ya Allah! Bila aku melakukannya karena menginginkan rida-Mu, maka hilangkan dari kami kesulitan yang menimpa kami.' Maka batu itu terbuka. Mereka pun keluar dengan berjalan."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

نَفَرٌ (nafar): sejumlah laki-laki

اَلْمَبِيْتُ (al-mabīt): tempat bermalam.

أَغْبِقُ (agbiqu: saya memberi minuman sore). Dari asal kata "اَلْغَبُوْقُ" (al-gabūq): minuman sore hari.

نأىٰ (na`ā): pergi jauh.

أَرِحْ (ariḥ): pulang

يَتَضَاغَوْنَ (yataḍāgauna): berteriak karena sangat lapar

سَنَة (sanah): kemarau

لَا تَفُضَّ الْخَاتَمَ (lā tafuḍḍal-khātam: jangan membuka cincin); peringatan agar tidak melakukan zina.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keikhlasan merupakan sebab dihilangkannya kesulitan; yaitu masing-masing mereka berkata,"Ya Allah! Bila aku melakukannya karena menginginkan rida-Mu, maka bukalah dari kami kesulitan yang menimpa kami."

2) Amal saleh merupakan sebab dihilangkannya kesulitan.

3) Keutamaan berbakti kepada orang tua, menjaga diri dari zina, serta sifat amanah dan berbuat baik kepada orang lain.

4) Allah mendengar doa; Allah tidak menyia-nyiakan doa orang yang berdoa dengan tulus, sehingga orang beriman harus mengikhlaskan doa kepada Allah.

5) Di antara jenis tawasul yang disyariatkan: bertawasul kepada Allah dengan amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas.

Faedah Tambahan:

Seorang imam yang zuhud, Muṭarrif bin Abdullah Asy-Syikhkhīr -raḥimahullāh- berkata,

"Hati yang baik diraih dengan amal yang baik, dan amal yang baik diraih dengan niat yang baik."

(Dinukil oleh Al-Ḥāfiẓ Ibnu Rajab dalam buku beliau "Jāmi'ul-'Ulūm wal-Ḥikam")

 2- BAB TOBAT

Para ulama berkata, "Tobat wajib dari semua dosa. Jika maksiat itu terkait hak antara hamba dengan Allah -Ta'ālā yang tidak terkait dengan hak manusia, maka tobat memiliki tiga syarat:

Pertama: meninggalkan maksiat tersebut.

Kedua: menyesal telah melakukannya.

Ketiga: bertekad tidak kembali melakukannya selamanya. Apabila salah satu dari tiga syarat ini tidak terpenuhi maka tobatnya tidak sah.

Adapun jika merupakan maksiat yang berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat; ketiga syarat di atas dan ditambah membebaskan diri dari hak pemiliknya,yaitu bila berupa harta dan semisalnya maka dia kembalikan kepada pemiliknya, bila berupa tudahan zina dan semisalnya maka dia mempersilakan dirinya dihukum atau meminta maaf,dan bila berupa gibah dia minta dimaafkan. Tobat dari semua dosa hukumnya wajib.Bila seseorang bertobat hanya dari sebagiannya maka tobatnya sah dari dosa tersebut menurut pendapat yang benar, dan tersisa yang belum.Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur`ān, Sunnnah, dan ijmak umat tentang kewajiban bertobat.Allah -Ta'ālā- berfirman,"Bertobatlah kalian semuanya, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung."(QS. An-Nūr: 31)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Rabb-mu dan bertobat kepada-Nya."(QS. Hūd: 3)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya."(QS. At-Taḥrīm: 8)

Faedah Tambahan:

Tiga syarat tobat yang telah disebutkan sebelumnya mesti ditambah dengan syarat yang disebutkan penulis -raḥimahullāh-, yaitu:

Tobat tersebut dilakukan selama masa tobat diterima, dan yang demikian itu memiliki dua macam:

Pertama: dilihat dari sisi orang per orang; maka tobat harus dilakukan sebelum datang kematian.

Kedua: dilihat dari sisi keseluruhan manusia; maka Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hijrah tidak terputus hingga tobat terputus, dan tobat tidak akan terputus hingga matahari terbit dari arah terbenamnya."(HR. Ahmad)Ketika matahari terbit dari arah terbenamnya maka tobat tidak lagi berguna.

Pelajaran dari Ayat:

1) Kewajiban bertobat dari maksiat dan menjelaskan keutamaan serta pahalanya; yaitu Allah mencintai orang-orang yang bertobat.

2) Tobat merupakan sebab kesuksesan; hamba Allah yang mendapat taufik adalah yang berjalan menuju salah satu pintu kesuksesan.

1/13- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah, sungguh aku beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali."(HR. Bukhari)2/14- Al-Agarr bin Yasār Al-Muzaniy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai sekalian manusia, bertobatlah kepada Allah dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bertobat; karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkannya dengan sabda beliau, "Wahai sekalian manusia, bertobatlah kepada Allah" dan dahulu beliau selalu bersegera kepada tobat.Hal ini mengandung implementasi terhadap perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta peneladanan terhadap beliau.

2) Menjelaskan besarnya ibadah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Allah serta pemurnian tobatnya kepada-Nya.

3) Di antara petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau mengajarkan manusia dengan bahasa ucapan dan perbuatan.

4) Di antara adab dai ketika mengajak orang kepada suatu perkara agar dia menjadi orang pertama yang melaksanakannya, dan ketika ia melarang mereka dari sesuatu agar menjadi orang pertama yang meninggalkannya.

3/15- Abu Ḥamzah Anas bin Mālik Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- (pembantu Rasulullah) berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh Allah lebih gembira dengan tobat hamba-Nya daripada kegembiraan salah seorang kalian yang menemukan untanya setelah hilang di padang luas."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:"Sungguh Allah lebih gembira dengan tobat hamba-Nya ketika ia bertobat kepada-Nya daripada kegembiraan salah seorang kalian yang mengendarai tunggangannya di padang luas, kemudian tunggangannya itu lepas meninggalakannya, padahal bekal makan dan minumnya ada di atasnya. Dia pun putus asa untuk mendapatkannya, lalu datang ke sebuah pohon dan berbaring di bawah bayangnya. Dia benar-benar putus asa untuk mendapatkan kembali tunggangannya. Ketika ia dalam keadaan demikian itu, tiba-tiba ia mendapatkan tunggangannya berdiri di sisinya. Dia pun mengambil tali kekangnya, kemudian berujar karena kegirangan, 'Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu.' Dia keliru karena teramat gembira."

Kosa Kata Asing:

فَلَاة (falāh): padang yang luas dan tidak berair

الخِطَام (al-khiṭām): tali yang digunakan untuk mengendalikan unta

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kepada tobat; karena Allah menyukai dan meridainya pada hamba-Nya.

2) Kecintaan Allah -Ta'ālā- kepada tobat hamba-Nya termasuk kebaikan bagi hamba; yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- cinta memberi maaf dan ampunan, dan memaafkan lebih Allah cintai daripada menyiksa. Oleh karena itu, Allah sangat gembira dengan tobat hamba-Nya.

3) Menetapkan sifat gembira bagi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-; bahwa Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- bisa gembira dan murka, cinta dan benci, namun:"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."(QS. Asy-Syūrā: 11)Yaitu kegembiraan yang pantas dengan keagungan dan kemuliaan-Nya, tidak serupa dengan kegembiraan makhluk.

Faedah Tambahan:

Seseorang tidak disiksa karena ucapan kekufurannya jika dilontarkan secara tidak sengaja atau keseleo lidah yang tidak dimaksudkan maknanya. Berbeda dengan orang yang sengaja atau yang mengolok-olok dengan mengucapkan ucapan kufur.Ini merupakan bagian dari kasih sayang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- kepada hamba-hamba-Nya. Seperti halnya laki-laki yang mengatakan, "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu."4/16- Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- membentangkan Tangan-Nya pada waktu malam agar bertobat orang yang berbuat kesalahan di waktu siang, dan Allah membentangkan Tangan-Nya di waktu siang agar bertobat orang yang berbuat kesalahan di waktu malam hingga matahari terbit dari arah terbenamnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah menerima tobat hamba sekalipun terlambat; dan ini bagian dari rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang berbuat dosa.

2) Kecintaan Allah -Ta'ālā- kepada amalan tobat; oleh karena itu Allah menerimanya dari hamba dan membentangkan Tangan-Nya untuk itu.

3) Menyegerakan tobat termasuk sebab adanya rida Allah kepada hamba-Nya.

5/17- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari arah terbenamnya, Allah pasti menerima tobatnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara syarat tobat adalah ia dilakukan pada waktunya yang disyariatkan secara umum; berdasarkan hadis: "Tobat tidak terputus hingga matahari terbit dari arah terbenamnya." (HR. Ahmad)

2) Matahari terbit dari arah barat termasuk tanda kiamat yang besar; setelahnya keimanan tak lagi berguna bagi seseorang yang belum beriman dari sebelumnya atau tidak mendapat kebaikan dalam imannya.

3) Keimanan yang berguna adalah iman yang berasal dari kemauan; adapun iman yang lahir setelah datang tanda-tanda azab maka tidak lagi berguna; karena merupakan keimanan yang terpaksa. Sebagaimana ucapan Firaun yang dikisahkan Allah -Ta'ālā-,“Aku beriman bahwa tidak ada tuhan (yang benar) melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).”(QS. Yūnus: 90)6/18- Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- masih menerima tobat seorang hamba selama nyawanya belum sampai di tenggorokan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Kosa Kata Asing:

يُغَرْغِرْ (yugargir): nyawanya sampai ke tenggorokan

Pelajaran dari Hadis:

1) Waktu sekarat adalah saat di mana tobat tak lagi berguna. Oleh karena itu, tobat harus dilakukan pada waktunya yang disyariatkan secara khusus pada hamba sebelum tiba kematian.

2) Keimanan yang terpaksa ketika kematian telah datang tidak berguna bagi hamba; karena ia telah menyaksikan kematian di hadapannya. Maka, orang yang beriman harus berupaya memaksimalkan hidupnya sebelum kematian menyapanya tiba-tiba.

7/19- Zirr bin Ḥubaisy berkata, "Aku datang kepada Ṣafwān bin 'Assāl -raḍiyallāhu 'anhu- menanyakan tentang mengusap khuff (terompah); dia berkata, 'Apa yang membuatmu datang, wahai Zirr?', Aku menjawab, 'Karena hendak menimba ilmu.' Maka dia berkata,"Sungguh para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena rida kepada apa yang dia timba."Aku berkata, "Sungguh, telah terjadi keraguan dalam hatiku untuk mengusap khuff (terompah) sehabis buang air besar atau kecil, sedangkan engkau termasuk salah seorang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka aku datang untuk bertanya, apakah engkau pernah mendengar beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menerangkan sesuatu tentang hal itu?" Ṣafwān menjawab, "Ya. Beliau memerintahkan jika kami sedang melakukan safar, agar kami tidak melepaskan sepatu selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub. Adapun kalau karena buang air besar, buang air kecil, dan tidur; maka tidak perlu dilepas." Aku berkata lagi, "Apakah engkau pernah mendengar beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyebutkan sesuatu tentang persoalan cinta?" Dia menjawab, "Ya, pernah. Yaitu kami sedang bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan. Ketika kami sedang bersama beliau, tiba-tiba ada seorang arab badui memanggil dengan suara yang keras sekali, "Wahai Muhammad!" Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawabnya dengan suara yang sama, “Kemarilah!” Lalu aku berkata kepada orang tersebut, "Celaka engkau! Rendahkanlah suaramu, sebab engkau sedang berada di hadapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan engkau dilarang seperti itu." Orang itu berkata, "Demi Allah, aku tidak akan memelankan suara." Laki-laki badui itu lalu berkata kepada Rasulullah, "(Bagaimana bila) seseorang mencintai suatu kaum tetapi ia belum bisa menyamai amalan mereka?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Seseorang akan bersama orang yang dia cintai pada hari Kiamat."Ṣafwān terus menceritakan kepada kami, hingga dia menyebutkan hadis tentang sebuah pintu di arah tempat terbenam matahari, luas lebarnya atau pengendara akan melewati lebarnya selama empat puluh atau tujuh puluh tahun. Sufyān -salah satu perawi dalam sanad itu- berkata, "Yaitu di arah Syam. Allah -Ta'ālā- menciptakannya ketika menciptakan langit dan bumi dalam keadaan terbuka untuk menerima tobat, tidak akan ditutup hingga matahari terbit dari tempat itu."(HR. Tirmidzi dan lainnya. Tirmidzi berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

هَاؤُمُ (hā`um): ambillah/kemarilah; yakni jawaban kepada orang yang memanggil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan ilmu dan menimba ilmu; ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang ada dalam Al-Qur`ān dan Sunnah Nabi; menimbanya termasuk jihad fi sabilillah.

2) "Para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena rida kepada apa yang mereka cari"; hadis ini kita imani sesuai makna lahirnya, karena bila ada berita yang benar berita dari Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka kita mesti terima sepenuhnya; kita imani dan benarkan tanpa ragu dan sangsi. Apalagi biasanya hadis-hadis dan kebenaran datang berseberangan dengan logika dan hawa nafsu kita.

3) Mengusap khuff (terompah) merupakan bagian dari syiar Ahli Sunnah, dan ini telah disebutkan dalam hadis yang mutawatir dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

4) Orang beriman bila mencintai suatu kaum dari kalangan orang-orang beriman maka ia akan bersama mereka, sekalipun amalnya kurang.

5) Motivasi terhadap wasiat mulia, yaitu "seseorang akan bersama yang dia cintai". Maka wajib mencintai orang berilmu dan beriman serta membenci orang-orang kafir dan zalim.

6) Di antara keberkahan negeri Syam adalah bahwa pintu tobat diciptakan oleh Allah -Ta'ālā- di arah Syam.

8/20- Abu Sa'īd Sa'ad bin Mālik bin Sinān Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Dahulu, pada umat sebelum kalian ada seorang laki-laki yang membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian ia bertanya tentang orang paling alim di negeri itu, maka ia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Dia pun mendatanginya dan menerangkan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang; apakah ia masih berkesempatan untuk bertobat? Pendeta itu menjawab, "Tidak bisa." Maka ia membunuh pendeta itu. Dengan demikian genaplah seratus. Lantas ia bertanya lagi tentang orang yang paling alim di negeri itu, maka ia ditunjukkan kepada seorang yang alim. Maka ia terangkan bahwa sebenarnya ia telah membunuh seratus orang; apakah ia masih berkesempatan untuk bertobat? Orang alim itu menjawab, "Ya, masih bisa. Tidak ada yang menghalangimu dari tobat. Pergilah ke suatu negeri, di sana terdapat orang-orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka. Dan janganlah engkau kembali ke negerimu, sebab negerimu adalah negeri yang buruk." Ia pun bergegas pergi. Sehingga ketika ia telah melewati setengah perjalanan, ajal datang menjemputnya. Terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab mengenai orang tersebut. Malaikat rahmat berkata, "Orang ini datang bertobat dan menghadap kepada Allah -Ta'ālā- dengan hatinya." Malaikat azab berkata, "Orang ini sama sekali belum melakukan satu kebaikan." Lalu seorang malaikat dalam wujud manusia mendatangi mereka, lalu mereka sepakat menjadikannya sebagai penengah. Malaikat (berwujud manusia) itu berkata, "Ukurlah jarak antara kedua negeri itu. Ke mana ia lebih dekat, maka ia dihukumi kepadanya." Mereka pun melakukan pengukuran. Ternyata mereka mendapatkannya lebih dekat kepada negeri yang dituju. Maka ia pun diambil oleh malaikat rahmat."(Muttafaq 'Alaih)Pada riwayat lain dalam Aṣ-Ṣāḥīḥ disebutkan:"Ternyata dia lebih dekat satu jengkal kepada negeri yang baik, maka dia dimasukkan ke dalam penghuni negeri tersebut."Pada riwayat lain lagi dalam Aṣ-Ṣāḥīḥ disebutkan:"Maka Allah -Ta'ālā- memerintahkan kepada negeri yang ini (negeri asalnya) agar menjauh, dan kepada negeri yang satu lagi (negeri tujuannya) agar mendekat. Lalu Allah berfirman (kepada para malaikat), "Hitunglah jarak antara keduanya." Maka mereka mendapatkannya lebih dekat satu jengkal ke negeri tujuannya, maka dia pun diampuni."Dan dalam riwayat lain disebutkan:"Maka ternyata dadanya lebih condong ke arah sana (negeri tujuannya)."

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan ilmu dan orang-orang berilmu. Orang berilmu akan membimbing manusia dan tidak membuat mereka putus asa dari rahmat Allah -Ta'ālā-, berbeda dengan ahli ibadah semata yang tidak memiliki ilmu.

2) Pengaruh lingkungan kepada seseorang dalam hal kebaikan dan kerusakan; negeri ketaatan akan mendorong orang beriman kepada kebaikan, sedangkan negeri keburukan akan melemahkan orang beriman atau menghalanginya dari berbuat kebaikan.

3) Niat yang benar akan menyempurnakan amal orang beriman, sekalipun dia tidak melakukannya.

4) Luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya; yaitu Allah membuka pintu tobat bagi orang-orang yang melampaui batas serta menerima tobat mereka.

5) Siapa yang melakukan sebuah dosa kemudian menyesal telah melakukannya, maka penyesalannya adalah bukti kebenaran tobatnya; berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Penyesalan adalah tobat."(HR. Ahmad)

Faedah Tambahan:

Bila pelaku pembunuhan melakukan pembunuhan maka ia terkait dengan tiga hak:

Pertama: hak Allah; kedua: orang yang dibunuh; ketiga: ahli waris orang yang dibunuh.

Adapaun hak Allah, maka Allah akan mengampuninya dengan bertobat.

Adapun hak orang yang dibunuh, maka tobat pelaku tidak berguna karena dia tidak mungkin melakukan permintaan maaf kepadanya. Hak ini akan tetap ditanggung oleh pelaku, dan Allah akan memutuskan perkaranya di antara mereka pada hari Kiamat.

Adapun hak ahli waris orang yang dibunuh; maka tobat pelaku tidak akan dianggap benar hingga ia menyerahkan diri kepada keluarga yang dibunuh; setelahnya antara mereka memaafkannya, atau mereka akan meminta kisas atau diat.

9/21- Abdullah bin Ka'ab bin Mālik (putra Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu- yang menjadi penuntunnya ketika buta) berkata, Aku mendengar Ka'ab bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- menceritakan kisahnya ketika tidak ikut bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perang Tabuk; Ka'ab bercerita,"Belum pernah sama sekali aku tidak mengikuti peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selain pada perang Tabuk. Kecuali perang Badar, aku tidak mengikutinya, dan tidak ada seorang pun yang dicela karena tidak mengikutinya. Karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama kaum muslimin sebenarnya keluar untuk menghadang rombongan dagang Quraisy, tetapi akhirnya Allah -Ta'ālā- mempertemukan antara mereka dan musuh tanpa ada kesepakatan perang. Sungguh, aku telah ikut berikrar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di malam Bai'atul-Aqabah; yaitu ketika kami berjanji setia untuk Islam. Aku tidak akan mau bila itu ditukar dengan perang Badar, walaupun perang Badar lebih dikenang di tengah umat Islam daripada Bai'atul-Aqabah. Adapun kisahku ketika tidak ikut bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perang Tabuk, maka sungguh, belum pernah sama sekali aku dalam keadaan lebih kuat dan lebih berkecukupan daripada ketika aku tidak ikut dalam perang itu. Demi Allah! Belum pernah aku membeli dua tunggangan kecuali ketika perang tersebut. Dan belum pernah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merencanakan perang melainkan beliau akan menyamarkannya dengan yang lain, kecuali ketika perang tersebut, karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukannya ketika cuaca sangat panas, sementara beliau akan melalui perjalanan yang jauh dan tandus serta akan menyongsong musuh yang banyak. Maka beliau terangkan kepada umat Islam tentang hal itu agar mereka mempersiapkan bekal perang. Beliau mengabarkan kepada mereka tentang arah tujuan yang beliau inginkan, dan umat Islam yang bergabung bersama Rasulullah berjumlah banyak, sampai-sampai mereka tidak muat tercatat semuanya dalam buku catatan (maksudnya arsip)."Ka'ab melanjutkan, "Kecil kemungkinan orang berencana tidak ikut kecuali dia yakin hal itu tidak akan beliau ketahui selama tidak ada wahyu dari Allah yang turun menerangkannya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan perang tersebut ketika buah-buahan dan pepohonan sedang bagus, dan aku lebih condong kepadanya.Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan umat Islam yang bersamanya pun melakukan persiapan. Aku segera berangkat untuk mempersiapkan diri bersama beliau, lalu aku pulang dan aku belum melakukan persiapan apa-apa. Aku bergumam, 'Aku mampu melakukannya bila mau.' Aku terus menunda padahal orang-orang terus melakukan persiapan. Ketika pagi hari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan umat Islam yang bersama beliau telah siap berangkat, sementara aku belum menyelesaikan persiapan sedikit pun. Kemudian aku keluar, lalu kembali, dan aku belum menyelesaikan persiapan apa pun. Aku terus menunda hingga hingga pasukan telah berjalan cepat dan perang makin dekat. Aku berpikir untuk berangkat menyusul mereka, aduhai sekiranya aku benar melakukannya. Tetapi kemudian hal itu tidak ditakdirkan bagiku. Mulailah, bila aku keluar menemui manusia setelah keberangkatan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- aku merasa sedih karena tidak melihat orang yang bisa kujadikan panutan, kecuali laki-laki yang diketahui sebagai munafik atau laki-laki dari kalangan orang-orang lemah yang memiliki uzur.Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sama sekali tidak mengingatku kecuali setelah beliau sampai di Tabuk. Beliau bertanya ketika sedang duduk bersama para sahabat di Tabuk, 'Apa yang dilakukan Ka'ab bin Mālik?' Seorang laki-laki dari Bani Salimah berkata, 'Wahai Rasulullah, dia tertahan karena lebih mementingkan pakaian serta penampilannya.' Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu- menyanggahnya, 'Jelek sekali yang kamu ucapkan! Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui padanya kecuali kebaikan.' Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terdiam.Ketika dalam keadaan seperti itu, beliau melihat seorang laki-laki berpakaian putih yang digerakkan oleh fatamorgana. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Ia adalah Abu Khaiṡamah.' Ternyata benar dia adalah Abu Khaiṡamah Al-Anṣāriy. Dialah orang yang bersedekah dengan satu ṣā' (sak) kurma ketika diolok-olok oleh orang-orang munafik."Ka'ab melanjutkan, "Ketika sampai kabar kepadaku bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berangkat pulang dari Tabuk, muncul rasa sedih yang sangat berat dalam diriku. Mulailah aku berpikir untuk berbohong. Aku berpikir, dengan alasan apakah aku bisa keluar dari murka beliau besok? Aku meminta saran untuk hal itu kepada orang-orang yang kuanggap bisa dari semua keluargaku. Ketika diberitakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- benar-benar telah datang, kebatilan tersebut lenyap dariku. Hingga ketika aku benar-benar yakin bahwa tidak akan bisa selamat dengan alasan apa pun selamanya, maka aku bertekad untuk jujur kepada beliau. Tibalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan kebiasaan beliau bila pulang dari perjalanan diawali dengan pergi ke masjid lalu salat dua rakaat kemudian duduk menyambut orang-orang. Ketika beliau melakukan itu, orang-orang yang tidak ikut sambil datang menemui beliau menerangkan uzurnya dan bersumpah untuk itu. Jumlah mereka delapan puluh sekian orang. Maka beliau menerima uzur mereka sesuai lahirnya serta memohonkan ampunan untuk mereka dan menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah -Ta'ālā-. Hingga aku pun datang menghadap. Ketika aku mengucapkan salam, beliau tersenyum dengan senyum orang yang marah. Kemudian beliau berkata, 'Kemarilah.' Maka aku datang dengan berjalan hingga duduk di hadapan beliau; beliau bertanya, 'Apa yang membuatmu tidak ikut serta? Bukannya kamu sudah membeli kendaraan?'"Ka'ab berkata, Aku menjawab, "Ya Rasulullah! Demi Allah, sekiranya aku duduk di hadapan manusia selainmu, aku yakin akan bisa bebas dari murkanya dengan sebuah alasan. Aku telah diberi kelihaian bicara, akan tetapi, demi Allah, aku yakin, bila hari ini aku bisa berbicara dusta kepadamu yang akan membuatmu rida kepadaku, sungguh Allah akan segera menjadikanmu murka kepadaku. Tetapi bila aku berbicara jujur kepadamu maka engkau pasti akan marah kepadaku, namun sungguh aku benar-benar mengharapkan kesudahan yang baik dari Allah -'Azza wa Jalla-. Demi Allah, aku tidak memiliki uzur. Demi Allah, belum pernah aku sekuat dan berkecukupan seperti ketika aku tidak ikut bersamamu."Ka'ab melanjutkan, "Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Adapun ini, dia telah berkata jujur. Silakan pergi, hingga Allah memberi keputusan padamu.' Beberapa orang dari Bani Salimah berjalan mengikutiku; mereka mengatakan, 'Demi Allah! Belum pernah kami mengetahuimu melakukan satu kesalahan sebelum ini. Sungguh engkau tidak mampu menyampaikan uzur kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagaimana orang-orang lainnya yang juga tidak ikut serta! Padahal istigfar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untukmu akan menutupi kesalahanmu.'" Ka'ab berkata, "Demi Allah, mereka terus-menerus mencelaku hingga aku berniat kembali kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mendustakan diri.Kemudian aku bertanya kepada mereka, 'Adakah orang lain yang mengalami hal ini bersamaku?' Mereka menjawab, 'Ya. Ada dua orang mengalami hal yang sama denganmu; mereka mengatakan seperti yang engkau katakan, dan dikatakan kepadanya seperti yang dikatakan kepadamu.' Aku bertanya, 'Siapakah mereka?' Mereka menjawab, 'Murārah bin Rabī'ah Al-'Umriy dan Hilāl bin Umayyah Al-Wāqifiy.'" Ka'ab melanjutkan, "Mereka menyebutkan nama dua laki-laki saleh yang telah menghadiri perang Badar; mereka berdua adalah teladan.Aku pun lanjut pergi ketika mereka menyebutkan nama dua orang itu. Rasululullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang berbicara kepada kami; khusus kepada kami bertiga di antara orang-orang yang tidak ikut." Ka'ab berkata, "Maka orang-orang pun menghindari kami (atau dia mengatakan: orang-orang berubah sikap kepada kami) hingga aku merasa bumi ini telah berubah, tidak lagi seperti bumi yang kukenal. Kami dalam keadaan seperti itu selama lima puluh hari. Adapun kedua rekanku, mereka menetap di rumahnya sambil terus menerus menangis. Adapun aku, aku yang paling muda dan paling teguh di antara orang-orang tersebut. Aku tetap keluar dan hadir salat bersama kaum muslimin serta keliling di pasar, dan tidak ada seorang pun yang berbicara kepadaku. Aku juga datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengucapkan salam ketika beliau duduk setelah salat; dalam hati aku bergumam, 'Apakah beliau akan menggerakkan bibirnya untuk menjawab salam, ataukah tidak?'Kemudian aku salat dekat dari beliau sambil mencuri pandang untuk melihat beliau. Bila aku melakukan salat, beliau memandangku; bila aku menoleh ke beliau, beliau berpaling ke arah lain. Hingga ketika sikap tidak bersahabat para sahabat terasa lama bagiku, aku berjalan hingga memasuki pagar kebun Abu Qatādah. Dia adalah sepupuku dan orang yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi dia tidak menjawab salamku. Aku berkata, "Wahai Abu Qatādah, aku mohon kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah engkau mengetahuiku mencintai Allah dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Tetapi dia diam. Aku mengulang lagi pertanyaanku, dia tetap diam. Kemudian aku mengulanginya lagi, maka dia menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Kedua mataku langsung berlinang. Aku berlalu hingga hingga keluar dari pagar. Ketika aku sedang berjalan di pasar Madinah, tiba-tiba seorang petani dari penduduk Syam yang datang menjual makanan di Madinah berkata, "Siapakah yang bisa menunjukkan kepadaku Ka'ab bin Mālik?"Orang-orang segera menunjukinya kepadaku. Dia pun mendatangiku, lalu menyodorkan sebuah surat dari Raja Gassān. Aku orang yang bisa menulis; maka aku pun membacanya. Ternyata isinya, "Amabakdu: Telah sampai kepada kami bahwa sahabatmu (Muhammad) telah menjauhimu, dan Allah tidak akan membiarkanmu tinggal di negeri yang engkau dihinakan maupun disia-siakan. Datanglah kepada kami, kami akan membahagiakanmu." Aku berkata ketika membacanya, "Ini juga ujian." Lalu aku membawanya menuju tungku lalu membakarnya. Hingga ketika telah genap empat puluh hari, sementara wahyu belum turun, tiba-tiba utusan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepadaku, seraya mengatakan, "Sungguh, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkanmu untuk menjauhi istrimu." Aku bertanya, "Apakah aku harus menceraikannya, ataukah apa yang harus aku lakukan?" Dia menjawab, "Tidak. Tetapi, engkau menjauhinya, tidak mendekatinya." Beliau juga mengirim perintah yang sama kepada kedua rekanku. Aku berkata kepada istriku, "Pulanglah ke rumah keluargamu. Tinggallah bersama mereka hingga Allah memutuskan padaku perkara ini." Adapun istri Hilāl bin Umayyah ia datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Ya Rasulullah! Sesungguhnya Hilāl bin Umayyah telah tua, dia miskin dan terlantar, tidak punya pembantu. Apakah engkau tidak suka bila aku melayaninya?" Beliau menjawab, "Tidak apa-apa. Tetapi dia tidak boleh mendekatimu." Dia menjawab, "Sungguh, demi Allah, dia tidak memiliki hasrat untuk apa pun. Demi Allah, dia masih menangis sejak perkara ini hingga hari ini."Sebagian keluargaku berkata, "Sekiranya engkau memintakan izin untuk istrimu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau telah mengizinkan istri Hilāl bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Aku menjawab, "Aku tidak akan memintakannya izin kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku tidak tahu apa jawaban Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- jika aku memintakan izin untuknya sedangkan aku masih muda." Aku tetap dalam keadaan seperti itu selama sepuluh hari. Sehingga genap sudah lima puluh hari sejak beliau melarang berbicara kepada kami.Kemudian setelah aku salat Subuh, ketika pagi hari setelah genap lima puluh hari di atas loteng rumah kami. Ketika aku sedang duduk meratapi keadaan yang Allah sebutkan tentang kami; hatiku telah sempit dan bumi yang luas pun menjadi sempit, tiba-tiba aku mendengar suara teriakan orang yang naik ke atas Gunung Sala'; dia berteriak dengan setinggi-tingginya, "Wahai Ka'ab bin Mālik, bergembiralah!" Aku langsung tersungkur sujud. Aku yakin itu adalah pertanda telah datangnya pertolongan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengumumkan kepada para sahabat ketika salat Subuh bahwa Allah -'Azza wa Jalla- telah menerima tobat kami. Maka orang-orang bergegas pergi menyampaikan kabar gembira itu kepada kami. Orang-orang pergi ke kedua rekanku memberi kabar gembira. Seorang laki-laki bersegera kepadaku dengan memacu kuda, sedangkan seorang laki-laki dari Aslam berjalan dengan cepat ke tempatku, lalu naik ke atas gunung itu. Sampainya suaranya lebih cepat daripada sampainya kuda itu. Ketika laki-laki yang kudengar suaranya datang kepadaku memberi kabar gembira, aku langsung melepas pakaianku lalu memakaikannya kepadanya lantaran kabar gembira yang disampaikannya. Demi Allah, hari itu aku tidak punya selain pakaian tersebut. Maka aku meminjam pakaian dan memakainya, lalu berangkat menuju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Para sahabat berbondong-bondong menyambutku sambil memberikan ucapan selamat. Mereka berkata, "Berbahagialah dengan tobat yang Allah berikan kepadamu." Hingga aku masuk masjid sedangkan Rasulullah sedang duduk dikelilingi para sahabatnya. Ṭalḥah bin Ubaidillah -raḍiyallāhu 'anhu- berdiri sambil berlari hingga menjabat tanganku dan memberikan ucapan selamat. Demi Allah, tidak ada seorang Muhajirin selainnya yang berdiri. Dahulu Ka'ab tidak pernah melupakan hal itu pada Ṭalḥah.Ka'ab melanjutkan, "Ketika aku mengucapkan salam kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau menjawab dengan wajah bercahaya karena bahagia, 'Berbahagialah dengan hari terbaik yang engkau telah lalui sejak dilahirkan oleh ibumu.' Aku bertanya, 'Apakah ini dari dirimu, wahai Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?' Beliau menjawab, 'Bukan. Tetapi dari sisi Allah -'Azza wa Jalla.'"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila senang maka wajahnya akan bercahaya hingga seakan-akan potongan bulan. Kami mengetahui seperti itu pada beliau. Ketika aku duduk di hadapan beliau, aku berkata, "Wahai Rasulullah, sebagai bagian dari tobatku, aku akan melepas semua hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan kepada Rasul-Nya." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Tahanlah sebagian hartamu. Itu lebih baik bagimu." Aku menjawab, "Aku akan pertahankan bagianku yang ada di Khaibar." Aku juga berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah menyelamatkanku dengan kejujuran, maka sebagai bagian dari tobatku, aku tidak akan berbicara kecuali dengan jujur selama hidupku." Demi Allah, belum pernah aku mengetahui seorang pun dari kaum muslimin yang diuji oleh Allah karena berbicara jujur sejak aku menyampaikan itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang lebih bagus daripada ujian yang diberikan kepadaku. Demi Allah, aku belum pernah sengaja berdusta satu kata pun sejak mengucapkan itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hingga hari ini.Sungguh, aku berharap agar Allah -Ta'ālā- menjagaku selama aku masih hidup. Maka Allah -Ta'ālā- menurunkan firman-Nya,"Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit",hingga ayat:"Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas..."hingga ayat:"Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama dengan orang-orang yang jujur."(QS. At-Taubah: 117-119)Ka'ab berkata, "Demi Allah, tidaklah Allah memberiku nikmat setelah menunjukiku kepada Islam yang lebih besar dalam diriku daripada kata jujurku kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak berdusta kepada beliau sehingga aku akan binasa seperti orang-orang yang berdusta. Sungguh Allah telah berfirman tentang orang-orang yang berdusta ketika wahyu turun dengan kalimat yang paling buruk; Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mereka akan bersumpah kepada kamu dengan nama Allah, ketika kamu kembali kepada mereka, agar kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu berjiwa kotor dan tempat mereka neraka Jahanam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu bersedia menerima mereka. Tetapi sekalipun kamu menerima mereka, Allah tidak akan rida kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah: 95-96)Ka'ab berkata, "Kami bertiga ditinggalkan dalam perkara orang-orang tersebut yang diterima oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika mereka bersumpah kepadanya. Beliau membuat janji bersama mereka dan memohonkan ampunan, sedangkan perkara kami ditinggalkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai Allah -Ta'ālā- memutuskannya. Itulah yang Allah -Ta'ālā- terangkan,"... dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan."Bukanlah yang Allah sebutkan tentang kami ditinggalkan adalah perkara kami tidak ikut dalam perang. Tetapi maksudnya adalah beliau meninggalkan kami serta mengakhirkan urusan kami dari orang-orang yang bersumpah kepada beliau serta menyebutkan alasannya kepada beliau dan beliau menerimanya." (Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain disebutkan:"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dalam perang Tabuk pada hari Kamis, dan beliau senang keluar bepergian pada hari Kamis."Dalam riwayat lain:"Beliau tidak pulang dari sebuah perjalanan kecuali siang hari ketika waktu duha. Bila sampai, beliau lebih dulu ke masjid lalu melakukan salat dua rakaat, kemudian duduk di sana."

Kosa Kata Asing:

عِيْر ('īrun): unta yang bermuatan. وَرَّى (warrā): menampakkan seakan ingin yang lain.

مَفَازًا (mafāzan): kawasan yang panjang dan jauh. أُهْبَة (uhbah): bekal orang yang melakukan perjalanan.

أَصْعَرُ (aṣ'aru): lebih condong. تَفَارَطَ (tafāraṭa): lenyap dan berlalu.

مَغْمُوْصًا (magmūṣan): tertuduh.

حَبَسَهُ بُرْدَاهُ وَالنَّظَرُ فِى عِطْفيْهِ (ḥabasahu burdāhu wan-naẓaru fī 'iṭfaihi): dia tertahan karena berbangga-bangga dengan pakaiannya.

مُبَيِّضًا (mubayyiḍan): memakai pakaian putih. بَثِّيْ (baṡṡī): rasa sedihku yang mendalam.

اِبْتَعْتُ (ibta'tu): aku membeli. حَائِطٌ (ḥā`iṭ): kebun.

نَبطِىٌّ (nabaṭiy): petani. فَطَفِقَ (faṭafiqa): bersegera.

فَسَجَرْتُهَا (fasajartuhā): aku membakarnya dengan api. اسْتَلبَثَ (istalbaṡa): terlambat.

سَلْع (sal'un): nama sebuah bukit di Madinah. أَتَامَّمُ (ata`ammamu): menuju.

أَنْخَلِعُ (ankhali'u): keluar. أَرْجَأَ (arja`a): mengakhirkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang diperbolehkan menceritakan kelalaiannya dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta akibatnya; karena di dalamnya terkandung peringatan dan nasihat serta penjelasan jalan kebaikan agar diikuti dan jalan keburukan agar dijauhi.

2) Ketika seseorang mendapatkan kesempatan berbuat taat, hendaknya dia sigap sesigap-sigapnya untuk memaksimalkannya serta segera melakukannya, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- bisa jadi akan menyiksa orang yang dibukakan baginya pintu kebaikan lalu dia tidak memasukinya berupa tidak diberikan taufik dan kemudahan kepada kebaikan lainnya, bahkan mungkin akan disibukkan dengan perkara yang mendatangkan mudarat kepadanya.

3) Dianjurkan tidak memberi salam kepada orang yang mengadakan suatu bidah sebagai bentuk pelajaran kepadanya sesuai maslahat, dan seseorang diperbolehkan mencela rekannya dengan niat memberi pelajaran.

4) Maksiat adalah sebab rasa aneh dan asing dalam hati seorang hamba, tetapi untuk merasakan itu tergantung kepada materi kehidupan dalam hati seorang mukmin.

5) Boleh memusnahkan sesuatu yang dikhawatirkan akan mendatangkan keburukan dalam agama; maka nasihat bagi orang beriman agar mengeluarkan kemungkaran-kemungkaran yang ada di rumahnya supaya hatinya tidak lemah lalu dia jatuh ke dalamnya.

6) Hari yang terbaik dan paling afdal bagi hamba secara keseluruhan adalah hari ketika Allah menerima dan mengabulkan tobatnya.

7) Orang yang menyesal atas perbuatan dosa akan diberikan taufik dan kemudahan oleh Allah untuk bertobat.

10/22- Abu Nujaid 'Imrān bin Ḥuṣāin Al-Khuzā'iy -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam keadaan hamil karena zina, dia berkata, "Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar perbuatan (zina) yang memiliki hukum had, terapkanlah had itu padaku!" Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil walinya dan bersabda, "Berbuat baiklah padanya! Apabila ia telah melahirkan, bawalah dia kepadaku!" Walinya pun melakukan apa yang beliau perintahkan. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan agar pakaian wanita itu dilipat dan diikatkan kepadanya dengan erat lalu beliau memerintahkan (para sahabat) untuk merajamnya. Setelah itu beliau menyalatinya. Kemudian berkatalah Umar, "Wahai Rasulullah! Apakah engkau menyalatinya, padahal ia telah berzina?" Beliau menjawab,"Sungguh, ia benar-benar telah bertobat. Seandainya tobatnya itu dibagikan kepada tujuh puluh orang dari penduduk Madinah, pasti akan mencukupi mereka. Adakah engkau pernah menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang dengan suka rela mengorbankan jiwanya semata-mata karena Allah -'Azza wa Jalla-?!"(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أصَبْتُ حَدّاً (aṣabtu ḥaddan): aku melakukan sesuatu yang berkonsekuensi had.

شُدّت (syuddat): pakaiannya dilipat dan diikat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pelaku zina bila melakukannya sementara dia sudah menikah maka dia wajib dirajam. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menerapkan rajam, begitu juga khalifah-khalifah setelah beliau. Hukuman had ini adalah wujud rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk membersihkan mereka dari dosa.

2) Balasan sesuai dengan jenis perbuatan; karena pelaku zina seluruh tubuhnya menikmati perbuatan haram itu, sehingga bijak bila seluruh tubuhnya mendapatkan hukuman tersebut sesuai ukuran kenikmatan yang dia rasakan.

3) Seseorang diperbolehkan melaporkan diri telah berzina untuk dibersihkan dengan hukuman had, bukan untuk mempermalukan diri dan mengumumkan kemaksiatan.

11/23- Ibnu Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya manusia memiliki satu lembah emas, niscaya ia ingin punya dua. Padahal (pada akhirnya) tenggorokannya tidak akan terisi selain tanah. Dan Allah menerima tobat mereka yang bertobat."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tabiat manusia suka memperbanyak harta, kecuali orang yang membersihkan hatinya dan selalu mengingatkannya pertemuan dengan Allah -Ta'ālā-.

2) Tobat kepada Allah -Ta'ālā- adalah sebab untuk berhenti melakukan perbuatan haram serta adanya rida dengan rezeki yang Allah bagikan kepada hamba.

3) Dengan tobat Allah akan menghapus kesalahan sekalipun berkaitan dengan hak dalam harta dengan syarat dia mengembalikannya kepada pemiliknya.

12/24- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tertawa terkait dua orang; yang satu membunuh yang lain, namun keduanya masuk surga. Yaitu orang pertama (yang terbunuh) berperang di jalan Allah hingga terbunuh (oleh si pembunuh). Selanjutnya Allah memberikan tobat kepada si pembunuh hingga ia masuk Islam kemudian mati syahid."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Penduduk surga akan dibersihkan dari dengki dan hasad; bahkan hingga pelaku pembunuhan dan yang dibunuh keduanya masuk surga tanpa ada rasa hasad dan dengki. Inilah sebab Allah tertawa kepada dua orang ini.

2) "Islam menggugurkan dosa sebelumnya", juga "Tobat menghapus kesalahan sebelumnya"; maka hendaklah orang yang beriman berusaha kuat untuk memperbaharui tobatnya secara terus-menerus.

 3- BAB SABAR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah, dan teguhkanlah kesabaranmu."(QS. Āli 'Imrān: 200)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."(QS. Al-Baqarah: 155)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."(QS. Az-Zumar: 10)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia."(QS. Asy-Syūrā: 43)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."(QS. Al-Baqarah: 153)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu."(QS. Muḥammad: 31)Ayat-ayat yang berisikan perintah sabar dan menjelaskan keutamaannya banyak sekali dan sangat populer.

Faedah Tambahan:

Sabar secara bahasa artinya menahan. Sedangkan secara syariat adalah menahan diri pada tiga perkara. Pertama: pada ketaatan kepada Allah; kedua: dari perbuatan yang Allah haramkan; ketiga: terhadap takdir Allah yang mendatangkan rasa sakit.

Pelajaran dari Ayat:

1) Perintah Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- kepada orang-orang beriman agar bersabar di atas ketaatan kepada-Nya, meninggalkan maksiat, dan rida kepada ketentuan dan takdir-Nya.

2) Musibah akan senantiasa menimpa orang-orang beriman sebagai ujian bagi mereka dan untuk memberikan pahala atas kesabaran mereka; masing-masing sesuai kadar iman dan sabar yang dimiliki.

3) Sabar termasuk akhlak mulia dan perbuatan terpuji yang tidak akan kuasa melakukannya kecuali orang-orang yang jantan.

1/25- Abu Mālik Al-Ḥāriṡ bin 'Āṣim Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bersuci itu setengah dari iman, ucapan alhamdulillah memenuhi timbangan, ucapan subḥānallāh dan alḥamdulillāh memenuhi antara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, sabar sebagai sinar, dan Al-Qur`ān sebagai hujah yang akan membelamu atau yang akan memberatkanmu. Semua orang keluar bekerja di pagi hari lalu menjual dirinya; maka antara dia memerdekakannya atau membinasakannya.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَغْدُو (yagdū): keluar bekerja.

مُعْتِقُهَا (mu'tiquhā): memerdekakannya dari azab.

مُوبِقُهَا (mūbiquhā): menjatuhkan dirinya dalam kebinasaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan bersuci dalam Islam, hingga dianggap setengah dari iman.

2) Menjelaskan keutamaan berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta besarnya pahalanya.

3) Salat akan memberi cahaya bagi pelakunya kepada jalan kebenaran di dunia dan di atas sirat di akhirat.

4) Keutamaan sabar; yaitu merupakan perkara terpuji yang menerangi hamba ketika mengalami kesulitan besar. Ia disifati sebagai sinar karena dapat membakar dan menerangi disebabkan karena berat dan sulitnya kesabaran.

5) Memberikan perhatian kepada Kitab Allah -'Azza wa Jalla- dengan membaca, memahami, mengamalkan, dan mendakwahkannya serta mencukupkan diri dengan wahyu yang ada di dalamnya daripada yang lain. Inilah yang dilakukan oleh orang beriman yang antusias kepada Kitab Allah -Ta'ālā-.

2/26- Abu Sa'īd Sa'ad bin Mālik bin Sinān Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa beberapa orang Ansar datang meminta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka beliau memberi mereka, kemudian mereka minta lagi dan beliau memberi mereka lagi hingga habis yang ada pada beliau, maka Nabi berkata kepada mereka setelah memberikan seluruh yang beliau punya,"Apa pun harta yang aku punya, aku tidak akan menahannya dari kalian, namun siapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaga kehormatannya, siapa yang mencukupkan diri (dengan karunia Allah), maka Allah akan mencukupinya, dan siapa yang melatih diri untuk bersabar, maka Allah akan menjadikannya penyabar. Tidaklah seseorang diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada anugerah kesabaran."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila hamba menjaga diri dari perbuatan haram maka Allah -'Azza wa Jalla- akan menjaga serta melindunginya dan keluarganya dari perkara-perkara yang haram serta fitnah-fitnahnya.

2) Bila hamba mencukupkan diri dengan pemberian Allah dari apa yang ada di tangan orang lain maka Allah akan menjadikannya tidak butuh kepada manusia serta Allah menjadikannya berjiwa mulia dan jauh dari perbuatan minta-minta.

3) Di antara nikmat yang paling afdal untuk seorang hamba adalah bila dia sabar dalam semua urusannya.

3/27- Abu Yahya Ṣuḥaib bin Sinān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sangat mengagumkan sekali keadaan orang mukmin itu. Semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya, dan yang demikian itu berlaku hanya bagi orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Apabila dia ditimpa oleh kesulitan (musibah), ia pun bersabar dan hal ini pun merupakan kebaikan baginya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar bersyukur ketika lapang; yang demikian itu termasuk sebab adanya tambahan nikmat.

2) Orang beriman yang sempurna imannya serta tulus keyakinannya akan bersyukur kepada Allah ketika lapang dan bersabar ketika sulit.

3) Keutamaan sabar; yaitu merupakan sifat orang beriman yang paling khusus.

4/28- Anas raḍiyallāhu 'anhu mengisahkan, Ketika sakit Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- semakin berat dan mengalami sekarat, Fatimah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aduhai sangat berat sakit ayahku!", Maka beliau bersabda,"Ayahmu tidak akan menderita lagi sesudah hari ini."Ketika beliau telah wafat, Fatimah berkata, "Duhai sang ayah, dia menyambut Tuhan yang memanggilnya. Duhai sang ayah, surga Firdaus menjadi tempatnya. Duhai sang ayah, kepada Jibril kami menyampaikan berita duka." Setelah beliau dikubur, Fatimah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Apakah hati kalian merasa tenang menimbunkan tanah kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!"(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يَتَغَشَّاه الْكَرْبُ (yatagasysyāhul-karbu): beliau mengalami beratnya sekarat.

نَنْعَاه (nan'āhu): menyampaikan kabar kematian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sama seperti manusia lainnya; mengalami sakit serta merasakan lapar dan dahaga, sehingga tidak boleh meminta pertolongan (istigasah) kepada beliau, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian awam. Semoga Allah membimbing mereka untuk mewujudkan tauhid dan keikhlasan kepada Rabb alam semesta.

2) Tidak mengapa adanya ratapan yang ringan jika tidak disebabkan karena ketidakridaan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, melainkan disebabkan oleh rasa sedih yang besar.

3) Anjuran untuk bersabar ketika musibah dan tidak murka.

5/29- Abu Zaid Usāmah bin Zaid bin Ḥāriṡah, mantan budak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kesayangan beliau dan putra orang kesayangan beliau -raḍiyallāhu 'anhumā- mengisahkan bahwa putri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim utusan, "Sungguh, putraku sedang sekarat. Kunjungilah kami." Beliau lantas mengirim utusan dan menitip salam. Beliau berpesan,"Sesungguhnya milik Allahlah segala yang Dia ambil, dan kepunyaan-Nya pula segala yang Dia beri, dan segala sesuatu di sisi-Nya telah ditentukan, maka hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala dari Allah."Maka putri beliau mengirim utusan dan bersumpah agar beliau datang.Beliau lalu bangkit dan bersama beliau Sa'ad bin Ubādah, Mu'āż bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Ṡābit, dan beberapa orang lainnya -raḍiyallāhu 'anhum-. Lalu anak kecil itu diangkat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau mendudukkannya di pangkuan beliau sementara napasnya tersengal-sengal sehingga kedua mata beliau berlinang. Sa'ad berkata, "Wahai Rasulullah! Apa ini?" Beliau bersabda,"Kesedihan ini adalah rasa kasih sayang yang Allah -Ta'ālā- berikan ke hati hamba-hamba-Nya."Dalam riwayat lain:"ke hati siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan Allah hanya akan mengasihi hamba-hamba-Nya yang pengasih."(Muttafaq 'Alaih)

تَقَعْقَعُ (taqa'qa'u): bergerak dan bergetar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban sabar ketika musibah dan tidak murka.

2) Sifat tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta perhatian beliau pada urusan para sahabat; yaitu beliau berbahagia dengan kebahagiaan mereka dan bersedih dengan kesedihan mereka.

3) Boleh menangis karena kasihan kepada orang yang mengalami musibah, tetapi dengan syarat tidak disertai ratapan; yaitu para wanita berkumpul kemudian menangis berlebihan serta meninggikan suara karena kematian seseorang; ini hukumnya haram.

4) Orang-orang yang saling menyayangi di dunia maka Allah akan menyayangi mereka di dunia dan akhirat, karena di antara sebab rahmat Allah -'Azza wa Jalla- adalah kasih sayang di antara makhluk.

6/30- Ṣuhaib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada seorang raja yang hidup sebelum kalian, ia memiliki tukang sihir. Ketika tukang sihir ini sudah tua, ia berkata kepada raja, 'Aku sudah tua, maka kirimlah seorang pemuda kepadaku untuk aku ajari sihir.' Lalu raja mengirimkan seorang pemuda yang bisa ia ajari sihir. Di jalan yang dilalui pemuda tersebut ada seorang pendeta. Pemuda ini mendatanginya dan mendengar petuahnya, lalu ia suka pada petuah tersebut. Sehingga, apabila ia ingin mendatangi tukang sihir, ia pasti melewati pendeta itu dan duduk menyimak ajarannya. Ketika ia datang pada tukang sihir ia pasti dipukul. Maka ia mengeluhkan hal itu kepada pendeta. Pendeta berkata, 'Bila engkau takut dipukul tukang sihir, katakan kepadanya, 'Keluargaku menahanku.' Bila engkau takut pada keluargamu (karena terlambat pulang), katakan, 'Si tukang sihir menahanku.' Tatkala ia masih dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ia bertemu seekor hewan besar yang menghalangi jalan orang banyak. Ia berkata, 'Hari ini aku akan tahu, apakah tukang sihir lebih baik ataukah pendeta yang lebih baik?' Ia mengambil batu lalu berkata, 'Ya Allah! Bila ajaran pendeta lebih Engkau sukai dari ajaran tukang sihir itu maka bunuhlah binatang ini agar orang-orang bisa lewat.' Ia lalu melemparkan batu itu padanya dan berhasil membunuhnya. Orang-orang pun bisa lewat. Lalu ia mendatangi pendeta dan memberitahukan peristiwa itu kepadanya. Pendeta berkata, 'Wahai anakku! Hari ini engkau lebih baik dariku. Perkaramu telah sampai satu tingkatan seperti yang aku lihat, dan engkau akan mendapat ujian. Apabila engkau mendapat ujian jangan memberitahukan keberadaanku.' Pemuda ini bisa menyembuhkan orang buta, belang, dan mengobati orang-orang dari penyakit-penyakit lainnya. Maka salah seorang menteri raja yang buta mendengar kehebatan pemuda ini. Ia pun mendatanginya dengan membawa hadiah yang banyak. Ia berkata, 'Apa yang ada di sini menjadi milikmu semuanya jika engkau bisa menyembuhkanku.' Pemuda itu berkata, 'Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun. Hanya Allah yang bisa menyembuhkan. Jika engkau beriman pada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya lalu Dia akan menyembuhkanmu.' Maka ia beriman, lalu Allah menyembuhkannya. Menteri ini pun mendatangi raja lalu duduk di dekatnya seperti biasa. Raja berkata, 'Siapa yang menyembuhkan matamu?' Ia menjawab, 'Rabb-ku.' Raja berkata, 'Engkau memiliki tuhan selain aku?' Ia berkata, 'Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah.' Maka raja menangkapnya lalu terus menyiksanya hingga ia memberitahukan tentang pemuda itu. Lalu pemuda itu ditangkap dan dibawa menghadap raja. Raja pun berkata, 'Wahai anakku! Ilmu sihirmu telah mencapai tingkatan tinggi sehingga bisa menyembuhkan orang buta dan belang, dan engkau bisa melakukan ini dan itu.' Pemuda itu berkata, 'Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, hanya Allah yang menyembuhkan.' Raja menangkapnya dan terus menyiksanya hingga ia memberitahukan keberadaan si pendeta. Lalu pendeta itu didatangkan, dan dikatakan padanya, 'Tinggalkan agamamu!' Namun ia tidak mau. Lalu raja meminta gergaji yang kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, lalu raja membelahnya hingga kedua sisi tubuhnya terjatuh di tanah. Setelah itu, menteri raja didatangkan dan dikatakan padanya, 'Tinggalkan agamamu!' Namun ia tidak mau, lalu raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya lalu membelahnya hingga kedua sisi tubuhnya jatuh di tanah. Setelah itu pemuda tadi didatangkan lalu dikatakan padanya, 'Tinggalkan agamamu!' Namun pemuda itu tidak mau. Lalu raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, dan berpesan, 'Bawalah ia ke gunung ini dan ini. Bawalah ia naik. Apabila kalian telah sampai di puncaknya, lalu jika ia mau meninggalkan agamanya, (biarkanlah dia) dan bila tidak mau, lemparkan ia dari atas gunung.' Mereka pun membawanya hingga naik ke puncak gunung. Pemuda itu berdoa, 'Ya Allah! Selamatkan aku dari mereka dengan sekehendak-Mu.' Gunung itu lantas mengguncangkan mereka hingga mereka jatuh. Pemuda itu lalu mendatangi raja. Raja bertanya, 'Apa yang terjadi dengan orang-orang yang membawamu?' Pemuda itu menjawab, 'Allah menyelamatkanku dari mereka.' Lalu raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya yang lain, raja berkata, 'Bawalah ia pergi lalu naikkan ia ke sebuah perahu, lalu bawalah ia ke tengah laut. Jika ia mau meninggalkan agamanya, (bawalah dia pulang) dan bila ia tidak mau meninggalkannya, lemparkan dia.' Mereka pun membawanya ke tengah laut. Pemuda itu berdoa, 'Ya Allah! Selamatkan aku dari mereka dengan sekehendak-Mu.' Perahu itu akhirnya terbalik dan mereka semua tenggelam. Pemuda itu lalu mendatangi raja. Raja bertanya, 'Apa yang terjadi pada orang-orang yang membawamu?' Ia menjawab, 'Allah telah menyelamatkanku dari mereka.' Maka ia berkata kepada raja, 'Engkau tidak bisa membunuhku sampai engkau mau melakukan apa yang aku perintahkan.' Raja bertanya, 'Apa yang kau perintahkan?' Pemuda itu berkata, 'Engkau kumpulkan semua orang di satu tanah lapang dan engkau menyalibku di atas pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian letakkan anak panah itu di tengah-tengah busur, selanjutnya ucapkan: Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini. Kemudian bidiklah aku. Bila engkau melakukannya pasti engkau bisa membunuhku.' Maka raja mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang dan ia menyalib pemuda itu di atas pelepah. Kemudian ia mengambil anak panah dari tempat anak panahnya, selanjutnya meletakkan anak panah itu di tengah-tengah busur. Kemudian ia mengucapkan, 'Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini.' Kemudian ia membidiknya hingga anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya tepat di tempat panah menancap lalu ia mati. Orang-orang berkata, 'Kami beriman pada Rabb pemuda itu. Kami beriman pada Rabb pemuda itu. Kami beriman pada Rabb pemuda itu.' Raja didatangi dan diberi laporan, 'Tahukah Anda apa yang Anda khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiran Anda itu telah menimpa Anda. Orang-orang telah beriman.' Maka raja itu memerintahkan pembuatan parit di jalanan. Parit-parit pun dibuat dan api dinyalakan (di dalamnya). Raja berkata, 'Siapa yang tidak meninggalkan agamanya, lemparkan ke dalamnya.' Atau dikatakan padanya, 'Masuklah.' Mereka pun melakukan perintah itu, hingga datang seorang wanita yang bersama bayinya. Ia mundur agar tidak terjatuh dalam parit api. Maka bayi itu berkata, 'Wahai ibuku! Bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.'"(HR. Muslim)ذِرْوَةُ الْجَبَلِ (żirwatul-jabal): puncak gunung. Huruf "Żāl" dapat dikasrahkan dan didamahkan.الْقُرْقُورُ (al-qurqūr): salah satu jenis kapal.الصَّعِيدُ (aṣ-ṣa'īd): tanah yang terbuka.الأُخْدُودُ (al-ukhdūd): galian di tanah mirip sungai kecil (parit).أُضْرِمَ (uḍrimu): menyalakan.انْكَفَأَتْ (inkafa`at): terbalik.تَقَاعَسَتْ (taqā'asat): berhenti dan takut.

Kosa Kata Asing:

اَلْأَكْمَهُ (al-akmah): orang yang buta sejak lahir.اَلْأَبْرَصُ (al-abraṣ): orang yang memiliki penyakit warna putih di kulit dan keluar di atas permukaan badan (kusta).

اَلْأَدْوَاءُ (al-adwā`): penyakit.

فِيْ كَبِدِ الْقَوْسِ (fī kabidil-qaus): di bagian tengah busur; yaitu bagian pegangannya ketika memanah.

صُدْغه (ṣudgah): bagian muka antara mata dan daun telinga.

بِأَفْوَاهِ السِّكَكِ (bi afwāhis-sikak): di gang-gang jalan.

خُدَّتْ (khuddat): digali.فَأَقْحِمُوْه (fa aqḥimūhu): mereka melemparkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran belajar sejak kecil; belajar di masa kecil seperti memahat di atas batu.

2) "Orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa", merekalah wali-wali Allah -Ta'ālā-, dan mereka memiliki keramat yang berasal dari Allah -Ta'ālā- karena keutamaan mereka di sisi-Nya.

3) Di antara bentuk kasih sayang Allah -'Azza wa Jalla- bahwa Allah mengabulkan doa orang dalam kondisi terjepit ketika dia berdoa kepada-Nya.

4) Anjuran untuk berkorban di jalan dakwah kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan menampakkan kebenaran.

5) Bersabar terhadap gangguan orang-orang kafir, ahli bidah, dan ahli maksiat adalah salah satu pintu jihad fi sabilillah, dan merupakan amal saleh paling besar ketika masa fitnah.

6) Menauhidkan Allah -'Azza wa Jalla- serta mengikhlaskan amal kepada-Nya merupakan hak Allah -Ta'ālā- yang paling besar terhadap seluruh hamba, dan merupakan alat untuk mengukur dekat dan jauhnya seorang hamba kepada Allah -'Azza wa Jalla-. Semakin kuat iman seorang hamba serta semakin besar kedudukan tauhid di dalam hatinya maka dia akan semakin dekat dan semakin mulia di sisi Allah -'Azza wa Jalla-. Juga, semakin lemah iman dan tauhidnya, maka dia akan semakin jauh dan hina.

7) Perkara terpenting untuk didakwahkan oleh orang yang berilmu kepada manusia adalah perkara tauhid dan larangan melakukan kesyirikan dengan berbagai model dan macamnya. Apakah kita telah tahu apa yang pertama kita harus dakwahkan kepada manusia?!

7/31- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati seorang perempuan yang menangis di sisi sebuah kubur, maka beliau bersabda,"Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah."Dia berkata, "Menjauhlah dariku. Sungguh kamu tidak pernah ditimpa seperti musibah yang menimpaku." Sementara dia tidak mengenal beliau. Maka ada yang berkata kepadanya, "Sesungguhnya beliau adalah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Maka dia mendatangi rumah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan dia tidak menemukan penjaga di rumah beliau, lalu dia berkata, "Aku tidak mengenal engkau." Nabi bersabda,"Sesungguhnya kesabaran itu saat goncangan pertama."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Imam Muslim:"Dia menangisi anak kecil laki-lakinya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Akhlak baik Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam berdakwah kepada kebenaran serta kasih sayang beliau kepada manusia.

2) Sabar yang dipuji pelakunya adalah kesabaran ketika goncangan pertama.

8/32- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Tidak ada balasan (yang pantas) dari-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, apabila Aku mewafatkan orang yang dicintainya dari penghuni dunia, kemudian dia rida dengan musibah tersebut, melainkan Surga.'"(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الصَّفِيُّ (aṣ-ṣafiy): yang dicintai; yaitu orang pilihan baik anak, ibu, ayah, saudara, paman, atau teman.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sabar menghadapi wafatnya orang yang kita cintai dari dunia; seorang hamba bila mengharapkan pahalanya kepada Allah maka baginya surga.

2) Allah -'Azza wa Jalla- menampakkan kebaikan dan kemurahan-Nya kepada hamba-hamba-Nya; yaitu Allah memberikan mereka ganti berupa pahala yang besar karena sabar, maka berbahagialah orang-orang yang sabar.

9/33- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang taun (penyakit wabah),maka beliau mengabarinya, bahwa "Taun adalah azab yang Allah -Ta'ālā- kirim kepada siapa yang Dia kehendaki. Kemudian Allah -Ta'ālā- menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seorang hamba diuji berada di negeri yang dilanda taun lalu dia diam bertahan di negerinya itu dengan penuh sabar dan mengharap pahala, yaitu dia meyakini bahwa dia tidak akan ditimpa kecuali oleh sesuatu yang telah Allah takdirkan untuknya, melainkan dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid."(HR. Bukhari)10/34- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata; Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Apabila Aku menguji hamba-Ku pada kedua matanya (dibutakan), lalu dia bersabar, Aku akan menggantinya dengan surga.'"(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sabar dan mengharap pahala; keduanya saling terkait. Bila hamba ingin meraih pahala sabar maka sabarnya harus karena Allah -'Azza wa Jalla-, bukan untuk kepentingan duniawi.

2) Seharusnya orang mengalami musibah taun (wabah) agar tetap tinggal di negerinya serta bersabar dan mengharap pahala, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Bila kalian mendengar taun menimpa suatu tempat maka janganlah datang ke sana. Tetapi bila taun terjadi di sebuah tempat dan kalian ada di sana, maka janganlah kalian keluar karena lari darinya." (HR. Bukhari)

3) Siapa yang dicintai oleh Allah -Ta'ālā- maka Allah akan mengujinya, untuk menghilangkan dari dirinya satu keburukan, atau menghapus satu dosa, atau mengangkat satu derajat baginya di dunia dan akhirat."

4) Surga adalah balasan paling besar, karena nikmat-nikmatnya kekal abadi. Sebab itu, setiap kali seseorang ditimpa satu keburukan hendaknya dia meminta surga sebagai gantinya.

11/35- 'Aṭā` bin Abi Rabāh berkata, Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata kepadaku, "Maukah engkau aku tunjuki seorang wanita penghuni surga?" Aku berkata, "Tentu." Dia menjelaskan, "Dialah wanita berkulit hitam yang datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, seraya berkata, 'Aku mengalami penyakit kesurupan, akibatnya auratku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku.' Beliau bersabda,Jika engkau mau bersabar, maka bagimu surga. Tetapi jika mau, aku akan berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu.'Dia berkata, 'Aku akan bersabar. Tetapi auratku tersingkap (saat kesurupan), berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.' Maka Nabi mendoakannya." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sabar; yaitu sebab untuk masuk surga.

2) Boleh memberi kesaksian masuk surga bagi orang yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Rasa malu yang tinggi pada wanita-wanita sahabat -raḍiyallāhu 'anhunna-; maka wajib bagi para wanita muslimah hari ini untuk meneladani mereka serta memakai pakaian yang menutup aurat, karena Allah telah memuji mereka atas hal itu.

12/36- Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seakan-akan aku sedang melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika menirukan perbuatan seorang Nabi yang dipukul oleh kaumnya hingga ia terluka dan berdarah, kemudian ia mengusap darah tersebut dari wajahnya sambil berdoa,Ya Allah! Ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَحْكِي نَبيّـاً (yaḥkī nabiyyan): menirukan seorang nabi serta melakukan seperti yang dilakukan oleh nabi terdahulu yang mengalami ujian seperti ujian yang dialami oleh nabi kita pada perang Uhud. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Meneladani kesabaran para nabi dalam menghadapi gangguan ketika menyampaikan dakwah kepada manusia.

2) Tidak menyikapi orang-orang yang jahil sebanding dengan perlakuan mereka, tetapi orang yang beriman akan sangat memaafkan gangguan orang-orang yang jahil.

3) Tidak meminta disegerakan azab untuk para penentang dan musuh agama.

13/37- Abu Sa'īd dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tidaklah seorang muslim ditimpa kepayahan, penyakit, kegelisahan, kesedihan, penderitaan, dan kesusahan bahkan duri yang menusuknya melainkan Allah menghapus dosa-dosanya dengan itu."(Muttafaq ‘Alaih)

الْوَصَبُ (al-waṣab): penyakit.

14/38- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang demam, aku berkata, "Ya Rasulullah, engkau mengalami demam yang sangat tinggi." Beliau berkata,"Ya, tentu saja. Sesungguhnya aku menderita sakit panas sebagaimana yang diderita oleh dua orang dari kalian."Aku bertanya, "Yang demikian karena engkau diberi pahala dua kali lipat?" Beliau menjawab,"Benar, persis demikian. Tidaklah seorang muslim ditimpa satu keburukan, berupa duri ataupun yang lebih besar, kecuali dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan digugurkan dosa-dosanya seperti pohon menggugurkan dedaunannya."(Muttafaq 'Alaih)

الوَعْكُ (al-wa'ku): serangan demam, atau bermakna demam.

Kosa Kata Asing:

نَصَبٌ (naṣab): kepayahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang beriman, Allah menghapus kesalahan-kesalahannya dengan ujian kegelisahan dan kesusahan yang menimpanya, serta kepayahan dan penyakit, dan lain sebagainya.

2) Semakin berat penyakit dan penderitaan yang dialami seorang hamba, lalu dia bersabar, Allah akan melipatgandakan pahalanya serta menggugurkan dosa-dosanya.

3) Seseorang jangan sampai menggabungkan antara penderitaan dan kehilangan pahala; maka hendaknya dia bersabar dan tidak murka ketika ada musibah.

15/39- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang Allah kehendaki (mendapat) kebaikan, Allah akan memberinya musibah."(HR. Bukhari)

Kata (يُصِبْ) harakatnya dengan mengkasrahkan huruf "ṣād" dan memfatahkannya.

Kosa Kata Asing:

يُصِبْ مِنْهُ (yuṣib minhu): Allah menakdirkan musibah kepadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menghadapi ujian dengan sabar dan mengharap pahala menjadi sebab Allah mengangkat derajat dan menghapus dosa.

2) Musibah yang dialami orang beriman adalah bukti Allah mencintainya dan menginginkan kebaikan baginya.

16/40- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah sekali-kali kalian mengharapkan kematian lantaran satu keburukan yang menimpanya. Jika terpaksa melakukan, hendaklah dia mengucapkan; Ya Allah, panjangkanlah hidupku selama kehidupan lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengharapkan kematian ketika ada ujian dan musibah, karena hal ini bertentangan dengan kewajiban bersabar serta menunjukkan ketidakridaan pelakunya.

2) Hamba yang beriman menyerahkan urusannya kepada Allah disertai keinginan bertemu Allah -'Azza wa Jalla-; sebab manusia yang paling baik adalah yang panjang usianya dan baik perbuatannya.

17/41-Abu Abdillah Khabbāb bin Al-Aratt -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, Kami datang mengadu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang berbaring berbantalkan selimutnya di bawah naungan Kakbah; kami berkata, "Tidakkah engkau memohonkan pertolongan bagi kami? Tidakkah engkau berdoa untuk kami?" Maka beliau berkata,"Sungguh, dahulu orang-orang sebelum kalian diuji; seseorang diambil lalu dibuatkan galian di tanah dan dia dimasukkan ke dalamnya. Kemudian didatangkan gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya, lalu dia digergaji menjadi dua, dan disisir dengan sisir besi antara daging dan tulangnya. Tapi itu semua tidak membuatnya murtad dari agamanya. Demi Allah, Allah benar-benar akan menyempurnakan agama ini hingga seorang pengendara berjalan dari San'a menuju Hadramaut tidak ada yang ditakuti kecuali Allah dan kecuali serilaga terhadap kambingnya. Tetapi kalian terlalu terburu-buru."(HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain: "Beliau sedang berbaring berbantalkan selimut, sementara kami mendapatkan ujian berat dari orang-orang musyrikin."

Kosa Kata Asing:

مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً (mutawassidun burdatan): menjadikan selimutnya sebagai bantal di bawah kepalanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bersabar terhadap gangguan dari musuh-musuh umat Islam, disertai melakukan upaya-upaya meraih kemenangan dan pertolongan.

2) Di antara bukti kenabian: kebenaran apa yang dikabarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu terwujudnya akhir manis dari kesabaran yang beliau kabarkan berupa disempunakannya agama ini.

14/42- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ketika perang Ḥunain, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi bagian yang lebih dari hasil rampasan perang untuk beberapa orang. Beliau memberi Al-Aqra' bin Ḥābis seratus unta dan memberi 'Uyainah bin Ḥiṣn juga seperti itu. Juga, beliau memberi bagian yang lebih kepada beberapa pemuka Arab. Lantas seseorang berkata, 'Demi Allah, ini pembagian yang tidak adil dan tidak diridai Allah.' Maka aku bergumam, 'Demi Allah, aku akan melaporkannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Aku pun melaporkan apa yang dia katakan tadi. Maka wajah beliau berubah dan memerah. Kemudian beliau bersabda,Lalu siapa yang bisa adil jika Allah dan Rasul-Nya tidak adil?!'Lantas beliau melanjutkan,Semoga Allah merahmati Nabi Musa; beliau disakiti lebih dari ini, tetapi tetap bersabar.'Maka aku pun berkata, 'Sungguh, saya tidak akan melaporkan lagi kepada beliau suatu pembicaraan setelahnya.'"(Muttafaq 'Alaih)

Ucapan Ibnu Mas'ūd: (كَالصِّرْفِ), dengan huruf "ṣād" yang kasrah, bermakna warna merah.

Kosa Kata Asing:

لَا جَرَمَ (lā jarama): sungguh, artinya hal itu terwujud.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemimpin boleh memberi bagian yang lebih kepada orang yang dilihat ada maslahat dalam memberinya, misalnya untuk meluluhkan hati.

2) Manusia harus mengikuti para nabi dalam kesabaran menghadapi penderitaan dan mengharap pahala di sisi Allah -Ta'ālā-; bila disakiti maka dia menghibur diri dengan mengingat penderitaan yang menimpa nabi-nabi sebelum kita -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam-.

19/43- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, Dia segerakan balasan dosanya di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya, Dia tahan balasan dosanya hingga Dia memberinya dengan sempurna pada hari Kiamat."Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti menguji mereka. Siapa yang rida maka baginya keridaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Hukuman di dunia menggugurkan dosa.

2) Manusia wajib bersabar terhadap musibah agar mendapat keridaan dari Allah -'Azza wa Jalla-.

3) Penundaan hukuman oleh Allah -'Azza wa Jalla- kepada para pelaku maksiat adalah bentuk istidraj kepada mereka; hukumannya itu diakhirkan karena satu hikmah dan menunggu waktu yang telah Allah -Ta'ālā- tetapkan.Sebagaimana dalam firman-Nya, "Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa."

Faedah Tambahan:

Di dalam hadis-hadis ini terdapat petunjuk yang jelas bahwa orang beriman ketika semakin kuat imannya maka ujiannya akan bertambah, dan ketika imannya semakin lemah maka ujiannya akan berkurang.Ini mengandung bantahan terhadap orang-orang yang lemah akal dan kecerdasan yang menyangka bahwa orang beriman ketika ditimpa ujian menunjukkan dia tidak diridai di sisi Tuhannya. Ini adalah sangkaan yang batil dan tolok ukur yang salah karena mengukur rida Allah di akhirat dengan kelapangan di dunia.Allah berfirman, "Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya."20/44- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- memiliki seorang anak laki-laki, dia sakit. Abu Ṭalḥah keluar, lalu anak itu dicabut nyawanya. Ketika Abu Ṭalḥah kembali dia bertanya, 'Apa yang dilakukan anakku?' Ummu Sulaim, ibu anak itu, berkata, 'Dia sangat tenang.' Lalu dia menyuguhkan kepadanya makan malam. Maka Abu Ṭalḥah segera makan malam, kemudian menggauli istrinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, 'Kuburkanlah anak kita.' Ketika pagi hari, Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu mengabarkannya kepada beliau. Beliau bertanya, 'Apakah kalian berhubungan tadi malam?' Dia menjawab, 'Ya.' Beliau berdoa, 'Ya Allah, berkahilah mereka berdua.' Kemudian Ummu Sulaim melahirkan seorang anak. Abu Ṭalḥah berkata kepadaku, 'Bawalah dia kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Abu Ṭalḥah juga mengirim beberapa biji kurma. Nabi bertanya, 'Apakah ada sesuatu bersamanya?' Dia menjawab, 'Ya, beberapa biji kurma.' Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambilnya, kemudian mengunyahnya, selanjutnya mengeluarkan dari mulutnya dan menempatkannya di mulut anak kecil tersebut kemudian menahniknya dan memberinya nama Abdullah."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Bukhari:Ibnu 'Uyainah mengisahkan bahwa seorang laki-laki dari kaum Ansar berkata, "Aku melihat sembilan anak, semuanya penghafal Al-Qur`ān." Maksudnya anak-anak Abdullah yang disebutkan kelahirannya di atas.Dalam riwayat Imam Muslim:"Putra Abu Ṭalḥah dari istrinya Ummu Sulaim meninggal dunia. Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, 'Jangan beritahukan Abu Ṭalḥah tentang anaknya. Nanti aku yang memberitahunya.' Abu Ṭalḥah datang, lalu dia menyuguhkan makan malam kepadanya. Maka Abu Ṭalḥah makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim berhias untuknya dengan yang lebih bagus dari sebelum-sebelumnya. Maka Abu Ṭalḥah berhubungan badan dengannya. Ketika Ummu Sulaim telah melihatnya kenyang serta telah berhubungan dengannya, dia berkata, 'Ya Abu Ṭalḥah, apa pendapatmu, bila suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada sebuah keluarga, lalu mereka meminta apa yang mereka pinjamkan itu; apakah mereka boleh tidak memberikannya?' Abu Ṭalḥah menjawab, 'Tidak boleh.' Lalu Ummu Sulaim berkata, 'Berharaplah pahala dengan kematian putramu.' Abu Ṭalḥah pun marah seraya berkata, 'Engkau biarkan aku, kemudian ketika aku telah junub (karena jimak), baru engkau mengabariku tentang putraku?!' Dia bergegas pergi dan menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengabarkan beliau apa yang telah terjadi. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas berdoa, 'Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.' Kemudian Ummu Sulaim pun hamil." Anas melanjutkan ceritanya, "Pernah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan sedangkan Ummu Sulaim ikut bersamanya. Sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila masuk Madinah setelah dari perjalanan, beliau tidak akan mendatangi keluarganya malam-malam. Maka saat mereka telah dekat dari Madinah, Ummu Sulaim mengalami kontraksi, sehingga Abu Ṭalḥah tertahan karena menemani istrinya. Sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berangkat. Abu Ṭalḥah berkata, 'Ya Rabb, sesungguhnya Engkau mengetahui aku senang bila pergi bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau bersafar serta pulang bersama beliau ketika beliau pulang. Tetapi aku tertahan, seperti yang Engkau lihat.' Ummu Sulaim berkata, 'Wahai Abu Ṭalḥah, aku tidak lagi merasakan yang tadi kurasakan. Berangkatlah.' Kemudian kami pun berangkat. Lalu dia mengalami kontraksi lagi setelah mereka berdua masuk Madinah dan melahirkan seorang anak." Anas bercerita, "Ibuku berkata, 'Wahai Anas, tidak boleh ada seorang pun yang menyusuinya kecuali setelah kamu membawanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Ketika pagi hari, aku segera membawanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."Kemudian dia menyebutkan kelanjutan hadis di atas.

Kosa Kata Asing:

أَعَرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ (a 'arastum al-lailah): apakah kalian berhubungan badan tadi malam?

تَلَطَّخْتُ (talaṭṭakhtu): adalah kiasan bagi kotor karena berhubungan badan.

لا يَطْرُقُهَا طُروُقًا (lā yaṭruquhā ṭurūqan): tidak masuk padanya di malam hari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban para wanita hari ini adalah menjadikan para wanita sahabat -raḍiyallāhu 'anhunna- sebagai teladan dalam kesabaran mereka, seperti Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anhā-.

2) Di antara bentuk kepandaian seseorang adalah memilihkan nama yang paling baik bagi putra dan putrinya.

3) Siapa yang bersabar serta mengharap pahala ketika musibah, maka Allah -'Azza wa Jalla- akan memberinya ganti yang lebih baik daripada apa yang menimpanya pada diri dan keluarganya.

21/45- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat. Sesungguhnya ‎orang kuat ialah siapa yang dapat menahan dirinya ketika marah.‎"(Muttafaq ‘Alaih)

الصُّرَعَةُ (aṣ-ṣur'ah) dengan mendamahkan huruf "ṣād" dan memfatahkan huruf "rā`"; makna aslinya di kalangan Arab adalah orang yang banyak membanting musuh.

22/46- Sulaiman bin Ṣurad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku sedang duduk bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika dua orang laki-laki saling bertengkar, muka salah satunya telah merah dan urat lehernya menggelembung, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, aku mengetahui satu kalimat kalau dia mengucapkannya niscaya kemarahan yang dialaminya akan hilang. Yaitu kalau dia mengucapkan, 'A'ūżu billāhi minasy-syaiṭānir-rajīm (Saya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)', niscaya kemarahan yang dirasakannya akan hilang.”Maka para sahabat berkata kepadanya, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berkata,"Berlindunglah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk (dengan membaca istiazah)."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar manusia menguasai diri ketika marah.

2) Berlindung (membaca istiazah) kepada Allah dari setan yang terkutuk termasuk tindakan yang akan membantu hamba untuk bersabar dan menolak hawa nafsu. Karena setan adalah sumber semua keburukan, dan setan akan terus-menerus membakar hati orang yang marah hingga dia mengucapkan ucapan mungkar serta melakukan perbuatan yang menyelisihi rida Allah Yang Maha Pengasih.

3) Marah yang bukan karena Allah -Ta'ālā- berasal dari tipu daya setan, adapun marah yang disebabkan karena perkara yang Allah haramkan dilanggar merupaka tanda iman yang benar.

23/47- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Siapa yang menahan amarah, padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat lalu dipersilakan untuk memilih bidadari yang ia sukai."(HR. Abu Daud dan Tirmizi, dan ia berkata, "Hadisnya hasan")

24/48- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Berilah aku wasiat?" Beliau bersabda, "Jangan marah!" Orang itu mengulangi permintaannya berkali-kali, beliau tetap bersabda, "Jangan marah!" (HR. Bukhari)

25/49- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Cobaan akan senantiasa menimpa orang beriman laki-laki dan perempuan pada diri, anak, dan hartanya hingga dia berjumpa dengan Allah -Ta'ālā- (meninggal) dalam keadaan tidak memiliki dosa."(HR. Tirmidzi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

كَظَمَ غَيْظًا (kaẓama gaiẓan): bersabar menahan amarah dan pemicunya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sabar; yaitu merupakan ibadah paling besar untuk mendekatkan diri kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta perkara paling penting untuk diwasiatkan kepada manusia.

2) Bila seseorang bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah -Ta'ālā- maka Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya.

3) Di antara bentuk rahmat Allah -Azza wa Jalla- kepada hamba-hamba-Nya yang beriman adalah mengampuni dosa-dosa mereka karena musibah dan bencana-bencana dunia yang menimpa mereka.

26/50- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Uyainah bin Ḥiṣn datang lalu menginap di tempat keponakannya, Al-Ḥurr bin Qais. Dia termasuk salah seorang yang dekat dengan Umar -raḍiyallāhu 'anhu, karena dahulu, Umar mengangkat para penghafal Al-Qur`ān sebagai dewan majelis dan musyawarahnya, yang tua maupun yang muda. 'Uyainah berkata kepada keponakannya, 'Wahai anak saudaraku, kamu adalah orang yang memiliki kedudukan di hadapan Amīrul-Mu`minīn, maka mintalah izin kepadanya agar aku dapat menemuinya.' Lantas keponakannya memintakan izin dan Umar mengizinkannya. Ketika 'Uyainah masuk, ia berkata, 'Heh. Wahai Ibnul-Khaṭṭāb, demi Allah, engkau tidak memberi yang banyak kepada kami dan engkau tidak menetapkan hukum kepada kami dengan adil.' Umar -raḍiyallāhu 'anhu- marah hingga berniat untuk memukulnya. Al-Ḥurr berkata kepada Umar, 'Amīrul-Mu`minīn, sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Berikanlah maaf, perintahkanlah untuk berbuat baik, dan berpalinglah dari orang-orang jahil."(QS. Al-A'rāf: 199)Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang jahil. Demi Allah, Umar tidak mengabaikan ayat itu ketika dia membacanya, sebab Umar adalah orang yang sangat patuh terhadap Al-Qur`ān."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

هِيْ (hī): ucapan ancaman.

مَا تُعْطِينَا الْجَزْل (mā yu'ṭīnal-jazal): engkau tidak memberi kami pemberian yang banyak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban seseorang ketika sedang marah atau murka agar mengingat Kalam Allah -'Azza wa Jalla- dan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta perbuatan dan kesabaran para sahabat agar dia menjadi orang yang patuh kepada batasan-batasan Allah -Ta'ālā-.

2) Keutamaan besar yang dimiliki sahabat yang mulia Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Dia sangat patuh menjaga batasan-batasan Allah -'Azza wa Jalla-. Maka sudah menjadi kewajiban orang Islam pada hari ini untuk menjadikan orang-orag seperti sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagai teladan, serta menjauhi teladan buruk dari kalangan orang kafir, fasik, dan lalai.

3) Kewajiban para penguasa untuk memilih dewan majelis dari kalangan orang-orang berilmu dan beriman.

27/51- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya, setelah aku wafat akan ada (penguasa) yang mementingkan diri sendiri serta perkara-perkara yang kalian ingkari." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau menjawab, "Tunaikanlah hak yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian."(Muttafaq ‘Alaih)

الأثَرَة (al-aṡarah): mengkhususkan diri pada sesuatu dari orang lain yang memiliki hak di dalamnya.

87/52- Abu Yahya Usaid bin Ḥuḍair -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki kaum Ansar telah berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengangkatku (sebagai pejabat) sebagaimana engkau mengangkat fulan?" Beliau bersabda,"Sesungguhnya kalian akan mendapatkan (penguasa) yang mementingkan diri setelah aku wafat. Karena itu, bersabarlah sampai kalian menjumpaiku di telaga."(Muttafaq 'Alaih)

أُسَيْدٌ (Usaid), dengan mendamahkan huruf "hamzah". حُضَيْرٌ (Ḥuḍair), dengan huruf "ḥā`" yang didammahkan dan "ḍād" yang difatahkan. Wallahu a'lam

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kepada manusia agar bersabar menghadapi kezaliman penguasa di dalam hak rakyat serta tetap menunaikan kewajiban mereka untuk mendengar dan taat pada kebaikan.

2) Memohon karunia Allah -'Azza wa Jalla- merupakan sebab paling besar untuk meraih apa yang diinginkan dan menolak apa yang dikhawatirkan.

3) Di antara balasan bagi orang-orang yang sabar pada hari Kiamat adalah diperkenankan minum dari telaga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan sikap orang beriman bila kehilangan sebagian kenikmatan dunia agar ingat kepada pahala besar yang ada di akhirat.

29/53- Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di beberapa kesempatan ketika bertemu musuh, beliau menunggu (tidak menyerang) hingga ketika matahari telah condong, beliau berdiri di tengah-tengah sahabat seraya berpidato,"Wahai sekalian manusia! Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Mohonlah kepada Allah keselamatan. Lalu, bila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Ketahuilah, bahwa surga di bawah bayang-bayang pedang."Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdoa,"Ya Allah! Rabb Yang menurunkan hujan, Yang menjalankan awan, Yang mengalahkan sekutu orang-orang musyrikin. Kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengharap bertemu musuh; tetapi bila telah bertemu maka seorang hamba wajib bersabar dan memohon kepada Allah -'Azza wa Jalla- agar diberikan pertolongan dalam tugas tersebut.

2) Anjuran mendoakan kekalahan musuh; karena mujahid itu seharusnya memohon kepada Allah -Ta'ālā- agar dimenangkan atas musuhnya.

Faedah Tambahan:

Larangan mengharap bertemu musuh bukan berarti membenci jihad dan tidak mengajak diri untuk berperang atau mengharap mati syahid di jalan Allah, karena semua itu termasuk yang dianjurkan oleh agama dan dijadikan sebagai sifat orang-orang yang bertakwa dan tingkatan orang-orang sidik.

 4- BAB KEJUJURAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur."(QS. At-Taubah: 119)Allah -Ta'ālā- juga berfirman (tentang salah satu kriteria yang diberikan ampunan dan pahala besar),"Dan orang-orang yang jujur laki-laki maupun perempuan."(QS. Al-Aḥzāb: 35)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sekiranya mereka selalu jujur kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka."(QS. Muḥammad: 21)

Pelajaran dari Ayat:

1) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk jujur serta menjaga kejujuran agar termasuk dari orang-orang yang jujur.

2) Jujur adalah sifat terpuji yang dituntut dari orang-orang beriman secara keseluruhan, laki-laki dan perempuan.

3) Kejujuran adalah kebaikan dan sebab kemenangan; kejujuranlah yang menjadikan ucapan, perbuatan, dan kondisi memiliki nilai dan berharga.

Adapun tentang hadis-hadisnya, maka sebagai berikut:

1/54- Pertama: Hadis dari Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda,"Sungguh, kejujuran mengarahkan kepada kebajikan dan kebajikan mengarahkan kepada surga. Seseorang akan bersikap jujur hingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sungguh, kedustaan mengarahkan kepada keburukan dan keburukan mengarahkan kepada neraka. Seseorang akan berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

البِرّ (al-birr): istilah yang mencakup untuk semua kebaikan.

الفُجُوْرُ (al-fujūr): perbuatan buruk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap jujur dan mengusahakannya, karena jujur adalah sebab semua kebaikan. Juga peringatan terhadap dusta serta bermudah-mudah di dalamnya, karena kedustaan adalah sebab semua keburukan.

2) Dusta hukumnya haram; seseorang tidak diperbolehkan berdusta secara mutlak, walaupun untuk membuat kelucuan atau bercanda.Termasuk apa yang disebut di kalangan awam sebagai "dusta putih" hukumnya haram, karena dusta seluruhnya hitam dan buruk bagi manusia dan bagi pelakunya, kecuali dusta yang diperbolehkan yang dikecualikan oleh agama.

Faedah Tambahan:

Ada beberapa perkara yang diboleh berdusta karena maslahat sebagaimana diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu:

1) berdusta (tipu daya) dalam perang,

2) berdusta untuk mendamaikan perselisihan orang-orang, dan

3) dusta dalam ucapan perempuan kepada suaminya serta suami kepada istrinya.

Sebagaimana ditunjukkan dalam hadis Ummu Kulṡūm binti 'Uqbah, dia berkata,"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi keringanan (rukhsah) dalam berdusta pada tiga perkara: dalam perang, mendamaikan orang, dan ucapan laki-laki kepada istrinya."Dalam riwayat lain:"... dan ucapan laki-laki kepada istrinya dan ucapan istri kepada suaminya."(HR. Ahmad)2/55- Kedua: Hadis dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhuma-, ia berkata, Aku menghafal dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam,"Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukan. Sungguh, kejujuran itu mendatangkan ketenangan dan kebohongan itu mendatangkan keraguan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Sabda beliau: يَرِيبُكَ (yarībuka) -dengan memfatahkan atau mendamahkan huruf "yā`"-, bermakna tinggalkan apa yang kehalalannya meragukanmu dan beralihlah kepada yang tidak mengandung keraguan.

Kosa Kata Asing:

يَرِيبُكَ (yarībuka): menjatuhkanmu dalam keraguan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang wajib meninggalkan dusta dan menggantinya dengan kejujuran, karena dusta mendatangkan keraguan sedangkan kejujuran mendatangkan ketenangan.

2) Sikap hati-hati seseorang dari berbagai syubhat dan hal-hal yang samar hukumnya serta meninggalkannya merupakan salah satu bentuk sikap warak.

3/56- Ketiga: Hadis Abu Sufyan Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- dalam hadis yang panjang tentang kisah Heraklius, Heraklius berkata, "Apa yang dia (yakni Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) perintahkan pada kalian?" Abu Sufyan menjawab, "Dia berkata,Sembahlah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan tinggalkanlah apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian. Dia memerintahkan kami untuk salat, jujur, menjaga kesucian, dan menyambung rahim (silaturahmi)'."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Inti agama ini adalah menauhidkan Allah -Ta'ālā-, karena tauhid sumber semua kebaikan. Maka wajib bagi semua kaum muslimin untuk memberikan perhatian yang besar kepada tauhid, karena amal perbuatan tidak diterima kecuali dengannya, dan masuk surga hanya dengannya. Jadi, tauhid adalah kunci surga.

2) Peringatan terhadap taklid buta kepada nenek moyang, pimpinan, dan para figur besar, khususnya dalam urusan agama. Karena agama harus diambil dari sumbernya yang asli, yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah dan dipahami dengan petunjuk generasi para salaf.Adapun tradisi masyarakat yang menyelisihi agama yang Allah turunkan maka tidak boleh dijadikan sebagai agama yang diikuti.

3) Jujur adalah akhlak paling urgen yang harus diwujudkan, ia juga merupakan sifat para nabi dan rasul.

4/57- Keempat: Hadis dari Abu Ṡābit, atau disebut juga Abu Sa'īd dan Abu Al-Walīd, Sahl bin Ḥunaif, salah satu ahli Badar -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memohon mati syahid kepada Allah -Ta'ālā- dengan tulus, niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat orang-orang yang mati syahid meskipun ia mati di atas tempat tidurnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kejujuran hati menjadi sebab diraihnya cita-cita; siapa yang meniatkan suatu amal kebajikan akan diberi pahala atas niatnya itu sekalipun tidak ditakdirkan melakukannya atau dia tidak mampu menyempurnakannya.

2) Anjuran meminta mati syahid serta ketulusan di dalamnya.

5/358 Kelima: Hadis dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada salah seorang nabi -ṣalawātullāh wa salāmuhu 'alaihim- hendak berperang. Dia berkata kepada kaumnya, 'Jangan mengikutiku (berperang) laki-laki baru menikah yang hendak menggauli istrinya, sementara ia belum melakukannya; Tidak juga orang yang membangun rumah sedangkan ia belum selesai menaikkan atapnya; Dan tidak pula orang yang baru membeli kambing atau unta yang sedang bunting sementara ia menunggu kelahiran anaknya.' Lantas nabi itu berangkat perang. Dia merapat ke negeri (yang diperangi) pada waktu salat Asar atau mendekati waktu itu. Nabi itu berkata kepada matahari, 'Wahai matahari, sesungguhnya engkau diperintah dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari itu untuk kami.' Kemudian matahari itu pun tertahan jalannya hingga Allah memberikan kemenangan kepada nabi tersebut. Lalu nabi itu mengumpulkan harta rampasan perang, kemudian datanglah api untuk melahapnya, tetapi api itu tidak dapat melahapnya. Nabi itu berkata, 'Sesungguhnya di antara kalian ada yang berbuat gulūl (menyembunyikan harta rampasan perang), maka setiap kabilah harus mengirimkan seorang laki-laki untuk berbaiat kepadaku.' Lantas ada seorang laki-laki yang tangannya melekat dengan tangan Nabi itu, maka Nabi itu berkata, 'Sungguh, di pihak kabilahmu ada yang berbuat gulūl, oleh sebab itu hendaklah seluruh orang dari kabilahmu memberikan pembaiatan kepadaku.' Kemudian ada dua atau tiga orang (dari kabilah tersebut) yang tangannya melekat dengan tangan Nabi itu, lalu Nabi itu berkata, 'Kalianlah yang melakukan perbuatan gulūl itu.' Lalu mereka membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian meletakkannya. Lantas datanglah api dan melahapnya. Ganimah (harta rampasan perang) tidak dihalalkan bagi siapa pun sebelum kita. Kemudian Allah menghalalkan ganimah untuk kita karena Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita. Dia pun menghalalkannya untuk kita."(Muttafaq ‘Alaih)

الْخَلِفَاتُ (al-khalifāt) -dengan memfatahkan huruf "khā`" dan mengkasrahkan huruf "lām"-, ia adalah bentuk jamak dari kata خَلِفَةٍ (khalifah), yaitu unta yang bunting.

Kosa Kata Asing:

بُضْعٌ (buḍ'un): bisa bermakna kemaluan, pernikahan, dan hubungan badan.

الغُلُوْلُ (al-gulūl): pengkhianatan dalam ganimah, yaitu mengambilnya sebelum dibagi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban seseorang ketika meniatkan satu ketaatan agar memfokuskan hati dan badan untuk itu serta menunaikannya dengan penuh hati-hati, tenang serta dada lapang.

2) Besarnya karunia Allah -'Azza wa Jalla- kepada umat ini; yaitu Allah halalkan bagi mereka ganimah ketika hal itu diharamkan kepada umat-umat sebelum kita. Ini merupakan bagian dari rahmat Allah kepada umat yang tercinta ini.

3) Menjelaskan akibat buruk dusta serta urgensi jujur dan buah terpujinya.

Faedah Tambahan:

Nabi yang disebutkan dalam hadis di atas adalah Yūsya' bin Nūn, berdasarkan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hadis yang sahih,"Sesungguhnya matahari tidak pernah ditahan untuk menusia kecuali untuk Nabi Yūsya` ketika malam perjalanannya menuju Baitulmaqdis."(HR. Ahmad dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-)6/59- Keenam: Hadis dari Abu Khālid Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dua orang yang berjual beli memiliki hak khiyār (pilihan) selama belum berpisah. Jika mereka jujur dan menjelaskan kekurangan yang ada, mereka diberkahi dalam jual belinya itu. Tetapi jika mereka berbohong dan menyembunyikannya, maka hilanglah keberkahan jual beli mereka itu."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

البَيِّعَان (al-bayyi'ān): penjual dan pembeli.

بالخيار (bil-khiyār): masing-masing mereka memiliki hak khiyār (memilih melanjutkan atau membatalkan) sesuai yang mereka mau.

مُحِقَتْ (muḥiqat): hilang dan lenyap.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib menjelaskan aib barang, dan haram menyembunyikannya. Maka, di manakah para pelaku pasar dari petunjuk hadis ini?!

2) Jujur dalam perniagaan adalah cita-cita tinggi, tidak akan sabar melakukannya kecuali orang yang memiliki keutamaan yang besar.

3) Jujur dalam jual beli adalah sumber keberkahan dan keuntungan.

 5- BAB MURĀQABAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Allah) Yang melihat engkau ketika engkau berdiri (untuk salat), dan (melihat) perubahan gerakan badanmu di antara orang-orang yang sujud."(QS. Asy-Syu'arā`: 218-219)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Dia senantiasa bersama kamu di mana pun kamu berada."(QS. Al-Ḥadīd: 4)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit."(QS. Āli 'Imrān: 5)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, Rabb-mu benar-benar mengawasi."(QS. Al-Fajr: 14)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada."(QS. Gāfir: 19)Ayat-ayat tentang bab ini banyak nan populer.

Pelajaran dari Ayat:

1) Kewajiban hamba agar menanamkan sifat murāqabatullāh, yakni selalu meyakini bahwa Allah mengawasi dirinya.

2) Makna "ma'iyyatullāh (kebersamaan Allah dengan hamba)" yang Allah sematkan kepada Diri-Nya dalam Al-Qur`ānul-Karīm terbagi menjadi beberapa macam:

Pertama: bermakna menguasai seluruh makhluk baik dari segi pengetahuan, penguasaan, ataupun pengaturan terhadap mereka, sebagaimana dalam firman-Nya,"Dan Dia senantiasa bersama kamu di mana pun kamu berada." (QS. Al-Ḥadīd: 4)Kedua: bermakna ancaman dan peringatan, sebagaimana dalam firman-Nya:"Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan."(QS. An-Nisā`: 108)Ketiga: bermakna pertolongan dan peneguhan hati, sebagaimana dalam firman Allah -Ta'ālā-,"Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan."(QS. An-Naḥl: 128)Konsekuensi dari kebersamaan Allah terhadap hamba ini adalah agar Anda selalu merasa diawasi oleh Allah serta takut kepada-Nya, lalu Anda melakukan ketaatan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya serta membenarkan wahyu-Nya.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini, sebagai berikut:

1/60- Pertama: Hadis dari Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata,"Suatu hari ketika kami duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang memakai pakaian yang sangat putih dan rambutnya hitam pekat, tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan padanya sementara tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya hingga dia duduk di hadapan Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lantas dia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya seraya berkata, 'Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam!' Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, 'Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak (benar) selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah apabila engkau mampu.' Orang itu berkata, 'Engkau benar.' Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, 'Terangkanlah kepadaku tentang iman!' Beliau menjawab, 'Engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.' Orang itu berkata, 'Engkau benar. Terangkanlah kepadaku tentang ihsan!' Beliau bersabda, 'Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.' Orang itu berkata lagi, 'Beritahukan kepadaku tentang waktu hari Kiamat!' Beliau menjawab, 'Orang yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.' Orang itu berkata, 'Terangkan tentang tanda-tandanya!' Beliau menjawab, 'Yaitu ketika budak perempuan telah melahirkan tuannya, ketika engkau melihat orang-orang yang tak beralas kaki, tanpa mengenakan pakaian, sangat miskin, dan pekerjaannya menggembalakan kambing, mereka berlomba-lomba mendirikan bangunan yang megah.' Lantas orang itu pergi dan aku diam sekian lama. Kemudian beliau berkata, 'Wahai Umar, tahukah engkau siapakah yang bertanya tadi?' Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Beliau bersabda, 'Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.'"(HR. Muslim)

Makna "budak perempuan melahirkan tuannya" yaitu akan banyak tawanan perempuan, sehingga tawanan yang dijadikan budak melahirkan anak perempuan bagi tuannya, sedangkan anak tuan sama kedudukannya dengan sang tuan. Ada juga sebagian ulama yang berpendapat selain ini. (الْعَالَةُ: al-'ālah) artinya orang-orang miskin. Perkataan Umar (مَلِياً: maliyyan) artinya jarak waktu yang panjang, yaitu tiga hari.

Kosa Kata Asing:

رِعَاءَ الشَّاءِ (ri'ā` asy-syā`i): para penggembala kambing.

Pelajaran dari Hadis:

1) Syahadat tauhid (لا إله إلا الله محمد رسول الله) merupakan rukun Islam paling besar, bahkan di atasnyalah keislaman seseorang tegak.

2) Kewajiban penuntut ilmu ketika duduk bersama orang yang berilmu (ulama) dalam sebuah majelis agar bertanya masalah-masalah yang penting bagi orang-orang yang hadir, sekalipun dia sendiri telah mengetahui hukumnya, tujuannya untuk berbagi ilmu dengan orang-orang yang hadir, dan dengan itu dia telah menjadi pengajar bagi mereka.

3) Seorang hamba hendaknya menghadirkan rasa kedekatan Allah -'Azza wa Jalla- dari dirinya, bahwa Allah mengawasinya; mengetahui segala yang ia tampakkan dan yang ia sembunyikan, sebab hal itu akan melahirkan rasa takut dan pengagungan kepada Allah dalam hatinya serta melahirkan ketulusan dalam ibadah dan usaha kuat untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.

4) Indahnya adab para sahabat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu ketika mereka mengembalikan wewenang keilmuan kepada Allah -Ta'ālā- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada masa hidup beliau.

5) Sunnah Nabi adalah wahyu yang diturunkan dari Allah, sehingga tidak boleh dianggap rendah kedudukannya dalam penetapan syariat; karena kita diperintahkan untuk mengikuti kedua wahyu; Al-Qur`ān dan Sunnah.

2/61- Kedua: Hadis dari Abu Żarr Jundub bin Junādah dan Abu Abdirrahman Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhumā-, mereka meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada, ikutilah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapus keburukan itu, dan perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Senantiasa bertakwa kepada Allah -'Azza wa Jalla- merupakan buah dari sifat murāqabatullāh di semua perkataan dan perbuatan, yang sir dan yang tampak.

2) Kebaikan akan menghapus keburukan, dan ini termasuk rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya.

3) Besarnya kedudukan akhlak baik; yaitu merupakan jalan keberuntungan di dunia dan akhirat, sehingga orang beriman harus berusaha kuat untuk memperbaiki akhlaknya.

3/62- Ketiga: Hadis dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Suatu hari aku dibonceng di belakang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda,"Wahai Ananda! Aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Peliharalah (agama) Allah, niscaya Allah akan memeliharamu. Peliharalah (agama) Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Bila engkau minta, mintalah kepada Allah. Bila memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya umat ini bersepakat untuk memberi suatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan bisa memberimu manfaat sedikitpun kecuali sesuatu yang telah Allah tuliskan bagimu. Dan bila mereka bersepakat untuk mencelakaimu dengan sesuatu, mereka tidak akan mencelakaimu kecuali dengan yang telah Allah tuliskan atasmu. Pena takdir telah diangkat, dan lembaran-lembaran takdir telah kering."(HR. Tirmidzi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")Dalam riwayat selain Tirmizi disebutkan:"Peliharalah (agama) Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Beribadahlah kepada Allah ketika lapang, niscaya Allah akan mengenalmu ketika sulit. Ketahuilah, apa yang Allah tidak takdirkan kepadamu maka dia tidak akan menimpamu. Dan apa yang telah ditetapkan menimpamu maka tidak akan meleset darimu. Ketahuilah, kemenangan bersama kesabaran, pertolongan bersama kesusahan, dan kemudahan bersama kesulitan."

Kosa Kata Asing:

احْفَظِ اللهَ (iḥfażillāh): peliharalah agama Allah dengan senantiasa bertakwa kepada-Nya, juga dengan memelihara batasan dan hak-hak Allah serta memelihara hak manusia.

رُفِعَتِ الأقْلامُ، وَجَفَّتِ الصُّحُفُ (rufi'atil-aqlām wa jaffatiṣ-ṣuḥuf): pena (takdir) ditinggalkan atau tidak lagi digunakan menulis karena perkaranya telah selesai, yaitu penulisan takdir seluruhnya telah berlalu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Diharamkan meminta kepada selain Allah -Ta'ālā- dalam perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, seperti memberi rezeki, kesembuhan, ampunan, kemenangan, dan lainnya. Maka orang yang beriman hendaknya berupaya kuat untuk memperbaiki tauhidnya kepada Allah -Ta'ālā- dengan tidak berdoa kepada selain-Nya.

2) Mengetahui kelemahan seluruh makhluk serta kebergantungan mereka kepada Allah -Ta'ālā- akan mendorong hamba untuk bergantung kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, serta akan memutus kebergantungannya kepada makhluk.

3) Manusia tidak mampu mendatangkan manfaat untuk dirinya, juga tidak mampu mengusir keburukan, kecuali dengan izin Allah -Ta'ālā-. Hal ini mengharuskan hamba untuk menauhidkan Allah -Ta'ālā- serta memohon pertolongan kepada-Nya; tidak menggantungkan hati kepada salah satu makhluk, seperti apa pun tinggi kedudukannya atau besar pengaruhnya, karena dia lemah sama seperti dirinya serta butuh kepada Allah -Ta'ālā-.

4) Murāqabatullāh dan memelihara batasan-batasan-Nya ketika sendiri maupun di hadapan umum akan melahirkan penjagaan dari Allah terhadap pelakunya.Karena balasan sejenis dengan perbuatan.4/63- Keempat: Hadis dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata,"Sungguh, kalian benar-benar akan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang lebih tipis (kecil) dari rambut dalam pandangan kalian, sedangkan kami pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memasukkannya ke dalam dosa-dosa besar yang membinasakan."(HR. Bukhari, dan dia berkata, "الْمُوبِقَاتُ -al-mūbiqāt- artinya yang membinasakan")5/64- Kelima: Hadis dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- itu cemburu dan kecemburuan Allah -Ta'ālā- itu terjadi jika seseorang melakukan apa yang diharamkan oleh Allah kepadanya."(Muttafaq 'Alaih)

الْغَيْرَةُ (al-gairah) -dengan memfatahkan huruf "'ain"-, makna aslinya: tidak bersahabat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sikap meremehkan dosa menunjukkan minimnya rasa takut hamba kepada Allah -Ta'ālā-; sebaliknya, menganggap besar dosa menunjukkan sempurnanya rasa takut tersebut serta besarnya rasa murāqabatullāh.

2) Seorang hamba wajib menjauhi maksiat karena merupakan sebab kemurkaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

3) Rasa murāqabah hamba serta kehati-hatiannya dari berbuat maksiat merupakan bentuk iman yang sempurna.

Peringatan:

Dalam hadis Anas terdapat bukti pengagungan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap apa-apa yang Allah haramkan serta rasa takut mereka kepada dosa. Ini menunjukkan mereka adalah manusia yang paling berilmu tentang Allah -Ta'ālā-, paling warak, dan paling takut kepada Allah setelah para nabi.Maka wajib bagi setiap hamba untuk meneladani mereka serta meyakini bahwa pemahaman mereka terhadap Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang paling benar, karena jalan mereka itulah jalannya orang-orang beriman.Siapa yang berjalan di atas jalan mereka akan selamat; tetapi siapa yang menyimpang dari jalan mereka akan binasa dan membinasakan.6/65- Keenam: Hadis dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada tiga orang dari Bani Israil; yaitu yang kusta, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, lalu mengutus seorang malaikat. Malaikat itu datang kepada yang kusta dan bertanya, 'Apa yang paling kamu inginkan?' Dia menjawab, 'Warna kulit yang bagus, kulit yang bagus, dan penyakit (kusta) yang menyebabkan orang menjauhiku lenyap dariku.' Malaikat tersebut lalu mengusapnya, dan segera penyakitnya lenyap serta diberikan warna kulit yang bagus. Malaikat bertanya lagi, 'Harta apa yang paling kamu sukai?' Dia menjawab, 'Unta -atau dia berkata, sapi-.' Perawinya ragu. Maka dia diberi unta yang bunting. Malaikat berkata, 'Semoga Allah memberi keberkahan bagimu padanya.' Lalu malaikat itu datang kepada yang botak dan bertanya, 'Apa yang paling kamu inginkan?' Dia menjawab, 'Rambut yang bagus dan penyakit yang menyebabkan orang menjauhiku lenyap dariku.' Malaikat tersebut mengusapnya, dan segera penyakitnya lenyap serta diberikan rambut yang bagus. Malaikat bertanya lagi, 'Harta apa yang paling kamu sukai?' Dia menjawab, 'Sapi.' Maka dia diberi sapi yang bunting. Malaikat berkata, 'Semoga Allah memberi keberkahan bagimu padanya.'

Lalu malaikat itu datang kepada yang buta dan bertanya, 'Apa yang paling kamu sukai?' Dia menjawab, 'Agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat orang.' Malaikat tersebut mengusapnya dan segera Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi, 'Harta apa yang paling kamu sukai?' Dia menjawab, 'Kambing.' Maka dia diberi kambing yang bunting.' Kemudian masing-masing mereka mengembangbiakkan. Hingga yang pertama memiliki satu lembah unta, yang kedua satu lembah sapi, dan yang ketiga satu lembah kambing.

Kemudian malaikat itu datang kepada laki-laki yang dulu menderita kusta dalam rupa dan penampilannya dahulu seraya berkata, 'Aku orang miskin. Aku telah kehabisan bekal dalam perjalanan. Tidak ada yang dapat menolongku hari ini kecuali Allah kemudian dirimu. Dengan nama Allah yang telah memberimu warna kulit yang bagus, kulit yang bagus, dan harta, aku minta kepadamu seekor unta sebagai bekalku dalam perjalanan.' Dia menjawab, 'Ada banyak hak (yang mesti kutunaikan).' Malaikat itu berkata, 'Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah kamu dahulu menderita kusta, dijauhi oleh manusia, juga kamu sangat miskin, lalu Allah memberikanmu karunia?' Dia menjawab, 'Sesungguhnya harta ini aku warisi dari harta warisan yang turun temurun .' Malaikat itu berkata, 'Bila kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.'

Lalu malaikat itu datang kepada laki-laki yang dulunya botak dalam rupa dan keadaannya dahulu dan mengucapkan apa yang dia ucapkan kepada laki-laki yang pertama, dan dia memberinya jawaban seperti jawaban laki-laki yang pertama. Malaikat itu berkata, 'Bila kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.'

Kemudian malaikat itu datang kepada laki-laki yang dulunya buta dalam rupa dan keadaannya dahulu seraya berkata, 'Aku orang miskin dan ibnu sabīl. Aku kehabisan bekal dalam perjalanan. Tidak ada yang dapat menolongku hari ini kecuali Allah kemudian dirimu. Dengan nama Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu, aku minta kepadamu seekor kambing sebagai bekalku dalam perjalanan.' Dia menjawab, 'Dahulu aku buta. Kemudian Allah mengembalikan penglihatanku. Ambillah sesukamu, dan tinggalkan sesukamu. Demi Allah, aku tidak akan menyulitkanmu dengan sesuatu yang kamu ambil, karena Allah -'Azza wa Jalla-.' Maka malaikat itu berkata, 'Tahanlah hartamu. Sesungguhnya kalian telah diuji. Allah telah rida kepadamu dan murka kepada kedua rekanmu.'"(Muttafaq 'Alaih)النَّاقَةُ الْعُشَرَاءُ (an-nāqah al-'usyarā`) -dengan mendamahkan "'ain" dan memfatahkan "syīn" disertai mad-: unta yang bunting.Kata: (أنْتَجَ: antaja), di sebagian riwayat: (فَنَتَجَ: fa nataja), maksudnya: mengurus kelahirannya. Istilah nātij (bidan hewan) pada unta seperti istilah qābilah (bidan) pada perempuan.Kalimat "ولَّدَ هذا" (wallada hāża), maksudnya: mengurus kelahirannya. Ia semakna dengan kata (نتَجَ: nataja) pada unta. Istilah muwallid, nātij, dan qābilah memiliki makna yang sama (yaitu bidan). Bedanya, muwallid untuk hewan sedangkan yang dua lainnya untuk yang lain.Kalimat الحِبَالُ (al-ḥibāl): sebab/sarana.Kalimat لا أجْهَدُكَ (lā ajhaduka), maksudnya: aku tidak memberatkanmu untuk mengembalikan apa yang engkau ambil atau yang engkau minta dari hartaku.Dalam riwayat Bukhari: لا أحْمَدُكَ (lā aḥmaduka); maksudnya aku tidak menyanjungmu karena meninggalkan sesuatu yang engkau butuhkan. Sebagaimana ungkapan mereka: لَيْسَ علىٰ طُولِ الحياةِ نَدَمٌ (laisa 'alā ṭūlil-ḥayāh nadamun); maksudnya tidak ada sesal pada hilangnya kehdupan yang panjang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepada hamba termasuk sebab kelanggengan dan penambahannya.

2) Keutamaan sedekah dan anjuran berbuat baik kepada orang-orang yang lemah, memuliakan mereka, dan memenuhi hajat mereka.

3) Bila keberkahan hadir pada sesuatu maka yang sedikit menjadi banyak, dan bila hilang maka yang banyak menjadi sedikit.

4) Mengingat besarnya nikmat Allah kepada hamba terkait indranya dan pemenuhan kebutuhannya akan mendorongnya menggunakan nikmat tersebut pada ketaatan dan ibadah kepada Allah, sehingga dia tidak mengabdikannya untuk siapa pun selain Allah -Ta'ālā- serta tidak menggunakannya kecuali pada sesuatu yang mendatangkan rida Allah -'Azza wa Jalla-, karena Allahlah yang memberikannya karunia di dunia dan akhirat.

5) Di antara bentuk kemudahan (taufik) dari Allah kepada hamba adalah Allah memudahkan baginya melakukan amal saleh, membantunya untuk merealisasikan amalan tersebut, kemudian diberi pahala. Hamba selalu butuh kepada pertolongan Allah -Ta'ālā- sebelum melakukan ketaatan, ketika melakukannya, dan setelah menunaikannya.

7/66ــ- Ketujuh: Hadis dari Abu Ya'lā Syaddād bin Aus -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Orang yang cerdas adalah yang mampu menundukkan nafsunya dan beramal untuk menghadapi apa yang akan terjadi setelah kematian. Dan orang yang lemah adalah yang memperturutkan hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah."(HR. Tirmidzi dan dia berkata, "Hadisnya hasan") [2].

Tirmidzi dan ulama lainnya mengatakan, "Makna (دَانَ نَفْسَه: dāna nafsahu): mengintrospeksi dirinya.

Kosa Kata Asing:

الكَيِّس (al-kayyis): orang yang cerdas nan kuat.

دانَ (dāna): mengintrospeksi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk memanfaatkan kesempatan pada sesuatu yang mendatangkan rida Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Kewajiban mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian dengan amal saleh.

3) Malas, lalai, dan angan-angan kosong termasuk sebab hilangnya kesempatan beramal saleh di dunia.

8//67- Kedelapan: Hadis dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak penting bagi dirinya."(Hadis hasan riwayat Tirmizi dan lainnya)9/68- Kesembilan: Hadis dari Umar -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang suami tidak ditanyai apa penyebab dia memukul istrinya."(HR. Abu Daud dan lainnya) [3]

Pelajaran dari Hadis:

1) Hamba wajib menyibukkan diri dengan sesuatu yang memiliki maslahat dan manfaat dalam urusan dunia dan akhirat serta meninggalkan perkara lainnya yang tidak dibutuhkan, bahkan membahayakan dan menyakitinya. Ini termasuk tanda bagusnya keislaman seseorang.

2) Orang beriman wajib untuk introspeksi diri dalam tindak-tanduk, ucapan, dan perbuatannya serta menanamkan dalam diri bahwa Allah mengawasinya dan mengetahui rahasianya, lalu berusaha kuat agar tidak dilihat oleh Allah kecuali pada kondisi yang mendatangkan rida-Nya.

Faedah Tambahan:

Penulis -raḥimahullāh- menyebutkan hadis yang terakhir setelah hadis Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- untuk memberi contoh perkara yang tidak penting bagi seseorang. Yakni bahwa di antara tanda bagusnya keislaman seorang hamba adalah dia tidak ikut campur dalam urusan antara seseorang dan istrinya, karena hal itu tidak penting baginya.

 6-BAB TAKWA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan takwa sebenar-benarnya."(QS. Āli 'Imrān: 102)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka bertakwalah kepada Allah semampumu."(QS. At-Tagābun: 16)Ayat ini menjelaskan maksud dari ayat yang pertama.Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar."(QS. Al-Aḥzāb: 70)Ayat-ayat yang memerintahkan kepada takwa sangatlah banyak dan populer.Allah -Ta'ālḥ- juga berfirman,"Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka."(QS. Aṭ-Ṭalāq: 2-3)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqān (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu, dan Allah memiliki karunia yang besar."(QS. Al-Anfāl: 29)Ayat-ayat tentang bab ini juga sangat banyak dan populer.

Kosa Kata Asing:

Takwa adalah seseorang melakukan apa yang akan melindunginya dari azab Allah -'Azza wa Jalla-; yaitu dengan melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Seseorang berusaha dengan amal perbuatannya untuk menyempurnakan ketakwaan sesuai dengan kadar kemampuan yang dimilikinya, karena Allah tidak membebani seseorang kecuali yang dia mampu.

2) Di antara buah takwa adalah dihilangkan kesusahan, dilapangkan rezeki, dihapuskan kesalahan, dan diampunikan dosa.

3) Takwa adalah cahaya bagi orang beriman untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan, yang mudarat dan manfaat, dan antara sunnah dan bidah.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini adalah:

1/69- Pertama: Hadis dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia bercerita, bahwa ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia paling mulia?" Beliau menjawab, "Yaitu orang yang paling bertakwa di antara mereka." Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan." Beliau bersabda, "Kalau begitu, manusia yang paling mulia adalah Nabi Allah Yusuf putra dari Nabi Allah (Ya'qūb), putra dari Nabi Allah (Isḥāq), putra dari kekasih Allah (Ibrahim)" Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan." Beliau bersabda, "Apakah kalian bertanya kepadaku tentang orang-orang berkualitas dari kalangan Bangsa Arab? Sesungguhnya orang-orang terbaik dari mereka di masa jahiliah adalah orang-orang yang terbaik di masa Islam jika mereka memahami (Islam)."(Muttafaq ‘Alaih)

فَقُهُوْا (faquhū) -dengan mendamahkan "qāf" sebagaimana yang populer, dan konon dikasrahkan-, artinya: mereka memahami hukum-hukum agama.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kemuliaan seseorang hanya didapatkan dengan bertakwa kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Menjelaskan keutamaan Nabi Yusuf -'alaihi aṣ-ṣalātu was-salām-, karena dia telah megumpulkan akhlak-akhlak yang mulia di samping kemuliaan kenabian, nasab, dan ilmu.

3) Menjelaskan keutamaan ilmu, bahwa ilmu lebih afdal dari nasab, kedudukan, jabatan, dan harta benda.

2/70- Kedua: Hadis dari Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya dunia itu manis nan hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, dan Allah melihat apa yang kalian lakukan. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia, dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama pada Bani Israil adalah dalam masalah wanita."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مُسْتَخْلِفُكُمْ (mustakhlifukum): menjadikan kalian sebagai khalifah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap zuhud kepada dunia dan tidak mengejar harta kekayaannya, tetapi menjadikannya sebagai bekal menuju akhirat. Ia hendaknya mengambil bagian rezekinya di dunia sembari mengharapkan kehidupan akhirat.

2) Waspada terhadap fitnah dunia secara umum, khususnya perempuan, karena mereka adalah fitnah dunia yang paling besar dan paling berat.

3/71- Ketiga: Hadis dari Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Permohonan hamba kepada Rabb -'Azza wa Jalla- agar memperbaiki keadaan dunia dan agamanya termasuk merupakan tanda adanya taufik.

2) Menjelaskan keutamaan doa yang penuh berkah ini; karena itu doa ini termasuk di antara doa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Jadi, memohon hidayah (petunjuk), istikamah di atas ketakwaan, disertai sikap rida pada pembagian Allah -Ta'ālā-, dan tidak mengejar apa yang ada di tangan orang lain merupakan doa yang paling agung.

Peringatan:

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memohon kepada Rabb-nya petunjuk, ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan; beliau tidak mampu mendatangkan sendiri manfaat untuk dirinya dan tidak juga menghilangkan mudarat, karena yang menguasai itu hanyalah Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.Hal ini mementahkan keyakinan rusak pada orang-orang yang bergantung kepada wali dan orang saleh dalam mewujudkan manfaat maupun menolak mudarat. Karena orang-orang yang dimintai itu sendiri tidak memiliki apa-apa. Maka seorang hamba tidak boleh menggantungkan hatinya kepada selain Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.4/72- Keempat: Hadis dari Abu Ṭarīf 'Adiy bin Ḥātim Aṭ-Ṭā`iy -raḍiyallāhu 'anhu- , dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersumpah dengan suatu sumpah lalu dia melihat ada hal lain yang lebih bernilai takwa kepada Allah, hendaknya ia mengambil yang lebih kepada ketakwaan itu."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seseorang bersumpah dengan nama Allah -Ta'ālā- pada sesuatu, kemudian dia melanggar sumpahnya itu, maka dia wajib menunaikan kafarat. Kecuali kalau dia menyertakan kata insya Allah dalam sumpahnya. Misalnya kita mengatakan: "Aku akan melakukan ini, insya Allah." Yang seperti ini tidak ada kafaratnya, walaupun dia melanggarnya.

2) Orang yang diberi taufik di antara hamba-hamba Allah adalah orang yang memilih untuk dirinya amal yang lebih bernilai takwa, yang akan mengangkat derajatnya pada hari Kiamat, lalu dia melakukannya.

5/73- Kelima: Hadis dari Abu Umāmah Ṣuday bin 'Ajlān Al-Bāhiliy -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah ketika Haji Wadak, beliau bersabda,"Bertakwalah kalian kepada Allah. Tunaikanlah kelima salat kalian, kerjakanlah puasa kalian di bulan (Ramadan), tunaikanlah zakat harta kalian, dan patuhilah para pemimpin kalian, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga Rabb kalian."(HR. Tirmizi di bagian akhir Kitab Aṣ-Ṣalāh, dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban melaksanakan rukun-rukun Islam; rukun-rukun itu bersama ketakwaan adalah jalan menuju surga.

2) Kewajiban mematuhi para pemimpin dan penguasa kaum muslimin, karena mematuhi mereka termasuk ketakwaan. Kecuali bila mereka memerintahkan kemaksiatan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, maka tidak ada ketaatan kepada mereka dalam maksiat, karena ketaatan hanya dalam kebaikan.

 7- BAB YAKIN DAN TAWAKAL

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu menambah keimanan dan kepasrahan mereka."(QS. Al-Aḥzāb: 22)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Yaitu) orang orang (yang menaati Allah dan Rasul) ketika ada orang yang mengatakan kepadanya, 'Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.' Ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.' Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridaan Allah. Dan sungguh Allah mempunyai karunia yang besar."(QS. Āli 'Imrān: 173-174)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bertawakallah kepada Allah Yang Mahahidup, Yang tidak mati."(QS. Al-Furqān: 58)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal."(QS. Ibrāhīm: 11)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah."(QS. Āli 'Imrān: 159)Ayat-ayat yang memerintahkan kepada sikap tawakal terdapat banyak dan makruf.Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi kecukupan kepadanya."(QS. Aṭ-Ṭalāq: 3)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal."(QS. Al-Anfāl: 2)Ayat-ayat yang berisikan keutamaan tawakal juga banyak dan makruf.

Kosa Kata Asing:

-Yakin adalah kekuatan iman dan keteguhan hati, sampai-sampai orang yang beriman seakan melihat langsung dengan mata kepalanya apa yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya disebabkan karena kesempurnaan yakin mereka.

-Tawakal adalah hamba bertumpu kepada Rabb-nya -'Azza wa Jalla- secara lahir dan batin untuk meraih manfaat dan menolak mudarat. Tawakal adalah buah dari sifat yakin.

Pelajaran dari Ayat:

1) Husnuzan kepada apa yang ada di sisi Allah -Ta'ālā- termasuk tanda iman yang benar.

2) Tawakal kepada Allah -Ta'ālā- secara benar termasuk sifat orang beriman.

3) Orang yang bertawakal kepada Allah akan diberi kecukupan oleh Allah, karena Dia tidak akan menyia-nyiakan orang yang berharap kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya:"Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya?!" (QS. Az-Zumar: 36)

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan ini:

1/74- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Umat-umat diperlihatkan kepadaku. Maka aku melihat ada nabi yang diikuti sekelompok kecil pengikut, ada nabi bersama satu dan dua pengikut, dan ada nabi tidak ada seorang pun pengikut bersamanya. Tiba-tiba ditampilkan kepadaku kelompok orang yang banyak, lalu aku mengira mereka itu umatku. Maka dikatakan, 'Ini adalah Musa bersama pengikutnya. Tetapi lihatlah ke ufuk itu.' Ternyata aku melihat ada kelompok orang dalam jumlah besar. Lalu dikatakan kepadaku, 'Lihatlah ke ufuk yang lain.' Dan ternyata ada kelompok orang dalam jumlah yang besar lagi. Dikatakan, 'Inilah umatmu. Bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa.'"Kemudian beliau bangkit dan masuk rumah. Orang-orang kemudian larut membicarakan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab tersebut. Sebagian mereka berkata, "Barangkali mereka adalah orang yang menyertai Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam." Sebagian yang lain berkata, "Barangkali mereka adalah orang yang lahir dalam Islam sehingga belum pernah berbuat kesyirikan kepada Allah sedikit pun." Mereka menyebutkan berbagai hal. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar menemui mereka seraya berkata, "Apa yang kalian perbincangkan?" Mereka pun mengabarkan beliau. Lalu beliau bersabda,"Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan ruqyah, tidak meminta dibacakan ruqyah, tidak melakukan taṭayyur (meyakini sial karena melihat atau mendengar sesuatu), dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka."Ukkāsyah bin Muḥṣin berdiri lalu berkata, "Berdoalah kepada Allah agar menjadikanku termasuk dari mereka." Beliau menjawab, "Ya. Engkau termasuk dari mereka." Lalu seorang laki-laki lain berdiri dan berkata, "Berdoalah kepada Allah agar menjadikanku termasuk dari mereka." Beliau menjawab,"Engkau telah didahului oleh 'Ukkāsyah."(Muttafaq ‘Alaih)الرُّهَيطُ (ar-ruhaiṭ) bentuk taṣgīr (sebutan untuk makna kecil) dari رَهط (rahṭun); yaitu sekelompok orang kurang dari sepuluh.الأفقُ (al-ufuq): arah dan sisi.عُكَّاشَةُ ('Ukkāsyah) -dengan mendamahkan "'ain", "kāf" tasydid, dan boleh tidak ditasydid, tetapi dengan tasydid lebih fasih.

Kosa Kata Asing:

سَوَادٌ عَظِيمٌ (sawādun 'aẓīm): kelompok orang yang banyak.

خَاضَ (khāḍa): berbicara.

لَا يَرْقُوْنَ (lā yarqūna): tidak melakukan ruqyah dengan membaca sesuatu untuk meminta perlindungan dari keburukan yang telah terjadi atau dikhawatirkan akan terjadi.

Redaksi ini: (لَا يَرْقُوْنَ), disebutkan oleh ulama hadis sebagai lafal yang syāż (daif), yaitu diriwayatkan secara sendiri oleh Muslim dan menyelisihi petunjuk Nabi yang telah sah berupa anjuran melakukan ruqyah untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain, baik secara ikhlas demi mendapatkan rida Allah -Ta'ālā- maupun dengan upah.

يَسْتَرْقُوْنَ (yastarqūna): minta dibacakan ruqyah oleh orang lain.

لَا يَتَطَيَّرُوْنَ (lā yataṭayyarūna): tidak melakukan taṭayyur, yakni meyakini adanya kesialan karena melihat atau mendengar burung dan lain sebagainya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kedudukan beliau; yaitu umat-umat dipaparkan dan diperlihatkan kepada beliau dan umat beliaulah yang paling besar di hari Kiamat.

2) Keutamaan tawakal dan berserah diri kepada Allah -Ta'ālā-. Dengan ini nyatalah kesesatan dan ketelantaran orang yang bertawakal dan bertumpu kepada makhluk dalam perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah -Ta'ālā- dalam meraih manfaat dan menolak mudarat.

3) Menggunakan kesempatan untuk memetik buah kebaikan, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat mulia, 'Ukkāsyah bin Miḥṣan -raḍiyallāhu 'anhu-.

4) Menjelaskan keutamaan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; maka siapa yang mengikuti jalan dan jejak mereka akan mendapat petunjuk, sedangkan yang menempuh selain jalan mereka akan tersesat dari petunjuk itu.

2/75- Kedua: Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berdoa,"Ya Allah! Hanya kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku kembali, dan dengan-Mu aku melawan. Ya Allah! Aku berlindung dengan kemuliaan-Mu. Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Engkau. Janganlah Engkau menyesatkanku. Engkau Yang Mahahidup yang tidak akan mati, sedangkan jin dan manusia pasti akan mati."(Muttafaq 'Alaih)

Ini adalah redaksi riwayat Muslim, sedangkan Bukhari meringkasnya.

Kosa Kata Asing:

إِلَيْكَ أنَبْتُ (ilaika anabtu): aku kembali beribadah menyembah-Mu dan menyambut apa yang mendekatkan kepada-Mu.

بِكَ خَاصَمْتُ (bika khāṣamtu): dengan pertolongan-Mu aku mendebat (melawan) musuh-musuh-Mu, demi mengharap rida-Mu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bertawakal hanya kepada Allah saja, karena hanya Allah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Hanya kepada Allah kita bertumpu, kita tidak bertumpu kepada makhluk yang lemah dari semua sisi. Kita semua butuh kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dan pertolongan-Nya.

2) Meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengucapkan kata-kata yang sempurna ini dalam berdoa, menasihati, dan berdakwah, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3/76- Ketiga: Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata,"Doa: Ḥasbunallāh wani'mal-wakīl (cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung),dibaca oleh Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika dilemparkan ke dalam api. Juga dibaca oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika mereka mengatakan,Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.' Ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.'"(HR. Bukhari)Juga dalam riwayat Bukhari yang lain dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- dia berkata,"Ucapan terakhir Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika dilemparkan ke dalam api: Ḥasbunallāh wani'mal-wakīl."

Pelajaran dari Hadis:

1) Bertawakal kepada Allah adalah Sunnah semua nabi -'alaihim aṣ-ṣalātu was-salām-. Hendaklah mereka diteladani dalam berdoa dan bertawakal kepada Allah, karena mereka orang yang paling berat ujiannya.

2) Keutamaan bertawakal kepada Allah -Ta'ālā- dalam urusan-urusan sulit dan musibah.

Peringatan:

Sebagian orang-orang jahil yang menggantungkan hati mereka kepada selain Allah -Ta'ālā- ketika ditimpa musibah dan peristiwa-peristiwa berat, mereka meminta pertolongan kepada makhluk serta berdoa kepada selain Allah -'Azza wa Jalla- untuk menghilangkan perkara-perkara tersebut.Demi Allah! Hal ini adalah puncak kehinaan, dan ketika itu iman menjadi padam. Orang yang antusias agar iman tetap bersinar dalam hatinya berkewajiban untuk menggantung harapannya kepada Allah serta memutus harapannya dari makhluk.4/77- Keempat: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Akan ada segolongan orang masuk surga, hati mereka seperti hati burung."(HR. Muslim)

Ada ulama berpendapat, bahwa maksudnya adalah mereka yang bertawakal. Ulama lain mengatakan, maksudnya adalah mereka yang berhati lembut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bertawakal kepada Allah dan berhati lembut termasuk sebab masuk surga dan meraih nikmat-nikmatnya.

2) Menjelasakan karakter penduduk surga; yaitu semua yang memiliki hati lembut dan jernih.

5/78- Kelima: Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia pernah berperang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ke arah Najd. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kembali, beliau kembali bersama mereka. Mereka mendapatkan waktu qailūlah (istirahat siang) di sebuah lembah yang banyak memiliki pohon besar berduri. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para sahabat berpencar mencari tempat teduh di bawah pohon. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beristirahat di bawah pohon Samurah dan menggantung pedangnya di sana. Kami pun tidur sejenak. Tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyeru kami, dan ternyata di samping beliau ada seorang badui. Beliau berkata,"Sungguh, orang ini telah menghunus pedangku untuk mencelakaiku saat aku tidur. Aku bangun sedang pedang itu terhunus di tangannya. Ia berkata, 'Siapa yang bisa melindungimu dariku?' Aku menjawab, 'Allah,' (sebanyak tiga kali)."Beliau tidak menghukum laki-laki tersebut, lalu beliau duduk.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain, Jābir bercerita, "Kami bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada perang Żātur-Riqā'. Ketika mendapatkan pohon yang memiliki rindang, kami membiarkannya untuk tempat berteduh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lalu datang seorang laki-laki musyrik sementara pedang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- digantung pada pohon itu. Maka dia menghunusnya seraya berkata, 'Anda takut kepadaku?' Beliau menjawab, 'Tidak.' Dia bertanya, 'Siapa yang bisa melindungimu dariku.' Beliau menjawab, 'Allah.'"

Dalam riwayat Abu Bakr Al-Ismā'īliy di Kitab Ṣaḥīḥ-nya, laki-laki itu berkata, "Siapakah yang akan melindungimu dariku?" Beliau menjawab, "Allah." Jabir bercerita, Tiba-tiba pedang itu lepas dari tangannya. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil pedang itu seraya bersabda, "Siapa yang akan melindungimu dariku?" Dia berkata, "Jadilah sebaik-baik orang yang membalas." Nabi bertanya, "Apakah kamu bersyahadat lā ilāha illallāh dan Muḥammad rasūlullāh?" Dia menjawab, "Tidak. Tetapi aku berjanji padamu tidak akan memerangimu. Juga aku tidak akan bergabung bersama orang-orang yang memerangimu." Maka Rasulullah membebaskannya. Lalu orang itu mendatangi teman-temannya dan berkata, "Aku datang kepada kalian dari manusia terbaik (Rasulullah)."

Ucapan Jabir (قَفَلَ), maksudnya: pulang.(الْعِضَاهُ): pohon yang berduri.السَّمُرَةُ, dengan memfatahkan "sīn" serta mendamahkan "mīm", yaitu pohon berduri yang besar.اِخْتَرَطَ السَّيْفَ: menghunus pedang.Sementara pedang itu ada di tangannya (صَلْتاً), yaitu terhunus.

Kosa Kata Asing:

القائلة (al-qā`ilah): waktu tidur siang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Buah tawakal kepada Allah -Ta'ālā- dalam menghilangkan keburukan dan kesusahan.

2) Menampakkan sifat pemaaf Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, akhlak mulia dan sikap beliau yang tidak membalas dendam untuk kepentingan dirinya. Juga visi beliau yang jauh ke depan serta cara beliau yang bagus dalam menarik hati untuk kepada kebenaran. Maka, kita wajib meneladani Sunnah beliau dan mengikuti petunjuk beliau, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Sungguh, telah ada teladan yang baik bagi kalian pada diri Rasulullah."6/79- Keenam: Umar -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung; yaitu dia pergi pagi dalam keadaan perutnya kosong dan pulang sore hari dalam keadaan buncit (kenyang)."(HR. Tirmizi)Dia berkata, "Hadisnya hasan."

Maksudnya, burung itu pergi di awal hari dalam keadaan perut kosong, yaitu kempis karena lapar, lalu dia akan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Melakukan berbagai cara dan usaha halal demi mendapatkan rezeki termasuk bukti kuatnya tawakal kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Hakikat tawakal adalah bersandarnya hati serta penyerahan segala urusan kita dengan penuh jujur dan yakin kepada Allah.

7/80- Ketujuh: Abu 'Umārah Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai si polan! Bila engkau pergi ke tempat tidurmu, maka bacalah doa: 'Allāhumma aslamtu nafsī ilaika, wa wajjahtu wajhī ilaika, wa fawwaḍtu amrī ilaika, wa alja`tu ẓahrī ilaika, rahbatan wa ragbatan ilaika, lā malja`a wa lā manjā minka illā ilaika, āmantu bi kitābikallażī anzalta, wa bi nabiyyikallażī arsalta' (Ya Allah! Aku serahkan diriku kepada-Mu. Aku hadapkan wajahku kepada-Mu. Aku serahkan urusanku kepada-Mu. Aku sandarkan punggungku kepada-Mu. Karena penuh harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tidak pula menyelamatkan diri dari diri-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada Kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus) Bila engkau meninggal malam itu, niscaya engkau meninggal di atas fitrah (Islam). Dan bila engkau selamat memasuki pagi hari, engkau akan mendapatkan kebaikan."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain di Aṣ-Ṣaḥīḥain, dari Al-Barā` dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berkata kepadaku,"Bila engkau hendak pergi ke tempat tidurmu, maka berwudulah seperti engkau berwudu untuk salat. Kemudian berbaringlah ke sisi kananmu, dan bacalah: (beliau menyebutkan doa yang semisal di atas)." Kemudian beliau berkata, "Jadikanlah bacaan-bacaan itu sebagai akhir bacaanmu."

Pelajaran dari Hadis:

1) Sifat orang beriman adalah mereka bersandar kepada Allah -Ta'ālā- dalam semua keadaan.

2) Memperbaharui perjanjian bersama Allah -'Azza wa Jalla- setiap malam serta memperkuat makna keimanan secara ucapan dan perbuatan.

3) Anjuran tidur dalam keadaan suci serta menjadikan bacaan-bacaan ini sebagai zikir yang terakhir.

8/81- Kedelapan: Hadis dari Abu Bakr Aṣ-Ṣiddīq Abdullah bin Usman bin 'Āmir bin Umar bin Ka'ab bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu`ai bin Gālib Al-Qurasyiy At-Taimiy -raḍiyallāhu 'anhu- (dia, ayahnya, dan ibunya adalah sahabat semua -raḍiyallāhu 'anhum-). Dia mengisahkan, Aku melihat kaki orang-orang musyrikin sementara kami ada di dalam gua itu; mereka di atas kepala kami. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Sekiranya salah satu mereka melihat ke bawah kakinya, niscaya dia akan melihat kita." Beliau lalu bersabda,"Wahai Abu Bakr! Apa yang engkau bayangkan pada dua orang, sedang yang ketiganya adalah Allah?"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tawakal Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang sempurna serta keyakinan beliau kepada Allah -'Azza wa Jalla- yang sangat kuat.

2) Kewajiban hamba agar senantiasa mendidik diri untuk bertawakal secara utuh kepada Allah -Ta'ālā-. Inilah yang akan melahirkan rasa yakin dalam dirinya, dan hal itu jika telah masuk ke dalam hati maka dia tidak lagi takut kecuali kepada Allah -'Azza wa Jalla-. Dia akan mengucapkan serta mengerjakan kebenaran, tidak takut dalam menjalankan agama Allah terhadap celaan orang yang mencela.

3) Menjelaskan keutamaan Abu Bakr Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu-. Dia sahabat yang paling afdal setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Allah -'Azza wa Jalla- telah memilihnya untuk menyertai Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta memujinya dalam ayat-ayat yang akan terus dibaca hingga hari Kiamat.

9/82- Kesembilan: Hadis dari Ummul-Mu`minīn, Ummu Salamah, nama beliau Hindun binti Abi Umayyah Ḥużaifah Al-Makhzūmiyyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila keluar rumah selalu membaca:"Bismillāhi tawakkaltu 'alallāh. Allāhumma innī a'ūżu bika an aḍilla aw uḍalla aw azilla aw uzalla aw aẓlima aw uẓlama aw ajhalu aw yujhalu 'alayya" (Dengan menyebut nama Allah. Aku bertawakal kepada Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu agar tidak tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, berbuat zalim atau dizalimi, dan berbuat yang jahil atau dijahili).(Hadis sahih riwayat Abu Daud, Tirmizi, dan lainnya dengan sanad yang sahih.Tirmidzi berkata, "Hadisnya hasan sahih", dan ini adalah redaksi riwayat Abu Daud)10/83- Kesepuluh: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengucapkan -maksudnya ketika keluar rumah-, 'Bismillāhi tawakkaltu 'alallāhi, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh (Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah dan tidak ada daya serta kekuatan selain dengan pertolongan Allah),' maka dikatakan kepadanya, 'Engkau telah diberi petunjuk, telah dicukupi, dan telah dijaga.' Serta setan pun menjauh darinya."(HR. Abu Daud, Tirmizi, An-Nasā`iy, dan lainnya.Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan")Dalam riwayat Abu Daud ada tambahan:"... lalu dia berkata -maksudnya setan kepada setan yang lain-, 'Bagaimana mungkin engkau mengganggunya sedang dia telah diberi petunjuk, telah dicukupi, dan telah dijaga?!'"

Kosa Kata Asing:

أَضِل (aḍill): aku menjadi sebab orang lain tersesat dari jalan yang lurus.

أضَل (uḍall): aku tersesat dari jalan yang lurus.

أَزِل (azill): aku melakukan kesalahan.

أَجْهَل (ajhal): aku melakukan perbuatan jahil.

يُجْهَل عَلَيَّ (yujhal 'alayya): seseorang berbuat jahil kepadaku.

وُقِيْتَ (wuqīta): engkau telah dijaga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Terus bertawakal kepada Allah -Ta'ālā-, berlindung, serta berdoa kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat dan menolak mudarat.

2) Kewajiban hamba agar membentengi dirinya dengan zikir-zikir yang disyariatkan, yang telah diajarkan kepada kita oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian meninggalkan zikir-zikir yang dibuat-buat oleh manusia. Karena mengikuti apa yang disyariatkan akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan.

Peringatan:

Tidak mungkin bagi seseorang untuk merutinkan zikir-zikir yang dicontohkan oleh Nabi kecuali bila dia mengetahuinya. Jadi, harus ada ilmu sebelum berucap dan berbuat. Maka kita wajib mempelajari syariat yang telah diturunkan oleh Allah kepada kita, lalu merasa senang dan mencukupkan diri dengannya, dan meninggalkan zikir-zikir bidah yang merupakan syariat yang telah diubah:

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran."(QS. Al-A'rāf: 3)11/84- Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ada dua orang bersaudara pada masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Salah satunya selalu datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- (untuk belajar), dan yang lainnya bekerja. Lantas yang bekerja itu mengadukan saudaranya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka beliau bersabda,Bisa jadi kamu diberi rezeki karenanya.'"(HR. Tirmidzi dengan sanad yang sahih sesuai syarat Imam Muslim)

يَحْتَرِفُ (yaḥtarif): bekerja dan berusaha.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar membantu orang-orang berilmu dan para penuntut ilmu.

2) Berinfak kepada penuntut ilmu termasuk kunci rezeki.

3) Anjuran agar membantu sebagian masyarakat untuk menuntut ilmu dan mendalami agama.

 8-BAB ISTIKAMAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka tetaplah engkau (Muhammad di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu."(QS. Hūd: 112)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami adalah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.' Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Fuṣṣilat: 30-32)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, 'Tuhan kami adalah Allah', kemudian mereka tetap istikamah, maka tidak ada rasa khawatir pada mereka, tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan."(QS. Al-Aḥqāf: 13-14)

Pelajaran dari Ayat:

1) Istikamah di atas agama Allah harus mengandung sikap moderat dalam segala hal; tidak berlebih dan tidak kurang, tidak juga bidah.

2) Adanya kabar gembira besar bagi orang-orang yang istikamah di dunia dan akhirat.

1/85- Abu 'Amr, dikatakan juga Abu 'Amrah, Sufyan bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Katakan kepadaku, tentang Islam, sebuah ucapan yang tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun selain engkau." Beliau bersabda,"Katakanlah! Aku beriman kepada Allah, lalu beristikamahlah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Iman tidak cukup dengan ucapan lisan saja, tetapi harus dibuktikan dengan mengerjakan amal saleh.

2) Istikamah tidak akan ada kecuali setelah beriman secara batin dan lahir.

2/86- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berusahalah mendekati yang benar, dan berusahalah tepat dengan kebenaran. Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak seorang pun dari kalian yang selamat karena amalnya semata."Mereka bertanya, "Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,"Tidak juga aku. Kecuali jika Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku."(HR. Muslim)الْمُقَارَبَةُ (mendekati kebenaran): bersikap pertengahan yang tidak mengandung sikap guluw (berlebihan) dan tidak juga lalai.السَّدَادُ (tepat dengan kebenaran): istikamah disertai kesesuaian dengan yang benar.يَتَغَمَّدَني: melimpahkan kepadaku.

Para ulama menerangkan, makna istikamah: melazimkan ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-. Mereka juga berkata, istikamah termasuk jawāmi'ul-kalim, yaitu tertatanya semua urusan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Beristikamah sesuai kemampuan; Allah tidak membebani seseorang kecuali yang dia mampu.

2) Seperti apa pun tingginya kedudukan dan kewalian seseorang, amalnya semata tidak akan bisa menyelamatkannya, melainkan amal tersebut adalah sebab untuk mendapatkan limpahan rahmat dari Allah serta keselamatan dari api neraka.

3) Seorang hamba tidak boleh ujub dengan diri dan amal perbuatannya, tetapi dia harus merendah kepada Allah -'Azza wa Jalla-, Rabb alam semesta.

4) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-; mereka orang yang paling antusias mencari ilmu, tidak ada sesuatu pun yang dibutuhkan dalam urusan agama kecuali mereka tanyakan dan laksanakan. Sebab itu, kita wajib mengikuti Sunnah mereka, meniti jejak mereka, mencermati kondisi dan keadaan mereka, lalu mengikuti mereka di dalamnya.

 9- BAB TAFAKUR TERHADAP KEAGUNGAN MAKHLUK ALLAH, KEFANAAN DUNIASERTA HURU-HARA AKHIRAT DAN SEMUA URUSAN KEDUANYA, DAN MENGENDALIKAN DIRI SERTAMEMBERSIHKAN DAN MENGARAHKANNYA KEPADA KEISTIKAMAHANAllah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu mencari kebenaran karena Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian agar kamu berpikir."(QS. Saba`: 46)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka."(QS. Āli 'Imrān: 190-191)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan? Dan bumi, bagaimana dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan."(QS. Al-Gāsyiyah: 17-21)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka apakah mereka tidak pernah mengadakan perjalanan di bumi, sehingga dapat memperhatikan ... ?"(QS. Muḥammad: 10)Ayat-ayat dalam bab ini sangatlah banyak.

Sedangkan dari hadis, yaitu hadis terdahulu: "Orang yang cerdas adalah yang mengintrospeksi dirinya."

Faedah:

Tafakur yaitu seseorang menggunakan pikirannya pada suatu perkara hingga sampai pada satu kesimpulan. Tafakur akan melahirkan ingat akhirat dan rasa takut kepada Allah.

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk bertafakur memikirkan amal saleh dan ketaatan yang dilakukan oleh hamba untuk mengetahui sejauh mana dia memanfaatkannya dan sejauh mana dia menghasilkan pahalanya serta hal itu diterima di sisi Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Anjuran untuk memikirkan keagungan makhluk-makhluk ciptaan Allah -'Azza wa Jalla-, karena hal itu akan melahirkan rasa takut dan ingat (zikir) kepada Allah -Ta'ālā- serta tambahan keyakinan terhadap janji dan ancaman-Nya. Juga akan melahirkan amal saleh disertai mengikhlaskan niat kepada Allah semata.

3) Merenungkan sifat-sifat hamba Allah yang ikhlas serta yang berzikir kepada-Nya dan yang memikirkan makhluk ciptaan-Nya.

4) Anjuran agar memperhatikan amal perbuatan yang bermanfaat di dunia dan akhirat serta mencela hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan, begitu juga tindakan menyibukkannya dengan angan-angan yang kosong dari amal perbuatan.

Betapa banyak orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan tidak peduli menyelisihi syariat Allah -Ta'ālā- demi maslahat dunia mereka. Maka, waspadalah dengan kewaspadaan yang tinggi agar tidak termasuk di antara mereka.

 10- BAB BERSEGERA MELAKUKAN KEBAIKAN

DAN MOTIVASI UNTUK ORANG YANG HENDAK MELAKUKAN KEBAIKAN AGAR BERSUNGGUH-SUNGGUH TANPA RAGU

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan."(QS. Al-Baqarah: 148)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabb-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa."(QS. Ali 'Imrān: 133)

Pelajaran dari Ayat:

1) Bersegera melakukan kebaikan dan tidak menunda-nunda amal saleh agar tidak terlambat.

2) Di antara sifat orang yang bertakwa adalah bersegera kepada negeri akhirat dan meraih rida Allah -'Azza wa Jalla- dengan beristigfar dan melakukan ketaatan.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini adalah:

1/87- Pertama: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,"Bersegeralah untuk beramal (saleh) sebelum datang berbagai fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap, di mana pada pagi hari seseorang beriman namun di sore hari ia menjadi kafir, dan pada sore hari ia beriman namun di pagi hari ia kafir, ia menjual agamanya dengan harta dunia."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

بَادِرُوا بالأَعْمَالِ: bersegeralah kepada amal saleh. عَرَض: harta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban berpegang teguh dengan agama serta bersegera melakukan amal saleh sebelum datang penghalang dan rintangan-rintangan.

2) Peringatan agar tidak jatuh dalam fitnah, karena fitnah akan mendatangkan bagi hamba keraguan dalam agama dan kelemahan iman.

3) Anjuran untuk berilmu dan beramal karena keduanya menjadi benteng pada zaman fitnah.

2/88- Kedua: Abu Sirwa'ah -boleh juga Abu Sarwa'ah- 'Uqbah bin Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku salat Asar di belakang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Madinah. Beliau kemudian bersalam dan tergesa-gesa bangkit. Beliau melangkahi para sahabat menuju kamar sebagian istrinya. Orang-orang pun merasa cemas melihat ketergesaan beliau. Lalu beliau kembali lagi kepada mereka dan melihat mereka keheranan akibat ketergesaan beliau. Beliau bersabda,"Aku teringat sebuah emas yang ada pada kami, dan aku tidak mau bila batang emas itu menahanku. Lantas Aku pun memerintahkan agar dibagikan."(HR. Bukhari)Dalam riwayat Bukhari yang lain:"Aku meninggalkan sebatang emas dari harta sedekah di rumah, dan aku tidak mau bila sampai menginapkannya (tidak dibagikan)."

التِّبْر (at-tibr): potongan emas atau perak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersegera melakukan kebaikan, menunaikan hak kepada yang berhak menerimanya serta tidak meremehkannya.

2) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk melakukan kebaikan serta bersegera untuk menunaikan amanah kepada pemiliknya. Maka ikutilah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berpegangteguhlah dengan Sunnah beliau. Karena kebaikan seluruhnya ada dalam petunjuk beliau, dan keburukan seluruhnya ada pada orang yang mengikuti hawa nafsunya.

3) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam mempelajari ucapan dan perbuatan Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam; ini termasuk keutamaan mereka.

3/89- Ketiga: Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada saat Perang Uhud, 'Kabarkan kepadaku, jika aku terbunuh, di manakah aku?' Beliau menjawab, 'Di Surga.' Maka laki-laki itu segera membuang kurma yang ada di tangannya, lalu berperang hingga gugur." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Semangat para sahabat -raḍiyallahu 'anhum- serta bersegeranya mereka melakukan amal saleh dan perhatian mereka kepada urusan agama dan akhirat mereka.

2) Kabar gembira bagi orang yang gugur di jalan Allah, yaitu dia dijanjikan surga.

3) Hal terpenting yang diperhatikan oleh seorang muslim adalah masa depannya di hari Kiamat, apakah ke surga atau neraka. Maka bersemangatlah kepada apa yang akan mendekatkanmu kepada surga dan menjauhkanmu dari neraka.

4/90- Keempat: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya bertanya, "Wahai Rasulullah! Sedekah apakah yang paling besar pahalanya?" Beliau bersabda,"Yaitu engkau bersedekah pada saat sehat dan kikir, saat engkau takut miskin dan berangan-angan kaya. Janganlah engkau menunda-nunda sedekah, hingga ketika nyawa telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, 'Untuk si polan sekian dan untuk si polan sekian, padahal harta itu telah (berpindah) menjadi hak si polan (ahli waris).'"(Muttafaq 'Alaih)الْحُلْقُوم (al-ḥulqūm): saluran nafas.الْمَرِيءُ (al-marī`): saluran makanan dan minuman.

Kosa Kata Asing:

الشّحّ (asy-syuḥḥ): pelit yang disertai rakus.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban hamba agar bersegera melakukan amal saleh sebelum kematian datang.

2) Sedekah ketika sehat lebih afdal daripada sedekah ketika sakit.

5/91- Kelima: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil sebuah pedang pada waktu perang Uhud, kemudian beliau bertanya, "Siapakah yang siap menerima pedang ini dariku?" Maka para sahabat menjulurkan tangan mereka, setiap orang di antara mereka berkata, "Aku. Aku." Beliau bertanya, "Siapakah yang siap mengambilnya dengan menunaikan haknya?" Maka orang-orang itu menarik diri. Lalu Abu Dujānah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku yang siap menerimanya dengan menunaikan haknya." Lantas dia mengambilnya, lalu membelah kepala orang-orang musyrik dengannya.(HR. Muslim)Nama Abu Dujānah: Simāk bin Kharsyah.Ucapan Anas: (أَحْجَمَ الْقَوْمُ), maksudnya mereka diam.(فَلَقَ بهِ): membelah.هَامَ الْمُشْرِكينَ: kepala orang-orang musyrikin.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bagusnya kepemimpinan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sahabat-sahabat beliau; yaitu beliau tidak mengkhususkan pedang tersebut kepada salah satu mereka, tetapi beliau menjadikan perkara tersebut sebagai ajang perlombaan bagi semua sahabat, hingga beliau menemukan laki-laki yang tepat pada tempat yang tepat.

2) Menjelaskan keberanian Abu Dujānah -raḍiyallāhu 'anhu- serta pengorbanan dan ketulusannya ketika berjihad.

3) Seorang hamba seharusnya tidak bersikap malas atau menganggap amalan ibadah sulit dilakukan, tetapi hendaklah dia memohon pertolongan kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, dan bersegera melakukan kebaikan tanpa ada keraguan.

Peringatan:

Sikap para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- di sini tidak menunjukkan rasa takut atau pengecut. Mereka diam tidak mengambil pedang tersebut karena sifat warak mereka, yakni mereka khawatir tidak mampu memenuhi persyaratan mereka bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Hal ini, bila menunjukkan sesuatu maka dia menunjukkan sejauh mana sifat warak mereka serta sikap penghargaan terhadap janji dan hak nabi mereka -'alaihi aṣ-ṣalātu was-salām-.6/92- Keenam: Az-Zubair bin 'Adiy mengabarkan, Kami datang kepada Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- lalu mengeluhkan kekejaman yang kami hadapi dari Al-Ḥajjāj, maka dia berkata,"Bersabarlah! Sungguh, tidaklah datang kepada kalian suatu zaman melainkan yang setelahnya lebih buruk darinya, hingga kalian berjumpa dengan Tuhan kalian.Aku telah mendengar itu dari nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bersabar terhadap para penguasa sekalipun mereka berbuat zalim dan lalim.

2) Melakukan ketaatan ketika masa fitnah, karena ketaatan akan menjadi benteng dari fitnah-fitnah tersebut.

Peringatan:

Pengarahan kepada manusia ketika masa fitnah adalah menjadi tugas para ulama rabani. Orang beriman wajib meminta arahan para ulama yang mereka tetapkan dalam masalah fitnah dan persoalan kontemporer. Karena merekalah yang paling paham tentang agama, realitas, dan keadaan manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil-Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil-Amri)."(QS. An-Nisa`: 83)7/93- Ketujuh: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Bersegeralah melakukan amal saleh sebelum datang tujuh perkara. Apakah kalian mesti menunggu kemiskinan yang dapat melupakan, kecukupan yang dapat berakibat melampaui batas, sakit yang dapat merusak, usia tua yang melemahkan, kematian yang menyergap tiba-tiba, Dajal yang merupakan seburuk-buruk makhluk gaib yang ditunggu, ataukah kiamat, padahal kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit!"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan") [4]

Kosa Kata Asing:

مُطْغِيًا (muṭgiyan): membawa pemiliknya untuk melampaui batas dalam dosa.

مُفْنِدًأ (mufnidan): mengakibatkan jatuh dalam ucapan yang menyimpang dari kebenaran.

مُجْهِزًا (mujhizan): mematikan dengan cepat. أَدْهَى (adhā): lebih besar keburukannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberi contoh dengan penghalang paling besar yang dapat memalingkan hamba dari kebaikan dan ketaatan, agar dia menghindarinya dan menyibukkan dirinya dengan yang bermanfaat baginya.

2) Memaksimalkan waktu sehat, waktu luang, dan saat sedikitnya fitnah dan kesibukan untuk memperbanyak ketaatan dan perbuatan baik.

3) Dajal adalah fitnah paling besar yang pernah diperingatkan oleh para nabi -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam-.

8/94- Kedelapan: Masih dari riwayat Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda ketika peristiwa perang Khaibar,"Sungguh aku akan menyerahkan bendera ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah akan memberikan kemenangan dengan tangannya."Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Belum pernah aku menginginkan kekuasaan kecuali hari itu. Aku menampakkan diri dengan harapan akan dipanggil untuk itu. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- dan menyerahkannya kepadanya. Beliau bersabda,"Berjalanlah. Jangan engkau menoleh hingga Allah memberimu kemenangan."Ali berjalan beberapa langkah, kemudian berhenti tetapi tidak menoleh. Lalu dia mengangkat suara, "Wahai Rasulullah! Atas dasar apa aku memerangi orang-orang itu?" Beliau menjawab,"Perangilah mereka hingga bersyahadat 'Lā ilāha illallāh, Muḥammad rasūlullāh'. Bila mereka telah melakukannya, mereka telah melindungi darah dan harta mereka kecuali dengan haknya, dan perhitangn hisab mereka di tangan Allah."(HR. Muslim)

(فَتَسَاوَرْت) maksudnya, aku melompat menampakkan diri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- tidak menginginkan kekuasaan karena beratnya tanggung jawab yang ada padanya.

2) Bersegera melaksanakan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- termasuk bersegera kepada kebaikan dan ketaatan.

3) Besarnya komitmen para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap wasiat-wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kesegeraan mereka melaksanakannya tanpa banyak bertanya dan melakukan interupsi.Kita wajib mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan penuh tunduk dan taat kepada Allah -'Azza wa Jalla- dalam hal itu serta meniti jalan dan jejak para sahabat bersama Al-Qur`ān dan Sunnah.Inilah kunci kesuksesan umat. Tidak akan baik urusan akhir umat ini kecuali dengan perkara yang menjadikan baik generasi pertama.

 11- BAB MUJĀHADAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik."(QS. Al-'Ankabūt: 69)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sembahlah Rabb-mu sampai ajal datang kepadamu."(QS. Al-Ḥijr: 99)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sebutlah nama Rabb-mu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati."(QS. Al-Muzzammil: 8)Maksudnya, beribadahlah kepada-Nya secara total.Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka siapa yang mengerjakan kebajikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."(QS. Az-Zalzalah: 7)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya."(QS. Al-Muzzammil: 20)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 273)Ayat-ayat dalam bab ini banyak dan masyhur.

Faedah:

Mujāhadah adalah mengerahkan usaha untuk memperbaiki diri dan memperbaiki orang lain.

- Memperbaiki diri, yaitu dengan mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan. Jalan untuk itu adalah ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

- Adapun memperbaiki orang lain adalah dengan berdakwah dan menjelaskan agama serta bersabar terhadap berbagai rintangan di dalamnya.

Adapun orang-orang yang ingkar dan melenceng dari agama, maka mujāhadah untuk melawan mereka ialah dengan pedang dan senjata untuk meredam keburukan mereka dan mengingatkan orang-orang yang semisal mereka.

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran meniti jalan jihad (perjuangan) karena hidayah bersama orang-orang yang berjuang (ber-mujāhadah):"Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami."(QS. Al-'Ankabūt: 69)

2) Siapa yang berbuat kebaikan akan menemukan balasannya, walaupun sedikit. Maka tidak boleh seseorang menganggap kecil kebaikan sekecil apa pun juga.

Adapun hadis-hadis tentang hal ini, yaitu:

1/95- Pertama: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -Ta'ālā- telah berfirman, "Siapa yang memusuhi wali-Ku, Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri dengan sesuatu yang lebih Aku sukai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku akan terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia pergunakan mendengar, sebagai penglihatannya yang ia pergunakan melihat, sebagai tangannya yang ia pergunakan berbuat, dan sebagai kakinya yang ia pergunakan berjalan. Jika dia meminta pada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika dia memohon perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya."(HR. Bukhari)آذَنْتُهُ (āżantuhu): aku mengumumkan perang kepadanya.اسْتَعَاذَنِي (ista'āżanī), diriwayatkan dengan "nūn" (ista'āżanī), dan juga dengan "bā`" (ista'āża bī)

Kosa Kata Asing:

وليّاً: wali, yaitu semua orang beriman dan bertakwa."Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa."(QS. Yūnus: 62-63)

اسْتَعَاذَنِي (ista'āżanī), berasal dari kata الاِسْتِعَاذَة (al-isti'āżah); meminta perlindungan kepada Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wali adalah yang mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā- dengan ibadah-ibadah yang wajib -terutama merealisasikan tauhid kepada Allah- kemudian memperbanyak ibadah sunah.

2) Menetapkan kewalian orang-orang beriman; yaitu Allah menjaga mereka, membimbing ucapan dan perbuatan mereka, dan membela mereka:"Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman."(QS. Al-Ḥajj: 38)

3) Ibadah yang wajib paling dicintai oleh Allah -Ta'ālā- untuk digunakan hamba mendekatkan diri kepada-Nya.

4) Mengerjakan ibadah sunah bersama melaksanakan yang wajib akan mendatangkan cinta Allah -Ta'ālā- kepada hamba.

Faedah Tambahan:

Firman Allah -Ta'ālā- dalam hadis qudsi di atas, "Maka apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia pergunakan mendengar, sebagai penglihatannya yang ia pergunakan melihat ..." dan seterusnya, telah ditafsirkan dalam riwayat lain, "... maka dengan-Ku dia mendengar dan dengan-Ku dia melihat."

Maksudnya: hamba tersebut di semua keadaannya selalu dalam ucapan dan perbuatan yang mendatangkan rida Allah -Ta'ālā-; dia tidak mendengar kecuali yang dicintai Allah, tidak melihat kecuali yang Allah izinkan untuk dilihat, dan tidak mengerjakan dengan tangan dan kakinya kecuali yang diperbolehkan dan sesuai syariat. Ketika itu, hamba ini termasuk di antara wali Allah.

2/96- Kedua: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hadis yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya -'Azza wa Jalla-, bahwa Allah berfirman,"Jika seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, niscaya Aku mendekatinya satu hasta. Jika dia mendekati-Ku satu hasta, niscaya Aku mendekatinya satu depa. Jika dia mendatangi-Ku dengan berjalan kaki, niscaya Aku mendatanginya dengan berlari kecil."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

فيمَا يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ: dalam hadis yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya; lafal ini berlaku dalam hadis qudsi (ilahi).

باعاً: sedepa; yaitu seukuran bentangan dua tangan ditambah badan antara keduanya.

هَرْوَلَة (harwalah): salah satu jenis lari yaitu mengandung percepatan langkah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -Ta'ālā- memuliakan hamba yang taat kepada-Nya, yaitu dengan memberikan pahala amal mereka serta melipatgandakannya.

2) Siapa yang tulus kepada Allah -Ta'ālā- di dalam ketaatan, akan dimudahkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- untuk menambah berbagai ibadah.

3/97- Ketiga: Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada dua nikmat yang banyak manusia terlena di dalamnya, yakni kesehatan dan waktu luang."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مَغْبُونٌ فِيهِمَا: terkalahkan di dalamnya, diambil dari kata (الغُبن), yaitu dijual dengan sekian kali lipat dari harganya atau dijual di bawah harga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib memanfaatkan nikmat sehat dan waktu luang dengan ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla- sesuai kemampuannya.

2) Nikmat-nikmat Allah bertingkat-tingkat. Di antara nikmat Allah yang paling besar kepada seorang hamba -setelah keimanan- adalah nikmat sehat dan luangnya waktu dari berbagai kesibukan.

3) Membalas nikmat Allah -'Azza wa Jalla- dengan ketaatan dan syukur merupakan sebab terjaganya dan langgengnya nikmat tersebut; yaitu nikmat akan bertambah dengan disyukuri.

4/98- Keempat: Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan salat malam sampai kedua kakinya bengkak. Aku pun bertanya, "Wahai Rasulullah! Kenapa engkau lakukan sampai seperti ini, padahal telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?" Beliau menjawab, "Tidak bolehkah aku senang bila menjadi hamba yang bersyukur?"(Muttafaq ‘Alaih)Ini adalah redaksi riwayat Bukhari. Ada riwayat yang semisal dalam Aṣ-Ṣāḥīḥain dari Al-Mugīrah bin Syu'bah.

Kosa Kata Asing:

تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ: kedua kakinya bengkak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersyukur ialah melakukan ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-, di antaranya syukur dalam bentuk perbuatan dengan beribadah kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Di antara keistimewaan Rasul -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- adalah bahwa Allah telah mengampuni dosa beliau yang terdahulu dan yang akan datang.

3) Keutamaan salat malam disertai dengan berdiri lama, keduanya termasuk ibadah yang paling dicintai Allah.

5/99- Kelima: Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dahulu, apabila masuk sepuluh malam terakhir (bulan Ramadan) beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, serta bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikatan sarung."(Muttafaq 'Alaih)Maksudnya: sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.(الْمِئْزَرُ) artinya sarung; yaitu kiasan untuk menjauhi istri.Konon, maksudnya menyingsingkan sarung untuk beribadah. Dikatakan: شَدَدْتُ لِهذَا الأَمْرِ مِئْزَرِي, maksudnya aku menyingsingkan sarung untuk perkara ini serta konsentrasi kepadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sepuluh malam terakhir Ramadan, yaitu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memperhatikannya dan menghidupkan malamnya karena di dalamnya terdapat lailatulkadar.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah beliau tidak beribadah dalam satu malam penuh kecuali di sepuluh malam terakhir Ramadan.

3) Orang yang beriktikaf tidak boleh menggauli istrinya ketika iktikaf.

4) Seorang hamba wajib melakukan mujāhadah melawan kelalaian dirinya pada waktu-waktu yang utama supaya ia bisa mengisi seluruhnya dengan ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-, karena waktu-waktu itu adalah kesempatan untuk "bisnis yang menguntungkan" serta meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

6/100- Keenam: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, meskipun masing-masing memiliki sisi kebaikan. Maka fokuslah kepada apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah! Jika ada sesuatu yang menimpamu, maka jangan katakan, 'Andai aku melakukan ini itu, tentu hasilnya seperti ini.' Tetapi ucapkanlah, 'Telah ditetapkan oleh Allah. Apa yang Allah kehendaki, maka Dia melakukannya.' Karena kata-kata 'andai' bisa membuka peluang untuk setan."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

Orang mukmin yang kuat, maksudnya kuat dalam iman dan banyak ketaatan.

Orang mukmin yang lemah, maksudnya lemah dalam iman dan sedikit ketaatan.

Jangan lemah; lemah maksudnya tidak mampu melakukan kebaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Upaya kuat orang beriman untuk meningkatkan iman dan melakukan ketaatan serta meninggalkan yang haram.

2) Orang yang berakal (yaitu yang menerima wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) akan bersemangat pada sesuatu yang bermanfaat baginya di dalam agama dan dunianya serta meninggalkan semua yang tidak bermanfaat.

3) Anjuran untuk meminta pertolongan kepada Allah dalam semua urusan, sekalipun pada sesuatu yang kecil. Dengan meminta pertolongan akan hilang sifat ketidakmampuan.

4) Di antara petunjuk Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah agar seseorang menyelesaikan amalannya dan tidak malas serta harus memulai dari yang paling penting kemudian yang lain.

5) Beriman kepada takdir disertai kewajiban rida, karena segala sesuatu terjadi dengan ketetapan dan takdir.

Faedah Tambahan:

Sabda Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, "Fokuslah pada apa yang bermanfaat bagimu" adalah dalil kaidah mengedepankan manfaat yang paling besar atas manfaat yang kurang besar.Di antaranya, bila terjadi kontradiksi antara manfaat agama dan manfaat dunia, maka manfaat agama didahulukan. Karena ketika agama baik, maka dunia akan ikut baik bersamanya, sedangkan dunia tidak akan bagus bila disertai kerusakan agama.7/101- Ketujuh: Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,"Neraka itu dikelilingi dengan syahwat (sesuatu yang disukai) dan surga dikelilingi dengan sesuatu yang tidak disukai."(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim, dengan menggunakan lafal "حُفَّتْ" (ḥuffat) sebagai ganti lafal "حُجِبَتْ" (ḥujibat). Lafal ini semakna dengannya. Yaitu antara dia dengan neraka dan surga dihalangi dengan penghalang ini, bila dia melakukannya maka dia akan memasukinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Syahwat yang diharamkan adalah salah satu pintu masuk neraka, yaitu memperturutkan hawa nafsu pada sesuatu yang menyelisihi agama.

2) Perkara-perkara yang tidak disukai adalah sebab meraih kemuliaan dan masuk surga.

3) Apabila seorang hamba melakukan mujāhadah melawan diri di dalam ketaatan kepada Allah maka dia akan mencintai ketaatan tersebut dan akan terbiasa dengannya.

8/102- Kedelapan: Abu Abdirrahman Hużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhumā- bercerita, "Suatu malam aku salat bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau memulai dengan bacaan Al-Baqarah. Dalam hati aku bergumam, 'Mungkin beliau akan rukuk kalau sudah seratus ayat.' Ternyata beliau meneruskan bacaannya. Dalam hati aku bergumam, 'Mungkin beliau akan membaca Surah Al-Baqarah dalam satu rakaat.' Beliau meneruskan bacaannya. Dalam hati aku berkata, 'Beliau akan rukuk setelahnya.' Selanjutnya beliau membaca Surah An-Nisā` dan beliau membacanya sampai selesai. Setelah itu beliau membaca Surah Āli 'Imrān dan beliau membacanya sampai selesai. Beliau membaca dengan bacaan perlahan (tartil). Jika melewati ayat yang mengandung tasbih, beliau pun bertasbih. Jika melewati ayat yang menyuruh memohon, beliau pun memohon. Jika melewati ayat yang menyuruh untuk memohon perlindungan, beliau pun memohon perlindungan. Setelah itu beliau rukuk dan membaca, 'Subḥāna Rabbiyal-'Aẓīm' (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung) Lama rukuk beliau hampir sama dengan lama berdirinya. Lantas beliau mengucapkan, 'Sami'allāhu liman Ḥamidah. Rabbanā Lakal-Ḥamdu' (Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Wahai Tuhan kami, hanya bagi-Mulah segala pujian) Selanjutnya beliau berdiri lama hampir sama lamanya dengan rukuk. Lalu beliau bersujud dan membaca, 'Subḥāna Rabbiyal-A'lā' (Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi) Lama sujud beliau hampir sama dengan lama berdirinya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مُتَرَسِّلًا (mutarassilan): tidak terburu-buru, yaitu perlahan secara tartil hingga setiap huruf jelas dan diberikan haknya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beramal layaknya amalan orang yang berjuang, yaitu yang berjuang melawan dirinya untuk melakukan ketaatan.

2) Diperbolehkan kadang-kadang melakukan salat malam secara berjemaah, tanpa direncanakan dan tanpa terus-menerus. Adapun di bulan Ramadan, maka disunahkan agar orang-orang salat secara berjemaah.

3) Orang yang salat seharusnya menggabungkan antara zikir, doa, dan tadabur; ia hendaknya memohon rahmat ketika membaca ayat yang mengandung rahmat, memohon perlindungan ketika membaca ayat yang mengandung ancaman dan azab, dan bertasbih ketika membaca ayat yang mengandung tasbih.

4) Keutamaan lamanya berdiri dalam salat malam, dan ini bagian dari mujāhadah (kesungguhan) melawan diri di jalan Allah -Ta'ālā-.

9/103- Kesembilan: Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Suatu malam aku salat bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau terus berdiri (lama) sampai aku bermaksud untuk melakukan sesuatu yang jelek." Ibnu Mas'ūd ditanya, "Apa yang hendak engkau lakukan?" Ia menjawab, "Aku bermaksud untuk duduk dan meninggalkan beliau." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

(هَمَمْت) berasal dari kata (الهَمّ بالشيء), yaitu berkeinginan kuat melakukan sesuatu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Termasuk sunah bila seseorang melakukan salat malam dan memanjangkan durasi berdirinya.

2) Berdiri lama untuk beribadah di malam hari termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; maka siapa yang berniat untuk mujāhadah melawan kemalasan diri untuk salat malam, hendaklah dia mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

10/104- Kesepuluh: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,“Orang yang wafat akan diikuti oleh tiga hal; keluarganya, hartanya, dan amalnya. Dua akan pulang kembali, dan yang satu akan tinggal (bersamanya). Keluarga dan hartanya akan kembali pulang, dan yang tinggal adalah amalnya."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seharusnya seorang hamba bersemangat melakukan amal saleh, karena amal salehlah yang merupakan harta tabungan yang kekal.

2) Anjuran agar orang beriman bersungguh-sungguh dalam ketaatan, agar dia memiliki amal saleh yang akan menemaninya di dalam kuburnya.

Faedah Tambahan:

Korelasi antara hadis ini dengan Bab Mujāhadah, bahwa banyaknya amal saleh menuntut jihad melawan diri. Seorang hamba akan senantiasa merutinkan ketaatan hingga ketaatan itu menjadi kebiasaannya dan mengangkatnya ke derajat yang mulia.

11/105- Kesebelas: Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Surga itu lebih dekat kepada seseorang dari kalian daripada tali sendalnya. Neraka juga seperti itu."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

شِرَاكِ نعله (syirāk na'lihi): tali sendal yang terletak di atas telapak kaki; dijadikan sebagai perumpamaan dari sisi kedekatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba kadang berbicara dengan satu kata, atau melakukan satu perbuatan yang diridai oleh Allah, dia tidak menyangka besarnya efek positifnya, tapi ternyata mengantarkannya kepada surga An-Na'īm.

Sebaliknya, dia kadang berbicara dengan satu kata, atau melakukan satu perbuatan yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka besarnya efek negatifnya, tapi ternyata mengantarkannya kepada neraka Jahīm.

2) Memberi contoh ketika mengajar lebih meresap dalam diri dan lebih mudah dipahami.

12/106- Kedua belas: Abu Firās Rabī'ah bin Ka'ab Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- (pembantu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan termasuk Ahli Sufah) berkata,Aku pernah bermalam bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian aku membawakan air wudu dan kebutuhan beliau. Lantas beliau berkata, "Mintalah sesuatu kepadaku!" Aku Menjawab, "Aku minta kepadamu agar menemanimu di dalam surga." Beliau berkata, "Adakah yang lainnya?" Aku menjawab, "Permintaanku hanya itu." Beliau berkata, "Bantulah aku untuk mewujudkan permintaanmu itu dengan banyak sujud."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

Ahli Sufah ialah para tamu Islam, yaitu orang-orang yang berhijrah ke Madinah dan tidak memiliki tempat tinggal. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan mereka tempat tinggal di bagian belakang Masjid Nabawi.Jumlah mereka mencapai 80 orang. Kadang kurang dari itu. Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- membawakan untuk mereka makanan, susu, dan lainnya untuk bersedekah kepada mereka.

- الوَضُوْء (al-waḍū`), bermakna air yang digunakan berwudu. Sedangkan الوُضوء (al-wuḍū`), bermakna perbuatan berwudu.

- حَاجَتُه (ḥājatuhu): kebutuhan beliau seperti pakaian dan lainnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sahabat mulia ini serta ketinggian cita-citanya, yaitu dia meminta sesuatu yang merupakan perkara akhirat.

2) Keutamaan sujud dibandingkan gerakan-gerakan salat lainnya. Sebagaimana juga dalam hadis:"Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabb-nya adalah saat ia sujud."3) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak kuasa memasukkan seseorang ke dalam surga, karena itu beliau tidak bisa memberi jaminan surga kepada laki-laki ini padahal dia pembantu beliau dan orang yang sangat dekat dengan beliau.Hendaklah orang beriman waspada agar tidak bertumpu hanya kepada nasab, jabatan, dan kedudukan. Semua itu tidak bermanfaat jika tidak disertai dengan iman yang benar dan amal saleh.13/107- Ketiga belas: Abu Abdillah, juga dikatakan Abu Abdirrahman, Ṡaubān Maulā Rasulillāh -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaknya engkau memperbanyak sujud. Sungguh, tidaklah engkau melakukan sujud satu kali melainkan dengannya Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menggugurkan satu kesalahan darimu."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

عَلَيْكَ ('alaika): engkau hendaknya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sujud dalam salat dan memperbanyaknya adalah wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan merupakan bagian dari mujāhadah.

2) Dengan sujud akan terwujud bagi hamba dua faedah besar, yaitu; Allah mengangkatnya satu derajat dan menghapuskan darinya satu dosa.

14/108- Keempat belas: Abu Ṣafwān Abdullah bin Busr Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik manusia adalah yang berusia panjang dan amalnya baik."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnys hasan")بُسْر (busr), dengan mendamahkan "bā`".

Pelajaran dari Hadis:

1) Seharusnya seseorang berdoa kepada Allah agar menjadikannya orang yang panjang usia dan bagus perbuatannya.

2) Sebatas panjang usia bukanlah kebaikan bagi seseorang, kecuali jika amalnya bagus.

Faedah Tambahan:

Sebagian ulama menilai makruh hukumnya mendoakan panjang umur kepada seseorang jika tidak disertai doa kebaikan. Tetapi, harusnya dikatakan, "Semoga Allah memanjangkan umurmu di atas ketaatan kepada-Nya." Ummu Ḥabībah, istri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-pernah berdoa, "Ya Allah! Berilah aku kebahagiaan dengan memanjangkan umur suamiku Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, umur ayahku Abu Sufyān, dan umur saudaraku Mu'āwiyah." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Engkau telah meminta kepada Allah terkait ajal yang sudah ditentukan dan hari yang sudah dihitung serta rezeki yang telah dibagi; doamu tidak akan menyegerakan sesuatu sebelum waktunya maupun mengakhirkan sesuatu dari waktunya. Sekiranya engkau meminta kepada Allah agar dilindungi dari azab di neraka atau azab di kubur, tentu itu lebih baik dan lebih utama."(HR. Muslim)15/109- Kelima belas: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Pamanku, Anas bin An-Naḍr -raḍiyallāhu 'anhu- absen dari perang Badar. Lantas dia berkata, "Ya Rasulullah! Aku telah absen dari peperangan pertamamu melawan orang-orang musyrik. Sekiranya Allah menakdirkanku mengikuti perang melawan kaum musyrikin, niscaya Allah akan memperlihatkan apa yang aku perbuat." Anas melanjutkan, ketika perang Uhud terjadi, sebagian orang-orang Islam lari meninggalkan tempat mereka. Maka Anas bin An-Naḍr berkata, "Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang dilakukan oleh mereka itu (yakni rekan-rekannya), dan aku berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh mereka itu (yakni orang-orang musyrik)." Kemudian dia maju dan disambut oleh Sa'ad bin Mu'āż. Dia berkata, "Wahai Sa'ad bin Mu'āż! Demi Rabb-nya An-Naḍr! Di sanalah surga. Sungguh, aku mencium aroma surga di dekat Uhud." Sa'ad berkata, "Ya Rasulullah! Aku tidak mampu seperti yang dia lakukan!"Anas berkata, "Kami menemukan padanya ada delapan puluh sekian luka antara tebasan pedang, tusukan tombak, ataupun lemparan panah. Kami menemukannya telah terbunuh dan dicincang oleh orang-orang musyrik. Tidak ada yang dapat mengenalnya kecuali saudarinya melalui jari jemarinya."Anas berkata, "Kami meyakini atau menduga bahwa ayat ini turun menjelaskan keadaannya dan orang-orang yang semisalnya:"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah."(QS. Al-Aḥzāb: 23)(Muttafaq ‘Alaih)

Perkataannya: (لَيُرِيَنَّ الله), diriwayatkan dengan mendamahkan "yā`" dan mengkasrahkan "rā`". Maksudnya: Allah benar-benar akan memperlihatkannya kepada manusia. Juga diriwayatkan dengan memfatahkan keduanya. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

بِبَنَانِه (bi banānihi): dengan ujung jari jemarinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tekad seseorang untuk melakukan ketaatan dan kebaikan serta melakukan sebab-sebab yang membantu mewujudkannya.

2) Berlepas diri dari perbuatan orang-orang kafir dan pelaku maksiat adalah bukti benarnya iman seorang hamba.

3) Keutamaan sahabat Anas bin An-Naḍr -raḍiyallāhu 'anhu- karena kepahlawanannya di medan perang dan keberaniannya melawan orang-orang kafir.

4) Anjuran agar teguh bertahan di medan jihad sekalipun rekan-rekan mundur.

6/110- Keenam belas: Abu Mas'ūd 'Uqbah bin 'Amr Al-Anṣāriy Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ketika turun ayat perintah bersedekah, kami mengambil upah panggul. Datanglah seseorang lalu menyedekahkan sesuatu dalam jumlah banyak, mereka (orang-orang munafik) berkata, 'Ini orang yang ria (pamer).' Seorang yang lain datang lalu bersedekah satu ṣā', mereka berkata, 'Allah tidak membutuhkan satu ṣā' orang ini.' Maka turunlan ayat,"(Orang-orang munafik) yang mencela orang-orang beriman yang memberikan sedekah dengan sukarela dan yang (mencela) orang-orang yang hanya memperoleh sekadar kesanggupannya (untuk disedekahkan), maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan mereka akan mendapat azab yang pedih."(QS. At-Taubah: 79)(Muttafaq ‘Alaih)

نُحَامِلُ (nuḥāmil) dengan mendamahkan "nūn", yaitu sebagian kami mengambil upah panggul dan bersedekah dengannya.

Kosa Kata Asing:

- مُراءٍ (murā`), berasal dari kata المُرَاءاة (al-murā`āt), yaitu berbuat agar dilihat orang, sehingga dia mendapatkan manfaat duniawi dari mereka.

- صاع (ṣā'): satu ṣā', yaitu takaran empat mud. Sedangkan satu mud seukuran dua telapak tangan penuh, tidak dihamparkan ataupun digenggam.

- يَلۡمِزُونَ (yalmizūn): mencela.

- المُطّوعين (al-muṭṭawwi'īn): orang-orang yang beramal sukarela.

- جُهْدَهُم (juhdahum): kemampuan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban orang beriman bila datang sesuatu dari Allah -'Azza wa Jalla- dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, agar dia bersegera melakukan apa yang diwajibkan kepadanya berupa melaksanakan perintah ataupun menjauhi larangan. Sebagaimana sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melaksanakan perintah bersedekah sesuai kemampuan mereka.

2) Semangat para sahabat untuk berlomba kepada kebaikan serta berjihad melawan diri untuk itu. Ini bagian dari keutamaan mereka -raḍiyallāhu 'anhum-.

3) Allah -'Azza wa Jalla- akan membela orang-orang beriman, dan ini termasuk buah dari iman.

17/111- Ketujuh belas: Sa'īd bin 'Abdul-'Azīz meriwayatkan dari Rabī'ah bin Yazīd, dari Abu Idrīs Al-Khaulāniy, dari Abu Żarr Jundub bin Junādah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hadis yang beliau riwayatkan dari Allah -Tabāraka wa-Ta'ālā-, bahwa Allah berfirman,"Wahai hamba-hamba-Ku! Sesungguhnya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zalim dan perbuatan zalim itu pun Aku haramkan di antara kalian. Maka, janganlah kalian saling berbuat zalim!Wahai hamba-hamba-Ku! Kamu sekalian tersesat kecuali yang Aku beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu petunjuk.Wahai hamba-hambaKu! Kamu sekalian lapar kecuali yang Aku beri makan. Maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi kalian makan.Wahai hamba-hamba-Ku! Kamu sekalian tidak berpakaian kecuali yang Aku beri pakaian. Maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi kalian pakaian.Wahai hamba-hamba-Ku! Kamu sekalian senantiasa berbuat salah pada malam dan siang hari, sementara Aku mengampuni dosa semuanya. Maka mohonlah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian.Wahai hamba-hamba-Ku! Kamu sekalian tidak akan dapat menimpakan mara bahaya kepada-Ku, sehingga kalian melakukannya. Kamu sekalian juga tidak akan dapat memberikan manfaat kepada-Ku, sehingga kalian melakukannya.Wahai hamba-hamba-Ku! Seandainya orang-orang yang terdahulu dan yang belakangan serta manusia dan jin, semuanya bertakwa dengan tingkat ketakwaan orang yang paling bertakwa di antara kamu, hal itu sedikit pun tidak akan menambahkan kekuasaan-Ku.Wahai hamba-hamba-Ku! Seandainya orang-orang yang terdahulu dan yang belakangan serta manusia dan jin, semuanya berdosa dengan tingkat dosa orang yang paling berdosa di antara kamu, hal itu sedikit pun tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku.Wahai hamba-hamba-Ku! Seandainya orang-orang yang terdahulu dan yang belakangan serta semua jin dan manusia berkumpul di atas tanah lapang lalu semuanya memohon kepada-Ku dan masing-masing Aku penuhi permohonannya, hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada di sisi-Ku melainkan hanya seperti air yang berkurang oleh jarum ketika dimasukkan ke dalam lautan.Wahai hamba-hamba-Ku! Itu semua tidak lain adalah amal perbuatan kalian, Aku akan menghitungnya untuk kalian, kemudian Aku akan berikan balasannya secara sempurna kepada kalian. Siapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah dia memuji Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. Dan siapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah dia mencela kecuali dirinya sendiri."Sa'īd berkata, "Dahulu, bila Abu Idrīs meriwayatkan hadis ini, dia duduk berlutut." (HR. Muslim)

Juga telah diriwayatkan kepada kami dari Imam Ahmad bin Hanbal -raḥimahullāh-, bahwa dia berkata, "Tidak ada hadis yang lebih mulia yang dimiliki penduduk Syam daripada hadis ini."

Kosa Kata Asing:

صَعِيْد (ṣa'īd): satu tanah dan satu tempat.

المِخْيَط (al-mikhyaṭ): jarum.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ketergantungan hamba kepada Rabb mereka di semua kebutuhan agama dan dunia. Hidayah pada hati dan berbagai nikmat dunia seperti makanan, minuman, dan keperluan seluruhnya adalah karunia yang berasal dari Allah -Ta'ālā-.

2) Perbendaharaan Allah -Ta'ālā- melimpah, tidak akan berkurang oleh satu nafkah; maka hendaklah hamba bersungguh-sungguh dalam berdoa dengan penuh yakin terhadap kebaikan dari sisi Allah -Ta'ālā-. Sesungguhnya husnuzan kepada Allah -Ta'ālā- lebih baik bagi hamba.

3) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- mengharamkan diri-Nya dari sesuatu dan mewajibkan diri-Nya pada sesuatu; berdasarkan hikmah dan kesempurnaan ilmu-Nya.

4) Ilmu yang manfaat dan amal saleh adalah asupan bagi hati, sebagaimana makanan dan minuman asupan bagi badan.

5) Manusia akan diberi balasan sesuai amalnya; jika amalnya baik maka baiklah balasannya, dan jika buruk maka buruk pula balasannya.

6) Kewajiban seorang hamba agar berjihad melawan dirinya untuk mengerjakan kebaikan supaya mendapat pahalanya di dunia dan akhirat.

 12- BAB MOTIVASI MENINGKATKAN KEBAIKAN DI AKHIR USIA

Allah -Ta'ālā- berfirman,“Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan?!"(QS. Fāṭir: 37)Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- dan para ulama menjelaskan bahwa maknanya: bukankah Kami telah memanjangkan usia kalian 60 tahun? Juga dikuatkan oleh hadis yang akan kami sebutkan insya Allah.Konon, juga bermakna: delapan belas tahun.Dan konon: empat puluh tahun; sebagaimana dikatakan oleh Hasan Al-Baṣriy, Al-Kalbiy, dan Masrūq,dan juga telah dinukil dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-.Mereka juga menukilkan, bahwa penduduk Madinah bila telah berumur empat puluh tahun maka dia akan berkonsentrasi untuk beribadah. Ada juga yang mengatakan bahwa itu ketika usia balig.Firman Allah -Ta'ālā-: "Padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan"; dijelaskan oleh Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- dan jumhur ulama, bahwa dia adalah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Ada juga yang berpendapat bahwa maksudnya adalah uban, sebagaimana diterangkan oelh 'Ikrimah, Ibnu 'Uyainah, dan lainnya. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Ayat:

1) Yang menjadi ukuran dalam hidup adalah pada akhir umur, karena amal perbuatan tergantung penutupnya. Ada hadis sahih dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang akhir perkataannya (sebelum meninggal dunia): lā ilāha illallāh, maka dia akan masuk surga."(HR. Ahmad)

2) Seseorang harus memperbanyak amal saleh karena dia tidak tahu kapan akan meninggal.

3) Semakin panjang usia seorang hamba maka semakin pantas untuk sadar dan bertobat, karena semakin dekat waktu menghadapnya kepada Allah -Ta'ālā-.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan ini, sebagai berikut:

1/112- Pertama: Hadis dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beliau bersabda,"Allah telah menegakkan hujah kepada seseorang yang ditangguhkan ajalnya hingga mencapai 60 tahun."(HR. Bukhari)

Para ulama berkata, maksudnya: Allah tidak menyisakan baginya alasan karena telah menangguhkannya selama itu. Bila dikatakan: (أَعْذَرَ الرَّجُل: a'żara ar-rajul), maka bermakna: orang itu telah mencapai puncak uzur.

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memiliki hujah yang sempurna kepada hamba-hamba-Nya; yaitu Allah telah menganugerahi mereka akal dan pemahaman, mengutus rasul, menurunkan kitab, dan menjaga agama.

2) Hamba wajib memanfaatkan kesempatan untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menginvestasikan waktunya pada sesuatu yang mendatangkan rida Allah, menjauhi dosa dan maksiat, dan mempersiapkan diri untuk suatu hari yang tidak menyisakan uzur bagi hamba.

2/113- Kedua: Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Dahulu Umar -raḍiyallāhu 'anhu- mengikutsertakanku bersama tetua-tetua Badar, sehingga sepertinya sebagian mereka merasa tidak nyaman dengan hal itu. Mereka berkata, "Mengapa anak ini ikut masuk bersama kita sedang kita juga memiliki anak semisalnya?!" Umar menjawab, "Dia seperti yang kalian ketahui." Kemudian suatu hari, Umar memanggilku dan memasukkanku bersama mereka. Aku tidak melihat bahwa dia memanggilku hari itu kecuali untuk memperlihatkan kepantasanku kepada mereka. Umar berkata,"Apa pendapat kalian tentang firman Allah -Ta'ālā-,"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan."(QS. An-Naṣr: 1)Sebagian mereka menjawab, "Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan kepada-Nya bila kita diberi kemenangan dan penaklukan." Adapun sebagian yang lain hanya berdiam dan tidak menjawab apa pun. Lantas dia bertanya kepadaku, "Seperti itukah pendapatmu, wahai Ibnu 'Abbās?" Aku menjawab, "Tidak." "Lalu apa pendapatmu?," Tanyanya lagi. Aku menjawab, "Itu adalah pemberitahuan ajal Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadanya. Allah berfirman,"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan..."Itu adalah tanda ajalmu."Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."(QS. An-Naṣr: 3)Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku tidak mengetahui tafsirnya kecuali seperti yang engkau katakan." (HR. Bukhari)3/114- Ketiga: Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melakukan satu salat sejak diturunkan kepadanya,"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan..."kecuali beliau membaca,Subḥānaka rabbanā wa biḥamdika, allāhumma-gfir lī (Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, aku memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku)."(Muttafaq 'Alaih)

Pada riwayat lain di dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain, dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terbiasa banyak mengucapkan doa berikut dalam rukuk dan sujudnya: Subḥānaka allāhumma rabbanā wa biḥamdika, allāhumma-gfir lī" (Mahasuci Engkau, Ya Allah Rabb kami, aku memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku). Beliau mengimplementasikan perintah Al-Qur`ān."

Makna "Beliau mengimplementasikan perintah Al-Qur`ān" adalah beliau melaksanakan apa yang diperintahkan kepada beliau di dalam firman Allah -Ta'ālā-,"Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampunan kepada-Nya."Dalam riwayat Muslim: "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebelum meninggal banyak membaca,Subḥānaka allāhumma wa biḥamdika, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, Ya Allah, aku memuji-Mu. Aku mohon ampunan dan bertobat kepada-Mu)."Aisyah bercerita, aku bertanya, "Wahai Rasulullah, kalimat apakah ini yang kulihat engkau banyak membacanya?" Beliau menjawab,"Telah dijadikan sebuah tanda bagiku pada umatku, bila telah melihatnya maka aku akan mengucapkan kalimat-kalimat itu. Yaitu,"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan..."Hingga akhir surah.Masih dalam riwayat Muslim: "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca,Subḥānallāhi wa biḥamdihi, astagfirullāh wa atūbu ilaihi (Mahasuci Allah, aku memuji-Nya. Aku mohon ampunan dan bertobat kepada Allah)."Aisyah berkata, aku bertanya, "Ya Rasulullah, aku melihatmu banyak membaca: Subḥānallāhi wa biḥamdihi, astagfirullāh wa atūbu ilaihi."Beliau menjawab,"Rabb-ku telah mengabariku bahwasanya aku akan melihat sebuah tanda pada umatku, bila telah melihatnya maka aku akan memperbanyak bacaan: Subḥānallāhi wa biḥamdihi, astagfirullāh wa atūbu ilaihi. Sungguh aku telah melihatnya:"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan..."Yaitu penaklukan Makkah."Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."

Kosa Kata Asing:

وَجَدَ فِيْ نَفْسِهِ (wajada fī nafsihi): ada dalam dirinya sesuatu yang membuatnya marah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tingginya kedudukan Abdullah bin 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- di antara anak-anak para sahabat.

2) Anjuran menadaburi makna ayat-ayat Al-Qur`ān.

3) Merutinkan istigfar dan tobat selamanya karena merupakan kunci kebaikan dan kunci ilmu.

4) Dianjurkan bagi orang yang salat untuk memperbanyak zikir ini ketika rukuk dan sujud:Subḥānakallāhumma rabbanā wa biḥamdika, allāhumma-gfir lī (Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku).

4/115- Keempat: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- menurunkan wahyu secara berturut-turut kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebelum wafatnya, hingga beliau tutup usia dengan wahyu yang sangat banyak." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تَابعَ الْوَحْيَ (tāba'a al-waḥya): wahyu banyak diturunkan menjelang beliau wafat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Banyaknya wahyu yang turun di akhir hidup Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah tanda dekatnya ajal beliau.

2) Disempurnakannya nikmat Allah kepada umat ini dengan terpeliharanya wahyu yang dibacakan kepada mereka, yaitu Al-Qur`ān Al-Karīm dan Sunnah yang suci. Sekalipun wahyu berhenti turun setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, tetapi agama Allah tetap terjaga di tengah-tengah manusia:"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Aż-Żikr (Al-Qur`ān), dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."(QS. Al-Ḥijr: 9)5/116- Kelima: Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap hamba akan dibangkitkan sesuai dengan keadaannya ketika meninggal dunia." (HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Yang menjadi ukuran keselamatan ialah amal-amal penutup; sehingga seorang hamba harus terus memperbaiki amalnya agar dibangkitkan dengan amal saleh yang ia lakukan di akhir hidupnya.

2) Anjuran memperbanyak ketaatan di semua waktu karena kematian datang tiba-tiba.

 13- BAB PENJELASAN TENTANG BANYAKNYA JALAN KEBAIKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kebaikan apa pun yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."(QS. Al-Baqarah: 215)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kebaikan apa pun yang kamu kerjakan, niscaya Allah mengetahuinya."(QS. Al-Baqarah: 197)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka siapa yang mengerjakan kebajikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."(QS. Az-Zalzalah: 7)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, maka itu untuk dirinya sendiri."(QS. Al-Jāṡiyah: 15)Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak.

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk memaksimalkan pintu-pintu kebaikan, masing-masing sesuai keadaannya. Pokok jalan kebaikan ada tiga:

upaya badan, upaya harta, dan gabungan antara keduanya.

- Upaya badan yaitu amalan-amalan anggota badan, seperi salat, puasa, dan jihad.

- Upaya harta; misalnya zakat, sedekah, dan nafkah.

- Adapun gabungan antara keduanya, misalnya jihad di jalan Allah, yaitu dilakukan dengan harta dan jiwa.

2) Hikmah Allah di dalam keberagaman jalan-jalan kebaikan adalah agar pahala menjadi besar dan jiwa tidak bosan melakukan suatu ibadah tertentu. Yang dianjurkan kepada hamba adalah melakukan berbagai macam ibadah-ibadah yang disyariatkan, masing-masing sesuai kemampuannya dan sesuai kebaikan yang Allah mudahkan baginya.

Adapun dalil dari hadis, banyak sekali dan tidak terhitung. Tetapi kita akan menyebutkan sebagiannya, yaitu:

1/117- Pertama: Abu Żarr Jundub bin Junādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya, "Ya Rasulullah! Amalan apakah yang paling afdal?" Beliau menjawab,"Beriman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya."Aku bertanya lagi, "Budak yang bagaimanakah yang paling afdal?" Beliau menjawab, "Yang paling bagus menurut pemiliknya dan yang paling mahal." Aku bertanya, "Jika aku tidak mampu melakukannya?" Beliau menjelaskan, "Hendaklah engkau membantu orang yang kurang mampu atau berbuat sesuatu untuk orang yang tidak mampu melakukannya." Aku bertanya, "Ya Rasulullah, terangkan kepadaku bila aku tidak mampu melakukan sebagian pekerjaan itu?" Beliau menjawab,"Hendaklah engkau menahan keburukanmu dari manusia, hal itu adalah sedekahmu untuk dirimu sendiri."(Muttafaq ‘Alaih)(الصَّانعُ) ini lafal yang masyhur. Juga diriwayatkan dengan lafal (ضَائعاً) yang berarti tidak mampu, memiliki banyak tanggungan, dan lain sebagainya.(الأخْرَق): yang tidak mampu melakukan dengan baik apa yang dia berusaha melakukannya.

Kosa Kata Asing:

- الرِّقاب (ar-riqāb): budak, hamba sahaya.

- أنفَسِها (anfasuhā): yang paling dicintai oleh pemiliknya, yang paling disenangi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk bertanya tentang amal perbuatan yang paling afdal agar mereka mengerjakannya. Beginilah keadaan hamba-hamba Allah yang diberi taufik. Maka, hamba berkewajiban untuk bersemangat melakukan amalan paling afdal yang akan mendekatkannya kepada Allah -'Azza wa Jalla- agar pahalanya besar.

2) Perbuatan baik untuk manusia termasuk ibadah paling afdal di sisi Allah.

3) Menahan diri dari menyakiti orang lain merupakan bagian dari akhlak muslim, dan semua berkewajiban agar menghias diri dengannya.

4) Seorang hamba wajib bertahap di dalam melakukan ketaatan dan ibadah sesuai dengan kemampuan dan usahanya. Dia harus bersemangat melakukan amalan yang paling bermanfaat dan tidak malas. Sesungguhnya amal yang paling Allah -'Azza wa Jalla- cintai adalah yang paling berkesinambungan sekalipun sedikit.

2/118- Kedua: Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Setiap persendian salah seorang kalian wajib bersedekah setiap hari. Setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, serta mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tapi, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang ia kerjakan di waktu duha."(HR. Muslim)

السُّلامَى (as-sulāmā) -dengan mendamahkan "sīn" dan memfatahkan "mīm": artinya persendian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat Duha adalah salat sunah yang dianjurkan setiap hari, dan dapat mewakili sedekah yang diwajibkan kepada anggota badan hamba.

2) Besarnya karunia Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba, yaitu Allah buka bagi mereka pintu-pintu kebaikan yang banyak.

Faedah Tambahan:

Waktu salat Duha dimulai ketika matahari naik setinggi satu tombak, yaitu setelah matahari terbit sempurna beberapa menit hingga menjelang pertengahan siang ketika matahari berada tepat di tengah lagit, di mana saat itu, tidak boleh melakukan salat hingga matahari bergeser ke barat beberapa menit.

3/119- Ketiga: Abu Żarr juga berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Dibentangkan kepadaku amal-amal umatku; yang baik dan buruk. Aku dapati di antara kebaikan amal mereka adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan aku dapati di antara keburukan amal mereka adalah dahak di masjid yang tidak ditimbun (dibersihkan)."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يماطُ (yumāṭu): dihilangkan.

النخاعة (an-nakhā'ah): dahak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang, ketika melihat sesuatu yang mengganggu, dianjurkan untuk menyingkirkannya dari jalan, karena ini bagian dari cabang iman.

2) Tidak menganggap remeh amalan sekalipun kecil, karena pahalanya besar di sisi Allah.

3) Anjuran untuk merawat dan membersihkan masjid karena pahala besar yang terkandung di dalamnya.

Faedah Tambahan:

Menghilangkan dahak dan sesuatu yang mengganggu dapat dilakukan dengan cara apa saja, seperti mencuci dan mengelap dengan tisu atau pembersih lainnya.

4/120- Keempat: Abu Żarr juga meriwayatkan bahwasanya ada beberapa orang berkata, "Ya Rasulullah! Orang-orang yang kaya harta mendapatkan pahala banyak. Mereka salat seperti kami melaksanakan salat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka." Beliau bersabda,"Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa yang bisa kalian sedekahkan? Sungguh, setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan takbir adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, mengajak kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan kalian mendatangi istri kalian adalah sedekah."Mereka bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah jika seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya dia bisa mendapatkan pahala?" Beliau menjawab,"Terangkan kepadaku, sekiranya dia menempatkannya pada yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Demikian juga bila dia menempatkannya pada yang halal, dia akan mendapatkan pahala."(HR. Muslim)

الدُّثُورُ (ad-duṡūr), bentuk tunggalnya دَثْرٌ (daṡrun), artinya harta.

Kosa Kata Asing:

فُضُوْلٌ (fuḍūl): kelebihan dari kebutuhan dan kecukupan.

بُضع (buḍ'un): jimak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan berzikir kepada Allah -Ta'ālā-, yaitu merupakan sedekah yang paling afdal.

2) Mengajak kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar termasuk sedekah yang paling afdal, dan hal itu merupakan pilar kejayaan umat dan sebab kebaikannya:"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar." (QS. Āli 'Imrān: 110)

3) Orang yang mengajak kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar hendaknya meniatkan amalnya untuk memperbaiki manusia, bukan untuk menampakkan kemenangan atas mereka.

4) Bila seseorang mencukupkan dirinya dengan yang halal dan meninggalkan yang haram, dengan itu dia akan diberikan pahala.

5) Kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, yaitu Allah memberi mereka pahala sekalipun dalam memenuhi syahwat mereka yang halal.

5/121- Kelima: Juga dari Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berkata kepadaku, "Janganlah engkau menganggap remeh kebaikan sekecil apa pun, sekalipun engkau bertemu saudaramu dengan wajah ceria." (HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

طَلِيْقٌ (ṭalīq): senyum ceria.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bermuka ceria di hadapan seorang mukmin adalah sedekah yang akan mendatangkan pahala bagi hamba.

2) Berusaha menjaga perbuatan baik walaupun dalam pandangan orang dianggap sedikit dan remeh, karena seringkali amal yang sedikit melahirkan kemuliaan dan pahala.

6/122- Keenam: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap persendian manusia wajib bersedekah (yang dikeluarkan) setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan dua orang (yang sedang berselisih) adalah sedekah, menolong seseorang pada kendaraannya, yaitu menaikkannya ke atas kendaraan atau membantunya mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya itu adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah berjalan untuk melaksanakan salat adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah."(Muttafaq 'Alaih)Juga diriwayatkan oleh Muslim dari riwayat Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- dia berkata bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya setiap orang dari keturunan Adam diciptakan dengan 360 persendian. Maka siapa yang bertakbir kepada Allah, bertahmid, bertahlil, bertasbih, dan bersitigfar, mengambil satu batu, duri, atau tulang dari jalan orang, atau mengajak kepada satu kebaikan atau mencegah satu kemungkaran sebanyak 360 kali, maka hari itu dia memasuki sore sedang dia telah menjauhkan dirinya dari neraka."

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang mukmin bila berniat melakukan kebaikan lalu mengerjakannya, maka dia akan diberi pahala, walaupun hanya satu langkah yang dia langkahkan kepada sebuah ketaatan.

2) Ibadah dan ketaatan dalam kehidupan orang-orang beriman sangat bervariasi, dan ini termasuk rahmat Allah -Ta'ālā- kepada mereka agar pahala mereka bertambah dan motivasi mereka dalam kebaikan semakin besar.

7/123- Ketujuh: Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang pergi ke masjid pada waktu pagi atau sore hari, niscaya Allah menyediakan satu hidangan untuknya di surga setiap kali ia pergi di pagi atau sore hari."(Muttafaq 'Alaih)

النُّزُلُ (an-nuzul): bekal, rezeki, dan apa saja yang dihidangkan bagi tamu.

Kosa Kata Asing:

غَدَا (gadā): pergi di waktu pagi.

رَاحَ (rāḥa): pergi di waktu sore.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan salat di masjid dan keutamaan memperbanyak pergi ke sana pagi dan sore.

2) Menjelaskan karunia Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba; yaitu Allah menganugerahinya pahala yang melimpah atas amalan yang ringan seperti ini.

8/124- Kedelapan: Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai para wanita muslimah! Janganlah seorang tetangga meremehkan untuk berbuat baik kepada tetangganya, meskipun hanya dengan memberi telapak kaki kambing."(Muttafaq 'Alaih)

Al-Jauhariy berkata, "Istilah (فِرْسِنُ) -yang bermakna tapak kaki- pada unta seperti istilah (حافِرِ) pada kuda. Kadang digunakan pada kambing."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran saling memberi hadiah di antara umat Islam.

2) Seseorang harus memperhatikan tetangganya serta berbuat baik kepada mereka, karena hal itu termasuk satu di antara jalan kebaikan.

3) Wasiat khusus untuk para wanita dalam rangka menganjurkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik; ini merupakan perhatian agama kepada hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita.

9/125- Kesembilan: Masih dari Abu Hurairah raḍiyallāhu 'anhu, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Iman terdiri dari tujuh puluhan atau enam puluhan cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan lā ilāha illallāh, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Rasa malu juga salah satu cabang dari iman."(Muttafaq ‘Alaih)البِضْعُ (al-biḍ'u): dengan mengkasrahkan atau memfatahkan "bā`", bermakna: jumlah antara 3-9.الشُّعْبَةُ (asy-syu'bah): bagian, cabang.

Kosa Kata Asing:

إِمَاطَةٌ (imāṭah): menghilangkan.

الحياءُ (al-ḥayā`): perangai yang mendorong melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan kalimat tauhid lā ilāha illallāh, yaitu cabang iman yang paling tinggi. Maka, hendaklah hamba berjuang keras untuk mengamalkan kandungannya.

2) Di antara akhlak terpuji adalah bila seorang hamba bersifat pemalu, kecuali dalam kebenaran, tidak boleh malu.

10/126- Kesepuluh: Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,"Ketika seorang laki-laki berjalan di suatu jalan, dia merasa sangat haus. Dia pun mendapatkan sebuah sumur, lalu dia turun dan minum. Kemudian dia keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidah menjilat tanah karena kehausan. Laki-laki itu berkata, 'Sungguh, anjing ini telah mencapai puncak haus seperti yang aku alami.' Lalu dia turun ke dalam sumur dan mengisi air ke dalam terompahnya kemudian memegangnya dengan mulut hingga naik ke atas dan segera memberi minum anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya." Mereka (para sahabat) bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah kita akan mendapatkan pahala pada hewan ternak?" Beliau bersabda, "Menolong setiap hewan bernyawa akan mendatangkan pahala."(Muttafaq ‘Alaih)Dan dalam riwayat Bukhari:"Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya lalu memasukkannya ke dalam surga."Dalam riwayat Bukhari dan Muslim lainnya:“Ketika seekor anjing berkeliling mengitari sumur; anjing itu hampir mati karena kehausan, tiba-tiba ia dilihat oleh seorang wanita pelacur Bani Israil. Maka ia melepas terompahnya kemudian mengambilkan air untuknya seraya memberinya minum. Maka ia pun diampuni karenanya.”الْمُوق (al-mūq): terompah.يُطِيْفُ (yuṭīfu): berkeliling mengitari rakiyyah (رَكِيةِ), yaitu sumur.

Kosa Kata Asing:

يَلْهَثُ (yalhaṡ): menjulurkan lidah karena kehausan.

الثُّرَى (aṡ-ṡurā): tanah yang basah.

رَقِيَ (raqiya): naik.

كَبِدٍ رَطْبَةٍ (kabid raṭbah): semua yang bernyawa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Amalan yang sedikit bila diterima oleh Allah -'Azza wa Jalla- maka akan menjadi sebab masuk surga.

2) Amalan yang kecil bila disertai dengan niat yang benar akan menjadi besar nilainya. Sebaliknya, amalan yang besar bila tidak disertai niat akan menjadi kecil nilainya. Sebab, inti amalan perbuatan ada pada niat yang ada dalam hati.

3) Tujuan dari kisah-kisah yang dibawakan oleh Nabi adalah agar kita mengambil pelajaran dan nasihat.

Faedah Tambahan:

Sebagian tabiin berkata, "Siapa yang banyak dosanya hendaklah dia bersedekah air minum. Bila dosa orang yang memberi minum anjing diampuni, maka bagaimana dengan orang yang memberi minum seorang mukmin yang bertauhid dan dia telah membantunya bertahan hidup dengan itu."

11/127- Kesebelas: Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh aku telah melihat seseorang yang bersenang-senang di dalam surga disebabkan ia menebang pohon yang berada di tengah jalan karena mengganggu kaum muslimin yang lewat."(HR. Muslim)Dalam riwayat lain:"Seorang laki-laki berjalan melewati dahan yang melintang ke tengah jalan, lalu ia berkata, 'Demi Allah, aku akan menyingkirkan dahan ini dari jalan agar tidak mengganggu kaum muslimin yang lewat.' Maka ia pun dimasukkan ke surga."

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain: "Ketika seorang laki-laki berjalan di sebuah jalan, dia menemukan ranting duri di tengah jalan, lalu dia meminggirkannya. Maka Allah pun menerima amalnya dan mengampuninya."

Kosa Kata Asing:

يَتَقلَّبُ (yataqallabu): bersenang-senang.

لأُنحِّيَنَّ (la-unaḥḥiyanna): aku pasti menyingkirkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan, yaitu sebab masuk surga.

2) Siapa yang menghilangkan gangguan dari umat Islam dalam perkara nyata yang dapat menyakiti badan mereka maka dia mendapatkan pahala besar ini, maka bagaimana dengan orang yang menghilangkan gangguan yang bersifat maknawi yang dapat membahayakan agama mereka, semisal akhlak buruk, ideologi sesat, akidah rusak, dan bidah menyesatkan?!

12/128- Kedua belas: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berwudu lalu menyempurnakan wudunya dan mendatangi (salat) Jumat, lantas menyimak (khotbah) dengan seksama dan diam, maka akan diampuni (dosanya) antara Jumat (itu) dengan Jumat (sebelumnya) dan ditambah 3 hari. Siapa yang memegang (memainkan) kerikil, maka ia telah berbuat sia-sia."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لَغَا (lagā) ditafsirkan dengan makna salat Jumat itu menjadi bernilai salat zuhur, sebagaimana dalam riwayat Abu Daud dan lainnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Datang menghadiri salat Jumat disertai wudu yang sempurna dan mendengar khotbah dengan seksama akan menjadi penghapus dosa hingga Jumat berikutnya ditambah 3 hari.

2) Keutamaan mendengar khotbah dengan seksama untuk mengambil pahala secara sempurna.

Faedah Tambahan:

Memainkan kerikil dan berbuat sia-sia dengannya saat khotbah, hari ini mirip dengan memainkan HP, jam, dan semisalnya. Orang yang beriman hendaknya meninggalkan perbuatan sia-sia ketika khotbah, agar kehadiran dan duduknya bernilai ibadah hingga dia selesai menunaikan salat.

13/129- Ketiga belas: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- juga meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila seorang muslim atau mukmin berwudu, lalu membasuh wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya setiap dosa akibat pandangan kedua matanya bersamaan dengan air itu, atau bersama dengan tetesan air terakhir. Lalu jika dia membasuh kedua tangannya, akan keluarlah setiap dosa akibat perbuatan yang dilakukan kedua tangannya bersamaan dengan air itu, atau bersama dengan tetesan air yang terakhir. Lalu jika ia membasuh kedua kaki, akan keluarlah setiap dosa akibat langkah kedua kakinya bersamaan dengan air itu, atau bersama tetesan air terakhir. Sehingga ia keluar (dari wudu) dalam keadaan bersih dari dosa.”(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wudu termasuk penghapus dosa.

2) Bersuci dalam wudu berlaku secara fisik dan maknawi; secara fisik dengan membersihkan anggota-anggota wudu, dan secara maknawi dengan membersihkan dosa yang dilakukan anggota tersebut.

3) Besarnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada umat ini; yaitu Allah mensyariatkan bagi mereka penghapus dosa dan pembawa rahmat.

14/130- Keempat belas: Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salat lima waktu, (salat) Jumat ke Jumat berikutnya, (puasa) Ramadan ke Ramadan berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya jika dosa besar dijauhi."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

- مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ (mukaffirāt limā bainahunna): penghapus dosa dan kesalahan yang ada di antaranya.

- الكَبَائِرُ (al-kabā`ir), bentuk jamak dari kata كَبِيْرَة (kabīrah), artinya dosa besar; yaitu semua dosa yang memiliki sanksi dalam syariat berupa penafian iman, laknat kepada pelakunya, hukuman had di dunia, atau ancaman azab di akhirat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Penghapus dosa yang paling besar ialah salat lima waktu, menghadiri salat Jumat, dan puasa Ramadan.

2) Dosa besar harus dihapus lewat tobat yang khusus, disebabkan besarnya risikonya terhadap keimanan.

15/131- Kelima belas: Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?"Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda,"Menyempurnakan wudu sampai ke bagian-bagian yang tidak disukai, banyak berjalan ke masjid, dan menunggu salat berikutnya setelah salat, yang demikian itu ibarat berjaga dalam jihad melawan musuh."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

إسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَىٰ الْمَكَارِهِ: menyempurnakan wudu dengan memberi setiap anggota wudu apa yang menjadi haknya ketika ada kesulitan dan kesusahan yang tidak disengajakan.

الرِّبَاط (ar-ribāṭ): berjaga dalam rangka berjihad fi sabilillah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara penghapus dosa dan yang mengangkat derajat ialah berwudu, banyak berjalan menuju masjid, dan menghadiri salat di masjid.

2) Merutinkan ketaatan bagian dari bentuk jihad fi sibalillah, bahkan lebih didahulukan daripada jihad dengan senjata melawan musuh-musuh Allah -Ta'ālā-, karena selama hamba tidak berjihad melawan dirinya serta memperbaikinya kepada Allah -Ta'ālā- tidak akan mungkin ia bisa berjihad melawan musuh-musuh Allah.

16/132- Keenam belas: Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang melaksanakan salat Subuh dan Asar niscaya masuk surga."(Muttafaq ‘Alaih)

الْبَرْدَانِ (al-bardān): Subuh dan Asar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan salat subuh dan asar; yaitu keduanya adalah salat yang paling afdal.

2) Menjaga dua salat ini serta menegakkannya termasuk sebab masuk surga.

17/133- Ketujuh belas: Juga dari Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila seorang hamba sakit atau melakukan perjalanan, maka (amal ibadah yang ia tinggalkan) akan dicatat baginya seperti amalan yang biasa ia lakukan ketika dalam keadaan mukim dan sehat."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban orang beriman adalah bersemangat melakukan amal saleh ketika dalam kondisi sehat dan luang.

2) Melakukan ketaatan ketika sehat dan lapang akan menambal bagi hamba kekurangan ketika sibuk, sehingga seorang yang beriman hendaknya bersemangat untuk memperbanyak amalan-amalan saleh setiap kali hembusan iman bertiup.

18/134- Kedelapan belas: Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap kebaikan itu adalah sedekah."(HR. Bukhari) Juga diriwayatkan oleh Muslim dari jalur Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu-.

Kosa Kata Asing:

المَعْرُوْف (al-ma'rūf): hal yang dikenal baik secara agama dan menurut manusia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusias mengerjakan kebaikan karena merupakan ibadah yang akan mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā-, sekaligus penghapus dosa dan kesalahan.

2) Kebaikan yang disukai memiliki pintu yang banyak, berupa ucapan dan perbuatan. Bahkan, akhlak baik juga bagian dari kebaikan. Sungguh hebat para dai yang berdakwah dalam diam!Yaitu orang-orang yang mengajak manusia dengan perbuatan dan akhlak baik mereka.19/135- Kesembilan belas: Juga dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu menjadi sedekah baginya. Juga apa yang dicuri dari tanaman tersebut menjadi sedekah baginya. Dan tidaklah kepunyaan seseorang dikurangi (diambil) orang lain melainkan menjadi sedekah baginya."(HR. Muslim)Dalam riwayat Muslim yang lain:"Tidaklah seorang muslim menanam pohon lalu dimakan oleh orang, hewan, ataupun burung kecuali menjadi sedekah baginya hingga hari Kiamat."Dan dalam riwayat Muslim yang lain lagi:"Tidaklah seorang muslim menanam pohon ataupun bertani tanaman, lalu dimakan oleh orang, hewan, dan apa saja, kecuali menjadi sedekah baginya."(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur Anas -raḍiyallāhu 'anhu-)

Sabda beliau, (يَرْزَؤُهُ) maksudnya menguranginya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menanam pohon dan bertani karena memiliki maslahat agama dan dunia.

2) Menjelaskan banyak dan bervariasinya jalan kebaikan.

3) Bila suatu harta atau jasa dimanfaatkan oleh orang maka hal itu menjadi kebaikan bagi pemiliknya walaupun dia tidak meniatkannya, dan bila diniatkan maka kebaikannya akan bertambah:"Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar."(QS. An-Nisā`: 114)20/136- Kedua puluh: Masih dari Jābir, dia mengisahkan, Orang-orang Bani Salimah hendak pindah ke dekat Masjid Nabawi, lalu berita itu sampai kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau berkata kepada mereka,"Sesungguhnya telah sampai kepadaku berita bahwa kalian hendak berpindah tempat tinggal dekat dari Masjid." Mereka menjawab, "Benar, ya Rasulullah. Kami menginginkan demikian." Beliau bersabda,"Wahai Bani Salimah! Tetaplah di tempat tinggal kalian sekarang, karena langkah-langkah kalian (ke masjid) dicatat. Tetaplah di tempat tinggal kalian sekarang, karena langkah-langkah kalian (ke masjid) dicatat."(HR. Muslim)Dalam riwayat lain:"Sesungguhnya dengan setiap satu langkah, kamu akan memperoleh satu derajat."(HR. Muslim)Juga diriwayatkan oleh Bukhari yang semakna dengannya dari jalur Anas -raḍiyallāhu 'anhu-.بَنُو سَلِمَهَ (Banū Salimah), dengan mengkasrahkan "lām": kabilah terkenal dari kalangan Ansar -raḍiyallāhu 'anhum-.آثَارُهُمْ (āṡāruhum): langkah-langkah mereka.

Kosa Kata Asing:

ديارَكم تُكتب آثارُكم: Tetaplah di tempat tinggal kalian sekarang, walaupun jauh dari masjid, sebab langkah-langkah kalian dicatat, setiap satu langkah dibalas satu kebaikan atau satu derajat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Banyak langkah menuju masjid termasuk penghapus dosa dan mengangkat derajat.

2) Klarifikasi berita sebelum membuat keputusan, yaitu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepada mereka sebelum memutuskan.

21/137- Kedua puluh satu: Abul-Munżir Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu- bercerita, "Ada seorang laki-laki, sepanjang pengetahuanku tidak ada yang lebih jauh tempatnya dari masjid dari dia. Namun, dia tidak pernah tertinggal salat berjemaah di masjid. Ada yang berkata kepadanya, atau aku berkata kepadanya, 'Seandainya kamu membeli keledai untuk kamu naiki ketika gelap dan ketika panas.' Dia menjawab, 'Aku tidak mau rumahku dekat dengan masjid. Sesungguhnya aku menginginkan agar perjalananku menuju masjid dan perjalananku pulang ke keluargaku (rumahku), itu selalu dicatat.' Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah telah mengumpulkan semua catatan itu bagimu."(HR. Muslim)Dalam riwayat lain, "Sesungguhnya engkau mendapatkan pahala yang engkau inginkan."

الرَّمْضَاءُ (ar-ramḍā`): tanah yang disulut panas yang keras.

Kosa Kata Asing:

لا تُخْطِئُهُ (lā tukhṭi`uhu): dia tidak pernah tertinggal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Niat memiliki pengaruh besar di dalam kesahihan amal dan pahalanya. Semakin ikhlas seseorang kepada Allah dan lebih kuat mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka akan semakin besar pahala dan balasannya di sisi Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Siapa yang mengerjakan satu kebaikan, walau satu langkah kaki ke masjid, Allah akan mengumpulkan pahalanya untuknya dan tidak akan hilang sedikit pun.

22/138- Kedua puluh dua: Abu Muhammad Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada empat puluh macam perangai (perbuatan) Yang paling atas adalah mendermakan seekor kambing (untuk diperah susunya). Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu dari perangai-perangai tersebut karena mengharap pahalanya dan meyakini balasannya yang dijanjikan, melainkan Allah akan memasukkannya dengan amalannya itu ke dalam surga."(HR. Bukhari)

الْمَنِيحَة (al-manīḥah): menyerahkan kambing betina kepada orang lain untuk diperah susunya lalu dikembalikan lagi kepadanya.

Kosa Kata Asing:

خَصْلَة (khaṣlah): macam/perbuatan

مَوْعُوْدُهَا (maw'ūduhā): janji balasan yang disebutkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Beragam dan banyaknya jenis kebaikan serta kunci-kunci kebajikan; sesungguhnya orang yang mendapat taufik adalah orang yang Allah berikan taufik, dan orang yang dihalangi sesungguhnya adalah yang dihalangi dari taufik.

2) Inti amal perbuatan kembali kepada keyakinan dan keikhlasan kepada Allah -Ta'ālā- agar orang yang berbuat mendapat pahalanya.

3) Amal saleh sebab untuk masuk surga setelah rahmat Allah -Ta'ālā-.

23/133- Kedua puluh tiga: 'Adiy bin Ḥātim -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan: Aku mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berlindunglah kalian dari api neraka meskipun hanya dengan (bersedekah) separuh kurma."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, juga dari 'Adiy bin Ḥātim -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah ada salah seorang dari kalian kecuali Rabb-nya akan bicara kepadanya, tanpa ada seorang penerjemah. Lalu dia melihat ke sebelah kanannya, tidak ada yang dia lihat kecuali amal yang telah dia kerjakan. Dia melihat ke sisi kirinya, tidak ada yang dia lihat kecuali amal yang telah dia kerjakan. Dia melihat ke depannya, tidak ada yang dia lihat kecuali neraka di hadapannya. Maka berlindunglah dari neraka walau dengan bersedekah setengah kurma. Siapa yang tidak menemukan apa-apa, maka bersedekahlah dengan kata-kata yang baik."

Kosa Kata Asing:

تُرْجُمَان (turjumān): penerjemah, yaitu orang yang melakukan alih bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain.

أَشْأَم (asy`am): sisi kiri, kebalikan kata اليَمِيْنُ (al-yamīn): sisi kanan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba akan berdiri di hadapan Allah -Ta'ālā-, dia dikelilingi oleh amalnya, sedangkan neraka dipaparkan di hadapannya. Maka, apa yang telah Anda lakukan?!

2) Menetapkan sifat berbicara bagi Allah -'Azza wa Jalla-; bahwa Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- akan berbicara pada hari Kiamat dengan ucapan yang didengar dan dipahami, tidak membutuhkan penerjemah. Seperti inilah yang dikabarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Sedekah, walaupun sedikit, akan menyelamatkan dari neraka.

4) Membaca Al-Qur`ān, berzikir, belajar dan mengajarkan ilmu; semuanya termasuk kata-kata baik yang paling agung.

24/140- Kedua puluh empat: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah rida kepada seorang hamba ketika dia menyantap makanan lalu dia memuji Allah atas makanan itu, atau minum lalu dia memuji Allah atas minuman itu."(HR. Muslim)

(الأكْلَة) dengan memfatahkan hamzah, yaitu satu kali makan pagi atau sore.

Pelajaran dari Hadis:

1) Rida Allah -'Azza wa Jalla- kadang didapat dengan sebab yang sangat sederhana.

2) Makan dan minum memiliki adab-adab yang berupa perbuatan seperti makan dengan tangan kanan. Juga adab-adab yang berupa bacaan seperti membaca "bismillah" di awal makan dan bacaan "alhamdulillah" di akhirnya.

Peringatan:

Sabda Nabi: "ketika dia menyantap makanan", bukan berarti setiap kali Anda menyantap satu suap segera membaca "alhamdulillah". Tetapi maksudnya ketika Anda selesai makan agar memuji Allah -'Azza wa Jalla-.Itulah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan adab makan beliau.25/141- Kedua puluh lima: Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Setiap muslim itu wajib bersedekah."Dia bertanya, “Bagaimana jika dia tidak punya apa-apa?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia bekerja dengan tangannya, lalu manfaatnya untuk dirinya dan untuk disedekahkan.” Dia bertanya, “Bagaimana jika dia tidak mampu?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia membantu orang yang butuh dibantu.” Dia bertanya, “Bagaimana jika dia juga tidak mampu?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia mengajak kepada kebaikan.” Dia bertanya, “Bagaimana jika dia tidak bisa melakukannya?” Beliau menjawab,“Hendaklah dia menahan diri dari berbuat jahat, sesungguhnya itu adalah sedekah.”(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

المَلْهُوْفُ (al-malhūf): orang yang mengalami kesulitan dan butuh dibantu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Semua manfaat untuk diri sendiri ataupun orang lain termasuk kebaikan yang dianjurkan.

2) Menahan diri dari berbuat jahat adalah sedekah, dan ini termasuk beragamnya kunci kebaikan.

3) Semakin besar sebuah manfaat sehingga umum untuk semua orang, tidak terbatas secara personal, maka pahalanya lebih besar dan efeknya lebih bagus.

 14- BAB SEDERHANA DALAM KETAATAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ṭā hā. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ān ini kepadamu (Muhammad), agar engkau menjadi susah."(QS. Ṭāhā: 1-2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."(QS. Al-Baqarah: 185)

Pelajaran dari Ayat:

1) Agama Islam dibangun di atas dasar memberi kemudahan dan menghilangkan kesulitan dari hamba.

2) Anjuran bersikap sederhana, yaitu pertengahan antara sikap guluw (berlebihan) dan sikap tafrīṭ (meremehkan).

1/142- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk menemuinya, sementara ada seorang perempuan bersamanya. Beliau bertanya, "Siapakah ini?" Aisyah menjawab, "Ini si polan. Dia menceritakan banyak salatnya." Beliau bersabda,"Tinggalkanlah. Lakukanlah ibadah yang kalian mampu. Demi Allah, Allah tidak akan bosan meskipun kalian sendiri bosan."Dan dahulu, ibadah yang paling beliau sukai adalah yang dikerjakan secara rutin dan kontinu.(Muttafaq 'Alaih)مَهْ (mah) adalah kata larangan."Allah tidak bosan" maksudnya Allah tidak akan menghentikan pahala-Nya dan balasan perbuatan kalian, yaitu Dia tidak memperlakukan kalian seperti sikap orang yang bosan, hingga kalian sendiri yang bosan dan meninggalkannya. Seharusnya kalian melakukan apa yang kalian mampu rutinkan, agar pahala dan keutamaannya tetap mengalir kepada kalian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar mengerjakan amal saleh secara kontinu sekalipun sedikit.

2) Wasiat kepada hamba-hamba Allah agar bersikap pertengahan dan tidak memaksakan diri, yaitu dengan melakukan ibadah secara sederhana, agar bisa berkelanjutan, karena amal ibadah yang paling Allah cintai adalah yang berkelanjutan walaupun sedikit.

2/143- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan, "Tiga orang laki-laki datang ke rumah istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menanyakan tentang ibadah beliau. Ketika mereka telah dikabari, sepertinya mereka menganggap (ibadah mereka) sedikit. Mereka berkata, "Siapa kita ini dibanding Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Beliau telah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang." Salah satu mereka berkata, "Adapun aku, aku akan salat malam selamanya." Yang kedua berkata, "Aku akan berpuasa setiap hari, tidak akan berbuka." Yang ketiga berkata, "Aku akan menjauhi perempuan, tidak akan menikah selamanya." Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendatangi mereka seraya bersabda,"Kaliankah yang telah mengatakan begini dan begini? Ketahuilah! Demi Allah, sungguh aku orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian. Tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku salat malam dan tidur, dan aku menikahi perempuan. Siapa yang tidak suka dengan Sunnahku maka dia bukan dari golonganku."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

رَهْطٍ (rahṭ): sekelompok laki-laki di bawah sepuluh orang, tidak ada perempuan di dalamnya.

تَقَالّوهَا (taqāllūhā): mereka memandangnya sedikit.

أَرْقُدُ (arqudu): aku tidur.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sederhana dalam beribadah termasuk Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Wasiat Nabi untuk memperhatikan semua hak; yakni hamba itu sendiri memiliki hak yang harus ditunaikan, keluarganya memiliki hak yang harus dia tunaikan, dan istrinya juga memiliki hak yang wajib dia tunaikan. Orang yang diberi taufik adalah yang memberi hak kepada semua orang yang memiliki hak.

3) Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Orang yang berbahagia adalah yang dibimbing untuk mengikuti Sunnah beliau, sehingga dia hidup dan mati di atas petunjuk Nabi. Sebaliknya, orang yang sengsara adalah yang dihalangi dari Sunnah beliau lantaran kejahilannya atau karena hawa nafsu dalam dirinya, sehingga dia hidup sementara urusannya terbengkalai.

Faedah Tambahan:

An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata, "Dekat dan takut kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- harus sesuai dengan yang diperintahkan, bukan dengan khayalan dan memaksakan diri melakukan amalan-amalan yang tidak pernah diperintahkan."

(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

3/144- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan." Beliau mengucapkannya tiga kali.(HR. Muslim)

الْمُتَنَطِّعُونَ (al-mutanaṭṭi'ūn) artinya orang-orang yang berlebihan dan memaksakan diri bukan pada tempatnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mempersulit diri dalam masalah agama, karena akan mengakibatkan kerusakan dan kerugian di dunia dan akhirat.

2) Wasiat agar tidak mencari perkara-perkara rumit yang tidak memiliki faedah, sebaliknya hanya mencari yang bermanfaat bagi hamba di dunia dan akhirat.

4/145- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya agama ini mudah. Tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam urusan agama melainkan dia akan kalah. Maka, hendaklah kalian melakukan yang seharusnya atau berusahalah mendekati, dan bergembiralah. Manfaatkanlah waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari (untuk melakukan ketaatan).(HR. Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Berusahalah melakukan yang seharusnya atau yang mendekati, dan manfaatkanlah waktu pagi, sore, dan sebagian malam. Bersikaplah sederhana (dalam ibadah), niscaya kalian akan sampai."

Kata (الدِّينُ) diriwayatkan secara marfū' sebagai nā`ibul-fā'il. Juga diriwayatkan manṣūb (لَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ).

Sabda beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Melainkan dia akan kalah", maksudnya orang yang berlebihan tersebut akan kalah dan melemah dalam urusan agama karena saking banyaknya.الْغَدْوَةُ (al-gadwah): berjalan di waktu pagi.الرَّوْحَةُ (ar-rauḥah): berjalan di waktu sore.الدُّلْجَةُ (ad-duljah): akhir malam. Ini adalah bentuk kiasan dan perumpamaan. Maksudnya: carilah bantuan untuk melakukan ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan mengerjakan amal saleh di waktu-waktu kalian bersemangat dan hati tidak sibuk, maka kalian akan menikmati ibadah dan tidak bosan, serta kalian akan sampai pada tujuan ibadah tersebut.Sebagaimana seorang musafir yang cerdas dia akan melakukan perjalanan di waktu-waktu ini lalu beristirahat bersama kendaraannya di waktu yang lain, sehingga dia akan sampai tujuan tanpa lelah. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Cara beragama yang benar adalah hamba mengerjakan ibadah secara sempurna dan menurut yang seharusnya, bila tidak memungkinkan maka dia berupaya mendekati yang seharusnya.

2) Anjuran agama untuk beramal disertai sikap optimis dengan pahala yang berlimpah dari Allah -'Azza wa Jalla-.

3) Seorang hamba wajib memasukkan kebahagiaan ke dalam hati saudara-saudaranya dengan memberi kabar gembira serta muka ceria sebisa mungkin.

4) Sederhana dalam ketaatan disertai kesinambungan adalah jalan yang akan mengantarkan kepada kesuksesan di dunia dan akhirat.

5) Memanfaatkan kecenderungan hati dan ketidaksibukannya di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

5/146- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah masuk masjid dan beliau melihat sebuah tali terbentang antara dua tiang. Beliau bertanya, "Tali apakah ini?" Para sahabat menjawab, "Ini milik Zainab. Bila dia telah kelelahan (karena salat), maka dia berpegangan pada tali itu." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Lepaskan tali itu. Hendaklah salah seorang kalian mengerjakan salat selama dia segar. Bila telah kelelahan, hendaklah dia tidur."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

فَتَرَتْ (fatarat): dia (perempuan) merasa lelah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang beriman hendaknya tidak memaksakan diri dengan ibadah yang dia tidak mampui.

2) Anjuran agar bersikap sederhana (pertengahan) dalam beribadah, yaitu mengerjakan ibadah selama dia bersemangat, karena amal yang paling Allah -Ta'ālā- cintai adalah yang dilakukan secara berkesinambungan.

6/147- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang kalian telah mengantuk ketika salat, hendaklah dia tidur hingga kantuk itu hilang. Karena jika salah seorang di antara kalian salat dalam keadaan mengantuk, dia tidak sadar, mungkin dia hendak meminta ampunan, namun ternyata dia justru mencela dirinya sendiri."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

ناعس (nā'is): orang yang mengantuk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap pertengahan di dalam beribadah. Adapun bila seorang hamba memaksakan diri untuk beribadah disertai dengan kesulitan, sungguh dia telah menzalimi dirinya.

2) Anjuran beribadah disertai semangat dan tadabur, serta memberikan kepada badan hak beristirahat.

7/148- Abu Abdillah Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata,"Aku pernah mengikuti sekian salat Jumat bersama Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Salat beliau pertengahan, juga khotbah beliau pertengahan."(HR. Muslim)

Perkataan Jābir: "pertengahan", yaitu antara panjang dan pendek.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sederhana dan pertengahan dalam beribadah merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Anjuran pertengahan dalam memberi nasihat serta tidak membuat bosan, karena khotbah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pertengahan antara panjang dan pendek.

8/149- Abu Juḥaifah Wahb bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mempersaudarakan antara Salmān dan Abu Ad-Dardā`. Salmān datang mengunjungi Abu Ad-Dardā`, dan dia melihat Ummu Ad-Dardā` berpakaian kerja. Salman bertanya, “Ada apa denganmu?” Ummu Ad-Dardā` menjawab, “Saudaramu, Abu Ad-Dardā` tidak memiliki minat kepada dunia.” Kemudian Abu Ad-Dardā` datang dan membuatkan makanan untuknya. Da berkata kepada Salman, “Makanlah. Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” Salmān berkata, “Aku tidak akan makan hingga engkau juga makan.” Maka Abu Ad-Dardā` pun makan. Ketika malam tiba, dia hendak bangun (mengerjakan salat) Maka Salmān berkata, “Tidurlah!” Dia pun tidur. Setelahnya dia kembali hendak bangun (mengerjakan salat), namun Salmān tetap berkata, “Tidurlah!” Ketika tiba akhir malam, Salmān berkata, “Sekarang, bangunlah (untuk salat).” Keduanya pun mengerjakan salat bersama. Salmān berkata, “Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, dirimu juga memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, dan keluargamu pun memiliki hak yang wajib engkau tunaikan. Tunaikan kepada setiap pemilik hak apa yang menjadi haknya.” Lalu Abu Ad-Dardā` datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyebutkan hal itu kepada beliau. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, “Salmān benar.”(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مُتَبذِّلةً (mutabażżilah): memakai pakaian kerja, tidak menggunakan pakaian berhias.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dimakruhkan memaksa diri berpuasa dan salat malam lebih dari kemampuan.

2) Seorang muslim hendaknya mengunjungi saudaranya seagama, menanyakan keadaannya, serta mencari tahu kondisi diri dan keluarganya.

3) Kewajiban menunaikan hak kepada pemiliknya, karena orang yang diberi taufik adalah yang menunaikan hak kepada setiap pemiliknya.

9/150- Abu Muhammad Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata bahwa telah dikabarkan kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa aku mengatakan, "Demi Allah, aku akan berpuasa di siang hari dan akan melakukan salat malam sepanjang malam selama hidupku." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Benarkah engkau yang mengatakan demikian?" Aku menjawab, "Benar aku telah mengatakannya, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, ya Rasulullah." Beliau bersabda, "Sungguh, engkau tidak akan mampu yang demikian. Tetapi, berpuasalah dan berbuka. Juga tidurlah dan lakukan salat malam. Berpuasalah tiga hari di setiap bulan. Karena kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Dan itu setara puasa sepanjang tahun." Aku menjawab, "Sungguh, aku mampu yang lebih dari itu." Beliau berkata, "Berpuasalah satu hari dan berbuka dua hari." Aku menjawab, "Sungguh, aku mampu yang lebih dari itu." Beliau berkata, "Maka berpuasalah satu hari dan berbuka satu hari. Yang demikian itu adalah puasa Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan itu adalah puasa paling pertengahan." (Dalam riwayat lain, "... puasa paling afdal"). Aku berkata, "Sungguh, aku masih mampu yang lebih dari itu." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada yang lebih afdal dari itu." Seandainya aku dulu menerima tiga hari yang diterangkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, itu lebih aku sukai daripada keluarga dan hartaku.Dalam riwayat lain, "Benarkah, aku dikabari bahwa engkau berpuasa setiap hari dan salat malam sepanjang malam?" Aku menjawab, "Benar, Ya Rasulullah." Beliau berkata, "Jangan lakukan seperti itu. Tetapi, berpuasalah dan berbuka. Tidurlah dan lakukan salat malam. Karena badanmu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, kedua matamu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, istrimu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan, juga tamumu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan. Cukup bagimu berpuasa setiap bulan tiga hari, karena dengan setiap satu kebaikan, engkau akan mendapatkan sepuluh kali lipatnya. Sehingga yang demikian itu semisal dengan puasa sepanjang tahun." Tetapi aku berlebihan sehingga aku kesulitan. Aku berkata, "Ya Rasulullah, aku masih mampu." Beliau berkata, "Berpuasalah dengan puasa Nabi Daud, dan jangan lebih dari itu." Aku bertanya, "Seperti apa puasa Daud?" Beliau menjawab, "Puasa setengah tahun." Duhai, sekiranya aku dahulu menerima keringanan yang diberikan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Dalam riwayat lain:"Benarkah, aku dikabari bahwa engkau berpuasa sepanjang tahun serta mengkhatamkan Al-Qur`ān setiap malam?" Aku menjawab, "Benar, ya Rasulullah. Aku tidak melakukannya kecuali karena menginginkan kebaikan." Beliau berkata, "Berpuasalah seperti puasa Nabi Daud, sebab ia adalah orang yang paling banyak ibadahnya. Dan khatamkan Al-Qur`ān sekali setiap bulan." Aku menjawab, "Ya Nabi Allah, sungguh aku mampu yang lebih dari itu?" Beliau berkata, "Kalau begitu, khatamkanlah Al-Qur`ān setiap dua puluh hari." Aku menjawab, "Ya Nabi Allah, sungguh aku masih mampu yang lebih dari itu?" Beliau berkata, "Kalau begitu, khatamkanlah Al-Qur`ān setiap sepuluh hari." Aku menjawab, "Ya Nabi Allah, sungguh aku masih mampu yang lebih dari itu?" Beliau berkata, "Kalau begitu, khatamkanlah Al-Qur`ān setiap tujuh hari, dan jangan lebihkan dari itu." Tetapi aku berlebihan sehingga aku kesulitan. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepadaku, "Karena engkau tidak tahu, mungkin engkau diberi umur panjang." Benar, aku mendapatkan apa yang disebutkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketika telah tua, aku berharap sekiranya dahulu aku menerima keringanan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Dalam riwayat lain:"Anakmu juga memiliki hak yang wajib engkau tunaikan." Dalam riwayat lain, "Tidak benar puasa orang yang berpuasa selamanya." Beliau menyebutkannya tiga kali.Dalam riwayat lain:"Puasa yang paling Allah cintai adalah puasa Daud, dan salat yang paling Allah cintai adalah salat Nabi Daud‎. Beliau biasa tidur separuh malam, lalu salat di sepertiganya, dan tidur lagi di seperenamnya. Beliau biasa berpuasa ‎sehari dan berbuka di hari berikutnya. Dan beliau tidak lari bila telah bertemu musuh."Dalam riwayat lain, Abdullah bercerita,Aku dinikahkan oleh ayahku dengan seorang perempuan keturunan terhormat. Ayahku terbiasa menjenguk menantunya (istri anaknya) dan menanyakan tentang suaminya. Dia menjelaskan, "Suamiku sebaik-baik lelaki. Tetapi dia tidak pernah menginjak tempat tidur kami, tidak juga membuka selimut kami sejak kami datang kepadanya." Ketika hal itu berlangsung lama, ayahku menyampaikannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau berkata, "Temui aku bersamanya." Lantas aku bertemu beliau setelahnya. Beliau bertanya, "Bagaimana engkau berpuasa?" Aku menjawab, "Setiap hari." Beliau bertanya lagi, "Bagaimana engkau mengkhatamkan Al-Qur`ān?" Aku menjawab, "Setiap malam." Abdullah kemudian menyebutkan seperti sebelumnya. Dia membaca sepertujuh Al-Qur`ān yang biasa dia baca kepada keluarganya di siang hari agar lebih ringan baginya di malam hari. Bila dia hendak mencari tenaga, dia berbuka sekian hari dan menghitungnya, lalu berpuasa sebanyak itu. Dia tidak ingin meninggalkan sesuatu yang telah dia sepakati bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Semua riwayat ini sahih. Sebagian besarnya ada dalam Aṣ-Ṣāḥīḥain, dan sebagian kecil ada di salah satunya.

Kosa Kata Asing:

بِأَبي أَنْتَ وَأُمِّي (bi abī anta wa ummī): engkau berhak ditebus dengan ayah dan ibuku.

لِزُوْرِكَ (li zūrika): untuk tamumu.

بَعْلُهَا (ba'luhā): suaminya.

Dia belum pernah menginjak tempat tidur kami, tidak juga membuka selimut kami: istrinya hendak mengungkapkan ketidakmauan suaminya berhubungan badan, bahwa suami belum pernah mendekatinya, dan belum pernah terjadi padanya apa yang biasa terjadi antara laki-laki dengan istrinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Luasnya rahmat Allah -'Azza wa Jalla-, yaitu Allah melipatgandakan kebaikan sepuluh kali lipat.

2) Kesempurnaan dan kebaikan seluruhnya ada pada mengikuti mengikuti manhaj para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- secara ilmu dan amalan.

3) Sedikit ibadah tetapi berkesinambungan disertai sesuai petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih baik daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan atau menyelisihi petunjuknya.

4) Islam adalah agama moderat, syariat yang mudah, dan menghilangkan kesulitan.

10/151- Abu Rib'ī Ḥanẓalah bin Ar-Rabī' Al-Usayyidiy Al-Kātib -raḍiyallāhu 'anhu-, salah seorang juru tulis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, Aku bertemu dengan Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Bagaimana keadaanmu, wahai Ḥanẓalah?" Aku jawab, "Ḥanẓalah kini telah munafik." Abu Bakar berkata, "Mahasuci Allah! Apa yang engkau katakan itu?!" Aku menjawab, "Ketika kita berada di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kita melihatnya langsung dengan mata dan kepala. Namun, bila kita telah meninggalkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kita bergurau dengan istri dan anak-anak serta mengurusi urusan-urusan dunia, maka kita sering lupa." Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Demi Allah! Kami juga mendapati seperti itu." Lantas aku dan Abu Bakar pergi menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku berkata, "Ya Rasulullah! Ḥanẓalah telah munafik." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Mengapa demikian?" Aku jawab, "Ya Rasulullah! Ketika kami berada di hadapanmu kemudian engkau menceritakan tentang neraka dan surga, seolah-olah kami melihatnya langsung dengan mata dan kepala kami. Namun, bila kami telah keluar dan bergurau bersama istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai urusan dunia, maka kami sering lupa." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas bersabda,"Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Seandainya kalian terus-menerus sebagaimana keadaan kalian di hadapanku dan selalu ingat, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur dan di jalan-jalan kalian. Hanya saja, wahai Ḥanẓalah, sesaat dan sesaat." Beliau mengulangnya tiga kali.(HR. Muslim)(رِبْعِيّ) dengan mengkasrahkan "rā`".(الأُسَيِّدِي) dengan mendamahkan "hamzah", memfatahkan "sīn", lalu mengkasrahkan "yā`" dan mentasydidnya.Kata (عَافَسْنَا): maksudnya kami mengurusi dan mencandai.(الضَّيْعَاتُ): urusan kehidupan.

Kosa Kata Asing:

نَافَقَ (nāfaqa): menyerupai perbuatan munafikin.

رَأْيَ عَيْنٍ (ra`ya 'ain): seakan kita melihat surga dan neraka langsung dengan mata lantaran rasa yakin yang kuat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Semangat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menjaga kesahihan iman mereka serta rasa takut mereka kepada kemunafikan.

2) Keutamaan berzikir, yaitu merupakan ibadah yang paling dicintai oleh Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia.

3) Seorang hamba tidak boleh memberatkan dirinya, tetapi hendaklah dia menjaga hak-hak Allah dan hak-hak manusia, dan agar dia memberikan kepada setiap pemilik hak apa yang menjadi hak mereka.

4) Motivasi untuk mendapatkan surga dan ancaman terhadap neraka termasuk yang dapat menguatkan iman dalam hati hamba.

11/152- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah, tiba-tiba beliau melihat seorang lelaki berdiri, lalu beliau bertanya tentang laki-laki tersebut. Para sahabat menjawab, "Dia adalah Abu Isrā`īl. Dia bernazar akan berdiri di bawah panas matahari, tidak akan duduk, tidak akan berteduh, tidak akan berbicara, dan akan berpuasa." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda,"Perintahkan dia supaya berbicara, berteduh, duduk, dan supaya dia melanjutkan puasanya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -Ta'ālā- tidak akan menerima satu amalan yang tidak pernah Allah syariatkan dan perkenankan, karena ibadah dibangun di atas syariat dan itibak (mengikuti Nabi) serta melarang perbuatan-perbuatan bidah.

2) Tidak ada ketaatan dalam nazar maksiat, misalnya bernazar melakukan sesuatu yang diharamkan, dimakruhkan, atau yang tidak mampu dia penuhi.

3) Nazar berupa ketaatan seharusnya disempurnakan oleh orang yang bernazar, dan tidak dibatalkan (sebagaimana nazar sahabat ini untuk berpuasa).

4) Larangan memaksakan diri pada perbuatan yang tidak dimampui.

 15- BAB MENJAGA AMALAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik."(QS. Al-Ḥadīd: 16)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kemudian Kami susulkan rasul-rasul Kami mengikuti jejak mereka dan Kami susulkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan Injil kepadanya dan Kami jadikan rasa santun dan kasih sayang dalam hati orang-orang yang mengikutinya. Mereka mengada-adakan rahbāniyyah (praktik kerahiban), padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, (yang Kami wajibkan) hanyalah mencari keridaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya."(QS. Al-Ḥadīd: 27)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali."(QS. An-Naḥl: 92)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sembahlah Rabb-mu sampai ajal datang kepadamu."(QS. Al-Ḥijr: 99)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menjaga ketaatan adalah bukti menyukai ketaatan itu.

2) Seorang hamba dinasihati agar menjaga amalan dan tidak meninggalkan ibadah serta bosan, agar dia tetap istikamah, karena amalan yang sedikit tetapi kontinu lebih baik daripada banyak tetapi terhenti.

Adapun hadis-hadis yang terkait tema ini:

Di antaranya adalah hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-:"Ibadah yang paling beliau (Rasulullah) sukai adalah yang dikerjakan secara rutin dan kontinu."Hadis ini telah dibawakan dalam bab sebelumnya.1/153- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang tertidur dari bacaan wirid hariannya (dari Al-Qur`ān) di malam hari atau sebagiannya, lalu dia mengadanya di waktu antara subuh dan zuhur, akan ditulis untuknya seolah-olah ia mengerjakannya di malam hari."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

حِزْبُهُ مِنَ اللَّيْلِ (ḥizbuhu minal-lail): wirid Al-Al-Qur`ān dalam salat malamnya. Ḥizb artinya bagian dari sesuatu. Di antara maknanya adalah ḥizb Al-Qur`ān (yang bermakna setengah juz).

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran melakukan kebaikan secara berkesinambungan, termasuk qiamulail.

2) Kewajiban seorang hamba bila telah membiasakan suatu ibadah agar dia menjaganya, sekalipun waktunya telah lewat, bila ibadah itu termasuk yang bisa dikada.

2/154- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- bercerita, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berpesan kepadaku,"Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti si polan. Dia dulu mengerjakan salat malam, kemudian dia meninggalkan salat malam itu."(Muttafaq 'Alaih)3/155- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- mengisahkan, "Dahulu, Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallambila terlewatkan dari salat malam karena sakit atau lainnya, maka beliau mengadanya di siang hari sebanyak dua belas rakaat."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Istikamah di atas ketaatan serta merutinkannya adalah metode ibadah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Peringatan terhadap tindakan melakukan amal saleh lalu meninggalkannya setelah itu.

3) Ibadah yang memiliki batas waktu bila terlewatkan dari seorang hamba karena suatu uzur maka bisa dikada.

4) Yang disyariatkan ketika mengada salat witir di siang hari adalah agar dilakukan dengan bilangan genap; siapa yang melakukan witir tiga rakaat di malam hari maka dia mengadanya di siang hari dengan empat rakaat, dan begitu seterusnya.

Faedah Tambahan:

Di antara bentuk sikap bijak dalam memberi nasihat agar tidak menyebut nama orang yang dinasihati. Dalam hal ini terkandung dua pelajaran. Pertama: menutupi aib orang tersebut. Kedua: orang ini tidak menutup kemungkinan akan berubah keadaannya, maka pada waktu itu dia tidak selayaknya menyandang hukum yang diberikan kepadanya sekarang ini.

 16- BAB PERINTAH MENJAGA SUNNAH DAN ADAB-ADABNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."(QS. Al-Ḥasyr: 7)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan yang diucapkannya itu bukanlah menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur`ān itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."(QS. An-Najm: 3-4)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Āli 'Imrān: 31)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu karakter teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."(QS. Al-Aḥzāb: 21)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa berat dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."(QS. An-Nisā`: 65)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul."(QS. An-Nisā`: 59)Dijelaskan oleh para ulama, bahwa maksudnya Al-Qur`ān dan Sunnah.Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah."(QS. An-Nisā`: 80)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus."(QS. Asy-Syūrā: 52)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi Sunnah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih."(QS. An-Nūr: 63)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu)."(QS. Al-Aḥzāb: 34)Ayat-ayat dalam bab ini sangatlah banyak.

Faedah:

Yang dimaksud dengan Sunnah adalah Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu jalan yang beliau berada di atasnya, mencakup perkataan, perbuatan, ketetapan, dan yang beliau tinggalkan.Jadi, makna Sunnah adalah petunjuk yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Pelajaran dari Ayat:

1) Tidak mungkin seseorang menjaga Sunnah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kecuali setelah dia mengamalkannya. Di sini terdapat pelajaran berupa anjuran untuk menuntut ilmu dan mempelajari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Kita diperintahkan untuk meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan baik, dengan tidak menambah maupun mengurangi syariat beliau, karena menambah dan menguranginya adalah kebalikan dari meneladani dengan baik.

3) Perbuatan-perbuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hujah dalam agama, kecuali yang ditunjukkan oleh dalil bahwa hal itu khusus untuk beliau.

4) Kewajiban kembali kepada Allah -Ta'ālā- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena hal itu bagian dari konsekuensi iman, yang demikian itu yang terbaik bagi umat dan paling bagus kesudahannya.

5) Kewajiban berhukum kepada agama Allah serta mengamalkannya, sebab ini adalah tanda kesahihan iman yang memiliki beberapa syarat:

- Berhukum kepada Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

- Tidak merasa berat dengan apa yang diputuskan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

- Menerimanya dengan sepenuh hati.

6) Apa yang terdapat dalam Sunnah sama dengan yang terdapat dalam Al-Qur`ān, tidak boleh dibeda-bedakan antara Al-Qur`ān dan Sunnah dalam berdalil. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apakah salah seorang kalian mengira, sementara dia duduk-duduk di atas sofa, bahwa Allah tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang ada dalam Al-Qur`ān?! Ketahuilah, demi Allah! Sungguh aku telah menasihati, memerintahkan, dan melarang banyak hal. Dan sungguh, yang demikian itu sama banyaknya seperti Al-Qur`ān, atau bahkan lebih banyak."(HR. Abu Daud)

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini adalah:

1/156- Pertama: Abu Hurairah raḍiyallāhu 'anhu meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah bertanya kepadaku tentang apa yang aku tidak terangkan! Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan karena mereka menyelisihi nabinya. Jika aku melarang sesuatu, maka jauhilah! Jika aku memerintahkan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian!"(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bertanya tentang agama dan mempelajarinya hukumnya wajib bagi semua orang beriman, sedangkan yang dilarang adalah sikap berlebihan yang dapat menyulitkan umat.

2) Apa yang didiamkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- atau oleh Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, hal itu dimaafkan, tidak harus dikerjakan maupun ditinggalkan. Ini bagian dari rahmat Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-hamba-Nya.

3) Menyelisihi petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebab perselisihan dan pertikaian di tengah umat.

2/157- Kedua: Abu Najīḥ Al-'Irbāḍ bin Sāriyah -raḍiyallāhu 'anhu- mengatakan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menasihati kami dengan nasihat yang dalam, menggetarkan hati dan membuat mata berlinang. Kami berkata, "Ya Rasulullah! Sepertinya ini nasihat perpisahan. Maka berilah kami wasiat." Beliau bersabda,"Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah serta mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun yang menjadi penguasa kalian seorang budak. Sesungguhnya, siapa yang berumur panjang di antara kalian akan melihat perpecahan yang banyak. Maka berpeganglah kepada Sunnah-ku dan Sunnah para khulafa yang diberi petunjuk; gigitlah dengan gigi geraham. Hindarilah perkara-perkara yang diada-adakan dalam agama, karena semua bidah adalah kesesatan."(HR. Abu Daud dan Tirmizi. Tirmidzi berkata, "Hadisnya hasan sahih")

(النَّواجِذُ) ialah gigi taring, atau gigi geraham.

Kosa Kata Asing:

وَجِلَتْ (wajilat): takut

التَّقْوَى (at-taqwā): ketakwaan, yaitu berlindung dari azab Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhkan larangan-Nya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bertakwa kepada Allah -'Azza wa Jalla- ketika sendiri dan di depan umum.

2) Kewajiban taat kepada penguasa, karena dengan itu manusia akan terjaga dari fitnah. Tetapi ketaatan tersebut harus dalam kebaikan, yaitu pada perkara yang dilegalkan oleh agama. Adapun dalam perkara yang tidak diterima agama, maka tidak ada ketaatan kepada siapa pun dalam kemungkaran.

3) Berpegang sepenuhnya dengan Sunnah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Sunnah para khulafa yang diberi petunjuk setelah beliau.

4) Semua bidah dalam agama adalah kesesatan, walaupun pelakunya mengira itu adalah kebaikan, sebab semua kebaikan ada pada sikap mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3/158- Ketiga: Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda,"Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan."Dikatakan, "Siapakah yang enggan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab,"Siapa saja yang taat kepadaku, maka dia akan masuk surga. Siapa yang mendurhakaiku, sungguh dia telah enggan (masuk surga)."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Surga adalah tempat bagi orang-orang yang taat kepada perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menyelisihi petunjuk Nabi merupakan penyebab tidak bisa masuk surga.

3) Waspada dari mendurhakai perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena hal itu merupakan tanda berpaling dan meninggalkan beliau.

4/159- Keempat: Abu Muslim, atau Abu Iyās, Salamah bin 'Amr bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki makan di dekat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan tangan kirinya, lantas beliau berkata, "Makanlah dengan tangan kananmu!" Dia menjawab, "Aku tidak bisa." Beliau berkata, "Semoga benar kamu tidak bisa."Tidak ada yang menghalanginya kecuali keangkuhan. Maka dia pun tidak bisa mengangkat tangannya ke mulut.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menyelisihi perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan sebab turunnya azab kepada hamba.

2) Anjuran makan dengan tangan kanan serta membiasakan anak-anak melakukannya sehingga akan tumbuh generasi di atas Sunnah Nabi.

5/160- Kelima: Abu Abdillah An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah kalian meluruskan saf kalian, atau (jika tidak), Allah akan menjadikan kalian berselisih pada wajah-wajah kalian."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Imam Muslim:"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meluruskan saf-saf kami sampai seakan meluruskan bulu anak panah, hingga beliau meyakini kami telah memahami hal itu dari beliau. Kemudian beliau keluar di suatu hari, lalu berdiri hendak salat dan hampir bertakbir, ternyata beliau melihat seseorang dadanya maju, maka beliau bersabda,Wahai hamba-hamba Allah! Hendaklah kalian meluruskan saf kalian, atau (jika tidak), Allah akan menjadikan kalian berselisih pada wajah-wajah kalian.'"

Kosa Kata Asing:

القِدَاحُ (al-qidāḥ): bulu anak panah, yaitu mereka meluruskannya selurus-lurusnya. Hal itu dijadikan sebagai perumpamaan dalam meluruskan saf, disebabkan karena bulu anak panah sangat lurus dan rata.

عَقَلْنَا ('aqalnā): kami paham apa yang beliau inginkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban meluruskan saf dalam salat, dan hal ini memiliki pengaruh dalam kelurusan hati orang-orang beriman agar tidak saling bertentangan.

2) Para imam berkewajiban memeriksa dan meluruskan saf serta mengingatkan yang menyelisihinya karena ini adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Keserasian antara kondisi lahir dan batin; yaitu lihatlah bagaimana ketidaklurusan dalam meluruskan saf berpengaruh terhadap perselisihan hati di antara orang-orang yang salat?!

6/161- Keenam: Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Sebuah rumah di Madinah terbakar bersama pemiliknya pada malam hari. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diceritakan tentang kondisi mereka, beliau bersabda,"Sesungguhnya api ini musuh bagi kalian. Jika kalian tidur, maka padamkanlah!"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia harus berhati-hati dengan perkara-perkara yang dikhawatirkan bahayanya (seperti gas dan arus listrik).

2) Mematikan lampu di waktu malam hari termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu lampu yang dinyalakan dengan api. Adapun lampu listrik, maka tidak termasuk dalam hukum ini. Wallāhu a'lam.

3) Wajib menjaga diri dari api akhirat dengan penjagaan yang lebih besar dari menjaga diri dari api dunia.

Faedah Tambahan:

Hadis ini salah satu contoh yang menerangkan bahwa menjaga Sunnah dan adab-adabnya adalah faktor terbesar dalam menjaga kesehatan manusia serta melindungi mereka dari keburukan. Betapa agung Sunnah Nabi seandainya kita menerapkannya dalam kehidupan dan di rumah-rumah kita!!

7/1162- Ketujuh: Juga dari Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya, bagaikan hujan yang turun ke bumi. Sebagian jenis tanah ada yang baik dan dapat menyerap air lalu menumbuhkan rerumputan dan tumbuhan yang banyak. Sebagian ada yang keras dan menahan air, maka Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia, yaitu mereka bisa minum, melakukan pengairan, dan bercocok tanam. Sedang sebagian yang lain adalah tanah gersang yang tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang paham agama Allah dan mendapat manfaat dari apa yang Allah utus aku dengannya, yaitu dia belajar lalu mengajarkan ilmunya. Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli dan yang tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus."(Muttafaq 'Alaih)

(فَقُهَ) dengan mendamahkan "qāf" sebagaimana yang masyhur, dan ada yang berpendapat dikasrahkan. Maknanya: dia menjadi paham.

Kosa Kata Asing:

الغَيْثُ (al-gaiṡ): hujan.

الكَلَأْ (al-kala`): tanaman dan rerumputan yang tumbuh di tanah.

طَائِفَةٌ (ṭā`ifah): sebidang, sekelompok.

أَجَادِب (ajādib), bentuk jamak dari kata أَجْدَب (ajdab), yaitu tanah yang tidak menumbuhkan tumbuhan.

قِيْعَانٌ (qī'ān), bentuk jamak dari kata قَاعٍ (qā'), yaitu tanah yang tidak memiliki tumbuhan; dalam pendapat lain: tanah yang rata.

لَمْ يَرْفَعْ بِذلِكَ رَأْساً (lam yarfa' bi żālika ra`san): kiasan tentang orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmunya atau ilmu orang lain serta tidak mengamalkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bagusnya metode pengajaran Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dengan membuat permisalan. Cara ini termasuk yang paling bagus dalam pengajaran dan medianya.

2) Anjuran belajar dan menyebarkan ilmu di tengah manusia, karena ini termasuk menghidupkan Sunnah dalam kehidupan umat Islam.

3) Orang yang belajar dan mengajar orang lain serta mengamalkan ilmunya, dia berada pada derajat yang paling mulia.

8/163- Kedelapan: Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaanku dengan kalian bagaikan seseorang yang menyalakan api, lalu belalang-belalang dan laron segera datang hinggap, sedangkan orang itu berusaha mengusirnya (serangga-serangga tersebut) dari api. Aku (selalu berusaha) memegang (menarik) ujung pakaian kalian agar tidak terjerumus ke dalam api itu, namun kalian justru melepaskan diri dari tanganku."(HR. Muslim)

الْجَنَادبُ (al-janādib) ialah serangga mirip belalang dan laron, yang terkenal hinggap di api. Sedangkan الْحُجَزُ (al-ḥujaz) adalah bentuk jamak dari kata حُجْزَةٍ (ḥujzah), yaitu bagian belakang sarung dan celana yang diduduki.

Kosa Kata Asing:

يَذُبُّهُنَّ (yażubbuhunna): menjaganya, melindunginya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menjaga umatnya dari neraka.

2) Seorang hamba harus tunduk kepada Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena hidayah tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti Sunnah.

3) Besarnya hak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada umat beliau, yaitu beliau tidak menyisakan satu upaya pun untuk melindungi umat ini dari semua yang membahayakannya dalam agama dan dunia mereka. Semoga Allah memberi balasan kepada beliau dengan balasan terbaik yang Dia berikan kepada seorang nabi.

9/164- Kesembilan: Masih dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan agar menjilat jari dan piring (ketika makan), dan beliau bersabda,"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di mana letak keberkahan (makanannya)."(HR. Muslim)Dalam riwayat Muslim yang lain:"Bila suapan salah seorang kalian jatuh hendaklah dia memungutnya lalu membuang kotoran yang melekat dan memakannya. Janganlah dia membiarkannya untuk setan. Jangan pula dia mengelap tangannya dengan kain hingga dia mengisap jarinya, karena dia tidak tahu di bagian makanan mana yang terdapat keberkahan."Juga dalam riwayat Muslim yang lain:"Sesungguhnya setan hadir kepada salah seorang kalian di semua urusannya, bahkan hingga ketika makan. Bila ada sesuap makanan jatuh dari salah seorang kalian, hendaklah dia membuang kotoran yang menempel, lalu dia memakannya serta tidak meninggalkannya untuk setan."

Kosa Kata Asing:

الصَّحْفَةُ (aṣ-ṣaḥfah): wadah.

فَلْيُمِطْ (fal-yumiṭ): hendaklah dia menghilangkan.

يَلْعَقُ (yal'aq): mengisap.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mengikuti petunjuk Nabi dalam semua hal, baik kita mengetahui hikmahnya ataupun tidak.

2) Melakukan adab-adab nabawi tekait makam dan minum mengandung berbagai kebaikan, yaitu sebagai potret implementasi perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sikap rendah hati, dan menghalangi setan dari ikut serta dalam aktifitas makan dan minum kita.

3) Meninggalkan makanan bila telah jatuh ke tanah menunjukkan sifat sombong dan menyelisi petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena yang dianjurkan saat itu adalah agar ia membersihkan kotoran yang menempel padanya dan memakannya.

10/165- Kesepuluh: Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri di tengah-tengah kami memberi nasihat seraya berkata,"Wahai sekalian manusia, sungguh kalian akan dibangkitkan menghadap Allah -Ta'ālā- dalam keadaan bertelanjang kaki dan badan serta belum disunat;Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati; sungguh, Kami akan melaksanakannya.'(QS. Al-Anbiyā`: 104)Ketahuilah! Orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat ialah Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketahuilah! Sungguh akan didatangkan sejumlah orang dari umatku, lalu mereka di bawa ke sebelah kiri (jalan penghuni neraka). Aku berkata, 'Ya Rabb, mereka itu umatku.' Dikatakan, 'Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.' Maka aku hanya akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh hamba yang saleh (Nabi Isa),Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka...'Hingga firman-Nya:... sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.'(QS. Al-Mā`idah: 117-118)Lalu dikatakan kepadaku, 'Sungguh mereka terus-menerus murtad sejak engkau meninggalkan mereka.'"(Muttafaq ‘Alaih)

غُرْلاً (gurlan): tidak disunat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban semua orang, baik hakim, mufti, ulama, ataupun dai agar berbicara dan menasihati manusia tentang apa yang mereka butuhkan berupa penjelasan agama yang akan mendatangkan bagi mereka kebaikan dan manfaat di dunia dan akhirat.

2) Allah kadang memberi keistimewaan kepada sebagian nabi tanpa yang lain, dan hal itu tidak menunjukkan keutamaan yang bersifat mutlak. Sebagaimana Ibrahim -'alaihis-salām- diistimewakan sebagai orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat.Ini tidak menunjukkan bahwa Ibrahim adalah rasul yang paling afdal, karena rasul yang paling afdal secara mutlak adalah nabi kita, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Hati-hati agar tidak menyelisihi Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena yang demikian itu adalah faktor terhalanginya seorang hamba dari mendatangi telaga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta dihalangi dari syafaat beliau pada hari Kiamat.

Peringatan:

Sejumlah orang dari kalangan ahli bidah yang sesat berpegang dengan makna lahir hadis ini untuk mencela para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-. Hal ini tidaklah lahir kecuali dari keburukan hati mereka serta tingginya kejahilan mereka tentang keutamaan sahabat-sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Kemudian juga, ini adalah kedustaan dan fitnah besar. Karena keumuman para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- tidak pernah murtad berdasarkan ijmak umat Islam. Kecuali sebagian orang dari kalangan badui, ketika Nabi -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- meninggal dunia, mereka termakan fitnah dan murtad serta tidak mau menunaikan zakat. Hingga Khalifah Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- memerangi mereka, lalu mayoritas mereka kembali kepada Islam. Orang-orang yang mati di atas kemurtadan, merekalah yang dimaksudkan dalam hadis ini.

Para pencela sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, di dalam celaan mereka terkandung empat dosa besar:

1) Mencela para sahabat.

2) Mencela agama, karena para sahabat adalah kaum yang pertama kali menyampaikan agama ini kepada umat manusia.

3) Mencela Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu bagaimana bisa beliau memuji sahabat-sahabatnya sementara mereka adalah orang-orang yang murtad menurut sangkaan orang-orang itu?!

4) Mencela Allah yang merupakan Tuhan alam semesta, Yang Mahasuci lagi Mahatinggi; yaitu bagaimana bisa Allah memerintahkan umat ini untuk meniti jalan para sahabat bila seperti ini keadaan mereka?!

11/166- Kesebelas: Abu Sa'īd Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang khażf (melontar kerikil dengan jari) dan bersabda,"Sesungguhnya hal itu tidak akan mematikan buruan dan tidak pula melukai musuh, akan tetapi hanya bisa membutakan mata dan mematahkan gigi."(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sebagian kerabat Ibnu Mugaffal bermain khażf, sehingga dia melarangnya. Dia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang khażf. Beliau menjelaskan, 'Sesungguhnya hal itu tidak akan menangkap buruan.'" Kemudian dia mengulangnya, maka Ibnu Mugaffal berkata, "Aku mengabarimu, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarangnya, tapi kamu malah mengulanginya! Aku tidak akan berbicara denganmu, selamanya."

Kosa Kata Asing:

الخَذْفُ (al-khażfu) maksudnya seseorang meletakkan kerikil di antara telunjuk dan ibu jarainya lalu melemparnya dengan mendorongkan telunjuk. Atau diletakkan di telunjuk dan didorong dengan ibu jari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengagungan para sahabat --raḍiyallāhu 'anhum- terhadap Sunnah dan keteguhan mereka dengannya.

2) Bagi seseorang ketika disampaikan kepadanya hukum Allah -Ta'ālā- atau hukum Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar mengatakan: kami mendengar dan taat. Jangan membuka pintu masuk setan dengan mengatakan: kami tidak mengetahui hikmah pada dalil itu sehingga kami tidak harus mengamalkannya.

3) Menjauhi semua sebab yang dapat mendatangkan keburukan bagi kaum muslimin.

4)Seorang muslim boleh memboikot saudaranya seagama bila dia melanggar agama, yaitu ketika kuat dugaannya bahwa boikot tersebut akan berguna bagi orang yang diboikot serta akan mengembalikannya kepada Sunnah dan kebenaran. Jika tidak, maka hukum asalnya orang beriman tidak boleh memboikot saudaranya seiman lebih dari tiga hari.5) Orang yang berbuat dosa kemudian bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya.12/167- Kedua belas: 'Abbās bin Rabī'ah berkata, Aku melihat Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- mencium Hajar Aswad dan berkata, "Sesungguhnya aku mengetahui, engkau hanyalah sebuah batu, tidak dapat memberi manfaat dan tidak juga mudarat. Kalaulah aku tidak melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menciummu, aku tidak akan menciummu."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -'Azza wa Jalla- mensyariatkan kepada hamba-hamba-Nya untuk mencium Hajar Aswad dalam rangka kesempurnaan penghambaan kepada Allah -Ta'ālā- di dalam melaksanakan agama-Nya.

2) Kesempurnaan ibadah kepada Allah -Ta'ālā- agar hamba tunduk kepada perintah agama, baik dia mengetahui sebab dan hikmah dalam perkara yang disyariatkan ataupun tidak.

3) Mencium Hajar Aswad bagian dari potret mengikuti Sunnah Nabi; adapun batu itu sendiri maka tidak memberi mudarat dan tidak juga manfaat.

 17- BAB KEWAJIBAN TUNDUK KEPADA HUKUM ALLAH DAN UCAPAN ORANG YANG DIAJAK KEPADA HAL ITU SERTA YANG DIAJAK KEPADA KEBAIKAN DAN DILARANG DARI KEMUNGKARAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa berat dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."(QS. An-Nisā`: 65)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Hanyalah ucapan orang-orang mukmin itu, bila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, 'Kami mendengar dan kami taat.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."(QS. An-Nūr: 51)

Hadis-hadis yang menunjukkan itu di antaranya hadis Abu Hurairah yang disebutkan di awal bab sebelumnya dan hadis-hadis lain yang ada di dalamnya.

1/168- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Manakala turun kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ayat:"Milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."(QS. Al-Baqarah: 284)Hal itu terasa sangat berat bagi sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka mereka datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu duduk berlutut seraya berkata, "Ya Rasulullah! Sebelumnya kami telah dibebani dengan amalan perbuatan yang kami sanggupi; salat, jihad, puasa, dan sedekah. Namun, kini diturunkan kepadamu ayat ini dan kami tidak sanggup melakukannya." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apakah kalian hendak berucap seperti ucapan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebelum kalian: kami dengar dan kami durhakai?! Tetapi, ucapkanlah: kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami. Hanya kepada-Mu kami kembali."Mereka pun berkata, "Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami. Hanya kepada-Mu kami kembali." Manakala hal itu telah mereka baca serta lisan mereka telah tunduk, Allah -Ta'ālā- menurunkan ayat setelahnya:"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya. Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami) kembali."(QS. Al-Baqarah: 285)Tatkala mereka telah melakukan itu, Allah -Ta'ālā- memansukhkannya dan menurunkan ayat:"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan."Allah berfirman, "Ya.""Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami."Allah berfirman, "Ya.""Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir."Allah berfirman, "Ya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

اِقْتَرَأَهَا (iqtara`ahā): membacanya

ذَلَّتْ (żallat): tunduk dengan sepenuhnya.

إِصْرًا (iṣran): perkara yang berat kami pikul.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ketika mendengar perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka seorang Muslim wajib menyambutnya dengan melaksanakannya.

2) Keutamaan para sahabat dalam hal melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu mereka tidak mendahulukan pendapat dan selera mereka sendiri.

3) Pujian Allah -'Azza wa Jalla- kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kepada orang-orang beriman lantaran mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

4) Di antara kasih sayang Allah -Ta'ālā- kepada hamba-hamba-Nya adalah bahwa Allah tidak membebani mereka apa yang mereka tidak sanggup, serta tidak membebani mereka kecuali apa yang mereka mampu.

5) Lintasan-lintasan pikiran yang buruk bila kita tidak ikuti dan tidak kita kerjakan maka tidak akan membahayakan.

Faedah Tambahan:

Di dalam hadis ini terdapat potret yang indah dalam kehidupan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- tentang pembinaan iman dan kejiwaan yang pasrah kepada Allah -Ta'ālā- disertai ketundukan kepada syariat yang diturunkan.Kewajiban kita bila menginginkan kesuksesan dan kebahagiaan serta peneguhan dan kekuasaan adalah kita harus kembali kepada jalan generasi pertama.

 18- BAB LARANGAN MELAKUKAN BIDAH DAN PERKARA-PERKARA YANG BARU DALAM AGAMA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling (dari kebenaran)?!"(QS. Yūnus: 32)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab."(QS. Al-An'ām: 38)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur`ān) dan Rasul (Sunnahnya)."(QS. An-Nisā`: 59)Yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah. Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya."(QS. Al-An'ām: 153)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS. Āli 'Imrān: 31)Ayat-ayat yang berkaitan dengan bab ini banyak dan masyhur.

Pelajaran dari Ayat:

Peringatan terhadap bidah dan perkara-perkara baru dalam agama yang diada-adakan. Seseorang tidak akan mengetahui bahaya bidah kecuali bila dia mengetahui kerusakan-kerusakannya. Di antara kerusakan bidah adalah:

1) Perbuatan bidah adalah bentuk kedurhakaan terhadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta penolakan terhadap makna syahadat Muhammad Rasulullah.

2) Di dalam bidah terkandung celaan terhadap Islam, seakan-akan agama ini belum sempurna sama sekali.

3) Di dalam bidah terkandung celaan terhadap Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yakni bahwa beliau tidak menyampaikan agama ini kepada kita dengan sempurna.

4) Di dalamnya juga terdapat celaan terhadap sahabat, karena mereka yang merupakan umat terbaik tidak melaksanakannya, sehingga seakan-akan mereka telah lalai di dalam beribadah.

5) Bidah bila tersebar di tengah umat maka Sunnah akan hilang dari kehidupan orang-orang beriman.

6) Orang yang berbuat bidah tidak menjadikan Al-Qur`ān dan Sunnah sebagai dasar hukum, melainkan telah menjadikan hawa nafsu dan seleranya sebagai hakim.

Adapun dalil dari hadis, jumlahnya banyak sekali dan masyhur. Tetapi kita akan mencukupkan diri dengan sebagiannya:

1/169- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang membuat perkara baru dalam agama kami ini yang bukan berasal darinya maka amalan tersebut tertolak."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Muslim:“Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”

Kosa Kata Asing:

رَدٌّ (radd): dikembalikan lagi kepada pelakunya, tidak diterima.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ibadah bila tidak diketahui berasal dari agama Allah maka ibadah itu tertolak.

2) Perbuatan yang disebutkan ancamannya dalam hadis ini mencakup perbuatan-perbuatan dalam agama berupa ibadah dan muamalah. Adapun perkara duniawi, maka mengadakan hal baru di dalamnya hukumnya diperbolehkan pada perkara yang bermanfaat dan tidak menyelisihi agama kita yang lurus.

3) Menjauhi bidah dalam agama karena ia termasuk pembatal amalan.

4) Kewajiban mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menjalankan Sunnah beliau.

2/170- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu, bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah, kedua matanya merah, suaranya naik, dan amarahnya tinggi. Seperti seorang panglima yang sedang mengingatkan ada pasukan musuh, yang mengatakan, "Musuh akan menyerang kalian di waktu pagi! Musuh akan menyerang kalian di waktu sore!" Beliau bersabda, "Jarak antara aku diutus dengan kiamat seperti dua jari ini." Beliau menyandingkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Beliau bersabda,"Amabakdu: Sungguh, sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seburuk-buruk perkara dalam agama adalah yang diada-adakan (bidah), dan semua bidah adalah kesesatan."Kemudian beliau melanjutkan,"Aku lebih pantas bagi semua orang beriman daripada dirinya. Siapa yang meninggalkan harta maka hartanya bagi keluarganya. Siapa yang meninggalkan hutang atau anak-anak kecil yang terlantar maka menjadi urusan dan tanggunganku."(HR. Muslim)

Juga hal ini diriwayatkan dalam hadis Al-'Irbāḍ bin Sāriyah -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu hadis sebelumnya dalam Bab Menjaga Sunnah.

Kosa Kata Asing:

ضياعاً (ḍayā'an): anak-anak kecil yang terlantar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mata beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merah, suaranya yang naik, dan amarahnya yang tinggi menunjukkan perhatian beliau kepada umatnya serta peringatan beliau terhadap mereka dalam urusan mereka.

2) Umur dunia sudah dekat, hendaklah seorang hamba bersungguh-sungguh dalam menyiapkan bekal akhirat.

3) Kebaikan seluruhnya ada dalam mengikuti Kitabullah -Ta'ālā- dan Sunah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sedangkan keburukan seluruhnya ada dalam bidah dan perkara-perkara yang diada-adakan dalam agama.

4) Bahaya utang yang ada dalam tanggungan seseorang. Sebab itu, hendaknya seorang hamba tidak berhutang kecuali bila sangat terdesak yang disertai kemauan kuat untuk segera melunasinya dan membebaskan diri darinya.

 19- BAB TENTANG ORANG YANG MEMULAI SUNAH YANG BAIK ATAU BURUK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Rabb kami! Anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.'”(QS. Al-Furqān: 74)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami."(QS. Al-Anbiyā`: 73)

Pelajaran dari Ayat:

1) Seorang hamba hendaknya bersegera dan berlomba kepada kebaikan dan ketaatan, serta menjadi pemimpin atau figur yang diteladani dalam perkara-perkara kebaikan. Hal ini merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada hamba-Nya.

2) Kepemimpinan dalam agama harus disertai dengan kesabaran atas apa yang akan menimpa hamba berupa kelelahan, gangguan, dan godaan hawa nafsu. Juga harus disertai keyakinan, yaitu ilmu yang kukuh sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai syubhat, karena hanya dengan sabar dan yakin kepemimpinan dalam agama akan dapat diraih.

1/171- Abu 'Amr Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- menceritakan, Kami sedang berada di sisi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di awal siang, tiba-tiba beliau didatangi oleh sekelompok orang yang telanjang badan, hanya mengenakan kain wol bergaris atau mantel yang dilubangi tengahnya sambil menyandang pedang. Mayoritas mereka dari kabilah Muḍar, atau bahkan semuanya dari kabilah Muḍar. Sehingga wajah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena kasihan melihat kemiskinan mereka. Maka beliau masuk ke rumahnya kemudian keluar lagi, sesudah itu beliau menyuruh Bilal mengumandangkan azan dan iqamat, lantas beliau salat. Kemudian beliau berkhotbah seraya membacakan,"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) ..."Hingga akhir ayat:"... Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."Juga ayat lain di bagian akhir Surah Al-Ḥasyr:"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)."Hendaklah setiap orang bersedekah dengan sebagian dinarnya, atau dirham, pakaian, gandum, dan kurma yang dia punya, dan bahkan walau dengan setengah kurma." Maka, datanglah seorang laki-laki Ansar membawa seikat emas yang hampir tidak kuat dipegang dengan tangannya. Bahkan, benar-benar tidak kuat. Kemudian orang-orang susul-menyusul hingga aku melihat dua gunungan besar makanan dan pakaian dan aku melihat wajah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berbinar bak dipoles emas. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda,"Siapa yang mencontohkan (memulai) sunah (perbuatan) yang baik dalam Islam maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sunah tersebut setelahnya, tanpa berkurang sedikit pun dari pahala mereka. Dan siapa yang mencontohkan sunah yang buruk maka ia menanggung dosa dari perbuatannya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya, tanpa berkurang sedikit pun dari dosa mereka."(HR. Muslim)Perkataan Jarīr bin Abdullah: "مُجتَابي النِّمَارِ" (mujtābī an-nimār), dengan menggunakan huruf "jīm", kemudian "bā`" setelah alif.النِّمَارُ (an-nimār), bentuk jamak dari "نَمِرَةٍ" (namirah), yaitu kain motif bergaris terbuat dari wol. Sedangkan "مُجتَابي النِّمَارِ" (mujtābī an-nimār), maksudnya: orang yang memakai kain wol bergaris yang telah dilobangi di bagian kepalanya.الْجَوبُ (al-jaub): memotong. Di antaranya disebutkan dalam firman Allah -Ta'ālā-:"... dan (terhadap) kaum Ṡamūd yang memotong batu-batu besar di lembah." (QS. Al-Fajr: 9)جَابُواْ (jābū) dalam ayat ini bermakna: memahat dan memotong.Perkataannya: "تَمَعَّرَ" (tama''ara), artinya berubah.رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ (ra`aitu kaumain), dengan memfatahkan huruf "kāf", dan boleh didamahkan (kūmain), artinya: aku melihat dua tumpukan.كَأَنَّهُ مُذهَبَةٌ (ka`annahu mużhabatun), menggunakan huruf "żāl", kemudian "hā`" yang fatah, setelahnya "bā`", sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qāḍī 'Iyāḍ dan lainnya. Tapi sebagian ulama menulisnya dengan "مُدهُنـَةٌ" (mudhunatun), dengan menggunakan huruf "dāl", kemudian "hā`" yang damah, setelahnya huruf "nūn". Demikian dinyatakan oleh Al-Ḥumaidiy. Tetapi yang benar dan masyhur adalah yang pertama. Makna kedua kata itu adalah bersih dan bercahaya.

Kosa Kata Asing:

صَدْرُ النًّهَارِ (ṣadrun-nahār): awal siang.

الفاقة (al-fāqah): sangat fakir atau miskin.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kasih sayang beliau kepada umatnya serta perhatian beliau terhadap keadaan mereka.

2) Para penguasa berkewajiban melihat keadaan rakyatnya serta memperhatikan maslahat mereka.

3) Keutamaan sedekah, sehingga seorang hamba harus memperbanyaknya karena di dalamnya terkandung manfaat bagi dirinya dan orang lain.

4) Anjuran untuk mengerjakan amalan-amalan sunah yang telah ditinggalkan dan dilalaikan, karena menghidupkannya adalah menghidupkan Sunnah.

5) Peringatan terhadap sunah (kebiasaan) yang buruk, yaitu orang yang memulai kebiasaan buruk akan menanggung dosanya dan yang semisal dosa orang-orang yang mengikutinya.

Peringatan:

Sebagian orang yang cinta kebaikan dan amalan baik berdalil dengan hadis ini terhadap bolehnya mengerjakan sebagian amalan bidah. Mereka mengatakannya sebagai bidah ḥasanah (yang baik), berdalil dengan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Siapa yang memulai sunah yang baik dalam Islam."Tentu ini kesalahpahaman. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan hadis yang bersifat umum, "Setiap bidah itu sesat." Beliau tidak memberi pengecualian sedikit pun dari kesesatan bidah, sehingga semuanya adalah kesesatan dan buruk, tidak ada yang baik di dalamnya.Tetapi, maksud hadis ini adalah anjuran agar berlomba kepada kebaikan dan bersegera mengerjakannya. Sebagaimana terlihat jelas dari sebab adanya hadis ini. Sunah yang baik memiliki dasar dalam syariat, tetapi kadang samar dan lenyap di sebagian waktu. Lalu datang orang yang menghidupkannya di tengah-tengah manusia. Dengan demikian, dia telah memulai sunah yang baik.Adapun bidah maka tidak memiliki dasar dalam agama sama sekali. Betapa bagus ucapan yang disampaikan oleh Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh-, "Siapa yang meyakini istihsan, sungguh dia telah membuat-buat syariat."Yang semakna dengan ini diucapkan juga oleh Imam Negeri Hijrah, Malik bin Anas -raḥimahullāh-,"Apa yang hari itu (pada masa Nabi) bukan bagian dari agama, maka hari ini ia tidak menjadi bagian dari agama."2/172ـ- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang jiwa dibunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama ikut mendapatkan bagian dosa pembunuhan tersebut, karena dialah yang pertama kali memulai pembunuhan."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

Anak Adam yang pertama adalah Qābīl, yaitu tatkala dia membunuh saudaranya, Hābīl.

كِفْلٌ (kiflun): bagian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang memulai sunah yang buruk maka dia menanggung dosa perbuatannya dan dosa setiap orang yang melakukan perbuatan yang sama dengan perbuatannya itu hingga hari Kiamat.

2) Di antara bentuk hukuman terhadap keburukan bahwa keburukan tersebut akan menyeret berbagai keburukan lainnya kepada pelakunya, kecuali bila pelakunya bertobat.

3) Pembunuhan tanpa alasan yang benar termasuk dosa besar yang dengannya Allah -Ta'ālā- didurhakai.

 20- BAB MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN DAN PETUNJUK ATAU KEPADA KESESATAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu."(QS. Al-Qaṣaṣ: 87)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik."(QS. An-Naḥl: 125)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan."(QS. Al-Mā`idah: 2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan."(QS. Āli 'Imrān: 104)

Pelajaran dari Ayat:

1) Seorang hamba diperintahkan agar berdakwah kepada kebaikan dengan ucapan, perbuatan, ataupun akhlak baik.

2) Ilmu dibutuhkan pada juru dakwah karena orang yang mengajak dan yang melarang harus berilmu tentang apa yang dia dakwahkan.

3) Anjuran menggunakan perilaku hikmah dan pengajaran yang baik dalam mendakwahi manusia.

4) Wasiat Allah -Ta'ālā- kepada umat ini agar ada di antara mereka sekelompok orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran; ini termasuk tanda kesuksesan.

1/173- Abu Mas'ūd 'Uqbah bin 'Amr Al-Anṣāriy Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, baginya pahala seperti orang yang mengerjakannya."(HR. Muslim)2/174- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa mengajak kepada petunjuk (kebajikan), maka ia mendapatkan pahala sebesar pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia menanggung dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ajakan kepada petunjuk ataupun ajakan kepada kesesatan dapat dilakukan dengan ucapan atau perbuatan.

2) Orang yang menjadi sebab terjadinya sesuatu sama dengan yang mengerjakannya secara langsung. Oleh karena itu, siapa yang mengajak kepada kebaikan atau keburukan akan mendapatkan yang semisal dengan pahala atau dosa orang yang mengerjakannya.

3) Perhatian terhadap dakwah kepada kebaikan dan perbaikan serta pencegahan keburukan dan kerusakan.

3/175- Abul-'Abbās Sahl bin Sa'ad As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda pada saat perang Khaibar,"Demi Allah! Besok aku akan memberikan bendera perang ini kepada seorang laki-laki yang Allah akan memberikan kemenangan lewat tangannya; dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya."Orang-orang pun bergadang semalaman membicarakan siapa yang akan diberi bendera itu. Saat pagi tiba, mereka datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, semuanya berharap dirinyalah yang diberi bendera tersebut. Lantas Nabi bertanya, "Di mana Ali bin Abi Ṭālib?" Dijawab, "Ya Rasulullah! Dia sedang sakit kedua matanya." Beliau berkata, "Kirimlah utusan kepadanya." Maka dia dibawa kepada beliau. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meludah di kedua matanya dan mendoakannya. Seketika dia sembuh, sampai seakan-akan tidak pernah mengalami sakit. Selanjutnya beliau menyerahkan bendera tersebut kepadanya. Ali -raḍiyallāhu 'anhu- bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah aku memerangi mereka hingga mereka seperti kita?" Beliau menjawab,"Majulah dengan perlahan sampai engkau tiba di tempat mereka. Lalu serulah mereka kepada Islam dan beritahukan kepada mereka tentang kewajiban yang harus mereka tunaikan terhadap hak Allah -Ta'ālā- dalam Islam. Demi Allah! Bila Allah memberikan hidayah kepada satu orang lewat perantaramu, itu lebih baik bagimu dari unta-unta merah."(Muttafaq 'Alaih)Perkataan Sahl bin Sa'ad: "يَدُوكُونَ" (yadūkūna), maksudnya memperbincangkan dan membicarakan.Sabda Rasulullah: "رِسْلِكَ" (rislika), dengan mengkasrahkan "rā`", dan boleh difatahkan, tetapi kasrah lebih fasih.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sahabat mulia, Ali bin Abi Talib -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia termasuk orang yang dicintai oleh Allah dan Rasulullah. Sungguh, inilah nikmat yang teramat mulia! Oleh karena itu, Allah telah memberikan kemenangan lewat tangannya.

2) Seorang hamba kadang diberikan oleh Allah -Ta'ālā- keutamaan yang tidak pernah terbesit dalam hatinya.

3) Seorang hamba kadang dihalangi dari sesuatu bersama kegigihannya untuk mendapatkannya, dan kadang diberi sesuatu padahal dia tidak gigih mengejarnya.

4) Anjuran agar seseorang mengusahakan kebaikan dan bersegera kepadanya.

5) Berdakwah kepada Islam termasuk kewajiban paling penting karena adanya pahala besar yang akan didapatkan lewat memberi petunjuk kepada manusia.

4/176- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang pemuda dari Bani Aslam berkata, "Ya Rasulullah! Aku ingin ikut berperang. Tetapi aku tidak punya harta sebagai bekal perang?" Beliau berkata,"Datanglah kepada polan. Dia telah mempersiapkan bekal perang, tetapi jatuh sakit."Lantas pemuda itu datang kepadanya dan berkata, "Sungguh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan salam kepadamu. Beliau menyampaikan agar engkau memberikan persiapan perang yang telah engkau siapkan kepadaku." Maka laki-laki itu berkata kepada istrinya, "Ya fulānah! Berikan dia persiapan perang yang telah aku siapkan. Jangan sisakan sedikit pun. Demi Allah! Jangan engkau sisakan sedikit pun. Semoga Allah memberkahimu di dalamnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba bila menunjuki orang lain kepada suatu kebaikan, maka dia akan diberi pahala atas hal itu.

2) Bila seorang hamba telah merencanakan suatu amal saleh lalu dia tertahan oleh suatu halangan, seperti sakit, hendaknya dia memberikan apa yang telah dia persiapkan untuk hal itu kepada orang yang bisa mengerjakannya, supaya dia diberikan pahala sempurna dan manfaat itu tidak hilang.

 21- BAB TOLONG-MENOLONG DALAM KEBAJIKAN DAN KETAKWAAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan."(QS. Al-Mā`idah: 2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Demi masa.Sungguh, semua manusia berada dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."(QS. Al-'Aṣr: 1-3)

Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata yang maknanya, bahwa manusia atau kebanyakan mereka lalai untuk menadaburi surah ini.

Pelajaran dari Ayat:

1) Tolong-menolong di atas kebajikan dan ketakwaan adalah perkara terbaik yang kepadanya orang-orang beriman berkumpul dan saling nasihati.

2) Semua manusia rugi kecuali yang memiliki empat sifat; yaitu dia beriman kepada apa yang wajib diimani, melakukan amal saleh yang menjadi konsekuensi imannya, mengajak kepada kebenaran, dan bersabar terhadap ujian di jalan dakwah tersebut.

1/177- Abu Abdirrahman Zaid bin Khālid Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mempersiapkan bekal untuk orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh dia telah (ikut) berperang. Dan siapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh dia telah (ikut) berperang."(Muttafaq ‘Alaih)2/178- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim sebuah pasukan ke Bani Liḥyān dari kabilah Hużail; beliau bersabda,"Hendaklah berangkat salah satu dari setiap dua orang, sedangkan pahala bagi keduanya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap orang yang membantu orang lain dalam ketaatan kepada Allah, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang itu, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.

2) Dua orang yang bergabung dalam satu kebaikan akan dituliskan bagi keduanya pahala tanpa terkecuali.

3) Anjuran kepada manusia agar saling tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan.

Faedah Tambahan:

Membantu orang yang berperang memiliki dua bentuk:

Pertama: membantunya dalam menyiapkan kendaraan, logistik, senjata, dan semua bekal perang.

Kedua: membantunya dengan cara mengurus dengan baik keluarga yang ditinggal.

3/179- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertemu serombongan pengendara di Rauḥā` dan bertanya, "Rombongan siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Rombongan orang-orang Islam. Lalu Anda, siapa?" Beliau menjawab, "Rasulullah." Lantas seorang perempuan mengangkat anak kecil dan bertanya, "Apakah anak kecil ini sah berhaji?" Beliau menjawab, "Ya, sah. Dan engkau juga mendapatkan pahala."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

Rauḥā` adalah sebuah tempat di perbatasan antara Mekah dan Madinah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib bagi orang beriman yang semangat belajar agar memanfaatkan nikmat keberadaan seorang ulama dengan bertanya kepadanya tentang perkara yang membingungkannya dan yang bermanfaat baginya dalam perkara agamanya.

2) Sahnya haji anak kecil walaupun belum mumayiz, dan bila dia berhaji bersama walinya maka pahala haji didapakan oleh mereka berdua.

4/180- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Seorang bendahara muslim yang terpercaya dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya, lalu dia memberikan harta itu dengan utuh dan sempurna dengan senang hati dan menyalurkannya kepada siapa yang diperintahkan untuk diberi; dia adalah satu dari orang yang bersedekah."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam sebuah riwayat: "... yang memberikan apa yang diperintahkan kepadanya." Kata "المُتَصدِّقَيْنِ" (al-mutaṣaddiqaini), disebutkan oleh para ulama dengan memfatahkan huruf "qāf", lalu "nūn" yang berharakat kasrah sebagai bentuk muṡannā (yang menunjukkan jumlah dua). Juga sebaliknya, ada yang menyebutkannya dengan mengkasrahkan "qāf", dan memfatahkan "nūn" ((al-mutaṣaddiqīna) sebagai bentuk jamak (yang menunjukkan jumlah banyak). Kedua-duanya benar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menjaga amanah dan menunaikan semua nafkah yang dititipkan kepada seorang hamba.

2) Besarnya pahala tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan, yaitu pahala dituliskan bagi orang yang membantu seperti yang dituliskan bagi yang mengerjakannya.

 22- BAB NASIHAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara."(QS. Al-Ḥujurāt: 10)Allah -Ta'ālā- juga berfirman mengisahkan perkataan Nūḥ -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Dan aku memberi nasihat kepadamu."(QS. Al-A'rāf: 62)Juga tentang perkataan Hūd -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Dan aku adalah pemberi nasihat yang amanah kepada kamu."(QS. Al-A'rāf: 68)

Faedah:

Nasihat adalah memberi kebaikan kepada orang lain. Nasihat mengharuskan orang yang memberi nasihat mencintai kebaikan bagi saudaranya serta mengajaknya kepada nasihat tersebut. Kebalikan nasihat: makar, tipu daya, khianat, dan tipu muslihat.

Pelajaran dari Ayat:

1) Nasihat adalah buah dari persaudaraan dalam agama, bahkan merupakan konsekuensi paling penting dari persaudaraan ini.

2) Seseorang muslim wajib menasihati saudaranya dengan memperlihatkan kepadanya kebaikan agar dengan hal itu persaudaraan keimanan terwujud.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini:

1/181- Pertama: Abu Ruqayyah Tamīm bin Aus Ad-Dāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Agama itu nasihat." Kami bertanya, "Untuk siapa?" Nabi menjawab, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan semua kaum muslimin."(HR. Muslim

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk nasihat untuk Allah -'Azza wa Jalla- adalah mewujudkan keikhlasan kepada Allah -Ta'ālā-, beribadah kepadanya dengan cinta dan pengagungan, cemburu bila perbuatan-perbuatan yang Allah -Ta'ālā- haramkan dilanggar, membela agama Allah -Ta'ālā- dan mendakwahkannya.

2) Di antara bentuk nasihat untuk Kitab Allah adalah seorang hamba menegakkan huruf-hurufnya dengan cara dibaca dan ditadaburi, menyebarkan maknanya yang sahih di tengah-tengah umat Islam, dan mengimplementasikan kandungannya dengan melaksanakan kewajiban yang diperintahkannya, meninggalkan apa yang diharamkannya serta membenarkan beritanya.

3) Di antara bentuk nasihat untuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah mengimani kerasulan beliau dengan iman yang sempurna, membenarkan berita yang beliau sampaikan, mengikuti beliau dengan benar dan tulus, membela dan menjaga syariat yang beliau bawa, melawan bidah dan para pelakunya serta menghormati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, memuliakan mereka, mencintai mereka, dan membela mereka.

4) Di antara bentuk nasihat untuk pemimpin kaum muslimin adalah menghormati ulama, bersemangat menimba ilmu yang mereka miliki, tidak mencari-cari kekeliruan dan kesalahan mereka karena mereka tidak maksum, dan mesti membela mereka.Adapun pemimpin umat Islam dari kalangan penguasa, nasihat untuk mereka adalah dengan menahan diri dari keburukan mereka (tidak menyebarkannya) serta menasihati mereka sesuai kemampuan.

5) Di antara bentuk nasihat kepada kalangan umum masyarakat Islam adalah mencintai kebaikan untuk mereka seperti untuk diri Anda, mengarahkan mereka kepada kebaikan, menunjuki mereka kepada kebenaran, dan bersikap kasih sayang kepada semua orang.

2/182- Kedua: Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menegakkan salat, menunaikan zakat, dan menasihati setiap muslim."(Muttafaq ‘Alaih)3/183- Ketiga: Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memberi nasihat kepada setiap muslim, yang dekat dan jauh, kecil dan besar, laki-laki dan perempuan.

2) Di antara bentuk nasihat kepada kaum muslimin adalah mencintai kebaikan untuk mereka seperti yang Anda cintai untuk diri Anda sendiri.

3) Tidak sempurna iman seorang hamba hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya seperti yang dia cintai untuk dirinya sendiri.

Faedah Tambahan:

Penafian iman hamba pada hadis di atas maksudnya menafikan kesempurnaan iman, bukan menafikan iman secara total dari dasar. Karena iman memiliki dasar dan cabang, dapat bertambah dan berkurang. Sedangkan mukmin yang diberikan taufik akan berusaha untuk mengontrol dan menambah imannya."Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit,yang memberikan buahnya setiap saat dengan izin Tuhannya."(QS. Ibrāhīm: 24-25)

 23- BAB AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."(QS. Āli 'Imrān: 104)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar."(QS. Āli 'Imrān: 110)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Berikanlah maaf, perintahkanlah untuk berbuat baik, dan berpalinglah dari orang-orang jahil."(QS. Al-A'rāf: 199)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar."(QS. At-Taubah: 71)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat."(QS. Al-Mā`idah: 78-79)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan katakanlah (Muhammad), 'Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Siapa yang menghendaki (beriman), hendaklah dia beriman. Dan barangsiapa menghendaki (kafir), biarlah dia kafir.'”(QS. Al-Kahfi: 29)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik."(QS. Al-Ḥijr: 94)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang yang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik."(QS. Al-A'rāf: 165)Ayat-ayat dalam bab ini banyak dan makruf.

Faedah:

- Makruf (kebaikan) adalah sesuatu yang dikenal baik menurut agama, akal, dan 'urf (adat istiadat). 'Urf yang dimaksud adalah kebiasaan orang yang baik dan saleh, yaitu orang-orang yang pertengahan, bukan orang yang ekstrem ataupun lalai.

- Mungkar (kemungkaran) adalah sesuatu yang dikenal buruk menurut agama, akal, dan 'urf (adat istiadat). Yaitu mencakup semua yang diingkari dan dilarang oleh syariat berupa berbagai macam maksiat seperti kekufuran, bidah, dan kefasikan.

Pelajaran dari Ayat:

1) Wajib ketika melakukan amar makruf nahi mungkar menggunakan sikap hikmah, dan itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu dan sabar.

2) Kewajiban amar makruf nahi mungkar bukan hanya tugas khusus laki-laki, tetapi juga mencakup perempuan.

3) Kewajiban saling melarang dari kemungkaran karena meninggalkan nahi mungkar adalah sebab adanya laknat dan pengusiran dari rahmat Allah -Ta'ālā-.

4) Amar makruf dan nahi mungkar merupakan sebab keselamatan dan keterjagaan umat dari bencana dan siksa.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini:

1/184- Pertama: Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia ubah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu dengan tangannya, hendaklah dengan lisannya. Jika ia tidak mampu dengan lisannya, maka hendaklah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.'"(HR. Muslim)2/185- Kedua: Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada seorang Nabi pun yang Allah utus untuk satu umat sebelumku kecuali ia memiliki para pengikut setia dan sahabat-sahabat yang mengamalkan Sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian muncul generasi pengganti setelah mereka yang mengatakan apa yang tidak mereka perbuat dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya ia adalah seorang mukmin, siapa yang berjihad melawan mereka dengan hatinya ia adalah seorang mukmin, dan siapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya ia adalah seorang mukmin. Adapun selain pengingkaran itu, maka bukanlah suatu bentuk keimanan meskipun sebesar biji sawi."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

حَوارِيُّون (ḥawāriyyūn): orang-orang pilihan, teman setia para nabi dan pembela mereka yang berjihad.

خُلُوْفٌ (khulūf), bentuk jamak kata "خَلْف" (khalf) dengan mensukunkan "lām", artinya pengganti yang buruk. Sedangkan "خَلَفَ" (khalaf), dengan memfatahkan "lām", artinya pengganti yang baik. Maksudnya: muncul para pengganti yang buruk.

خَرْدلٌ (khardal): biji kecil terkenal (sawi).

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengingkari kemungkaran terbagi menjadi beberapa tingkatan sesuai kadar kemampuan dan tanggung jawab setiap insan.

2) Siapa yang menginginkan kesuksesan hendaklah mengikuti manhaj atau metode para nabi di dalam berdakwah kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

3) Anjuran berjihad melawan orang-orang yang menyelisihi agama, masing-masing sesuai kemampuan, karena meninggalkannya secara total adalah bukti hilangnya iman dari hati seseorang.

4) Orang-orang terbaik setelah para nabi adalah sahabat-sahabat mereka.

5) Peringatan agar seseorang tidak mengucapkan apa yang tidak dia kerjakan atau mengerjakan apa yang tidak diperintahkan.

3/186- Ketiga: Abu Al-Walīd 'Ubādah bin Aṣ-Ṣāmit -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan,"Kami berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk selalu mendengar dan taat dalam kondisi susah dan longgar, semangat (mudah) dan berat (sulit), dalam kondisi monopoli atas kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya, kecuali bila telah melihat ada kekufuran yang terang dan ada bukti yang nyata dalam perkara tersebut dari Allah. Serta agar kami menyampaikan kebenaran di mana pun kami berada tanpa takut celaan orang yang mencela dalam rangka membela Allah."(Muttafaq 'Alaih)Kalimat المَنْشَط (al-mansyaṭ) dan المَكْره (al-makrah), dengan memfatahkan huruf "mīm" pada keduanya, artinya: dalam kondisi mudah dan sulit.الأثَرةُ (al-aṡarah): memonopoli hak bersama, sebagaimana telah dijelaskan.بَوَاحاً (bawāḥan), dengan "bā`" yang berharakat fatah, setelahnya ada huruf "wāw" kemudian "ḥā`", artinya: yang terang/jelas, tidak berpotensi ditakwil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mendengar dan taat kepada penguasa ketika semangat dan berat, dan ketika sulit dan longgar (mudah), kecuali dalam kemaksiatan kepada Allah maka tidak boleh taat kepada mereka.

2) Menasihati dan membimbing para pemimpin kaum muslimin dengan cara yang terbaik adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Anjuran untuk menyampaikan dan melaksanakan kebenaran dan tidak takut terhadap celaan manusia karena membela agama. Maka, di manakah orang beriman hari ini yang berani menyuarakan kebenaran?!

4/187- Keempat: An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Perumpamaan orang yang melakukan penjagaan terhadap batasan-batasan Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya seperti suatu kaum yang berundi di atas sebuah kapal. Lalu sebagian menempati tingkat atas dan sebagian menempati tingkat bawah. Orang-orang yang di lantai bawah apabila mengambil air, mereka melewati orang-orang yang di atas mereka. Maka mereka berkata, "Seandainya kita membuat lubang kecil di bagian kita ini hingga kita tidak perlu mengganggu orang-orang di atas kita." Jika orang-orang yang di atas membiarkan apa yang mereka inginkan, niscaya mereka semua binasa. Namun, jika orang-orang yang di atas mencegah mereka, niscaya mereka selamat dan semuanya selamat."(HR. Bukhari)القَائمُ في حُدُودِ الله تَعالى: orang-orang melakukan penjagaan atau pengingkaran terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar batasan-batasan Allah; menolak dan menghilangkannya. Yang dimaksud dengan batasan Allah adalah apa yang dilarang.اسْتَهَمُوا (istahamū): berundi.

Kosa Kata Asing:

الْوَاقِع فيها (al-wāqi' fīhā): orang yang melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib.

اِسْتَقَوْا (istaqau): mencari air minum.

خَرْقاً (kharqan): lubang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila orang berilmu dan beragama menggandeng tangan orang yang jahil dan bodoh, maka mereka semua akan selamat. Tetapi bila tidak, maka mereka semua akan binasa.

2) Pengajar hendaknya membuat contoh untuk mendekatkan sesuatu yang bersifat logika dalam wujud nyata.

3) Menetapkan disyariatkannya undian ketika jumlah yang mesti mendapatkan suatu hak lebih banyak sementara tidak ada cara lain untuk menentukan solusinya. Di antara contohnya seperti firman Allah -Ta'ālā- tentang Yunus -'alaihis-salām-:"Kemudian dia ikut diundi, ternyata dia termasuk orang-orang yang kalah (dalam undian)."(QS. Aṣ-Ṣāffāt: 141)

4) Amar makruf dan nahi mungkar adalah bahtera keselamatan bagi umat, siapa yang naik akan selamat dan yang tidak ikut akan tenggelam. Keadaan menyakitkan yang kita hadapi hari ini adalah hukuman terhadap perilaku meninggalkan petunjuk Nabi dalam hal amar makruf dan nahi mungkar. Adakah yang mau kembali kepada Allah dan bertobat?!

5/188- Kelima: Ummul-Mu`minīn Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah Ḥużaifah Al-Makhzūmiyyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh akan diangkat untuk kalian penguasa-penguasa. Sebagian amalnya kalian kenali, dan sebagiannya kalian ingkari. Siapa yang membencinya (dalam hati) maka dia telah bebas (dari dosa), dan siapa yang mengingkari (dengan lisan) maka dia selamat. Namun, siapa yang rida serta mengikuti mereka (akan ikut celaka)." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Bolehkah kita memerangi mereka?" Beliau menjawab, "Jangan, selama mereka masih mendirikan salat di tengah kalian!"(HR. Muslim)

Maknanya: siapa yang membenci dengan hati dan tidak mampu mengingkari dengan tangan maupun lisan maka dia telah bebas dari dosa dan telah menunaikan tugasnya. Siapa yang mengingkari sesuai kemampuannya maka telah selamat dari maksiat itu. Tetapi, siapa yang rida dan mengikuti perbuatan mereka maka dia telah berbuat maksiat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Cara mengingkari kemaksiatan penguasa sesuai keadaan, disertai dengan pertimbangan maslahat dan mafsadatnya.

2) Disyariatkan mengangkat senjata bila mereka tidak menegakkan salat, dengan syarat hal tersebut tidak menimbulkan mafsadat dan mewujudkan maslahat besar.

3) Menjunjung tinggi kedudukan salat, karena siapa yang meninggalkannya berarti telah kafir.

4) Mengingkari kemungkaran adalah jalan keselamatan dan kemenangan. Di manakah orang-orang yang menegakkan syiar yang agung ini?

6/189- Keenam: Ummul-Ḥakam Zainab binti Jaḥsy -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk menemuinya dalam kondisi sangat cemas sambil mengucapkan,"Lā ilāha illallāh! Celakalah orang-orang Arab dari keburukan yang telah dekat. Hari ini telah dibuka sebesar ini dari tembok penghalang Yakjuj dan Makjuj." Beliau ucapkan ini sambil melingkarkan dua jarinya, yakni ibu jari dan yang dekat dengannya (telunjuk). Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa sementara di tengah kami ada orang-orang saleh?" Beliau menjawab, "Ya, apabila banyak keburukan."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

الرَّدْمُ (ar-radm): tembok penghalang. Bila Anda katakan, "Radamtu" maka maknanya: Anda memasang tembok penghalang.

الخَبَثُ (l-khabaṡ): keburukan berupa kefasikan dan perbuatan fujur, dan macam-macam maksiat lainnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berzikir kepada Allah ketika merasa cemas dan takut untuk mengukuhkan tauhid dan menenangkan hati.

2) Mengabarkan fitnah Yakjuj dan Makjuj untuk diwaspadai karena termasuk fitnah yang paling buruk.

3) Bila perbuatan buruk telah banyak menyebar di masyarakat tanpa pengingkaran, maka itu adalah sebab kebinasaan sekalipun ada orang-orang saleh, karena yang menjadi ukuran keselamatan adalah adanya usaha orang-orang yang memperbaiki di tengah umat. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, selama (sebagian) penduduknya orang-orang yang melakukan perbaikan."(QS. Hūd: 117)7/190- Ketujuh: Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Hindarilah duduk-duduk di jalan!" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami tidak bisa tidak mengadakan majelis guna berbincang-bincang." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika kalian tidak bisa kecuali harus duduk-duduk, maka berikanlah hak-hak jalan!" Mereka bertanya, "Apa hak jalan itu?" Beliau bersabda, "Menundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam, serta menegakkan amar makruf dan nahi mungkar."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan duduk-duduk di jalan karena dapat berakibat kepada keburukan-keburukan yang telah jelas.

2) Menundukkan pandangan termasuk ibadah yang wajib bagi orang yang duduk di jalan.

3) Wajib menahan diri dari mengganggu orang, baik berupa gangguan lisan maupun perbuatan.

4) Menebarkan salam di antara umat Islam akan melahirkan rasa saling cinta dalam hati mereka.

5) Amar makruf dan nahi mungkar termasuk kewajiban orang-orang yang duduk di jalan.

8/191- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, lantas beliau melepasnya dan membuangnya. Beliau bersabda,"Salah seorang di antara kalian mengambil bara api neraka lalu meletakkannya di tangannya!"Setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pergi, dikatakan kepada laki-laki itu, "Ambillah cincinmu itu dan manfaatkan." Laki-laki tersebut menjawab, "Tidak, Demi Allah! Aku tidak akan mengambil cincin itu selamanya, karena cincin itu telah dibuang oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Diharamkan memakai emas bagi laki-laki; karena hal itu menyebabkan azab neraka.

2) Termasuk bijaksana menggunakan sikap keras dalam mengingkari kemungkaran bila dibutuhkan, karena bijaksana hakikatnya adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang tepat.

3) Pengagungan para sahabat terhadap perintah-perintah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta penjelasan ketulusan iman mereka ketika mereka melaksanakannya dengan cepat. Maka, di manakah orang-orang yang mau mengikuti mereka?!

9/192- Kesembilan: Abu Sa'īd Hasan Al-Baṣriy meriwayatkan bahwa 'Ā`iż bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhu- masuk menemui 'Ubaidillāh bin Ziyād. Lantas dia berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Sesungguhnya sejelek-jelek penggembala (pemimpin) itu adalah yang kejam.'Maka jangan sampai engkau menjadi salah seorang dari mereka." 'Ubaidillāh berkata, "Duduklah, engkau hanyalah satu di antara kalangan rendahan sahabat Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." 'Ā`iż berkata, "Adakah pada generasi sahabat orang-orang rendahan? Sesungguhnya orang rendahan hanyalah ada di kalangan orang-orang setelah mereka atau di selain mereka."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

"الرِّعَاء" (ar-ri'ā`), dengan mengkasrah huruf "rā`" yang bermad, adalah bentuk jamak dari "رَاعٍ" (rā'in), artinya penggembala.

الحُطَمَة (al-ḥuṭamah): yang kejam terhadap rakyatnya, tidak bersikap lembut, melainkan dia membinasakan mereka.

نُخَالَةٌ (nukhālah), dikatakan "نُخَالَةُ الدَّقِيْقِ" artinya ampas. Maksudnya ialah ungkapan untuk sesuatu yang tidak dihiraukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Komitmen para sahabat dalam mengerjakan amar makruf dan nahi mungkar serta mereka tidak takut dalam menyampaikan kebenaran.

2) Para sahabat seluruhnya adalah orang-orang mulia dan afdal, mereka adalah sebaik-baik generasi umat.

3) Orang yang paling baik adalah yang memberikan kemudahan dan lembut, khususnya bila ia seseorang yang memiliki jabatan.

10/193- Kesepuluh: Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya! Hendaklah kalian mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Atau (jika tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksaan-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya lalu doa kalian tidak dikabulkan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh bersumpah pada perkara-perkara yang penting.

2) Amar makruf dan nahi mungkar termasuk kewajiban yang paling besar.

3) Ancaman keras apabila umat meninggalkan amar makruf nahi mungkar. Tahukah kita bahwa dengan sebab itulah musibah menimpa kita?!

4) Meninggalkan perilaku saling mengingatkan kepada amar makruf nahi mungkar merupakan sebab tidak dikabulkannya doa.

11/194- Kesebelas: Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Jihad paling utama adalah menyampaikan keadilan di hadapan penguasa yang lalim."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan")12/195- Kedua belas: Abu Abdillah Ṭāriq bin Syihāb Al-Bajaliy Al-Aḥmasiy -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- padahal dia sudah meletakkan kakinya pada pelana, "Jihad apakah yang paling utama?" Beliau menjawab,"Mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim."(HR. An-Nasā`iy dengan sanad sahih)

الْغَرْز (al-garz), dengan "gain" berharakat fatah, kemudian "rā`" berharakat sukun dan "zāy", yaitu: kaki pelana unta yang terbuat dari kulit atau kayu. Sebagian berpendapat tidak khusus pada yang terbuat dari kulit dan kayu.

Kosa Kata Asing:

جَائِرٌ (jā`ir): orang zalim.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim karena hal itu akan mencegahnya dari kezalimannya.

2) Kewajiban menasihati penguasa zalim serta mengajak mereka kepada kebaikan dan melarangnya dari kemungkaran.

Faedah Tambahan:

Mengingkari penguasa memiliki empat keadaan:

1) Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang adil; ini hal yang mudah.

2) Menyampaikan kebatilan kepada penguasa yang adil; ini berbahaya karena dapat mengakibatkan sang penguasa dan yang menyampaikannya terfitnah.

3) Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim; ini adalah jihad yang paling utama.

4) Menyampaikan kebatilan kepada penguasa yang zalim; ini menyesatkan umat.

13/196- Ketiga belas: Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya awal mula terjadinya kekurangan (kesalahan) pada Bani Isrā`īl adalah dahulu seseorang (yang baik) bertemu dengan seseorang (yang berbuat maksiat) seraya berkata, 'Hai kamu! Takutlah kepada Allah dan tinggalkan apa yang kamu lakukan, sesungguhnya itu tidak halal bagimu.' Kemudian esoknya ia bertemu lagi dengan orang itu sementara orang itu masih dalam keadaan seperti sebelumnya. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk menjadi teman makan, minum, dan duduknya. Tatkala mereka melakukan itu, Allah hitamkan hati sebagian mereka karena hati yang lain."Kemudian beliau membaca ayat:"Orang-orang kafir dari Bani Isrā`īl telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.Kamu melihat banyak di antara mereka tolong menolong dengan orang-orang kafir (musyrik). Sungguh, sangat buruk apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri ...Hingga firman-Nya:... orang-orang yang fasik."(QS. Al-Mā`idah: 78-81)Kemudian beliau bersabda,"Sungguh demi Allah! Hendaklah kalian mengajak kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar; agar kalian ambil tangan orang yang zalim dan kalian belokkan dia kepada kebenaran serta kalian menahannya pada kebenaran! Atau Allah akan menghitamkan hati sebagian kalian atas yang lain, lalu kalian dilaknat seperti mereka dilaknat."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan") [5].

Ini adalah redaksi riwayat Abu Daud. Sedangkan dalam redaksi Tirmizi: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Manakala Bani Isrā`īl jatuh dalam maksiat, orang-orang berilmu dari mereka melakukan pengingkaran. Tetapi mereka tidak berhenti. Lalu orang-orang itu ikut duduk di majelis mereka, makan dan minum bersama. Maka Allah hitamkan hati sebagian mereka dengan yang lain, dan Allah melaknat mereka lewan lisan Daud dan Isa Ibnu Maryam. Yang demikian itu disebabkan maksiat mereka dan mereka selalu melampaui batas."Lٌalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk seraya bersandar. Kemudian beliau bersabda,"Tidak! Demi Allah yang jiwaku ada di Tangan-Nya! (Kalian tidak selamat) hingga kalian membelokkan mereka kepada kebenaran."Kalimat "تَأْطِرُوهم" (ta`ṭirūhum): kalian membelokkan mereka."ولْتَقْصُرُنَّهُ" (wal-taqṣurunnahu): agar kalian menahannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Waspada terhadap perilaku orang Yahudi yang menggabungkan antara mengerjakan kemungkaran dan menampakkannya serta tidak saling melarang darinya.

2) Diam terhadap perbuatan maksiat akan mendorong orang mengerjakannya serta menjadi sebab penyebarannya. Tidaklah kemungkaran tersebar pada umat ini kecuali dengan sebab didiamkan dan tidak diingkari.

3) Haram duduk bersama orang yang sedang melakukan kemungkaran, kecuali dengan tujuan untuk mengingkarinya.

4) Mengambil tangan orang zalim dan pelaku maksiat akan melahirkan kebahagiaan dan kesatuan kalimat umat. Sedangkan meninggalkannya akan mendatangkan laknat Allah -'Azza wa Jalla- serta perpecahan dan ketidakakuran.

5) Pengingkaran hati terhadap kemungkaran mengharuskan menjauhi pelaku kemungkaran itu.

14/197- Keempat belas: Abu Bakr Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Wahai sekalian manusia! Sungguh kalian telah membaca ayat ini:"Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk."(QS. Al-Mā`idah: 105)Sungguh aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, apabila manusia melihat orang yang berbuat kezaliman lalu mereka tidak berusaha mencegahnya, hampir pasti Allah akan menimpakan azab-Nya kepada mereka semua."(HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy dengan sanad-sanad yang sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib memperhatikan pemahaman kepada Kitab Allah -'Azza wa Jalla- dan Sunnah Nabi-Nya ṣallallāhu 'alaihi wa sallam; karena pada keduanya tersimpan permata ilmu.

2) Diharamkan menafsirkan Al-Qur`ān dengan akal semata, karena banyak orang jahil berdalil dengan ayat-ayat Al-Qur`ān untuk hal yang tidak benar.

3) Azab Allah akan menimpa orang yang berbuat zalim lantaran kezalimannya dan yang tidak berbuat zalim karena pembiarannya.

4) Wajib atas umat Islam saling tolong-menolong di atas kebajikan dan ketakwaan serta saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran.

 24- BAB HUKUMAN BERAT BAGI ORANG YANG MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN ATAU MENCEGAH KEMUNGKARAN TETAPI PERBUATANNYA MENYELISIHI UCAPANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Al-Qur`ān)? Tidakkah kamu mengerti?"(QS. Al-Baqarah: 44)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."(QS. Aṣ-Ṣaff: 2-3)Allah Ta'ālā juga berfirman mengisahkan perkataan Syu'aib -'alaihissalām-,"Aku tidak bermaksud menyalahi kalian terhadap apa yang aku larang darinya."(QS. Hūd: 88)

Pelajaran dari Ayat:

1) Besarnya ancaman dan murka Allah terhadap orang yang mengajak kepada kebaikan atau mencegah kemungkaran, namun perbuatannya menyelisihi ucapannya.

2) Orang yang melakukan itu maka dia telah menyelisihi jalan para rasul -'alaihim aṣ-ṣalātu was-salām-.

1/198- Abu Zaid Usāmah bin Zaid bin Ḥāriṡah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seseorang akan didatangkan pada hari Kiamat nanti, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka sehingga usus-usus dalam perutnya terburai. Lalu ia membawanya berputar seperti keledai berputar pada batu penggilingan. Para penghuni neraka lalu mengerumuninya seraya bertanya, "Wahai si polan! Kenapa kamu? Bukankah engkau dulu mengajak kepada perbuatan baik dan mencegah perbuatan mungkar?" Dia menjawab, "Benar. Dulu aku mengajak kepada kebaikan tapi tidak melaksanakannya, dan aku mencegah kemungkaran tapi justru melakukannya."(Muttafaq 'Alaih)Sabda Nabi: "تَنْدَلِقُ" (tandaliqu), dengan huruf "dāl", artinya keluar.الأَقْتَابُ (al-aqtāb): usus. Bentuk tunggalnya "قِتْبٌ" (qitbun).

Kosa Kata Asing:

الرَّحَا (ar-raḥā): batu penggilingan

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemberitahuan serta peringatan terhadap siksaan orang yang perbuatannya menyelisihi ucapannya.

2) Di antara perkara gaib yang dikabarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sifat neraka dan penghuninya, sehingga wajib beriman kepada berita yang dibawa Nabi dan membenarkannya.

3) Mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran mencegah seseorang dari masuk neraka.

4) Wasiat Nabi agar seseorang memulai dengan memperbaiki diri sendiri secara ucapan dan perbuatan.

 25- BAB PERINTAH MENUNAIKAN AMANAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya."(QS. An-Nisā`: 58)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu amat zalim dan sangat bodoh."(QS. Al-Aḥzāb: 72)

Pelajaran dari Ayat:

- Amanah terbagi dua:

1) Amanah dalam hak-hak Allah; misalnya ibadah-ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla-, terutama tauhid, salat, dan lainnya.

2) Amanah dalam hak-hak manusia; misalnya berbakti kepada kedua orang tua, silaturahmi, mendidik anak, dan lainnya.

1/199- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tanda orang munafik ada tiga; apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia menyelisihi, dan apabila diberi amanah ia berkhianat." (Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain:"... sekalipun dia puasa dan salat dan meyakini dirinya muslim."

Kosa Kata Asing:

آيَةٌ (āyah): tanda

أخَلَفَ (akhlafa): tidak menunaikan janji

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemberitaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap hadis ini mengandung dua hal: mengenal orang munafikin dan sifat mereka serta peringatan agar tidak jatuh ke dalam sifat-sifat ini. Sehingga hadis ini adalah berita sekaligus sebagai arahan.

2) Jujur dalam ucapan, memenuhi janji, dan menunaikan amanah merupakan sifat orang beriman, dan merupakan perkara yang wajib.

3) Orang muslim itu perbuatannya sesuai ucapannya:"Sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."(QS. Aṣ-Ṣaff: 3)2/200- Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan dua peristiwa kepada kami; salah satunya telah kulihat dan aku masih menunggu yang lain. Beliau mengabarkan bahwa amanah turun ke lubuk hati orang-orang, kemudian Al-Qur`ān turun sehingga mereka mengetahuinya dari Al-Qur`ān, dan juga dari Sunnah. Kemudian beliau mengabarkan tentang diangkatnya amanah. Beliau bersabda,"Seseorang tidur sekali, lalu sifat amanah dicabut dari hatinya hingga jejaknya tinggal sedikit seperti titik. Kemudian ia tidur sekali lagi, lalu sifat amanah dicabut dari hatinya hingga jejaknya menjadi seperti bekas lepuhan, seperti bara api yang engkau gelindingkan di atas kakimu maka timbullah lepuhan; engkau melihatnya kembung tetapi tidak berisi apa pun."Kemudian beliau mengambil kerikil dan menggelindingkannya di atas kakinya."Lalu orang-orang melakukan jual beli tetapi hampir tidak ada seorang pun yang menunaikan amanah. Sehingga dikatakan di bani polan ada seorang yang amanah. Dikatakan kepada orang itu, 'Alangkah sabarnya, alangkah beruntungnya, alangkah cerdiknya!' Padahal di dalam hatinya tidak terdapat keimanan walau seberat biji sawi. Telah datang kepadaku sebuah zaman di mana aku tidak peduli berjual beli dengan siapa di antara kalian. Bila dia seorang muslim, maka agamanya akan mencegahnya. Bila dia seorang nasrani atau yahudi, maka dia akan dicegah oleh penguasanya. Adapun hari ini, aku tidak berjual beli kecuali dengan si polan dan polan di antara kalian."(Muttafaq ‘Alaih)Ucapan Nabi: "جَذْرُ" (jażrun), dengan memfatahkan huruf "jīm", dan mensukunkan "żāl", artinya: pokok sesuatu.الْوَكْتُ (al-waktu), dengan huruf "tā`", artinya: sedikit bekas.Sedangkan "الْمَجْلُ" (al-majlu), dengan memfatahkan "mīm" dan mensukunkan "jīm", yaitu lepuhan pada tangan atau lainnya akibat bekerja dan semisalnya.Perkataan Ḥużaifah: "مُنْتَبِراً" (muntabiran), artinya kembung.سَاعِيهِ (sā'īhi): penguasanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Akhlak dalam Islam lebih dalam dan tinggi dari definisi kemanusiaan di masa sekarang, karena akhlak menembus perkara lahiriah yang dapat dilihat kepada perbuatan hati dan rahasia jiwa.

2) Akhlak Islam lahir dari Al-Qur`ān dan Sunnah karena keduanya mengandung akhlak dan pendidikan sempurna.

3) Akhlak dapat dirubah, kalau tidak maka pendidikan tidak ada gunanya.

4) Akhlak dan iman adalah dua hal yang bergandengan; bila salah satunya hilang maka yang lain juga hilang.

5) Di antara tanda kiamat; hilangnya amanah, sehingga orang yang amanah dianggap pengkhianat dan pengkhianat dianggap orang yang amanah.

3/201- Ḥużaifah dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- kelak akan mengumpulkan manusia, kemudian orang-orang mukmin berdiri hingga surga didekatkan kepada mereka. Lantas mereka mendatangi Adam -ṣalawātullāh 'alaihi- seraya berkata, 'Wahai bapak kami! Mintakanlah agar surga ini dibukakan untuk kami.' Beliau menjawab, 'Bukankah yang mengeluarkan kalian dari surga adalah dosa bapak kalian? Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian. Pergilah ke tempat anakku, Ibrahim Khalīlullāh.' Lantas mereka mendatangi Ibrahim. Ibrahim berkata, 'Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian. Aku hanyalah khalīlullāh yang berada di belakang sekali. Pergilah kepada Musa yang diajak bicara langsung oleh Allah.' Mereka akhirnya mendatangi Musa. Musa berkata, 'Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian. Pergilah kepada Isa; kalimat dan ruh Allah.' Isa berkata, 'Aku tidak pantas memintakan hal ini untuk kalian.' Selanjutnya mereka mendatangi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka beliau berdiri dan diizinkan untuk membukanya. Kemudian amanah dan kasih sayang diutus, dan keduanya berdiri di kedua sisi jembatan (sirat); sisi kanan dan kiri. Orang pertama dari kalian melintasinya secepat kilat." Aku bertanya, "Bapak dan ibuku sebagai tebusan engkau, seperti apa secepat kilat itu?" Beliau menjawab, "Tidakkah kalian melihat bagaimana kilat datang dan pergi hanya dalam sekejap mata? Lalu ada yang melewatinya secepat angin, lalu secepat burung dan bagaikan orang yang berlari kencang. Semua itu tergantung amal mereka. Sementara itu Nabi kalian berdiri di atas jembatan sambil berdoa, 'Wahai Rabb-ku! Selamatkanlah. Selamatkanlah.' Sampai pada giliran orang-orang yang amal baiknya sedikit, hingga datang seseorang yang tidak bisa berjalan melainkan dengan merangkak. Di kedua sisi jembatan tergantung alat-alat pengait dari besi yang diperintahkan untuk mengambil orang-orang yang harus diambilnya. Di antara mereka ada yang terluka tetapi selamat, dan ada pula yang tercabik-cabik lalu dilemparkan ke dalam neraka.'" Abu Hurairah berkata, "Demi Zat yang jiwa Abu Hurairah berada di tangan-Nya! Sesungguhnya dasar neraka Jahanam itu sejauh perjalanan tujuh puluh tahun."(HR. MuslimUcapan Ibrahim: "وَرَاءَ وَرَاءَ" (warā`a warā`a), dengan memfatahkan "hamzah" pada keduanya, ada yang berpendapat dengan damah tanpa tanwin (warā`u warā`u), maknanya: aku tidaklah setinggi tingkatan itu. Ini adalah ungkapan yang disebutkan sebagai bentuk tawaduk.Adapun maknanya maka telah aku paparkan secara luas dalam Syarah Ṣaḥīḥ Muslim. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

تُزْلَفَ (tuzlafu): didekatkan

شَدُّ الرِّجَالِ (syaddur-rijāl): lari kencang.

تَعْجِزَ أَعْمَالُ الْعِبَادِ: amal saleh mereka tidak kuat membawa mereka berjalan.

كَلَالِيْب (kalālīb), bentuk jamak dari "كَلُّوب" (kallūb), artinya: kayu yang di ujungnya dipasang pengait dari besi.

مُكَرْدَسٌ (mukardas): sesuatu ditumpuk sebagian di atas yang lain.

مَخْدُوْشٌ (makhdūsy): terluka dan tercabik.

الخَرِيْفُ (al-kharīf): tahun.

Pelajaran dari Hadis:

1) Surga tidak dibuka kecuali setelah diminta oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagai pemberi syafaat.

2) Ketawadukan para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām-; masing-masing mengalihkan perkara itu kepada yang lain.

3) Mengagungkan kedudukan amanah dan rahim; keduanya akan berdiri di kedua sisi sirat.

4) Kondisi seorang hamba ketika melewati sirat sesuai dengan amal salehnya. Sebab itu, hendaklah seseorang mengusahakan amal saleh yang akan membawanya berjalan di atas sirat secara mudah.

4/202- Abu Khubaib -dengan "khā`" yang berharakat damah- Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- menceritakan, "Ketika Az-Zubair berdiri (menghadapi musuh) pada perang Jamal, ia memanggilku. Aku pun berdiri di sampingnya. Dia berkata, 'Wahai anakku! Sungguh, tidaklah terbunuh pada hari ini melainkan orang yang zalim atau dizalimi. Aku melihat bahwa aku akan terbunuh pada hari ini sebagai orang yang dizalimi. Sesungguhnya beban terbesar yang membuatku gusar adalah utangku. Apakah menurutmu utang kita (bila terlunasi) masih menyisakan sebagian dari harta kita?' Lalu ia berkata, 'Wahai anakku! Jual sajalah harta kita (yang tersisa) dan lunasilah utangku!' Az-Zubair mewasiatkan sepertiga hartanya dan sepertiga dari sepertiga (sepersembilan) untuk anak-anaknya, yaitu anak-anak Abdullah bin Az-Zubair. Ia berkata, 'Jika ada kelebihan harta kita setelah pelunasan utang, maka sepertiganya untuk anak-anakmu.' Hisyām menyatakan bahwa saat itu beberapa orang anak Abdullah sepadan usianya dengan sebagian anak-anak Az-Zubair; yaitu Khubaib dan 'Abbād. Ketika itu, Az-Zubair memiliki sembilan orang putra dan sembilan putri." Abdullah berkata, "Selanjutnya Az-Zubair mewasiatkan kepadaku perihal utangnya dan berkata, 'Wahai anakku, jika ada dari utang itu tidak engkau mampu lunasi, mintalah pertolongan kepada penolongku!'" Abdullah berkata, "Demi Allah, aku sama sekali tidak mengerti apa maksudnya, hingga aku bertanya, 'Wahai ayahanda! Siapakah penolongmu itu?' Dia menjawab, 'Allah.'" Abdullah berkata, "Demi Allah! Tidaklah setiap kali aku mengalami kesulitan untuk melunasi utangnya melainkan aku berkata, 'Wahai Penolong Az-Zubair! Lunasilah utangnya.' Maka Allah pun melunasinya." Abdullah berkata, "Maka Az-Zubair pun terbunuh. Dan dia tidak meninggalkan sekeping dinar ataupun dirham kecuali beberapa bidang tanah, di antaranya tanah hutan (di Awālī kota Madinah), 11 buah rumah di Madinah, 2 buah rumah di Baṣrah, 1 buah rumah di Kufah, dan 1 buah rumah di Mesir." Abdullah berkata, "Sebenarnya, sebab utang Az-Zubair ialah ketika ada seseorang datang membawa harta guna menitipkannya, maka Az-Zubair berkata, 'Jangan dititipkan. Tetapi jadikanlah sebagai pinjaman. Sesungguhnya aku khawatir kalau harta itu hilang.' Sama sekali Az-Zubair tidak pernah memegang jabatan negara, amil zakat, pekerja kharāj (cukai tanah), dan lainnya. Dia hanya berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Abu Bakar, Umar, dan Usman -raḍiyallāhu 'anhum-." Abdullah berkata, "Lantas aku menghitung utangnya. Ternyata aku dapatkan utang itu sebanyak dua juta dua ratus ribu (dirham)! Ḥakīm bin Ḥizām lalu menemuiku dan berkata, 'Wahai anak saudaraku! Berapa utang tanggungan saudaraku?' Aku menyembunyikan jumlah sebenarnya dan berkata, 'Seratus ribu.' Ḥakīm berkata, 'Demi Allah! Aku lihat harta kalian tidak akan cukup untuk melunasi utang itu.' Abdullah berkata, 'Kalau begitu, bagaimana pendapatmu jika utangnya yang sebenarnya adalah dua juta dua ratus ribu?' Hakīm menjawab, 'Aku kira kalian tidak akan mampu melunasi utang itu. Jika kalian merasa tidak mampu untuk melunasi utang itu, silakan menghubungiku!' Abdullah berkata, "Az-Zubair pernah membeli tanah hutan itu seharga seratus tujuh puluh ribu." Lantas Abdullah menjual tanah itu seharga satu juta enam ratus ribu. Dia berdiri dan berkata, "Siapa yang pernah mengutangi Az-Zubair, agar dia mengambil uangnya dalam bentuk tanah hutan itu." Kemudian datanglah Abdullah bin Ja'far. Dia pernah memberi utang kepada Az-Zubair sebanyak empat ratus ribu. Ia berkata kepada Abdullah, "Jika engkau mau, utang itu aku bebaskan untuk kalian?" Abdullah berkata, "Tidak." Abdullah bin Ja'far berkata, "Sekiranya kalian mau, pelunasannya bisa diakhirkan." Abdullah bin Az-Zubair menjawab, "Tidak." Abdullah bin Ja'far berkata, "Kalau begitu, tentukanlah bagian tanahku." Abdullah bin Az-Zubair berkata, "Bagianmu dari batas ini sampai ke batas itu." Abdullah bin Az-Zubair lalu menjual sebagian tanah itu dan ia pun melunasi semua utang ayahnya. Tersisa dari tanah itu empat setengah kaveling. Lalu dia datang ke Muawiyah dan ketika itu di dekatnya ada 'Amr bin Uṡmān, Munżir bin Az-Zubair, dan Ibnu Zam'ah. Muawiyah bertanya, "Berapa engkau hargai tanah itu?" Abdullah menjawab, "Tiap satu bagian seharga seratus ribu." Ia bertanya pula, "Kini tinggal berapa bagian?" Ia menjawab, "Empat setengah bagian." Al-Munżir bin Az-Zubair berkata, "Aku ambil satu bagian seharga seratus ribu." 'Amr bin Uṡmān berkata, "Aku ambil satu bagian seharga seratus ribu." Ibnu Zam'ah berkata, "Aku ambil satu bagian seharga seratus ribu." Mu'awiyah berkata, "Berapa bagian kini yang tersisa?" Ia menjawab, "Satu setengah bagian." Ia berkata, "Baiklah, aku ambil satu setengah bagian dengan harga seratus lima puluh ribu." Abdullah bin Az-Zubair berkata, "Abdullah bin Ja'far menjual bagiannya kepada Mu'awiyah dengan harga enam ratus ribu. Setelah Abdullah bin Az-Zubair menyelesaikan utang ayahnya, anak-anak Az-Zubair berkata, "Bagilah hak warisan kita masing-masing!" Abdullah bin Az-Zubair berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan membagikannya kepada kalian semua, sampai aku membuat pengumuman pada musim haji selama empat tahun, 'Siapa yang pernah memberikan utang kepada Az-Zubair, hendaklah datang ke tempat kami, kami akan melunasinya!' Demikianlah setiap tahun dia mengumumkannya pada musim haji. Setelah berlalu empat tahun, Abdullah membagikan harta warisan itu di antara mereka dan menyerahkan sepertiga wasiatnya. Az-Zubair meninggalkan empat orang istri, masing-masing memperoleh jatah satu juta dua ratus ribu. Jadi, total harta peninggalan Az-Zubair ialah lima puluh juta dua ratus ribu (dirham)."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يَوْمُ الْجَمَلِ (perang Jamal): perang terkenal yang terjadi di antara kaum muslimin, dua pihak yang berperang adalah Amīrul-Mu`minīn Ali bin Abi Ṭālib dan Ummul-Mu`minīn Aisyah Aṣ-Ṣiddīqah -raḍiyallāhu 'anhā-.

الغَابَةُ (al-gābah): tanah terkenal di bagian 'Awālī, Kota Madinah.

الضَّيْعَةُ (aḍ-ḍai'ah): hilang dan musnah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menjaga penunaian amanah.

2) Beratnya perkara utang dan anjuran bersegera menunaikan utang sebelum mati.

3) Siapa yang mengetuk pintu langit dengan doa dan kembali kepada Allah serta menjadikan Allah sebagai penolongnya, maka Allah akan mencukupinya, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak akan menyia-nyiakan hamba yang berharap kepada-Nya.

Faedah Tambahan:

Perang yang terjadi di antara para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- memiliki takwil atau alasan yang benar. Imam Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- menjelaskan di dalam buku Al-'Aqīdah Al-Wāṣīṭīyyah,

"Ahli Sunah menahan diri dari apa yang terjadi di antara para sahabat. Mereka mengatakan, bahwa riwayat-riwayat yang disampaikan tentang keburukan mereka sebagiannya dusta dan yang lainnya ditambah dan dikurangi serta dirubah dari alur sebenarnya. Sedangkan yang sahih, mereka memiliki uzur dalam hal itu. Antara mereka berijtihad dan benar atau berijtihad tetapi salah ... Mereka memiliki kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang akan menghapuskan apa yang terjadi pada mereka -jika benar terjadi-, bahkan mereka akan diampuni pada kesalahan-kesalahan yang tidak diampuni bagi orang setelah mereka, karena mereka memiliki kebaikan yang akan menghapuskan kesalahan-kesalahan di mana hal itu tidak akan diberikan kepada orang setelah mereka ...Kemudian, bila benar telah terjadi dari salah seorang mereka sebuah dosa, bisa jadi dia telah bertobat darinya, atau dia telah mengerjakan kebaikan-kebaikan yang akan menghapusnya, ataupun dia diampuni dengan keutamaan sebagai orang yang pertama-tama masuk Islam atau dengan syafaat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ... atau dia diuji dengan sebuah ujian dunia lalu dengan itu dia diampuni ...Lagi pula hal yang diingkari dari perbuatan sebagian mereka berjumlah sedikit sekali bila dibandingkan dengan banyaknya keutamaan dan kebaikan mereka, berupa iman kepada Allah dan Rasul-Nya, jihad di jalan Allah, hijrah, pembelaan agama, penyebaran ilmu bermanfaat, dan amal saleh. Siapa yang memperhatikan perjalanan hidup mereka dengan ilmu dan pengetahuan, serta memperhatikan keutamaan-keutamaan yang Allah anugerahkan kepada mereka, dia dapat menyimpulkan secara pasti bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluk setelah para nabi, tidak ada yang menyamai mereka di zaman dahulu dan yang akan datang. Mereka adalah orang-orang pilihan di antara umat ini yang merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia umat bagi Allah."Selesai secara ringkas.

 26- BAB PENGHARAMAN KEZALIMAN DAN PERINTAH MENGEMBALIKAN HAK ORANG YANG TERZALIMI

Allah --Ta'ālā-- berfirman,"Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang zalim dan tidak ada baginya seorang pemberi syafaat yang diterima (syafaatnya)."(QS. Gāfir: 18)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Bagi orang-orang yang zalim tidak ada seorang penolong pun."(QS. Al-Ḥajj: 71)

Faedah:

 Kezaliman terbagi dua:

1- Kezaliman terkait hak Allah -'Azza wa Jalla-; seperti kesyirikan, bidah, dosa besar, dan dosa kecil.

2- Kezaliman terkait hak manusia; yaitu pada darah, harta, dan kehormatan mereka.

Adapun hadis-hadis yang terkait bab ini adalah:

Di antaranya hadis Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- yang telah disebutkan di akhir Bab Mujāhadah.

1/203- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan pada hari Kiamat. Dan jauhilah sifat kikir, karena kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat kikir telah menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan atas mereka."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

اتَّقُوا الظُّلْمَ: jauhilah perbuatan zalim.

الشُّحُّ (asy-syuḥḥ): tamak terhadap harta disertai kikir.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbuatan zalim dan sikap kikir termasuk dosa besar yang dapat menyebabkan kebinasaan di dunia dan kesengsaraan besar hari Kiamat.

2) Kikir bukanlah sifat orang beriman, karena di antara sifat orang beriman adalah dermawan dan murah hati.

2/204- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, hak-hak itu akan ditunaikan kepada pemiliknya pada hari Kiamat, sampai-sampai seekor kambing tanpa tanduk pun diberi hak membalas kepada kambing yang bertanduk."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يُقاد (yuqādu): dikisas.

الْجَلْحَاءِ (al-jalḥā`): yang tidak bertanduk.

الْقَرْنَاءُ (al-qarnā`): yang bertanduk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban menunaikan hak kepada pemiliknya.

2) Hak makhluk tidak akan dilewatkan sampai ditunaikan kepada pemiliknya.

3) Sempurnanya keadilan Allah -'Azza wa Jalla- hingga dalam menunaikan hak di antara sesama hewan. Karena itu, hendaklah orang yang menzalimi manusia takut kepada Allah!

3/205- Ibnu Umar -raḍiyyallāhu 'anhumā- menceritakan, Kami berbincang-bincang tentang haji wadak sedangkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masih hidup di tengah-tengah kami. Kami tidak tahu apa haji wadak itu? Hingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah dengan memuji dan menyanjung Allah kemudian menyebutkan tentang Almasih Dajal dan menjelaskan tentangnya secara panjang lebar. Beliau bersabda,"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali dia mengingatkan umatnya tentang Dajal. Nuh telah memperingatkannya kepada umatnya dan juga nabi-nabi yang datang setelahnya. Sungguh, jika Dajal keluar pada kalian maka kalian tidak akan susah mengetahuinya. Tidak samar bagi kalian bahwa Rabb kalian tidaklah buta sebelah, sedangkan Dajal buta mata sebelah kanannya. Matanya seperti buah anggur yang menonjol. Ketahuilah! Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada sesama kalian darah dan harta kalian, sebagaimana haramnya hari ini, di negeri ini, dan bulan ini. Ketahuilah! Apakah aku telah menyampaikan?" Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Ya Allah, saksikanlah! (sebanyak tiga kali). Celakah kalian, janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, sehingga sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lainnya!"(HR. Bukhari, dan sebagiannya diriwayatkan juga oleh Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَطْنَبَ (aṭnaba): berlebihan, panjang lebar.

طَافِيَةٌ (ṭāfiyah): menonjol

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya bahaya fitnah Dajal terhadap manusia serta peringatan semua nabi darinya.

2) Pengharaman darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin dan sikap melampauinya termasuk kezaliman yang diharamkan.

3) Larangan saling memerangi, karena ia merupakan perbuatan orang-orang kafir dan termasuk kezaliman hamba kepada yang lain.

4/206- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berbuat zalim (dengan mengambil) sejengkal tanah, maka itu akan dikalungkan padanya sejumlah tujuh lapis bumi."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

قِيدَ شِبْرٍ (qaida syibrin): seukuran satu jengkal.

طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ: tujuh lapis bumi dijadikan sebagai kalung di lehernya, dia memikulnya di hadapan manusia, untuk menghinakannya pada hari Kiamat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Merampas tanah termasuk dosa besar, karena merupakan kezaliman yang diancam dengan siksa.

2) Balasan akan sejenis dengan perbuatan, yaitu orang yang berbuat zalim akan disiksa oleh Allah -Ta'ālā- sejenis dengan kezalimannya.

Faedah Tambahan:

Orang yang memiliki tanah dengan kepemilikan yang sah juga memiliki apa yang terkandung di bawah tanah tersebut. Sehingga tidak boleh bagi siapa pun untuk membuat saluran di bawah tanahnya kecuali dengan seizinnya. Apa yang didapatkan di dalam perut tanahnya menjadi miliknya.

5/207- Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah membiarkan orang yang zalim. Namun, apabila Allah telah menghukumnya, Dia tidak akan melepaskannya." Selanjutnya beliau membaca ayat:"Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, lagi sangat berat."(QS. Hūd: 102)(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

يُمْلِيْ (yumlī): membiarkan dan menunda.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang berbuat zalim tidak boleh tertipu dengan dirinya maupun dengan pembiaran Allah kepadanya.

2) Allah akan menangguhkan orang-orang yang zalim agar dosa mereka bertambah lalu diazab dengan azab yang berlipat.

6/208- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan: Aku diutus oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya beliau bersabda,"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka serulah mereka kepada syahadat bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam masalah ini, sampaikan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka lima kali salat setiap hari dan malam. Jika mereka telah menaatimu dalam masalah itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka menaatimu dalam masalah itu, maka tinggalkanlah harta-harta mereka yang bagus. Takutlah terhadap doa orang yang dizalimi karena tidak ada penghalang apapun antara doanya dengan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

كَرَائِم (karā`im): yang bagus.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perkara pertama yang didakwahkan kepada manusia adalah syahadat lā ilāha illallāh, karena tauhid adalah kewajiban paling pertama terhadap hamba.

2) Urgensi salat dan zakat karena keduanya adalah rukun Islam paling utama setelah dua kalimat syahadat.

3) Diharamkan berbuat zalim sehingga tidak boleh bagi amil zakat untuk mengambil lebih dari yang diwajibkan.

4) Doa orang yang dizalimi mustajab, baik dia muslim maupun kafir, karena Allah telah mengharamkan perbuatan zalim di antara hamba.

7/209- Abu Ḥumaid As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengangkat seorang dari Bani Al-Azd bernama Ibnu Al-Lutbiyyah sebagai amil zakat. Ketika dia datang (ke Madinah), dia berkata, "Ini (zakat) untuk kalian dan ini hadiah yang diberikan untukku." Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri di atas mimbar dan memuji Allah serta menyanjung-Nya lalu bersabda,"Ammā ba'du. Sesungguhnya aku telah mengangkat seseorang di antara kalian untuk melakukan tugas yang telah diberikan Allah kepadaku lalu orang itu datang dan berkata, 'Ini (zakat) untuk kalian dan ini hadiah untukku.' Sekiranya dia benar, kenapa dia tidak duduk saja di rumah bapak atau ibunya hingga hadiah itu datang. Demi Allah, tidaklah seseorang di antara kalian mengambil sesuatu tanpa hak, kecuali dia bertemu dengan Allah -Ta'ālā- sambil membawa apa yang diambilnya pada hari Kiamat. Maka jangan sampai aku mengetahui salah seorang dari kalian bertemu Allah sambil membawa unta yang bersuara atau sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik."Selanjutnya beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat warna putih kedua ketiaknya, lalu bersabda, "Ya Allah! Aku sudah menyampaikan." (tiga kali)(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

رُغَاءٌ (rugā`): suara unta.

خُوَار (khuwār): suara sapi.

تَيْعَر (tai'ar): mengembik. Adapun "اليَعَارُ" (al-ya'ār) adalah suara kambing.

عُفْرَةُ إِبْطَيْهِ ('ufrah ibṭaihi): warna putih tidak terang pada kedua ketiaknya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hadiah kepada para petugas atau pegawai adalah bentuk suap dan sogokan, dan petugas tidak boleh memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.

2) Tidak ada orang yang berbuat zalim kecuali akan datang pada hari Kiamat dengan membawa kezalimannya. Kezaliman adalah amalan mudah yang membawa bahaya bagi pelakunya.

3) Metode Nabi dalam memberi nasihat dan peringatan adalah menggunakan bahasa umum, tidak bertujuan membuat malu di depan umum, karena yang seperti ini lebih meluas faedahnya dan tidak mencemarkan nama orang.

8/210- Abu Hurairah raḍiyallāhu 'anhu meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Siapa saja yang pernah melakukan suatu kezaliman terhadap saudaranya, baik itu pada harga diri ataupun ‎perkara lain, maka hendaklah ia meminta untuk dihalalkan pada saat ini sebelum datang hari ketika dinar dan ‎dirham sudah tidak berlaku; yaitu jika dia memiliki amal saleh maka akan diambil dari pahala amalan salehnya sebanyak kezalimannya, dan ‎jika ia tidak memiliki kebaikan, maka akan diambil dosa orang yang dizaliminya kemudian dibebankan kepadanya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib meminta maaf dari perbuatan zalimnya kepada saudaranya, sekalipun perbuatan zalim itu kecil.

2) Perkara kezaliman sangat berbahaya dan hak manusia pasti akan dikembalikan kepadanya, baik di dunia maupun di akhirat.

Faedah Tambahan:

Sebagian ulama berpendapat dalam masalah celaan terhadap kehormatan atau nama baik; bila celaan itu belum sampai kepada orang yang dizalimi maka dia tidak butuh untuk diberitahukan agar pemberitahuan itu tidak merusak hubungan mereka. Orang yang mencela itu cukup meminta ampun dan berdoa untuk orang yang dia zalimi serta menyebutkan kebaikannya di tempat dia mencelanya. Dengan cara itu dia telah melepaskan dirinya dari dosa tersebut.

9/211- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Muslim sejati adalah orang yang selamat kaum muslimin lainnya dari lisan dan tangannya; yaitu dia tidak mencela dan melaknat mereka, tidak menggibah, dan tidak menzaliminya dengan pukulan, gangguan, atau semisalnya.

2) Perbuatan zalim bisa terjadi dengan lisan dan anggota badan, sementara pelakunya berada pada bahaya yang besar.

10/212- Masih dari Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia meriwayatkan, "Dahulu ada seseorang yang bekerja membawa barang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang dipanggil Kirkirah. Lalu dia meninggal dunia. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Dia di neraka.' Para sahabat pun pergi untuk melihat keadaannya dan mereka dapati padanya pakaian (mantel) hasil rampasan perang (ganimah) yang diambilnya dengan diam-diam."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

ثَقْلٌ (ṡaql): barang-barang yang berat dibawa.

الغُلُوْلُ (al-gulūl): bentuk pengkhianatan, yaitu mengambil sebagian ganimah sebelum dibagi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman gulūl, baik sedikit maupun banyak; yaitu harta yang diambil tidak dengan cara yang benar.

2) Berkhianat dalam harta kaum muslimin yang bersifat umum merupakan dosa besar, baik sedikit maupun banyak.

11/213- Abu Bakrah Nufai' bin Al-Ḥāriṡ Aṡ-Ṡaqafiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan dan di antaranya ada empat bulan yang suci. Tiga berturut-turut, yaitu Zulkaidah, Zulhijah dan Muharam. Kemudian Rajab Muḍar, antara Jumadil akhir dan Syakban." Kemudian Nabi bertanya, "Bulan apakah sekarang?"Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau kemudian diam, sehingga kami menyangka bahwa beliau akan memberinya nama lain. Beliau berkata, "Bukankah ini bulan Zulhijah?" Kami menjawab, "Ya, benar."Beliau bertanya lagi, "Negeri apakah ini?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau terdiam lagi sehingga kami menyangka bahwa beliau akan memberinya nama lain selain dari nama yang biasa. Kemudian beliau bersabda, "Bukankah ini tanah haram?" Kami menjawab, "Benar."Beliau bertanya lagi, "Hari apakah ini?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Kemudian beliau diam sehingga kami menyangka beliau akan memberinya nama lain selain dari namanya yang biasa. Lalu beliau bersabda, "Bukankah hari ini hari Nahar?" Kami menjawab, "Benar." Beliau bersabda,"Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah terlindungi bagi kalian semua sebagaimana sucinya hari kalian ini, di negeri kalian ini, dan di dalam bulan kalian ini. Dan kalian semua akan menemui Rabb kalian, lalu Dia akan menanyakan semua perihal amalan perbuatan kalian. Ingatlah! Janganlah kalian semua kembali menjadi orang-orang kafir sepeninggalku nanti, dengan saling membunuh. Ingatlah! Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Mungkin saja orang yang diberi tahu akan lebih paham daripada yang mendengar langsung." Kemudian beliau bersabda, "Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan ini?! Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan ini?!" Kami menjawab, "Benar." Beliau bersabda, "Ya Allah, saksikanlah!"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

اِسْتَدَارَ (istadāra): berputar, dan dijelaskan dengan sabda beliau: "Setahun itu ada dua belas bulan."

رَجَبُ مُضَرَ (rajab muḍar); Rajab dinisbahkan kepada kabilah Muḍar karena mereka yang paling menjaga kesuciannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap umat beliau agar tidak saling memerangi di antara mereka.

2) Menyiarkan momen besar ketika haji wadak, di dalamnya terdapat wasiat agar menunaikan hak-hak sesama muslim dan menahan diri dari perbuatan zalim.Orang yang diberikan taufik adalah yang menjaga wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Darah, harta, dan kehormatan seorang muslim terlindungi (haram) bagi saudaranya seagamaو dan melanggar hak ini merupakan kezaliman besar.

12/214- Abu Umāmah Iyās bin Ṡa'labah Al-Ḥāriṡiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengambil hak seorang muslim secara zalim dengan sumpahnya maka Allah menetapkan neraka baginya serta mengharamkan surga baginya." Seorang lelaki berkata, "Meskipun sesuatu yang remeh, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Meskipun satu batang pohon Arāk (yang batangnya sebagai siwak)."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَرَاك (arāk): pohon terkenal, batangnya digunakan sebagai siwak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Haram merampas hak orang lain. Hak itu harus diberikan kepada pemiliknya, walaupun sesuatu yang kecil.

2) Hak manusia akan menghalangi perampasnya dari masuk surga hingga ditunaikan kepada pemiliknya.

13/215- 'Adī bin 'Umairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa saja yang kami serahi sebuah tugas, lalu ia menyembunyikan sebuah jarum atau yang lebih besar dari itu maka itu termasuk gulūl (pengkhianatan), kelak pada hari Kiamat ia akan datang dengan membawanya."Lantas seorang laki-laki hitam dari golongan Ansar berdiri menuju beliau. Seolah-olah aku masih melihatnya. Dia berkata, "Ya Rasulullah! Bebaskan aku dari pekerjaan yang engkau tugaskan aku mengerjakannya." Rasulullah bertanya, "Ada apa denganmu?" Ia menjawab, "Aku mendengar engkau bersabda begini dan begini." Beliau bersabda,"Sekarang aku katakan, siapa saja yang kami serahi suatu tugas pekerjaan hendaklah dia membawanya, sedikit maupun banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari pekerjaan itu, maka ia boleh mengambilnya. Dan apa yang dilarang untuk dirinya, maka janganlah ia mengambilnya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مِخْيَطًا (mikhyaṭan): jarum yang keras.

اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ: bebaskan aku dari pekerjaan yang engkau tugaskan aku mengerjakannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang diamanahi harta kaum muslimin, maka dia wajib menjaganya dan menyampaikannya kepada yang berhak.

2) Kegigihan seseorang untuk menjauhkan diri dari jabatan, karena hal itu rentan menimbulkan kelalaian dalam memenuhi haknya.

14/216- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Seusai perang Khaibar, beberapa orang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pulang dan mengatakan, "Polan syahid, polan syahid." Hingga ketika mereka menyebut seseorang dengan mengatakan, "Polan mati syahid", Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak, sungguh aku melihatnya di neraka mengenakan pakaian atau mantel yang dia sembunyikan."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

غلّها (gallahā): menyembunyikannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh menyatakan kata syahid kepada orang tertentu, karena syahid di sisi Allah -Ta'ālā- adalah yang berperang dengan niat demi meninggikan kalimat Allah, dan tidak ada yang dapat mengetahui isi hati kecuali Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Terbunuh di jalan Allah tidak menggugurkan hak manusia.

15/217- Abu Qatādah Al-Ḥāriṡ bin Rib'iy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwasanya beliau berdiri di tengah-tengah para sahabat lalu menyebutkan bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amal yang paling utama. Lantas seorang lelaki berdiri lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan dihapus?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya, jika engkau terbunuh di jalan Allah dalam keadaan bersabar mengharapkan pahala, dan maju menghadapi musuh tidak mundur."Kemudian Rasululullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bagaimana pertanyaanmu?" Orang itu menjawab, "Bagaimana pendapatmu jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan dihapus?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ya, kalau engkau bersabar dan mengharap pahala, maju menghadap musuh tidak mundur, kecuali bila Anda memiliki utang. Sesungguhnya Jibril mengatakan hal itu kepadaku."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Syahid adalah orang yang mati di jalan Allah dengan sabar penuh ikhlas dan maju menghadapi musuh, tidak lari; yang seperti ini diharapkan dosanya akan dihapus, kecuali bila ia berutang.

2) Wajibnya memperhatikan hak manusia dan menunaikannya karena menahannya akan menghalangi penghapusan dosa-dosa hamba.

16/218- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Apakah kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah yang tidak punya dirham dan harta benda.” Lalu beliau bersabda,“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah yang datang pada hari Kiamat dengan membawa (pahala) salat, puasa dan zakat. Namun ia datang telah mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si ini. Maka yang ini diberi sebagian kebaikannya, dan yang ini juga sebagian kebaikannya. Hingga jika semua kebaikannya habis padahal semua dosanya belum habis, diambillah kesalahan orang-orang yang dizaliminya, lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia pun dilemparkan ke dalam neraka.”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

قَذَفَ (qażafa): menuduh zina dan tuduhan lain yang tertuju pada kehormatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perbuatan menzalimi orang serta kewajiban menunaikan hak-hak tersebut sebelum meninggal.

2) Perlakuan Allah kepada makhluk dibangun di atas sikap adil kepada yang berbuat buruk dan sikap murah kepada yang berbuat baik.

3) Ancaman keras terhadap sikap zalim berupa hilangnya kebaikan dan pahala. Karena itu, hendaklah orang beriman berupaya keras untuk menjaga kebaikannya hingga hari akhirat.

172196- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya aku ini seorang manusia, dan kalian mengadukan persengketaan kalian kepadaku. Mungkin sebagian kalian lebih cerdas dalam menyampaikan argumentasi dari yang lain, lalu aku memutuskan perkara berdasarkan apa yang aku dengar. Maka siapa yang aku menangkan pada hak saudaranya, sesungguhnya aku telah mengambilkan potongan dari api neraka untuknya."(Muttafaq 'Alaih)أَلْحَنَ (alḥana): lebih pandai.

Kosa Kata Asing:

أَلْحَنَ (alḥana), berasal dari kata "اللَّحْن" (al-laḥn), artinya: belok dari arah yang lurus. Maksudnya dalam hadis ini: sebagian kalian lebih pandai dan lebih cerdas dalam menyampaikan argumentasinya dari yang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ancaman keras bagi orang yang memakan hak orang secara zalim dan melampaui batas.

2) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah seorang manusia, tidak tahu perkara gaib sehingga kita tidak boleh berdoa kepada beliau ataupun mengharapkan beliau untuk menghilangkan keburukan maupun memberikan kebaikan. Ini bertentangan dengan syahadat tauhid.Karena hanya Allah -'Azza wa Jalla- sendiri yang mengetahui perkara gaib. Kita tidak boleh meminta kecuali kepada Allah dan tidak berharap mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan kecuali kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

3) Keputusan hakim tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak mengharamkan yang halal.

4) Hakim wajib tidak memberikan keputusan sebelum mendengar dua pihak yang bersengketa secara adil.

18/220- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang mukmin akan senantiasa dalam kelonggaran agamanya selama dia tidak menumpahkan darah yang terjaga tanpa alasan yang dihalalkan."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menumpahkan darah yang terjaga merupakan dosa besar.

2) Tindakan melampaui batas terkait darah kaum muslimin merupakan kezaliman yang paling besar dan akan mendatangkan kerusakan pada agama seseorang.

19/221- Khaulah binti 'Āmir Al-Anṣāriyyah, istri Ḥamzah -raḍiyallāhu 'anhumā-meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh banyak orang yang membelanjakan harta yang Allah ‎titipkan kepada mereka dengan cara yang tidak benar, maka api neraka ‎untuk mereka pada hari Kiamat."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يَتَخَوّضُونَ (yatakhawwaḍūn): bertindak buruk yang tidak didasari dengan pokok-pokok ajaran syariat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mempergunakan (membelanjakan) harta milik umum tanpa dasar syariat karena termasuk perbuatan zalim.

2) Peringatan agar tidak membelanjakan harta pada sesuatu yang tidak bermanfaat karena hal ini akan mendatangkan azab pada hari Kiamat.

 27- BAB MENGAGUNGKAN KEHORMATAN MUSLIM DAN PENJELASAN TENTANG HAK MEREKA SERTA KASIH SAYANG KEPADA MEREKA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan siapa yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (ḥurumāt), maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya."(QS. Al-Ḥajj: 30)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati."(QS. Al-Ḥajj: 32)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman."(QS. Al-Ḥijr: 88)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Siapa yang membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia."(QS. Al-Mā`idah: 32)

Pelajaran dari Ayat:

1) Kewajiban menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin serta menempatkan mereka sesuai tempatnya.

2) Orang beriman diperintahkan untuk merendah kepada saudaranya; agar bersikap lembut dalam ucapan dan perbuatan.

3) Melanggar kehormatan seorang muslim sama dengan melanggar kehormatan semua muslim.

1/222- Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang beriman terhadap orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan." Beliau lalu mencontohkannya dengan menyilangkan jari-jemarinya.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban saling tolong-menolong di antara orang beriman di atas kebajikan dan ketakwaan.

2) Orang beriman selalu butuh kepada saudaranya, karena dia akan kuat dengan mereka. Orang-orang yang beriman saling menyempurnakan antara yang satu dengan yang lain.

2/223- Juga dari Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang melewati masjid-masjid kami, atau pasar-‎pasar kami dengan membawa anak panah maka hendaklah ia ‎memegangnya erat-erat dan menjaga ujungnya, agar tidak melukai seorang muslim pun.‎"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

نَبْلٌ (nabl): anak panah.

النِّصَالُ (an-niṣāl): mata tombak, panah, dan pisau.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang harus menjauhi segala sesutu yang dapat menyakiti kaum muslimin, baik yang bersifat maknawi ataupun fisik, seperti menyerang kehormatan mereka atau menipu harta kekayaan mereka.

2) Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berisikan kelembutan dan kasih sayang kepada semua muslim.

3/224- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, dan tolong-menolong di antara mereka seperti satu tubuh. Jika ada satu anggota tubuh mengalami sakit, maka sekujur tubuh ikut mengeluh tidak dapat tidur dan merasakan demam."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تَدَاعَىٰ (tadā'ā): menyambut dan datang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ajakan untuk menjunjung hak-hak muslim dan anjuran agar mereka saling menolong dan bersikap lembut satu dengan yang lain, serta menebar cinta dan kasih sayang di antara mereka.

2) Masyarakat yang dipenuhi oleh sikap bahu-membahu serta tolong-menolong adalah masyarakat yang kuat dan solid.

3) Anjuran agar seorang muslim memperhatikan keadaan muslim lainnya serta mencari tahu tentang kondisi mereka.

4/225- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mencium Al-Ḥasan bin Ali -raḍiyallāhu 'anhumā-, dan pada saat itu di sisi beliau ada Al-Aqra' bin Ḥābis. Al-Aqra' berkata, "Sungguh, aku mempunyai sepuluh anak. Namun belum pernah aku mencium seorang pun di antara mereka." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memandanginya lalu bersabda,"Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperlakukan anak kecil dan semisalnya dengan kasih sayang termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Di antara faktor adanya rahmat Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-hamba-Nya adalah sikap kasih sayang di antara mereka.

3) Bagusnya cara mengajar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta cara beliau mengarahkan umatnya.

5/226- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Sekelompok orang dari Arab Badui mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bertanya, 'Apakah kalian mencium anak-anak kecil kalian?' Nabi menjawab, 'Ya.' Mereka berkata, 'Namun, demi Allah, kami tidak mencium mereka.' Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku tak dapat berbuat apa-apa jika Allah telah mencabut rasa sayang dari hati kalian."(Muttafaq ‘Alaih)

6/227- Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang tidak menyayangi manusia, tidak akan disayangi oleh Allah." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mencium anak-anak karena sayang kepada mereka termasuk Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Ketika Allah -Ta'ālā- memberikan rasa kasih sayang dalam hati seseorang maka hal itu termasuk sebab turunnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba tersebut.

7/228- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang dari kalian menjadi imam salat, maka ringankanlah. Karena di antara mereka (para jemaah) ada orang lemah, orang sakit, dan orang tua. Adapun jika salah seorang dari kalian salat sendirian, maka silakan ia memanjangkan salat sesukanya."(Muttafaq 'Alaih)

Di sebagian riwayat, "... dan orang yang memiliki hajat."

Kosa Kata Asing:

السَّقِيْمُ (as-saqīm): orang sakit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Imam wajib memperhatikan keadaan saudara-saudaranya yang salat bersamanya, serta dia melaksanakan salat sesuai kemampuan salat orang yang paling lemah di antara mereka.

2) Meringankan salat terbagi menjadi dua; meringankan secara terus-menerus, yaitu salat yang sesuai petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,dan meringankan yang bersifat situasional, ia lebih ringan dari yang pertama, yaitu meringankannya ketika ada hajat tertentu seperti adanya tangisan anak kecil sementara ibunya salat.

Peringatan:

Perintah meringankan salat adalah yang sesuai Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam. Maksudnya bukan yang sesuai selera manusia. Terdapat banyak hadis tentang bacaan salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seperti membaca Surah As-Sajdah dan Al-Insān pada hari Jumat.Juga perintah beliau kepada Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- untuk membaca Surah Al-A'lā dan Al-Gāsyiyah.Sehingga ukuran dalam meringankan salat bukanlah pada sedikitnya bacaan dan cepatnya gerakan, tetapi meringankannya sesuai dengan Sunnah Nabi.

8/229- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Sungguh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kadang meninggalkan suatu amalan, padahal beliau ingin mengerjakannya, karena khawatir orang-orang mengikuti beliau lalu hal itu diwajibkan kepada mereka." (Muttafaq 'Alaih)

9/230- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia meriwayatkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mereka (para sahabat) berpuasa wiṣāl karena kasihan kepada mereka. Para sahabat bertanya, "Tetapi engkau berpuasa wiṣāl?" Beliau menjelaskan,"Keadaanku tidak seperti kalian. Sungguh, aku melewati malam dalam keadaan Rabb-ku memberiku makan dan minum."(Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya: Allah memberiku seperti kekuatan orang yang makan dan minum.

Kosa Kata Asing:

الوِصَالُ (al-wiṣāl): salah satu jenis puasa, yaitu seseorang berpuasa dua hari atau lebih secara bersambung tanpa berbuka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya cinta dan kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya.

2) Seseorang kadang harus meninggalkan sebagian perkara sunah demi mewujudkan maslahat yang lebih besar bagi dirinya dan kaum muslimin.

3) Hendaknya perhatian dan kesibukan seorang muslim tertuju pada kondisi kaum muslimin, lalu mengerjakan apa yang baik bagi mereka dan menjauhkan apa yang buruk bagi mereka.

10/231- Abu Qatādah Al-Ḥāriṡ bin Rib'ī -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh aku berdiri salat dan hendak memanjangkannya. Lalu aku mendengar tangisan seorang anak kecil. Maka aku ringankan salatku karena aku tidak mau memberatkan ibunya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

أتجوَّز (atajawwazu): saya meringankan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perempuan boleh ikut hadir ke masjid -kadang-kadang- untuk ikut melaksanakan salat secara berjemaah, dan anak-anak juga boleh ikut menghadiri salat berjemaah.

2) Orang yang salat boleh merubah niatnya dari niat memanjangkannya menjadi memendekkannya, atau sebaliknya.

11/232- Jundub bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang melaksanakan salat subuh maka dia berada dalam jaminan (lindungan) Allah. Oleh karena itu, jangan sampai Allah menuntut pada kalian dari jaminan-Nya sedikit pun. Karena siapa yang Allah tuntut dengan jaminan-Nya, Allah pasti akan menemukannya, kemudian Allah menelungkupkan wajahnya ke dalam neraka Jahanam.”(HR. Muslim),

Kosa Kata Asing:

Jaminan Allah ialah perlindungan dan pertolongan dari Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan urgensi salat Subuh dan keutamaan menghadirinya bersama jemaah.

2) Menjaga batasan-batasan Allah serta menjauhi hal-hal yang Dia haramkan adalah sebab penjagaan dan pertolongan Allah bagi hamba-Nya.

3) Siapa yang Allah berlepas diri dari menjaganya maka dia akan terlunta-lunta dan binasa.

12/233- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak boleh menzaliminya dan tidak pula membiarkannya (terzalimi). Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesulitan dari seorang muslim di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan di antara kesulitan hari Kiamat. Dan siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

لا يُسْلِمُهُ (lā yuslimuhu): tidak membiarkannya dizalimi oleh musuh ataupun yang membencinya, baik dizalimi di hadapannya ataupun di belakangnya, ia tetap membelanya.

فَرَّجَ (farraja): menghilangkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berusaha memenuhi hajat kaum muslimin serta menghilangkan kesusahan mereka adalah ketaatan kepada Allah dan menjadi sebab hajat seorang hamba dipenuhi dan kesusahannya dihilangkan.

2) Seorang muslim wajib membela saudaranya terkait kehormatannya, badannya, dan harta kekayaannya.

3) Jenis balasan sesuai dengan jenis perbuatan.

13/234- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak boleh mengkhianatinya, tidak berdusta kepadanya, juga tidak menelantarkannya. Seorang muslim atas muslim lainnya haram untuk mengganggu kehormatannya, hartanya, dan menumpahkan darahnya. Takwa itu berada di sini (yakni dalam hati). Cukuplah seseorang itu berbuat buruk apabila dia menghina saudaranya yang muslim."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Kosa Kata Asing:

لا يَكْذِبُهُ (lā yakāibuhu): tidak memberinya kabar bohong.

بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ: cukuplah baginya berbuat buruk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Merendahkan muslim adalah tanda kesombongan, dan sombong itu semuanya buruk.

2) Keharaman menzalimi seorang muslim terkait darah, kehormatan, dan hartanya kecuali ada satu sebab menurut syariat yang membolehkannya.

3) Takwa kepada Allah akan mencegah kezaliman dan kesombongan; tidaklah terjadi kezaliman di antara hamba kecuali ketika takwa mereka lemah.

Peringatan:

Sebagian orang salah memahami hadis ini. Yaitu, ketika Anda mengajaknya kepada kebaikan atau mencegahnya dari kemungkaran dia menjawab, "Takwa itu ada di sini (yakni hati)."Maknanya yang benar, bahwa hati adalah pangkal ketakwaan. Bila hati bertakwa maka anggota tubuh juga bertakwa. Tetapi jika hati tenggelam dalam maksiat kepada Allah, maka akan diikuti oleh anggota tubuh. Pasti, jejak amal hati akan terlihat pada anggota badan.14/235- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah saling mendengki, saling meninggikan harga lelang tidak untuk membeli (najasy), saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah sebagian kalian melakukan jual beli di atas jual beli orang lain. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara! Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Dia tidak boleh menzalimi, menghina, dan merendahkannya. Takwa itu di sini -beliau menunjuk dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang itu berbuat buruk kala menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap muslim lain haram darah, harta, dan kehormatannya."(HR. Muslim)النَّجّش (an-najasy): menambah harga barang di atas penawaran di pasar atau lainnya sementara dia tidak berniat membeli, melainkan tujuannya memprovokasi orang lain. Ini hukumnya haram.التَّدَابُرُ (at-tadābur): berpaling dari seseorang dan menjadikannya seperti sesuatu yang berada di belakang punggung dan pantat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman jual beli najasy karena dibangun di atas tipu daya dan tindakan merugikan.

2) Diharamkan saling boikot antar sesama muslim karena masalah duniawi karena akan berujung pada saling membelakangi dan memutuskan silaturahmi.

3) Makhluk paling mulia di sisi Allah ialah orang bertakwa.

4) Haram menyakiti muslim dengan cara apa pun, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

Faedah Tambahan:

Hasad adalah penyakit hati paling berat dan akan melahirkan pada pelakunya lima perkara tercela:

1- Merusak ketaatan; karena orang yang hasad akan datang pada hari Kiamat sebagai orang yang bangkrut, yaitu dia telah menyalakan api dalam hatinya dan menjadikan amal salehnya sebagai kayu bakarnya.

2- Perbuatan maksiat dan perbuatan buruk; karena orang yang hasad memiliki tiga tanda: menjilat ketika bersaksi, melakukan gibah ketika di belakang, dan mencela ketika ada musibah.

3- Merasa lelah dan gundah yang tidak berfaedah.

4- Buta hati dan buruk niat.

5- Dihalangi dan dihinakan; karena orang yang hasad hampir tidak pernah mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu berupa hilangnya nikmat Allah dari orang beriman.

Adapun orang yang dia hasadi maka tidak mengalami kerugian apa pun dalam perkara agama dan dunianya.

15/236- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda kebenaran iman bila orang yang beriman mencintai kebaikan bagi saudaranya seperti yang dia cintai untuk dirinya sendiri.

2) Iman yang benar akan memiliki pengaruh positif yang terlihat pada orang-orang beriman secara keseluruhan. Cinta orang-orang beriman pada dirinya akan tampak sesuai dengan tingkat ketulusan imannya.

16/237- Juga dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tolonglah saudaramu itu, baik ketika dia menzalimi atau dizalimi."Lantas seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Aku akan menolongnya ketika dia terzalimi. Kabarkan kepadaku, bila dia yang zalim, maka bagaimana aku menolongnya?" Beliau menjawab,"Engkau harus mencegahnya dari kezalimannya itu. Itulah cara menolongnya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib menolong orang yang terzalimi sekaligus yang berbuat zalim menurut cara yang disebutkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Memenuhi hak-hak persaudaraan termasuk konsekuensi keimanan.

3) Masyarakat Islam adalah yang tampak padanya hakikat tolong-menolong di atas kebajikan dan ketakwaan.

172384- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menghadiri undangan, dan mendoakan orang yang bersin."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Muslim:"Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ‎ada enam, yaitu: apabila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; apabila dia mengundangmu maka ‎penuhilah undangannya; bila dia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah; bila dia bersin dan ‎mengucapkan, 'alḥamdulillāh', maka ucapkanlah, 'yarḥamukallāh' (semoga Allah merahmatimu); bila dia sakit ‎jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)."

Kosa Kata Asing:

تَشْمِيتُ الْعَاطِسِ: memohonkan rahmat untuk orang yang bersin dengan mengucapkan: yarḥamukallāh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara hak muslim yang wajib ditunaikan saudaranya adalah mengucapkan salam, baik memberi maupun menjawab salam.

2) Menjenguk orang sakit termasuk hak muslim atas muslim lainnya.

3) Saling menunaikan hak di antara sesama muslim akan melahirkan rasa cinta dan kasih sayang serta menghilangkan sifat dengki dan hasad dari hati.

Faedah Tambahan:

Bila dalam menghadiri undangan terdapat kemungkaran, apakah wajib bagi orang yang diundang untuk hadir? Jawab: Bila seseorang mampu untuk mengingkarinya, maka dia wajib menghadiri undangan tersebut karena dua hal:  Pertama: untuk menghilangkan kemungkaran tersebut.  Kedua: memenuhi undangan saudaranya.

Adapun jika kemungkaran tersebut tidak mungkin dihilangkan maupun diminimalisir, maka dia tidak boleh menghadiri undangan tersebut.

18/239- Abu 'Umārah Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami dengan tujuh hal dan melarang kami dari tujuh hal. Beliau menyuruh kami untuk menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang yang bersin, membantu melaksanakan sumpah, menolong orang yang dianiaya, memenuhi undangan orang yang mengundang, dan menebarkan salam. Beliau melarang kami mengenakan cincin emas, minum dengan (wadah) dari perak, mengenakan mayāṡir (pelana sutra), qassiy, harīr (sutra), istabraq, dan dībāj (semua jenis pakaian yang terbuat dari sutra atau campuran sutra)."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain: "... dan dari mengumumkan hewan hilang", sebagai tambahan pada tujuh hal yang pertama.

المَياثِرِ (al-mayāṡir), dengan huruf "yā`" sebelum alif, lalu setelahnya "ṡā`". Ia adalah bentuk jamak dari "مِيْثَرَةٍ" (maiṡarah), yaitu sesuatu yang terbuat dari sutra lalu diisi dengan kapas atau lainnya lalu dipasang pada pelana sebagai alas duduk pengendara.الْقَسِّيُّ (al-qassiy), dengan memfatahkan "qāf" dan mengkasrah "sīn" yang bertasydid, yaitu pakaian yang terbuat dari bahan campuran sutra dan linen.إنْشَادُ الضَّالَّة (insyād aḍ-ḍāllah): mengumumkan hewan hilang.

Kosa Kata Asing:

Membantu melaksanakan sumpah artinya memfasilitasi dan membantunya untuk melaksanakan sumpahnya sehingga dia bisa dianggap telah menunaikan sumpah.

Menebar salam adalah menebarkannya di antara kaum muslimin serta mengucapkannya kepada orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal.

الإِسْتَبْرَقِ (al-istabraq) dan الدِّيْبَاج (ad-dībāj) adalah jenis pakaian mewah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Syariat Islam mengajak kepada kebaikan dan melarang kerusakan; apa yang diperintah oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seluruhnya adalah kebaikan, dan apa yang beliau larang maka seluruhnya adalah keburukan.

2) Kewajiban membela orang yang terzalimi bagi yang mampu dengan cara mengembalikan haknya kepadanya dan mencegah orang yang menzaliminya.

3) Pengharaman menggunakan bejana emas dan perak.

4) Pengharaman memakai sutra dan cincin emas bagi laki-laki.

5) Larangan mengumumkan hewan hilang berlaku khusus di masjid, tidak pada tempat yang lain.

 28- BAB MENUTUP AURAT (AIB) MUSLIM DAN LARANGAN MENYEBARKANNYA TANPA HAJAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. An-Nūr: 19)

Faedah:

Aurat terbagi dua macam: aurat fisik dan aurat maknawi.

- Aurat fisik yaitu yang haram dilihat, seperti kubul, dubur, dan semisalnya.

- Aurat maknawi yaitu aib dan keburukan berupa akhlak ataupun perbuatan.

Setiap orang dituntut untuk menutup aurat-aurat tersebut secara umum.

Adapun sikap menginginkan tersiarnya kekejian di tengah orang-orang beriman, maka mencakup:

- Menginginkan tersiarnya kekejian di tengah masyarakat muslim.

- Menginginkan agar kekejian itu tersiar ke orang tertentu.

1/240- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidaklah seorang hamba menutupi (aib) hamba lainnya di dunia melainkan Allah akan menutupi (aib)nya pada hari Kiamat."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan sesuai jenis perbuatan; siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah -Ta'ālā- akan memberinya balasan berupa ditutup aibnya pada hari Kiamat.

2) Penutupan aib harus mengikuti maslahat; bila maslahat terdapat pada penutupan aib maka kita menutupnya, tetapi kalau maslahat terdapat pada membukanya maka kita buka.

Faedah Tambahan:

Menutup aib terbagi dua:

Pertama: hal yang terpuji; yaitu bila aib itu ada pada orang yang baik, aibnya harus ditutupi dan dirinya harus diberi nasihat.

Kedua: hal yang tercela; yaitu menutupi aib orang yang terkenal menggampangkan perbuatan haram dan menzalimi hamba-hamba Allah, yang seperti ini tidak boleh ditutupi, tetapi harus disebarkan dan diterangkan.

2/241- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia mengatakan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Semua umatku diberikan maaf kecuali yang terang-terangan bermaksiat. Termasuk terang-terangan bermaksiat ialah seseorang melakukan suatu perbuatan (maksiat) di malam hari lalu ketika pagi tiba dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupinya. Yaitu dia berkata, 'Wahai polan! Tadi malam aku melakukan ini dan itu.' Padahal Allah telah menutupi perbuatannya di malam hari, tetapi ketika pagi tiba, dia menyingkap tabir Allah atas dirinya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

المُجَاهِرِينَ (al-mujāhirīn) ialah orang-orang yang selalu memperlihatkan maksiat kepada Allah -'Azza wa Jalla- secara terang-terangan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Diri Anda adalah amanah bagi Anda; Anda wajib menjaga hak-haknya dengan baik dan jangan dibiarkan mendapatkan murka Allah -Ta'ālā-.

2) Termasuk dalam bentuk bermaksiat secara terang-terangan adalah semua perilaku yang memberikan contoh tidak baik.

3/242- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Jika seorang budak wanita melakukan zina dan terbukti perzinaannya, maka cambuklah dia dengan hukuman had dan jangan dicerca. Jika dia berzina lagi yang kedua kali, maka cambuklah dia dengan hukuman had dan jangan dicerca. Kemudian jika dia berzina lagi yang ketiga kali, silakan dijual meskipun seharga sebuah tali dari bulu."(Muttafaq 'Alaih). "التَّثْرِيبُ" (at-taṡrīb) artinya mencerca.

Kosa Kata Asing:

الأمة (al-amah): perempuan hamba sahaya yang diperjualbelikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan bahwa kadar hukuman had bagi perempuan hamba sahaya adalah setengah dari hukuman had perempuan merdeka.

2) Larangan mencerca dan memaki budak perempuan yang melakukan zina agar dia tidak menggampangkan maksiat karena sering mendapat celaan.

3) Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang cara yang benar dalam memberikan hukuman terhadap sebuah dosa. Ini mengandung penjelasan bahwa petunjuk Nabi telah mendahului metode-metode pendidikan modern berupa celaan terhadap sikap mencerca dan banyak mencela.

4/243- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, "Seorang laki-laki yang telah minum khamar dibawa ke hadapan Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda, 'Deralah dia!' Abu Hurairah melanjutkan, "Di antara kami ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan sandalnya, ada yang memukul dengan pakaiannya. Setelah orang itu pergi, sebagian orang berkata, 'Semoga Allah menghinakanmu!' Nabi lantas bersabda,"Janganlah kalian mengatakan demikian. Janganlah kalian membantu setan memperdayakannya!"(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الخِزْيُ (al-khizyu): aib dan hina. Adapun ucapan: "أَخْزَاكَ اللهُ", maksudnya: semoga Allah menghinakanmu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba berbuat suatu dosa dan dia dihukum atas dosanya itu, maka hal itu sebagai penggugur dosanya. Sehingga, seharusnya kita tidak mendoakan keburukan dan aib kepadanya. Tetapi, kita mohonkan dia kepada Allah agar diberikan hidayah dan ampunan.

2) Seorang hamba jangan menjadi pembantu setan dalam membahayakan saudaranya seagama.

 29- BAB MEMBANTU KEBUTUHAN KAUM MUSLIMIN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung."(QS. Al-Ḥajj: 77)

Pelajaran dari Ayat:

1) Memenuhi kebutuhan kaum muslimin termasuk kebaikan yang diperintahkan.

2) Mengerjakan kebaikan termasuk sebab keberuntungan yang paling besar.

1/244- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak boleh menzaliminya dan tidak pula membiarkannya terzalimi. Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesulitan dari seorang muslim di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan di antara kesulitan hari Kiamat. Dan Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat."(Muttafaq 'Alaih)2/245- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Siapa yang meringankan satu kesulitan dunia dari seorang mukmin maka Allah akan hilangkan satu kesulitan di hari Kiamat baginya.Siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat.Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.Allah akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.Siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah -Ta'ālā-, di mana mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya dengan sesama mereka kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah -'Azza wa Jalla- akan menyebut-nyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.Siapa yang diperlambat oleh amalnya maka tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لا يُسْلِمُه (lā yuslimuhu): tidak menyerahkannya kepada musuhnya.

كُرْبَةً (kurbah): kesulitan besar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk meringankan kesulitan kaum muslimin serta memenuhi kebutuhan mereka. Siapa yang melakukan demikian itu maka Allah akan memberinya balasan yang semisalnya di dunia dan hari Kiamat.

2) Anjuran kepada orang beriman agar saling tolong-menolong di antara mereka, sebagaimana dalam ayat:"Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan." (QS. Al-Mā`idah: 2)

3) Orang-orang beriman saling melengkapi di antara mereka dalam memenuhi hajat sesama mereka.

 30- BAB SYAFAAT (MEMBANTU SEBAGAI PERANTARA)

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Siapa yang memberi pertolongan (syafaat) dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala)-nya."(QS. An-Nisā`: 85)1/246- Abu Musa Al-Asy‘ariy -raḍiyallāhu 'anhu- mengabarkan, Dahulu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- jika didatangi oleh orang yang membutuhkan bantuan, beliau menoleh kepada para sahabat yang ada di dekatnya lalu bersabda,"Berilah syafaat, niscaya kalian akan diberi pahala. Dan Allah pasti akan menetapkan melalui lisan Nabi-Nya apa yang Dia inginkan."(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat lain: "... apa yang Dia kehendaki."

2/247- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan tentang kisah Barīrah dan suaminya, dia berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepada Barīrah, 'Sekiranya engkau rujuk dengannya?' Dia menjawab, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkan aku?' Beliau bersabda, 'Aku hanya memberi syafaat.' Maka dia berkata, 'Saya tidak membutuhkannya.'"(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

Syafaat artinya menjadi perantara bagi orang lain, baik untuk mewujudkan kebaikan ataupun menghilangkan keburukan. Syafaat yang dimaksudkan dalam ucapan penulis ialah syafaat di dunia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Syafaat dalam perkara haram adalah bentuk tolong-menolong dalam dosa dan kezaliman. Seperti memberi syafaat kepada orang yang menzalimi orang lain.

2) Syafaat pada perkara yang tidak haram termasuk perbuatan baik kepada orang lain dan di dalamnya terdapat pahala bagi yang memberi syafaat.

3) Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sangat menjunjung perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lihatlah Barīrah ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepadanya, "Sekiranya engkau rujuk dengannya?"Dia lalu kembali bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa bila hal itu adalah perintah, dia akan mendengar dan taat.Beginilah seharusnya orang beriman; bersegera mengerjakan perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 31- BAB MENDAMAIKAN MANUSIA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia."(QS. An-Nisā`: 114)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)."(QS. An-Nisā`: 128)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu."(QS. Al-Anfāl: 1)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)."(QS. Al-Ḥujurāt: 10)

Faedah:

النَّجْوَى (an-najwā): pembicaraan dengan suara pelan antara seseorang dengan rekannya (berbisik-bisik).

المَعْرُوْفُ (al-ma'rūf): semua kebaikan yang diperintahkan dan dianjurkan oleh agama serta diketahui kebaikannya secara syariat, akal, dan 'urf (adat istiadat).

Pelajaran dari Ayat:

1) Kebaikan akan diperoleh oleh orang yang mengajak kepada sedekah, kebaikan, ataupun perdamaian.

2) Orang yang menyerukan perdamaian, sedekah, ataupun kebaikan hendaknya meniatkan perbuatannya itu untuk mendapatkan pahala dari Allah -Ta'ālā-, tanpa disertai sikap ria dan sumah, agar pahalanya besar.

3) Wasiat Allah kepada orang beriman supaya berdamai di antara mereka.

1/248- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap persendian manusia ada sedekahnya (yang wajib dikeluarkan) setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan dua orang (yang sedang berselisih) adalah sedekah, menolong seseorang pada kendaraannya, yaitu menaikkannya ke atas kendaraan atau membantunya mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya itu adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah berjalan untuk melaksanakan salat adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah."(Muttafaq ‘Alaih)

Maksud (تَعْدِلُ بَيْنَهُمَا): mendamaikan mereka dengan cara adil.

Kosa Kata Asing:

السُّلَامّى (as-sulāmā): tulang dan persendian.

الصَّدَقَةُ (aṣ-ṣadaqah): semua yang mendekatkan kepada Allah adalah sedekah, sebagaimana menurut makna yang umum.

الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ (perkataan baik) yaitu yang baik dari segi kalimatnya maupun baik dari segi tujuannya. Adapun perkataan yang baik dari segi kalimatnya, misalnya zikir. Dan sebaik-baik zikir adalah membaca Al-Qur`ān. Adapun yang baik dilihat dari tujuannya ialah kalimat yang mubah, seperti berbicara bersama orang, bila Anda meniatkannya agar akrab dan memberikan kebahagiaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sedekah (pemberian yang tulus) tidak khusus dengan harta, karena semua yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- menunjukkan ketulusan pelakunya dalam mencari rida Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Semua yang sesuai syariat adalah keadilan, dan semua yang menyelisihi syariat adalah kezaliman dan kelaliman. Sehingga mendamaikan manusia termasuk perbuatan adil yang diperintahkan.

3) Ketika berdamai harus dengan sikap lapang, dan tidak mempersulit (menuntut). Orang yang menjadi juru damai ketika mendamaikan harus menjauhi hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati.

2/249- Ummu Kulṡūm binti 'Uqbah bin Abi Mu'aiṭ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia, lalu ia menyampaikan kebaikan atau mengatakan kebaikan."(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya terdapat tambahan: Ummu Kulṡūm berkata, "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan dispensasi kedustaan yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga kondisi." Maksud tiga kondisi ini adalah: perang, mendamaikan manusia, dan percakapan laki-laki kepada istrinya dan percakapan perempuan kepada suaminya.

Kosa Kata Asing:

يَـنْمِي (yanmī): menyampaikan dan membawakan berita.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang mendamaikan antara kaum muslimin boleh berdusta jika diperlukan, untuk menghilangkan perpecahan dan menyambung silaturahmi serta mengembalikan kezaliman.

2) Berdusta ketika perang diperbolehkan berdasarkan dispensasi dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal itu, untuk memberi kemudahan bagi kaum muslimin sebab mereka membutuhkannya serta menimpakan kekalahan terhadap orang-orang kafir dan menyulut kemarahan mereka.

3) Berdusta dalam percakapan laki-laki kepada istrinya dan percakapan perempuan kepada suaminya diperbolehkan jika bertujuan memperbaiki serta tidak mengandung keburukan bagi orang lain, ataupun gibah dan namimah.

Faedah Tambahan:

Juru damai tidak boleh berlebihan dalam dusta yang diperbolehkan ketika mendamaikan, agar hal itu tidak menyeretnya kepada dusta yang tidak diperbolehkan, karena rukhsah atau dispensasi tidak boleh melampaui ruangnya.

3/250- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar orang bertengkar dengan suara sangat keras di depan pintu. Salah satu mereka meminta keringanan utang dan belas kasihan. Orang yang mengutangi menjawab, "Demi Allah! Aku tidak akan melakukannya." Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar menuju keduanya dan bertanya, "Mana yang bersumpah kepada Allah untuk tidak berbuat kebaikan?" Orang itu menjawab, "Saya, wahai Rasulullah! Dia boleh memilih apa yang disukainya dari itu."(Muttafaq ‘Alaih)Makna "يَسْتَوْضِعُهُ" (yastawḍi'uhu): meminta diberikan potongan/keringanan dari sebagian utangnya.يَسْتَرْفِقُهُ (yastarfiquhu): meminta belas kasihannya.الْمُتَأَلِّي (al-muta`allī): orang yang bersumpah.4/251- Abul-'Abbās Sahl bin Sa'ad As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa sampai kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berita bahwa terjadi perselisihan di antara kalangan Bani 'Amr bin 'Auf. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama beberapa orang pergi untuk mendamaikan mereka. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertahan di sana, padahal waktu salat telah tiba. Maka Bilal menghampiri Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhumā- lalu berkata, “Wahai Abu Bakar, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertahan, sementara waktu salat telah tiba. Maukah engkau menjadi imam orang-orang ini?” Ia menjawab, “Ya, jika engkau menginginkan.” Lantas Bilal mengumandangkan ikamah salat. Abu Bakar maju lalu bertakbir dan orang-orang pun bertakbir. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tiba-tiba datang, beliau berjalan membelah saf hingga berdiri di saf pertama. Orang-orang pun bertepuk. Namun Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- tidak menoleh dalam salatnya. Ketika orang-orang terus bertepuk, ia pun menoleh, ternyata ada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberinya isyarat (agar tetap di tempatnya). Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- mengangkat tangannya dan memuji Allah. Dia berjalan mundur ke belakang hingga berdiri di tengah saf pertama. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu maju dan memimpin salat para sahabat. Ketika telah selesai, beliau menghadap kepada jemaah dan bersabda,“Wahai sekalian manusia! Kenapa ketika ada sesuatu menimpa kalian dalam salat, kalian bertepuk tangan? Sesungguhnya tepuk tangan itu untuk wanita. Siapa yang ditimpa sesuatu dalam salat hendaknya ia mengucapkan, 'Subḥānallāh'. Karena tak seorang pun mendengar ucapan 'Subḥānallāh' kecuali ia akan menoleh. Wahai Abu Bakar! Apa yang menghalangimu terus salat mengimami orang-orang ketika aku memberimu isyarat?”Abu Bakar menjawab, “Tidak sepantasnya putra Abu Quḥāfah mengimami salat sedang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hadir.”(Muttafaq ‘Alaih)

Makna "حُبِسَ" (ḥubisa), yaitu beliau ditahan untuk dijamu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh ikut campur dalam pertikaian antara dua orang jika hal itu bukan rahasia mereka.

2) Respon cepat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk kembali kepada apa Allah cintai dan ridai serta tidak kukuh dalam kemungkaran.

3) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mendamaikan orang-orang yang bertikai serta anjuran beliau pada perdamaian lewat ucapan dan perbuatan beliau.

4) Memperkuat hubungan antara masyarakat dengan ulama umat melalui keterlibatan para ulama dalam menyelesaikan pertikaian yang terjadi di tengah masyarakat. Beginilah amalan pimpinan para ulama, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, beliau terjun mengupayakan perdamaian antara Bani 'Amr bin 'Auf!

5) Anjuran dan motivasi untuk mendamaikan orang yang bertikai serta menghindari dampak buruknya, karena perdamaian mendatangkan kasih sayang, keamanan, dan jalan keselamatan. Sebaliknya, rusaknya hubungan dan perselisihan merupakan hal yang membinasakan agama.

 32- BAB KEUTAMAAN MUSLIM YANG LEMAH DAN MISKIN YANG TIDAK DIKENAL

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka."(QS. Al-Kahfi: 28)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menghibur orang yang lemah secara fisik, akal, harta, atau lainnya yang dianggap sebagai kelemahan oleh manusia, agar dia merasa kuat dengan adanya pahala dan ganjaran yang ada di sisi Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama orang-orang lemah dan miskin di kalangan kaum muslimin; yaitu beliau duduk bersama mereka dan memenuhi kebutuhan mereka.

1/252- Ḥāriṡah bin Wahb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku kabarkan mengenai penghuni surga? Yaitu setiap orang yang lemah dan dipandang lemah, seandainya ia bersumpah kepada Allah niscaya Allah akan mewujudkan untuknya. Maukah kalian aku kabarkan mengenai penghuni neraka? Yaitu setiap orang yang keras, kikir dan gemar mengumpulkan harta, serta berlaku sombong."(Muttafaq 'Alaih)الْعُتُلُّ (al-'utull): orang yang keras dan kasar.الجَوَّاظُ (al-jawwāẓ), dengan memfatahkan "jīm", setelahnya "wāw" bertasydid kemudian "ẓā`", yaitu orang yang rakus dan pelit. Ada juga yang berpendapat, maknanya: orang yang gempal dan sombong dalam cara jalannya. Juga ada yang mengatakan orang yang pendek dan besar perutnya.

Kosa Kata Asing:

متضَعَّف (mutaḍa''af), dengan memfatahkan "'ain" bertasydid, yaitu dianggap lemah dan dihinakan orang.

لَأَبَرَّهُ (la`abarrahu): maksudnya, bila dia bersumpah mengharapkan kemurahan Allah, niscaya dia akan mendapatkan sesuatu yang disebutkan dalam sumpahnya.

المُسْتَكْبِرُ (al-mustakbir; sombong): orang yang menggabungkan antara dua sifat tercela; merendahkan orang lain (gamṭun-nās) dan menolak kebenaran (baṭarul-ḥaqq).

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda penghuni surga adalah mereka tidak menghiraukan karunia dunia yang tidak mereka dapatkan; bila karunia dunia menghampiri, mereka akan menerimanya, dan kalau karunia dunia itu lepas mereka membiarkannya.

2) Di antara tanda penghuni neraka ialah sombong dan angkuh. Seorang hamba hendaknya waspada jangan sampai memiliki sifat-sifat orang yang disiksa.

3) Di antara hamba Allah ada orang yang apabila bersumpah (berdoa) kepada Allah maka Allah pasti mewujudkan untuknya disebabkan karena dia yakin dan mengharapkan apa yang ada di sisi Allah -'Azza wa Jalla-.

2/253- Abul-'Abbās Sahal bin Sa'ad As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Seorang pria melintas di depan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bertanya kepada seseorang yang duduk bersama beliau, "Apa pendapatmu tentang orang ini?" Orang itu menjawab, "Dia termasuk orang terhormat. Demi Allah! Jika ia melamar maka layak untuk dinikahkan. Jika ia memberi syafaat, maka ia layak diterima syafaatnya." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diam. Kemudian melintas pria lain, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya lagi kepadanya, "Apa pendapatmu tentang orang ini?" Dia menjawab, "Wahai Rasulullah! Ini adalah orang fakir di antara kaum muslimin. Jika orang ini melamar, ia pantas ditolak. Jika ia memberi syafaat, maka syafaatnya akan ditolak. Jika ia berucap, maka ucapannya tidak didengar." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang ini lebih baik dari sepenuh bumi orang seperti tadi."(Muttafaq ‘Alaih)Ucapannya: "حَرِيٌّ" (ḥariyyun), dengan memfatahkan "ḥā`", setelahnya "rā`" yang kasrah, kemudian "yā`" bertasydid, artinya: layak, pantas.Sedangkan "شَفَعَ" (syafa'a), dengan memfatahkan "fā`".

Kosa Kata Asing:

يُنكح (yunkaḥu): dinikahkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang kadang memiliki kedudukan yang tinggi di dunia, tetapi tidak memiliki kedudukan di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Yang menjadi ukuran adalah hakikat amal serta iman yang ada dalam hati, bukan potret fisik.

3/254- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Surga dan neraka saling mengadu. Neraka berkata, 'Penghuniku adalah orang-orang yang angkuh dan sombong.' Surga berkata, 'Penghuniku adalah orang-orang lemah dan miskin.' Lalu Allah memutuskan di antara keduanya, 'Sesungguhnya engkau, wahai Surga, adalah rahmat-Ku. Denganmu Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki. Dan sesungguhnya engkau, wahai Neraka, adalah azab-Ku. Denganmu Aku mengazab siapa yang Aku kehendaki. Dan masing-masing (dari) kalian berdua, menjadi wewenang-Ku untuk memenuhinya (dengan penghuninya).'”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

احْتَجَّتِ الجَنَّةُ وَالنَّارُ: surga dan neraka saling mengadu.

"Sesungguhnya engkau, wahai surga, adalah nikmat-Ku", maksudnya bahwa surga adalah negeri yang diciptakan dari rahmat Allah. Adapun rahmat Allah -Ta'ālā- yang merupakan sifat-Nya, maka bukan makhluk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mengimani perkara-perkara gaib ini, walaupun tidak masuk akal, sebab orang beriman akan tunduk kepada perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Karunia dan rahmat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lebih luas dari murka-Nya. Allah -'Azza wa Jalla- telah mewajibkan kepada diri-Nya untuk mengisi surga dan neraka, tetapi rahmat-Nya mendahului murka-Nya.

3) Orang fakir dan lemah adalah penduduk surga; karena umumnya merekalah yang tunduk kepada kebenaran. Sedangkan orang-orang jahat, mereka angkuh dari kebenaran dan tidak tunduk kepada-Nya.

4/255- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,“Sesungguhnya kelak hari Kiamat akan datang seseorang yang sangat besar dan gemuk, akan tetapi berat timbangannya di sisi Allah tidak menyamai sayap nyamuk sekalipun"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan adanya mizan atau timbangan amalan pada hari Kiamat, yaitu timbangan adil yang tidak mengandung kezaliman.

2) Peringatan agar seseorang tidak hanya memperhatikan kebahagiaan fisiknya, tetapi seorang hamba berkewajiban untuk memperhatikan kebahagiaan hatinya dengan ilmu dan iman. Bila hati bahagia, fisik pun akan bahagia.

Peringatan:

Sebab disebutkannya hadis ini di dalam Bab Keutamaan Muslim yang Lemah dan Miskin yang Tidak Dikenal, karena kegemukan umumnya disebabkan karena banyak makan, sedangkan banyak makan kadang menunjukkan banyak harta dan keadaan sombong, kufur nikmat, dan lupa terhadap kaum muslimin yang lemah.

Faedah Tambahan:

Apa yang ditimbang pada mizan atau timbangan?

Makna lahir hadis ini menunjukkan bahwa yang ditimbang pada mizan adalah manusia, dan berat dan ringannya tergantung amal perbuatannya. Sebagian ulama berpendapat, yang ditimbang adalah catatan amal, berdasarkan hadis biṭāqah:"Lalu dikeluarkan sebuah biṭāqah (kartu) yang di dalamnya tercatat: 'Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah serta Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.' Lalu kartu tersebut diletakkan di satu mata timbangan." Ulama lain berpendapat, bahwa yang ditimbang adalah amalan, berdasarkan firman Allah:"Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat ..." (QS. Al-Anbiyā`: 47)Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Ada dua kalimat yang berat di timbangan ..."Dalam ayat dan hadis ini, yang ditimbang adalah amalan. Tetapi, tidak ada pertentangan di antara pendapat-pendapat ini, karena bisa dikatakan, yang ditimbang adalah semuanya. Yaitu, yang ditimbang adalah pelaku, catatan amal, dan amal perbuatan. Wallāhu a'lam.5/256- Masih dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang wanita hitam -atau seorang pemuda- yang biasa menyapu masjid. Tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mendapatkannya sehingga beliau menanyakannya. Para sahabat menjelaskan, "Dia telah meninggal." Beliau bersabda,"Mengapa kalian tidak memberitahuku?"Sepertinya mereka meremehkannya. Maka beliau bersabda, "Tunjuki aku tempat kuburnya." Lantas mereka menunjukkannya dan beliau menyalatinya. Kemudian beliau bersabda,"Sesungguhnya kuburan ini dipenuhi oleh kegelapan terhadap para penghuninya, dan Allah -Ta'ālā- memberinya cahaya dengan salatku kepada mereka."(Muttafaq ‘Alaih)Perkataan: "تَقُمُّ" (taqummu), dengan memfatahkan "tā`", dan mendamahkan "qāf", artinya: menyapu.Al-Qumāmah artinya sampah.آذَنْتُموني (āżantumūnī), dengan mad pada "hamzah", artinya: kalian memberitahuku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tingginya kedudukan orang beriman berdasarkan amal perbuatan mereka; semua orang yang mengerjakan kebaikan, maka dia berada di atas kebaikan.

2) Anjuran membersihkan dan menyingkirkan sampah dari masjid, juga tanpa diberikan hiasan dan lukisan-lukisan yang akan mengganggu dan menyibukkan pikiran orang yang salat.

3) Menjelaskan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengetahui perkara gaib; oleh sebab itu beliau bersabda, "Tunjuki aku tempat kuburnya."Bila beliau tidak mengetahui sesuatu yang nyata padahal dekat, maka sesuatu yang gaib beliau lebih pantas tidak ketahui!

4) Perhatian yang sangat bagus oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada para sahabatnya; yaitu beliau mencari dan menanyakan mereka.

6/257- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak sedikit orang dengan rambut berantakan, warna berubah dan ditolak di pintu-pintu, seandainya ia bersumpah (berdoa) kepada Allah, niscaya Allah mewujudkan untuknya."(HR. Muslim)7/258- Usāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Aku berdiri di pintu surga, ternyata mayoritas orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin. Sedangkan orang-orang kaya tertahan. Namun penghuni neraka telah diperintahkan untuk masuk ke neraka. Aku berdiri di pintu neraka, ternyata mayoritas orang yang memasukinya adalah wanita."(Muttafaq 'Alaih)الجَدُّ (al-jadd), dengan memfatahkan "jīm", artinya: kekayaan.Sabda beliau: مَحْبُوسُونَ (maḥbūsūna), maksudnya: mereka belum diperkenankan masuk surga.

Kosa Kata Asing:

أَشْعَث (asy'aṡ): rambut berantakan; dia tidak memiliki apa yang bisa digunakan membaguskan rambutnya.

أَغْبَر (agbar): warnanya berubah, karena sangat miskin.

Pelajaran dari Hadis:

1) Takwa kepada Allah adalah ukuran kemuliaan hamba, siapa yang paling bertakwa kepada Allah maka dialah yang paling mulia di sisi Allah.

2) Mayoritas penghuni neraka dari kalangan perempuan karena banyak di antara mereka yang membuat fitnah, kecuali perempuan yang dijaga oleh Allah -Ta'ālā-.

3) Seorang hamba harus menjaga diri dari fitnah kekayaan, karena kekayaan dapat mendatangkan perilaku zalim dan dapat mengantarkan pelakunya kepada kebinasaan dan kerusakan.Sebab itu, sikap sabar dituntut pada seorang hamba ketika miskin dan kaya.8/259- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidak ada anak yang berbicara ketika masih dalam buaian kecuali tiga orang. (Pertama), Isa bin Maryam. (Kedua), seorang anak dalam kisah Juraij. Juraij adalah orang yang taat beribadah. Dia membangun tempat ibadah dan selalu ada di dalamnya. Suatu saat, ibunya datang menemuinya ketika dia sedang salat. Ibunya memanggil, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata (dalam hati), 'Ya Rabbi! Apakah aku memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan salatku.' Akhirnya dia meneruskan salatnya, sementara sang ibu akhirnya pulang. Keesokan harinya, sang ibu datang lagi sementara Juraij sedang salat. Dia memanggil, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata (dalam hati), 'Ya Rabbi! Apakah aku memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan salatku.' Akhirnya dia memilih meneruskan salatnya. Keesokan harinya lagi, sang ibu datang lagi sementara Juraij sedang salat. Dia memanggil, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata (dalam hati), 'Ya Rabbi! Apakah aku memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan salatku.' Akhirnya dia memilih meneruskan salatnya. Maka berkatalah sang ibu, 'Ya Allah! Jangan matikan dia sebelum melihat wajah pelacur.' Ketika orang-orang Bani Israil berbincang-bincang tentang Juraij dan ibadahnya, ada seorang wanita pelacur yang terkenal cantik, dia berkata, 'Kalau kalian mau, aku akan menggodanya.' Lantas dia menggodanya, namun Juraij tak mempedulikannya. Maka wanita pelacur itu mendatangi seorang penggembala yang sedang berteduh di bawah rumah ibadah itu, lalu menggodanya untuk berbuat zina. Terjadilah perzinaan di antara mereka. Kemudian wanita itu hamil. Ketika telah melahirkan, dia berkata, 'Ini anak dari Juraij.' Masyarakat pun mendatangi Juraij dan memaksanya turun lalu rumah ibadahnya dirobohkan. Mereka memukulinya. Juraij bertanya, 'Ada apa dengan kalian ini?' Mereka menjawab, 'Engkau telah berzina dengan wanita pelacur ini sehingga dia melahirkan anak darimu.' Juraij berkata, 'Mana anaknya?' Mereka kemudian membawakan bayi tersebut. Juraij berkata, 'Biarkan aku salat dulu!' Kemudian Juraij salat. Setelah selesai salat dia mendatangi anak bayi tersebut dan menekan perutnya seraya berkata, 'Wahai anak kecil, siapa bapakmu?' Anak itu menjawab, 'Fulan si penggembala.' Maka orang-orang mengerumuni Juraij, mencium dan mengusap-usapnya. Mereka berkata, 'Kami akan bangun ulang rumah ibadahmu dengan bahan emas.' Dia menjawab, 'Tidak, bangunlah kembali dengan tanah liat seperti semula!' Lantas mereka mengerjakannya. (Ketiga), ketika seorang bayi sedang menyusu pada ibunya, lalu lewat seorang penunggang kendaraan yang tampak mewah dan berpenampilan bagus. Sang ibu berkata, 'Ya Allah! Jadikanlah anakku seperti orang itu.' Sang bayi melepas tetek ibunya lalu menoleh dan memandang orang itu seraya berkata, 'Ya Allah! Jangan jadikan aku seperti orang itu!' Kemudian dia kembali ke teteknya dan menyusu kembali."Abu Hurairah bercerita: Seakan aku masih melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mencontohkannya menyusu dengan jari telunjuk beliau ke mulut dan mengisapnya. Beliau lanjut bersabda,"Kemudian mereka melewati seorang budak wanita yang sedang dipukuli. Mereka berkata, 'Kamu telah berzina dan mencuri.' Sedangkan wanita tersebut hanya berkata, 'Ḥasbiyallāhu wa ni'mal wakīl.' Maka sang ibu berkata, 'Ya Allah! Jangan jadikan anakku seperti dia.' Anak itu melepas teteknya dan memandang wanita tersebut, kemudian dia berkata, 'Ya Allah! Jadikanlah aku seperti dia.' Ketika itu terjadilah dialog antara ibu dan anak. Sang ibu berkata, 'Ketika ada orang yang berpenampilan bagus, aku berdoa, 'Ya Allah! Jadikan putraku seperti dia.' Engkau mengatakan, 'Ya Allah! Jangan jadikan aku seperti dia.' Lalu ketika ada seorang budak wanita dipukuli sambil dikatakan, engkau telah berzina dan mencuri, aku berdoa, 'Ya Allah! Jangan jadikan putraku seperti dia.' Engkau berkata, 'Ya Allah! Jadikan aku seperti dia?!' Anak itu berkata, 'Laki-laki itu adalah orang yang zalim, maka aku berdoa, 'Ya Allah! Jangan jadikan aku seperti dia.' Sedangkan terhadap wanita yang kalian katakan: engkau telah berzina dan mencuri, dia tidak pernah berzina dan tak pula mencuri. Maka aku berdoa, 'Ya Allah! Jadikan aku seperti dia.'"(Muttafaq ‘Alaih)المومِسَاتُ (al-mūmisāt), dengan mendamahkan "mīm" yang pertama, setelahnya "wāw", kemudian mengkasrahkan "mīm" yang kedua, dan setelahnya "sīn", yaitu: para pezina. المُومِسَةُ (al-mūmisah) artinya wanita pezina.دَابَّةٌ فَارِهَةٌ (dābbah fārihah), dengan huruf "fā`", maksudnya: kendaraan yang cerdas dan bagus.الشَّارَةُ (asy-syārah), dengan "syīn", kemudian "rā`" tanpa tasydid, yaitu: keindahan yang tampak pada penampilan dan pakaian.Dan makna (تَرَاجَعَا الحديث), yaitu sang ibu berbicara ke anaknya dan sang anak bicara ke ibunya. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

الصَّوْمَعَةُ (aṣ-ṣauma'ah): bangunan tinggi di bagian ujungnya lancip, yaitu tempat beribadah para rahib.

بَغِيٌّ (bagyun): wanita pezina yang melakukan perzinaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesabaran sang ahli ibadah, Juraij, ketika dia tidak balas dendam, tetapi rida bersikap kanaah dan memilih hidup bersama orang-orang lemah dan miskin.

2) Seorang hamba bila mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā- pada kondisi lapang, maka Allah akan menolongnya pada kondisi sulit. Orang yang imannya tulus tidak akan celaka oleh berbagai fitnah. Dan termasuk bentuk kasih sayang Allah, Dia memberikan jalan keluar bagi wali-wali-Nya ketika mereka diuji. Kadang hal itu terlambat demi membersihkannya dari dosa serta memberikan tambahan pahala baginya.

3) Tekad seorang hamba agar bergaul dengan keumuman manusia, bukan bersama orang-orang yang sombong dan zalim.

4) Anjuran untuk mendahulukan panggilan ibu dari salat sunah.

5) Merupakan bentuk dalamnya pemahaman seseorang bila dia segera melaksanakan salat ketika terjadi kesulitan.

 33- BAB SIKAP RAMAH, BAIK, SAYANG, TAWADUK, DAN RENDAH HATI KEPADA YATIM, ANAK PEREMPUAN, ORANG LEMAH, MISKIN, DAN MENDERITA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman."(QS. Al-Ḥijr: 88)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang berdoa kepada Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena menginginkan perhiasan kehidupan dunia."(QS. Al-Kahfi: 28)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya)."(QS. Aḍ-Ḍuḥā: 9-10)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan pembalasan?Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,dan tidak mendorong memberi makan orang miskin."(QS. Al-Mā'ūn: 1-3)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran berbuat baik kepada orang-orang yang hatinya terluka dan tidak ada yang mengurusnya seperti anak yatim, janda, dan lainnya.

2) Memperhatikan orang miskin dengan menghibur, memberi makan, dan membantu keperluannya termasuk perangai orang beriman.

3) Anjuran bersabar bersama kaum muslimin yang lemah, serta bersikap rendah hati dan tawaduk terhadap mereka.

1/260- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Pada suatu hari, kami berenam menyertai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian orang-orang musyrik berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, 'Usirlah orang-orang ini, agar mereka tidak lancang kepada kami!' Orang-orang tersebut adalah saya, lbnu Mas'ūd, seorang laki-laki dari Hużail, Bilal, dan dua orang lagi yang tidak kuingat namanya. Lalu terlintas di benak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk melakukannya. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya:"Janganlah kamu mengusir orang-orang yang berdoa kepada Tuhannya di pagi dan petang hari, sedangkan mereka sangatlah mengharapkan keridaan-Nya."(QS. Al-An'ām: 52)(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لا يَجْتَرِئُونَ عَلَيْنَا: agar mereka tidak lancang kepada kami.

فَوَقَعَ في نَفْسِ رسول الله صلى الله عليه وسلم: terbesit di benak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu untuk mengusir mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) seorang hamba hendaknya menjadikan orang-orang yang baik dan senang melakukan ketaatan sebagai teman duduknya, dan tidak berteman dengan orang-orang besar dan mulia yang memiliki sifat sombong dan angkuh.

2) Keikhlasan kepada Allah -Ta'ālā- adalah alat ukur diterima atau ditolaknya amalan seorang hamba, karena Allah -Ta'ālā- hanya melihat pada keikhlasan hamba dan amalnya, bukan pada rupa dan fisiknya.

2/261- Abu Hubairah 'Ā`iż bin 'Amr Al-Muzaniy -raḍiyallāhu 'anhu- (sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ar-Riḍwān) meriwayatkan bahwa Abu Sufyān melewati Salmān, Ṣuhaib, dan Bilāl yang sedang bersama sejumlah orang. Mereka berkata, "Pedang-pedang Allah tidak mendapatkan haknya dari leher musuh Allah." Abu Bakar berkata, "Apakah kalian mengatakan seperti ini kepada sesepuh dan pemuka Quraisy?" Lantas Abu Bakar datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan memberitahu beliau. Beliau bersabda, "Wahai Abu Bakar, mungkin engkau membuat mereka marah? Jika benar engkau telah membuat mereka marah, berarti kamu telah membuat marah Rabb-mu." Kemudian Abu Bakar kembali menemui mereka dan berkata, "Wahai saudara-saudaraku, apakah aku telah membuat kalian marah?" Mereka menjawab, "Tidak, saudaraku. Semoga Allah mengampunimu."(HR. Muslim)Perkataan mereka: "مَأْخَذَهَا" (ma`khżahā), maksudnya: tidak mendapatkan haknya sepenuhnya.Ucapan: "يَا أُخيَّ" (yā ukhayya), diriwayatkan dengan memfatahkan "hamzah", setelahnya huruf "khā`" yang kasrah, kemudian "yā`" tanpa bertasydid (yakni, yā akhī). Juga diriwayatkan dengan mendamahkan "hamzah", setelahnya "khā`" yang fatah, lalu "yā`" yang bertasydid (yā ukhayya).

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba tidak boleh menyombongkan diri kepada orang fakir dan miskin serta orang-orang yang tidak terpandang dalam budaya masyarakat, karena tolok ukur kemuliaan hamba terletak pada kemuliaannya di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Menjelaskan sifat warak Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- serta upayanya untuk membebaskan diri dari dosa.Kewajiban seorang hamba bila pernah menzalimi seseorang, baik dengan ucapan atau perbuatan maupun lainnya, agar meminta dihalalkan di dunia sebelum dia akan dikisas nanti di akhirat.

Faedah Tambahan:

Munasabah keberadaan hadis ini di dalam bab ini, bahwa Salmān, Suhaib, dan Bilāl -raḍiyallāhu 'anhum- semuanya adalah mantan budak, sehingga wajib bersikap lembut dan berbuat baik kepada mereka. Oleh karena itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membela mereka dengan sabda beliau, "Wahai Abu Bakar, mungkin engkau telah membuat mereka marah?"

3/262- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku akan bersama orang-orang yang mengurus anak yatim dalam surga seperti ini." Beliau lalu mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah, serta merenggangkan sedikit di antara keduanya.(HR. Bukhari)

كَافِلُ اليَتِيم (kāfilul-yatīm): yang mengurus urusan anak yatim.

4/263- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang mengurus anak yatim, baik keluarganya atau orang lain, maka aku dan dia seperti dua jari ini di surga." Perawi, yaitu Malik bin Anas, berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah.(HR. Muslim)Sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"... baik keluarganya atau orang lain", maksudnya kerabatnya ataupun bukan (orang asing). Maksud kerabatnya, misalnya dia diurus oleh ibunya, kakeknya, saudaranya, atau kerabat lainnya. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

السَّبَّابَةُ (as-sabbābah): jari yang terletak antara jari tengah dan ibu jari. Dinamakan "sabbābah" (yang berarti pencela), karena digunakan menunjuk ketika melakukan "sabb" (celaan). Juga dinamakan "sabbāḥah", karena digunakan berisyarat ketika bertasbih.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengurus anak yatim, yaitu dengan mengurus semua yang akan memperbaiki agama dan dunianya.

2) Menjelaskan pahala orang yang mengurus urusan anak yatim, yaitu dia akan bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam surga. Cukuplah dengan ini dia mendapatkan kedudukan yang tinggi.

3) Orang yang miskin wajib bersabar dan menunggu pertolongan dari Allah, agar tidak meminta-minta kepada orang lain; antara mereka akan memberikannya atau tidak memberikannya. Karena manusia bila menggantungkan hatinya kepada makhluk, maka dia akan diserahkan kepadanya. Bila Anda diserahkan kepada makhluk, maka Anda telah diserahkan kepada kebinasaan.

5/264- Juga dari Abu Hurairah-raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang miskin itu bukanlah orang yang bisa diberikan sebiji dua biji kurma, atau sesuap dua suap makanan. Akan tetapi, orang miskin sebenarnya adalah yang menjaga diri dari minta-minta."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain:"Bukanlah orang miskin itu yang berkeliling minta-minta kepada manusia dan diberikan sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji kurma. Tetapi orang miskin sebenarnya adalah yang tidak mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya sementara dia tidak diperhatikan sehingga akan diberi sedekah dan tidak juga melakukan minta-minta kepada orang."

Kosa Kata Asing:

يَتَعَفَّفُ (yata'affaf): tidak minta-minta kepada orang sekalipun dia tidak punya.

لا يُفْطَنُ (lā yufṭanu bihi): tidak diperhatikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sifat sebenarnya orang miskin yang membutuhkan, yaitu yang menunggu pertolongan Allah -Ta'ālā- tanpa minta-minta.

2) Kewajiban hamba yang miskin adalah bersabar hingga rezeki Allah -Ta'ālā- datang. Karena bila hamba menggantungkan harapannya kepada Allah Yang Maha Pencipta, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya. Tetapi bila dia menggantungkan harapannya kepada makhluk, maka justru dia bertambah miskin dan butuh.

6/265- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beliau bersabda,"Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah."Dan aku mengira beliau bersabda,"Dan seperti orang yang bangun malam tanpa henti, dan orang yang berpuasa tanpa berbuka."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

لَا يَفْتُرُ (lā yaftur): tidak pernah meninggalkan salat malam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pahala mengurus orang yang tidak mampu dan yang membutuhkan setara dengan pahala ibadah-ibadah besar dalam Islam seperti jihad di jalan Allah.

2) Anjuran kepada orang beriman agar saling tolong-menolong di antara mereka; yaitu orang yang kaya dan yang miskin saling melengkapi satu sama lain.

7/266- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seburuk-buruk makanan ialah makanan pada walimah yang dihalangi darinya orang yang akan datang dan diundang kepadanya orang yang enggan. Siapa yang tidak memenuhi undangan walimah, sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya."(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain di Aṣ-Ṣaḥīḥain dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa beliau bersabda, "Sejelek-jelek makanan makanan walimah yang diundang kepadanya orang yang kaya dan tidak diundang orang yang miskin."

Kosa Kata Asing:

الوَلِيْمَةُ (al-walīmah): hidangan walimah pernikahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengundang fakir miskin ke acara walimah, karena mereka lebih pantas daripada orang kaya dan berharta.

2) Memenuhi undangan walimah hukumnya wajib, karena istilah maksiat tidak berlaku kecuali pada meninggalkan sesuatu yang wajib. Yang demikian itu dari hadis Rasulullah -'alaihiṣ-ṣalātu was-sallām-,"Siapa yang tidak memenuhi undangan, sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya."

Faedah Tambahan:

Undangan walimah adalah undangan untuk menghadiri hidangan makanan pada acara pernikahan saja.

Adapun syarat wajib memenuhi undangan walimah:

Pertama: yang mengundang adalah orang muslim. Jika bukan muslim maka memenuhi undangan itu tidak wajib. Tetapi boleh memenuhi undangan orang kafir, jika ada maslahatnya, seperti mengajaknya kepada Islam atau untuk membela agama.

Kedua: harta orang yang mengundang tersebut halal. Bila hartanya haram maka tidak wajib dipenuhi undangannya.

Ketiga: dalam acara undangan itu tidak mengandung kemungkaran. Bila ada kemungkarannya, maka memenuhi undangan itu tidak wajib. Kecuali jika orang yang diundang mampu untuk mengubah kemungkaran tersebut atau meminimalisirnya.

Keempat: orang yang diundang ditentukan, yaitu dikatakan, "Ya polan! Anda aku undang untuk menghadiri walimah pernikahan." Bila tidak ditentukan, yaitu dia mengundang secara umum, maka tidak wajib hadir, tetapi tetap dianjurkan.

8/267- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Siapa yang mengurus dua orang anak perempuan sampai balig, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan aku bersamanya seperti ini." Beliau sambil merapatkan jari-jarinya.(HR. Muslim)

جَارِيَتَيْنِ (jāriyatain): dua anak perempuan.

Kosa Kata Asing:

عَالٍ - العَوْلُ ('ālin - al-'aul), artinya: mengerjakan apa yang dibutuhkan. Dikatakan, "'Āla ar-rajulu 'iyālahu, ya'ūluhum", artinya: dia melakukan apa yang dibutuhkan oleh keluarganya berupa makanan, pakaian, dan lainnya.Al-'aul adalah dengan memenuhi hajat badan dan hajat ruh. Sehingga dia mencakup kebutuhan badan dan ruh (tarbiah badan dan hati).

حَتَّىٰ تَبْلُغَا (hattā tablugā): hingga kedua anak perempuan itu mencapai usia balig dengan melihat tanda-tandanya yang telah diketahui bersama di kalangan wanita.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan mengurus anak perempuan karena anak perempuan kemampuannya terbatas dan lemah, dan umumnya tidak diperhatikan oleh keluarga seperti halnya mereka memperhatikan anak laki-laki.

2) Seorang hamba harus memperhatikan perkara yang akan mendekatkannya kepada Allah -Ta'ālā-, khususnya dalam mendidik dan mempersiapkan generasi muslim. Karena di antara tanda paling tampak bagi lemahnya umat Islam adalah hilangnya pendidikan iman bagi generasi mudanya.

9/268- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Ada seorang wanita masuk ke tempatku bersama dua anak perempuannya. Wanita itu meminta sesuatu, tetapi aku tidak mempunyai apa pun selain satu butir kurma. Aku pun memberikan kurma itu kepadanya. Lantas wanita itu membagi dua kurma itu di antara kedua anak perempuannya, sedangkan dia sendiri tidak memakannya sedikit pun. Kemudian wanita itu berdiri dan keluar. Tiba-tiba Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk menemui kami dan aku menceritakan beliau mengenai hal itu. Beliau bersabda,"Siapa yang diuji dengan suatu ujian dari anak-anak perempuan ini, lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka."(Muttafaq ‘Alaih)10/269- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku didatangi oleh seorang wanita miskin yang membawa kedua anak perempuannya. Lantas aku memberikannya makan tiga butir kurma. Wanita itu memberikan setiap satu butir kurma kepada masing-masing anaknya dan sebutir lagi dia angkat ke mulutnya hendak dimakan. Namun, kedua anaknya itu meminta kurma yang hendak dimakannya tersebut. Maka wanita tadi membagi kurma yang hendak dimakannya itu di antara kedua anaknya. Kelakuan wanita itu membuat aku takjub, lalu menceritakan apa yang dilakukan wanita tersebut kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lantas beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah telah menetapkan surga untuk wanita itu disebabkan karena perbuatannya, atau Dia membebaskannya dari neraka."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مَنِ ابْتُلِيَ (man ubtuliya): orang yang diuji. Ia dari kata "الاِبْتِلَاء" (al-ibtilā`), artinya: ujian.

فَاسْتَطعَمَتْهَا (fa-staṭ'amathā): ia minta memakannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sifat īṡār (mendahulukan orang lain) yang dimiliki oleh para sahabat, karena Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- tidak memiliki apa-apa kecuali beberapa butir kurma, kendati demikian dia tetap mendahulukan wanita miskin ini atas dirinya.

2) Keutamaan orang yang berbuat baik kepada anak-anak perempuan, baik dengan harta maupun pakaian karena mereka lemah dan kemampuannya terbatas.

3) Keutamaan amalan yang sedikit bila disertai dengan ketulusan hati, sehingga amal yang sedikit kadang menjadi sebab adanya pahala besar bagi hamba.

4) Bersikap lembut dan kasih sayang kepada anak-anak termasuk sebab masuk surga serta selamat dari neraka.

11/270- Abu Syuraiḥ Khuwailid bin 'Amr Al-Khuzā`iy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya Allah! Sesungguhnya aku mewanti-wanti hak dua golongan orang yang lemah, yaitu anak yatim dan wanita."(Hadis ḥasan riwayat An-Nasā`iy dengan sanad jayyid).

Makna "أُحَرِّجُ" (uḥarriju): menimpakan ḥaraj, yaitu dosa, pada orang yang menelantarkan hak mereka berdua serta memperingatkan hal itu dengan keras.

12/271- Muṣ'ab bin Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Sa'ad melihat dirinya memiliki keutamaan di atas yang lainnya (dari para sahabat). Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bukankah kalian diberi pertolongan dan rezeki karena adanya orang-orang yang lemah di antara kalian?!"(HR. Bukhari secara mursal,karena Muṣ'ab bin Sa'ad adalah seorang tabiin. Dan diriwayatkan oleh Al-Ḥāfiẓ Abu Bakar Al-Barqāniy dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya secara muttaṣil dari Muṣ'ab, dari ayahnya -raḍiyallāhu 'anhu-).13/272- Abu Ad-Dardā` 'Uwaimir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Carikanlah untukku orang-orang yang lemah, karena sesungguhnya kalian diberi pertolongan dan rezeki melalui orang-orang yang lemah di antara kalian."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid).

Kosa Kata Asing:

فضلاً (faḍlan), al-faḍl artinya kelebihan, yaitu dia melihat dirinya lebih tinggi dan memiliki kedudukan lebih.

ابْغُوني (ubgūnī): carikanlah untukku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keberadaan orang-orang lemah dari kalangan orang beriman adalah sebab diraihnya kemenangan atas musuh-musuh Islam, serta sebab mendapatkan rezeki.

2) Kasih sayang kepada orang miskin adalah sebab mendapatkan kasih sayang Allah -Ta'ālā-; berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Sayangilah orang yang ada di bumi, niscaya kalian disayangi oleh Zat yang di langit."(HR. Ahmad)

3) Menjelaskan kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada orang lemah dan wajib bagi orang yang diberi taufik dari kalangan hamba Allah -Ta'ālā- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perkara-perkara kebaikan.

 34- BAB WASIAT TERHADAP WANITA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut."(QS. An-Nisā`: 19)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. An-Nisā`: 129)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran kepada para suami agar bersikap lembut kepada para wanita serta bergaul dengan mereka menurut cara yang terbaik; yaitu agar suami tidak menuntut haknya secara sempurna, karena hal itu tidak akan mungkin diberikan oleh perempuan secara sempurna, sebagaimana dia pun tidak akan mampu menunaikan kewajibannya secara sempurna.

2) Batasan cara bergaul yang disyariatkan adalah menurut yang makruf, yaitu yang biasa dikenal di tengah-tengah budaya masyarakat.

1/273- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Laksanakanlah wasiatku kepada kalian agar berbuat baik kepada para wanita, karena seorang wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya; jika engkau berusaha meluruskannya sempurna, maka kamu akan mematahkannya, dan jika engkau biarkan saja, maka ia tetap bengkok. Oleh sebab itu, berbuat baiklah kalian kepada para wanita."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat lain dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain:"Wanita itu bagaikan tulang rusuk, bila kamu memaksa untuk meluruskannya, niscaya kamu akan mematahkannya. Dan jika kamu bermesraan dan menurutinya, maka kamu dapat bermesraan namun padanya terdapat kebengkokan."Dalam riwayat Muslim lainnya:"Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk; dia tidak akan lurus kepadamu di atas satu jalan. Jika kamu bermesraan dengannya, maka kamu dapat bermesraan namun padanya ada kebengkokan. Jika kamu memaksa untuk meluruskannya sempurna, niscaya kamu akan mematahkannya. Mematahkannya adalah menceraikannya."

Kalimat "عَوَجٌ" ('awaj), dengan memfatahkan huruf "'ain" dan "wāw".

Kosa Kata Asing:

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ: terimalah wasiat yang aku wasiatkan kalian terkait para wanita.

Pelajaran dari Hadis:

1) Arahan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar seorang laki-laki bergaul secara baik dengan keluarganya, yaitu agar suami bersikap memaafkannya dan memberinya kemudahan.

2) Bila ada satu perilaku yang Anda tidak sukai dari istri Anda, masih ada perilaku lain yang Anda ridai darinya. Maka, bandingkan antara kebaikan dan keburukannya, disertai sikap sabar dan pemberian arahan padanya, hingga urusan menjadi baik.

3) Upaya syariat untuk mempertahankan kasih sayang di antara suami istri serta mewujudkan semua yang akan memperkuatnya dengan menganjurkan sifat memaafkan dan lapang dada disertai nasihat yang terus-menerus.

2/274- Abdulllah bin Zam'ah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah dan menyebutkan unta (Nabi Ṣāliḥ) dan orang yang menyembelihnya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membaca ayat (artinya):"... ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka." (QS. Asy-Syams: 12)Beliau menjelaskan, "Yaitu seorang laki-laki yang perkasa, yang jahat dan merusak serta dilindungi oleh kaumnya." Kemudian beliau menyebut kaum wanita, lalu memberi nasihat yang terkait dengan mereka. Beliau bersabda,"Salah seorang dari kalian marah lalu mendera istrinya seperti mendera budak, padahal boleh jadi ia menggaulinya di penghujung hari itu."Kemudian beliau menasihati mereka terkait tawa mereka karena kentut, beliau bersabda,"Mengapa salah seorang kalian menertawakan apa yang ia (sendiri juga) melakukannya?"(Muttafaq ‘Alaih)الْعَارِمُ (al-'ārim), dengan "'ain", kemudian "rā`", yaitu: orang yang jahat dan merusak.انْبَعَثَ (inba'aṡa): bangkit dengan cepat.

Kosa Kata Asing:

جَلْدَ الْعَبْدِ (jaldal-'abdi): yakni dia mendera istrinya seakan-akan budak yang tertawan.

يُضَاجِعُهَا (yuḍāji'uhā): menggauli istrinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kebahagiaan rumah tangga antara laki-laki dan istrinya dibangun di atas cinta dan keramahan.

2) Walaupun syariat membolehkan laki-laki memukul istrinya, tetapi itu adalah pukulan dengan tujuan mendidik dan menasihati, bukan sebagai hukuman dan penyiksaan.

Faedah Tambahan:

Khotbah Rasulullah -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- memiliki dua jenis: khotbah rutin dan khotbah situasional.

- Khotbah yang rutin seperti khotbah salat Jumat, salat Idain, salat dua hari raya, salat Kusuf, dan semisalnya.

- Khotbah situasional adalah yang memiliki sebab secara tiba-tiba, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri dan berkhotbah menasihati para sahabat dan memberikan mereka penjelasan.

3/275- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah seorang laki-laki mukmin itu membenci seorang mukminah! Sebab, jika ia tidak senang satu perangai wanita itu, tentunya ia menyukai perangai lainnya." Atau beliau bersabda, "selainnya."(HR. Muslim)

Kata يَفْرَك (yafraku), yaitu dengan memfatahkan "yā`", kemudian "fā`" yang sukun, setelahnya "rā`" yang fatah, artinya: membenci. Dikatakan, "Farakat al-mar`ah zaujahā, wa farikahā zaujuhā -dengan mengkasrahkan "rā`"-, yafrakuhā -dengan harakat fatah-, artinya: membencinya. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus menjadi pengambil keputusan yang adil. Jika istri Anda berbuat buruk, maka janganlah melihat keburukan yang dilakukannya waktu sekarang. Tetapi lihatlah ke waktu yang telah lalu yang dihiasi dengan interaksi yang bagus; karena ini akan membawa suami untuk berlapang dada dan memaafkan.

2) Syariat mengajak kepada sikap adil; sikap adil dalam kehidupan rumah tangga adalah dengan menimbang antara kebaikan dan keburukan, serta melihat mana yang lebih banyak terjadi lalu mengambil yang paling sering dan yang besar pengaruhnya.

3) Apa yang disebutkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam muamalah bersama istri juga berlaku untuk orang lain yang Anda memiliki hubungan interaksi, pertemanan, atau lainnya dengannya.

4/276- 'Amr bin Al-Aḥwaṣ Al-Jusyamiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa dia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda ketika haji wadak setelah sebelumnya beliau memuji dan menyanjung Allah -Ta'ālā- serta memberi peringatan dan nasihat,"Ingatlah! Berbuat baiklah kalian terhadap wanita, karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika kemudian mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Ingatlah! Kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak boleh memasukkan orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian dan tidak boleh memasukan seseorang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Ingatlah! Hak istri kalian atas kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan (kepada) mereka."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Ucapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "عَوَان" ('awānun), yaitu tawanan wanita. Ia merupakan bentuk jamak dari kata "عَانِيَةٍ" ('āniyah), artinya wanita yang ditawan. Sedangkan "الْعَانِي" (al-'ānī), artinya: laki-laki yang ditawan.

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengumpamakan perempuan yang masuk di bawah kekuasaan seorang suami seperti orang yang ditawan. Sedangkan (الضَّرْبُ المُبَرحُّ) atau pukulan yang melukai, yaitu pukulan yang berat dan keras. Sabda Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam:فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبيلاً, (maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya)maksudnya: janganlah kalian mencari-cari celah untuk dijadikan sebagai alasan untuk menyakiti mereka. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

الفَاحِشَةُ (al-fāḥisyah: perbuatan keji), maksudnya di sini adalah kedurhakaan istri kepada suaminya. Berdasarkan firman Allah -Ta'ālā- setelah itu:"Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi lagi Mahabesar."

Sabda beliau: "Tidak boleh memasukkan orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian", maksudnya: janganlah mereka memuliakan orang yang kalian benci.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang perempuan tidak boleh membawa orang lain masuk ke tempat tidur sementara suaminya tidak suka hal itu. Juga tidak boleh memuliakan siapa yang dia tidak sukai, dan tidak memberi izin ke rumahnya orang yang tidak dia senangi. Ini semua adalah hak suami yang wajib ditunaikan istri.

2) Suami adalah yang memberi nafkah kepada istrinya, sekalipun istrinya kaya. Karena suami memiliki hak kepemimpinan rumah tangga disebabkan adanya nafkah yang dia berikan dari rezeki Allah -Ta'ālā-.

Faedah Tambahan:

Tahapan menasihati perempuan disebutkan oleh Allah -Ta'ālā- dalam firman-Nya:"Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan melakukan nusyūz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka."Yaitu tiga tahapan:

1) Menasihatinya dengan baik; bila dia tidak menerima, maka silakan berpindah ke tahapan kedua.

2) Memboikotnya di tempat tidur tanpa meninggalkan tempat tidur; yaitu dengan tidur membelakanginya atau tidak berbicara dengannya. Adapun mereka yang memahami agar suami meninggalkan tempat tidur saja, maka dia telah salah paham. Bila metode ini tidak berhasil, silakan berpindah ke tahapan ketiga.

3) Memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai bila dia tetap durhaka.

5/277- Mu'āwiyah bin Ḥaidah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya, "Ya Rasulullah! Apa hak istri yang harus kami tunaikan?" Beliau bersabda,"Hendaknya engkau memberinya makan ketika engkau makan, memberinya pakaian ketika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak mencela, dan tidak melakukan pengucilan terhadapnya kecuali di dalam rumah."(Hadis hasan riwayat Abu Daud). Abu Daud berkata, "Makna 'tidak mencela' yaitu, jangan mengatakan, 'semoga Allah menjelekkanmu.'"

Pelajaran dari Hadis:

1) Suami wajib memberi nafkah kepada istrinya sebagaimana dia menafkahi dirinya sendiri, sebab nafkah terhadapnya adalah hak yang wajib ditunaikan oleh suami.

2) Boleh memukul dengan pukulan yang tidak melukai, tidak boleh diarahkan ke muka, karena muka adalah bagian paling terhormat pada manusia, dan syariat telah melarang memukul muka.

3) Larangan melakukan celaan yang bersifat fisik serta maknawi terhadap istri, seperti mencelanya dengan aib fisiknya atau mengatakan: kamu berasal dari keluarga buruk atau lainnya.

4) Boikot (pengucilan) terhadap istri terbatas dilakukan di rumah; artinya, Anda tidak mengucilkannya secara terang-terangan dan tidak menampakkan bahwa Anda sedang memboikotnya. Karena termasuk bijak bila urusan rumah tangga ditutupi, sehingga ketika mereka berdua (suami istri) telah berdamai maka segala sesuatu akan kembali seperti yang diinginkan, tanpa diketahui oleh orang lain. Beginilah seharusnya keadaan rumah tangga orang yang beriman dan mendapat taufik.

6/278- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya."(HR. Tirmidzi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Iman bertingkat-tingkat dan tidak satu derajat, sebagaimana firman Allah -Ta'ālā-:"... agar orang yang beriman bertambah imannya." (QS. Al-Muddaṡṡir: 31)Semakin tinggi akhlak seorang hamba semakin menunjukkan kekuatan imannya.

2) Manusia yang terbaik adalah yang paling baik kepada keluarganya.

3) Orang-orang terdekat adalah yang paling berhak mendapat kebaikan, sehingga ketika Anda memiliki kebaikan maka hendaklah keluarga Anda adalah orang pertama yang mendapatkan manfaat kebaikan tersebut.

Faedah Tambahan:

Akhlak baik berlaku terhadap Allah dan terhadap hamba-hamba-Nya. Akhlak baik terhadap Allah -Ta'ālā- adalah dengan bersikap rida dan tunduk sepenuhnya kepada syariat-Nya serta rida dan bertawakal dengan ketetapan takdir Allah -'Azza wa Jalla-. Sedangkan akhlak baik terhadap sesama manusia adalah dengan memberi kebaikan, tidak menyakiti, dan bersabar ketika disakiti.

7/279- Iyās bin Abdullāh bin Abi Żubāb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah."Lalu Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Para wanita telah lancang kepada suami mereka." Maka Nabi pun mengizinkan mereka dipukul. Lalu berkumpullah banyak wanita kepada keluarga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengeluhkan suami mereka. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh banyak wanita menemui keluarga Muhammad guna mengadukan apa yang telah dilakukan oleh suami mereka. Mereka (para suami itu) bukanlah orang terbaik di antara kalian."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kata "ذَئِرنَ" (ża`irna), dengan huruf "żāl" yang fatah, setelahnya "hamzah" yang berharakat kasrah, lalu "rā`" sukun, kemudian "nūn"; artinya lancang. Sedangkan "أَطَافَ" (aṭāfa), maksudnya: mengelilingi.

Kosa Kata Asing:

إِمَاءُ اللَّه (imā`ullāh: hamba-hamba perempuan Allah), maksudnya: para wanita. Kata "amatullāh/imā`ullāh" (untuk wanita), seperti mengatakan "abdullāh/ibādullāh" (untuk laki-laki).

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang tidak boleh berlebihan dalam memukul keluarganya. Hal itu diperbolehkan bila ada sebab yang mengharuskan memukul. Tetapi jika tidak, maka dia tidak boleh memukul. Sehingga memukul harusnya menjadi solusi terakhir.

2) Orang yang terbiasa memukul keluarganya menunjukkan dia kurang baik, karena orang terbaik adalah yang paling baik kepada istrinya.

8/280- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dunia itu kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatannya adalah wanita salehah."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مَتَاعُ (matā'): sesuatu yang dinikmati, sebagaimana seorang musafir menikmati bekalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba diberikan kemudahan untuk memiliki istri wanita yang baik dalam agama dan akalnya, maka ini adalah sebaik-baik kenikmatan dunia.

2) Wanita salehah adalah sebaik-baik bekal yang dapat mengantarkan seorang hamba ke akhiratnya.

Faedah Tambahan:

Manakala Allah -Ta'ālā- menyebutkan nikmat-Nya kepada hamba-Nya Zakaria -'alaihiṣ-ṣalātu was-sallām-, Dia berfirman,"... dan Kami jadikan istrinya salehah." (QS. Al-Anbiyā`: 90)Maka di antara kecerdasan seorang hamba adalah bila dia mengupayakan berbagai faktor untuk kesalehan istrinya, karena hal itu akan menjadikan seluruh anggota keluarganya baik. Hal itu dapat diwujudkan dengan beberapa hal, di antaranya:

1- Suami harus istikamah di atas ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-, karena kesalehan suami menjadi sebab kesalehan istri.

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dirikanlah salat, tunaikan zakat, berhaji dan berumrahlah, dan berbuat istikamahlah niscaya akan terwujud keistikamahan dengan keistikamahanmu."(HR. Aṭ-Ṭabarāniy dalam ketiga Kitab Mu'jam-nya dari hadis Samurah)2- Mengajar dan mendidiknya di bawah naungan penghambaan kepada Allah -Ta'ālā-:"Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik."(QS. An-Naḥl: 97)3- Terus-menerus berdoa agar Allah menjadikan istrinya salehah:"Dan orang-orang yang berdoa, 'Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).'"(QS. Al-Furqān: 74)4- Bersabar terhadap akhlak buruk yang kadang muncul dari istri:"Karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya."(QS. An-Nisā`: 19)5- Memperbaiki mata pencahariannya dan mengupayakan yang halal; hal ini akan menjadi sebab keberkahan dan kesalehan serta kemudahan dan keberuntungan:“Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik, dan kerjakanlah kebajikan."(QS. Al-Mu`minūn: 51)

 35- BAB HAK SUAMI ATAS ISTRI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)."(QS. An-Nisā`: 34)

Pelajaran dari Ayat:

1) Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, karena Allah -Ta'ālā- telah mengistimewakan mereka dengan hal itu. Juga karena laki-laki yang memberi nafkah kepada perempuan.

2) Kemuliaan perempuan ada di rumahnya, yaitu dia menjaga rahasia suaminya serta menjaga diri ketika suaminya tidak ada karena Allah -Ta'ālā- menjaga mereka, merutinkan ibadah kepada Rabb-nya, dan taat kepada suaminya.

Adapun dari hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini;

di antaranya hadis 'Amr bin Al-Aḥwaṣ yang telah disebutkan di bab sebelumnya.

1/281- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolak sehingga si suami melalui malam itu dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat istri itu hingga pagi."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain:"Apabila seorang wanita bermalam sementara ia tidak memenuhi ajakan suaminya di tempat tidur, maka malaikat melaknatnya hingga pagi."Dalam riwayat yang lain, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Tidaklah seorang suami mengajak istrinya ke ranjang lalu dia menolak, melainkan yang ada di langit murka kepadanya sampai suaminya memaafkannya."

Kosa Kata Asing:

"Malaikat melaknatnya" yaitu, malaikat berdoa memohonkan laknat untuk perempuan tersebut. Laknat ialah pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah.

تَأْبىٰ (ta`bā): ia menolak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ia adalah dalil yang tegas bagi pendapat Ahli Sunah wal Jamaah, bahwa Allah -'Azza wa Jalla- di atas langit, berada di atas Arasy-Nya. Arasy Allah ada di atas tujuh langit, sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh nas syariat dan ijmak.

2) Menjelaskan besarnya hak suami atas istrinya, dan hak ini semakin kuat bagi suami yang menunaikan hak istrinya.

3) Peringatan terhadap murka Allah -Ta'ālā- serta laknat malaikat terhadap perempuan yang menolak ajakan suaminya ke tempat tidur karena membangkang dan durhaka tanpa sebab yang dibenarkan syariat.

2/282- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa (sunah) sedang suaminya ada kecuali dengan seizinnya. Dan tidak boleh memberi izin (orang masuk) di rumah suaminya kecuali dengan seizinnya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Kosa Kata Asing:

شَاهِدٌ (syāhid): hadir, ada.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila suami tidak ada maka seorang perempuan boleh berpuasa sesukanya.

2) Suami memimpin istrinya menurut cara yang makruf; dia boleh melarang siapa yang dikhawatirkan kedatangannya akan membawa keburukan di rumah tangganya.

Faedah Tambahan:

Apakah hukum salat sunah sama seperti puasa sunah, harus ada izin suami?

Para ulama berkata, "Salat sunah tidak seperti puasa. Karena waktu salat pendek. Ini berbeda dengan puasa yang dilakukan sepanjang siang. Sehingga seorang wanita boleh melakukan salat walaupun suaminya ada, kecuali kalau dia melarangnya. Tetapi, seharusnya seorang suami tidak menghalangi istrinya dari amalan kebaikan. Bahkan dia harus menyemangatinya."

Faedah Lain:

Izin memasukkan orang ke rumah terbagi dua:

- Izin menurut kebiasaan; yaitu kebiasaan dan budaya masyarakat, seperti masuknya istri tetangga, kerabat, dan semisalnya.

- Izin secara ucapan, misalnya suami berkata, "Masukkan siapa saja yang kamu kehendaki, kecuali orang yang kamu lihat berbahaya maka jangan dimasukkan." Jika demikian, maka perkara ini harus mengikuti izinnya.

3/283- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Semua kalian adalah pemimpin, dan semua kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang amir adalah pemimpin, laki-laki adalah pemimpin untuk keluarganya, wanita adalah pemimpin di rumah suami dan anak-anaknya. Jadi setiap kalian adalah pemimpin, dan semua kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

الرَّاعِي (ar-rā'ī): orang yang mengurus sesuatu (pemimpin), yaitu memperhatikan kemaslahatannya serta mempersiapkannya dan memperhatikan yang membahayakannya lalu menjauhkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hadis ini ditujukan untuk semua umat Islam. Di dalamnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menerangkan tingkatan tanggung jawab yang wajib ditunaikan demi mewujudkan kemaslahatan.

2) Para pemimpin berbeda tingkat kepemimpinannya, antara tanggung jawab besar dan luas dan tanggung jawab yang kecil dan sempit.

3) Besarnya hak suami atas istrinya, dan wajib ditunaikan oleh istri.

4/284- Abu Ali Ṭalq bin Ali -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila seorang suami mengajak istrinya kepada hajatnya, maka ia harus memenuhinya walaupun sedang memasak di depan tungku api."(HR. Tirmizi dan An-Nasā`iy; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih")5/285- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Andaikan aku boleh memerintah seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan memerintahkan seorang istri agar bersujud kepada suaminya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

حَاجَتُهُ (ḥājatuhu): hajat suami memenuhi syahwatnya pada istrinya. Tetapi juga ada kemungkinan bahwa maksudnya adalah hajat suami secara umum.

التَّنُّوْر (at-tannūr): dapur membuat roti.

Pelajaran dari Hadis:

1) Penegasan tentang kewajiban perempuan untuk segera melakukan ketaatan kepada suaminya, walaupun dalam kondisi yang paling sulit.

2) Syariat menutup pintu fitnah perempuan bagi laki-laki, sehingga syariat menghalalkan istrinya baginya serta menganjurkan istri tentang kewajiban menaatinya.

3) Menjunjung hak suami serta menganjurkan istri untuk taat kepada suaminya menurut cara yang makruf.

6/286- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wanita mana saja yang meninggal dunia sedangkan suaminya rida kepadanya maka dia akan masuk surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan") [6].

Pelajaran dari Hadis:

1) Taat kepada suami merupakan sebab masuk surga.

2) Islam memuliakan perempuan, yaitu dengan menyiapkan baginya sebuah amalan yang dengan sebabnya dia akan masuk surga bila dia bersabar dan taat menurut yang makruf.

3) Bila seorang suami meninggal dunia sementara dia tidak rida kepada istrinya, niscaya istrinya berada dalam bahaya besar yang diancam dengan siksa.

7/287- Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia melainkan calon istrinya di akhirat dari kalangan bidadari akan berkata, 'Janganlah kamu menyakitinya! Semoga Allah mencelakakanmu. Sesungguhnya ia hanya sementara berkumpul denganmu. Sebentar lagi ia meninggalkanmu menuju kami.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Bidadari surga mencela perempuan yang menyakiti suaminya di dunia; ini adalah dalil bahayanya tidak menaati suami.

2) Anjuran kepada para suami dan istri agar saling bergaul dengan baik, karena dunia ini hanyalah negeri sementara, bukan negeri abadi.

8/288- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidaklah aku meninggalkan fitnah yang paling berbahaya bagi laki-laki melebihi wanita." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berita tentang fitnah yang disampaikan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini sebenarnya sebagai peringatan terhadap fitnah wanita.

2) Menutup semua celah yang akan menyebabkan seorang laki-laki terfitnah dengan wanita, di antaranya pengharaman ikhtilāṭ (campur-baur) antara laki-laki dan perempuan.

Faedah Tambahan:

- Allah -Ta'ālā- telah berfirman,"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang."(QS. Āli 'Imrān: 14)Semua yang disebutkan ini termasuk yang dijadikan indah bagi manusia di dunia dan menjadi sebab mereka terfitnah. Tetapi yang paling berat adalah fitnah wanita. Oleh karena itu, Allah memulai dengan penyebutannya. Allah berfirman,"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa wanita-wanita ..."- Sebagian laki-laki salah memahami hadis-hadis ini sehingga dia bersikap keras dan menyakiti istrinya. Dia tidak tahu bahwa hadis-hadis ini tidak membukakannya jalan untuk berbuat zalim. Bahkan, dia harus bersikap adil dan proporsional kepada istrinya, agar dia bergaul bersamanya dengan baik, serta menunaikan hak-hak istri yang harus dia tunaikan:"Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami, mempunyai kelebihan di atas mereka."(QS. Al-Baqarah: 228)Suami yang cerdas akan membangun hubungannya bersama istrinya di atas cinta dan kasih sayang serta lapang dada dan ketulusan, agar dia dapat meraih kesuksesan dan kesalehan. Yang menjadi teladannya dalam masalah itu adalah rumah tangga Nabi serta hubungan antara beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama istri dan keluarganya. Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah dalam menjalaninya.

 36- BAB MENAFKAHI KELUARGA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut."(QS. Al-Baqarah: 233)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya."(QS. Aṭ-Ṭalāq: 7)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya."(QS. Saba`: 39)

Faedah:

المَوْلُوْدُ لَهُ (al-maulūd lahu): ayah, dan itu mencakup ayah terdekat dan ayah jauh seperti kakek dan seterusnya ke atas.

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran memberi nafkah kepada keluarga sesuai kemampuan seorang suami, tanpa beban berlebihan yang akan memberatkannya.

2) Allah -Ta'ālā- menjamin akan memberi ganti kepada orang yang menafkahi keluarganya; siapa yang dijamin oleh Allah, maka dia tidak akan terlantar.

Faedah Tambahan:

Syarat-syarat kewajiban nafkah:

Pertama: ia mampu memberi nafkah; jika dia tidak mampu maka dia tidak wajib memberi nafkah itu kecuali apa yang dia mampui.

Kedua: orang yang memberi nafkah merupakan ahli waris bagi orang yang dinafkahi; jika orang yang memberi nafkah merupakan kerabat yang bukan ahli waris, maka nafkah itu tidak wajib baginya.

1/289- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau berikan kepada orang-orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu."(HR. Muslim)2/290- Abu Abdillah, juga dikatakan Abu Abdirrahman, Ṡaubān bin Bujdud, Maulā Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia nafkahkan untuk keluarganya, dinar yang dia nafkahkan untuk kendaraan yang dia gunakan di jalan Allah, dan dinar yang diinfakkan kepada teman-temannya yang turut berjuang di jalan Allah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan memberikan nafkah kepada keluarga, yaitu merupakan nafkah wajib yang paling utama disebabkan karena kebaktian yang terkandung di dalamnya.

2) Nafkah kepada keluarga hukumnya fardu ain, sedangkan nafkah kepada selain mereka hukumnya fardu kifayah, dan fardu ain lebih afdal daripada fardu kifayah menurut mayoritas ulama.

3/291- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- menceritakan, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah aku akan mendapat pahala apabila memberi nafkah kepada putra-putra Abu Salamah, sedangkan aku tidak akan membiarkan mereka berkeliaran mencari makan kesana-kemari, karena mereka adalah anak-anakku?" Beliau menjawab,"Ya, kamu akan mendapatkan pahala atas apa yang kamu nafkahkan pada mereka."(Muttafaq ‘Alaih)4/292- Sa'ad bin Abī Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadis panjang yang telah kami sebutkan di awal kitab ini dalam Bab Niat, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya,"Sungguh, tidaklah engkau memberi sebuah nafkah karena menginginkan wajah Allah melainkan engkau akan diberi pahala padanya, termasuk apa yang engkau berikan ke mulut istrimu."(Muttafaq ‘Alaih)5/293- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Apabila seorang laki-laki mengeluarkan nafkah untuk keluarganya dengan mengharap pahala dari Allah, maka nafkah itu bernilai sedekah baginya."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

لَسْتُ بِتَارِكَتِهمْ هكَذَا وَهكَذَا: aku tidak membiarkan mereka berkeliaran ke sana kemari mencari makan.

في فيِّ امرأتك: ke mulut istrimu.

يَحْتَسِبُهَا: mengharap wajah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara pintu ketaatan yang dianjurkan adalah memberi nafkah kepada keluarga dan orang-orang yang ditanggung.

2) Perkara yang merupakan kebiasaan dapat berubah bernilai ibadah dengan sebab niat yang benar. Lihatlah nafkah yang biasa diberikan seseorang kepada keluarganya, ia menjadi bernilai sedekah tatkala dia meniatkannya ikhlas di jalan Allah. Hendaklah orang yang memberi nafkah berusaha memperbaiki niat.

6/294- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Cukuplah seseorang berdosa dengan menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi."(Hadis sahih riwayat Abu Daud dan lainnya)Muslim juga meriwayatkan dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya dengan redaksi yang semakna. Beliau bersabda,"Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa ketika dia menahan nafkah orang yang menjadi tanggungannya."

Kosa Kata Asing:

يَقُوْتُ (yaqūtu): yang wajib dia nafkahi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras serta ancaman terhadap siapa saja yang menelantarkan orang yang wajib dia nafkahi, dan itu mencakup manusia dan lainnya yang wajib dia nafkahi.

2) Kewajiban memperhatikan orang yang Allah wajibkan kepadamu untuk menafkahinya.

7/295- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah hamba memasuki suatu hari, melainkan ada dua malaikat turun (ke bumi). Salah satu mereka berdoa, 'Ya Allah! Berikanlah ganti (yang baik) kepada orang yang bersedekah.' Sedang malaikat yang lain mengatakan, 'Ya Allah! Timpakanlah kehancuran pada orang yang menahan hartanya (kikir).'"(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

خَلَفًا (khalafan): ganti dari apa yang dia nafkahkan.

تَلَفًا (talafan): kehancuran akibat apa yang tidak dia berikan kepada yang berhak menerimanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mendoakan tambahan ganti bagi orang yang dermawan, yaitu agar Allah memberinya ganti yang lebih baik dari yang dia nafkahkan, serta mendoakan orang yang bakhil agar dihancurkan harta yang dia tahan dan simpan.

2) Allah akan mengabulkan doa seorang hamba kepada saudaranya dari jauh tanpa sepengetahuannya.

3) Malaikat mendoakan kebaikan dan keberkahan kepada orang-orang beriman yang saleh dan berinfak, dan dalam hal ini terkandung anjuran untuk memberi nafkah.

4) Infak fi sabilillah termasuk bentuk syukur nikmat dan merupakan sebab bertambahnya nikmat tersebut:“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu." (QS. Ibrāhīm: 7)8/296- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tangan di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan di bawah (penerima). Mulailah dari orang yang wajib engkau nafkahi. Sebaik-baik sedekah adalah yang disedekahkan setelah memenuhi kebutuhan diri. Siapa yang menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan siapa yang mencukupkan dirinya, maka Allah akan mencukupkannya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الْيَدُ الْعُلْيَا (al-yad al-'ulyā): tangan di atas, yaitu yang memberi.

الْيَدُ السُّفْلَى (al-yad as-suflā): tangan di bawah, yaitu yang menerima.

ظَهْرِ غِنىً (ẓahr ginā): tidak butuh (berkecukupan), yaitu setelah dia memenuhi kebutuhan keluarga dan tanggungannya.

يَسْتَعْفِفْ (yasta'fif): mengharapkan kesucian dari Allah, yaitu menjaga diri dari yang haram.

يَسْتَغْنِ (yastagni): mencukupkan diri dengan pemberian Allah kepadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan kaya bagi laki-laki saleh yang menunaikan hak harta adalah lebih utama; sebab sebaik-baik harta adalah yang ada pada hamba yang saleh.

2) Makruhnya meminta-minta; tidak diperbolehkan kecuali karena darurat, butuh, atau karena sebuah alasan yang dibenarkan oleh syariat.

3) Menjaga kehormatan dan sifat kanaah (merasa berkecukupan) termasuk sifat orang beriman.

4) Siapa yang memohon pertolongan kepada Allah untuk menyempurnakan amal saleh yang dia niatkan dalam dirinya, maka Allah akan membantunya serta menyampaikannya kepada niatnya.

 37- BAB MENGINFAKKAN HARTA YANG DICINTAI DAN YANG BAGUS

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."(QS. Āli 'Imrān: 92)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usaha kamu yang baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan."(QS. Al-Baqarah: 267)

Pelajaran dari Ayat:

1) Sedekah dinamakan dengan sedekah/ṣadaqah (berasal dari kata "ṣidq" yang bermakna ketulusan), karena menunjukkan ketulusan iman seorang hamba.

2) Mengingatkan tabiat manusia, yaitu tidak rida mengambil yang jelek sebagai tukaran yang baik. Lalu bagaimana dia sendiri rela memberi yang jelek sebagai ganti yang baik?!

3) Seorang hamba harus memiliki semangat yang tinggi dalam kebaikan, dengan menginfakkan hartanya yang paling baik dan yang dia cintai. Ketika itulah jiwanya akan suci dan tenteram.

1/297- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- adalah seorang kaum Ansar yang paling banyak kebun kurmanya di Madinah. Dahulu, kebun kurma yang paling dicintainya adalah kebun bernama Bairaḥā` yang berhadapan dengan Masjid Nabawi. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering masuk ke kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya. Anas melanjutkan, Ketika turun ayat:"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu,Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.'Sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaḥā'. Kebun itu aku sedekahkan untuk Allah -Ta'ālā-. Aku mengharapkan kebajikan dan pahala dari Allah. Untuk itu, wahai Rasulullah, pergunakanlah dia sesuai yang Allah tunjukkan kepadamu!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bagus. Itu adalah harta (yang mendatangkan) untung. Itu adalah harta (yang mendatangkan) untung. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan. Aku sarankan agar engkau membagikannya kepada kerabatmu!"Abu Ṭalḥah berkata, "Wahai Rasulullah! Aku akan melaksanakan petunjukmu." Selanjutnya Abu Ṭalḥah membagi-bagi kebun itu kepada kerabat dan sepupu-sepupunya.(Muttafaq ‘Alaih)

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "مَالٌ رَابح" (māl rābiḥ), diriwayatkan dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain: "رَابحٌ" (rābiḥ), dan "رَايحٌ" (rāiḥ), yaitu dengan huruf "bā`", dan "yā`". "رَايحٌ" (rāiḥ) artinya: manfaatnya sampai kepadamu. Sedangkan "بَيْرَحَاءُ" (bairaḥā`) adalah nama kebun kurma. Diriwayatkan dengan mengkasrahkan "ba", dan juga memfatahkannya.

Kosa Kata Asing:

مسْتَقْبلَةَ المَسْجِدِ (mustaqbalah al-masjid): di arah kiblat Masjid Nabawi.

ذُخرها (żukhruhā): pahalanya.

بَخٍ (bakhin): ungkapan yang dipakai untuk menyatakan kagum kepada sebuah perkara dan membesarkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesegeraan dan respon cepat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada kebaikan karena mereka mengetahui nilai dunia dan harta, bahwa keduanya tidak sebanding dengan pahala abadi yang ada di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Harta Anda yang sebenarnya adalah yang Anda infakkan dan sedekahkan; adapun harta yang Anda tahan maka akan hilang dari Anda atau Anda yang akan meninggalkannya. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba berupaya keras supaya memiliki bekal yang akan mengantarkannya kepada Allah dan negeri akhirat.

 38- BAB KEWAJIBAN MEMERINTAHKAN KELUARGA, PUTRA-PUTRI YANG SUDAH BERUSIA TAMYIZ, DAN SEMUA YANG ADA DALAM TANGGUNG JAWABNYA AGAR TAAT KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ-, MENDIDIK MEREKA, SERTA MELARANG MEREKA DURHAKA DAN MELANGGAR BERBAGAI LARANGAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabarlah dalam mengerjakannya."(QS. Ṭāha: 132)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."(QS. At-Taḥrīm: 6)

Pelajaran dari Ayat:

1) Korelasi antara bab ini dengan bab sebelumnya, yaitu setelah penulis -raḥimahullāh- menyebutkan kewajiban asupan fisik bagi keluarga, selanjutnya beliau menyebutkan hak mereka berupa kewajiban asupan ruh, dan hal pertama yang diperintahkan kepada mereka ialah menegakkan tauhid dan salat.

2) Memerintahkan keluarga agar taat kepada Allah -Ta'ālā- dan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah cara untuk menghindari azab Allah di dunia dan akhirat.

1/298- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Al-Ḥasan bin Ali -raḍiyallāhu 'anhumā- mengambil satu butir kurma sedekah lalu dia meletakkannya di mulutnya. Maka Rasulullah -'alaihiṣṣalātu was sallām- menegurnya,"Eak, eak, buanglah kurma itu! Tidakkah kau tahu bahwa kita tidak boleh makan barang (harta) sedekah?"(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain, "Kita tidak dihalalkan makan harta sedekah." Sabda beliau: "كِخْ كِخْ" (kikh, kikh), dikatakan dengan mensukunkan "kha". Ada juga yang mengatakannya dengan mengkasrahkannya disertai tanwin (كِخٍ كِخٍ: kikhin, kikhin). Yaitu ungkapan pelarangan kepada anak-anak dari sesuatu yang kotor. Ketika itu Al-Ḥasan -raḍiyallāhu 'anhu- masih kanak-kanak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Barang sedekah tidak dihalalkan bagi keluarga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena mereka adalah orang-orang mulia sementara sedekah dan zakat adalah kotoran manusia, sehingga tidak tepat bagi orang-orang yang mulia untuk menerima kotoran manusia.

2) Wajib bagi seorang pendidik agar mendidik anak-anak dan murid-muridnya untuk meninggalkan yang haram, sebagaimana juga wajib mendidik mereka untuk mengerjakan kewajiban.

2/299- Abu Ḥafṣ Umar bin Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad, anak tiri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, Dahulu aku seorang anak kecil yang hidup dalam pengasuhan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Suatu ketika tanganku kesana-kemari (mengambil makanan) di nampan makanan. Sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Nak, bacalah bismillāh, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu." Setelah itu, cara makanku senantiasa seperti itu.(Muttafaq ‘Alaih)

تَطِيشُ (taṭīsyu): keliling ke semua sisi nampan.

Kosa Kata Asing:

رَبيبِ رَسولِ الله (rabīb Rasūlillāh): anak istri Rasulullah, Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā-.

في حِجْرِ رسولِ الله (fī ḥijri Rasūlillāh): dalam pengasuhan dan penjagaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

طِعْمتي (ṭi'matī), dengan mengkasrahkan "ṭā`", artinya: cara makanku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang wali wajib mendidik anaknya tentang cara makan minum dan adab-adab nabi serta akhlak Islam lainnya.

2) Baiknya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan cara mengajar beliau; yaitu beliau tidak menghardik anak tersebut ketika dia melakukan kesalahan dalam adab makan, tetapi beliau mengajarinya dengan lembut.

3) Mengajarkan anak kecil adab-adab seperti ini merupakan bentuk pengajaran yang baik, karena anak tidak akan lupa apa yang dipelajarinya ketika kecil.

Faedah Tambahan:

Adab-adab yang diajarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada anak kecil dalam hadis ini ada tiga:

1) Wajib membaca 'bismillāh' ketika memulai makan. Bila dia meninggalkan bacaan basmalah, maka setan akan menemaninya dalam makannya itu. Bila dia lupa, dia masih bisa membaca doa, "Bismillāhi awwalahu wa ākhirahu."

2) Sabda beliau, "Makanlah dengan tangan kananmu" adalah kata perintah yang menunjukkan hukum wajib. Sehingga wajib atas seseorang untuk makan dan minum dengan tangan kanannya. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang makan dan minum dengan tangan kiri. Beliau bersabda, "Sesungguhnya setan makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kiri."

3) Sabda beliau, "Makanlah yang ada di hadapanmu." Maksudnya, jangan makan selain yang ada di hadapanmu. Bila Anda melampaui batas hingga ke hadapan orang lain, maka ini adalah bentuk buruknya adab.

Faedah Tambahan:

Bolehkah makan dengan tangan kiri? Atau mengambil makanan selain yang ada di hadapannya?

1) Bila terdapat alasan sehingga terpaksa makan dengan tangan kiri, seperti uzur sakit dan semisalnya, maka tidak mengapa dia melakukan itu.

2) Bila makanan memiliki banyak variasi atau jumlah piringnya banyak, maka dia boleh makan dari piring yang bukan di hadapannya.

18/3- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.Seorang penguasa adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.Seorang pembantu adalah pemimpin di harta majikannya, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Maka, semua kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Semua individu dalam masyarakat Islam memiliki tanggung jawab yang harus dia laksanakan sesuai dengan yang diridai oleh Allah -Ta'ālā-.

2) Dengan berbagi tanggung jawab maka urusan akan menjadi sempurna dan baik. Sebab itu, orang-orang yang beriman harus saling melengkapi satu sama lain.

Faedah Tambahan:

Dalam hadis ini terdapat wasiat yang besar agar kita kembali kepada para ulama, berpijak pada arahan mereka, dan mengikuti petunjuk mereka. Dasarnya adalah apa yang disampaikan oleh Alamah Aṭ-Ṭāhir bin Āsyūr (wafat 1393 H) -raḥimahullāh- dalam pelajaran dari hadis ini:"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak menyebutkan ulama sebagai pemimpin umat dan tidak juga yang bertanggung jawab atas rakyat karena mereka adalah referensi bagi para pemimpin."

Beliau juga berkata, "Petaka dan musibah-musibah yang terjadi pada umat ini tidaklah mulai muncul tanduknya kecuali setelah kebanyakan mereka menyimpang dari bimbingan para ulama dan tidak kembali kepada mereka dalam perkara-perkara yang muskil. Ketika kebanyakan mereka lancang mengandalkan diri dalam mengatur urusan-urusan besar tanpa bimbingan ahli agama, tetapi justru mengikuti dai-dai yang sesat... maka umat Islam ditimpa kegagalan dan mereka dituntun oleh pedang dan tombak." (Disadur secara ringkas dari Uṣūl An-Niẓām Al-Ijtimā'iy fil-Islām)

4/301- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia berkata, Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,"Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan salat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan salat ketika berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah di antara mereka di tempat tidur."(Hadis hasan; HR. Abu Daud dengan sanad hasan)5/302- Abu Ṡurayyah Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ajarkan anak-anak mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika berusia sepuluh tahun."(Hadis hasan; HR. Abu Daud dan Tirmizi, Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan")

Adapun redaksi riwayat Abu Daud: "Perintahkan anak-anak mengerjakan salat bila telah berusia tujuh tahun."

Kosa Kata Asing:

"Pukullah mereka" maksudnya: pukulan yang bertujuan mendidik dan tidak menyisakan celaka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan hak anak kepada orang tuanya, yaitu memerintahkan mereka untuk melaksanakan salat bila telah berusia tujuh tahun dan memukul mereka bila meninggalkannya ketika telah berusia sepuluh tahun.

2) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan memukul anak untuk mendidik dan meluruskan mereka, bukan untuk menyakiti dan menyiksa. Karena sudah merupakan konsekuensi dari kasih sayang adalah agar anak belajar taat kepada Allah -Ta'ālā-, supaya dia tumbuh di atas ketakwaan.

 39- HAK TETANGGA DAN WASIAT BERBUAT BAIK KEPADANYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki."(QS. An-Nisā`: 36)

Pelajaran dari Ayat:

1) Memenuhi hak tetangga adalah wasiat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, bahkan Allah menggabungkan antara kewajiban menunaikan ibadah kepada-Nya, dan wasiat berbuat baik kepada tetangga.

2) Menjaga hak tetangga adalah dengan berbuat baik kepadanya, berupa ucapan dan perbuatan, dan tidak menyakitinya.

1/303- Ibnu Umar dan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat Jibril -'alaihissalām- senantiasa berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, sampai aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

"Memberi hak waris kepadanya" yaitu akan turun wahyu yang memerintahkan menjadikannya sebagai ahli waris karena perhatian yang sangat besar itu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tetangga memiliki hak yang besar sehingga kita wajib untuk menjaga haknya sebagai tetangga serta memperhatikannya dengan berbuat baik kepadanya dan menghilangkan keburukan darinya.

2) Boleh mengucapkan perkara-perkara kebaikan yang terlintas dalam pikiran.

2/304- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai Abu Żarr! Apabila kamu memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya, dan berikanlah kepada tetanggamu."(HR. Muslim)Dalam riwayat Muslim lainnya, dari Abu Żarr, dia berkata, Sesungguhnya kekasihku, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berpesan kepadaku,"Apabila kamu memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah jumlah keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan baik."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran saling memberi hadiah di antara tetangga karena hal itu akan melahirkan rasa cinta dan menambah kasih sayang.

2) Tidak meremehkan perbuatan baik apa pun, sekalipun sedikit, karena itu semua termasuk kebaikan.

3) Sempurnanya petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau menganjurkan semua hal yang dapat memperkuat hubungan antara orang beriman.

3/305- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah! Tidak beriman. Demi Allah! Tidak beriman. Demi Allah! Tidak beriman." Ditanyakan kepada beliau, "Siapakah itu, ya Rasulullah?" Beliau bersabda, "Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya."(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya, "Tidak akan masuk surga seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya."

الْبَوَائِق (al-bawā`iq): gangguan dan keburukan.

Kosa Kata Asing:

لَا يُؤْمِنُ (Tidak beriman), ini adalah penafian kesempurnaan iman.

Pelajaran dari Hadis:

1) Diharamkan menzalimi tetangga, baik dengan perkataan, seperti dia mendengar sesuatu yang mengganggunya maupun yang menyedihkannya, ataupun dengan perbuatan, seperti membuang sesuatu yang mengganggu di dekat rumahnya dan semisalnya.

2) Tidak menyakiti dan menzalimi tetangga bagian dari kesempurnaan iman, dan orang yang diberi taufik di antara hamba Allah -Ta'ālā- adalah yang berusaha menyempurnakan imannya.

4/306- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai para wanita muslimah! Janganlah seorang tetangga meremehkan untuk berbuat baik kepada tetangganya, meskipun hanya dengan memberi kaki kambing."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

فِرسن (firsin): artinya kaki (pada kambing), yaitu seperti istilah ḥāfir (telapak kaki) pada hewan dan qadam (telapak kaki) pada manusia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kebaikan, walaupun terlihat sedikit dan kecil, tetapi nilainya besar di sisi Allah -Ta'ālā-, dan merupakan tanda baiknya iman seorang hamba.

2) Anjuran untuk memberi nasihat dan motivasi kepada para wanita agar berbuat baik kepada tetangga.

5/307- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang tetangga tidak boleh melarang tetangganya untuk menyandarkan kayu pada dinding rumahnya."Kemudian Abu Hurairah berkata, "Mengapa aku melihat kalian berpaling darinya?! Demi Allah! Aku akan melemparkannya di antara pundak kalian."(Muttafaq 'Alaih)

Diriwayatkan "خَشَبَهُ" (khasyabahu), dengan bentuk iḍāfah dan jamak. Juga diriwayatkan "خَشَبَةً" (khasyabatan), dengan tanwin dan bentuk tunggal. Ucapan Abu Hurairah: "Mengapa aku melihat kalian berpaling", maksudnya dari sunah ini.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh seseorang melarang tetangganya melakukan sesuatu untuk memperbaiki rumahnya bila hal itu tidak akan menimpakan celaka kepadanya.

2) Saling tolong-menolong di antara tetangga serta saling berlapang dada di antara mereka termasuk hak bertetangga.

3) Mengingkari orang yang meninggalkan satu perkara agama pada situasi yang tepat, karena mengajar manusia dan mengajak kepada kebaikan termasuk amal saleh yang paling baik.

6/308- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia ‎menyakiti tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah ‎dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa yang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!"‎(Muttafaq 'Alaih)7/309- Abu Syuraiḥ Al-Khuzā'iy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah ‎dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa yang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!"‎(HR. Muslim dengan redaksi ini, dan sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menyakiti tetangga, baik berupa ucapan ataupun perbuatan, bertentangan dengan kesempurnaan iman dan bertentangan dengan sifat hamba Ar-Raḥmān.

2) Menunaikan hak tetangga termasuk karakter orang beriman.

3) Wajib bagi seorang hamba agar mengontrol lisannya, antara mengucapkan perkataan yang baik sehingga mendapat pahala, atau diam sehingga ia selamat. Sebab, kebaikan seluruhnya ada dalam menahan lisan dari ucapan dosa dan sia-sia. Di antara kata bijak yang sering diriwayatkan: petaka tergantung kata.

8/310- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan: Aku pernah bertanya, "Wahai Rasulullah! Aku memiliki dua tetangga, kepada siapa aku memberi hadiah?" Nabi menjawab, "Kepada yang paling dekat pintu rumahnya darimu."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar memperhatikan perasaan tetangga yang paling dekat.

2) Semakin dekat rumah tetangga maka haknya semakin besar. Dan dekat yang menjadi ukuran adalah dekat dari sisi pintu.

3) Kegigihan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk belajar ilmu sebelum beramal. Seperti inilah orang yang diberi taufik; belajar kemudian beramal.

9/311- Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik teman di sisi Allah -Ta'ālā- adalah yang paling baik kepada ‎temannya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah -Ta'ālā- adalah yang ‎paling baik kepada tetangganya.‎"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menjunjung pertemanan atas dasar iman, sebab teman terbaik adalah yang paling banyak kebaikannya kepada temannya.

2) Orang yang menjaga hak tetangga dan berbuat baik kepadanya, maka dia adalah tetangga yang paling baik di sisi Allah -Ta'ālā-.

3) Mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan mendatangkan semua kebaikan, cinta, dan keakraban di antara orang beriman. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)

 40- BAB BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA DAN SILATURAHMI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki."(QS. An-Nisā`: 36)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan (silaturahmi)."(QS. An-Nisā`: 1)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang-orang yang menyambung apa yang diperintahkan Allah agar disambung, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk."(QS. Ar-Ra'd: 21)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya."(QS. Al-'Ankabūt: 8)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah', janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Rabbi! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.'"(QS. Al-Isrā`: 23-24)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu."(QS. Luqmān: 14)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menjunjung tinggi hak kedua orang tua lalu karib kerabat. Karena Allah -Ta'ālā- telah menggabungkan antara ibadah yang merupakan hak murni Allah dengan hak orang tua. Hal ini menunjukkan besarnya kedudukan mereka.

2) Orang yang paling berhak mendapatkan pertemanan hamba adalah kedua orang tuanya. Karena urutan hak keduanya berada setelah hak Allah -Ta'ālā-: "Orang tua adalah sebab keberadaan seseorang. Keduanya telah sangat berbuat baik kepadanya; ayahnya memberi nafkah, ibunya memberi kasih sayang."(Tafsīr Ibni Kaṡīr, dalam tafsir firman Allah -Ta'ālā-:"Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.")1/312- Abu Abdirraḥmān Abdullāh bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amalan apakah yang paling Allah -Ta'ālā- cintai?" Beliau menjawab, "Salat di awal waktunya." Aku bertanya, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hak Allah yang paling utama setelah tauhid ialah salat.

2) Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti maksudnya berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.

3) Lalai dalam berbakti kepada kedua orang tua, baik yang bersifat ucapan maupun perbuatan, termasuk kedurhakaan.

4) Para sahabat berlomba-lomba melakukan kebaikan dan kebaktian serta mereka bertanya tentang induk-induk permasalahan yang bermanfaat.

5) Tingginya kedudukan jihad di jalan Allah -Ta'ālā- karena di dalamnya terkandung maslahat besar, seperti melindungi negara kaum muslimin serta tercapainya kemenangan Islam di belahan timur dan barat bumi.

2/313- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang anak tidak akan bisa membalas (jasa) orang tua kecuali ia menemukannya sebagai budak lalu ia membelinya dan memerdekakannya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لا يَجزْي (lā yajzī): tidak akan bisa membalas jasa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya hak kedua orang tua dalam Islam, yaitu urutan hak mereka berada setelah kewajiban menunaikan hak beribadah kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Seorang anak tidak boleh memperbudak kedua orang tuanya atau salah satunya. Jika itu terjadi, maka hal itu termasuk tanda kiamat yang menandakan keburukan yang ada pada manusia yang rusak.

3) Memerdekan orang tua yang menjadi budak secara otomatis terjadi hanya dengan sebatas sang anak membelinya. Sehingga membelinya adalah sebab merdeka, dan tidak dibutuhkan si anak mengatakan: aku telah memerdekakannya.

3/314- Juga dari riwayat Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa yang beriman kepada Allah ‎dan hari Akhir, hendaklah ia menyambung kerabatnya. Siapa yang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!"‎(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Silaturahmi -yaitu menyambung kerabat yang memiliki ikatan rahim- termasuk bagian dari keimanan.

2) Petunjuk Islam mengandung penguatan dan pengukuhan ikatan kerabat serta peringatan agar menjauhi semua yang dapat melemahkan ikatan tersebut atau merusaknya.

4/315- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta’ālā- menciptakan makhluk. Hingga ketika Allah selesai menciptakan mereka, rahim berdiri dan berkata, ‘Ini adalah berdirinya sesuatu yang memohon perlindungan kepada-Mu dari pemutusan (silaturahmi).’ Allah berfirman, ‘Ya. Tidakkah engkau rida jika Aku menyambung siapa yang menyambungmu, dan memutuskan siapa yang memutusmu?’ Rahim menjawab, ‘Tentu saja.’ Allah berfirman, ‘Itu semua untukmu.’” Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Bacalah jika kalian mau (ayat):Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.'"(QS. Muḥammad: 22-23)(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Bukhari yang lain:"Maka Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Siapa yang menyambungmu, maka Aku akan menyambungnya. Siapa yang memutuskanmu, maka Aku akan memutusnya.'"

Kosa Kata Asing:

العَائِذُ (al-'ā`iż): orang yang berlindung dan memohon pertolongan kepada-Mu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menyambung silaturahmi serta menekankan haramnya memutus silaturahmi.

2) Memohon perlindungan (istiazah) hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sehingga tidak boleh memohon perlindungan kepada makhluk, sekalipun makhluk tersebut memiliki kedudukan di sisi Allah -Ta'ālā-.

3) Menyambung silaturahmi adalah sebab turunnya rahmat Allah kepada hamba-Nya dan tersebarnya kebaikan di antara manusia. Sedangkan memutus silaturahmi adalah sebab adanya permusuhan, kerusakan, dan pengrusakan.

Faedah Tambahan:

Alat menafsirkan Al-Qur`ān Al-Karīm yang paling bagus dan yang paling baik dalam menjelaskan makna kalāmullāh -'Azza wa Jalla- adalah hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Karena Al-Qur`ān Al-Karīm dan hadis Nabi keduanya adalah wahyu dari Allah -Ta'ālā-.Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami turunkan Aż-Żikr kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka."Maksudnya, Kami telah turunkan kepadamu Sunnah agar engkau menjelaskan kepada manusia Kitab Al-Qur`ān yang diturunkan. Hadis di atas adalah contohnya.5/316- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata,"Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Nabi bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau bersabda, "Bapakmu."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain disebutkan, "Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang lebih berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau menjawab,"Ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu bapakmu. Lalu orang yang terdekat denganmu, dan yang terdekat denganmu."

الصَّحَابَةُ (aṣ-ṣaḥābah), artinya: pergaulan, pertemanan. Kalimat: "ثُمَّ أَبَاكَ", demikian diriwayatkan secara "manṣūb", dengan kata kerja yang dihapus, yaitu: (ثم بِرَّ أَباك). Dalam riwayat lain: (ثُمَّ أَبُوكَ). Tentunya ini jelas.

Kosa Kata Asing:

أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ: yang terdekat, lalu yang terdekat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang paling berhak mendapatkan sikap dan pergaulan yang baik adalah ibu, karena dia lemah dan sangat membutuhkannya. Juga karena ibu mengalami lelah dan sulit yang tidak dialami oleh yang lain. Kemudian, dia memang lemah secara dasar penciptaan. Lalu bagaimana ketika dia telah berumur?!

2) Anjuran agar seorang hamba memperbaiki muamalah kepada ibunya dan kepada bapaknya sesuai kemampuan karena keduanya adalah sebab kehidupannya setelah Allah -Ta'ālā-. Mereka berdua memiliki keutamaan melahirkan, merawat, dan memberi manfaat.

3) Mengurutkan hak serta menempatkannya pada tempatnya adalah keadilan yang didengungkan oleh agama.

4) Menjelaskan antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengetahui urutan kebaikan serta mengetahui hak-hak manusia.

6/317- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Celakalah, kemudian celakalah, kemudian celakalah orang yang mendapati kedua orang tuanya di usia lanjut, salah satunya atau keduanya, namun dia tidak masuk surga."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

رَغِمَ أَنْفُ (ragima anf): semoga hidungnya melekat pada rugām, yaitu tanah yang bercampur pasir. Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan kehinaan, ketidakmampuan, dan ketundukan secara terpaksa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berbakti kepada kedua orang tua adalah sebab besar untuk masuk surga.

2) Ketika kedua orang tua telah tua adalah saat ketika mereka paling butuh kepada bakti anaknya karena kondisi kelemahan mereka. Bakti kepada mereka adalah dengan semua bentuk perbuatan baik; ucapan dan perbuatan.

3) Durhaka kepada kedua orang tua adalah sebab masuk neraka. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba waspada agar tidak menutup pintu yang dibukakan untuknya menuju surga, dan agar tidak membuka pintu yang mengantarkannya kepada neraka.

7/318- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan silaturahmi dengan mereka, tetapi mereka malah memutuskannya. Aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat buruk kepadaku. Aku senantiasa bersikap ramah kepada mereka, tetapi mereka berbuat perbuatan jahil kepadaku." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya apa yang engkau katakan itu benar, maka seakan-akan engkau menyuapkan abu panas ke mulut mereka. Allah senantiasa menolongmu terhadap mereka, jika kamu tetap berbuat demikian."(HR. Muslim)تُسِفّهُمْ (tusiffuhum), dengan mendamahkan "tā`", kemudian "sīn" yang kasrah, setelahnya "fā`" yang bertasydid.المَلُّ (al-mall), dengan memfatahkan "mīm" dan mentasydidkan "lām", artinya: abu panas. Maksudnya: seakan-akan engkau menyuapi mereka abu yang panas. Ini merupakan perumpamaan terhadap dosa yang akan mereka dapatkan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh orang yang memakan abu panas. Tidak ada keburukan apa pun terhadap orang yang berbuat baik kepada mereka. Tetapi mereka yang akan mendapatkan dosa yang besar lantaran kelalaian mereka dalam menunaikan haknya, bahkan justru menimpakan keburukan kepada orang yang berbuat baik tersebut. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

ظهِيرٌ (ẓahīr): penolong.

Pelajaran dari Hadis:

1) Silaturahmi tegak di atas prinsip segera menyambung silaturahmi tanpa menunggu timbal balik.

2) Keberuntungan besar bagi seorang hamba yang membalas perbuatan buruk dengan perbuatan baik, serta membalas tindakan memutus silaturahmi dengan tindakan menyambungnya;"Tolaklah perbuatan buruk dengan yang lebih baik." (QS. Fuṣṣilat: 34)Tetapi,"(Ia) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang yang memiliki keberuntungan yang besar." (QS. Fuṣṣilat: 35)

3) Melaksanakan perintah Allah ialah sebab adanya pertolongan bagi hamba. Maka, orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah adalah yang melaksanakan syariat Allah -Ta'ālā- dengan baik dan tidak menoleh kepada kelalaian makhluk, melainkan dia mengharap pahala perbuatannya di sisi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

4) Kadang, menabung pahala sabar lebih baik daripada mendapatkan hak di dunia, tergantung maslahat dari memaafkan atau menuntut hak:"Siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya pada Allah." (QS. ASy-Syūrā: 40)8/319- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung tali silaturahmi."(Muttafaq 'Alaih)

Makna "يُنْسَأَ لَهُ في أثَرِهِ", yaitu: diakhirkan ajal dan umurnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Silaturahmi merupakan sebab besar untuk menambah rezeki dan memanjangkan umur.

2) Balasan sejenis dengan perbuatan; yaitu siapa yang berbuat baik kepada kerabatnya dengan melakukan silaturahmi maka Allah akan berbuat baik kepadanya dengan disambung dalam rezeki dan umurnya.

Faedah Tambahan:

Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan hikmah-Nya telah menjadikan silaturahmi sebagai sebab yang disyariatkan untuk memanjangkan umur dan melapangkan rezeki, dan ini tidak bertentangan dengan apa yang telah diketahui bersama bahwa hal itu telah ditakdirkan dan tercatat.

Sebagaimana keimanan dan petunjuk serta kekafiran dan kesesatan telah ditakdirkan dan masing-masing memiliki sebab, demikian juga halnya umur dan rezeki dapat bertambah dan berkurang dilihat dari sebabnya.Oleh karena itu, terdapat sejumlah aṡar yang berisi doa panjang umur dan lapang rezeki. Anda yang sangat menginginkan panjang umur dan rezeki lapang, segeralah mengerjakan ketakwaan kepada Allah -Ta'ālā- dan melakukan silaturahmi karena ini adalah jalan yang paling baik kepada yang demikian itu.9/320- Masih dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- adalah seorang kaum Anṣār yang paling banyak kebun kurmanya di Madinah. Kebun kurma yang paling dicintainya adalah kebun bernama Bairaḥā` yang berhadapan dengan masjid. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering masuk ke kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya. Anas melanjutkan: Ketika turun ayat:"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."(QS. Āli 'Imrān: 92)Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu:"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."Sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaḥā`. Kebun itu aku sedekahkan untuk Allah -Ta'ālā-. Aku mengharapkan kebajikan dan pahala dari Allah. Untuk itu, wahai Rasulullah, pergunakanlah dia sesuai yang Allah tunjukkan kepadamu!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda,"Bagus. Itu adalah harta yang (mendatangkan) untung. Itu adalah harta yang (mendatangkan) untung. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan. Aku sarankan agar engkau membagikannya kepada kerabatmu!"Abu Ṭalḥah berkata, "Wahai Rasulullah! Aku akan melaksanakan petunjukmu." Selanjutnya Abu Ṭalḥah membagi-bagi kebun itu kepada kerabat dan sepupu-sepupunya.(Muttafaq ‘Alaih)

Penjelasan kosa katanya telah dibahas dalam Bab Menginfakkan Harta yang Disukai.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang paling berhak diberikan kebaikan dan disambung silaturahminya adalah kerabat.

2) Berinfak kepada kerabat bernilai silaturahmi sekaligus sedekah.

3) Anjuran berkonsultasi kepada orang berilmu dalam perkara-perkara penting karena ulama adalah penerusnya para nabi.

10/321- Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Seseorang datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Aku berbaiat kepadamu untuk hijrah dan jihad demi mencari pahala dari Allah -Ta'ālā-." Beliau bertanya,"Apakah masih ada di antara kedua orang tuamu yang masih hidup?"Dia menjawab, "Ya, bahkan keduanya." Beliau bersabda,"Apakah engkau ingin pahala dari Allah -Ta'ālā-?"Dia berkata, "Ya." Beliau bersabda,"Pulanglah kepada kedua orang tuamu dan dampingi mereka dengan baik!"(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Dalam riwayat lain milik keduanya (Bukhari dan Muslim): Seseorang datang dan meminta izin kepada beliau (Nabi) untuk berjihad. Maka Nabi bersabda, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Dia berkata, "Ya." Beliau bersabda, "Berjihadlah untuk (berbakti pada) keduanya!"

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban membuat urutan skala prioritas dalam kehidupan seorang hamba; yaitu dia mulai dari orang yang paling besar haknya pada dirinya kemudian yang setelahnya. Yang seperti ini berasal dari pemahaman hamba dan taufik Allah -Ta'ālā- kepadanya.

2) Berbakti kepada kedua orang tua termasuk kewajiban (fardu ain) yang paling wajib karena ia lebih wajib dari jihad yang fardu kifayah.

3) Jihad terdiri dari beberapa tingkatan dan cabang; semua orang yang mengerjakan ketaatan untuk meraih rida Allah -Ta'ālā-, seperti berbakti kepada kedua orang tua, maka hal itu termasuk jihad di jalan Allah -Ta'ālā-.

11/322- Masih dari Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang menyambung silaturahmi bukanlah yang membalas orang yang menyambungnya. Tetapi, orang yang menyambung silaturahmi sesungguhnya adalah yang menyambung kerabat yang memutusnya."(HR. Bukhari)

قَطَعَتْ (qaṭa'at), dengan memfatahkan "qāf" dan "ṭā`". Sedangkan "رَحِمُهُ" (raḥimuhu), harakatnya marfū'.

Kosa Kata Asing:

المُكَافِئ (al-mukāfi`): yang menyambung kerabatnya untuk membalas silaturahmi dan kebaikan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang menyambung silaturahmi adalah yang memulai silaturahmi, sekalipun kerabatnya tidak membalas kebaikan dan silaturahminya.

2) Kewajiban mengikhlaskan amal perbuatan kepada Allah -Ta'ālā-; sebab buahnya adalah kebaikan yang abadi bagi hamba di dunia dan akhirat.

12/323- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Rahim (ikatan kekerabatan) bergantung di Arasy seraya berkata, 'Siapa yang yang menyambungkanku, maka Allah akan menyambungnya; barangsiapa yang memutuskanku, niscaya Allah akan memutusnya'."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tingginya kedudukan ikatan rahim (kekerabatan) dan silaturahmi, karena keagungan derajatnya yang langsung berada di bawah Arasy dan dekat dari Ar-Raḥmān Yang Mahamulia.

2) Orang yang bersilaturahmi kepada kerabatnya maka Allah -Ta'ālā- akan menyambungnya dengan kebaikan dan rahmat, sedangkan yang memutuskan kerabatnya maka Allah -Ta'ālā- akan memutus rahmat darinya.

13/324- Ummul-Mu`minīn Maimūnah binti Al-Ḥāriṣ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwasanya dia memerdekakan seorang budak perempuan tanpa meminta izin lebih dahulu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketika tiba hari giliran Nabi bersamanya, Maimūnah berkata, "Apakah engkau sudah tahu, wahai Rasulullah, bahwa aku telah memerdekakan budak perempuanku?" Beliau bertanya, "Apakah itu sudah engkau lakukan?" Maimūnah menjawab, "Ya." Beliau bersabda,"Ketahuilah, andai budak itu engkau berikan kepada paman-pamanmu, pasti pahalamu lebih besar."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

وَلِيْدَةٌ (walīdah): budak perempuan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sedekah kepada kerabat lebih utama dan pahalanya lebih besar karena bernilai sedekah sekaligus silaturahmi.

2) Merupakan wujud ilmu seorang hamba adalah bila dia rajin berkonsultasi kepada ulama sehingga dia dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya.

14/325- Asmā` binti Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Pada masa era diterapkannya perjanjian damai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- (dengan kaum Quraisy), ibuku datang menemuiku sementara saat itu ia masih musyrik. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku katakan, "Ibuku datang menemuiku. Dia sangat berharap kepadaku. Apakah aku boleh menyambung silaturahmi dengan ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, sambunglah silaturrahim dengan ibumu."(Muttafaq 'Alaih)

Perkataan Asmā`: "رَاغِبَةٌ" (rāgibah), maksudnya: dia sangat berharap padaku; yaitu dia meminta sesuatu kepadaku. Disebutkan bahwa dia adalah ibunya dari nasab. Yang lain mengatakan, ibunya dari persusuan. Tetapi pendapat yang benar ialah yang pertama.

Kosa Kata Asing:

فِي عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم: pada masa perjanjian Ḥudaibīyah antara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama kaum musyrikin Quraisy.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib menyambung hubungan dengan kerabatnya sekalipun mereka kafir karena mereka masih memiliki hak kekerabatan.

2) Bersilaturahmi dengan kerabat yang kafir bukan bentuk walā`(loyalitas) dengan orang kafir yang dilarang, tetapi bentuk kebajikan dan sikap adil yang tidak dilarang.

3) Sempurnya sikap adil Islam dalam memberi hak kepada setiap orang yang memiliki hak, tanpa ada kezaliman ataupun melampaui batas. Sehingga kerabat yang kafir, meskipun ia kafir, kita tetap tidak boleh meninggalkan haknya untuk bersilaturahmi dengannya, karena dia memiliki hak kekerabatan.

15/321- Zainab Aṡ-Ṡaqafīyyah, istri Abdullāh bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai para wanita! Bersedekahlah walaupun dengan perhiasan kalian." Zainab berkata, Lantas aku pulang menemui Abdullah dan berkata, "Sesungguhnya engkau seorang laki-laki yang miskin tidak punya harta, sementara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan kami agar bersedekah. Datanglah kepada beliau dan tanyakanlah; jika aku boleh memberikannya kepada kalian, aku akan lakukan. Tetapi jika tidak, maka aku akan memberikannya kepada yang lain." Abdullah berkata, "Jangan. Tetapi, silakan engkau saja yang datang ke beliau." Lantas aku beranjak pergi. Ternyata telah ada seorang perempuan Ansar menunggu di depan pintu rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; keperluanku sama seperti keperluannya. Tetapi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sosok yang disegani, sehingga Bilāl datang kepada kami dan kami berkata, "Datanglah kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan kabarkan kepada beliau bahwa dua orang wanita di depan pintu mau bertanya; apakah mereka boleh bersedekah kepada suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan mereka? Jangan kabarkan kepada beliau siapa kami." Lalu Bilāl pun masuk menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bertanya kepada beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Siapa mereka berdua?" Bilāl menjawab, "Seorang wanita Anṣār bersama Zainab." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya lagi, "Zainab yang mana?" Bilāl menjawab, "Zainab istri Abdullah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bagi mereka dua pahala. Yaitu pahala menyambung kerabat dan pahala sedekah."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

خَفِيفُ ذَاتِ اليَدِ: orang yang memiliki sedikit harta.

فِي حُجُورِهِمَا: dalam pengasuhan keduanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersilaturahmi kepada kerabat dengan memberi mereka sedekah akan mendatangkan dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.

2) Istri boleh bersedekah kepada keluarganya.

3) Perempuan boleh keluar rumah untuk keperluannya dan juga bertanya tentang urusan agama dengan syarat diizinkan suami.

4) Menuntut ilmu dan bertanya tentang perkara-perkara yang bermanfaat termasuk kewajiban yang paling penting.

16/327- Abu Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadis yang panjang tentang kisah Heraklius, bahwa Heraklius berkata kepada Abu Sufyān, "Apa yang dia (Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) perintahkan kepada kalian?" Aku menjawab, "Dia berkata,"Sembahlah Allah semata dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan tinggalkanlah apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian. Dia memerintahkan kami untuk salat, jujur, menjaga kesucian, dan bersilaturahmi."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kerasulan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tegak di atas dasar beribadah kepada Allah dengan baik, yaitu dengan menauhidkan Allah, dan berbuat baik kepada sesama makhluk dengan bersilaturahmi dan menunaikan hak-hak mereka.

2) Perintah bersilaturahmi termasuk ajaran syariat yang pertama kali turun dalam agama Islam, dan ini menunjukkan kepada Anda tentang urgensinya.

17/328- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya kalian akan menaklukkan sebuah negeri yang terkenal padanya Qīrāṭ."Dalam riwayat lain:"Kalian akan menaklukkan Mesir, yaitu negeri yang terkenal padanya Qīrāṭ. Maka saling ingatkanlah untuk berbuat baik kepada penduduknya, karena mereka memiliki hak żimmah (perlindungan) dan hak silaturahmi."Dalam riwayat lain, "Apabila kalian telah menaklukkannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya. Karena mereka memiliki żimmah (perlindungan) dan hak silaturahmi." Atau beliau berkata, "hak żimmah (perlindungan) dan hak perbesanan."(HR. Muslim)Para ulama berkata, "Ikatan silaturahmi yang mereka sandang disebabkan karena Hājar ibu Nabi Ismā'īl -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berasal dari mereka.Sedangkan ikatan perbesanan adalah karena Māriah, ibu Ibrāhīm putra Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berasal dari mereka."

Kosa Kata Asing:

القِيْرَاطُ (al-qīrāṭ): nama jenis uang logam yang digunakan sebagai alat transaksi.

ذِمَّةٌ (żimmah): hak dan kehormatan.

صِهْرًا (ṣihran): keluarga dari istri (ikatan perbesanan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ikatan rahim memiliki hak untuk disambung walaupun jauh. Sehingga istilah ikatan rahim lebih luas dari ikatan kerabat dekat.

2) Bersilaturahmi dengan kerabat dari jalur ibu sama seperti bersilaturahmi dengan kerabat dari jalur ayah.

3) Anjuran berbuat baik kepada orang-orang yang memiliki ikatan kerabat, ikatan rahim, dan ikatan pernikahan sekalipun mereka musyrik, selama mereka tidak memusuhi Allah -Ta'ālā- dan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan selama mereka tidak melakukan permusuhan secara terang-terangan.

18/329- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika turun ayat ini (artinya):"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat,"(QS. Asy-Syu'arā`: 214)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil orang-orang Quraisy. Mereka pun berkumpul. Lalu beliau mengingatkan mereka secara umum dan khusus. Beliau bersabda,"Wahai Bani Abdu Syams! Bani Ka'ab bin Lu`aiy! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Murrah bin Ka'ab! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Abdu Manāf! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Hāsyim! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Bani Abdul Muṭṭalib! Selamatkan diri kalian dari neraka. Wahai Fatimah! Selamatkan dirimu dari neraka. Sungguh, aku tidak memiliki sesuatu apa pun untuk menyelamatkan kalian dari siksa Allah. Hanya saja kalian memiliki ikatan rahim (denganku) yang aku akan membasahinya dengan airnya (menyambungnya)."(HR. Muslim)Kalimat ببلاَلِهَا (bi balālihā), dengan memfatahkan "bā`" yang kedua. Boleh juga dikasrahkan (bi bilālihā). "البِلالُ" (al-bilāl), artinya: air.Makna hadis ini: aku akan menyambungnya. Beliau membuat perumpamaan terhadap perbuatan memutusnya dengan hawa panas yang dapat dipadamkan dengan air. Sedangkan ini dapat didinginkan dengan bersilaturahmi.

Kosa Kata Asing:

عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ: kerabatmu yang paling dekat, kemudian yang lebih dekat.

فعَمَّ وخَصَّ: yaitu beliau memanggil mereka dengan panggilan yang bersifat umum untuk semua, kemudian menyebutkan sebagian mereka secara khusus karena adanya hubungan kerabat yang kuat dengan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bersilaturahmi dengan kerabat serta memperhatikan mereka, terus-menerus memperbaiki hubungan dengan mereka, dan mengarahkan mereka kepada kebaikan. Ini semua adalah konsekuensi dari silaturahmi.

2) Kewajiban pertama dai yang berdakwah kepada Allah agar mengingatkan keluarganya, lalu kerabat-kerabatnya, karena mereka lebih pantas mendapat perbuatan baik sebelum yang lainnya, baru kemudian orang-orang di bawah mereka, sehingga kebaikan akan merata kepada semua manusia.

3) Bersemangat untuk memberi petunjuk kepada manusia adalah ciri-ciri dai yang diberikan taufik. Sehingga dia menampakkan kecintaannya kepada manusia serta berupaya untuk menyampaikan kebaikan kepada mereka.

4) Anjuran untuk beramal saleh dan agar tidak bersandar ataupun berbangga kepada nasab.

19/330- Abu Abdillah 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda secara terang-terangan tanpa sembunyi-sembunyi,"Sesungguhnya keluarga Bani polan bukan penolongku. Penolongku ialah Allah dan orang-orang mukmin yang saleh. Tetapi mereka memiliki ikatan rahim dan aku akan membasahinya dengan airnya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Kosa Kata Asing:

وليِّـي (waliyyī): penolongku yang aku akan loyal kepadanya dalam semua perkara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk iman yang paling penting adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah; sehingga wajib bagi seorang mukmin untuk berlepas diri dari cinta atas dasar agama kepada orang kafir, karena tidak ada saling cinta antara orang muslim dan kafir.

2) Kerabat yang kafir memiliki hak silaturahmi yang mesti disambung, tetapi tidak berhak untuk diberikan walā` (loyalitas) yang merupakan cinta dan pembelaan.

3) Persaudaraan atas dasar agama serta ikatan atas dasar Islam lebih agung daripada ikatan darah, nasab, dan berbagai kepentingan duniawi lainnya.

Faedah Tambahan:

Ikatan rahim yang disambung terbagi menjadi umum dan khusus:

- Ikatan rahim yang umum; yaitu ikatam rahim atas dasar iman dan ilmu, yang ini wajib disambung dengan saling mencintai, saling menasihati, saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran, serta melaksanakan hak-hak yang wajib dan sunah.

- Adapun ikatan rahim yang khusus; yaitu kerabat yang memiliki hubungan nasab dengan Anda, pernikahan, atau persusuan.

Definisi yang lengkap tentang bersilaturahmi dengan mereka yaitu memberikan mereka kebaikan yang mampu dilakukan dan menghilangkan dari mereka keburukan sesuai kemampuan dan sesuai keadaan.

20/331- Abu Ayyūb Khālid bin Zaid Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki berkata, "Ya Rasulullah! Beri tahukan kepadaku tentang sebuah amal yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk melaksanakan kewajiban syariat, di antaranya silaturahmi. Dan silaturahmi termasuk sebab yang akan memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka.

2) Di antara tanda baiknya pemahaman seorang hamba adalah bila dia berusaha untuk menjauh dari api neraka, serta berupaya masuk surga dan meraih rida Allah -Ta'ālā-.

21/332- Salmān bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika seseorang dari kalian berbuka maka hendaknya dia berbuka dengan kurma, karena kurma adalah keberkahan. Bila dia tidak mendapatkan kurma, maka dengan air, karena air mensucikan."Beliau juga bersabda,"Sedekah pada orang miskin bernilai satu sedekah. Sedang sedekah pada kerabat bernilai dua, yakni sedekah dan silaturahmi."(HR. Tirmiżī dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Penjelasan syariat tentang adanya perbedaan tingkat keutamaan sedekah tergantung tempat pengalokasiannya; yakni semakin dekat hubungan kerabat dengan objek silaturahmi maka sedekah itu semakin bagus.

2) Sedekah pada orang miskin bernilai satu sedekah, sedangkan sedekah pada kerabat bernilai dua; yakni sedekah dan menyambung kekerabatan.

Peringatan:

Hadis ini tidak benar penisbahannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Penisbahan yang benar yaitu kepada perbuatan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Yaitu diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa berbuka sebelum salat menggunakan beberapa ruṭab (kurma mengkal). Bila kurma mengkal tidak ada, maka dengan beberapa kurma kering (tamr). Bila kurma kering tidak ada, maka beliau meneguk beberapa teguk air."

22/333- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Dulu aku memiliki seorang istri yang aku cintai, tetapi Umar tidak menyukainya. Umar berkata kepadaku, "Ceraikan dia!" Tetapi aku enggan. Maka Umar -raḍiyallāhu 'anhu- datang menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan hal itu kepada beliau. Sehingga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpesan, "Ceraikan dia!"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban taat kepada orang tua, bahkan dalam perkara yang tidak disukai jiwa sekalipun.

2) Taat kepada kedua orang tua harus menurut cara yang makruf; sehingga apabila salah satu mereka memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak si anak dalam agamanya, maka tidak ada kewajiban untuk taat.

23/334- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya aku memiliki seorang istri, sedangkan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya." Abu Ad-Dardā` berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau mau, sia-siakanlah pintu tersebut atau jagalah'."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

"Pintu surga yang paling tengah" ialah pintu yang paling bagus.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengejar rida orang tua lebih didahulukan daripada mengejar rida istri.

2) Menjelaskan cara para sahabat dalam berfatwa; yaitu dengan membawakan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tanpa memaksakan untuk berpendapat sendiri.

Peringatan penting:

Tidak semua orang tua yang memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya harus ditaati. Tetapi harus dilihat kondisi kesalehan dan keistikamahan orang tua; bila dia orang yang saleh dan memiliki pandangan yang bagus, yaitu dapat melihat maslahat yang tidak dapat dilihat oleh anaknya, ketika itu dia ditaati perintahnya.Adapun jika dia orang yang fasik dan tidak memiliki pandangan yang bagus, maka dia tidak ditaati dalam perkara yang mengandung mafsadat bagi anaknya.24/335- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Bibi (saudari ibu) sama kedudukannya dengan ibu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")Dalam hal ini terdapat banyak hadis yang masyhur dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ. Di antaranya hadis tentang kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua, hadis tentang kisah Juraij yang juga sudah disebutkan sebelumnya, dan hadis-hadis lainnya yang masyhur dalam kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ, sengaja aku tidak sebutkan supaya lebih ringkas.Di antara yang paling penting ialah hadis panjang yang diriwayatkan oleh 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- yang mengandung banyak sekali kaidah dan adab Islam.Insya Allah, nanti aku akan menyebutkannya secara lengkap dalam Bāb Ar-Rajā`, di dalamnya disebutkan: "Aku datang menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Mekah -maksudnya di awal kenabian- aku berkata, 'Siapa Anda?' Beliau menjawab, 'Seorang nabi.' Aku bertanya, 'Apa nabi itu?' Beliau menjawab, 'Allah -Ta'ālā- telah mengutusku.' Aku bertanya, 'Dengan apa Allah mengutusmu?' Beliau menjawab,Allah mengutusku untuk mengajak kepada silaturahmi, menghancurkan berhala, dan agar Allah ditauhidkan dan tidak disekutukan dengan apa pun.'" Kemudian dia menyebutkan hadis ini secara sempurna.Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

المَنْزِلَةُ (al-manzilah): kedudukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban berbakti dan berbuat baik kepada bibi (saudari ibu) sebagaimana berbuat baik kepada ibu, karena ibu dan bibi satu tingkatan. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bibi (saudari ibu) sama kedudukannya dengan ibu."(HR. Bukhari)

2) Bibi (saudari ibu) sama seperti ibu dalam hal kasih sayang kepada anak-anak saudarinya. Demikian juga dalam hal mengasuh mereka.

 41- BAB PENGHARAMAN DURHAKA KEPADA ORANG TUA DAN MEMUTUS SILATURAHMI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya."(QS. Muḥammad: 22-23)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang-orang yang melanggar janjinya kepada Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah agar disambung dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahanam)."(QS. Ar-Ra'd: 25)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Rabbi! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.'"(QS. Al-Isrā`: 23-24)

Pelajaran dari Ayat:

1) Memutus hubungan silaturahmi merupakan sebab adanya azab dan siksa Allah yang bersifat umum; hal ini menunjukkan bahwa memutus silaturahmi termasuk dosa besar.

2) Larangan menyakiti kedua orang tua sekecil apa pun, walaupun dengan kata "ah", karena hal itu bagian dari jenis durhaka.

1/2336- Abu Bakrah Nufai' bin Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa-dosa besar yang paling besar?" Beliau mengulanginya tiga kali. Kami menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Sebelumnya beliau duduk bersandar, lalu beliau duduk dan bersabda, "Ingatlah, juga perkataan dusta dan kesaksian palsu." Beliau terus-menerus mengulanginya sampai kami berkata, "Andai saja beliau diam (berhenti)."(Muttafaq 'Alaih)2/337- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu."(HR. Bukhari)

Sumpah palsu (al-yamīn al-gamūs) adalah sumpah yang dilakukan secara dusta dan sengaja. Disebut gamūs (yang menenggelamkan), karena sumpah tersebut menenggelamkan pelakunya ke dalam dosa.

Kosa Kata Asing:

قَوْلُ الزُّوْرِ (qaul az-zūr): ucapan dusta, batil, dan semua perkataan keji. Sedangkan شَهَادَةُ الزُّوْرِ (syahādah az-zūr): kesaksian yang dibuat secara dusta. Kesaksian palsu masuk di dalam ucapan dusta (qaul az-zūr).

Pelajaran dari Hadis:

1) Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa yang paling besar. Oleh karena itu, dia digabung bersama dosa syirik kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Peringatan terhadap dampak buruk kesaksian palsu. Yaitu orang yang melakukan kesaksian palsu telah berbuat buruk terhadap dirinya karena telah melakukan salah satu dosa besar. Juga dia telah berbuat buruk kepada orang yang dia untungkan dengan kesaksiannya itu,karena dia telah memberinya jalan kepada sesuatu yang bukan haknya, sehingga dia memakannya secara batil. Begitu juga dia telah berbuat buruk kepada orang yang dia rugikan dengan kesaksiannya itu, karena dia telah menzaliminya. Oleh karena itu, kesaksian palsu termasuk di antara dosa yang paling besar.

3) Waspada terhadap dosa-dosa besar ini: menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, ucapan dusta, dan kesaksian palsu, karena kesemuanya mendatangkan kerusakan-kerusakan yang besar di dunia dan akhirat.

4) Penjelasan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat beliau tentang jalan-jalan kebaikan agar mereka menempuhnya, dan jalan-jalan keburukan agar mereka mewaspadainya.

3/338- Juga dari Abdullah bin 'Amr, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Termasuk dosa besar, seseorang memaki kedua orang tuanya." Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah seseorang akan memaki kedua orang tuanya?!" Beliau menjawab,"Ya. Yaitu dia memaki ayah seseorang lalu orang itu balas memaki ayahnya. Juga dia memaki ibu seseorang lalu orang itu balas memaki ibunya."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain:"Di antara dosa besar yang paling besar adalah bila seseorang melaknat kedua orang tuanya!" Ada yang bertanya, "Ya Rasulullah! Bagaimana seseorang melaknat kedua orang tuanya?!" Beliau menjawab, "Yaitu seseorang memaki ayah orang lain lalu orang itu balas memaki ayahnya. Juga dia memaki ibu orang lain lalu orang itu balas memaki ibunya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan agar seseorang tidak menjadi sebab kedua orang tuanya dimaki dan dihina, yaitu dengan cara dia memulai memaki kerabat orang.

2) Orang yang menjadi sebab dilakukannya sesuatu serta terjadinya sesuatu sama kedudukannya dengan yang melakukannya secara langsung. Orang dalam hadis ini, ketika dia menjadi sebab kedua orang tuanya dimaki, maka dia sama seperti orang yang memaki mereka secara langsung.

4/339- Abu Muḥammad Jubair bin Muṭ'im -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak akan masuk surga orang yang memutus."Sufyān menerangkan ketika meriwayatkannya, "Maksudnya, yang memutus silaturahmi."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras terhadap perbuatan memutus silaturahmi karena merupakan sebab yang menghalangi seseorang dari masuk surga.

2) Penafian masuk surga yang disebutkan adalah ancaman terhadap hukuman ini. Bukan maksudnya kekal abadi dalam neraka dan tidak masuk surga selamanya.

Faedah Tambahan:

An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata, "Hadis ini dapat dipahami dengan dua penafsiran:

- Pertama: hadis ini dibawa maknanya pada orang yang menghalalkan perbuatan memutus tali silaturahmi tanpa sebab dan syubhat disertai dia mengetahui pengaharamannya. Orang yang seperti ini telah kafir dan akan dikekalkan dalam neraka, dia tidak akan masuk surga, selamanya.

- Kedua: bahwa maksudnya, dia tidak akan masuk surga pertama kali bersama orang-orang pertama masuk surga, melainkan dia akan dihukum dengan diakhirkan sesuai ukuran yang Allah -Ta'ālā- kehendaki." (Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

5/340- Abu Īsā Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, man'an wa hāt (tidak suka memberi namun suka meminta-minta), dan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Allah juga mengharamkan kepada kalian suka desas-desus, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta."(Muttafaq ‘Alaih)Kata "مَنْعاً" (man'an), maksudnya: menahan (tidak memberikan) apa yang diwajibkan kepadanya; dan "هَاتِ" (hāti), ialah: meminta sesuatu yang bukan haknya.وَأْدَ البَنَاتِ (wa`dul-banāt): mengubur anak perempuan hidup-hidup.قيلَ وقَالَ (qīla wa qāla), maksudnya: membicarakan semua yang didengar. Yaitu dia berkata, "Konon begini", "Polan berkata begini", lalu membicarakan sesuatu yang dia tidak ketahui kebenarannya dan tidak pula dia duga dengan dugaan yang kuat. Cukuplah seseorang berdusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar.إضَاعَةَ المَالِ (iḍā'atul-māl; menyia-nyiakan harta): memubazirkan harta serta membelanjakannya pada sesuatu yang tidak diperkenankan dalam urusan akhirat dan dunia dan tidak menyimpannya padahal bisa disimpan.كَثْرَةَ السُّؤَالِ (kaṡratas-su`āl)): banyak meminta sesuatu yang tidak dia butuhkan.Dalam hal ini terdapat sejumlah hadis yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya, seperti hadis:"Aku akan memutuskan siapa yang memutusmu."Juga hadis:"Siapa yang memutusku niscaya Allah akan memutusnya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Diharamkan durhaka kepada ibu, demikian juga ayah. Tetapi ibu disebutkan secara khusus karena dia lemah dan sangat membutuhkan kebaktian anaknya.

2) Harta adalah amanah pada hamba yang wajib dijaga, sehingga dia tidak boleh meletakkannya kecuali pada sesuatu yang mengandung maslahat agama atau dunia.

3) Orang yang menggunakan harta pada sesuatu yang haram, maka dia telah melanggar dua larangan: menyia-nyiakan harta dan berbuat yang haram, sehingga seorang hamba harus mewaspadainya.

4) Penjagaan agama terhadap semua yang dapat merusak agama, akal, atau harta, dan ini bagian dari kesempurnaan agama yang agung ini.

Faedah Tambahan:

Bersilaturahmi dan berbuat baik kepada orang lain termasuk di antara yang pahalanya dapat dilihat di dunia sebelum di akhirat. Begitu juga memutus silaturahmi dan perbuatan zalim terhadap hak orang lain termasuk yang disegerakan hukumannya terhadap pelakunya di dunia sebelum di akhirat.Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada suatu ketaatan kepada Allah yang lebih cepat balasannya daripada silaturahmi. Dan tidak ada sesuatu yang lebih cepat hukumannya daripada kezaliman dan memutus silaturahmi."(HR. Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubrā dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-)

 42- BAB BERBUAT BAIK KEPADA SAHABAT AYAH, IBU, KERABAT, ISTRI, DAN SEMUA ORANG YANG MESTI DIMULIAKAN

1/341- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik perbuatan bakti (kepada orang tua) ialah seseorang yang menyambung tali persaudaraan kepada sahabat ayahnya."2/342- Abdullah bin Dīnār meriwayatkan dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa seorang laki-laki badui bertemu dengannya di jalan menuju Mekah. Abdullah bin Umar mengucapkan salam kepadanya, lalu memberikannya keledai yang dikendarainya serta serban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dīnār menuturkan, maka kami berkata, "Semoga Allah memperbaikimu. Mereka itu orang-orang badui. Mereka terbiasa puas dengan pemberian yang sedikit. Abdullah bin Umar berkata, "Sesungguhnya ayah orang ini adalah orang yang dicintai oleh Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Dan aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Sesungguhnya sebaik-baik perbuatan bakti (kepada orang tua) adalah seseorang menyambung tali persaudaraan dengan keluarga sahabat ayahnya'."Dalam riwayat lain Ibnu Dīnār, dari Ibnu Umar, bahwa ketika dia pergi menuju Mekah, biasanya dia membawa keledai miliknya untuk bersantai ketika dia telah bosan berkendara unta dan membawa serban untuk mengikat kepalanya. Suatu hari ketika dia tengah mengendarai keledai tersebut, tiba-tiba seorang laki-laki badui melewatinya. Ibnu Umar bertanya, "Bukankah engkau polan bin polan?" Orang itu menjawab, "Ya." Lantas Ibnu Umar memberikannya keledai itu seraya berkata, "Kendarailah ini." Ibnu Umar juga memberinya serban itu dan berkata, "Gunakanlah ini untuk mengikat kepalamu." Sahabat-sahabatnya berkata, "Semoga Allah mengampunimu. Engkau telah memberi orang badui ini keledai yang engkau biasa gunakan bersantai serta serban yang engkau biasa pakai mengikat kepala?" Ibnu Umar menjawab, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Sesungguhnya sebaik-baik perbuatan bakti kepada orang tua adalah seseorang menyambung tali persaudaraan dengan keluarga sahabat ayahnya setelah dia meninggal dunia.'Dahulu, ayah orang ini adalah teman Umar -raḍiyallāhu 'anhu-."(Semua riwayat ini diriwayatkan oleh Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَبَرُّ البِرِّ (abarrul-birr): perbuatan bakti yang paling sempurna dan paling tinggi.

وُدٌّ (wudd): cinta, kasih sayang, dan persahabatan.

يَتَرَوَّحُ عَلَيْهِ (yatarawwaḥu 'alaih): bersantai dengannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Termasuk bakti yang besar kepada kedua orang tua adalah Anda memuliakan siapa saja yang memiliki hubungan saling cinta dengan keduanya.

2) Implementasi para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap Sunnah Nabi, kecintaan mereka kepada kebaikan dan respon mereka yang cepat kepadanya, serta banyaknya keutamaan Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-.

3) Termasuk penyempurna bakti kepada orang tua yaitu berinfak kepada sahabat kedua orang tuanya dengan harta pribadinya serta apa yang dia ridai untuk dirinya.

3/343- Abu Usaid (dengan mendamahkan "hamzah" dan memfatahkan "sīn"), Malik bin Rabī'ah As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika kami kami sedang duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tiba-tiba beliau didatangi oleh seorang laki-laki dari Bani Salimah dan berkata, "Ya Rasulullah! Masih adakah sebagian dari kebaktian kepada kedua orang tuaku yang bisa aku lakukan setelah mereka meninggal?" Beliau menjawab,"Ya. Yaitu mendoakan dan memohonkan ampunan untuk mereka, menunaikan wasiat mereka setelah mereka meninggal, menyambung silaturahmi kepada orang-orang yang tidak tersambung kecuali lewat mereka, dan memuliakan sahabat mereka."(HR. Abu Daud dan lainnya) [7]

Kosa Kata Asing:

الصَّلاةُ عَلَيْهِمَا (aṣ-ṣalātu 'alaihimā): mendoakan mereka berdua.

إنْفَاذُ عَهْدِهِمَا (infāżu 'ahdihimā): menunaikan wasiat mereka berdua.

Pelajaran dari Hadis:

1) Termasuk perbuatan berbakti yang dapat dilakukan anak kepada orang tuanya setelah mereka meninggal: mendoakan mereka, memohonkan ampunan, berbuat baik kepada sahabat mereka, menunaikan wasiat mereka, dan bersilaturahmi kepada orang-orang yang tidak memiliki hubungan denganmu kecuali dengan perantara mereka.

2) Bersungguh-sungguh mendidik anak dengan pendidikan yang baik akan mendatangkan manfaat bagi kedua orang tua; yaitu pada masa hidup, anak-anak tersebut bisa berbakti kepada keduanya, dan setelah meninggal, anak-anak tersebut mendoakan mereka berdua.

3) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada kebaikan serta konsistensi mereka di dalamnya. Orang beriman yang mendapat petunjuk adalah yang meneladani sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam segala perangai baik mereka.

4/344- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- mengisahkan: Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seperti cemburuku kepada Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā- padahal sama sekali aku tidak pernah melihatnya. Akan tetapi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering sekali menyebutnya. Terkadang beliau menyembelih kambing lalu memotong-motongnya menjadi beberapa bagian, kemudian beliau mengirimnya kepada sahabat-sahabat Khadijah. Sampai-sampai pernah aku berkata kepada beliau, "Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini kecuali Khadijah!" Maka beliau menjawab,"Khadijah itu begini dan begini, dan dari dialah aku mempunyai anak."(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam salah satu riwayat disebutkan, "Jika beliau menyembelih kambing, maka beliau selalu menghadiahkan sebagiannya kepada sahabat-sahabat dekat Khadijah dengan kadar yang secukupnya."

Dalam riwayat lain, "Apabila beliau menyembelih kambing, maka beliau mengatakan, 'Kirimkanlah daging kambing itu kepada sahabat-sahabat Khadijah.'"

Dan dalam riwayat lain, Aisyah berkata, "Hālah binti Khuwailid, saudari Khadijah pernah meminta izin untuk masuk ke rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau lalu mengenal suara minta izinnya mirip dengan suara Khadijah sehingga membuat beliau merasa senang. Lalu beliau bersabda, "Ya Allah! Ini adalah Hālah binti Khuwailid."

Kalimat "فَارْتَاحَ" (fartāḥa), yaitu dengan "ḥā`" (yang berarti: merasa senang). Sementara dalam kitab Al-Jam'u baina Aṣ-Ṣaḥīḥain karya Al-Ḥumaidy: "فَارْتَاعَ" (fartā'a) dengan "'aīn", artinya: memperhatikan.

Kosa Kata Asing:

صَدَائِقُ (ṣadā`iq), bentuk jamak dari "صَدِيْقَةٌ" (ṣadīqah), artinya: sahabat.

خَلَائِلُهَا (khalā`iluhā), bentuk jamak dari "خليلة" (khalīlah), artinya: sahabat.

وَكَانَ لي مِنْهَا وَلَدٌ: yaitu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki empat anak perempuan dan tiga anak laki-laki, semuanya dari Khadījah -raḍiyallāhu 'anhā-. Kecuali anak beliau Ibrāhīm -raḍiyallāhu 'anhu-, dia adalah dari Māriah Al-Qibṭīyyah -raḍiyallāhu 'anhā-.

فَعَرَفَ اسْتِئْذَانَ خَديجَةَ: ketika Hālah minta izin, beliau mengingat Khadījah -raḍiyallāhu 'anhā- karena suara Hālah mirip suara Khadījah -raḍiyallāhu 'anhumā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuliakan sahabat seseorang setelah orang itu meninggal terhitung sebagai perbuatan memuliakan orang itu serta berbuat baik kepadanya.

2) Menyiarkan keutamaan dan kebaikan Ummul-Mu`minīn Khadījah binti Khuwailid -raḍiyallāhu 'anhā-.

3) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjaga dengan baik hak istri pertama beliau yang telah membelanya dan tegar bersamanya. Semoga Allah meridai-Nya. Dalam hal ini terkandung pesan besar kepada para suami untuk menjaga hak istrinya setelah meninggal dunia. Lalu bagaimana ketika masih hidup?! Hendaknya lebih menjaganya.

5/345- Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah keluar bersama Jarīr bin Abdillāh Al-Bajaliy -raḍiyallāhu 'anhu- dalam suatu perjalanan. Ternyata ia melayaniku. Aku berkata, "Jangan lakukan!" Dia menjawab, "Sungguh aku telah melihat orang-orang Ansar melayani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga aku bersumpah pada diriku bahwa aku tidak akan menyertai salah seorang dari mereka kecuali aku akan melayaninya."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

آليتُ (ālaitu): aku bersumpah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuliakan orang-orang yang memuliakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; karena memuliakan sahabat seseorang adalah memuliakan orang tersebut serta menghormati mereka sama dengan menghormatinya.

2) Menerangkan tawaduknya para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan mengenal keutamaan mereka. Jarīr melayani Anas -raḍiyallāhu 'anhumā- karena Anas berasal dari kaum Ansar yang telah membela Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 43- BAB MEMULIAKAN AHLI BAIT RASULULLAH -ṢĀLLALLĀHU 'ALAIHI WA SALLAM- DAN MENJELASKAN KEUTAMAAN MEREKA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahli Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."(QS. Al-Aḥzāb: 33)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati."(QS. Al-Ḥajj: 32)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ahli Bait Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah kerabat beliau yang beriman serta istri-istri beliau para ummahātul-mu`minīn. Mereka semua adalah Ahli Bait beliau yang memiliki hak kerabat.

2) Ahli Bait Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki dua hak, yaitu hak sebagai orang beriman dan hak kekerabatan. Kita wajib memuliakan mereka dan memelihara hak mereka. Tetapi, tanpa sikap guluw (ekstrem) dan fanatik sebagaimana yang dilakukan sebagian kelompok bidah yang bersikap guluw kepada sebagian imam dengan menyelisihi pokok-pokok agama.

1/346- Yazīd bin Ḥayyān berkata, Aku pergi menemui Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- bersama Ḥuṣain bin Sabrah dan 'Amr bin Muslim. Setelah kami duduk, Ḥuṣain berkata kepada Zaid bin Arqam, “Wahai Zaid! Engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Engkau telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, engkau mendengar hadis beliau, engkau berperang bersama beliau, dan engkau salat di belakang beliau. Sungguh, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak, wahai Zaid! Oleh karena itu, sampaikanlah kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."Zaid bin Arqam berkata, “Wahai keponakanku! Demi Allah, aku ini sudah tua dan masa hidupku bersama beliau sudah lama. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku hafal dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu maka terimalah, dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah engkau memaksaku untuk menyampaikannya.” Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan,"Pada suatu hari, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri di tengah-tengah kami untuk menyampaikan khotbah di suatu tempat (persinggahan) yang memiliki air bernama Khumm yang terletak antara Mekah dan Madinah. Beliau memuji dan memuja Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan. Kemudian beliau bersabda,Ammā ba’du. Ketahuilah, wahai saudara-saudara sekalian, bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu Malaikat maut) akan datang dan aku harus memperkenankannya. Aku tinggalkan untuk kalian aṡ-ṡaqalain (dua hal yang berat). Pertama, Kitābullāh (Al-Qur`ān) yang di dalamnya terkandung petunjuk dan cahaya. Maka ambillah Kitab Allah dan berpegang teguhlah kepadanya!' Beliau lantas menghimbau serta memotivasi kepada Kitab Allah. Kemudian beliau melanjutkan, '(Kedua), dan ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah terhadap ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah terhadap ahli baitku.' Ḥuṣain bertanya kepada Zaid bin Arqam, “Wahai Zaid! Siapakah ahli bait Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Bukankah istri-istri beliau termasuk ahli bait beliau?” Zaid bin Arqam menjawab, “Istri-istri beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- termasuk ahli bait beliau. Namun ahli bait yang beliau maksud adalah semua (keluarganya) yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau.” Ḥuṣain berkata, “Siapakah mereka itu?” Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga 'Aqīl, keluarga Ja’far, dan keluarga 'Abbās.” Ḥuṣain berkata, “Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat?” Zaid menjawab, “Ya.”(HR. Muslim)Dalam riwayat yang lain:“Ketahuilah! Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat berat. Salah satunya adalah Kitābullāh (Al-Qur`ān); yaitu tali (agama) Allah, Siapa yang mengikutinya maka dia akan mendapat petunjuk, dan Siapa yang meninggalkannya maka dia akan tersesat.”2/347- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- secara mauqūf bahwa dia berkata, "Muliakanlah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan memuliakan ahli baitnya!"(HR. Bukhari)

Makna "ارْقُبُوا" (urqubū) adalah peliharalah, hormatilah, dan muliakanlah mereka. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

أَعِيْ (a'ī): aku hafal.

ثَقَلَيْن (ṡaqalain): segala sesuatu yang besar dan berharga; keduanya dinamakan sebaga "ṡaqalain" untuk menjunjung dan membesarkan perkaranya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban berpegang dengan Kitab Allah, karena di dalamnya terkandung petunjuk dan cahaya. Sesungguhnya petunjuk yang sempurna dan cahaya yang paripurna ada pada memahami dan mengamalkan Kitab Allah -Ta'ālā-.

2) Wasiat tentang ahli bait Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu agar kita mengenal hak mereka dan menjaganya, karena mereka memiliki hak yang lebih di atas hak semua umat ini selain mereka.

3) Ahli bait Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lain, juga kemuliaan dan kehormatan yang sesuai dengan kedudukan mereka. Mereka tidak halal diberikan sedekah dan zakat yang wajib karena ia merupakan kotoran manusia, sementara mereka lebih mulia dan lebih terhormat daripada mendapatkan sedekah.

4) Para Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna-, yaitu istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- termasuk ahli bait beliau. Siapa yang meyakini selain itu maka dia telah tersesat dan menyimpang dari jalan Ahli Sunnah wal Jamaah.

 44- BAB MENGHORMATI ULAMA, ORANG TUA, DAN ORANG-ORANG MULIA SERTA MENDAHULUKAN MEREKA, MEMULIAKAN MAJELIS MEREKA, DAN MEMPERLIHATKAN KEDUDUKAN MEREKA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran."(QS. Az-Zumar: 9)

Pelajaran dari Ayat:

1) Yang dimaksud dengan ulama adalah orang yang berilmu tentang agama, yaitu ahli waris Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sesungguhnya para ulama adalah penerus para Nabi. Menghormati ulama merupakan sebab untuk memuliakan ajaran agama, karena merekalah orang yang mengembannya, sehingga memuliakan mereka adalah memuliakan agama.

2) Menjelaskan perbedaan antara orang berilmu dengan orang jahil; karena orang berilmu akan memiliki sifat terpuji, sedangkan orang jahil akan memiliki sifat tercela.

1/348- Abu Mas'ūd 'Uqbah bin 'Amr Al-Badriy Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Yang berhak mengimami suatu kaum adalah orang yang paling paham Al-Qur`ān. Jika mereka setara dalam Al-Qur`ān, maka yang paling memahami Sunnah. Jika dalam Sunnah mereka sama, maka yang yang paling dahulu hijrah (ke Madinah). Jika dalam hal hijrah mereka sama, maka yang paling tua umurnya. Jangan sekali-kali seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya. Dan tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah kecuali atas izinnya."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain: "... maka yang paling dahulu masuk Islam." Sebagai ganti dari kata "umur".

Dan dalam riwayat lain:"Orang yang paling berhak mengimami suatu kaum adalah yang paling paham Al-Qur`ān dan yang paling dahulu menghafalnya. Jika mereka setara dalam Al-Qur`ān, maka yang mengimami mereka adalah yang paling dahulu hijrah. Jika dalam hal hijrah mereka sama, hendaklah yang mengimami mereka yang paling tua usianya."Yang dimaksud dengan "سُلْطَانُهُ" (kekuasaanny) adalah tempat kekuasaannya atau tempat yang khusus untuknya.تكْرِمَتُهُ (takrimatuhu), dengan memfatahkan "tā`" dan mengkasrahkan "rā`", yaitu tempat khususnya seperti tikar atau ranjang dan semisalnya.

Kosa Kata Asing:

تكْرِمَتُهُ (takrimatuhu): tempat penghormatan seperti barisan depan majelis.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang berilmu didahulukan atas yang lain dalam tugas-tugas agama, seperti imam salat. Sehingga orang yang paling paham Al-Qur`ān lebih diutamakan, kemudian yang paling paham Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Ilmu yang paling agung adalah ilmu tentang Kitābullāh dan Sunnah Nabi. Maka, hendaklah orang yang beriman bersungguh-sungguh untuk memperhatikan dua fondasi besar ini; yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah, serta mencukupkan diri dengan keduanya dari yang lain.

2/349- Masih dari Abu Mas'ūd 'Uqbah bin 'Amr Al-Badriy Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selalu meluruskan pundak kami dalam salat dan bersabda,"Luruskanlah saf kalian dan jangan berselisih sehingga akan menyebabkan hati kalian berselisih. Hendaknya yang berada di belakangku adalah orang yang dewasa dan berakal, lalu yang setelahnya, kemudian yang setelahnya."(HR. Muslim)Sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "لِيَلِنِي" (liyalinī), dengan tidak mentasydidkan "nūn", dan tanpa "yā`" sebelumnya. Juga diriwayatkan dengan mentasydidkan "nūn" disertai "yā`" sebelumnya (لِيَلِيَنِّيْ liyaliyannī).النُّهَى (an-nuhā): akal.أُولُو الأَحْلام (ulul-aḥlām): orang-orang yang berusia balig. Ada yang berpendapat, yaitu orang-orang yang dewasa dan mulia.

Kosa Kata Asing:

لِيَلِني (li yalinī): hendaklah mendekat kepadaku dalam salat, dan berada di belakangku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban meluruskan saf, menutup celah, dan menyejajarkan pundak dan kaki dalam salat.

2) Kewajiban imam agar sungguh-sungguh memeriksa dan meluruskan saf makmum, dengan ucapan dan perbuatannya, sebagai bentuk meneladani amalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Anjuran agar orang-orang yang dewasa dan mulia merapat kepada imam ketika bersaf.

3/350- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah yang berada tepat di belakangku orang dewasa dan berakal. Kemudian yang setelahnya." Beliau mengulanginya tiga kali. Lalu melanjutkan, "Dan hendaklah kalian menjauhi kebisingan dan perselisihan pasar."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

هَيْشَاتُ الأَسْوَاقِ (haisyātul-aswāq): kebisingan yang ada di pasar berupa campur baur, perselisihan, pertengkaran, dan adanya suara tinggi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Masjid memiliki hak yang wajib dipelihara, sehingga orang yang salat tidak boleh menciptakan fitnah dalam masjid seperti pertengakaran dan mengangkat suara, karena hal itu dapat menghilangkan kekhusyukan.

2) Anjuran agar orang-orang yang lebih dewasa dan berakal berdiri di belakang imam, kemudian setelahnya orang-orang yang ada di bawah mereka.

Faedah Tambahan (1):

Sebagian orang memahami hadis ini sebagai larangan bagi anak-anak untuk berdiri di belakang imam. Ini adalah pandangan yang salah. Karena berbeda antara ungkapan: "Jangan berada di belakangku kecuali orang-orang dewasa",dengan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Hendaklah yang berada di belakangku di antara kalian orang-orang yang lebih dewasa."Ungkapan kedua menganjurkan kepada orang-orang yang dewasa dan berakal untuk berada di depan. Sedangkan ungkapan pertama maknanya larangan berada di belakang imam bagi yang belum balig atau berakal. Adapun hadis Nabi maka menggunakan ungkapan yang kedua.Berdasarkan hal itu, tidak boleh mengusir anak-anak dari saf depan, kecuali mereka melakukan hal yang mengganggu, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melarang anak kecil berdiri di belakang imam. Tetapi beliau menganjurkan kepada orang-orang yang besar supaya mendekat kepada imam. Renungkanlah perbedaannya.

Faedah Tambahan (2):

Orang-orang yang melarang anak-anak berdiri di saf depan telah jatuh dalam beberapa kesalahan, di antaranya:

1) Mereka salah dari sisi menghalangi hak orang yang berhak mendapatkannya, karena anak kecil itu memiliki hak walaupun dia kecil.

2) Mereka menjadikan masjid dibenci oleh anak-anak kecil, dan hal ini dapat mengakibatkan anak-anak lari dari masjid serta membenci orang yang mengusirnya.

3) Bila kita mengusir anak-anak dari saf-saf terdepan, mereka akan hanya bermain-main ketika berada di saf-saf terakhir. Hal ini dapat mengakibatkan masjid ribut dan orang yang ada di sana terganggu.

4/351- Abu Yaḥyā, konon Abu Muḥammad, Sahl bin Abi Ḥaṡmah -dengan memfatahkan "ḥā`" dan mensukunkan "ṡā`"- Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-berkata, Abdullah bin Sahl dan Muḥayyiṣah bin Mas'ūd pergi menuju Khaibar. Khaibar waktu itu masih dalam masa perjanjian damai. Kemudian mereka berpisah. Lalu Muḥayyiṣah pergi ke Abdullah bin Sahl sementara dia berguncang penuh darah karena terbunuh. Muḥayyiṣah langsung menguburkannya, kemudian pulang ke Madinah. Lantas Abdurraḥmān bin Sahl bersama Muḥayyiṣah dan Ḥuwayyiṣah, keduanya putra Mas'ūd, mereka pergi menghadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Abdurraḥmān memulai berbicara, tetapi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaknya yang lebih tua yang berbicara dahulu. Hendaknya yang lebih tua yang berbicara dahulu." Pada saat itu dia paling muda di antara mereka. Maka dia pun diam. Lalu Muḥayyiṣah dan Ḥuwayyiṣah yang berbicara. Nabi bersabda, "Apakah kalian mau bersumpah (lima puluh kali) sehingga kalian berhak terhadap diat saudara kalian?" Kemudian dia menyebutkan hadis ini secara sempurna.(Muttafaq ‘Alaih)

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "كَبِّرْ كَبِّرْ" (kabbir, kabbir), maksudnya: hendaklah yang lebih tua yang berbicara dahulu.

Kosa Kata Asing:

يَتَشَحَّطُ (yatasyaḥḥaṭu): berguncang penuh darah.

أَحْدَثُ القَوْمِ (aḥdaṡul-qaum): orang yang paling muda usianya di antara mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk mendahulukan yang paling tua usianya dalam berbicara. Ini adalah adab nabawi yang diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Mempelajari adab-adab nabawi termasuk kepentingan paling urgen dalam kehidupan hamba yang beriman.

5/352- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengumpulkan dua jenazah di antara syuhada Uhud dalam satu kubur. Kemudian beliau bersabda,"Siapakah di antara mereka yang paling banyak menghafal Al-Qur`ān?"Bila ditunjukkan kepada beliau salah satunya maka beliau mendahulukannya di dalam liang lahad. (HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

اللَّحْدُ (al-laḥd): lahad; ceruk atau relung di sisi kubur di arah kiblat, tempat meletakkan mayat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Diperbolehkan pembuatan kubur dengan model lahad (ceruk ke samping) ataupun syaqq (lubang ke bawah) karena keduanya dilakukan di zaman Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi lahad lebih afdal.

2) Boleh mengubur dua atau tiga orang dalam satu kubur ketika dibutuhkan ataupun terpaksa.

3) Mendahulukan orang berilmu dan mulia dilakukan di masa hidup mereka dan setelah mereka meninggal; hal ini dikarenakan kemuliaan ilmu yang mereka emban dalam dada mereka.

6/353- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku bermimpi sedang bersiwak dengan sepotong kayu siwak. Tiba-tiba ada dua orang mendatangiku, salah satunya lebih tua dari yang lain. Aku memberikan kayu siwak itu kepada orang yang lebih muda. Lantas dikatakan kepadaku, 'Dahulukan yang lebih tua!' Aku pun memberikannya kepada yang lebih tua."(HR. Muslim dengan sanad bersambung dan Bukhari secara mu'allaq)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mempertimbangkan usia yang lebih tua, sehingga yang lebih tua harus didahulukan dalam pemberian sesuatu bila mereka ada di hadapan Anda.

2) Memulai dari kanan ketika orang-orang yang hadir terpencar di kanan dan kiri.

7/354- Abū Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara bentuk mengagungkan Allah -Ta'ālā- ialah menghormati orang muslim yang tua dan penghafal Al-Qur`ān dengan cara tidak berlebih-lebihan dan tidak pula lalai darinya, serta menghormati penguasa yang adil."(Hadis hasan; HR. Abu Daud)

Kosa Kata Asing:

إِجْلَالُ الله (ijlālullāh): mengagungkan Allah.

الغَالِيْ (al-gālī): berlebihan dan ekstrim.

الجَافِيْ (al-jāfī): meninggalkannya dan tidak mengamalkannya.

المُقْسِطُ (al-muqsiṭ): orang yang adil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memuliakan orang yang memiliki keutamaan atau lebih tua serta memuliakan mereka dalam majelis sebagai bentuk pengakuan terhadap keutamaan dan usia mereka.

2) Sikap guluw (berlebihan) dalam urusan adalah sebab kebinasaan, sikap jafā` (melalaikan) adalah bentuk kelalaian, sedangkan sikap pertengahan adalah sikap paling adil.

3) Agama Allah pertengahan antara orang yang guluw dan jafā`;semua orang yang komitmen pada Sunnah Nabi dan petunjuk sahabat dan generasi salaf dalam ucapan, perbuatan serta tingkah lakunya, maka dia akan diberikan taufik kepada sikap pertengahan.8/355- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhum-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil (di antara kami), dan tidak mengetahui kemuliaan orang yang tua (di antara kami)."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan Tirmizi.Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Dalam riwayat lainnya oleh Abu Daud, "... hak orang yang tua."

Kosa Kata Asing:

لَيْسَ مِنَّا (laisa minnā): ia tidak termasuk golong yang mengikuti sunah, petunjuk, dan jalan kami.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memulikan dan menghormati orang yang tua serta kasih sayang kepada anak yang kecil, dengan seperti itu urusan akan sempurna.

2) Orang beriman saling menyempurnakan satu sama lain dalam masyarakat muslim.

9/356- Maimūn bin Abi Syabīb -raḥimahullāh- meriwayatkan, bahwa seorang yang minta-minta lewat pada Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, lantas Aisyah memberinya sepotong roti. Setelah itu lewat seorang laki-laki yang berpakaian dan berpenampilan bagus, lantas Aisyah mengajaknya duduk. Kemudian orang itu makan. Aisyah ditanya mengenai sikapnya tersebut, maka dia menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Tempatkanlah manusia sesuai kedudukannya'."(HR. Abu Daud, tetapi Maimūn tidak bertemu dengan Aisyah) [8]

Hadis ini telah disebutkan oleh Muslim di awal kitab Ṣaḥīḥ-nya secara mu'allaq, dia berkata: Diriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami agar menempatkan manusia sesuai kedudukan mereka."Hadis ini disebutkan oleh Al-Ḥākim Abu Abdillāh dalam kitabnya Ma'rifah Ulūmil-Ḥadīṡ, dan dia berkata, "Ini hadis sahih."

Kosa Kata Asing:

كِسْرَةٌ (kisrah): sepotong roti.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk memperhatikan kedudukan dan posisi manusia tanpa ada kezaliman, melainkan sesuai tuntutan keadilan, sehingga orang yang berkedudukan tinggi tidak diturunkan dari posisinya dan yang berkedudukan rendah tidak diangkat melebihi kedudukannya.

2) Perbedaan tingkat manusia merupakan sunah ilahiah yang telah Allah -Ta'ālā- tetapkan sejak awal penciptaan.Adapun seruan kepada kesetaraan manusia dalam segala hal, maka ini adalah seruan jahiliah yang hampa dari pengetahuan yang benar dan pemahaman yang lurus.10/357- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, 'Uyainah bin Ḥiṣn datang lalu menginap di tempat keponakannya, Al-Ḥurr bin Qais. Dia termasuk salah seorang yang dekat dengan Umar -raḍiyallāhu 'anhu-, dan dahulu Umar mengangkat para penghafal Al-Qur'ān sebagai dewan majelis dan musyawarahnya, yang tua maupun yang muda. 'Uyainah berkata kepada keponakannya, "Wahai anak saudaraku, kamu adalah orang yang memiliki tempat pada Amīrul-Mu`minīn, maka mintalah izin kepadanya agar aku dapat menemuinya." Lantas keponakannya memintakan izin dan Umar mengizinkannya. Ketika 'Uyainah masuk, ia berkata, "Wahai Ibnul-Khaṭṭab! Demi Allah, engkau tidak memberi yang banyak kepada kami dan engkau tidak menetapkan hukum kepada kami dengan adil." Umar -raḍiyallāhu 'anhu- marah hingga berniat untuk memukulnya. Al-Ḥurr berkata kepada Umar, "Wahai Amīrul-Mu`minīn! Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,Berikanlah maaf, perintahkanlah untuk berbuat baik, dan berpalinglah dari orang-orang jahil.'Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang jahil." Demi Allah! Umar tidak mengabaikan ayat itu ketika dia membacanya, sebab Umar adalah orang yang sangat patuh terhadap Al-Qur`ān.(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يُدْنِيْهِمْ (yudnīhim): mendekatkan mereka.

هِيْ (hī): ucapan ancaman.

الجَزْلُ (al-jazl): murah dalam memberi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berbicara kepada setiap orang sesuai kedudukannya; tidak boleh berbicara kepada amir atau orang yang terpandang seperti berbicara kepada masyarakat umum.

2) Keutamaan Umar -raḍiyallāhu 'anhu- dalam pengagungannya terhadap ayat-ayat Allah; yaitu ketika mendengar ayat yang memerintahkan memberi maaf dan meninggalkan orang yang jahil dia langsung mengimplementasikannya dan memaafkan laki-laki tersebut. Maka, adakah orang yang akan meneladani Al-Fārūq -raḍiyallāhu 'anhu-?!

11/358- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- aku masih muda belia. Aku hafal apa yang disampaikan oleh Rasulullah. Tidak ada yang menghalangiku untuk ikut berbicara, kecuali karena di sana ada orang-orang yang lebih tua dariku."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menyampaikan sesuatu bila di antara yang hadir ada yang lebih berilmu ataupun lebih berumur.

2) Menghormati dan memuliakan orang yang tua termasuk yang harus diajarkan kepada anak kecil agar mereka tumbuh di atas adab mulia.

3) Pengetahuan kalangan junior sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang keutamaan para sahabat yang senior; yaitu mereka mengetahui bahwa mereka akan senantiasa ada di atas kebaikan selama ilmu datang kepada mereka dari kalangan senior.

Faedah Tambahan:

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Keberkahan bersama kalangan senior." (HR. Al-Ḥākim, dari Ibnu Abbās -raḍiyallāhu 'anhuma-)

Ini adalah manhaj Nabi yang harus ditempuh dalam segenap lini kehidupan, baik ilmiah maupun amaliah. Orang yang lebih besar dalam hal ilmu dan umur harus didahulukan di atas yang lebih rendah. Tidaklah keadaan kita hari ini lemah dan tak menentu kecuali setelah kita kehilangan manhaj agung ini. Yaitu orang-orang yang junior mengambil alih kendali dengan menyisihkan yang senior.Semoga Allah meridai Al-Fārūq Umar bin Al-Khaṭṭāb manakala dia berkata, "Aku telah tahu kapan manusia baik dan kapan mereka rusak. Jika ilmu datang dari kalangan junior maka akan ditentang oleh senior. Dan jika ilmu datang dari kalangan senior maka akan diikuti oleh junior, sehingga mereka semua mengikuti petunjuk."(Riwayat Ibnu 'Abdil-Barr dalam Jāmi' Bayānil-'Ilmi wa Faḍlihi)12/359- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang pemuda menghormati yang lanjut usia karena umurnya, melainkan Allah menetapkan baginya orang yang akan menghormatinya ketika dia sudah tua."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya garīb) [9]

Kosa Kata Asing:

قيَّض (qayyaḍa): menetapkan, menakdirkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memuliakan para tetua kaum muslimin lantaran usia tua mereka dan mereka lebih dulu beriman. Maka, memuliakan mereka dilihat dari dua sisi ini.

2) Balasan sejenis dengan perbuatan, dan kebaikan tidak akan hilang walaupun sedikit.

3) Anjuran mempelajari adab-adab agama yang diajarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa ālihi wa sallam-, di antaranya memuliakan orang yang tua.

 45- BAB BERKUNJUNG KEPADA ORANG-ORANG BAIK, BERGAUL DAN BERTEMAN DENGAN MEREKA,

SERTA MEMINTA KUNJUNGAN DAN DOA MEREKA, DAN MENGUNJUNGI TEMPAT-TEMPAT MULIA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.'”Hingga firman Allah -Ta'ālā-:"Musa berkata kepadanya, 'Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?'”(QS. Al-Kahf: 60-66)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Janganlah kamu mengusir orang-orang yang berdoa kepada Tuhannya di pagi dan petang hari, sedangkan mereka sangatlah mengharapkan keridaan-Nya."(QS. Al-Kahf: 28)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran agar bersilaturahmi kepada orang-orang baik, yaitu orang-orang berilmu, beriman, dan saleh.

2) Bersabar dan menahan diri dalam rangka berteman dengan orang-orang saleh adalah wasiat Allah -Ta'ālā- kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

1/360- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, "Mari kita pergi berkunjung ke rumah Ummu Aiman -raḍiyallāhu 'anhā- sebagaimana dulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengunjunginya." Ketika keduanya sampai, Ummu Aiman menangis. Keduanya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis? Tidak tahukah engkau bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Ummu Aiman menjawab, "Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit." Ummu Aiman pun membuat keduanya terharu, sehingga keduanya ikut menangis bersamanya.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أُمُّ أَيْمَن (Ummu Aiman): mantan budak perempuan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sekaligus pengasuh beliau di masa kecilnya, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerdekakannya ketika beliau telah beranjak tua.

فَهَيَّجَتْهُمَا (fahayyajathumā): dia membuat keduanya terharu untuk menangis.

Pelajaran dari Hadis:

1) Upaya para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam segala hal, bahkan sampai dalam hal kunjungan beliau kepada orang-orang yang berhak dikunjungi.

2) Pengagungan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap wahyu (Al-Qur`ān dan Sunnah), yaitu mereka menangis karena wahyu terhenti.Lalu mengapa orang-orang yang menelantarkan dan meninggalkannya tidak menangis?!

3) Menangis karena merasa sedih dengan alasan berpisah dengan orang-orang saleh dan terputusnya kebaikan bukan termasuk meratap yang diharamkan.

4) Anjuran melakukan kunjungan kepada orang-orang baik karena ini termasuk hak persaudaraan di antara orang beriman.

2/361- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Ada seorang laki-laki mengunjungi saudaranya di kampung lain. Lalu Allah -Ta'ālā- mengutus seorang malaikat untuk menunggu di jalan yang dilaluinya. Ketika laki-laki itu bertemu dengannya, dia bertanya, 'Engkau mau kemana?' Orang itu menjawab, 'Aku ingin menemui saudaraku di kampung ini.' Malaikat bertanya, 'Apakah ada satu kebaikan yang ingin engkau dapatkan padanya?' Orang itu menjawab, 'Tidak. Hanya saja aku mencintainya karena Allah -Ta'ālā-.' Malaikat itu berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah (untuk mengabarkan) kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah."(HR. Muslim)Dikatakan: أَرْصَدَه لِكَذا, artinya: dia ditugaskan untuk menjaganya.المَدْرَجَةُ (al-madrajah), dengan memfatahkan "mīm" dan "rā`", artinya: jalan. Dan makna تَرُبُّهَا (tarubbuhā): mengerjakannya serta berusaha memperbaikinya.3/362- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, seorang penyeru akan berseru, 'Bagus hidupmu, dan bagus perjalananmu, serta engkau akan mendapatkan satu rumah di surga.'"(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadisnya hasan." Di sebagian manuskrip disebutkan, "Hadisnya garīb")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berkunjung ke saudara seiman karena Allah, karena persaudaraan iman lebih tinggi daripada ikatan darah, nasab, dan kepentingan duniawi.

2) Keutamaan saling mencintai dan saling mengunjungi karena Allah; Siapa yang mencintai karena Allah sungguh dia telah tulus mencintai Rabb-nya.

3) Saling mengunjungi karena Allah adalah sebab masuk surga dan mendapatkan pahala melimpah.

4) Motivasi agama pada setiap yang akan mendatangkan kasih sayang di antara saudara seperti saling berhubungan baik dan mengunjungi.

4/363- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya perumpamaan teman bergaul yang saleh dan teman bergaul yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi, antara dia akan memberimu atau engkau yang akan membeli darinya, atau paling tidak engkau mendapatkan aroma yang wangi. Sedangkan pandai besi, antara dia akan membakar pakaianmu atau engkau akan mendapatkan aroma tidak sedap."(Muttafaq ‘Alaih)

يُحْذِيكَ (yuḥżīka): memberimu.

Kosa Kata Asing:

الكِيْرُ (al-kīr): alat yang digunakan oleh pandai besi untuk meniup api.

تَبْتَاعُ (tabtā'): membeli.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perumpamaan-perumpamaan yang ada dalam hadis Nabi merupakan bagian dari metode pengajaran untuk lebih memahamkan sesuatu yang bersifat maknawi (abstrak) kepada pendengar.

2) Larangan berteman dengan orang-orang yang buruk dan pelaku kejahatan karena berteman dengan mereka dapat merusak agama dan dunia.

3) Anjuran untuk mencari teman yang saleh karena perumpamaan mereka seperti penjual minyak wangi yang Anda tidak akan dapatkan darinya kecuali kebaikan.

5/364- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Perempuan dinikahi karena empat alasan: karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang agamais, niscaya engkau akan beruntung."(Muttafaq ‘Alaih)

Maksudnya: bahwa umumnya manusia menginginkan empat perkara ini pada perempuan. Maka bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan wanita yang taat beragama dan untuk hidup bersamanya.

Kosa Kata Asing:

تَرِبَتْ يَدَاكَ: ungkapan ini biasa diucapkan oleh kalangan Arab untuk menganjurkan sesuatu, dan maknanya adalah mendoakannya kebaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sebaik-baik perkara yang dicari oleh laki-laki yang melamar pada perempuan yang ingin dinikahinya adalah agama, karena perempuan yang seperti ini akan membantunya dalam agamanya, menjaga amanahnya, dan merawat anak-anaknya.

2) Pernikahan yang paling diberkahi adalah yang dibangun di atas fondasi agama.

6/365- Ibnu Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepada Jibril -'alaihissalām-,"Apa yang menghalangimu untuk mengunjungi kami lebih sering dari biasanya?" Maka turunlah ayat ini:"Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada di hadapan kita, yang ada di belakang kita dan segala yang ada di antara keduanya, dan sekali-kali Tuhanmu tidak lupa."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran meminta orang-orang baik untuk berkunjung ke rumah Anda supaya Anda mendapatkan manfaat lewat persahabatan dengan mereka.

2) Besarnya cinta Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Jibril -'alaihissalām- karena dia datang dengan membawa wahyu yang berisikan petunjuk dan cahaya iman.

3) Malaikat tidak akan bertindak dan tidak pula turun ke bumi kecuali dengan adanya perintah Allah. Demikian juga keadaan hamba yang beriman, dia tidak bertindak dalam perkara-perkara agama kecuali setelah mengetahui hukum Allah -Ta'ālā- dan hukum Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalamnya agar urusannya mengikuti perintah Allah dan perintah Rasul-Nya.

7/366- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang beriman dan janganlah ada yang memakan makananmu selain orang yang bertakwa!"

(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad lā ba`sa bih/hasan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan keras dari berteman dan bersahabat dengan orang kafir dan jahat, serta larangan memuliakan mereka walaupun dengan makan dan minum bersama.

2) Perintah berteman dan bergaul dengan orang-orang beriman yang bertakwa; ini adalah wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang wajib dijaga.

8/367- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah kalian memperhatikan siapa yang dijadikan sebagai teman dekat."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih, Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan")

Kosa Kata Asing:

الخَلِيْلُ (al-khalīl): teman dan sahabat dekat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus berteman dengan orang-orang yang baik, karena pergaulan memiliki pengaruh yang nyata dalam perilaku manusia.

2) Seseorang akan bertambah imannya ketika berteman dengan orang-orang beriman, sebaliknya akan berkurang ketika berteman dengan orang-orang fasik. Karena teman biasanya akan menarik kita, antara menarik kepada kebaikan atau kepada keburukan. Dan juga karena pergaulan akan melahirkan kesamaan.

9/368- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam sebagian riwayat dia berkata, Ada yang bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Seseorang mencintai suatu kaum sementara dia tidak mampu menyusul perbuatan mereka?" Nabi menjawab,"Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang muslim harus mencintai orang-orang bertakwa agar bisa bersama mereka karena seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dia cintai.

2) Cinta karena Allah adalah ketaatan, dengannya seseorang akan bisa mendapatkan ketaatan yang luput darinya ataupun yang tidak sempurna dia kerjakan.

3) Perbedaan tingkat ibadah orang-orang beriman tidak menghalangi orang yang kurang ibadahnya untuk menyusul orang yang banyak ibadahnya karena mereka digabungkan oleh fondasi saling mencintai atas dasar iman, dan itu adalah ibadah hati yang paling tinggi.

4) Keutamaan mencintai orang-orang saleh dari kalangan ahli ilmu dan ahli agama, terutama para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan generasi salaf. Sungguh, kebahagiaan besar diperuntukkan kepada orang-orang yang membela dan mencintai mereka, dan kesengsaraan diperuntukkan pada orang yang memusuhi dan membenci mereka.

10/369- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang badui bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Kapan waktu terjadinya kiamat?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apa yang telah engkau siapkan untuk kiamat?" Orang itu menjawab, "Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau bersabda,"Engkau akan bersama orang yang engkau cintai."

(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, "Saya tidak mempersiapkan banyak puasa, salat, maupun sedekah untuk itu. Tetapi, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya."

11/370- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seseorang datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya bertanya, "Ya Rasulullah! Bagaimanana pendapatmu tentang orang yang mencintai suatu kaum sementara dia tidak mampu menyusul perbuatan mereka?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seharusnya seorang hamba mengintrospeksi diri, apakah aku telah beramal? Apakah aku telah kembali kepada Allah? Apakah aku telah bertobat? Ini yang penting. Bukan menunggu kematian tanpa amal perbuatan!

2) Sikap bijaksana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika menjawab penanya? Yaitu beliau hanya menunjukinya sesuatu yang penting baginya dan yang akan menyelamatkannya, yaitu mempersiapkan diri kepada akhirat dengan sesuatu yang bermanfaat.

3) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- merahasiakan ilmu tentang waktu kiamat dari semua makhluk agar manusia tetap siap dan sedia untuk bertemu Allah:"Jangan sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Āli 'Imrān: 102)Apabila seseorang telah mati, maka kiamatnya telah terjadi.

4) Mencintai Allah dan taat kepada-Nya serta mencintai Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan taat kepada beliau merupakan ketaatan yang paling utama dan paling sempurna yang akan menyelamatkan hamba ketika di dunia dan di hari Kiamat.

Faedah Tambahan:

Dalam sebagian riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan:Anas berkata, "Sesungguhnya aku mencintai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Abu Bakar, dan Umar. Aku berharap bisa bersama mereka karena cintaku kepada mereka, sekalipun aku tidak mampu beramal seperti amalan mereka."

Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- telah berkata dalam kitabnya, Al-Lāmiyyah,

Mencintai sahabat semuanya adalah mazhabku  dengan mencintai ahli bait aku bertawasul

Bagi semua mereka kedudukan dan keutamaan yang tinggi  tetapi Aṣ-Ṣiddīqlah yang paling afdal di antara mereka.

12/371- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Manusia ibarat logam berharga seperti emas dan perak; orang-orang terbaik pada masa jahiliah adalah yang terbaik setelah masa Islam jika mereka berilmu. Ruh-ruh manusia bagaikan tentara yang berkelompok-kelompok; ruh yang saling kenal akan bersatu, dan yang tidak saling kenal maka akan berpisah."(HR. Muslim)

Bukhari juga meriwayatkan hadis Nabi: "Ruh-ruh manusia ..." dari riwayat Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-.

Kosa Kata Asing:

فَقِهُوا (faqihū): mereka berilmu dan memahami apa yang datang dari Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kepada hamba agar berusaha memperbaiki dirinya serta menyempurnakan kebaikan yang ada dalam dirinya.

2) Ilmu dan pemahaman agama merupakan media paling besar untuk menyucikan jiwa manusia;"Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)." (QS. Asy-Syams: 9)

3) Ruh akan saling kenal sesuatu tabiat yang Allah ciptakan padanya. Tetapi wajib hukumnya menyucikan jiwa agar dia cinta dan bersahabat dengan orang-orang mukmin yang saleh, dan agar dia menjauh serta lari dari orang-orang kafir dan fasik.

13/372- Usair bin 'Amr (dengan menḍamahkan "hamzah" dan memfatahkan "sīn"), yang juga dikenal dengan nama Ibnu Jābir, dia bercerita, Dahulu bila Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- kedatangan pasukan bantuan dari penduduk Yaman dia selalu bertanya, "Apakah di antara kalian ada Uwais bin 'Āmir?" Sampai dia berhasil bertemu Uwais -raḍiyallāhu 'anhu-. Umar berkata kepadanya, "Apakah engkau Uwais bin 'Āmir?" Uwais menjawab, "Ya, benar." Umar berkata, "Apakah engkau berasal dari kabilah Murād, anak kabilah Qarn?" Dia menjawab, "Ya." Umar bertanya lagi, "Engkau dulu mengidap penyakit belang, kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar dirham?" Dia menjawab, "Ya." "Engkau memiliki ibu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya." Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Akan datang kepada kalian Uwais bin 'Āmir bersama pasukan bantuan dari penduduk Yaman. Dia dari kabilah Murād, anak kabilah Qarn. Dia pernah mengidap penyakit belang, kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar dirham. Dia memiliki ibu dan dia berbakti kepadanya. Seandainya dia bersumpah kepada Allah pasti Allah mewujudkan untuknya. Jika engkau bisa (memintanya) agar dia memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.'Umar melanjutkan, "Maka, mohonkanlah ampunan untukku." Lantas Uwais memohonkan ampunan untuk Umar. Lalu Umar berkata kepadanya, "Engkau akan ke mana?" Uwais menjawab, "Kufah." Umar berkata, "Maukah aku tuliskan untukmu surat kepada gubernurnya?" Uwais menjawab, "Aku lebih senang tetap bersama orang-orang miskin yang tidak dikenal.” Pada tahun berikutnya, salah seorang pemuka penduduk Kufah berhaji lalu bertemu dengan Umar, dan Umar menanyakan Uwais kepadanya. Laki-laki itu menjawab, “Aku meninggalkannya dalam keadaan sangat miskin; perabot rumahnya usang dan dan hartanya sedikit.” Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Akan datang kepada kalian Uwais bin 'Āmir bersama pasukan bantuan dari penduduk Yaman. Dia dari kabilah Murād, anak kabilah Qarn. Dia pernah mengidap penyakit belang, kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar dirham. Dia memiliki ibu dan dia berbakti kepadanya. Seandainya dia bersumpah kepada Allah pasti Allah mewujudkan untuknya. Jika engkau bisa (memintanya) agar dia memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.'Kemudian laki-laki itu mendatangi Uwais, lalu berkata, “Mohonkanlah ampunan untukku.” Uwais berkata, “Justru engkau baru saja menempuh perjalanan ibadah. Mohonkanlah ampunan untukku.” Uwais bertanya, “Apakah engkau bertemu Umar?” Laki-laki itu menjawab, “Ya.” Lantas Uwais memintakan ampunan untuknya. Setelah itu orang-orang mengenalnya (dan berbondong-bondong mendatanginya). Sehingga dia pergi menghilang (dari Kufah).(HR. Muslim)Dalam riwayat Muslim yang lain, juga dari Usair bin Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa penduduk Kufah datang sebagai utusan kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhu-. Di antara mereka ada seseorang yang selalu mengolok-olok Uwais. Umar bertanya, “Apakah di sini ada seseorang dari kabilah Qarn?” Orang itu pun maju. Umar berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,Sesungguhnya ada seorang yang akan datang pada kalian dari Yaman, namanya Uwais. Dia tidak meninggalkan di Yaman selain ibunya. Dia dulu mengidap penyakit belang, lalu dia berdoa kepada Allah -Ta'ālā-, dan Allah menyembuhkannya kecuali bagian sebesar dinar atau dirham. Siapa yang di antara kalian bertemu dengannya, maka mintalah agar dia memohonkan ampunan untuk kalian'.”Juga dalam riwayat Muslim lainnya, dari Umar -raḍiyallāhu 'anhu- dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Sungguh, sebaik-baik tabiin adalah seseorang yang bernama Uwais. Dia memiliki seorang ibu, dan dia dulu pernah mengidap penyakit belang. Mintalah kepadanya supaya dia bersedia memohonkan ampunan untuk kalian!'”Frasa "غَبراء النَّاس" (gubarā` an-nās), dengan memfatahkan "gain" dan mensukunkan "bā`", setelahnya ada mad, artinya: orang-orang fakir, tidak punya harta, dan tidak dikenal oleh orang-orang sepergaulannya.الأَمدادُ (al-amdād), bentuk jamak dari "مَدَدٍ" (madad), yaitu pasukan bantuan bagi kaum muslimin dalam jihad.

Kosa Kata Asing:

مَوْضِعَ دِرْهَمٍ (mauḍi' dirhamin): ukuran yang kecil seukuran dirham.

لَأبَرَّهُ (la`abarrahu): kalau dia bersumpah kepada Allah pada suatu urusan niscaya Allah akan mewujudkan sumpahnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya keutamaan Uwais bin 'Āmir Al-Qarniy -raḥimahullāh-; yaitu dia adalah sebaik-baik tabiin, sebagaimana Aṣ-Ṣiddīq Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- adalah sebaik-baik sahabat.

2) Boleh meminta doa kepada orang saleh, walaupun yang meminta lebih afdal dari tempatnya meminta doa, dan juga memanfaatkan doa orang yang diharapkan dikabulkan karena ilmu dan kesalehannya. Ini termasuk jenis tawasul yang dibenarkan oleh agama.

3) Berbakti kepada kedua orang tua adalah sebab terkabulnya doa serta adanya taufik Allah kepadanya.

4) Tawaduknya Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- serta antusiasmenya kepada kebaikan, padahal waktu itu dia adalah khalifah kaum muslimin. Semoga Allah merahmati dan meridai Ibnul-Khaṭṭāb. Dia telah mengalahkan orang yang datang setelahnya!

14/373- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku meminta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk melaksanakan umrah. Beliau pun memberiku izin dan bersabda,"Wahai Saudaraku! Janganlah engkau melupakan kami dalam doamu."Lantas beliau menyebutkan sebuah perkataan, aku tidak akan menukarnya dengan dunia."Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau bersabda, "Wahai Saudaraku! Sertakanlah kami dalam doamu!"(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan Tirmizi, Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan sahih") [10]

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa seorang musafir sangat mustajab. Hendaklah orang yang beriman antusias mencari waktu-waktu mustajabnya doa.

2) Diperbolehkan meminta doa dari orang saleh, jika maksud orang yang minta adalah untuk memberi manfaat kepada orang yang berdoa, yaitu agar dia mendapatkan yang semisal dengan doanya. Ini berdasarkan hadis yang sahih bahwa orang yang berdoa untuk saudaranya maka malaikat berkata, "Bagimu yang semisalnya."

15/374- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhuma- meriwayatkan, "Dahulu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengunjungi Masjid Qubā` dengan berkendara dan berjalan kaki, lalu salat dua rakaat di sana."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa datang ke Masjid Qubā` setiap hari Sabtu dengan berkendara dan berjalan kaki. Dan dahulu Ibnu Umar pun melakukan hal itu."

Kosa Kata Asing:

قُبَاء (Qubā`): yaitu Masjid Qubā`, terletak di salah satu distrik Kota Madinah, kurang lebih sejauh 3 km dari Masjid Nabawi. Masjid inilah yang menjadi sebab turunnya ayat:"Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berkunjung ke Masjid Qubā` untuk meneladani perbuatan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Antusiasme Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- untuk meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beginilah keadaan orang beriman yang mendapat taufik; dia akan berusaha untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Terdapat beberapa hadis tentang keutamaan Masjid Qubā`, di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Umāmah, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersuci di rumahnya kemudian datang ke Masjid Qubā` lalu melakukan salat di dalamnya, maka dia akan mendapatkan semisal pahala umrah."(HR. Ahmad dengan sanad yang sahih)

Al-Ḥāfiẓ Ibnu Kaṡīr -raḥimahullāh- berkata dalam Tafsirnya,

"Allah menganjurkan kepada Nabi-Nya agar mengerjakan salat di Masjid Qubā` yang sejak hari pertama pembangunannya dibangun di atas ketakwaan... Oleh karena itu, Allah berfirman,Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya.' (QS. At-Taubah: 108). Konteks ayat ini berbicara tentang Masjid Qubā`...Bahkan sebagian salaf menegaskan bahwa maksudnya ialah Masjid Qubā`...Tetapi, disebutkan dalam hadis yang sahih: bahwa Masjid Rasulullah (Masjid Nabawi) yang ada di tengah Kota Madinah itulah masjid yang didirikan di atas ketakwaan. Ini benar. Namun, tidak ada kontradiksi antara ayat dan hadis ini. Karena, jika Masjid Qubā` didirikan di atas ketakwaan sejak hari pertama, maka Masjid Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih utama dan lebih pantas seperti itu."

 46- BAB KEUTAMAAN DAN ANJURAN CINTA KARENA ALLAH, UCAPAN CINTA KEPADA ORANG YANG DICINTAI, DAN JAWABAN KEPADA ORANG YANG MENGUCAPKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka."[(QS. Al-Fatḥ: 29, hingga akhir ayat)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka."(QS. Al-Ḥasyr: 9)

Pelajaran dari Ayat:

1) Saling cinta di antara orang-orang beriman adalah tanda ketulusan iman dan konsekuensi persaudaraan karena Allah.

2) Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling cinta kepada makhluk dan paling bermanfaat kepada hamba-hamba Allah -Ta'ālā-.

1/375- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Ada tiga perkara, Siapa yang memilikinya niscaya dia merasakan manisnya iman. Yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lain, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan benci kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam neraka."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Cinta kepada Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikuti dan sekaligus lahir dari cinta kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, berdasarkan sabda Rasulullah dalam hadis di atas: "Allah dan Rasul-Nya", beliau tidak mengatakan: kemudian Rasul-Nya.

2) Rasa manisnya iman adalah dengan merasakan nikmatnya ketaatan dan senang kepadanya serta mendahulukannya di atas hawa nafsu.

2/376- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tujuh golongan orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Yaitu: penguasa yang adil,pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah,orang yang hatinya terpaut dengan masjid,dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka bertemu dan berpisah karena Allah,orang yang diajak berzina oleh perempuan mulia nan cantik lalu dia mengatakan: aku takut kepada Allah,orang yang memberi sedekah dan dia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya,dan orang yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu mengucur air matanya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

سَبْعَةٌ (tujuh): bukan bermakna tujuh orang menurut hakikat bilangan, tetapi maksudnya tujuh golongan/kelompok; dari setiap golongan terdapat sejumlah orang yang tidak diketahui banyaknya kecuali oleh Allah -'Azza wa Jalla-.

الإِمَامُ (penguasa): orang yang mengurus berbagai urusan kaum muslimin.

تَفَرُّقًا عَلَيْهِ (berpisah karena Allah): yaitu berpisah badan karena suatu perjalanan atau kematian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang-orang yang saling mencintai karena Allah, ikatan cinta mereka tidak akan diputuskan oleh urusan dunia dan tidak akan dipisahkan oleh kematian.

2) Makna yang benar tentang cinta karena Allah adalah bahwa cinta tersebut tidak dibangun di atas kepentingan dunia yang apabila kepentingan tersebut hilang atau berkurang cinta juga menjadi hilang.

3/377- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- berfirman pada hari Kiamat, 'Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku menaungi mereka dalam naungan-Ku ketika tidak ada naungan selain naungan-Ku'."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan mencintai karena Allah serta anjuran kepada orang-orang beriman supaya saling mencintai karena Allah -Ta'ālā-.

2) Balasan sesuai jenis perbuatan; yaitu orang yang mengedepankan cinta kepada Allah di atas hawa nafsu serta dia lelah di dalam ketaatan, maka Allah -Ta'ālā- akan mengutamakannya pada naungan di hari Kiamat.

4/378- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak sempurna iman seorang hamba sampai dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana yang dia cintai untuk dirinya.

2) Di antara sebab saling mencintai adalah menghidupkan salam di tengah-tengah saudara seIslam, yaitu memberi salam kepada siapa pun yang dia jumpai di antara kaum muslimin, baik dia mengenalnya maupun tidak.

3) Wajib atas seorang hamba untuk mengerjakan semua faktor yang akan melahirkan cinta dan kasih sayang di antara kaum muslimin.

4) Ucapan salam tidak diberikan kecuali kepada orang Islam; berdasarkan sabda Nabi -'alaihiṣ-ṣalātu was-sallām-: "di antara kalian", sehingga tidak boleh memulai salam kepada orang kafir.

5/379- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di desa lain. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk menunggunya di jalan yang dia lalui...Dia membawakan hadis ini sampai di ucapan:"... bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah."(HR. Muslim, dan telah dibawakan di bab sebelumnya)

Kosa Kata Asing:

مَدْرَجَتِهِ (madrajatihi): jalannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang mencintai orang beriman maka Allah -Ta'ālā- akan mencintainya.

2) Keuntungan terbesar yang didapatkan oleh seorang hamba yaitu meraih cinta Allah -Ta'ālā- kepadanya. Sehingga keuntungan yang paling besar adalah ketika Allah -Ta'ālā- mencintai hamba-Nya karena dia mengikuti dan meneladani Rasulullah. Bukan urusan hamba itu mencintai Rabb-nya dengan klaim semata;"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu.'" (QS. Āli 'Imrān: 31)6/380- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda tentang orang-orang Anṣār,"Tidaklah mencintai mereka kecuali orang beriman, dan tidak membenci mereka kecuali orang munafik. Siapa yang mencintai mereka niscaya Allah mencintainya, dan siapa yang membenci mereka niscaya Allah membencinya."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mencintai orang-orang Ansar adalah bagian dari keimanan, sedangkan membenci mereka adalah bagian dari cabang kemunafikan dan kekafiran; karena merekalah yang membela Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kaum Muhajirin. Semoga Allah meridai mereka semuanya.

2) Mencintai dan membela wali Allah adalah sebab Allah mencintai hamba-Nya.

Faedah Tambahan:

Imam Aṭ-Ṭaḥāwiy -raḥimahullāh- berkata,"Kita (Ahli Sunnah) mencinta sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kita tidak berlebihan dalam mencintai sebagian mereka dan tidak berlepas diri dari sebagian yang lain. Kita membenci orang yang membenci mereka dan yang menyebut mereka dengan sebutan yang buruk. Kita tidak menyebut mereka kecuali dengan yang baik. Mencintai mereka adalah bagian dari agama, iman, dan ihsan. Sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan kezaliman."7/381- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah berfirman, 'Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat iri para nabi dan orang-orang yang syahid.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

يَغْبِطُهُمُ (yagbiṭuhum): berharap seandainya dia mendapatkan kedudukan dan kemuliaan semisal mereka tanpa mengharapkan hilangnya kedudukan dan kemuliaan tersebut dari mereka. Inilah yang disebut hasad jenis gibṭah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan kedudukan yang besar dan tempat yang mulia; yaitu mereka berada di atas cahaya di dunia dan akan mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya di hari Kiamat.

2) Berlomba dalam kebaikan adalah jalannya orang-orang beriman yang tulus.

8/382- Abu Idrīs Al-Khaulāniy -raḥimahullāh- berkata: Aku pernah masuk Masjid Damaskus, ternyata ada seorang pemuda yang murah senyum, dan orang-orang mengerumuninya; apabila mereka berbeda pendapat, mereka menyerahkan dan meminta pertimbangannya lalu melaksanakannya. Lantas aku bertanya tentang orang itu. Ada yang menjawab, "Dia adalah Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu-." Keesokan harinya, pagi-pagi aku datang ke masjid tetapi dia telah datang lebih pagi dariku. Aku mendapatinya sedang salat. Lantas aku menunggunya sampai dia menyelesaikan salatnya. Lalu aku mendekatinya dari arah depan. Aku mengucapkan salam lalu berkata, "Demi Allah! Aku mencintaimu karena Allah." Dia berkata, "Apakah benar, karena Allah?" Aku menjawab, "Ya, karena Allah." Dia bertanya, "Apakah benar, karena Allah?" Aku menjawab, "Ya, karena Allah." Lantas dia menarik ujung selendangku dan mendekatkanku kepadanya. Dia berkata, "Bergembiralah! Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Kecintaan-Ku pasti diperoleh oleh orang yang saling mencintai karena-Ku, saling berkumpul karena-Ku, saling mengunjungi karena-Ku, dan saling memberi karena-Ku.'"(Hadis sahih; HR. Malik dalam Al-Muwaṭṭa` dengan sanad sahih)

Kata: "هَجَّرْتُ" (hajjartu) maksudnya: aku pergi dengan segera; yaitu dengan mentasydidkan "jīm". Kalimat: (آلله، فَقُلْتُ: الله), yang pertama dengan "hamzah" yang bermad yang menunjukkan pertanyaan, sedangkan yang kedua tanpa mad.

Kosa Kata Asing:

بَرَّاقُ الثَّنَايَا: giginya mengkilat, tidak terlihat kecuali tersenyum.

صدَرُوا عَنْ رَأْيِهِ: mereka berkonsultasi kepadanya dan mengamalkannya.

المُتبَاذِلِينَ فِيَّ: orang-orang yang saling bantu dan saling memberi karena-Ku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar orang yang mencintai memberi tahu orang yang dicintainya dengan mengatakan: aku mencintaimu karena Allah.

2) Di antara adab menemui orang lain karena suatu keperluan agar datang dari arah depannya supaya dia tidak terkejut.

3) Masyarakat harus memiliki orang berilmu yang akan membimbing mereka kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sebagai tempat mereka bertanya dan berkonsultasi.

4) Menjelaskan besarnya keutamaan cinta karena Allah yang akan melahirkan sikap saling mengunjungi, saling membantu, dan saling menolong, di mana kesemuanya adalah bentuk pertalian yang akan menguatkan tali cinta karena Allah.

9/383- Abu Karīmah Al-Miqdām bin Ma'dī Karib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Jika seseorang mencintai saudaranya, hendaklah ia memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang mencintai saudaranya karena Allah hendaklah dia memberitahukan hal itu kepadanya; ini termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Pemberitahuan seseorang kepada saudaranya bahwa dia mencintainya karena Allah adalah sarana memperkuat persaudaraan, meningkatkan keakraban, dan memperkukuh tali kasih sayang.

10/384- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggandeng tangannya dan bersabda,"Wahai Mu'āż! Demi Allah! Sungguh aku mencintaimu. Kemudian, aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'āż, jangan sekali-kali engkau tinggalkan di akhir setiap salat membaca, 'Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu serta beribadah dengan baik kepada-Mu)."(Hadis sahih; HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ: di akhir setiap salat fardu, sebelum salam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Termasuk Sunnah, ketika Anda mencintai seseorang untuk mengatakan kepadanya: aku mencintaimu.

2) Besarnya keutamaan Mu'āż bin Jabar -raḍiyallāhu 'anhu- karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengkhususkannya dengan wasiat khusus ini lantaran kecintaan beliau kepadanya.

3) Anjuran merutinkan doa ini di dalam salat sebelum salam.

Faedah Tambahan:

Para ulama berkata, "Hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang menyebutkan (دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ/di akhir setiap salat) hendaknya dilihat konteksnya; jika terkait pujian dan zikir seperti tasbīḥ, taḥmīd, dan takbīr, maka momen membacanya adalah setelah salat.Tetapi bila terkait doa, seperti hadis Mu'āż ini, maka momen membacanya adalah sebelum salam."

Al-'Allāmah Ibnul Qayyim -raḥimahullāh- berkata,

"Secara umum... tidak diragukan, bahwa mayoritas doa yang beliau baca dan yang beliau ajarkan kepada Aṣ-Ṣiddīq adalah doa dalam salat. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Mu'āż bin Jabal: "Jangan lupa membaca di setiap akhir salat..." Kata akhir salat "dubur aṣ-ṣalāh" maksudnya akhir salat sebelum salam... Juga, kadang maksudnya setelah salam, seperti dalam sabda beliau: "Agar kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid kepada Allah di akhir setiap salat..."

Beliau juga berkata, "Dubur aṣ-ṣalāh (akhir salat) berpotensi memiliki makna sebelum salam dan juga setelah salam."

(Zādul-Ma'ād fī Hadyi Khairil-'Ibād)

11/385- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki yang sedang berada di sisi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tiba-tiba ada orang yang melintas. Laki-laki itu berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku mencintai orang itu." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Apakah engkau sudah memberitahukan kepadanya tentang itu?" Dia menjawab, "Belum." Beliau bersabda, "Beri tahukan kepadanya!" Lantas orang itu menyusulnya dan berkata, "Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah." Orang itu menjawab, "Semoga Allah yang engkau mencintaiku karena-Nya mencintai dirimu." (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberi tahu seseorang bahwa Anda mencintainya akan memperkuat hubungan persaudaraan dan meningkatkan keakraban.

2) Siapa yang diberitahukan oleh saudaranya bahwa dia mencintainya hendaklah dia mengabarkannya serta mendoakannya dengan doa: Aḥabbakallāh al-lażī aḥbabtanī lahu (Semoga Allah yang engkau mencintaiku karena-Nya mencintai dirimu).

3) Tidak ada suatu kebaikan kecuali telah ditunjukkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini, di antaranya beliau mengajarkan mereka cara agar mereka saling mencintai dan cara agar cinta tersebut dapat bertambah.Maka, di manakah sebagian kaum muslimin hari ini dari petunjuk Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam?

 47- BAB TANDA ALLAH MENCINTAI HAMBA SERTA ANJURAN UNTUK BERPERANGAI DENGANNYA DAN MENGUSAHAKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Āli 'Imrān: 31)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, mereka bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui."(QS. Al-Mā`idah: 54)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ayat yang pertama:"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu,'"dinamakan ayat ujian; karena dengannya orang yang mengklaim cinta kepada Allah diuji, yaitu dilihat jika dia mengikuti Rasulullah -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- maka itu menunjukkan kebenaran klaimnya.

2) Bila Allah -Ta'ālā- mencintai hamba-Nya maka dengan sebab cinta tersebut dia akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

3) Siapa yang berpaling dari mencintai Allah -Ta'ālā- dan meninggalkan ibadah kepada-Nya maka Allah akan menggantinya dengan orang yang lebih pantas mendapatkan cinta-Nya.

1/386- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -Ta'ālā- telah berfirman, "Siapa yang memusuhi wali-Ku, Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri dengan sesuatu yang lebih Aku sukai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku akan terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia pergunakan mendengar, sebagai penglihatannya yang ia pergunakan melihat, sebagai tangannya yang ia pergunakan berbuat, dan sebagai kakinya yang ia pergunakan berjalan. Jika dia meminta pada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika dia memohon perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya."(HR. Bukhari)Makna "آذَنْتُهُ" (āżantuhu): Aku mengumumkan kepadanya bahwa Aku memeranginya.Kata "اسْتَعَاذَني" (ista'āżanī), juga diriwayatkan dengan "bā`" dan dengan "nūn" (اِسْتَعَاذَ بِيْ: ista'āża bī).

Kosa Kata Asing:

وليّاً (waliyyan): wali, yaitu orang yang beriman dan bertakwa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ibadah fardu lebih Allah cintai daripada ibadah sunah; semua yang lebih wajib dalam syariat maka lebih dicintai oleh Allah -Ta'ālā-.

2) Di antara sarana untuk meraih cinta Allah adalah memperbanyak ibadah-ibadah sunah.

3) Istikamah adalah buah dari ketaatan, sehingga menjaga ibadah-ibadah yang Allah -Ta'ālā- wajibkan serta menjaga yang sunah akan membuahkan keistikamahan dalam ucapan, perbuatan, dan semua keadaan.

2/387- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Jika Allah -Ta'ālā- mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil Jibril, 'Sesunnguhnya Allah -Ta'ālā- mencintai si polan, maka cintailah dia.' Maka Jibril pun mencintainya. Selanjutnya Jibril berseru di tengah-tengah para penghuni langit, 'Sesungguhnya Allah mencintai si polan, maka cintailah dia.' Para penghuni langit pun mencintainya. Setelah itu, dia dijadikan dicintai di muka bumi."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat Imam Muslim:Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, jika Allah -Ta'ālā- mencitai seorang hamba maka Allah memanggil Jibril seraya berfirman, 'Sesungguhnya Aku mencintai polan, maka cintailah dia.' Maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril menyeru di langit, 'Sesungguhnya Allah mencintai polan, maka cintailah dia.' Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian dia dijadikan dicintai di muka bumi. Dan jika Allah membenci seorang hamba, Allah memanggil Jibril seraya berfirman, 'Sesungguhnya Aku membenci polan, maka bencilah dia.' Maka Jibril pun membencinya. Setelah itu Jibril menyeru di penduduk langit, 'Sesungguhnya Allah telah membenci polan, maka bencilah dia. Maka penduduk langit pun membencinya. Kemudian dia dijadikan dibenci di muka bumi."

Kosa Kata Asing:

أَهْلُ السَّمَاءِ (ahlus-samā`): penduduk langit, yaitu malaikat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda Allah mencintai seorang hamba adalah bila dia diterima dan dicintai di muka bumi, yaitu dia diterima dan dicintai oleh orang-orang beriman.

2) Ukuran seseorang dicintai dan dibenci adalah kepada orang-orang mulia dan baik, dalam hal ini tidak ada masalah bila orang fasik membenci orang saleh dan mencintai orang-orang fasik semisal mereka.

3/388- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengutus seseorang memimpin sebuah pasukan. Ketika salat bersama rekan-rekannya dia selalu mengakhiri bacaannya denganQul Huwallāhu Aḥad (Surah Al-Ikhlāṣ)'.Setelah kembali ke Madinah mereka melaporkan hal itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau lalu bersabda,"Tanyakan kepadanya, apa alasannya melakukan hal itu?"Maka mereka menanyakan hal itu kepadanya. Dia menjawab, "Karena di dalamnya terdapat sifat Ar-Raḥmān. Sehingga aku senang membacanya." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Beri tahu kepadanya bahwa Allah -Ta'ālā- mencintainya."(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

سَرِيَّةٌ (sariyyah): sekelompok pasukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Para sahabat -riḍwānullāhi 'alaihim- selalu bersegera untuk bertanya dan meminta fatwa kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam setiap perkara yang baru dan mereka tidak tahu hukumnya. Ini menunjukkan tingginya sifat warak dan keutamaan mereka. Raḍiyallāhu 'anhum.

2) Keutamaan Surah Al-Ikhlāṣ; karena di dalamnya terkandung tauhid yang merupakan hak Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. Surah ini berbicara tentang sifat-sifat Ar-Raḥmān Yang Mahasuci.

3) Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang dicintai oleh Allah niscaya Allah -Ta'ālā- akan mencintainya.

4) Perkara terbesar yang dapat dilakukan oleh seorang hamba untuk meraih cinta Allah -Ta'ālā- adalah mewujudkan tauhid, oleh karena itu surah ini ada untuk menjelaskan tauhid yang diwajibkan terhadap hamba.

 48- BAB PERINGATAN DARI TINDAKAN MENYAKITI ORANG SALEH, LEMAH, DAN MISKIN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya)."(QS. Aḍ-Ḍuḥā: 9-10)

Pelajaran dari Ayat:

1) Larangan menyakiti orang beriman dengan ucapan dan perbuatan.

2) Siapa yang menyakiti orang beriman lantaran kesalahan yang mereka perbuat, seperti menegakkan hukuman had terhadap penjahat dan orang zalim, ini tidak masuk dalam ancaman ini.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan ini,

maka sangatlah banyak, di antaranya: hadis riwayat Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- dalam bab sebelumnya:"Siapa yang memusuhi wali-Ku sungguh Aku telah mengumumkan perang kepadanya."Juga di antaranya, hadis riwayat Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- yang telah disebutkan sebelumnya dalam Bab Bersikap Lembut kepada Anak Yatim. Dan juga sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Wahai Abu Bakar! Jika benar kamu telah membuat mereka marah, berarti kamu telah membuat marah Rabb-mu."1/389- Jundub bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang melaksanakan salat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu, sedikit pun jangan sampai Allah menuntut pada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah tuntut dengan jaminan-Nya, Allah pasti akan menemukannya, kemudian Allah menelungkupkan wajahnya ke dalam neraka Jahanam.”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

ذِمَّةُالله (żimmatullāh): penjagaan dan jaminan Allah.  يَكُبُّهُ (yakubbuhu): melemparkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menyakiti orang saleh termasuk jenis perbuatan yang menyakiti Allah -Ta'ālā- serta menyakiti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga akan menjadi sebab adanya siksaan.

2) Siapa yang diancam dengan siksaan oleh Allah maka tidak ada tempat untuk lari darinya kecuali Allah menghendaki. Karena "Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- akan menangguhkan siksa bagi orang yang berbuat zalim; hingga ketika Allah hendak menghukumnya, maka Dia tidak akan membiarkannya lepas.""Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat." (QS. Hūd: 102)

 49- BAB MENETAPKAN HUKUM TERHADAP MANUSIA SESUAI KEADAAN LAHIRIAH MEREKA DAN MENYERAHKAN URUSAN BATIN MEREKA KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ-

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka."(QS. At-Taubah: 5)

Pelajaran dari Ayat:

Yang menjadi standar dalam hukum di dunia ialah pada yang tampak, yaitu lisan dan anggota tubuh. Sedangkan di akhirat pada apa yang tersembunyi dalam hati."Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabb-mu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah)." (Al-Ḥaqqah: 18)1/390- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan hal itu, maka mereka telah melindungi darah dan hartanya dariku kecuali dengan hak Islam. Sedangkan perhitungan amalan mereka terserah kepada Allah -Ta'ālā-."(Muttafaq ‘Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perang terhadap orang-orang kafir terus berlanjut hingga mereka masuk ke dalam Islam, dan bukti mereka masuk di dalam Islam yaitu mereka melafalkan dua kalimat syahadat serta mengerjakan syarat-syarat kalimat tauhid.

2) Menerima amalan sesuai lahiriahnya dan menetapkan hukum berdasarkan padanya dalam hukum dunia.

Faedah Tambahan:

Kata kunci untuk masuk dalam Islam ialah Lā ilāha illallāh. Kalimat ini adalah kunci pembuka Islam. Setiap kunci memiliki gigi, dan gigi kalimat lā ilāha illallāh adalah amal saleh, di mana amal saleh yang paling tinggi yaitu menunaikan kewajiban-kewajiban agama serta penyempurna iman dan meninggalkan larangan.

2/391- Abu Abdillah Ṭāriq bin Usyaim -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh' dan mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka harta dan darahnya terjaga. Sedangkan perhitungan amalannya terserah kepada Allah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Syarat ketauhidan adalah berlepas diri dari sesembahan-sesembahan batil yang disembah selain Allah -Ta'ālā-.

2) Seorang muslim terlindungi dalam perkara darah, harta, dan kehormatannya; semua itu tidak boleh dizalimi dan tidak juga disakiti.

3) Menjalankan hukum berdasarkan keadaan lahiriah atau yang tampak, sedangkan kondisi batin maka terserah kepada Allah.

3/392- Abu Ma'bad Al-Miqdād ibn Al-Aswad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wasallam, "Bagaimana menurutmu, jika aku bertemu seorang kafir, kemudian kami saling serang. Dia menyerang salah satu tanganku dengan pedang hingga putus, kemudian dia berlindung dariku di balik pohon dan berkata, 'Aku masuk Islam.' Apakah aku boleh membunuhnya setelah dia mengucapkan itu?" Nabi menjawab, "Jangan kau bunuh dia." Aku pun berkata, "Wahai Rasulullah! Dia telah memutus sebelah tanganku, kemudian dia mengatakan itu setelah dia memutusnya?!' Beliau bersabda, "Jangan bunuh dia! Jika engkau tetap membunuhnya, sungguh dia di posisimu sebelum engkau membunuhnya dan engkau di posisinya sebelum mengatakan perkataan yang diucapkannya."(Muttafaq 'Alaih)Makna bahwa "dia di posisimu", yaitu terjaga darahnya dan dihukumi muslim.Sedangkan makna "engkau di posisinya", ialah halal darahnya untuk dikisas oleh ahli warisnya, bukan di posisinya dari sisi kekafiran. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

لاذَ مِنِّي بِشَجَرَةٍ: berlindung di balik sebuah pohon.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang masuk Islam dengan mengucapkan kalimat tauhid maka darahnya terjaga walaupun sebelumnya perbuatannya melampaui batas, kecuali bila dia dituntut dengan alasan yang hak.

2) Seharusnya hasrat dan nafsu seorang muslim mengikuti aturan agamanya, bukan mengikuti semangat fanatisme dan sikap balas dendam, karena tidak ada balas dendam dalam Islam. Jiwa tidak akan bersih dan suci hingga dia meninggalkan hawa nafsunya sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhannya.

4/393- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim kami ke penduduk Ḥuraqah dari kabilah Juhainah. Kami menyerang mereka pada pagi buta di pusat air mereka. Aku dan seorang laki-laki Ansar mengejar salah seorang mereka. Setelah kami berhasil mengejarnya, dia mengucapkan, "Lā ilāha illallāh". Sehingga laki-laki Ansar tersebut menahan diri tidak membunuhnya. Tetapi, aku menikamnya dengan tombakku hingga terbunuh. Setelah kami sampai di Madinah, berita tersebut sampai kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau berkata kepadaku,"Wahai Usāmah! Apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan 'Lā ilāha illallāh'?"Aku menjawab, "Wahai Rasulullah! Sebenarnya orang itu hanya ingin menyelamatkan diri." Beliau bersabda lagi,"Wahai Usāmah! Apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan 'Lā ilāha illallāh'?"Beliau terus-menerus mengulang ucapan itu kepadaku hingga aku berangan-angan andai aku belum masuk Islam sebelum hari itu."(Muttafaq ‘Alaih)Dalam riwayat yang lain, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apakah setelah dia mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' kamu tetap membunuhnya?"Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Dia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata." Beliau bersabda,"Mengapa kamu tidak membelah hatinya hingga kamu mengetahui apakah dia mengucapkannya karena takut senjata atau tidak?!"Beliau terus-menerus mengulang-ulang ucapannya itu hingga aku berangan-angan andai aku masuk Islam setelah hari itu.

الحُرَقَةُ (al-ḥuraqah), dengan mendamahkan "ḥā`" dan memfatahkan "rā`", adalah salah satu anak suku dari Juhainah, sebuah kabilah terkenal. Kata مُتعَوِّذاً (muta'awwiżan), artinya: melindungi diri dengannya agar tidak dibunuh, bukan karena meyakininya dapat melindungi.

Kosa Kata Asing:

غَشِينَاهُ (gasyīnāhu): kami telah dekat darinya.

متعوِّذاً (muta'awwiżan): berlindung, yaitu dia melindungi diri dengan sesuatu karena takut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib memperlakukan manusia di dunia menurut kondisi lahiriahnya; adapun apa yang ada dalam hatinya maka urusannya terserah kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Pengingkaran yang keras terhadap orang yang melampaui batasan agama, walaupun dia berijtihad dan salah.

5/394- Jundub bin Abdullāh -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirimkan sebuah pasukan kecil dari kaum muslimin kepada suatu kaum dari kalangan musyrikin. Mereka lalu bertemu dan berhadap-hadapan. Ada seseorang di antara kaum musyrikin itu, bila ia hendak mengincar salah seorang dari kaum muslimin, ia akan berhasil mengincar dan membunuhnya. Lantas ada salah seorang dari kaum muslimin mengincar kelengahan orang itu untuk membunuhnya. Kami berbincang bahwa dia adalah Usāmah bin Zaid. Ketika dia mengangkat pedang kepadanya, seketika orang itu mengucapkan, "Lā ilāha illallāh". Namun dia tetap membunuhnya. Lantas pembawa berita gembira datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bertanya dan dia bercerita. Sampai akhirnya dia menceritakan pula tentang laki-laki yang membunuh itu dan apa yang dia lakukan. Sehingga beliau memanggilnya dan bertanya. Beliau bersabda, "Mengapa engkau membunuhnya?" Dia menjawab, "Wahai Rasulullah! Orang itu telah membawa petaka bagi kaum muslimin. Dia telah membunuh si polan dan si polan." Dia menyebutkan nama beberapa orang. Dia melanjutkan, "Sungguh aku telah berjuang untuk membunuhnya. Tetapi setelah dia melihat pedangku, dia mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh'." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apakah engkau membunuhnya?!" Dia menjawab, "Ya." Beliau bersabda,"Lalu apa yang akan engkau lakukan terhadap 'Lā lāha illallāh' ketika kalimat itu datang pada hari Kiamat?!"Dia berkata, "Wahai Rasulullah! Mohonkanlah ampunan untukku." Beliau kembali bersabda,"Lalu apa yang akan engkau lakukan terhadap 'Lā lāha illallāh' ketika kalimat itu datang pada hari Kiamat?!"Beliau tidak menjawab lebih selain berkata,"Lalu apa yang akan engkau lakukan terhadap 'Lā lāha illallāh' ketika kalimat itu datang pada hari Kiamat?!"(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أوجع في المسلمين: menimpakan petaka terhadap kaum muslimin dan menyakiti mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Membela diri harus atas dasar cemburu terhadap agama Allah -Ta'ālā-, sehingga dia hanya akan membunuh orang yang diyakini kekafirannya. Adapun orang yang tidak kita ketahui hakikat kekafirannya, maka urusannya diserahkan kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Keagungan kalimat tauhid ketika dia datang pada hari Kiamat. Sehingga orang yang berbahagia adalah yang diberikan taufik untuk merealisasikan tauhid.

6/395- Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ūd berkata, Aku pernah mendengar Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- mengatakan, "Sesungguhnya sebagian orang pada zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diberi hukuman sesuai dengan petunjuk wahyu. Sementara wahyu kini sudah terputus. Sehingga kami memberi putusan pada kalian hanya berdasarkan perbuatan kalian yang tampak bagi kami. Siapa yang menampakkan kepada kami perbuatan baik, maka kami anggap ia orang yang amanah serta kami muliakan, sedangkan urusan dalam hatinya kami tidak mengetahuinya sedikit pun. Allahlah yang akan menghisab isi hatinya. Namun, siapa yang menampakkan kepada kami kelakuan buruk, maka kami tidak menganggapnya orang yang amanah dan tidak memercayai ucapannya, sekalipun dia mengatakan bahwa niat hatinya baik."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

"Sesungguhnya sebagian orang dihukumi sesuai dengan petunjuk wahyu", yaitu sekelompok kaum munafikin; mereka dipermalukan oleh wahyu yang turun kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menghukumi perkara batin termasuk perkara gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah -'Azza wa Jalla-. Orang-orang yang menegakkan perintah agama harus menghukumi rakyat berdasarkan keadaan lahiriah mereka, dan Allah yang akan mengurus perkara hati mereka.

2) Hisab pada hari Kiamat berlaku terhadap yang disimpan oleh hamba dalam hati; bila hatinya baik maka hisabnya akan baik, tetapi jika hatinya buruk maka balasannya akan setimpal dengan perbuatannya.

3) Orang yang dicintai dan dimuliakan di antara orang beriman adalah yang baik perbuatannya dan menampakkan kebaikan.

 50- BAB KHAUF (TAKUT)

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan takutlah hanya kepada-Ku."(QS. Al-Baqarah: 40)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras."(QS. Al-Burūj: 12)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat.Sesungguhnya pada yang demikian itu pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Itulah hari ketika semua manusia dikumpulkan (untuk dihisab), dan itulah hari yang disaksikan (oleh semua makhluk).Dan Kami tidak akan menunda, kecuali sampai waktu yang sudah ditentukan.Ketika hari itu datang, tidak seorang pun yang berbicara kecuali dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang sengsara dan ada yang berbahagia.Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka; di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik napas (dengan merintih)."(QS. Hūd: 102-106)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya."(QS. Āli 'Imrān: 28)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Pada hari itu manusia lari dari saudaranya,dan dari ibu dan bapaknya,dan dari istri dan anak-anaknya.Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya."(QS. 'Abasa: 34-37)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar.(Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras."(QS. Al-Ḥajj: 1-2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga."(QS. Ar-Raḥmān: 46)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan sebagian mereka berhadap-hadapan satu sama lain saling bertegur sapa.Mereka berkata, 'Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.Sesungguhnya kami menyembah-Nya sejak dahulu. Dialah Yang Maha Melimpahkan Kebaikan, Maha Penyayang.'"(QS. Aṭ-Ṭūr: 25-28)Ayat-ayat dalam hal ini sangat banyak sekali dan masyhur, tetapi kita cukup mengingatkan sebagiannya saja.

Pelajaran dari Ayat:

1) Kewajiban seorang hamba untuk takut kepada Rabb-nya dengan rasa takut yang akan mendorongnya untuk mengagungkan Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

2) Peringatan keras terhadap huru-hara hari Kiamat; Siapa yang yang takut terhadap hari itu maka Allah -Ta'ālā- akan memberinya keamanan.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini

sangat banyak sekali, dan kami akan sebutkan sebagiannya. Semoga Allah memberikan kami kemudahan.

1/396- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bercerita kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan,"Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah (air mani), kemudian menjadi 'alaqah (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi muḍgah (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutus kepadanya malaikat untuk meniupkan ruh padanya dan diperintahkan menulis empat kalimat; yaitu menulis rezeki, ajal, dan amalnya serta sengsara atau bahagia. Demi Zat yang tidak ada ilah selain Dia, sesungguhnya salah seorang kalian akan beramal dengan amalan penghuni surga hingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tersisa satu hasta, namun catatan takdir mendahuluinya, maka dia beramal dengan amalan ahli neraka sehingga dia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang kalian akan beramal dengan amalan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tersisa satu hasta, namun catatan takdir mendahuluinya, maka dia beramal dengan amalan ahli surga, sehingga dia pun masuk surga."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الصَّادِقُ المَصدوقُ (aṣ-ṣādiq al-maṣdūq): aṣ-ṣādiq adalah yang benar atau jujur dalam ucapannya, yaitu beliau tidak mengabarkan kecuali dengan kebenaran. Adapun al-maṣdūq adalah yang dibenarkan dengan wahyu yang disampaikan kepadanya, sehingga beliau tidak dberikan wahyu kecuali dengan kebenaran.

يُجْمَعُ خَلْقُهُ (yujma'u khalquhu): ditentukan masa penciptaannya, menetap, dan diciptakan darinya.  عَلَقَةٌ ('alaqah): darah yang beku.

المُضْغَةُ (al-muḍgah): segumpal daging.

الكِتَابُ (al-kitāb): catatan hamba tentang segala yang ditakdirkan untuknya selama masa hidupnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Beriman kepada kada dan kadar dari Allah -'Azza wa Jalla-, baik yang baik ataupun yang buruk .

2) Seorang hamba wajib untuk selalu meminta kepada Allah keteguhan iman dan husnulkhatimah (kematian yang baik), serta takut dari suulkhatimah (kematian yang buruk) dan catatan takdir yang telah ditetapkan untuknya.

3) Antusiasme untuk memberi petunjuk kepada manusia.

4) Anjuran untuk bersegera melakukan amal saleh serta istikamah dan konsisten di atasnya karena hal itu merupakan sebab utama untuk meraih husnulkhatimah.

2/397- Juga dari Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari itu (kiamat), Jahanam akan didatangkan dengan tujuh puluh ribu tali kendali, pada setiap tali kendali itu ada tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الزِّمَامُ (az-zimām): tali yang dipasang di hidung unta untuk menahannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan dahsyatnya neraka Jahanam; yaitu malaikat penjaganya dengan jumlah besar ini, tidak ada yang mengetahui kekuatan mereka kecuali Allah -'Azza wa Jalla-, mereka akan menyeretnya. Lalu kira-kira seperti apa neraka Jahanam itu?!

2) Allah menakuti hamba-hamba-Nya agar mereka bertakwa dan beribadah kepada-Nya; sehingga pantas bagi hamba yang mengetahui kedahsyatan Jahanam agar takut kepada Rabb -'Azza wa Jalla-.

3/398- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya siksa ahli neraka yang paling ringan pada hari Kiamat ialah orang yang di bawah kedua telapak kakinya bagian dalam diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Dia mengira bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada dirinya, padahal dia adalah ahli neraka yang paling ringan siksanya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ (akhmaṣi qadamaihi): telapak kaki bagian dalam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan terhadap hamba agar tidak jatuh dalam maksiat sehingga tidak menjadi bagian dari ahli neraka yang diancam dengan azab.

2) Azab neraka bertingkat-tingkat dan penghuninya berada dalam siksa yang berbeda-beda, orang yang paling ringan siksanya mengira bahwa dia adalah orang yang paling berat siksanya.

4/399- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Di antara mereka ada yang dibakar (disiksa) oleh api neraka hingga kedua mata ‎kakinya, ada yang sampai kedua lututnya, ada ‎yang sampai ke pinggangnya, dan ada yang sampai ke lehernya.”‎(HR. Muslim)الحُجْزَةُ (al-ḥujzah): bagian bawah pusar tempat mengikat sarung.التَّرْقُوَةُ (at-tarquwah), dengan memfatahkan "fā`" dan mendamahkan "qāf", yaitu: tulang di samping lekukan leher. Manusia memiliki dua tulang tarquwah di kanan dan kiri leher.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menanamkan rasa takut terhadap api neraka serta ancaman terhadap orang yang mengerjakan perbuatan ahli neraka.

2) Azab pada hari Kiamat akan sesuai dosa. Oleh karena itu, seorang mukmin harus bersungguh-sungguh supaya nanti menghadap kepada Rabb-nya dalam keadaan bersih dari dosa agar dia selamat dari pembersihan dosa oleh api neraka.

5/400- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Manusia bangkit untuk menghadap Tuhan alam semesta, hingga salah seorang dari mereka tenggelam dalam keringatnya yang mencapai separuh telinganya."(Muttafaq 'Alaih)

الرَّشْحُ (ar-rasyḥ): keringat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kedahsyatan padang mahsyar di hari Kiamat, hingga keringat manusia mencapai tingkat yang besar seperti dalam hadis.

2) Keringat yang menenggelamkan manusia akan berbeda sesuai amal mereka; amal mereka berpengaruh terhadap derajat tempat dan kondisi mereka di mahsyar. Beruntunglah hamba yang telah mempersembahkan kebaikan untuk masa depannya, dan termasuk di antara orang yang diberikan naungan oleh Allah.

6/401- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan kepada kami sebuah pidato yang belum pernah sama sekali aku mendengar pidato semisalnya, beliau bersabda,"Kalau saja kalian tahu apa yang kutahu, sungguh kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis."Maka sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menutup wajah mereka sambil menangis.(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain: Sebuah berita sampai kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang para sahabat, lalu beliau berkhotbah, seraya bersabda,"Diperlihatkan kepadaku surga dan neraka. Aku belum pernah melihat yang seperti hari ini dalam kebaikan dan keburukan. Kalau saja kalian tahu apa yang kutahu, sungguh kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Belum pernah sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati suatu hari yang lebih berat dari hari itu, mereka saat itu menutup kepala sambil menangis.

الخَنِين (al-khanīn), dengan huruf "khā`", yaitu tangis yang disertai sengau dan tertahannya suara dari hidung

Pelajaran dari Hadis:

1) Para nabi -'alaihimus-salām- mengetahui apa yang tidak diketahui manusia selain mereka lewat perantara wahyu; yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memperlihatkan kepada mereka apa yang Dia kehendaki dari perkara gaib sehingga mereka lebih takut kepada Allah.

2) Anjuran menangis karena takut terhadap siksa Allah. Adapun banyak tertawa, hal itu menunjukkan kelalaian dan hati yang keras. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati."(HR. Ahmad)

3) Tanggap dan sensitifnya hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap nasihat karena mereka adalah orang-orang yang paling tulus imannya. Siapa yang mengikuti jalan mereka, maka dialah orang yang mendapat taufik di dunia dan akhirat.

7/402- Al-Miqdād -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari Kiamat, matahari didekatkan kepada segenap makhluk hingga jaraknya kira-kira hanya satu mil."Sulaim bin 'Āmir selaku perawi yang meriwayatkan hadis ini dari Al-Miqdād berkata, "Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang beliau maksudkan dengan mil; apakah ukuran jarak bumi, ataukah mīl yang merupakan alat bercelak mata?"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melanjutkan, "Manusia dalam keringat mereka sesuai amal perbuatannya. Ada yang keringatnya sampai mata kaki, ada yang sampai lututnya, ada yang sampai pinggangnya, dan ada yang ditenggelamkan oleh keringatnya hingga mulut." Sembari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menunjuk mulutnya.(HR. Muslim)8/403- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Manusia akan berkeringat pada hari Kiamat hingga keringatnya mengalir ke dalam tanah sejauh tujuh puluh hasta dan menenggelamkan mereka hingga telinganya."(Muttafaq 'Alaih)

Makna (يَذْهَبُ في الأَرْضِ): turun dan masuk ke dalam tanah.

Kosa Kata Asing:

حِقْوَيْهِ (ḥiqwaihi): tempat mengikat sarung, maksudnya: yang sejajar dengan tempat tersebut dari dua sisi.

يُلْجِمُهُ (yuljimuhu): sampai ke mulut dan telinganya, sehingga keringatnya laksana tali kekang pada mulut hewan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan dahsyatnya hari Kiamat serta alam mahsyar agar hamba waspada supaya tidak menyelisihi Rabb mereka.

2) Menyebutkan motivasi dan pahala bagi perbuatan baik dan menyebutkan ancaman bagi perbuatan buruk adalah metode para nabi -'alaihimus-salām- dalam menasihati dan mendidik manusia.

9/404- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Kami pernah bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau mendengar suara sebuah benda jatuh, beliau bertanya,"Tahukah kalian suara apa ini?"Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Beliau bersabda,"Ini adalah batu yang dilontarkan ke neraka sejak tujuh puluh tahun, sekarang ia baru saja jatuh di neraka hingga dasarnya, lalu kalian pun mendengar dentuman suara jatuhnya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

وَجْبَةٌ (wajbah): suara jatuh.

خَرِيْفًا (kharīfan): tahun.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperingatkan kedalaman Jahanam serta kejauhan dasarnya. Bagi seorang mukmin, pengetahuan tentang ini akan melahirkan rasa takut yang besar terhadap neraka Jahanam.

2) Di antara metode mengajar ialah guru membangkitkan perhatian anak didik sebelum menjelaskan; sebagaimana halnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan mereka tentang perkara ini dalam format pertanyaan.

10/405- 'Adiy bin Ḥātim -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah ada salah seorang dari kalian kecuali Rabb-nya akan berbicara kepadanya, tanpa ada seorang penerjemah pun sebagai perantara. Lalu dia melihat ke sebelah kanannya, tidak ada yang dia lihat kecuali amal yang telah dia kerjakan. Dia melihat ke sisi kirinya, tidak ada yang dia lihat kecuali amal yang telah dia kerjakan. Dia melihat ke depannya, tidak ada yang dia lihat kecuali neraka di hadapan mukanya. Maka berlindungkan dari neraka walau dengan bersedekah setengah kurma."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dekatnya seorang hamba kepada Rabb-nya pada hari Kiamat untuk diperlihatkan kepadanya seluruh amal perbuatannya; merupakan perkara yang akan melahirkan rasa takut yang besar pada seorang hamba terhadap situasi ini.

2) Anjuran untuk menyelamatkan diri dari azab dengan mengerjakan amal saleh berupa ucapan dan perbuatan, walaupun sedikit.

11/406- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhya aku bisa melihat apa yang tidak bisa kalian lihat dan aku bisa mendengar apa yang tidak kalian dengar. Langit berbunyi karena menahan beban, dan wajar saja langit berbunyi. (Sebab) tidak tersisa satu tempat pun di langit seukuran empat jari melainkan ada satu malaikat meletakkan keningnya bersujud kepada Allah -Ta'ālā-. Demi Allah! Seandainya kalian tahu apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa, banyak menangis dan kalian tidak akan bersenang-senang dengan wanita di atas ranjang. Tetapi kalian pasti akan keluar ke jalan-jalan memohon pertolongan kepada Allah -Ta'ālā- dengan sepenuh hati."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")أَطَّتْ (aṭṭat), dengan memfatahkan hamzah dan mentasydid "ṭā`";تَئِطُّ (ta`iṭṭu), dengan memfatahkan "tā`", setelahnya hamzah yang kasrah. الأَطِيطُ (al-aṭīṭ) ialah suara pelana dan semisalnya ketika memikul beban yang berat. Maksudnya, bahwa saking banyaknya malaikat yang beribadah di langit menjadikan langit terbebani hingga berbunyi.الصُّعُدَات (aṣ-ṣu'udāt), dengan mendamahkan "ṣād" dan "'ain", artinya: jalan.Makna "تَجْأَرُونَ" (taj`arūn): memohon pertolongan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara sifat orang beriman adalah takut kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak putus asa dari rahmat-Nya; sehingga orang beriman menggabungkan antara rasa khauf (takut) dan rajā` (harapan).

2) Penduduk langit semuanya taat kepada Allah dan bersujud; mereka tidak lalai dari mengingat Allah karena mereka paling tahu tentang Allah -Ta'ālā-. Seorang hamba yang semakin mengenal Allah, maka dia akan semakin takut kepada-Nya.

3) Anjuran untuk berdoa dan merendah kepada Allah -Ta'ālā-, karena tidak ada tempat bagi hamba untuk lari menyelamatkan diri dari Allah kecuali kepada-Nya.

12/407- Abu Barzah Naḍlah bin 'Ubaid Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari Kiamat hingga ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan? Tentang ilmunya, untuk apa ia pergunakan? Tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan? Dan tentang tubuhnya, untuk apa ia persembahkan?"(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Hamba yang beriman akan menggunakan nikmat-nikmat Allah pada perkara yang diridai oleh Rabb-nya, dan ini termasuk mensyukuri nikmat.

2) Mengingatkan tentang pertanggungjawaban hamba pada hari Kiamat; yaitu dia akan dihisab tentang umurnya, ilmunya, hartanya, dan amalnya.

13/408- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membaca ayat:"Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,"(QS. Az-Zalzalah: 4)Kemudian beliau bertanya,"Tahukah kalian apa berita bumi itu?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Berita bumi maksudnya bumi akan menjadi saksi terhadap perbuatan semua manusia di atasnya, baik laki-laki ataupun perempuan. Bumi itu akan berkata, "Kamu telah berbuat begini dan begitu pada hari ini dan hari itu." Inilah berita yang diberitakan bumi."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Metode tafsir yang terbaik ialah agar kita menafsirkan Al-Qur`ān dengan hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, orang beriman yang belajar tafsir harus bersungguh-sungguh memperhatikan metode ini.

2) Anjuran untuk mengerjakan ketaatan dan menjauhi maksiat, dan ini adalah buah dari ibadah hati berupa khauf (takut).

3) Menjelaskan kekuasaan Allah -Ta'ālā- untuk menjadikan sebagian makhluk-Nya berbicara seperti yang Dia kehendaki, hingga bumi pun akan bersaksi tentang apa yang terjadi di atasnya.

14/409- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bagaimana aku bisa bersenang-senang padahal malaikat peniup sangkakala telah memasukkan (sangkakala) ke dalam mulutnya (siap siaga) dan hanya menunggu izin, kapan diperintahkan untuk meniup sangkakala maka dia segera meniupnya."Ternyata berita ini tampaknya sangat berat di hati sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sehingga Rasulullah bersabda kepada mereka,"Ucapkanlah, 'Ḥasbunallāh wa ni'mal-wakīl' (cukuplah Allah sebagai Penolong kami, dan Dialah sebaik-baik Pelindung)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

الْقَرْنُ (al-qarn): sangkakala yang telah Allah -Ta'ālā- sebutkan dalam firman-Nya: "Lalu ditiuplah sangkakala." Demikianlah juga yang ditafsirkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Kosa Kata Asing:

كَيْفَ أَنْعَمُ: bagaimana aku akan merasa nyaman dan senang.

صَاحِب الْقَرْنِ: malaikat yang ditugaskan untuk meniup sangkakala, yaitu Israfil -'alaihis-salām-.

الْتَقَمَ الْقَرْنَ: dia telah meletakkan sangkakala di mulutnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Meninggalkan kehidupan bersenang-senang karena takut terhadap hari Kiamat merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Anjuran agar memohon pertolongan kepada Allah -Ta'ālā- semata serta bersegera mengerjakan amal saleh.

3) Rasa iba Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat beliau serta kekhawatiran beliau bila kiamat terjadi pada masa mereka, karena beliau telah mengetahui bahwa kiamat tidak akan terjadi kecuali kepada orang-orang yang terburuk.

4) Siapa yang merasakan beratnya sesuatu atau suatu kesedihan lalu membaca,"Ḥasbunallāh wa ni'mal-wakīl",maka dia tidak akan ditimpa suatu keburukan. Maka, berzikir kepada Allah dapat meringankan sesuatu yang sulit bagi hamba.15/410- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang takut musuh, hendaklah ia segera berjalan di awal malam. Siapa yang berjalan di awal malam, niscaya dia sampai rumah. Ketahuilah, bahwa barang dagangan Allah itu mahal. Ingatlah, bahwa barang dagangan Allah itu adalah surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

أَدْلَجَ (adlaja), dengan mensukunkan "dāl", artinya: berjalan di awal malam. Maksudnya dalam hadis ini: bersungguh-sungguh dalam ketaatan. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memerhatikan ketaatan serta bersegera meninggalkan maksiat.

2) Surga adalah barang mahal, tidak akan bisa didapatkan oleh para pelamarnya kecuali dengan mahar berharga berupa berbagai ketaatan dan ibadah. Hanya orang yang berantusias tinggi yang akan mendapatkan surga dengan sebab rahmat Allah -Ta'ālā-.

16/411- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, dan tidak dikhitan." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Laki-laki dan perempuan semuanya, sebagian akan melihat (aurat) yang lain?" Beliau bersabda, "Wahai Aisyah! Perkaranya lebih dahsyat daripada mereka memerhatikan hal itu."

Dalam riwayat lain: "Perkaranya lebih dahsyat daripada sebagian mereka melihat kepada (aurat) sebagian yang lain." (Muttafaq 'Alaih)

غُرلاً (gurlan), dengan mendamahkan "gain", artinya: tidak berkhitan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia akan keluar dari kubur mereka seperti ketika mereka dilahirkan oleh ibu mereka pertama kali.

2) Menjelaskan huru-hara hari Kiamat; pada hari itu seseorang tidak akan dipalingkan oleh apa pun dari hisab dan amalnya.

3) Kesempurnaan sifat malu para wanita di zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lihatlah Ummul-Mu`minīn Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-! Dia merasa kaget bercampur takut ketika mendengar bahwa manusia, laki-laki dan perempuan, akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang. Dia takut sebagian akan melihat yang lain.Oleh karena itu, masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- adalah masyarakat yang terhormat, suci, dan bertakwa:"Mereka itulah yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutlah petunjuk mereka." (QS. Al-An'ām: 90)

 51- BAB RAJĀ` (HARAPAN)

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhanya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Az-Zumar: 53)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir."(QS. Saba`: 17)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) pada siapa pun yang mendustakan (ajaran agama yang kami bawa) dan berpaling (tidak memperdulikannya)."(QS. Ṭāhā: 48)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu."(QS. Al-A'rāf: 156)

Pelajaran dari Ayat:

1) Khauf (takut) dan rajā` (harapan) adalah dua hal yang saling bertalian; Siapa yang yang takut kepada Allah -Ta'ālā- niscaya akan mengharapkan pahala yang ada di sisi-Nya.

2) Di dalam hati orang beriman akan terkumpul rasa takut dan harapan. Rasa takut dan harapan bagi orang beriman ibarat dua sayap bagi burung. Bila salah satunya lebih dominan di sebagian waktu, maka yang lain hendaknya lebih dominan di waktu lainnya, agar keduanya setara.

Faedah Tambahan:

Apa perbedaan antara rajā` (harapan) dan tamannī (angan-angan)?

- Rajā` (harapan) adalah merencanakan kebaikan dan dekatnya waktu terjadinya disertai mengerjakan sebab-sebabnya. Sehingga rajā` disertai oleh perbuatan dan usaha. Rajā` juga akan mendorong kepada ketaatan kepada Allah. Kalaulah bukan karena harapan, tentu tidak akan ada amal saleh.

- Adapun tamannī (angan-angan), maka dibangun di atas ketidakmampuan dan kemalasan. Sehingga pelakunya tidak akan melakukan usaha dan kesungguhan dalam rangka ketaatan kepada Allah.

1/412- 'Ubādah bin Aṣ-Ṣāmit -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, bahwa Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya, serta kalimat-Nya yang disampaikan pada Maryam dan ruh dari-Nya, juga bersaksi bahwa surga benar adanya serta neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai dengan amalnya."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim lainnya:"Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah haramkan atasnya api neraka."

Kosa Kata Asing:

رُوحٌ مِنْهُ: ruh dari ciptaan-Nya dan dari sisi-Nya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman yang membuktikan imannya dengan amal saleh.

2) Kedudukan mukmin yang paling tinggi adalah menjadi hamba Allah -Ta'ālā- secara benar dan tulus, yaitu dia bersaksi dengan kesaksian yang tulus sehingga mengantarnya kepada amal saleh.

2/413- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Siapa yang mengerjakan satu kebaikan, baginya balasan sepuluh kali lipatnya atau lebih. Dan Siapa yang mengerjakan satu keburukan, maka balasan satu keburukan adalah satu keburukan yang setimpal atau Aku akan mengampuninya. Siapa yang mendekatkan diri kepada-Ku satu jengkal, Aku akan mendekatinya satu hasta. Siapa yang mendekatkan diri kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya satu depa. Siapa yang datang kepada-Ku dengan berjalan biasa, Aku akan datang kepadanya dengan berjalan cepat. Siapa yang menjumpai-Ku dengan memiliki seisi bumi kesalahan, namun dia tidak menyukutukan-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan yang semisalnya.'"(HR. Muslim)Makna "mendekatkan diri kepada-Ku", yaitu dengan melakukan ketaatan kepada-Ku. "Aku mendekatinya", yaitu dengan rahmat-Ku; bila dia tambah, Aku akan tambah. "Bila dia datang kepada-Ku dengan berjalan biasa" yaitu dia bersegera mengerjakan ketaatan kepada-Ku, "Aku akan datang kepadanya dengan berjalan cepat"; yaitu Aku akan menuangkan rahmat kepadanya, serta Aku akan mendahuluinya tanpa memaksanya melakukan perjalanan yang banyak untuk menuju apa yang diinginkan.Sedangkan "قُرَابُ الأرْضِ" (qurābul-arḍ), dengan mendamahkan "qāf". Ada yang mengatakan, dengan mengkasrahkannya. Tetapi damah lebih fasih dan lebih masyhur. Maknanya: yang mendekati isi bumi.Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

الباع (al-bā'; depa): ukuran sepanjang dua tangan manusia ketika dibentangkan disertai lebar dadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk mengharapkan ampunan dan rahmat Allah serta tidak berputus asa dari ampunan-Nya.

2) Bila hamba mengerjakan ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-, maka Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- akan memberinya balasan sekian kali lipat dari perbuatannya. Ini termasuk kabar gembira bagi orang-orang beriman.

Faedah Tambahan:

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam hadis ini: "Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, ... Aku mendekatinya satu hasta... Aku mendekatinya sedepa..."

Hadis ini termasuk hadis tentang sifat-sifat Allah Rabb semesta alam. Kita wajib menetapkannya sebagaimana dia datang dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan merupakan mazhab para salaf -raḍiyallāhu 'anhum-. Kita tidak memaksakan diri untuk larut membahasnya, tidak juga menafikannya. Semoga Allah merahmati hamba yang berpegang dengan Sunnah para salaf.

3/414- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki badui datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah dua hal yang pasti itu?" Beliau menjawab,"Siapa yang meninggal dalam kondisi tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun maka pasti akan masuk surga. Dan Siapa yang yang meninggal dengan dosa mempersekutukan Allah dengan sesuatu maka pasti akan masuk neraka."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

المُوجِبَتَانِ (al-mūjibatān): perkara yang mengharuskan masuk surga dan perkara yang mengharuskan masuk neraka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Fondasi tauhid menghalangi hamba dari kekal dalam neraka dan merupakan sebab masuk surga.

2) Syirik kepada Allah -Ta'ālā- adalah penghalang masuk surga dan merupakan sebab terbesar masuk neraka.

4/415- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah membonceng Mu'āż di atas hewan tunggangan, lalu ‎beliau berkata, "Wahai Mu'āż!" Mu'āż menjawab, "Aku memenuhi ‎panggilanmu dengan senang hati, wahai Rasulullah." Beliau berkata lagi‎‎, "Wahai Mu'āż!" Mu'āż menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu dengan senang hati, wahai Rasulullah." Beliau berkata lagi, "wahai Mu'āż!" Mu'āż menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu dengan senang hati, wahai Rasulullah." Sebanyak tiga kali. Lalu beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak ‎diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan ‎utusan-Nya dengan tulus dari hatinya, melainkan Allah akan mengharamkan dirinya dari api neraka.‎"Mu'āż ‎bertanya, "Wahai Rasulullah! Bolehkah aku memberitahukan hal ini kepada manusia agar mereka merasa gembira?" Beliau menjawab, "(Apabila ‎engkau memberitahukan hal ini kepada mereka), niscaya mereka akan ‎menyandarkan diri (pada hal ini saja)." Mu'āż kemudian menyampaikan hadis ini menjelang kematiannya karena takut berdosa (jika tidak disampaikan).(Muttafaq 'Alaih)

Kata "تَأَثما" (ta`aṡṡuman)) maksudnya: karena takut berdosa bila tidak menyampaikan hadis ini.

Kosa Kata Asing:

رَدِيْفُهُ (radīfuhu): dia ikut naik hewan tunggangan tersebut di belakang beliau.

لَبَّيْكَ (labbaika): senantiasa memenuhi panggilanmu.

سَعْدَيْكَ (sa'daika): terus-menerus membantu dalam rangka taat kepadamu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan tauhid dan syahadat "Lā ilāha illallāh Muḥammad Rasulullāh"; yaitu siapa yang mengamalkan konsekuensinya maka Allah mengharamkan dirinya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga.

2) Waspada agar tidak menyembunyikan ilmu; sehingga para pendidik harus menerangkan kepada manusia ilmu-ilmu yang bermanfaat serta menerangkan pemahamannya, agar sebagian mereka tidak salah dalam memahami dalil agama secara tidak benar.

5/416- Abu Hurairah atau Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhumā- (perawi ragu di antara keduanya, tetapi keraguan tentang sahabat siapa tidak bermasalah karena mereka semua 'udūl/terpercaya), berkata, Ketika terjadi perang Tabuk orang-orang ditimpa kelaparan sehingga mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Sekiranya engkau mengizinkan, kami akan menyembelih unta-unta kami untuk dimakan dan diambil lemaknya?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Lakukanlah!" Lantas Umar -raḍiyallāhu 'anhu- datang dan berkata, "Wahai Rasulullah! Jika engkau melakukannya, maka binatang tunggangan menjadi sedikit, akan tetapi mintalah sisa bekal mereka, lalu mohonkanlah kepada Allah untuk mereka keberkahan. Mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan padanya." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Ya." Lantas beliau meminta karpet kulit lalu membentangnya. Selanjutnya beliau meminta sisa bekal mereka. Ada yang datang membawa satu genggam jagung, yang lain datang membawa segenggam kurma, dan yang lainnya datang membawa sepotong roti. Sehingga terkumpullah sedikit sisa bekal di atas karpet kulit itu. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdoa memohon keberkahan, lalu bersabda, "Ambillah dan simpanlah di bejana-bejana kalian." Lantas mereka mengambil dan menyimpannya di bejana mereka sehingga tidak ada satu pun bejana di tengah pasukan melainkan mereka isi. Lalu mereka makan hingga kenyang dan masih menyisakan sisa. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak di sembah selain Allah dan sesungguhnya aku utusan Allah. Tidaklah seorang hamba menghadap Allah dengan membawa dua kalimat itu tanpa ada keraguan lalu dia dihalangi masuk surga."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

نَوَاضِحَنا (nawāḍiḥanā): bentuk jamak dari kata "ناضحِ" (nāḍiḥ), yaitu unta yang digunakan untuk mengangkut air.

الظَّهْر (aẓ-ẓahr): hewan yang dijadikan kendaraan.

فَضْلِ أَزْوَادِهِمْ (faḍl azwādihim): sisa bekal makanan mereka.

البَرَكَةُ (al-barakah): keberkahan, yaitu bertambah dan banyaknya kebaikan.

نِطَع (niṭa'): karpet (alas) terbuat dari kulit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Adab para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu mereka meminta izin kepada beliau dalam perkara yang ingin mereka kerjakan. Para ulama umat hari ini, mereka adalah penerus para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām-. Sehingga, sepantasnya hamba-hamba Allah rajin bertanya kepada ulama-ulama mereka yang mengamalkan Al-Qur`ān dan Sunnah serta berjalan dengan petunjuk para pendahulu umat ini.

2) Anjuran saling bekerja sama antara kaum muslimin dalam semua urusan mereka, karena orang-orang beriman saling melengkapi satu sama lain.

3) Keutamaan kalimat tauhid; yaitu sebagai kunci surga bagi yang membawanya serta mengamalkan konsekuensinya berupa mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan.

6/417- 'Itbān bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, salah seorang sahabat yang mengikuti perang Badar, ia meriwayatkan: Aku menjadi imam salat pada kaumku Banī Sālim, sedangkan antara tempat tinggalku dan tempat mereka dipisahkan oleh sebuah lembah, bila terjadi hujan maka aku kesulitan untuk melewatinya menuju masjid mereka. Sehingga aku menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan aku berkata kepada beliau, "Sesungguhnya penglihatanku sudah buruk, sementara lembah yang memisahkan antara tempat tinggalku dan tempat kaumku mengalami banjir jika terjadi hujan, sehingga sulit bagiku untuk melewatinya. Aku berharap engkau bisa datang lalu salat di rumahku di tempat yang akan aku jadikan sebagai tempat salat (musalla)." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, "Aku akan lakukan." Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepadaku bersama Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- ketika sudah siang. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meminta izin untuk masuk, maka aku pun mempersilakan beliau. Belum sempat duduk beliau langsung bertanya,"Di mana tempat yang engkau inginkan agar aku salat di rumahmu?"Maka aku menunjukkan kepada beliau tempat yang aku inginkan agar beliau salat di sana. Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri lalu bertakbir. Kami pun berdiri membuat saf di belakang beliau. Beliau mengerjakan salat dua rakaat kemudian bersalam. Dan kami pun ikut bersalam ketika beliau bersalam. Lalu aku menahan beliau untuk menunggu makanan dari tepung yang sedang dibuat untuk beliau. Kemudian penduduk tempat itu mendengar kehadiran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di rumahku, sehingga sebagian mereka datang berkumpul. Maka orang-orang pun menjadi banyak di rumahku. Salah seorang berkata, "Apa yang dikerjakan oleh Mālik? Aku tidak melihatnya." Yang lain berkata, "Dia ini munafik. Dia tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata,"Jangan ucapkan seperti itu. Bukankah engkau lihat dia mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' dengan mengharap rida Allah?!"Orang itu berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Adapun kami, demi Allah, kami tidak lihat kecuali cinta dan percakapannya kepada orang-orang munafik." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka orang yang mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' dengan mengharap rida Allah."(Muttafaq 'Alaih)عِتْبَان ('itbān) dengan mengkasrahkan "'ain" dan mensukunkan "tā`", setelahnya huruf "bā`". Sedangkan "الخَزِيرَةُ" (al-jazīrah) dengan "khā`" dan "zāy", yaitu tepung yang dimasak dengan lemak.Kalimat "ثَابَ رِجَالٌ", artinya: kaum laki-laki datang dan berkumpul.

Kosa Kata Asing:

اِجْتِيَازُهٌ (ijtiyāzuhu): melewatinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang mengucapkan "Lā ilāha illallāh" karena mengharap rida Allah maka dia diharamkan dari neraka. Ini menegaskan keagungan kalimat tauhid yang diberkahi ini.

2) Membuka pintu harapan bagi orang-orang beriman yang bertauhid yang mengerjakan amal saleh serta bersungguh-sungguh di dalamnya.

3) Wajib bagi seorang muslim untuk memenuhi undangan saudara muslimnya, karena ini adalah hak seorang muslim atas saudaranya.

7/418- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah dibawakan tawanan. Ternyata ada seorang wanita dalam tawanan itu berkeliling. Bila dia menemukan anak kecil dalam rombongan tawanan tersebut, dia mengambil dan mendekapnya di perutnya lalu menyusuinya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Menurut kalian, apakah wanita ini tega melemparkan anaknya ke dalam api?"Kami menjawab, "Tidak. Demi Allah!" Maka beliau bersabda,"Sungguh, Allah itu lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya melebihi sayangnya perempuan ini kepada anaknya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lebih sayang kepada hamba-Nya daripada sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan bagi mereka apa yang akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya dan menjauhkan mereka dari azab-Nya.

2) Mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan menghubungkannya dalam pengarahan dan pengajaran dengan membuat permisalan agar sesuatu dapat dipahami secara sempurna. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi sang Pengajar kebaikan. Betapa bagus cara pengajarannya!

3) Seharusnya seseorang selalu bergantung kepada Allah semata di semua keadaan dan waktunya.

8/419- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ketika Allah menciptakan semua makhluk, Allah menulis di dalam sebuah kitab yang ada di sisi-Nya di atas Arasy: 'Sesungguhnya rahmat-Ku akan mengalahkan murka-Ku.'"Dalam suatu riwayat, "telah mengalahkan murka-Ku."Dalam riwayat lain, "telah mendahului murka-Ku."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan ketinggian Allah di atas makhluk-Nya, yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berada di atas Arasy-Nya;"(Yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas Arasy." (QS. Ṭāhā: 5)

2) Menetapkan sifat rahmat dan sifat murka bagi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-sesuai yang pantas bagi-Nya, tanpa disamakan dengan makhluk dan tanpa ditolak. Dan rahmat Allah -Ta'ālā- lebih dekat kepada hamba daripada murka-Nya.

9/420- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah telah menjadikan rahmat itu seratus bagian. Sembilan puluh sembilan Allah tahan di sisi-Nya, sedangkan satu bagian Allah turunkan ke bumi. Dari satu bagian itulah semua makhluk saling menyayangi hingga seekor binatang mengangkat kakinya karena khawatir akan menginjak anaknya."Dalam riwayat lain: "Sesungguhnya Allah memiliki seratus rahmat, kemudian Allah menurunkan satu rahmat di tengah-tengah jin, manusia, binatang, dan serangga. Dengan satu rahmat itulah mereka saling mengasihi. Dengan satu rahmat itulah mereka saling menyayangi. Dengan satu rahmat itulah hewan buas mengasihi anak-anaknya. Dan Allah mengakhirkan sembilan puluh sembilan rahmat, dengannya Allah merahmati hamba-Nya pada hari Kiamat."(Muttafaq 'Alaih)Juga diriwayatkan oleh Muslim dari Salmān Al-Fārisiy -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah memiliki seratus rahmat. Di antaranya satu rahmat, dengan satu rahmat itu seluruh makhluk saling sayang di antara sesama mereka (di dunia). Sedang sembilan puluh sembilan lainnya untuk hari Kiamat kelak."

Dalam riwayat lain: "Allah telah menciptakan seratus rahmat ketika menciptakan langit dan bumi. Setiap satu rahmat memenuhi antara langit dan bumi. Lalu satu rahmat di antaranya diletakkan di bumi; dengannya seorang ibu menyayangi anaknya, dan binatang buas dan burung saling sayang satu sama lain. Bila tiba hari Kiamat, Allah akan menyempurnakannya dengan rahmat ini."

Kosa Kata Asing:

حَافِرُهَا (ḥāfiruhā): kakinya.

طِبَاق (ṭibāq): lapisan, maksudnya: hal itu akan memenuhi antara langit dan bumi karena saking besarnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kasih sayang yang Allah berikan ke dalam hati hamba-hamba-Nya adalah satu bagian dari rahmat Allah secara keseluruhan.

2) Kabar gembira bagi orang-orang beriman tentang luasnya rahmat Allah, Tuhan semesta alam. Yaitu, bila mereka mendapatkan semua bentuk kasih sayang di antara mereka dengan satu rahmat yang Allah ciptakan pada mereka, maka bagaimana dengan seratus rahmat di hari Kiamat?!

10/421- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu riwayat yang beliau riwayatkan dari Allah -Tabāraka wa Ta'ālā-, beliau bersabda,"Ada seorang hamba melakukan suatu dosa, lalu dia berkata, 'Ya Allah! Ampunilah dosaku.' Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- berfirman, 'Hamba-Ku melakukan dosa dan dia mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat pula memberikan siksa karena dosa.' Kemudian hamba tersebut mengulangi dosa lagi lalu berkata, 'Ya Rabbi! Ampunilah dosaku.' Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- berfirman, 'Hamba-Ku berbuat dosa, tetapi dia mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan memberikan siksa karena dosa.' Kemudian hamba tersebut kembali mengulangi dosa lagi lalu berkata, 'Ya Rabbi! Ampunilah dosaku.' Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- berfirman, 'Hamba-Ku berbuat dosa, tetapi dia mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan memberikan siksa karena dosa. Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku ini. Silakan dia berbuat sekehendak hatinya."(Muttafaq 'Alaih)

Firman Allah Ta'ālā: "Silakan dia berbuat sekehendak hatinya" maksudnya: selama dia mengerjakan seperti itu; yakni dia berbuat dosa kemudian bertobat, Aku akan mengampuninya, karena tobat menghapuskan dosa-dosa sebelumnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan karunia dan rahmat Allah kepada hamba-Nya selama mereka meyakini bahwa Allah -Ta'ālā- adalah Maha Pemelihara di semua keadaan mereka, dan ini menunjukkan keutamaan tauhid.

2) Tobat yang benar akan menghapus dosa; oleh karena itu, setiap kali hamba berbuat dosa dia harus melakukan tobat darinya.

11/422- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah akan menghilangkan kalian dan mendatangkan satu kaum yang berbuat dosa lalu mereka memohon ampunan kepada Allah -Ta'ālā-, kemudian Allah memberi mereka ampunan."(HR. Muslim)12/423- Abu Ayyūb Khālid bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa, lalu mereka memohon ampun dan Allah mengampuni mereka."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kepada para hamba untuk meraih rahmat Allah -Ta'ālā- karena Allah telah membuka untuk mereka pintu rajā` (harapan) lewat istigfar dan tobat dari dosa.

2) Kecintaan hamba kepada Rabb-nya dengan terus-menerus bertobat dan beristigfar serta merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun adalah bagian dari ketaatan yang dicintai oleh Allah -Ta'ālā-. Beruntunglah hamba yang terus-menerus mengetuk pintu langit dengan tobat dan doa.

Peringatan:

Hadis ini mengandung berita gembira berupa ampunan bagi orang yang berbuat dosa lalu beristigfar. Dan jangan sekali-kali ada yang mengira bahwa hadis ini mengandung anjuran untuk berbuat maksiat.

13/424- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Bersama kami ada Abu Bakar, Umar, dan sejumlah sahabat lainnya -raḍiyallāhu 'anhum-. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri dan beranjak pergi meninggalkan kami. Tetapi beliau lama tidak kembali. Sehingga kami khawatir jangan-jangan beliau diculik tanpa sepengetahuan kami. Kami pun merasa cemas. Segera kami bangun (mencari beliau), dan aku adalah orang yang pertama kali merasakan kekhawatiran itu. Lantas aku keluar untuk mencari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hingga aku mendatangi salah satu kebun milik kaum Ansar..." Dia menyebutkan kisah itu secara lengkap, sampai pada: "... Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pergilah! Siapa saja yang engkau temukan di balik kebun ini, dia bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan yakin sepenuh hati, maka berilah dia berita gembira berupa surga!"(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

نَفَرٌ (nafar): sejumlah orang, antara tiga sampai sembilan.

يُقْتَطَعَ دُوننا (yuqtaṭa' dūnanā): beliau diculik dan disiksa.

حَائطاً (hā`iṭan): kebun.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan besarnya kecintaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kegigihan mereka terhadap keselamatan beliau dari semua keburukan di masa hidup beliau. Adapun setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, maka kegigihan orang-orang yang bertauhid serta pengikut Sunnah terhadap keselamatan Sunnah beliau serta pembelaan mereka kepadanya adalah bagian dari menjaga keselamatan beliau.

2) Anjuran memberi kabar gembira serta membuka pintu harap kepada orang-orang beriman.

3) Tauhid adalah kunci pintu surga; oleh karena itu, hamba harus giat menjaga kebenaran tauhidnya.

14/425- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membaca firman Allah -'Azza wa Jalla- yang mengisahkan perkataan Ibrāhīm -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Ya Rabbi! Berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Siapa yang mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku."(QS. Ibrāhīm: 36)Juga firman Allah tentang perkataan Isā -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Mahaperkasa, Mahabijaksana."(QS. Al-Mā`idah: 118)Lalu beliau mengangkat tangan sambil berdoa,"Ya Allah! Umatku, umatku." Beliau sambil menangis.Maka Allah -'Azza wa Jalla- berfirman,"Wahai Jibril! Pergilah kepada Muhammad. Meskipun Rabb-mu lebih tahu kenapa dia menangis, tanyakanlah kepadanya apa yang membuatnya menangis?"Jibril pun datang kepada beliau. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan kepadanya tentang doa yang dipanjatkannya, meskipun Allah lebih tahu tentang apa yang beliau katakan. Lalu Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai Jibril! Pergilah kepada Muhammad. Sampaikanlah, 'Bahwa Kami akan membuatmu rida terkait umatmu, dan Kami tidak akan membuatmu sedih.'"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya serta perhatian beliau terhadap maslahat mereka. Seperti inilah seharusnya sikap seorang muslim; yaitu gigih untuk memberikan kebaikan pada hamba-hamba Allah serta tidak menyulitkan mereka, sebagai wujud mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Membuka pintu harap bagi umat yang tercinta ini manakala dia lurus sebagai bentuk memuliakan Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

15/426- Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah dibonceng Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di atas keledai, beliau berkata,"Wahai Mu'āż! Apakah engkau mengetahui apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba kepada Allah?"Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Beliau bersabda,"Hak Allah atas hamba adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Sedangkan hak hamba kepada Allah ialah Allah tidak akan menyiksa siapa yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Tidakkan aku mengabarkan kabar gembira ini kepada orang-orang?" Beliau menjawab, "Jangan kabarkan kepada mereka, karena mereka nanti akan bersandar kepadanya (tidak mau beramal)."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kabar gembira kepada orang-orang beriman berupa rahmat yang luas dari Allah -Ta'ālā- diperuntukan bagi orang yang membuktikan imannya dengan amal serta beramal dengan baik. Adapun jika lemah dan malas beramal, maka yang demikian itu hanyalah angan-angan.

2) Menafikan kesyirikan dari seorang hamba menunjukkan keikhlasan dan ketauhidan; oleh karena itu, hendaklah orang yang beriman berjuang kuat terhadap kebenaran tauhidnya.

16/427- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Seorang muslim apabila ditanya di kubur, tentu dia bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Itulah (makna) firman Allah -Ta'ālā-,"Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat."(QS. Ibrāhīm: 27)(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya rahmat Allah kepada hamba-Nya yang beriman di dunia dan akhirat; siapa yang merealisasikan tauhid dan hidup di atas tauhid maka Allah akan memberikannya keteguhan di masa hidupnya, di kubur, dan hari kebangkitannya.

2) Tafsir yang paling baik untuk menafsirkan Kitab Allah adalah hadis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

17/428- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya orang kafir itu apabila melakukan kebaikan, maka dia langsung diberi balasan sebagian rezeki dunia. Sedangkan orang mukmin, sesungguhnya Allah menyimpan balasan kebaikan-kebaikannya di akhirat dan dia diberi rezeki di dunia karena ketaatannya."Dalam riwayat lain: "Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi seorang mukmin walau satu kebaikan; dia akan diberi balasannya di dunia dan balasannya di akhirat. Adapun orang kafir, maka dia akan diberikan balasan berupa rezeki dengan sebab kebaikan-kebaikan yang dia kerjakan karena Allah -Ta'ālā- di dunia, hingga ketika dia telah berpulang ke akhirat dia tidak lagi memiliki satu kebaikan pun yang akan dibalas."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَفْضَىٰ (afḍā): berpindah ke akhirat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keadilan Allah terhadap hamba-hamba-Nya; yaitu Allah akan memberikan balasan pahala mereka secara sempurna, sekalipun terhadap orang-orang kafir lagi durhaka, sebab keadilan termasuk perkara yang dicintai dan diridai oleh Allah.

2) Orang kafir akan diberikan balasan terhadap perbuatan baiknya di dunia. Adapun orang beriman, maka akan diberikan balasannya di dunia dan akhirat. Ini adalah kabar gembira serta harapan bagi orang-orang beriman.

18/429- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaan salat lima waktu seperti sebuah sungai yang mengalir dan melimpah di depan pintu rumah salah seorang kalian, dia mandi di sungai itu lima kali sehari."(HR. Muslim)الْغَمْرُ (al-gamr): banyak, melimpah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat akan menghapus dosa, dan ini termasuk rahmat Allah kepada orang beriman, karena Allah mensyariatkan berbagai ibadah untuk mereka gunakan dalam rangka membersihkan dosa mereka.

2) Apabila Allah memberi taufik kepada hamba untuk memelihara lima salat, maka itu adalah kabar baik baginya bahwa dia termasuk di antara orang-orang yang diharapkan dosanya dihapuskan.

19/430- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya disalati oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali Allah menerima syafaat (doa) mereka untuknya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan adanya syafaat orang beriman untuk orang yang meninggal bila ia termasuk yang berhak menerima syafaat. Bentuk syafaat mereka untuknya adalah doa agar Allah mengampuni dosanya.

2) Anjuran memperbanyak orang yang bertauhid dalam salat jenazah dengan harapan orang yang meninggal tersebut akan mendapatkan ampunan dengan karunia Allah -Ta'ālā-.

3) Keutamaan tauhid dan orang bertauhid serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku kesyirikan.

20/431- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu kami pernah bersama Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah kemah, kami berjumlah sekitar empat puluh orang. Beliau bersabda, "Apakah kalian rida seandainya kalian seperempat penduduk surga?" Kami menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Apakah kalian rida seandainya kalian sepertiga penduduk surga?" Kami menjawab, "Ya." Kemudian beliau bersabda, "Demi Zat yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya! Sungguh aku berharap kalian adalah separuh penduduk surga. Karena surga itu tidak dimasuki kecuali oleh jiwa yang beriman. Tidaklah perumpamaan kalian di tengah-tengah orang musyrik melainkan seperti sehelai bulu putih pada lembu hitam atau seperti sehelai bulu hitam pada lembu putih."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

قُبَّة (qubbah): kemah, tenda.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang beriman dari kalangan umat Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah mayoritas penghuni surga, dan ini menunjukkan mulianya kedudukan umat yang tercinta ini di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Sedikitnya jumlah orang beriman bila dibandingkan dengan jumlah orang kafir; sehingga orang beriman yang cerdas tidak akan menakar sesuatu dengan banyaknya jumlah pengikut, melainkan dia mengukur kebenaran berdasarkan kesesuaiannya dengan syariat Tuhan semesta alam, dan petunjuk generasi pertama umat ini.

3) Penyebutan kabar gembira secara bertahap dan pengulangannya beberapa kali untuk lebih memancing pembaharuan rasa syukur dari waktu ke waktu.

21/432- Abū Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari Kiamat nanti Allah menyerahkan seorang yahudi atau nasrani kepada setiap muslim lalu berfirman, 'Ini menjadi tebusanmu dari neraka.'"Dalam riwayat lain, juga dari Abū Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Akan didatangkan pada hari Kiamat sejumlah orang dari kalangan muslim dengan dosa seperti gunung, tetapi Allah mengampuninya bagi mereka."(HR. Muslim)

Sabda Rasulullah: "Allah menyerahkan seorang yahudi atau nasrani kepada setiap muslim lalu berfirman, 'Ini menjadi tebusanmu dari neraka'" maknanya ialah apa yang disebutkan dalam hadis riwayat Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-: "Setiap orang memiliki tempat di surga dan tempat di neraka. Ketika orang beriman masuk surga, dia digantikan oleh orang kafir di neraka, karena sebenarnya dia berhak terhadap yang demikian itu disebabkan kekafirannya."

Makna "menjadi tebusanmu": bahwa Anda pun terancam masuk neraka, lalu ini menjadi tebusanmu, karena Allah -Ta'ālā- telah menetapkan bagi neraka jumlah orang yang akan mengisinya, sehingga ketika orang kafir masuk neraka dengan sebab dosa dan kekafiran mereka, maka seakan-akan mereka sebagai tebusan bagi orang Islam.Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah telah memuliakan umat ini karena mereka beriman kepada Allah serta menjadi saksi bagi manusia.

2) Kehinaan orang yahudi dan nasrani yang telah menyelewengkan Kalam Allah -Ta'ālā- dan membunuh rasu-rasul utusan Allah -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam-, sehingga mereka menjadi tebusan bagi orang Islam.

18/22- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari Kiamat, orang mukmin didekatkan kepada Tuhannya, lalu Allah meletakkan tabir-Nya kepadanya. Kemudian Allah mengingatkannya dosa-dosanya; Allah bertanya, 'Apakah kamu mengenal dosa ini? Apakah kamu mengenal dosa ini?' Dia menjawab, 'Ya Rabbi! Aku mengenalnya.' Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku telah menutupi dosamu itu di dunia, dan hari ini Aku ampuni dosa-dosamu.' Lantas Allah memberikan kepadanya catatan kebaikan-kebaikannya."(Muttafaq 'Alaih)

كَنَفُهُ (kanafuhu): tabir dan rahmat-Nya.

Kosa Kata Asing:

يُدنىٰ (yudnī): mendekatkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Adanya perhatian besar Allah kepada orang-orang beriman serta menutup aib-aib mereka di dunia dan akhirat.

2) Hamba yang beriman tidak akan berdusta; karena kedustaan adalah perangai orang munafik, sedangkan kejujuran adalah perangai orang beriman.

Peringatan:

Di Antara nama Allah yang indah: As-Sittīr (Maha Menutupi), yaitu Allah senang menutupi aib orang-orang beriman. Maka, semoga Allah merahmati hamba yang membantu menutupi aib saudaranya yang mukmin.

Banyak beredar di tengah masyarakat nama "'Abdus-Sattār", dan ini salah. Karena yang merupakan nama Allah -Ta'ālā- adalah As-Sittīr. Adapaun As-Sattār, bukan termasuk Al-Asmā` Al-Ḥusnā. Sementara kewajiban kita harus terikat dengan nas agama, karena nama-nama Allah termasuk perkara tauqiīfīyah (berdasarkan wahyu);"Katakanlah, 'Kamukah yang lebih tahu atau Allah?!'" (QS. Al-Baqarah: 140)23/434- Ibnu Mas‘ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki yang mencium seorang wanita, lalu dia datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyampaikan hal itu. Maka Allah -Ta'ālā- pun menurunkan ayat:“Dan tegakkanlah salat di kedua ujung siang (pagi dan petang), dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan.”(QS. Hūd: 114)Laki-laki itu berkata, “Apakah ini (khusus) untukku, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Untuk semua umatku secara keseluruhan.”(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

طَرَفَيِ ٱلنَّهَارِ (ṭarafain-nahār): kedua ujung siang, yaitu pagi dan petang.

زلفاً من الليل (zulafan minal-lail): sebagian malam yang dekat dari siang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat adalah amal orang beriman yang paling afdal serta perkara paling baik untuk mereka saling mengingatkan.

2) Membuka pintu harapan bagi semua umat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; siapa saja yang berbuat dosa agar segera mengerjakan salat setelahnya untuk menghapus dosanya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kerjakan kebaikan setelah melakukan keburukan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya."24/435- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang lelaki datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar sebuah larangan, tegakkanlah hukumnya kepadaku!" Lantas waktu salat tiba dan dia pun salat bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Setelah selesai melaksanakan salat, orang itu berkata lagi, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah melanggar sebuah larangan, karena itu tegakkanlah kepadaku Kitab Allah!" Beliau bertanya, "Apakah engkau ikut salat bersama kami?" Orang itu menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Engkau sudah diampuni."(Muttafaq 'Alaih)

Ucapan: (أَصَبْتُ حَدّاً), maksudnya: saya melakukan sebuah maksiat yang mengharuskan hukuman ta'zīr, bukan hukuman hudud yang sebenarnya seperti zina, minum khamar, dan lainnya, karena hukuman hudud tidak gugur dengan salat, dan tidak boleh bagi pemimpin untuk meninggalkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba menunaikan salat secara benar sesuai syariat dan mengikuti tata cara salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara lahir dan batin, maka ibadah ini akan menghapus dosanya, walaupun besar.

2) Besarnya rahmat Allah kepada hamba-Nya; yaitu Allah membuka untuk mereka pintu-pintu penghapus dosa, di antaranya salat.

25/436- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah rida kepada seorang hamba ketika dia menyantap makanan lalu dia memuji Allah atas makanan itu, atau minum lalu dia memuji Allah atas minuman itu."(HR. Muslim)

الأَكْلَةُ (al-aklah), dengan memfatahkan hamzah, yaitu satu kali makan seperti makan siang atau sore. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuji Allah -Ta'ālā- ketika setiap kali makan dan minum adalah bentuk harapan hamba kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

2) Orang beriman mengharap rida Allah dalam aktifitas makan dan minumnya serta memanfaatkannya dalam rangka ketaatan kepada-Nya.

26/437- Abū Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- membentangkan Tangan-Nya pada waktu malam agar orang yang berbuat kesalahan di waktu siang bertobat, dan Allah membentangkan Tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat kesalahan di waktu malam bertobat, hingga matahari terbit dari arah terbenamnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tobat adalah pintu yang selalu terbuka, siapa yang mengetuk pintu tersebut maka akan dibukakan baginya.

2) Besarnya rahmat Allah kepada hamba-Nya dengan menerima tobat pelaku maksiat serta membimbing mereka untuk bertobat.

27/438- Abu Najīḥ 'Amr bin 'Abasah -dengan memfatahkan "'ain" dan "bā`"- As-Sulamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu ketika aku masih di masa jahiliah, aku meyakini semua manusia dalam kesesatan dan tidak melakukan sesuatu yang berguna karena mereka menyembah berhala-berhala. Lalu aku mendengar ada seorang laki-laki di Mekah yang menyampaikan berbagai berita (wahyu). Aku pun bergegas mengendarai kendaraanku dan menuju orang itu. Ternyata orang itu adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang sembunyi-sembunyi dan diperlakukan dengan lancang oleh kaumnya. Aku pun bersikap hati-hati hingga berhasil menemui beliau di Mekah. Aku bertanya pada beliau, "Siapakah engkau ini?" Beliau menjawab, "Aku seorang nabi." Aku bertanya, "Apa itu nabi?" Beliau menjawab, "Yaitu Allah telah mengutusku." Aku bertanya, "Dengan ajaran apakah Allah mengutusmu?" Beliau menjawab,"Allah mengutusku dengan (perintah) bersilaturahmi, menghancurkan berhala, dan mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun."Aku bertanya, "Siapa yang mengikutimu dalam hal ini?" Beliau menjawab, "Satu orang merdeka dan satu hamba sahaya." Saat itu Abu Bakar dan Bilal -raḍiyallāhu 'anhuma- bersama beliau. Aku berkata, "Sesungguhnya aku siap mengikutimu." Beliau bersabda,"Sesungguhnya engkau tidak akan kuat melakukannya saat ini. Tidakkah engkau melihat keadaanku dan keadaan orang-orang itu? Tetapi kembalilah dulu kepada keluargamu. Jika engkau sudah mendengar berita aku telah menang, datanglah kembali kepadaku."Dia melanjutkan: Maka aku pun pulang kembali ke keluargaku. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hijrah ke Madinah, sementara aku tinggal bersama keluargaku. Aku berusaha mencari kabar dan bertanya kepada orang-orang ketika beliau datang ke Madinah. Hingga akhirnya sekelompok orang dari penduduk Madinah datang. Aku bertanya, "Apa yang dilakukan oleh orang yang datang ke Madinah itu?" Mereka menjawab, "Orang-orang bersegera menyambutnya. Kaumnya telah berusaha membunuhnya, tetapi mereka tidak berhasil melakukan itu." Lantas aku pergi ke Madinah dan menemui beliau. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah engkau mengenaliku?" Beliau menjawab, "Ya, engkau adalah orang yang dulu menemuiku di Mekah." Dia melanjutkan, maka aku berkata, 'Wahai Rasulullah! Beritahukan kepadaku apa yang diajarkan oleh Allah kepadamu sedangkan aku tidak mengetahuinya. Beritahukan kepadaku tentang salat?" Beliau bersabda,"Laksanakanlah salat Subuh. Setelah itu jangan mengerjakan salat hingga matahari naik seukuran satu tombak, karena ketika matahari terbit, dia terbit di antara dua tanduk setan. Saat itulah orang-orang kafir bersujud kepadanya. Setelah itu salatlah, karena salat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (para malaikat), hingga bayangan tombak sampai titik paling pendek. Setelah itu berhentilah melakukan salat karena pada saat itu Jahanam dinyalakan. Jika bayangan datang lagi (setelah matahari tergelincir), maka kerjakanlah salat, karena salat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (para malaikat), hingga engkau mengerjakan salat Asar. Kemudian berhentilah melakukan salat hingga matahari terbenam, karena matahari terbenam di antara dua tanduk setan. Ketika itulah orang-orang kafir bersujud kepadanya."Dia melanjutkan, aku berkata, "Wahai Nabi Allah! Sampaikan kepadaku tentang wudu." Beliau bersabda,"Tidaklah salah seorang kalian menghadirkan air wudunya, lalu berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya, melainkan gugur dosa-dosa mulut dan hidungnya. Kemudian ketika dia membasuh wajahnya sebagaimana yang diperintahkan Allah, gugurlah dosa-dosa wajahnya dari ujung janggutnya bersama air itu. Kemudian ketika dia membasuh kedua tangannya hingga siku, gugurlah dosa-dosa tangannya dari jari-jarinya bersama air itu. Selanjutnya ketika dia mengusap kepalanya, gugurlah dosa-dosa kepalanya dari ujung rambutnya bersama air itu. Kemudian ketika dia membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kaki, gugurlah dosa-dosa kakinya dari jari-jarinya bersama air itu. Kemudian jika dia berdiri lalu mengerjakan salat; dia memuji, memuja dan mengagungkan Allah -Ta'ālā- dengan pujian yang pantas untuk-Nya, serta mengosongkan hatinya hanya untuk Allah -Ta'ālā- maka dia keluar dari dosanya seperti saat dia dilahirkan ibunya."Kemudian 'Amr bin 'Abasah menuturkan hadis ini kepada Abu Umāmah, seorang sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Abu Umāmah berkata kepadanya, "Wahai 'Amr bin 'Abasah! Perhatikanlah apa yang engkau katakan itu! Mungkinkah seseorang akan diberi pahala sebanyak itu hanya dalam satu amalan saja?!" 'Amr menjawab, "Wahai Abu Umāmah! Umurku sudah tua, tulangku sudah rapuh, dan ajalku sudah dekat. Aku tidak memiliki kepentingan untuk berdusta atas nama Allah -Ta'ālā-, dan tidak juga atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seandainya aku tidak pernah mendengarnya dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sekali, dua kali, atau tiga kali -hingga dia menyebutkan tujuh kali- aku tidak akan menceritakan hadis ini selama-lamanya. Tetapi aku telah mendengarnya lebih banyak dari itu."(HR. Muslim)Perkataan 'Amr bin 'Abasah: "جُرآءُ عليهِ قومُه", yaitu dengan "jīm" yang damah dan hamzah yang bermad, sama seperti pola: "عُلماءَ". Maksudnya: berani dan lancang, tidak takut. Inilah riwayat yang masyhur. Dan telah diriwayatkan oleh Al-Ḥumaidiy dan lainnya: "حِرَاءٌ", dengan "ḥā`" yang kasrah. Al-Ḥumaidiy berkata, "Maknanya: mereka murka dan penuh susah dan galau, telah hilang kesabaran mereka, hingga membekas di tubuh mereka. Ia berasal dari perkataan mereka, 'Ḥarā jismuhu, yaḥrā', yakni tubuhnya menyusut karena sakit, galau, dan semisalnya. Tetapi yang benar ialah menggunakan 'jīm'."Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "بينَ قَرنَي شيطانٍ": di antara dua sisi kepala setan. Maksudnya ialah sebagai perumpamaan; bahwa saat itu adalah waktu setan dan tentaranya bergerak dan berkuasa.يُقَرِّبُ وَضَوءه, maksudnya: menghadirkan air yang akan digunakan berwudu.إلَّا خَرّتْ خَطايا, dengan huruf "khā`", artiya: gugur, jatuh. Sebagian meriwayatkannya: "جرَتْ", dengan "jīm". Namun, yang benar dengan "khā`", dan ini adalah riwayat mayoritas.فَيَنْتَثِرُ, maksudnya: mengeluarkan kotoran yang ada dalam hidungnya. Adapun makna "النَّثرَةُ" (an-naṡrah): pangkal hidung.

Kosa Kata Asing:

فَتَلَطَّفْتُ (fatalaṭṭaftu): aku berhati-hati.

مُتَّبِعُكَ (muttabi'uka): siap mengikutimu untuk memenangkan Islam serta tinggal bersamamu di Mekah.

قَيْدَ رُمْحٍ (qaida rumḥin): seukuran sebuah tombak, yaitu seukuran beberapa menit setelah matahari terbit.

تُسْجَر (tusjar): dinyalakan dengan bahan bakar.

الفيء (al-fai`): bayangan setelah matahari tergelincir.

فيه (fīhi): mulutnya.

خَيَاشِيْمِهِ (khayāsyīmihi): hidungnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memulai dakwah beliau dalam keadaan asing dan secara sembunyi-sembunyi, kemudian Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memuliakan beliau dan memuliakan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dengan diberikan kemenangan di atas muka bumi berkat kesabaran mereka terhadap gangguan dan ujian serta konsistensi mereka dalam mengharap kemenangan kepada Allah. Ini adalah pesan yang agung bagi para dai agar tidak tergesa-gesa ingin melihat pertolongan dari Allah -Ta'ālā-.

2) Menjelaskan keutamaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq dan Bilāl; keduanya termasuk golongan sahabat yang paling pertama masuk Islam. Semoga Allah meridai mereka.

3) Larangan melakukan tasyabbuh atau menyerupai kelakuan orang kafir, sekalipun pelakunya tidak meniatkan hal itu; karena orang yang mengerjakan salat ketika matahari terbit atau tenggelam bisa jadi tidak berniat untuk menyerupai orang kafir, walaupun demikian salat pada waktu tersebut tetap dilarang.

4) Menjelaskan keutamaan wudu; bahwa wudu merupakan penghapus dosa dan kesalahan, dan ini termasuk harapan bagi orang-orang mukmin yang bersuci.

28/439- Abū Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Jika Allah -Ta'ālā- menghendaki rahmat bagi suatu umat, maka Allah mewafatkan nabi mereka sebelum mereka, lalu menjadikannya sebagai pendahulu dan panutan bagi umat itu. Dan jika Allah menghendaki kebinasaan suatu umat, maka Allah menyiksa mereka sedangkan nabi mereka masih hidup. Selanjutnya Allah membinasakan mereka sedangkan nabi mereka hidup dan menyaksikan kebinasaan mereka. Sehingga Allah menyejukkan matanya dengan kebinasaan mereka lantaran mereka mendustakan nabi tersebut dan mendurhakai perintahnya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

فَرَطًا (faraṭan): pendahulu.

بَيْنَ يَدَيْهَا (baina yadaihā): di hadapannya.

فأَقَرَّ عيْنَهُ (fa`aqarra 'ainahu): dia merasakan bahagia dengan kebinasaan mereka akibat mereka mendustakannya dan tidak mematuhinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya kasih sayang dan rahmat Allah kepada umat Muhammad yang tercinta -semoga Allah menambah kemuliaan mereka-, karena Allah mewafatkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebelum mereka.

2) Perhatian para nabi -'alaihimus-salām- kepada kaum mereka, serta kepedualian mereka dalam memelihara dan memperbaiki urusan mereka.

3) Siksaan dan pembinasaan terhadap orang kafir mengandung pembelaan terhadap agama para nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan pengikut mereka.

 52- BAB KEUTAMAAN RAJĀ` (HARAPAN)

Allah -Ta'ālā- berfirman mengisahkan hamba-Nya yang saleh,"Dan aku menyerahkan urusanku kapada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka."(QS. Gāfir: 44-45)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menyerahkan urusan kepada Allah -Ta'ālā- adalah tanda kebenaran tawakal.

2) Siapa yang menyerahkan urusannya kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan hajatnya.

1/440- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Demi Allah! Sungguh Allah lebih senang dengan tobat hamba-Nya daripada salah seorang kalian yang menemukan hewan kendaraannya yang hilang di padang tandus. Siapa yang mendekat kepada-Ku satu jengkal, Aku mendekat kepadanya satu hasta. Siapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta, Aku mendekatinya satu depa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan biasa, Aku datang kepadanya dengan berjalan cepat."(Muttafaq 'Alaih)Ini adalah redaksi salah satu riwayat Muslim.Dan telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.

Juga diriwayatkan dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain: "Dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku." Yaitu menggunakan kata "حينَ" (ḥīna), dengan huruf "nūn". Sedangkan dalam riwayat ini menggunakan kata "حَيْثُ" (ḥaiṡu), dengan huruf "ṡā`". Keduanya benar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berhusnuzan kepada Allah -Ta'ālā-, mengharap rahmat-Nya, bersegera mengerjakan tobat, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan ketaatan.

2) Husnuzan kepada Allah artinya Anda mengharapkan apa yang ada di sisi Allah sekalipun tidak terlihat, dan memutus ketergantungan Anda kepada apa yang ada pada makhluk sekalipun terlihat ada.

Faedah Tambahan:

Kapan seorang hamba dibenarkan berhusnuzan kepada Allah -'Azza wa Jalla-?

Yaitu ketika dia mengerjakan apa saja yang akan mendatangkan karunia dan rahmat Allah. Misalnya dia melakukan amal saleh, lalu berhusnuzan bahwa Allah -Ta'ālā- akan menerimanya. Adapun berhusnuzan sementara Anda tidak berbuat apa-apa, atau berhusnuzan disertai kelakuan suka bermaksiat, maka ini adalah perilaku orang-orang lemah, melarat, dan pemalas.

2/441- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tiga hari sebelum beliau wafat bersabda,"Jangan sekali-kali salah seorang kalian meninggal kecuali dia berprasangka baik kepada Allah -'Azza wa Jalla-."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لاَ يمُوتَنَّ (lā yamūtanna): berusaha kuat supaya kematian tidak datang kepadanya kecuali dia dalam keadaan seperti ini.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban hamba agar berhusnuzan kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. Tetapi disertai mengerjakan sebab-sebab yang akan mendatangkan hal itu berupa akidah yang benar, memperbaiki amal, dan mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Kesungguh-sungguhan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam membimbing umat beliau serta tingginya kasih sayang beliau kepada orang-orang beriman di semua keadaan beliau, bahkan ketika sakit yang mengantar kematian beliau, pun beliau masih menasihati umatnya.

3) Anjuran bersikap rajā` (harap), terutama ketika menjelang kematian, karena berharap dalam kondisi ini merupakan sikap hamba yang paling baik.

3/442- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai anak Adam! Selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosamu yang telah kamu lakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika dosamu setinggi langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula."(HR. Tirmizi)Tirmizi berkata, "Hadis hasan."عَنَانُ السَّماءِ ('anān as-samā`), dengan memfatahkan "'ain"; ada yang berpendapat, bahwa maknanya adalah apa yang terlihat ketika Anda mengangkat kepala. Ada juga yang berpendapat maknanya awan.Sedangkan "قُرَابُ الأرْضِ" (qurābul-arḍ), dengan mendamahkan "qāf". Ada yang mengatakan, dengan mengkasrahkannya. Tetapi harakat damah lebih benar dan lebih masyhur. Maknanya: yang mendekati seisi bumi. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Luasnya karunia Allah -'Azza wa Jalla- serta kebaikan-Nya. Karena rahmat Allah mencakup segala sesuatu. Tidaklah Allah menciptakan makhluk kecuali untuk memberi mereka rahmat lantaran ibadah mereka kepada-Nya, bukan untuk menyiksa mereka.

2) Anjuran beristigfar, berdoa, dan berharap kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, karena semua ini termasuk sifat orang beriman.

3) Keutamaan tauhid dan menjelaskan bahwa tauhid adalah penghapus dosa yang paling besar.

 53- BAB MENGGABUNGKAN ANTARA TAKUT DAN HARAP

Ketahuilah, yang menjadi pilihan bagi hamba pada masa sehatnya adalah agar menggabungkan antara rasa takut dan harap, keduanya hendaknya memiliki porsi yang sama. Sedangkan dalam keadaan sakit ia hendaknya mengutamakan harapan. Kaidah agama dari nas Al-Qur`ān, Sunnah dan lainnya tentang hal ini sangat banyak sekali.Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi."(QS. Al-A'rāf: 99)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.”(QS. Yūsuf: 87)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram."(QS. Āli 'Imrān: 106)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Al-A'rāf: 167)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan,dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka."(QS. Al-Infiṭār: 13-14)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,maka tempat kembalinya adalah neraka Hāwiyah."(QS. Al-Qāri'ah: 6-9)Ayat-ayat yang semakna dengan ini sangat banyak.Yaitu dalam dua ayat yang bersambung, atau beberapa ayat, atau bahkan dalam satu ayat digabungkan antara takut dan harap.

Pelajaran dari Ayat:

1) Agar seseorang menjadi dokter bagi dirinya; jika dia melihat dirinya merasa aman dari makar Allah dengan terus-menerus berbuat maksiat, hendaklah dia berbelok dari jalan itu dan menempuh jalan takut. Tetapi jika dia melihat dalam dirinya terdapat was-was, sangat takut sekali secara berlebihan, hendaklah dia berbelok dari jalan itu lalu memompa sisi harap, hingga setara antara rasa takut dan harapnya.

2) Metode Al-Qur`ān Al-Karīm ialah menggabungkan antara takut dan harap; inilah jalan orang beriman yang tulus dan cerdas, yang mengikuti petunjuk Kitab Allah.

1/443- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya orang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berharap masuk surga-Nya. Andaikan orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, pasti tidak akan ada seorang pun yang berputus asa dari surga-Nya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tingginya kemuliaan seorang mukmin di sisi Allah -Ta'ālā-; yaitu Allah menjadikan dia berharap kepada surga-Nya lalu Allah membimbingnya untuk beramal saleh.

2) Hinanya orang kafir di sisi Allah; yaitu Allah menghalanginya dari mengerjakan amal saleh disebabkan karena dia berpaling dari Allah -Ta'ālā- dan teperdaya dengan angan-angan dan syahwat.

2/444- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila jenazah telah diletakkan dan dipikul oleh orang banyak atau kaum pria di pundak mereka; jika dia orang yang saleh, dia berkata, ‘Segerakanlah aku! Segerakanlah aku!’ Namun jika dia bukan orang yang saleh, dia berkata, ‘Duhai celakanya! Ke manakah kalian akan membawanya?’ Suaranya didengar oleh segala sesuatu kecuali manusia. Andai manusia mendengarnya, pasti dia akan pingsan.”(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

وُضِعَتْ (wuḍi'at): diletakkan di keranda.

Pelajaran dari Hadis:

1) Jenazah yang saleh akan sangat besar harapnya kepada Allah -Ta'ālā-, karena dia mengetahui kebaikan yang menantinya.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam memberi pengajaran, yaitu beliau menggabungkan antara takut dan harap.

Faedah Tambahan:

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Dipikul oleh orang banyak atau kaum pria di pundak mereka"; dari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini dapat disimpulkan agar jenazah tidak dibawa dengan kendaraan, dengan beberapa alasan:

1) Hal itu termasuk kebiasaan orang kafir, sedangkan agama telah melarang mengikuti dan meniru mereka.

2) Menyelisihi petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- supaya memikul jenazah.

3) Hilangnya hikmah yang merupakan tujuan dari memikul jenazah serta penglihatan orang kepadanya.

Ketahuilah, saudaraku, bahwa orang-orang kafir tatkala hilang dari hati mereka mengingat kematian serta mereka tenggelam dalam syahwat dan dunia yang fana, mereka semakin menjauh dari semua yang akan mengingatkan kepada kematian, sehingga mereka meletakkan mayat-mayat mereka di dalam peti tertutup dan di dalam mobil.

4) Menjadi faktor kuat berkurangnya para pengantar jenazah dan orang-orang yang mengejar pahala, karena tidak semua orang mampu ikut serta mengantar jenazah ketika dilakukan dengan cara ini.

5) Mengantar jenazah menggunakan iringan mobil tidak sejalan dengan apa yang diketahui bersama tentang kemudahan Islam yang jauh dari formalitas dan acara resmi dalam kematian.

Tetapi dikecualikan dari larangan tersebut bila hal itu dibutuhkan. Seperti jarak kubur yang sangat jauh. Namun, hal itu hendaklah disesuaikan dengan kebutuhan, tanpa masuk dalam formalitas dan protokol resmi.

3/445- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Surga itu lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya. Neraka juga seperti itu."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

شِرَاكِ نَعْلِهِ (syirāk na'lihi): tali sandal; biasa dijadikan sebagai permisalan dalam hal kedekatan, karena orang selalu memakai sandalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban hamba agar berusaha memperbaiki kekurangan yang ada pada dirinya lewat pintu khauf (takut) dan rajā` (harap).

2) Dengan amal dan usahanya, seseorang sedang berjalan antara ke surga atau ke neraka. Sebab itu, hendaklah orang yang diberikan taufik untuk banyak beramal saleh banyak memuji Allah.

 54- KEUTAMAAN MENANGIS KARENA TAKUT DAN RINDU KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ-

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk."(QS. Al-Isrā`: 109)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?Dan kamu tertawakan dan tidak menangis?"(QS. An-Najm: 59-60)

Pelajaran dari Ayat:

1) Tangisan hamba karena takut kepada Allah; entah disebabkan karena dia takut kepada Allah, bila hal itu terjadi setelah melakukan suatu maksiat yang menyebabkan dirinya terjauhkan dari rahmat-Nya, atau entah karena rindu kepada-Nya, bila hal itu terjadi setelah melakukan ketaatan yang dimudahkan kepadanya yang menyebabkan dirinya mendapatkan kedekatan dan cinta dari Allah.

2) Pengingkaran terhadap orang-orang yang hatinya keras; yaitu orang-orang yang air matanya kering akibat hatinya yang keras.

1/446- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepadaku,"Bacakanlah kepadaku Al-Qur`ān!"Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah aku akan membacakannya kepadamu, padahal kepadamulah Al-Qur`ān diturunkan?" Beliau menjawab,"Sesungguhnya aku ingin mendengarnya dari orang lain."Lantas aku membacakan kepada beliau Surah An-Nisā`. Hingga ketika aku sampai pada ayat:"Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka."(QS. An-Nisā`: 41)Beliau berkata, "Cukup sekarang." Aku menoleh ke arah beliau, ternyata kedua matanya mencucurkan air mata.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menadaburi Al-Qur`ān ketika membaca atau mendengarnya. Hal itu akan menjadi sebab mata menangis dan hati takut, karena (disebutkan dalam syair): "Air penghilang dahaga hati adalah zikir kepada Allah, maka bergegaslah meraihnya... dan jangan langkahi taman orang-orang yang berzikir sehingga engkau berada di tempat yang tandus."

2) Di antara adab yang diajarkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam membaca Al-Qur`ān adalah mewujudkan rasa takut dan tangisan, karena Allah berfirman, "Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu."

2/447- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyampaikan kepada kami sebuah pidato yang belum pernah sama sekali aku mendengar pidato semisalnya, beliau bersabda,"Kalau saja kalian tahu apa yang kutahu, sungguh kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis."Sehingga sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menutup wajah mereka sambil menangis.(Muttafaq 'Alaih). Hadis ini telah dijelaskan dalam Bab Khauf (Takut).

Kosa Kata Asing:

خَنِينٌ (khanīn): tangisan disertai suara lemah yang keluar dari hidung.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam menasihati manusia serta anjuran kepada manusia supaya menangis karena takut kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Kebodohan dan kezaliman seseorang menjadi sebab tidak bisa menangis.

3) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- karena langsung tersentuh dengan nasihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lalu, bagaimana keadaan orang-orang yang dibacakan kepadanya ayat-ayat yang jelas serta hadis-hadis yang memberi peringatan, lantas hatinya tidak tersentuh?! Padahal mungkin dia akan khusyuk dan menangis ketika mendengar nasyid dan syair!! Maka marilah menghidupkan metode para sahabat ketika mendengarkan bacaan ayat-ayat dan hadis-hadis.

Faedah Tambahan:

Dalam sebagian riwayat hadis ini disebutkan: Allah -'Azza wa Jalla- mewahyukan kepada beliau, "Ya Muhammad! Mengapa engkau jadikan hamba-hamba-Ku putus asa?" Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kembali seraya bersabda, "Bergembiralah! Kerjakanlah yang seharusnya atau berusahalah yang mendekati."

Di dalam hadis ini terdapat penggabungan antara takut dan harap. Karena takut saja akan melahirkan sifat putus asa dan kehilangan harapan. Sedangkan harap saja akan melahirkan kesombongan dan ujub.

3/448- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali lagi ke kantungnya, dan tidak akan menyatu antara debu dalam perjuangan di jalan Allah dan asap neraka Jahanam."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

يَلِجُ (yaliju): masuk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menangis karena takut kepada Allah -Ta'ālā- akan mendorong sikap istikamah sehingga menjadi pelindung dari azab neraka.

2) Di antara tanda ketulusan iman ialah cucuran air mata karena takut kepada Allah -Ta'ālā-.

4/449- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah -Ta'ālā-, seseorang yang hatinya tertaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah di atasnya, seseorang yang diajak berzina oleh perempuan terpandang nan cantik lalu dia mengatakan: aku takut kepada Allah, seseorang yang memberi sedekah lalu dia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu mengucurkan air matanya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang menangis karena takut kepada Allah adalah salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah.

2) Seseorang dianjurkan untuk berzikir kepada Allah ketika hati kosong dari memikirkan selain Allah -'Azza wa Jalla- serta dalam kondisi menyendiri, tidak bersama siapa pun, sehingga tangisannya murni karena Allah -Ta'ālā-.

5/450- Abdullah bin Asy-Syikhkhīr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang mengerjakan salat sementara dari dada beliau ada suara (tangisan) seperti suara periuk yang mendidih karena menangis."(Hadis sahih; riwayat Abu Daud dan Tirmizi dalam Asy-Syamā`il dengan sanad sahih).

Kosa Kata Asing:

لِجَوْفِهِ (li jaufihi): dari dada beliau.

أَزِيزِ المِرْجَلِ (azīz al-mirjal): suara periuk ketika mendidih.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan tingginya rasa takut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu suara tangis beliau menunjukkan tingginya rasa takut beliau kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Orang yang terlihat pada dirinya tanda-tanda khusyuk yang tidak dipaksakan tidaklah bersalah, karena kebaikan akan melahirkan cahaya di wajah orang-orang yang taat.

6/451- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu-,"Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- memerintahku untuk membacakanmu Surah Lam Yakunillażīna Kafarū." Ubay berkata, "Apakah Allah menyebut namaku?" Rasulullah menjawab, "Ya." Lantas Ubay pun menangis.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Sehingga Ubay langsung menangis."

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sahabat Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu-. Beliau termasuk orang-orang yang kukuh ilmunya dalam menghafal Al-Qur`ān dan membacanya, dan Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- sebut namanya.

2) Dibolehkan menangis ketika senang dan bahagia serta mendapatkan karunia.

3) Keutamaan Surah Al-Bayyinah karena berisi pembahasan tentang tauhid, kerasulan, hari akhir, suhuf dan kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam-, penyebutan salat, zakat, dan keikhlasan, serta menjelaskan keadaan penghuni surga dan neraka, sehingga di dalamnya mengandung penjelasan tentang kebaikan dunia dan akhirat.

7/452- Masih dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia menuturkan bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, "Mari kita pergi berkunjung ke rumah Ummu Aiman -raḍiyallāhu 'anhā- sebagaimana dulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengunjunginya." Ketika keduanya sampai, Ummu Aiman menangis. Keduanya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis? Tidak tahukah engkau bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Ummu Aiman menjawab, "Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit." Ucapan Ummu Aiman ini membuat keduanya terharu, sehingga keduanya ikut menangis bersamanya. (HR. Muslim). Hadis telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab Berkunjung kepada Orang Baik.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kelembutan hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-; sehingga pembahasan tentang iman yang sangat kecil sekalipun dapat menggetarkan hati mereka.

2) Kewajiban seseorang ketika menjenguk saudaranya adalah agar mengingatkannya dengan sesuatu yang dapat menggerakkan iman sehingga menjadi sebab air matanya mengalir karena takut kepada Allah -Ta'ālā-.

8/453- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Ketika sakit Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- semakin keras, ada yang bertanya kepada beliau tentang imam salat. Beliau bersabda,"Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami orang-orang dalam salat!"Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- lantas berkata, "Sesungguhnya Abu Bakar itu orang yang sangat lembut hatinya (sensitif). Ketika membaca Al-Qur`ān dia tidak dapat menahan tangisnya." Namun beliau tetap bersabda, "Suruhlah dia (Abu Bakar) untuk menjadi imam!"Dalam satu riwayat dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- dia berkata, "Sesungguhnya apabila Abu Bakar menggantikan tempatmu (menjadi imam), orang-orang tidak dapat mendengar bacaannya karena dia akan menangis."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya rasa takut Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Anjuran berhati lembut dan menangis ketika membaca Al-Qur`ān tanpa dipaksakan.

9/454- Ibrāhīm bin Abdurraḥmān bin 'Auf meriwayatkan bahwasanya Abdurraḥmān bin 'Auf -raḍiyallāhu 'anhu- disuguhi hidangan makanan sementara dia sedang berpuasa. Abdurraḥmān bin 'Auf berkata, "Muṣ'ab bin 'Umair -raḍiyallāhu 'anhu- terbunuh, dan dia lebih baik dariku, tetapi dia tidak memiliki kain yang dapat digunakan untuk mengafaninya kecuali sehelai selimut yang bermotif garis. Jika kepalanya ditutup, maka terbukalah kakinya. Jika kakinya ditutup, maka tampaklah kepalanya. Selanjutnya dunia dibentangkan kepada kita seluas-luasnya." Atau dia mengatakan, "Kita telah diberi kekayaan dunia yang sangat banyak. Kita khawatir, jika kebaikan-kebaikan kita telah dipercepat balasannya (dengan kekayaan ini)." Abdurraḥmān bin 'Auf seketika menangis hingga tidak menyentuh makanan itu."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengambil pelajaran dari perjalanan hidup orang-orang saleh sebagai bekal yang dapat mengantar ke jalan akhirat.

2) Seseorang hendaknya mengenang teman dan saudara dengan menyebutkan perbuatan mulia dan kebaikan-kebaikan mereka, memohonkan mereka ampunan, dan menghindari menyebutkan sesuatu yang menyakiti mereka.

3) Orang yang beriman akan melihat orang di atasnya dalam hal ketaatan dan orang di bawahnya dalam hal perkara dunia sehingga dia tetap bersemangat menambah ketaatan dan bersyukur kepada nikmat Allah.

10/455- Abu Umāmah Ṣudāy bin 'Ajlān Al-Bāhiliy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah daripada dua tetesan dan dua bekas. Yaitu tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah: bekas berjihad di jalan Allah dan bekas mengerjakan salah satu kewajiban yang Allah -Ta'ālā- wajibkan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

تُهراق (tuhrāqu): ditumpahkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menangis karena takut kepada Allah -Ta'ālā- termasuk amal perbuatan mulia yang paling dicintai.

2) Keutamaan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai jenis ketaatan yang Allah wajibkan kepada hamba-Nya.

Dalam pembahasan ini terbanyak banyak sekali hadis, di antaraya:

11/456- Hadis Al-'Irbāḍ bin Sāriyah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menasihati kami dengan nasihat yang dalam, menggetarkan hati dan membuat mata berlinang."Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab Larangan terhadap Bidah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sifat nasihat, yaitu supaya mendalam serta membekas, membuat mata berlinang dan menggetarkan hati.

2) Kalimat yang berkesan adalah yang keluar dari lentera agama dan petunjuk wahyu sehingga akan masuk ke dalam hati.

 55- BAB KEUTAMAAN ZUHUD TERHADAP DUNIA, ANJURAN HIDUP SEDERHANA SERTA KEUTAMAAN HIDUP MISKIN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya dan menjadi cantik, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam dan siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang berpikir."(QS. Yūnus: 24)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan."(QS. Al-Kahf: 45-46)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu."(QS. Al-Ḥadīd: 20)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik."(QS. Āli 'Imrān: 14)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah."(QS. Fāṭir: 5)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,sampai kamu masuk ke dalam kubur.Sekali-kali tidak! Kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu).Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kalian akan mengetahui.Sekali-kali tidak! Sekiranya kalian mengetahui dengan pasti,niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahīm.Kemudian kalian benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri.Kemudian kalian benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)."(QS. At-Takāṡur: 1-8)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui."(Al-'Ankabūt: 64) Ayat-ayat yang berkaitan dengan bab ini sangatlah banyak dan masyhur.

Pelajaran dari Ayat:

1) Dunia dengan segala macam kemewahannya adalah kenikmatan yang sedikit dan akan sirna, sehingga orang yang cerdas adalah yang menjadikannya sebagai negeri persinggahan, bukan negeri untuk menetap.

2) Rahmat Allah kepada hamba-Nya, yaitu Allah mengingatkan mereka agar tidak teperdaya dengan kenikmatan dunia lalu membukakan mereka pintu-pintu akhirat.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini,

maka tidak bisa dihitung jumlahnya, sehingga kita akan sebutkan sebagiannya untuk mengingatkan yang lainnya.

1/457- 'Amr bin 'Auf Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengutus Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrāh -raḍiyallāhu 'anhu- ke Bahrain untuk mengambil jizyah (upeti) penduduknya. Lalu Abu 'Ubaidah datang membawa harta dari Bahrain. Lantas orang-orang Ansar mendengar kedatangan Abu 'Ubaidah, mereka pun melaksanakan salat Fajar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Usai salat, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beranjak pergi, sehingga orang-orang Ansar menghadang beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tersenyum manakala melihat mereka, lalu bersabda, "Aku kira kalian sudah mendengar kedatangan Abu 'Ubaidah dari Bahrain dengan membawa sesuatu?" Mereka menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Beliau bersabda,"Bergembiralah dan berharaplah dengan sesuatu yang menyenangkan kalian. Demi Allah! Bukan kefakiran yang aku khawatirkan pada kalian. Tetapi yang aku khawatirkan pada kalian ialah dibentangkannya kenikmatan dunia pada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, sehingga kalian berlomba-lomba kepadanya sebagaimana mereka telah berlomba-lomba kepadanya, lalu dunia membinasakan kalian sebagaimana membinasakan mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

بِجِزْيَتِهَا (bi jizyatihā): maksudnya, dengan jizyah penduduknya. Mayoritas penduduk Bahrain adalah Majusi. Jizyah adalah harta yang yang diserahkan oleh orang kafir zimi sebagai bentuk ketundukan kepada pemerintah Islam, juga sebagai imbalan ketetapannya dalam kekafiran. Jizyah itu dia berikandalam rangka mendapatkan keamanan pada keluarga, harta, dan agamanya.

فَوافَوْا (fawfau): mereka berkumpul dan hadir.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ada kalanya hidup miskin lebih baik bagi seseorang, karena harta umumnya membuat manusia zalim.

2) Sempurnanya petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengobati jiwa manusia dengan tepat; yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tahu apa yang diinginkan oleh orang-orang Ansar, lalu beliau memberi mereka kabar gembira dan harapan agar hati mereka tenang.

2/458- Abū Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk di atas mimbar sedangkan kami duduk mengelilingi beliau. Beliau bersabda,"Sesungguhnya di antara hal yang aku takutkan menimpa kalian semua sepeninggalku nanti ialah keindahan harta dunia serta perhiasannya yang akan dibukakan untuk kalian."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Terpana dengan dunia yang sampai membuat lupa kepada akhirat adalah yang paling dikhawatirkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap umat beliau.

2) Kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya, juga kepedulian beliau terhadap keselamatan mereka serta kekhawatiran beliau mereka akan terikat dengan dunia yang fana lalu lalai terhadap akhirat yang kekal. Seperti inilah seharusnya para dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah -Ta'ālā-, supaya bersungguh-sungguh di dalam memberi petunjuk kepada manusia.

3) Berita dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang keadaan umat beliau serta kemewahan dunia yang akan dibukakan kepada mereka.

3/459- Masih dari Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- menyerahkan urusannya kepada kalian, lalu melihat apa yang kalian kerjakan. Maka takutlah kepada fitnah dunia dan takutlah kepada fitnah wanita."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا (mustakhlifukum fīhā): menjadikan kalian sebagai penguasa yang saling mewarisi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh menikmati kenikmatan dunia yang halal, sesungguhnya kenikmatan dunia manis dan hijau.

2) Tugas manusia di dunia adalah menegakkan ibadah kepada Allah -Ta'ālā-:"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Aż-Żariyāt: 56)4/460- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya Allah! Tidak ada kehidupan yang hakiki selain kehidupan akhirat."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kehidupan indah yang berusaha diwujudkan dan didambakan oleh orang yang diberi taufik ialah kehidupan negeri akhirat. Adapun kehidupan dunia, maka dia adalah kehidupan yang tercemar dengan berbagai macam musibah dan ujian.

2) Anjuran agar orang beriman memberikan perhatian terhadap apa yang ada di sisi Allah, karena itu yang akan kekal dan tidak putus kenikmatannya.

5/461- Masih dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Jenazah itu akan diikuti oleh tiga hal: keluarganya, hartanya, dan amalnya. Dua akan pulang, dan satu yang akan tinggal (bersamanya). Keluarga dan hartanya akan pulang, dan yang tinggal adalah amalnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Yang akan berguna bagi orang yang meninggal adalah amal salehnya. Sehingga berbahagialah orang yang datang ke kuburnya dengan bekal yang baik.

2) Keluarga dan harta adalah titipan pada hamba, kemudian masing-masing orang akan pergi menemui Tuhannya dan meninggalkan titipan tersebut.

6/462- Masih dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari Kiamat kelak akan dihadirkan orang yang paling merasakan nikmat di dunia dari kalangan penduduk neraka, lalu dia dicelupkan sekali celupan ke dalam neraka. Kemudian dia ditanya, ‘Wahai anak Adam! Apakah kamu pernah melihat satu kebaikan sekalipun? Apakah kamu pernah merasakan satu kenikmatan sekalipun?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah! Tidak pernah, ya Rabbi.’ Kemudian dihadirkan orang yang paling sengsara di dunia dari kalangan penduduk surga, lalu dia dicelupkan sekali celupan ke dalam surga. Kemudian dia ditanya, ‘Wahai anak Adam! Apakah kamu pernah melihat satu penderitaan sekalipun? Apakah kamu pernah merasakan satu kesengsaraan sekalipun?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah! Tidak pernah. Aku tidak pernah sama sekali merasakan satu penderitaan. Tidak juga pernah melihat satu kesengsaraan sekalipun.”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يُصْبَغُ في النَّارِ صَبْغَةً: dicelupkan ke dalam neraka satu kali celupan.

بُؤْسًا (bu`san): kemiskinan dan kesulitan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kenikmatan dan kesengsaraan dunia tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan surga dan siksa neraka. Ini mengandung anjuran untuk mengharapkan surga dan bersabar dari penderitaan dunia.

2) Pemberian karunia oleh Allah kepada para pelaku maksiat dan kerusakan di dunia tidak menjadi bukti bahwa Dia mencintai mereka. Tetapi itu adalah bentuk menyegerakan balasan sedikit kebaikan mereka di dunia. Sehingga ketika menghadap Allah mereka tidak lagi memiliki apa-apa di akhirat kecuali siksa.

7/463- Al-Mustaurid bin Syaddād -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah dunia itu dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang kalian mencelupkan telunjuknya ke lautan, maka lihatlah (dunia) pada apa yang tersisa (di tangannya)!"(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

اليَمُّ (al-yamm): laut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dunia ini hina dan akan sirna; orang yang cerdas adalah yang menjadikannya sebagai kendaraan dan sarana yang baik untuk meraih akhirat.

2) Boleh membuat perumpamaan untuk memudahkan memahami makna tertentu.

8/464- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati pasar sementara orang-orang ikut berjalan di kanan dan kiri beliau. Kemudian beliau melewati bangkai anak kambing yang telinganya kecil. Beliau mengambil anak kambing itu dan memegang telinganya lalu bersabda,"Siapakah di antara kalian yang mau membeli bangkai anak kambing ini dengan satu dirham?"Mereka menjawab, "Kami tidak akan sudi membelinya dengan berapa pun. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?" Beliau bertanya,"Apakah kalian mau anak kambing ini untuk kalian dengan cuma-cuma?"Mereka menjawab, "Seandainya ia masih hidup, kambing ini tetap cacat, telinganya kecil. Apalagi dia sudah jadi bangkai." Maka beliau bersabda,"Demi Allah! Sungguh, dunia ini lebih hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini di mata kalian."(HR. Muslim)

Kata "كَنَفتَيْهِ" (kanafataihi), maksudnya: di dua sisi beliau. Sedangkan "الأَسَكُّ (al-asakk): yang bertelinga kecil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dunia dengan seluruh isinya lebih hina di sisi Allah dari bangkai hewan yang cacat. Tapi sungguh mengherankan, bagaimana bisa dunia menipu dan memperdaya banyak manusia?!

2) Kewajiban orang berilmu untuk mengingatkan manusia tentang hinanya dunia serta menganjurkan mereka untuk bersikap zuhud di dalamnya dan memperingatkan mereka agar tidak teperdaya dengannya. Tetapi, tidak tercela orang yang menikmati kenikmatan halal yang ada padanya, dengan syarat dia tidak lupa akhirat.

9/465- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah berjalan bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di tanah berbatu Madinah, hingga Uhud berada di hadapan kami. Beliau bersabda, "Wahai Abu Żarr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi seruanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda,"Tidaklah membuatku senang jika aku mempunyai emas seperti Uhud lalu tiga hari berlalu sementara masih tersisa bersamaku satu dinar dari emas tersebut, kecuali sebagian yang aku simpan untuk (membayar) utang. Melainkan aku membagikan emas itu kepada hamba-hamba Allah; begini, begini, dan begini." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berisyarat ke sebelah kanan, kiri, dan belakang beliau. Kemudian beliau berjalan dan bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang banyak hartanya adalah orang-orang yang paling sedikit pahalanya pada hari Kiamat. Kecuali yang memperlakukan hartanya begini, begini, dan begini -sambil berisyarat ke sebelah kanan, kiri, dan belakang beliau- tetapi sedikit sekali mereka itu." Lantas beliau bersabda, "Diamlah di tempatmu. Jangan beranjak hingga aku datang kepadamu!" Setelah itu beliau berjalan di kegelapan malam hingga tidak terlihat. Tiba-tiba aku mendengar suara keras sehingga membuatku cemas jangan-jangan ada orang yang berbuat buruk kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku pun ingin menyusul beliau, tetapi aku teringat ucapan beliau: "Jangan beranjak hingga aku datang kepadamu!" Sehingga aku tidak beranjak sampai beliau datang. Aku berkata, "Aku mendengar sebuah suara yang membuatku khawatir." Dan aku menceritakan hal itu kepada beliau. Beliau bertanya, "Apakah engkau mendengarnya?" Aku menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Itu adalah suara Jibril yang datang kepadaku. Dia berkata, 'Siapa saja dari umatmu yang meninggal dunia tanpa ia menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, niscaya dia masuk surga.'" Aku bertanya, "Meskipun dia berzina dan meskipun mencuri?" Beliau bersabda, "Meskipun dia berzina dan mencuri."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)10/466- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Seandainya aku mempunyai emas seperti gunung Uhud, tentu aku sangat senang sekali jika tidak berlalu tiga malam dalam keadaan aku masih memiliki sebagian harta itu kecuali sedikit yang aku sisihkan untuk (bayar) utang."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

حَرَّةٌ (ḥarrah): tanah berbatu hitam.

أَرْصِدُهُ (arṣiduhu): aku menyiapkannya, atau aku menyimpannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan tauhid dan dosa yang dihapuskannya, bahwa orang yang merealisasikan tauhid secara sempurna akan masuk surga tanpa azab dan hisab.

2) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling zuhud terhadap dunia disertai sikap kanaah yang sempurna dalam hati beliau. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada beliau.

3) Umumnya orang yang banyak harta di dunia akan bersikap zalim dan sombong:"Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas,apabila melihat dirinya serba cukup." (QS. Al-'Alaq: 6-7)

4) Adab Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- yang bagus terhadap Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dia menjunjung perintah Rasulullah dan tidak menyelisihinya sekalipun untuk suatu hajat dan maslahat kuat. Seluruh kebaikan ada pada mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang maksum.

5) Harta adalah sebaik-baik sarana penolong bagi hamba yang saleh dengan menginfakkannya pada pos-pos kebaikan, dan hamba yang diberi taufik adalah yang diberikan ilmu dan harta lalu dia menginfakkan hartanya berdasarkan ilmunya pada pos-pos kebaikan.

11/467- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Lihatlah orang yang berada di bawah kalian (dalam urusan dunia), dan janganlah melihat orang yang ada di atas kalian. Hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kalian."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan: "Bila salah seorang kalian telah melihat orang yang dilebihkan harta dan rupanya, hendaklah dia melihat orang yang di bawahnya."

Kosa Kata Asing:

أَجْدَرُ (ajdar): lebih pantas.

تَزْدَرُوْا (tazdarū): menganggap kecil dan meremehkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mensyukuri nikmat Allah -Ta'ālā- walaupun kadar nikmat yang dimilikinya masih berada di bawah yang lain.

2) Agama Islam datang untuk memperbaiki jiwa dan meluruskan keadaan manusia.

12/468- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Binasalah budak dinar, dirham, pakaian beludru, dan kain wol bermotif. Jika diberi ia rida, tetapi jika tidak diberi dia tidak rida."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

تَعِسَ (ta'isa): binasa.

القَطِيْفَةُ (al-qaṭīfah): pakaian yang mengandung beludru

الخَمِيْصَةُ (al-khamīṣah): kain bermotif.

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia pasti memiliki sembahan, antara menjadi hamba Allah atau hamba syahwat.

2) Orang tercela adalah orang yang disibukkan harta dari beribadah kepada Allah -Ta'ālā-, sehingga dia akan senang bila diberi harta dan bersedih ketika tidak diberi.

13/469- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia bercerita, "Aku telah melihat tujuh puluh orang di antara ahli sufah, tidak seorang pun di antara mereka yang mengenakan atasan (selendang). Sebagian hanya memakai bawahan (sarung). Dan sebagian hanya memakai kain yang mereka ikat di leher; ada yang sampai setengah betis dan ada yang sampai mata kaki, sehingga kain itu harus dipegang dengan tangannya karena tidak mau auratnya terlihat."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

أَهْلِ الصُّفَّةِ (ahl aṣ-ṣuffah/ahli sufah): tamu-tamu Islam dari kalangan orang-orang fakir sahabat, mereka tinggal di sebuah tempat di bagian belakang Masjid Nabawi yang dikenal dengan nama aṣ-ṣuffah.

رِدَاء (ridā`): pakaian atasan yang hanya menutup bagian atas badan.

الإِزَار (al-izār): pakaian bawahan yang hanya menutup bagian bawah badan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersikap sederhana dalam kehidupan dunia adalah kebiasaan para tokoh umat ini, di antaranya ahli sufah dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Hidup serba kekurangan tidak menghalangi seseorang dari berjuang dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan. Mereka orang-orang yang zuhud itu, di tangan merekalah negeri-negeri kafir ditaklukkan serta hati-hati manusia diislamkan. Wahai orang yang miskin dan sabar, jangan bersedih!

14/470- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dunia itu penjara bagi mukmin dan surga bagi orang kafir."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hinanya dunia bagi Allah, sehingga Allah menjadikannya mirip seperti penjara bagi orang beriman.

2) Siapa yang seluruh dunianya diisi dengan kesenangan murni dan tidak pernah diitimpa musibah hendaklah mengecek hati dan amalnya, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menggambarkan keadaan orang beriman bersama dunia seperti keadaan penjara.

15/471- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memegang kedua pundakku lalu bersabda,"Jadilah engkau di ‎dunia seperti orang asing atau musafir!"Dahulu Ibnu 'Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- memberikan nasihat, "Apabila engkau berada di sore hari ‎maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan apabila engkau berada di pagi ‎hari maka janganlah menunggu hingga sore hari! Pergunakanlah waktu sehatmu untuk (menyongsong) waktu sakitmu, dan pergunakanlah hidupmu untuk (menyambut) kematianmu!"‎(HR. Bukhari)

Dalam menjelaskan hadis ini, para ulama berkata, "Maksudnya: janganlah engkau tunduk kepada dunia, jangan dijadikan ia sebagai tempat tinggal tetap, jangan bisiki dirimu untuk hidup lama di dalamnya ataupun memberikan perhatian besar kepadanya, jangan bergantung kepadanya kecuali seperti hubungan orang asing pada selain negerinya, jangan sibukkan diri padanya kecuali seperti kesibukan orang asing di selain negerinya yang ingin pulang ke keluarganya. Wabillāhi at-taufīq."

Pelajaran dari Hadis:

1) Tindakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang memegang pundak Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- menunjukkan kecintaan beliau kepadanya.

2) Anjuran agar guru memegang pundak anak didik ketika proses pengajaran dan nasihat, yaitu untuk mengakrabkan sekaligus menjaga konsentrasinya.

3) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk memberikan berbagai kebaikan kepada umatnya.

4) Manusia di dunia ini sedang melakukan safar, sehingga dunia ini bukan tempat tinggal tetap, tetapi hanya tempat singgah.

5) Orang beriman di dunia ini adalah orang asing, karena surga adalah tempat tinggal pertamanya:"Wahai Adam! Tinggallah engaku dan istrimu di dalam surga." (QS. Al-Baqarah: 35)Tetapi musuhnya adalah setan. Dialah yang mengeluarkannya dari surga dan menawannya. Sehingga orang beriman sekarang hidup di dalam penjara para tawanan, seharusnya ia selalu rindu untuk pulang ke negeri aslinya.16/472- Abul-'Abbās Sahl bin Sa'ad As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku suatu amal, jika aku lakukan, maka aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia." Beliau bersabda,"Zuhudlah terhadap dunia maka Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah dengan apa yang ada di tangan manusia maka manusia akan mencintaimu!"(Hadis hasan, HR. Ibnu Mājah dan lainnya dengan sanad yang bagus).

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk menanyakan perkara yang berguna bagi diri mereka dan yang mendekatkan mereka kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Siapa yang hidup sederhana di dunia dan merindukan apa yang ada di sisi Allah niscaya akan dicintai oleh Allah.

3) Anjuran supaya tidak rakus terhadap apa yang ada di tangan orang lain; oleh karena itu, para rasul -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam- tidak pernah meminta upah kepada manusia.

17/473- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- mengatakan bahwa Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- menyebutkan berbagai karunia dunia yang diperoleh kaum muslimin, lalu dia berkata, "Sungguh aku pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sepanjang hari meringkuk kelaparan, dan beliau tidak mendapatkan kurma (meskipun) jelek untuk mengisi perutnya."(HR. Muslim)

الدَّقَلُ (ad-daqal), dengan memfatahkan "dāl", dan "qāf", artinya: kurma yang jelek.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dunia bukan ukuran keadaan dan kedudukan seseorang di sisi Allah; lihatlah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan makhluk paling mulia di sisi Allah -Ta'ālā-, beliau melalui malam dengan meringkuk kelaparan.

2) Sikap zuhud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia dan kesabaran beliau dalam menghadapi kelaparan serta lebih mengedepankan akhirat daripada dunia.

18/474- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat sedangkan di rumahku tidak ada sesuatu yang dapat dimakan oleh hewan bernyawa, kecuali sedikit gandum di rak milikku. Maka aku pun memakannya dalam kurun waktu cukup lama. Lalu aku menakarnya untuk mengetahui banyaknya, akhirnya gandum itu pun habis."(Muttafaq 'Alaih)

شَطْر شَعيرٍ (syaṭru sya'īr), maksudnya: sedikit gandum, demikian dijelaskan oleh Tirmizi.

Kosa Kata Asing:

ذُوْ كّبِدٍ (żū kabid): yang bernyawa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sikap zuhud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia dan potret kehidupan rumah tangga beliau.

2) Siapa yang diberikan rezeki oleh Allah atau diberikan suatu kemuliaan maka dia wajib ingat bersyukur kepada Allah -Ta'ālā-.

19/475- 'Amr bin Al-Ḥāriṡ, saudara Juwairiyah binti Al-Ḥāriṡ Ummul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Ketika meninggal dunia, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak meninggalkan dinar, dirham, budak laki-laki maupun perempuan,ataupun harta lainnya kecuali bagal putih yang beliau kendarai, senjata beliau, dan tanah yang beliau berikan kepada umat Islam sebagai sedekah."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Para nabi tidak meninggalkan warisan dinar ataupun dirham, tetapi semua yang mereka tinggalkan adalah sedekah.

2) Siapa yang berharap untuk bertemu Allah -Ta'ālā- maka ia hendaklah meringankan beban dunianya, kecuali yang menjadi sarana menuju akhirat.

20/476- Khabbāb bin Al-Aratt -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami berhijrah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena mengharapkan rida Allah -Ta'ālā-. Maka Allah telah menetapkan pahala bagi kami. Setelahnya sebagian kami meninggal dunia sebelum menikmati sedikit pun dari pahalanya (di dunia ini). Di antaranya adalah Muṣ'ab bin 'Umair -raḍiyallāhu 'anhu-. Dia terbunuh dalam perang Uhud dan hanya meninggalkan selembar kain; apabila kami tutup kepalanya akan terlihat kakinya, dan apabila kami tutup kakinya akan terlihat kepalanya. Sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami untuk menutup kepalanya (dengan kain) dan menutup kakinya dengan sedikit iżkhir. Dan sebagian kami dipanjangkan umurnya dan mendapatkan buah pahalanya serta memetiknya (di dunia ini)."(Muttafaq 'Alaih)النَمِرَةُ (an-namirah): kain dari wol dengan motif warna.Perkataan Khabbāb bin Al-Aratt: "أَيْنَعَت" (aina'at), maksudnya: matang dan mendapatkan.Sedangkan kata "يَهْدبُهَا" (yahdibuhā), dengan memfatahkan "yā`", lalu mendamahkan "dāl", dan boleh juga dikasrahkan, artinya: memetik dan memanen. Ini adalah perumpamaan terhadap kenikmatan dunia yang Allah -Ta'ālā- buka dan berikan kepada mereka.

Kosa Kata Asing:

الإِذْخِر (al-iżhir): jenis tumbuhan yang memiliki aroma sedap.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggambarkan kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam memikul berbagai kesulitan dalam rangka membela agama Islam; yaitu mereka berhijrah demi mendapatkan pahala dari Allah -Ta'ālā-. Sehingga sepantasnya orang beriman mengikuti jejak mereka yang merupakan generasi pertama umat ini.

2) Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memberikan kenikmatan dunia kepada yang disukai dan yang tidak disukai, sedangkan agama dan akhirat tidak akan diberikan kecuali kepada siapa yang disukai.

21/477- Sahl bin Sa'ad As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya dunia di sisi Allah nilainya sebanding dengan sayap lalat, Dia tidak akan memberi minum orang kafir walau seteguk air."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Hinanya dunia di sisi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- yaitu tidak setara nilai sayap lalat.

2) Dunia akan bernilai ketika Anda menjadikannya sebagai jalan untuk Anda lewati, bukan untuk Anda hidupkan seakan-akan Anda akan kekal padanya lalu mengisolir akhirat seakan-akan Anda lupa dengannya.

22/478- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ketahuilah bahwa dunia itu terlaknat, terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah -Ta'ālā- dan apa yang mengikutinya, serta orang yang alim dan yang menuntut ilmu."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

مَلْعُونَةٌ (mal-'ūnah): hina, dilaknat atau dimurkai.

Pelajaran dari Hadis:

1) Semua yang ada di dunia hanyalah permainan dan senda gurau, kecuali zikir kepada Allah dan yang menjadi sarananya, sehingga orang yang cerdas adalah yang mengetahui nilai dunia dan tipu daya yang dikandungnya.

2) Kemuliaan ilmu dan orang berilmu, mereka adalah orang-orang yang disucikan dari kehinaan dunia fana ini.

3) Manusia dalam hal ilmu terbagi menjadi dua: orang berilmu dan penuntut ilmu, dan keduanya ada di atas jalan keselamatan. Silakan menjadi salah satu dari keduanya, niscaya Anda selamat dan beruntung.

23/479- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian mengumpulkan kebun, sehingga menyebabkan kalian mencintai dunia!(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

الضَّيْعَةَ (aḍ-ḍai'ah): tanah, kebun.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menimbun harta dunia, karena dapat membuat hati condong kepadanya serta lalai terhadap akhirat.

2) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menunjuki umat ini ke jalan kebaikan serta menjauhkan mereka dari jalan keburukan.

24/480- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah lewat pada saat kami sedang merenovasi gubuk kami. Beliau bertanya, "Apa yang kalian kerjakan ini?" Kami menjawab, "Gubuk sudah rapuh. Kami memperbaikinya." Beliau lantas bersabda,”Kurasa datangnya kematian lebih cepat dari ini."(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad Bukhari dan Muslim,dan Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

خُصّاً (khuṣṣan): rumah yang terbuat dari kayu dan bambu serta diperbaiki dengan tanah. Dinamakan demikian (al-khuṣṣ), karena memiliki banyak lubang dan celah (al-khuṣāṣ).

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperbaiki rumah ketika rusak dan hampir roboh tidak termasuk bergantung kepada dunia yang tercela.

2) Kewajiban seseorang agar selalu mengingat kematian serta meyakininya sangat dekat.

3) Maksud dari arahan Nabi di sini yaitu memotong kecenderungan hati kepada dunia, bukan meninggalkannya secara keseluruhan:"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia." (QS. Al-Qaṣaṣ: 77)25/481- Ka'ab bin 'Iyāḍ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya setiap umat itu ada fitnahnya dan fitnah umatku adalah harta."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Ujian dengan berbagai jenis fitnah adalah sunatullah pada semua umat, namun ingatlah: bahwa orang yang berbahagia adalah yang dijauhkan dari fitnah serta yang diuji lalu dia bersabar.

2) Tamak terhadap dunia adalah sebab rusaknya hubungan antara manusia karena akan melahirkan sikap kikir, sementara sifat kikir dapat mengakibatkan ikatan silaturahmi berantakan:"Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, lalu kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaanmu?" (QS. Muḥammad: 22)

3) Seseorang harus zuhud terhadap dunia dan mengejar akhirat, serta agar dunia ia tempatkan di tangannya, bukan di hatinya.

4) Orang yang paham adalah yang menjadikan harta seperti kamar buang air; tidak bisa dihilangkan, tetapi tidak dicintai.

26/482- Abu 'Amr, juga dikatakan Abu Abdillah dan Abu Lailā, Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada hak bagi anak Adam selain dari perkara-perkara ini, yaitu: rumah yang ditempati, pakaian yang menutup auratnya, roti tawar (tanpa lauk), dan air."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis sahih") [11].

Imam Tirmizi berkata, Aku mendengar Abu Daud Sulaimān bin Sālim Al-Balkhiy berkata, "Aku mendengar An-Naḍr bin Syumail berkata, 'الجِلفُ (al-jilf) ialah roti tanpa lauk.' Yang lain menyatakan bahwa ia roti yang kasar. Al-Harawiy juga mengatakan bahwa maksudnya adalah tempat roti seperti bejana besar.

Peringatan:

Hadis ini termasuk riwayat isrā`īliyyāt (riwayat dari Bani Israil). Imam Ahmad -raḥimahullāh- berkata tentang Ḥuraiṡ bin As-Sā`ib, salah seorang rawi hadis ini, "Dia telah meriwayatkan satu hadis munkar dari 'Uṡmān, dari Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, padahal itu bukan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam." Hadis munkar tersebut adalah hadis ini.Diriwayatkan dari Ad-Dāraquṭniy, bahwa dia pernah ditanya tentang hadis ini, maka dia berkata,

"Ḥuraiṡ keliru (wahm) dalam hadis ini. Yang benar adalah dari Al-Ḥasan bin Ḥumrān, dari sebagian Ahli Kitab."

27/483- Abdullah bin Asy-Syikhkhīr (dengan mengkasrahkan "khā`" yang bertasydid) -raḍiyallāhu 'anhu-, berkata, Aku pernah menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang membaca SurahAlhākumut-Takāṡur.Selanjutnya beliau bersabda, "Anak Adam selalu berkata, 'Hartaku, hartaku.' Wahai anak Adam! Tidak ada harta yang menjadi milikmu kecuali yang engkau makan sampai habis, atau yang engkau kenakan sampai usang, atau yang engkau sedekahkan dan engkau simpan (pahalanya)."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Agama Islam telah meletakkan semua urusan secara proporsional; yaitu ia menganjurkan pada akhirat yang merupakan negeri yang selalu diidamkan, dan juga menganjurkan mengambil bagian dari dunia tanpa ditimbun dan berlebih-lebihan.

2) Harta yang bermanfaat adalah yang dijadikan sebagai sarana menuju akhirat, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan sedekah.

28/484- Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah! Demi Allah. Sungguh aku benar-benar mencintaimu." Beliau berkata kepadanya, "Pikirkanlah apa yang engkau katakan itu." Dia berkata, "Demi Allah. Sungguh aku benar-benar mencintaimu." Dia mengulangnya sebanyak tiga kali. Maka beliau bersabda,"Jika engkau benar mencintaiku, maka siapkanlah perisai untuk menghadapi kemiskinan, karena kemiskinan lebih cepat kepada orang yang mencintaiku daripada kecepatan banjir ke tempat terakhirnya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

التِّجْفَافُ (at-tijfāf), dengan mengkasrahkan "tā`", mensukunkan "jīm", serta ada dua huruf "fā`", yaitu sesuatu yang dipakaikan pada kuda untuk melindunginya dari serangan senjata. Kadang ia juga dipakai oleh manusia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak ada hubungan antara kaya dan cinta kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena tanda cinta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sungguh-sungguh mengikuti dan memegang teguh sunah beliau. Siapa yang lebih mengikuti Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka dialah yang lebih mencintai beliau.

2) Telah sahih dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Sebaik-baik harta yang halal adalah yang ada pada hamba yang saleh." Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memuji harta yang halal jika berada pada orang yang tepat.

3) Siapa yang bersungguh-sungguh mengikuti Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- semestinya bersikap sederhana dalam kenikmatan dunia. Tidak akan berkumpul dalam hati seorang mukmin antara cinta yang tulus kepada negeri akhirat bersama tenggelam dalam kenikmatan dunia.

Peringatan:

Mungkin sebagian orang akan salah memahami hadis ini, yaitu bahwa kemiskinan akan selalu menyertai orang bertakwa. Padahal tidak ada korelasi antara keduanya. Bahkan, bisa jadi terkumpul antara kaya dan kelapangan rezeki bersama ketakwaan dan cinta Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Hanya saja, maksud hadis ini adalah agar bersabar terhadap ujian secara umum, bahwa ujian secara takdir pasti terjadi pada seorang mukmin untuk mengangkat derajatnya dan menghapuskan kesalahannya.

Hal ini ditunjukkan oleh riwayat lain hadis ini dalam Ṣaḥīḥ Ibni Ḥibbān dari Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa ia berkata: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya mengatakan, "Demi Allah. Ya Rasulullah, sungguh aku benar-benar mencintaimu." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda kepadanya, "Sesungguhnya ujian lebih cepat menimpa orang yang mencintaiku daripada kecepatan banjir ke tempat terakhirnya."

29/485- Ka'ab bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah dua serigala lapar yang dilepas pada sekawanan kambing lebih merusak daripada kerusakan akibat sikap tamak seseorang pada harta dan kemuliaan terhadap agamanya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Sikap tamak untuk mengumpulkan harta dengan cara apa pun termasuk yang merusak agama, karena kekayaan jika tidak disertai dengan ketakwaan akan menjadikan seseorang berbuat zalim.

2) Jiwa memiliki sifat sangat tamak, sehingga seseorang harus mengajari jiwanya sifat kanaah.

30/486- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah tidur di atas tikar, lalu beliau bangun dan tikar tersebut meninggalkan bekas di lambung beliau. Kami berkata, "Ya Rasulullah! Sekiranya kami diizinkan mengadakan kasur untukmu." Beliau bersabda,"Aku tidak memiliki ketertarikan sedikit pun kepada dunia. Tidaklah aku di dunia ini kecuali seperti seorang musafir yang berteduh di bawah sebuah pohon kemudian dia melanjutkan perjalanan dan meninggalkan pohon itu."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

وِطَاءً (wiṭā`): kasur yang dijadikan alas dan tempat tidur.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sikap zuhud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kesederhanaan beliau terhadap dunia;"Sungguh, telah ada teladan yang baik bagi kalian pada diri Rasulullah." (QS. Al-Aḥzāb: 21)

2) Mengumpamakan kehidupan dunia seperti istirahatnya seorang musafir di bawah naungan pohon, sungguh betapa cepat dunia ini akan berlalu!

31/487- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang-orang miskin masuk surga lima ratus tahun lebih awal sebelum orang-orang kaya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang-orang miskin adalah penghuni surga yang paling pertama masuk, karena orang-orang miskin yang sabar tidak memiliki sesuatu yang menyibukkan mereka dari akhirat.

2) Harta pada umumnya menghalangi dan memperlambat seseorang dari amal saleh. Maka siapa yang ditakdirkan miskin agar bersabar dan memuji Allah -Ta'ālā- serta bergembira dengan kabar gembira dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini.

32/488- Ibnu 'Abbās dan 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhum- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Aku memandang ke surga, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir. Kemudian aku memandang ke neraka, maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah para wanita."(Muttafaq 'Alaih dari riwayat Ibnu 'Abbās)

Juga diriwayatkan oleh Bukhari dari riwayat 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhu-.

33/489- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Aku berdiri di pintu surga, ternyata mayoritas orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin. Sedangkan orang-orang kaya masih tertahan. Namun penghuni neraka telah diperintahkan untuk masuk ke neraka."(Muttafaq 'Alaih)

الجَدُّ (al-jadd) ialah keuntungan dan kekayaan. Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab Keutamaan Muslim yang Lemah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang miskin adalah mayoritas penghuni surga. Tetapi perlu diketahui bahwa orang miskin bukan masuk surga karena dia miskin! Melainkan dia masuk surga dengan amal salehnya serta kesabarannya terhadap ujian kemiskinan.

2) Anjuran kepada para wanita agar mengerjakan amal saleh untuk menjaga diri mereka dari neraka.

3) Surga dan neraka telah diciptakan dan sudah ada.

34/490- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Ucapan penyair yang paling benar adalah yang diucapkan oleh Labīd, yaitu: 'Ketahuilah bahwa segala sesuatu selain Allah adalah batil.'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

Labīd adalah Labīd bin Rabī'ah. Ia salah satu tokoh penyair pada masa jahiliah. Dia mendapatkan masa turunnya agama Islam, lalu datang sebagai utusan kabilahnya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dia meninggalkan syair setelah masuk Islam.

ما خَلا الله: selain Allah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berargumentasi dengan syair yang baik, dan kadang beliau berargumentasi dengan setengah bait syair.

2) Segala sesuatu selain Allah -Ta'ālā- adalah batil dan akan sirna, tidak bisa memberi manfaat. Sehingga segala sesuatu yang diniatkan karena Allah akan langgeng dan berkelanjutan. Tetapi sesuatu yang diniatkan bukan untuk Allah akan putus dan tidak bersambung.

3) Kebenaran harus diterima dari mana pun datangnya, tanpa melihat siapa yang mengucapkannya.

 56- BAB KEUTAMAAN LAPAR DAN HIDUP SEDERHANA SERTA MERASA CUKUP DENGAN SEDIKIT MAKANAN, MINUMAN, PAKAIAN, DAN KESENANGAN LAINNYA SERTA MENINGGALKAN SYAHWAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan salat dan memperturutkan nafsunya, maka mereka kelak akan tersesat,kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dizalimi (dirugikan) sedikit pun."(QS. Maryam: 59-60)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka keluarlah dia (Karun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, 'Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Karun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.'Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, 'Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.'"(QS. Al-Qaṣaṣ: 79-80)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kemudian kalian benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)."(QS. At-Takāṡur: 8)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Siapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir."(QS. Al-Isrā`: 18)Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan masyhur.

Pelajaran dari Ayat:

1) Para penikmat syahwat yang haram adalah orang-orang yang berpaling dari Allah -Ta'ālā- dan yang bersenang-senang memperturutkan hawa nafsunya.

2) Orang berilmu dapat melihat berbagai fitnah berdasarkan ilmu dan keyakinan yang mereka miliki.

1/491- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Keluarga Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah kenyang dari roti gandum selama dua hari berturut-turut hingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain: "Sejak hijrah ke Madinah, keluarga Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah kenyang dari makanan gandum selama tiga malam berturut-turut hingga beliau diwafatkan."

Kosa Kata Asing:

آل محمَّد (ālu muḥammad): keluarga Muhammad, maksudnya istri dan para pembantu yang berada dalam tanggungan beliau.

البُرُّ (al-burr): gandum.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sikap zuhud dan berpalingnya Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keluarga beliau dari dunia; sekiranya beliau mau pastilah dunia akan datang dengan sendirinya kepada beliau.

2) Siapa yang kehidupan dunianya serba terbatas dan kekurangan, maka hendaknya mengikuti sikap zuhud dan kesabaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2/492- 'Urwah meriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa dia berkata, "Demi Allah, wahai keponakanku! Dahulu kami melihat hilal, lalu hilal setelahnya, lalu hilal setelahnya lagi; yaitu tiga kali hilal, selama dua bulan sementara di rumah-rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah dinyalakan api (masakan)." Aku bertanya, "Wahai bibiku! Lalu apa yang menghidupi kalian?" Aisyah menjawab, "Al-Aswadān; yaitu kurma dan air. Hanya saja Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki tetangga-tetangga dari Ansar, mereka memiliki hewan-hewan perahan. Biasanya mereka mengirimkan sebagian susunya kepada Rasulullah- ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberikannya kepada kami."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

مَنَائحُ (manā`iḥ): kambing atau unta yang diberikan oleh pemiliknya kepada yang lain untuk diambil susunya, kemudian dikembalikan lagi setelah sekian waktu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh mengabarkan tentang minimnya harta di rumahnya jika hal itu mengandung nasihat dan pelajaran, bukan bertujuan meminta-minta dan berkeluh kesah.

2) Menggambarkan kehidupan zuhud dalam rumah tangga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena kehidupan mereka hanya dari kurma dan air.

3/493- Abu Sa'īd Al-Maqburiy meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia pernah melewati sekelompok orang yang sedang bersiap menyantap hidangan kambing panggang. Mereka pun mengajaknya, namun dia enggan dan mengatakan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai meninggalkan dunia ini tidak pernah kenyang dari roti gandum."(HR. Bukhari)

مَصْلِيَّةٌ (maṣliyyah) dengan memfatahkan "mīm", artinya: yang dipanggang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengundang orang-orang saleh dan baik agar menghadiri hidangan makanan.

2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengikuti Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sikap sederhana mereka dalam hal selera dan kenikmatan dunia.

3) Menjelaskan kehidupan sederhana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan minuman.

4/494- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah makan di atas meja makan hingga beliau wafat. Beliau juga tidak pernah makan roti yang besar dan lembut hingga wafat."(HR. Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari yang lain: "Beliau juga tidak pernah sama sekali melihat secara langsung kambing panggang."

Kosa Kata Asing:

خِوان (khiwān): tempat hidangan makanan ketika makan. Jika telah dihidangkan padanya makanan, maka ia disebut mā`idah (tempat hidangan).

شَاةً سَميطاً (syāh samīṭan): kambing yang dipanggang, dan itu hanya dilakukan pada kambing muda.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran tidak menyerupai orang-orang yang mewah dan berlebihan dalam makanan, minuman, dan pakaian.

2) Menjelaskan sikap zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia dan kenikmatannya, serta bergabungnya beliau bersama orang-orang miskin dalam hidangan makanan dan minuman mereka untuk menghibur hati mereka.

5/495- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,"Sungguh aku pernah melihat Nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak memiliki kurma jelek sekalipun untuk mengisi perutnya."(HR. Muslim)

الدَّقَلُ (ad-daqal): kurma yang berkualitas jelek.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesederhanaan hidup Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau tidak memiliki kecukupan, karena tidak menyibukkan diri dengan kenikmatan dunia.

2) Orang yang berbahagia adalah yang dianugerahi kesabaran oleh Allah terhadap sedikitnya rezeki, lalu dia hidup dengan mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

6/496- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melihat roti dari gandum pilihan sejak beliau diutus oleh Allah -Ta'ālā- hingga diwafatkan." Ada yang bertanya, "Apa di zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kalian memiliki saringan tepung?" Sahl bin Sa'ad menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah melihat saringan tepung sejak beliau diutus oleh Allah -Ta'ālā- hingga diwafatkan." Ada yang bertanya, "Bagaimana kalian makan gandum yang tidak disaring?" Dia menjawab, "Kami menumbuknya kemudian meniupnya, sehingga terbang yang bisa terbang, lalu yang diam kami adon."(HR. Bukhari)

Perkataannya: "النَّقِيّ" (an-naqiy), dengan memfatahkan "nūn", mengkasrahkan "qāf", dan mentasydidkan "yā`", yaitu roti dari tepung yang disaring.

ثَرَّيْنَاهُ (ṡarraināhu), dengan "ṡā`", setelahnya "rā`" bertasydid, kemudian "yā`", dan "nūn", artinya: kami basahi dan kami adon.

Kosa Kata Asing:

النَّقِيّ (an-naqiy): dijelaskan oleh penulis dengan al-khubzul-ḥuwwārā, yaitu roti berwarna putih kalau di budaya kita (budaya Arab).

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kehidupan zuhud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau; yaitu mereka makan apa yang ada saja, tanpa memaksakan diri.

2) Anjuran meninggalkan cara-cara orang mewah dan kaya yang berlebihan dalam makanan, minuman, dan pakaian untuk mengikuti junjungan manusia, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para sahabat yang mulia -raḍiyallāhu 'anhum-.

7/497- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Suatu hari atau suatu malam Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar rumah, tiba-tiba beliau bertemu Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya, "Apa yang membuat kalian keluar rumah di waktu seperti ini?" Mereka menjawab, "Rasa lapar, wahai Rasulullah!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku juga. Demi Zat yang jiwaku ada di Tangan-Nya! Yang membuatku keluar sama seperti yang membuat kalian keluar. Kemarilah!" Mereka kemudian berjalan bersama beliau ke rumah seorang Ansar. Namun ternyata dia tidak sedang di rumah. Tatkala istrinya melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, "Selamat datang." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, "Polan ke mana?" Dia menjawab, "Dia sedang mengambilkan kami air yang segar." Tiba-tiba laki-laki Ansar itu datang dan melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta dua sahabatnya. Dia berkata, "Alḥamdulillāh. Tidak ada hari ini orang yang memiliki tamu yang lebih mulia dariku. Kemudian dia pergi lalu datang membawa setandan kurma. Ada yang masih muda, ada yang sudah kering, dan ada yang sedang matang. Dia berkata, "Makanlah kalian." Kemudian dia mengambil pisau (untuk menyembelih kambing). Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata padanya, "Janganlah (menyembelih) yang sedang memiliki air susu." Maka dia pun menyembelihkan mereka kambing. Lantas mereka makan dari daging kambing serta tandan kurma tersebut dan juga minum. Setelah semuanya kenyang makan dan minum, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Abu Bakar dan Umar,"Demi Zat yang jiwaku di Tangan-Nya! Sungguh, kalian akan ditanya tentang nikmat ini pada hari Kiamat. Kalian keluar dari rumah karena rasa lapar, kemudian kalian tidak pulang hingga mendapatkan nikmat ini."(HR. Muslim)يَسْتَعْذِبُ (yasta'żibu) maksudnya: mengambil air tawar, yaitu yang segar.العِذْق (al-'iżqu) dengan mengkasrahkan "'ain", lalu mensukunkan "żāl", yaitu tandan.المُدية (al-mudyah) dengan mendamahkan "mīm", boleh juga dikasrahkan, artinya: pisau.الحَلوب (al-ḥalūb): yang memiliki air susu. Allah akan menanyakan nikmat-nikmat ini, yaitu pertanyaan untuk mengingatkan nikmat, bukan pertanyaan dengan tujuan mencela dan menyiksa. Wallāhu a'lam.

Laki-laki Ansar yang mereka datangi ini ialah Abul-Haiṡam bin At-Tayyihān -raḍiyallāhu 'anhu-, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Tirmizi dan lainnya.

Kosa Kata Asing:

بُسْر (busr): buah kurma yang masih muda yang disebut balaḥ.

الرُّطب (ruṭab): buah kurma yang sudah matang sebelum kering.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tokoh-tokoh terbaik umat ini pernah keluar rumah karena lapar; sehingga janganlah bersedih, wahai orang yang miskin!

2) Semua yang dinikmati manusia di dunia termasuk nikmat yang akan ditanyakan kepada hamba.

3) Boleh menikmati rezeki yang baik, disertai dengan memperhatikan kewajiban mensyukurinya dan larangan dari mubazir terhadapnya.

8/498- Khālid bin Umar Al-'Adawiy berkata, Utbah bin Gazwān berpidato kepada kami sebagai gubernur Basrah. Dia memuji Allah kemudian berkata, "Ammā ba'du: Sesungguhnya dunia telah mengumumkan diri akan punah dan dia berlalu dengan cepat. Tidak tersisa dari dunia ini kecuali sedikit, seperti sisa yang ada dalam bejana dan berusaha dituangkan oleh pemiliknya. Sungguh, kalian akan pindah dari dunia ini menuju suatu negeri yang kekal. Maka berpindahlah dengan membawa sesuatu paling berharga yang ada di hadapan kalian. Sunggug, telah disampaikan kepada kami bahwa batu dilemparkan dari bibir Jahanam, lalu batu itu meluncur di dalamnya selama tujuh puluh tahun, namun belum sampai ke dasarnya. Demi Allah! ia pasti akan diisi penuh, maka apakah kalian heran?! Juga telah disampaikan kepada kami bahwa lebar antara dua sisi tiap pintu surga sejauh perjalanan empat puluh tahun. Demi Allah! Akan datang padanya suatu hari, antara dua sisi pintu itu akan penuh sesak. Sungguh, aku masih ingat ketika bersama tujuh orang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, kami tidak memiliki makanan kecuali daun pohon, sehingga sisi mulut kami terluka. Kemudian aku menemukan sebuah kain lalu membaginya dua bagian dengan Sa'ad bin Mālik; aku memakai setengahnya dan setengahnya lagi dipakai Sa'ad. Kemudian hari ini, tidak ada seorang pun dari kami kecuali telah menjadi gubernur pada salah satu negeri. Sungguh, aku berlindung kepada Allah agar tidak merasa diri besar, tetapi kecil di sisi Allah."(HR. Muslim)Perkataannya "آذَنَتْ" (āżanat), yaitu dengan memanjangkan alif, artinya: memberitahu.بِصُرْمٍ (bi ṣurmin), dengan mendamahkan "ṣād", artinya: dengan kefanaan dan kesirnaan.ووَلَّتْ حذَّاءَ (wa wallat hażżā`a), dengan "ḥā`" yang fatah, setelahnya "żāl" yang bertasydid, kemudian alif yang bermad, artinya: cepat.الصُّبَابَةُ (aṣ-ṣubābah), dengan mendamahkan "ṣād", yaitu: sisa yang sedikit.يَتَصَابُّها (yataṣābbuhā), dengan mentasydidkan "bā`" yang sebelum "hā`", artinya: ia mengumpulkannya.الكَظِيظ (al-kaẓīẓ): banyak dan penuh. Sedangkan kata "قَرِحَتْ" (qariḥat), dengan memfatahkan "qāf", dan mengkasrahkan "rā`", artinya: menjadi terluka.

Kosa Kata Asing:

شَفِيرِ جَهَنَّمَ (syafīr jahannam): bibir Jahanam yang paling atas.

مِصْرَاعَيْنِ (miṣrā'ain): dua miṣrā', sedang al-miṣrā' ialah bukaan pintu; setiap pintu memiliki dua sisi bukaan.

أَشْدَاقُنا (asydāqunā), bentuk jamak dari kata "شِدْق" (syidq), yaitu ujung mulut.

بُرْدَةٌ (burdah): kain yang digunakan berselimut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memberi nasihat kepada saudara, menganjurkan mereka kepada kebaikan, serta mengingatkan mereka agar takut terhadap siksa akhirat.

2) Menampilkan nasihat yang sangat luar biasa bagi umat, bahwa orang yang memendam cita-cita akhirat tidak sepantasnya berlebihan dalam kenikmatan dunia. Siapa yang menginginkan dunia maka ia pasti membahayakan akhiratnya, dan siapa yang menginginkan akhirat maka ia pasti membahayakan dunianya.

3) Menjelaskan keadaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat yang pertama masuk Islam -raḍiyallāhu 'anhum-. Dunia ini tidak pernah dibukakan pada orang-orang yang membuka hati mereka kepada syahwat, sekalipun hal itu diperbolehkan!

9/499- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- memperlihatkan kepada kami sebuah kain dan sebuah sarung yang kasar, lalu dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat menggunakan dua pakaian ini."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggambarkan pakaian yang dipakai oleh Rasulullah sang pengajar kebaikan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu pakaian yang kasar tidak lembut.

2) Menampakkan sifat zuhud, tawaduk, dan kanaah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam; yaitu beliau hanya memakai pakaian yang ada, tanpa berlebihan dan tanpa sombong.

Peringatan:

Yang benar tentang perawi hadis ini ialah Abu Burdah, dari Abu Mūsā Al-Asy'ariy, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

10/500- Sa'ad bin Abī Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Aku adalah orang Arab pertama yang melepaskan anak panah dalam jihad fi sabilillah. Sungguh, kami dahulu berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kami tidak memiliki makanan kecuali daun ḥublah dan daun samur, sehingga kami buang air seperti kambing buang kotoran, yaitu fesesnya kering."(Muttafaq 'Alaih)

الحُبْلَة (al-ḥublah), dengan mendamahkan "ḥā`" dan mensukunkan "bā`": nama pohon. Pohon ḥublah dan samur adalah dua jenis pohon terkenal di antara pepohonan di daerah pedalaman.

Kosa Kata Asing:

لَيَضَعُ (layaḍa'u): kata kiasan untuk buang air besar.

ما لَه خِلط (mā lahu khilṭun): tidak saling bercampur karena sangat kering.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh menceritakan nikmat Allah dan menyebut amal ketaatan jika maksudnya untuk menasihati manusia.

2) Kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap kehidupan yang sulit untuk meninggikan panji Islam. Dan siapa yang bercita-cita membela agama maka para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagai teladannya.

11/501- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya Allah! Jadikanlah rezeki keluarga Muhammad secukupnya."(Muttafaq 'Alaih)

Para ahli bahasa berkata, "Makna 'قُوتاً' (qūtan) adalah makanan yang sekadar mengenyangkan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda kebahagiaan seseorang adalah bersikap kanaah terhadap sedikitnya rezeki yang hanya cukup untuk dirinya serta menahannya dari meminta-minta.

2) Jalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang pertengahan; yaitu memenuhi kebutuhan, tidak berlebih-lebihan dan tidak kekurangan.

3) Meminta rezeki sesuai kebutuhan disertai memohon perlindungan dari kemiskinan merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

12/502- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Demi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Aku pernah menempelkan lambungku ke tanah karena lapar. Aku juga pernah mengikatkan batu di perutku karena lapar. Suatu hari aku benar-benar duduk di jalan jalur keluar mereka. Kemudian lewatlah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau tersenyum ketika melihatku, dan beliau mengetahui apa yang ada di wajah dan hatiku. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, ya Rasulullah." Beliau berkata, "Ikutlah." Kemudian beliau berjalan dan aku mengikuti, hingga beliau masuk rumah. Kemudian aku minta izin dan beliau mengizinkan. Maka aku pun masuk. Beliau menemukan susu di mangkok, dan beliau bertanya, "Dari mana susu ini?" Orang-orang di rumah menjawab, "Susu itu dihadiahkan kepadamu oleh laki-laki si polan atau wanita si polan." Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Temuilah ahli sufah dan ajaklah mereka kemari." Abu Hurairah menerangkan, bahwa ahli sufah adalah tamu-tamu Islam. Mereka tidak memiliki keluarga, harta, atau siapa pun. Jika Nabi diberikan sedekah, beliau mengirimkan semuanya kepada mereka dan tidak memakannya sedikit pun. Jika beliau diberikan hadiah, beliau mengirimnya kepada mereka lalu memakannya dan menyertakan mereka di dalamnya. Abu Hurairah berkata, ucapan beliau itu membuatku sedih. Aku berkata (dalam hati), "Susu ini tidak akan cukup untuk ahli sufah. Aku lebih pantas mendapatkan susu ini untuk kuminum sehingga kekuatanku pulih. Bila mereka datang dan Nabi memerintahkanku, maka akulah yang melayani mereka, dan mungkin susu itu tidak akan sampai kepadaku. Tetapi tidak ada pilihan kecuali taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya." Aku segera menemui dan mengajak mereka. Mereka pun datang dan meminta izin, dan Nabi mengizinkan mereka. Kemudian mereka masuk ke rumah dan mengambil posisi duduk masing-masing. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Ambillah lalu berikan kepada mereka." Lalu aku mengambil mangkok tersebut dan mulai memberikannya kepada seseorang, kemudian dia minum hingga kenyang lalu mengembalikan lagi mangkok itu kepadaku. Aku ambil mangkok tersebut dan memberikannya kepada yang lain, kemudian dia minum hingga kenyang lalu mengembalikan lagi mangkok itu kepadaku. Hingga giliran terakhir aku memberikannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara mereka semua sudah kenyang. Beliau kemudian mengambil mangkok itu dan menaruhnya di atas tangannya. Lalu beliau melihatku sembari tersenyum. Beliau berkata, "Wahai Abu Hirr!" Aku menjawab, "Aku memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah." Beliau berkata, "Sekarang tinggal aku dan kamu." Aku menjawab, "Benar, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Duduk kemudian minumlah." Aku segera duduk kemudian minum. Beliau bersabda, "Minumlah lagi." Maka aku minum lagi. Dan beliau terus menyuruhku minum lagi, hingga aku berkata, "Cukup. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran! Sudah tidak ada tempatnya lagi." Beliau bersabda, "Berikan kepadaku!" Maka aku memberikan mangkok itu kepada beliau. Setelah itu beliau memuji Allah dan membaca basmalah kemudian meminum sisanya.(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مَسْلَكًا (maslakan): tempat untuk dilalui.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perhatian besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sahabat-sahabat beliau yang memiliki kebutuhan serta antusiasme beliau dalam mengetahui keadaan mereka.

2) Para pemimpin umat ini, yaitu para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- sebagian besar mereka adalah orang miskin. Sebab itu, tidak ada aib pada kemiskinan yang disertai keimanan, sebaliknya Allah memandang jelek suatu kekayaan yang disertai kekufuran.

13/503- Muhammad bin Sirīn meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia berkata,"Aku pernah tersungkur pingsan di antara mimbar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kamar Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, lantas ada yang datang dan meletakkan kakinya di tengkukku karena menyangka aku gila, padahal aku tidak gila, melainkan karena aku kelaparan."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

أَخِرُّ (akhirru): saya tersungkur.

مَغْشِيّاً عَلَيَّ (magsyiyyan 'alay): pingsan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesabaran para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menghadapi kemiskinan dan kelaparan, serta sikap mereka dalam menjaga diri dari minta-minta kepada manusia.

2) Kemuliaan dan ketinggian derajat tidak akan terwujud kecuali setelah melalui ujian dan cobaan. Lihatlah Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- yang menjadi imam kaum mukminin dalam ilmu hadis dan penjaga Sunnah di tengah-tengah umat setelah bersabar melawan lapar dan lelah. Oleh karena itu, imam kita Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata, "Seseorang tidak akan diberikan kesuksesan kecuali setelah diuji."

14/504- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meninggal dunia sementara baju perang beliau masih digadaikan pada seorang yahudi dengan tiga pulu ṣā' gandum."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الدِّرْعُ (ad-dir'u): baju besi yang dipakai ketika perang.

مَرْهُونَةٌ (marhūnah): digadaikan karena utang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sikap zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap dunia serta tidak memperkaya dan menyibukkan diri dengan harta benda dan kekayaan dunia. Padahal kalau beliau menginginkan kehidupan seperti raja, niscaya dunia akan datang kepadanya dengan sendirinya dan gunung-gunung emas akan berjalan bersama beliau. Tetapi beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-lebih memilih hidup sebagai hamba dan rasul.

2) Boleh melakukan interaksi jual beli dan berbagai bentuk muamalah harta dengan orang kafir.

15/505- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menggadaikan baju perangnya dengan jelai. Dan aku pernah menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa roti jelai dan minyak lemak yang telah berubah. Sungguh, aku pernah mendengar beliau bersabda, 'Keluarga Muhammad tidak pernah memiliki satu ṣā' gandum ketika pagi maupun sore.' Padahal mereka ada sembilan rumah."(HR. Bukhari)

الإهَالَةُ (al-ihālah), dengan mengkasrahkan hamzah, artinya: lemak yang telah menjadi minyak. Dan "السَّنِخَةُ" (as-sanikhah), dengan "nūn" dan "khā`", artinya: yang berubah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesabaran Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keluarga beliau dalam menghadapi kehidupan yang sempit serta sikap kanaah mereka dengan rezeki yang sedikit.

2) Keluarga paling mulia di sisi Allah, yaitu rumah tangga istri-istri Nabi, ketika pagi dan sore hari di rumah mereka tidak ada yang bisa dimakan! Maka, di manakah orang-orang beriman yang mau mengambil pelajaran?!

16/506- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Aku telah melihat tujuh puluh orang di antara ahli sufah, tidak seorang pun di antara mereka yang mengenakan atasan (selendang). Sebagian hanya memakai bawahan (sarung). Dan sebagian hanya memakai kain yang mereka ikat di leher; ada yang sampai setengah betis dan ada yang sampai mata kaki, sehingga kain itu harus dipegang dengan tangannya karena tidak mau auratnya terlihat."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kenikmatan iman tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan kenikmatan dunia. Ahli sufah yang merupakan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidaklah memperoleh kenikmatan iman kecuali dengan meninggalkan kemewahan nikmat dunia.

2) Kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk mencapai puncak kebahagiaan, dan seseorang tidak boleh bersedih dengan kemiskinannya, melainkan seorang insan harus menangisi dirinya bila memiliki cita-cita yang lemah.

17/507- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Kasur Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terbuat dari kulit yang diisi sabut."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

أدْم (udmun): kulit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sikap tawaduk dan berpalingnya Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari kemewahan dunia yang disertai sikap rida terhadap takdir Allah -Ta'ālā- secara penuh.

2) Imam orang-orang yang zuhud, yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-dahulu memiliki kasur yang terbuat dari kulit dan sabut; maka di manakah orang-orang yang meneladani kehidupan zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-!?

18/508- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba datang seorang laki-laki Ansar dan mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian laki-laki Ansar itu beranjak pergi, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggilnya, "Wahai saudara Ansarr! Bagaimana keadaan saudaraku Sa'ad bin 'Ubādah?" Dia menjawab, "Dia baik-baik saja." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengajak kami, "Siapakah di antara kalian yang akan menjenguknya?" Kemudian beliau bangun dan kami pun ikut bangun bersama beliau. Jumlah kami saat itu sekian belas orang, tanpa memakai sandal ataupun sepatu, juga tanpa memakai peci dan baju. Kami berjalan di atas tanah gersang itu hingga kami sampai ke tempatnya. Lalu kaumnya mundur dari sekelilingnya sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta para sahabat yang bersamanya bisa mendekat.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

قَلَانِسُ (qalānis): sesuatu yang dipakai di kepala.

السِّبَاخُ (as-sibākh), bentuk jamak dari kata "سبخة)\" (sabkhah)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kezuhudan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta kesederhanaan mereka dalam pakaian, juga kesabaran mereka menghadapi kemiskinan yang berat dan kehidupan yang keras.

2) Bekal dan pakaian sesungguhnya adalah pakaian takwa; lihatlah para sahabat mulia itu, bagaimana mereka tidak memiliki pakaian dunia tetapi hati mereka penuh dengan iman dan petunjuk.

19/509- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya. ('Imrān berkata, 'Aku tidak tahu apakah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkannya dua atau tiga kali.') Kemudian datang setelah mereka orang-orang yang memberi kesaksian padahal tidak diminta menjadi saksi, mereka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bernazar dan tidak menunaikannya, dan tampak pada mereka kegemukan."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan tiga generasi pertama di atas orang-orang setelahnya, yaitu para sahabat, tabiin, dan pengikut tabiin. Semoga Allah meridai mereka.

2) Di antara karakter generasi pertama yang utama: berpegang teguh dengan segala jenis keimanan secara tulus, meninggalkan kemewahan dunia, dan tidak berlebihan dalam makanan dan minuman.

3) Merebaknya obesitas dan kegemukan pada generasi-generasi belakang adalah tanda kekurangan yang ada pada mereka disebabkan karena mereka meninggalkan sifat-sifat keimanan yang tulus dan tenggelam dalam kenikmatan dunia.

20/510- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai anak Adam! Sungguh, jika engkau memberikan kelebihan (dari kebutuhanmu), itu adalah kebaikan bagi dirimu. Dan jika engkau menahannya, itu keburukan bagimu. Engkau tidak dicela bila menyimpan secukupnya, dan mulailah memberi nafkah pada orang yang engkau tanggung."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

الفَضْل (al-faḍl): yang lebih dari kebutuhan.

لا تُلامُ (lā tulāmu): engkau tidak mendapat cela dalam agama.

مَنْ تَعُولُ (man ta'ūlu): orang yang harus engkau nafkahi yaitu istri, anak, dan semisalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk berinfak di jalan Allah, karena itulah harta yang akan kekal dan tersimpan.

2) Perkara terbaik adalah yang paling pertengahan, yaitu yang memenuhi kebutuhan tanpa meminta-minta dan berlebihan.

3) Sedekah yang paling baik adalah kepada keluarga dan kerabat terdekat karena di dalamnya terkandung nilai silaturahmi dan sedekah.

21/511- 'Ubaidullāh bin Miḥṣan Al-Anṣāriy Al-Khaṭmiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang di antara kalian ketika pagi merasakan aman pada dirinya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan pokok hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

سِرْبِهِ (sirbihi), dengan mengkasrahkan "sīn", artinya: dirinya. Dan konon, artinya: masyarakatnya.

Kosa Kata Asing:

بِحَذَافِيرِهَا (biḥazāfīrihā): dengan semua sisinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keamanan negeri, kesehatan, dan rezeki merupakan kenikmatan dunia fana yang paling baik.

2) Anjuran agar orang beriman menjadikan dunia sebagai jembatan, bukan tempat tinggal. Karena Allah menjadikan kita silih berganti di dunia untuk kita melewatinya, bukan untuk memakmurkannya serta dengannya kita menghancurkan akhirat kita dan melupakan negeri tempat tinggal di dalam surga.

22/512- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezekinya cukup, serta Allah menjadikannya kanaah dengan karunia yang Dia berikan."(HR. Muslim)23/513- Abu Muḥammad Faḍālah bin 'Ubaid Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Beruntunglah orang yang mendapat petunjuk Islam dan kehidupannya cukup serta bersifat kanaah."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

طُوْبَى (ṭūbā): beruntung. Pernah disebutkan di dalam hadis bahwa: "Ṭūbā adalah pohon dalam surga setinggi perjalanan seratus tahun." (HR. Ahmad)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tanda mendapat taufik dan keberuntungan adalah rida dengan rezeki yang Allah bagikan kepada hamba.

2) Nikmat paling besar ialah nikmat iman dan hidayah serta nikmat kesehatan.

3) Rezeki yang secukupnya adalah tanda keberuntungan seorang hamba dan taufik Allah -Ta'ālā- kepadanya. Sehingga bagi Anda yang diuji oleh Allah dengan kemisikinan, janganlah bersedih!

24/514- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah tidur beberapa malam berturut-turut dalam keadaan perut kosong, demikian juga keluarga beliau tidak mendapatkan makanan. Kebanyakan roti mereka terbuat dari sya'īr (jelai)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

طَاوِيًا (ṭāwiyan): perut kosong, belum makan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kehidupan zuhud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kesabaran beliau terhadap keadaan yang sulit.

2) Keutamaan Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna- dalam bersabar menghadapi kehidupan yang sulit disebabkan karena mereka ada dalam nikmat iman.

25/515- Faḍālah bin 'Ubaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa sering kali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- salat bersama kaum muslimin lalu sebagian mereka jatuh tersungkur dalam salat karena sangat lapar, -mereka adalah ahli sufah- sehingga orang-orang badui salah mengira dan berkata, "Mereka itu gila." Lalu ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai salat, beliau pergi menemui mereka dan bersabda,"Seandainya kalian mengetahui pahala kalian di sisi Allah, niscaya kalian akan menginginkan lebih miskin dan susah."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis sahih")

الخَصَاصَةُ (al-khaṣāṣah): kemiskinan dan kelaparan yang berat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kepedulian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menghibur hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-; beliau berperan sebagai sang guru sekaligus panutan bagi mereka.

2) Yang menjadikan hamba lemah untuk melakukan amal ketaatan adalah karena dia tidak mengetahui kebesaran pahalanya; sekiranya dia mengetahui hakikat apa yang dia cari maka dia tidak akan lemah untuk mengerjakan amal saleh, sebab orang yang tahu apa yang dicari dia akan menganggap kecil semua pengorbanannya.

26/516- Abu Karīmah Al-Miqdām bin Ma'dīkarib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

أُكُلاتٌ (akulāt): beberapa suap makanan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wasiat Nabi yang agung untuk menjaga kesehatan dengan cara sederhana dalam makanan dan minuman; "Makan dan minumlah, dan jangan berlebihan," dan ini akan menyelamatkan hamba dari berbagai sumber penyakit.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi tentang tata cara makan dan minum; hal ini menunjukkan kesempurnaan syariat Islam yang diberkahi ini karena telah mengajarkan pengikutnya banyak hal, termasuk adab mereka makan!

27/517- Abu Umāmah Iyās bin Ṡa'labah Al-Anṣāriy Al-Ḥāriṡiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Suatu hari, para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berbincang tentang dunia di dekat beliau, sehingga beliau bersabda,"Tidakkah kalian dengar? Tidakkah kalian dengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman. Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman." Yaitu berpenampilan sederhana (usang).(HR. Abu Daud)الْبَذَاذَةُ (al-bażāżah), dengan huruf "bā`", kemudian dua huruf "żāl", yaitu: berpenampilan seadanya dan meninggalkan pakaian mewah.Adapun "التَّقحُّلُ" (at-taqaḥḥul), yaitu dengan huruf "qāf", kemudian "ḥā`". Maknanya dijelaskan oleh ahli bahasa, "Al-Mutaqaḥḥil ialah laki-laki yang berkulit kering disebabkan karena kehidupan yang sulit dan meninggalkan kemewahan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap tawaduk dan sederhana dalam kehidupan dunia, karena hal itu akan memberikan semangat beribadah dan mengerjakan ketaatan. Seperti inilah keadaan orang beriman yang menginginkan akhirat.

2) Petunjuk Nabi ini tidak berarti meninggalkan kebersihan dan tidak berhias. Bahkan Islam mengajak untuk bersuci dan berhias, tetapi tidak berlebihan. Karena sebaik-baik perkara adalah yang paling pertengahan.

28/518- Abu Abdillah Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengirim kami dan beliau mengangkat Abu 'Ubaidah -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai pemimpin kami untuk menghadang kafilah Quraisy yang membawa bahan pangan. Beliau memberi kami bekal sekantung kurma, karena yang ada hanya itu saja. Abu 'Ubaidah memberi kami masing-masing satu butir kurma." Ada yang bertanya, "Apa yang kalian lakukan dengan satu butir kurma itu?" Jabir menjelaskan, "Kami mengisapnya sebagaimana bayi mengisap, setelahnya kami minum air. Yang demikian itu cukup bagi kami untuk bertahan sampai malam. Kami juga menumbuk dedaunan dengan tongkat kami lalu membasahinya dengan air untuk kami makan." Jabir melanjutkan, "Kami melanjutkan perjalanan melalui tepi pantai. Di sana kami melihat seperti ada gundukan pasir yang menyerupai sebuah bukit besar. Kami mendatangi gundukan itu. Ternyata itu adalah seekor binatang yang disebut ikan paus. Abu 'Ubaidah berkata, 'Itu bangkai.' Tetapi setelah itu dia berkata, 'Tidak. Kita ini dikirim oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sedang berjuang di jalan Allah, sedangkan kalian sendiri dalam keadaan terpaksa, karena itu makanlah!' Kami bertahan memakannya selama satu bulan dengan jumlah kami tiga ratus orang sehingga kami menjadi gemuk. Aku masih ingat waktu kami mencedok minyak dan lemak dari lubang matanya menggunakan bejana-bejana yang besar (kulah). Kami juga mengambil potongan-potongan yang besar dari dagingnya sebesar lembu atau seukuran lembu. Sungguh Abu 'Ubaidah pernah mengambil tiga belas orang dari kami dan menyuruh mereka duduk di lubang tempat matanya. Abu 'Ubaidah juga mengambil satu tulang rusuknya kemudian menegakkannya, selanjutnya unta paling besar yang ada bersama kami disuruh berjalan dan ternyata bisa melintas di bawahnya. Kemudian kami membekali diri dengan dagingnya setelah dimasak setengah matang dan dijemur. Ketika sampai Madinah, kami menghadap Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan hal itu. Beliau bersabda,"Itu adalah rezeki yang dikaruniakan Allah untuk kalian. Apakah kalian masih menyimpan sisa dagingnya lalu memberikannya kepada kami?" Maka kami mengirim sebagiannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau memakannya."(HR. Muslim)

الجِرَابُ (al-jirāb): wadah yang terbuat dari kulit. Yaitu dengan mengkasrahkan "jīm", dan boleh difatahkan, tetapi kasrah lebih fasih.

Kata "نَمَصُّها" (namaṣṣuhā), dengan memfatahkan "mīm".الخَبَطُ (al-khabaṭ): daun sebuah pohon terkenal yang menjadi makanan unta. Sedangkan "الكَثِيبُ" (al-kaṡīb) adalah gundukan pasir.الوَقْبُ (al-waqb), dengan memfatahkan "wāw", dan mensukunkan "qāf", setelahnya huruf "bā`", yaitu: lubang tempat mata.القِلالُ (al-qilāl): wadah yang besar terbuat dari kulit.الفِدَرُ (al-fidar), dengan mengkasrahkan "fā`" dan memfatahkan "dāl": potongan.رَحْلَ البَعِيرَ (raḥl al-ba'īr), dengan "ḥā`" tanpa tasydid, yaitu: menjadikannya pelana pada unta itu.الوَشَائِقُ (al-wasyā`iq), dengan huruf "syīn" dan "qāf": daging yang dipotong untuk dibuat dendeng. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

عِيْرًا ('īran): kafilah unta yang membawa bahan pangan.

العَنْبَرُ (al-'anbar): ikan paus besar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sikap zuhud para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap dunia serta kesabaran mereka dalam menghadapi lapar dan kehidupan yang sulit dalam rangka menyampaikan risalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Karunia dan pemeliharaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- kepada sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu Allah mengirim rezeki yang baik kepada mereka manakala Allah mengetahui ketulusan sabar mereka dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Inilah sikap seorang mukmin, yaitu bersabar hingga Allah memberikannya jalan keluar:"Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)29/519- Asmā` binti Yazīd -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Panjang lengan baju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hingga pergelangan.‎")HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [12].

الرُّصْغُ (ar-ruṣg), dengan "ṣād", dan juga "الرَّسْغُ" (ar-rusg), dengan "sīn", yaitu: pergelangan antara telapak tangan dan lengan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran tidak memanjangkan pakaian karena hal itu dapat menyebabkan sombong.

2) Di antara ciri orang yang zuhud yaitu tidak memanjangkan pakaian serta menyombongkan diri dengannya.

30/520- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu ketika perang Khandaq, kami menggali parit. Tetapi ada sebuah bongkahan yang sangat keras sekali melintang, sehingga para sahabat datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Mereka berkata, "Ada bongkahan batu yang sangat keras melintang di tempat galian parit." Nabi bersabda, "Aku yang akan turun." Lantas beliau berdiri sedangkan perut beliau diganjal dengan batu. Sudah tiga hari kami tidak merasakan makanan. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil cangkul dan mengayunkannya, sehingga bongkahan itu berubah menjadi gundukan tanah yang lembut. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Izinkanlah aku pulang ke rumah." Aku lalu berkata kepada istriku, "Aku melihat sesuatu pada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang membuatku tidak sabar, apakah engkau mempunyai sesuatu (makanan)?"Istriku menjawab, "Aku mempunyai gandum dan seekor anak kambing." Selanjutnya anak kambing itu aku sembelih sedangkan istriku menumbuk gandum, lalu daging kambing itu kami masukkan di kuali. Kemudian aku datang menemui Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika adonan sudah matang dan daging di kuali di atas batu tungku hampir matang. Aku berkata, "Aku mempunyai sedikit makanan. Silakan datang, wahai Rasulullah, engkau bersama satu atau dua orang." Beliau bertanya, "Berapa banyak makanan itu?" Lantas aku menjelaskannya kepada beliau. Beliau bersabda,"Cukup banyak. Sampaikan kepada istrimu agar dia tidak menurunkan kuali dan roti dari atas oven pembuatannya sampai aku datang."Beliau lalu bersabda kepada para sahabat, "Bangunlah kalian!" Orang-orang Muhajirin dan Ansar pun bangun dan ikut. Aku menemui istriku dan berkata, "Celakalah engkau! Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersama kaum Muhajirin, Ansar, dan semua yang bersama mereka!" Istriku bertanya, "Apakah beliau bertanya kepadamu?" Aku menjawab, "Ya." Jābir melanjutkan, Nabi bersabda, "Masuklah dan jangan saling berdesak-desakan!" Beliau pun mulai memotong roti lalu meletakan daging di atasnya serta menutupi kuali daging dan oven roti bila telah selesai mengambil darinya. Beliau menyuguhkannya kepada sahabat-sahabatnya kemudian mengambil lagi. Beliau terus lanjut memotong roti dan menggayung daging sampai mereka kenyang dan makanan masih tersisa." Beliau bersabda (kepada istri Jābir), "Silakan disantap dan dihadiahkan! Sesungguhnya orang-orang sedang menderita kelaparan."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Jābir berkata, Saat parit digali, aku melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat lapar. Sehingga aku pulang ke istriku dan bertanya, "Apakah engkau memiliki sesuatu (makanan)? Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat lapar." Maka istriku mengeluarkan kantong kulit berisi satu ṣā' gandum. Kami juga mempunyai seekor anak kambing yang ada di rumah. Selanjutnya aku menyembelih kambing itu dan istriku menumbuk gandum. Dia selesai ketika aku telah selesai juga, dan aku memotong-motong daging kambing itu di kualinya. Ketika aku akan pergi menemui Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, dia berkata, "Engkau jangan membuatku malu di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan orang-orang yang bersama beliau." Kemudian aku menemui beliau dan berbisik, "Wahai Rasulullah! Kami sudah menyembelih anak kambing milik kami dan istriku membuat satu ṣa' gandum. Datanglah, engkau dan beberapa orang bersamamu!" Tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berteriak, "Wahai pasukan Khandaq! Jābir telah membuat hidangan untuk kalian. Marilah ke sana dengan cepat!" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Engkau jangan sekali-kali menurunkan kualimu dan memotong-motong rotimu sampai aku datang." Aku pun datang dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang mendahului para sahabat. Hingga aku menemui istriku, dan dia berkata, "Kamu begini! Kamu begini!" Aku katakan, "Aku sudah melakukan apa yang engkau pesankan." Kemudian dia mengeluarkan sebuah adonan, lalu Nabi meludah (baca: meniup ringan) padanya dan mendoakannya keberkahan. Selanjutnya beliau menuju kuali lalu meludahi dan mendoakannya keberkahan. Selanjutnya beliau bersabda (pada istri Jābir), "Panggillah tukang roti lalu suruh dia membuat roti itu bersamamu, dan gayunglah kuali kalian serta jangan diturunkan." Jumlah yang datang (bersama Nabi) sebanyak seribu orang. Aku bersumpah dengan nama Allah, mereka semuanya makan, hingga mereka meninggalkannya (tersisa) dan pergi. Sementara kuali kami tetap penuh seperti semula, dan adonan kami juga masih seperti sedia kala.

Perkataan Jābir: "كُدْيَةٌ" (kudyah), dengan mendamahkan "kāf", dan mensukunkan "dāl", setelahnya "yā`", yaitu: bongkahan tanah yang keras dan cadas sehingga tidak mempan cangkul.الكثِيبُ (al-kaṡīb), pada dasarnya bermakna gundukan pasir, tetapi maksudnya di sini adalah bongkahan itu berubah menjadi tanah yang lembut. Dan inilah makna kata "أَهْيَلَ" (ahyal).الأثَافي (al-aṡāfī): batu tempat menaruh kuali.تَضَاغَطُوا (taḍāgaṭū): saling berdesakan.المَجَاعَةُ (al-majā'ah): kelaparan; yaitu dengan memfatahkan "mīm".الخَمَصُ (al-khamaṣ), dengan memfatahkan "khā`" dan "mīm": lapar.انْكَفَأْتُ (inkafa`tu): aku telah pulang.الْبُهَيْمَة (al-bahīmah), dengan mendamahkan "bā`", adalah bentuk taṣgīr dari kata "بَهْمَة" (bahmah), maknanya sama dengan "الْعَنَاقُ" (al-'anāq), dengan memfatahkan "'ain", artinya: anak betina kambing.الدَّاجِنُ (ad-dājin): yang terbiasa di rumah.السُّؤْرُ (as-su`ﷺ‬): makanan yang dihidangkan untuk undangan. Ia merupakan bahasa Persia.حَيَّهَلا (ḥayyahalā): kemarilah.Perkataan istri Jābir: "بِكَ وبِكَ" (bika wa bika), bermaksud: dia mendebat dan mencelanya karena dia merasa yakin apa yang dia siapkan tidak akan cukup untuk mereka semua, sehingga dia merasa malu. Dia tidak mengetahui mukjizat yang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berikan kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.بَسَقَ (basaqa), sama dengan "بَصَقَ" (baṣaqa), dan "بَزَقَ" (bazaqa). Ketiganya memiliki makna sama (yaitu meludah).عَمَد ('amada), dengan memfatahkan "mīm", artinya: menuju. Sedangkan "اقْدَحي" (iqdaḥī), artinya: gayunglah.المِقْدَحَةُ (al-miqdaḥah): gayung.تَغِطُّ (tagiṭṭu): mengeluarkan suara didihan. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

مَعْصُوْبٌ (ma'ṣūb): diikat dengan 'iṣābah, yaitu tali.

لاَ تَذُوْقُ ذَوْقًا (lā tażūqu żauqan): tidak merasakan rasa makanan.

الْعَنَاقُ (al-'anāq): anak betina kambing.

العَجِيْنُ قَدْ اِنْكَسَرَ (al-'ajīn qad inkasara): adonan telah lembut dan matang sehingga bisa dibuat roti.

وَيْحَكَ (waiḥak): ungkapan iba dan kasihan.

يُخَمِّرُ البُرْمَةَ والتَّنُّورَ: menutup kuali dan alat tempat membuat roti.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kecintaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sikap mereka dalam mendahulukan beliau walaupun dengan sesuatu yang sedikit.

2) Mukjizat besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berupa menjadikan makanan menjadi banyak, dan ini adalah karamah dari Allah kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beserta orang-orang beriman karena Allah mengetahui kesabaran dan ketulusan iman mereka.

3) Orang beriman saling menyempurnakan satu sama lain, mereka adalah satu tangan atas musuh mereka. Lihatlah undangan dan perkumpulan mereka pada satu hidangan, bagaimana kerapian saf mereka?!

31/521- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan, Abu Ṭalḥah berkata pada Ummu Sulaim, “Aku mendengar suara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melemah, aku tahu beliau sedang lapar. Apakah engkau mempunyai suatu makanan?” Ummu Sulaim menjawab, “Ya.” Lalu ia mengeluarkan beberapa potong roti yang terbuat dari tepung gandum, kemudian mengambil kerudungnya dan membungkus roti itu dengan sebagian kerudung itu, kemudian memasukkannya ke dalam pakaianku dan menjadikan sebagian kerudung itu sebagai penutup badanku. Berikutnya ia mengutusku kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku pun pergi membawa roti tersebut dan mendapati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang duduk di dalam masjid bersama orang-orang, sehingga aku berdiri menunggu mereka. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata padaku, “Apakah Abu Ṭalḥah mengutusmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apakah untuk suatu makanan?” Aku menjawab, “Ya.” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Bangkitlah kalian.” Lantas mereka berangkat, dan aku berjalan lebih dulu dari mereka, supaya aku menemui Abu Ṭalḥah dan memberitahukan hal itu padanya. Abu Ṭalḥah berkata, “Wahai Ummu Sulaim! Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersama orang banyak, sementara kita tidak memiliki makanan yang bisa kita berikan pada mereka.” Ummu Sulaim menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Abu Ṭalḥah lalu beranjak keluar untuk menyambut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang bersamanya, dan keduanya masuk (dalam rumah). Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Kemarikan apa yang engkau miliki, wahai Ummu Sulaim.” Ummu Sulaim kemudian membawa roti tadi. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu memerintahkan supaya roti itu dipotong kecil-kecil. Ummu Sulaim berusaha mengolesinya dengan sisa minyak samin yang tersimpan dalam kantong kulit sebagai lauknya. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membacakan sesuatu pada roti itu sebanyak yang Allah kehendaki untuk beliau baca. Selanjutnya beliau bersabda, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang kemudian keluar. Beliau bersabda lagi, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang kemudian keluar. Beliau bersabda lagi, “Persilakan sepuluh orang untuk masuk.” Maka dia pun mempersilakan mereka. Hingga akhirnya semua yang hadir telah makan dan kenyang. Orang-orang itu berjumlah sekitar tujuh puluh atau delapan puluh orang.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain: “Keadaan itu terus berlanjut; sepuluh orang masuk dan sepuluh orang keluar. Hingga tidak tersisa seorang pun dari mereka kecuali dia masuk lalu makan sampai kenyang. Kemudian beliau membereskannya, dan ternyata makanan tersebut masih seperti sedia kala ketika mereka mulai makan.”

Dalam riwayat lain: “Mereka makan bergiliran sepuluh orang, sepuluh orang, hingga beliau memberikan makanan kepada delapan puluh orang. Kemudian setelah itu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tuan rumah makan. Pun mereka masih menyisakan makanan.”

Dalam riwayat lain: “Kemudian mereka masih menyisakan makanan yang kadarnya cukup untuk mereka bagikan kepada tetangga-tetangga mereka.”

Dalam riwayat lain dari Anas, dia mengisahkan: Suatu hari aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan aku dapatkan beliau sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya, sementara beliau mengikat perut dengan kain. Aku bertanya kepada sebagian sahabat beliau, "Mengapa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikat perut beliau?" Mereka menjawab, “Karena lapar.” Maka aku pergi menemui Abu Ṭalḥah, suami Ummu Sulaim binti Milḥān. Aku berkata, “Wahai ayahku! Aku telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengikat perutnya dengan kain. Lalu aku bertanya kepada sebagian sahabatnya, dan mereka menjawab bahwa itu karena lapar.” Maka Abu Ṭalḥah masuk menemui ibuku (Ummu Sulaim), dia berkata, “Apakah engkau memiliki suatu makanan?” Ia menjawab, “Ya. Aku memiliki beberapa potong roti dan beberapa kurma. Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang sendiri kita bisa mengenyangkan beliau. Namun bila ada orang lain yang ikut datang bersama beliau, maka makanan itu tidak cukup untuk mereka...” Kemudian dia membawakan hadis ini selengkapnya.

Kosa Kata Asing:

خِمَارُ (khimār): penutup kepala bagi perempuan.

عُكَّة ('ukkah): kantong yang terbuat dari kulit, khusus untuk menyimpan minyak samin dan madu.

فأدَمَتْهُ (fa adamathu): menjadikannya sebagai lauk.

سؤراً (su`ran): sisa makanan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anhā- dan kecerdasan akalnya; yaitu dia meyakini bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sengaja mengajak banyak orang untuk memperlihatkan karamah beliau berupa membuat makanan yang sedikit menjadi banyak, dengan mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Keutamaannya tampak ketika dia menyerahkan urusannya pada kehendak Allah -Ta'ālā- dan kemauan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap semua gerak-gerik Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Menjelaskan kehidupan zuhud dan kemiskinan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum jamī'an-.

Faedah Tambahan:

Ucapan "Allāhu wa Rasūlūhu a'lam (Allah dan Rasul-Nya lebih tahu)" diperbolehkan dalam perkara agama. Adapun dalam perkara duniawi, cukup dikatakan, "Allāhu a'lam (Allah lebih tahu)". Karena meskipun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah makhluk yang paling afdal dan paling mulia di sisi Allah -Ta'ālā-, namun beliau tidak mengetahui perkara gaib;"Sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa bahaya." (QS. Al-A'rāf: 188)Agama yang sempurna ini datang untuk membimbing semua ucapan, perbuatan, dan gerak-gerik para hamba. Sehingga setiap mukmin yang mencintai Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya wajib menjaga dan mengontrol ucapan-ucapannya supaya sesuai dengan ajaran agama yang diturunkan. Mereka tidak boleh tertipu dengan tindakan bermudah-mudahnya banyak orang serta kebiasaan buruk mereka berupa perbuatan bidah.

 57- BAB KANAAH, IFAH, INFAK, HIDUP SEDERHANA, DAN CELAAN TERHADAP MINTA-MINTA TANPA MENDESAK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya."(QS. Hūd: 6)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain."(QS. Al-Baqarah: 273)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi di antara keduanya secara wajar."(QS. Al-Furqān: 67)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan sedikit pun rezeki dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku."(QS. Aż-Żāriyāt: 56-57)

Faedah Tambahan:

Kanaah adalah rida dengan pembagian rezeki dari Allah. Sifat kanaah melahirkan sifat ifah, yaitu tidak mengharapkan apa yang ada di tangan manusia dan tidak mengeluh kepada selan Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi.

Pelajaran dari Ayat:

1) Tawakal kepada Allah -Ta'ālā- dalam mencari rezeki adalah prinsip hamba-hamba Allah yang beriman.

2) Hidup sederhana adalah sifat hamba-hamba Allah yang saleh.

Adapun dalil terkait bab ini dari hadis,

sebagian besar telah dibawakan dalam dua bab sebelumnya. Di antara hadis yang belum dibawakan adalah:

1/522- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Kaya itu bukan banyak harta, tetapi kaya sebenarnya adalah kaya jiwa."(Muttafaq 'Alaih)

العَرَضُ (al-'araḍ), dengan memfatahkan "'ain" dan "rā`", yaitu harta.

Kosa Kata Asing:

العَرض (al-'araḍ): harta kekayaan dunia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kaya yang bermanfaat dan terpuji adalah kaya jiwa.

2) Agama mengajarkan kepada orang beriman tentang parameter yang benar dalam hidup, bahwa kaya itu bukan dengan harta benda yang dimiliki manusia, melainkan dengan sifat kanaah dan ifah, dan itulah yang disebut kaya hati.

2/523- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan dianugerahi rezeki yang cukup, serta Allah menjadikannya kanaah dengan anugerah yang Dia berikan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jalan keberuntungan adalah memperoleh nikmat Islam dan bersifat kanaah dengan rezeki yang sedikit.

2) Wasiat Nabi yang penuh keberkahan: "Ridalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu, maka engkau akan menjadi manusia yang paling kaya." (HR. Ahmad)

3/524- Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah minta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberiku. Aku minta lagi, dan beliau pun memberiku. Kemudian aku meminta lagi, dan beliau memberiku. Selanjutnya beliau bersabda,"Wahai Ḥakīm! Sesungguhnya harta ini sesuatu yang hijau dan manis. Siapa yang mengambilnya dengan jiwa dermawan, maka dia mendapatkan keberkahan dalam hartanya. Sebaliknya, siapa yang mengambilnya dengan jiwa tamak, niscaya dia tidak akan mendapatkan keberkahan di dalamnya, sehingga ia seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah."Ḥakīm berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak ingin lagi menerima apa pun dari orang sepeninggalmu nanti, sampai aku berpisah dengan dunia." Dahulu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- pernah memanggil Ḥakīm untuk menyerahkan kepadanya suatu pemberian, tapi Ḥakīm menolak untuk menerima pemberian itu. Umar -raḍiyallāhu 'anhu- pun pernah memanggilnya untuk memberinya sesuatu, tapi ia juga enggan menerimanya. Lantas Umar berkata, "Wahai kaum muslimin! Aku menjadikan kalian sebagai saksi pada Ḥakīm, bahwa aku menawarinya hak yang Allah jatahkan untuknya dari harta fai, tetapi ia menolak untuk mengambil haknya." Ḥakīm memang tidak pernah menerima suatu pemberian pun dari orang lain setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat hingga ia meninggal dunia."(Muttafaq 'Alaih)يَرْزَأُ (yazra`u), dengan huruf "rā`", kemudian "zāy", setelahnya hamzah, artinya: tidak pernah menerima sesuatu dari siapa pun. Arti asli "الرُّزْءِ" (az-zur`u): kekurangan, yaitu: mengurangi sesuatu dari seseorang dengan menerima pemberiannya.إشْرَافُ النَّفْسِ (isyrāf an-nafs): tamak dan mengharapkan sesuatu.Sedangkan "سَخَاوَةُ النَّفْسِ" (sakhāwah an-nafs) bermakna: tidak mengharap sesuatu atau tamak serta sangat menginginkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada orang, apalagi bila tidak ada hajat untuk itu. Hendaklah orang beriman yakin bahwa kemuliaannya ada pada sikap tidak meminta-minta kepada manusia, sebaliknya ia selalu meminta kebaikan dan karunia dari Tuhan manusia.

2) Keutamaan sahabat Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia membuat sebuah janji lalu memenuhinya. Ini menunjukkan sempurnanya ketulusan iman dan keikhlasan generasi pertama Islam. Semoga Allah meridai mereka semua.

4/525- Abu Burdah meriwayatkan dari Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa ia berkata,"Kami keluar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu peperangan. Kami berjumlah enam orang dengan seekor unta yang kami tumpangi secara bergantian, sehingga kaki kami melepuh. Kakiku pun melepuh serta kuku-kukuku rontok. Kami pun membungkus kaki kami dengan sobekan kain, sehingga perang ini dinamakan perang Żātur-Riqā' karena kami membalut kaki kami dengan sobekan kain."Abu Burdah berkata, "Abu Musa pernah menceritakan hal ini, tetapi setelahnya ia membenci hal itu dan berkata, 'Aku melakukannya bukan dengan tujuan agar aku ceritakan.'" Abu Burdah meneruskan, "Tampaknya Abu Musa tidak suka bila dia menceritakan amalnya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

نَعْتَقِبُهُ (na'taqibuhu): kami bergantian mengendarainya satu demi satu.

فَنَقِبَتْ (fanaqibat): kulit kaki kami melepuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kesederhanaan hidup para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan tingginya kesabaran mereka dalam menghadapi hal itu disertai dengan sikap rida dan tunduk kepada ketetapan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

2) Dengan sabar dan yakin akan diraih kepemimpinan dalam agama.

3) Makruh hukumnya bila seseorang menceritakan perbuatan baik yang dikerjakannya, karena menyembunyikan amal perbuatan antara hamba dan Rabb-nya adalah prinsip orang beriman yang tulus.

5/526- 'Amr bin Taglib (dengan memfatahkan "tā`", mensukunkan "gain", dan setelahnya mengkasrahkan "lām") -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibawakan harta atau tawanan, lalu beliau membagi-bagikannya. Beliau memberi kepada beberapa orang dan tidak memberi kepada yang lainnya. Lantas beliau mendengar kabar bahwa orang-orang yang tidak diberi bagian mencela hal itu. Maka beliau berpidato seraya memuji Allah lalu menyanjung-Nya dan bersabda,"Amabakdu. Demi Allah! Sesungguhnya aku memberi sebagian orang dan tidak memberi sebagian yang lainnya. Orang yang tidak aku beri lebih aku cintai daripada yang aku beri. Tetapi aku hanya memberi sebagian orang karena aku mengetahui dalam hati mereka ada keresahan dan kegelisahan, dan sebagian lainnya aku biarkan dengan kepemilikan kanaah dan kebaikan yang Allah berikan dalam hati mereka. Di antara mereka itu adalah 'Amr bin Taglib."Amr bin Taglib berkata, "Demi Allah! Aku tidak mau kalau seandainya sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- itu diganti dengan unta-unta merah."(HR. Bukhari)

الهَلَعُ (al-hala'): resah yang paling tinggi, dan konon: tidak sabar.

Kosa Kata Asing:

حُمْر النعم (ḥumrun-na'am): unta merah, maksudnya unta-unta yang paling bagus. Ia merupakan permisalan dalam bangsa Arab untuk semua harta yang bagus.

Pelajaran dari Hadis:

1) Harta benda bukan tolok ukur kemuliaan hamba di sisi Tuhannya; betapa banyak orang yang miskin harta tetapi kaya dengan iman dan takwa.

2) Cara bijaksana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengambil hati manusia dan menyelamatkannya dari kebinasaan.

3) Keutamaan sahabat 'Amr bin Taglib raḍiyallāhu 'anhu; yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi kesaksian untuknya bahwa dia termasuk orang yang cinta kebaikan dan kaya hati.

6/527- Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dari orang yang wajib engkau nafkahi. Sebaik-baik sedekah adalah setelah memenuhi kebutuhan diri. Siapa yang menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaga kehormatannya. Siapa yang mencukupkan dirinya, maka Allah akan mencukupkannya."(Muttafaq 'Alaih)Ini adalah redaksi Bukhari, sedangkan redaksi Muslim lebih ringkas.

Kosa Kata Asing:

بِمَنْ تَعُولُ (bi man ta'ūl): orang yang wajib engkau nafkahi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap ifah (menjaga kehormatan) dan tidak meminta-minta kepada manusai.

2) Pertolongan Allah -Ta'ālā- kepada hamba yang berusaha mewujudkan kebaikan; yaitu siapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah -Ta'ālā- akan membantunya untuk mewujudkannya, dan siapa yang berusaha mencukupkan diri dari manusia maka Allah akan memberinya kecukupan.

7/528- Abu Sufyān bin Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian memaksa dalam meminta! Demi Allah, tidaklah salah seorang kalian meminta sesuatu kepadaku, lalu aku memberikan permintaannya dengan terpaksa, kecuali ia tidak akan mendapatkan berkah pada apa yang aku berikan kepadanya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

تُلْحِفُوا (tulḥifū): terlalu sering minta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mendapatkan apa yang ada di tangan orang lain dengan cara meminta berlebihan sehingga mereka memberi lantaran merasa malu.

2) Pesan urgen bahwa orang yang mendapatkan sesuatu karena terlalu sering meminta-minta tidaklah diberkahi.

Peringatan:

Perawi hadis ini sebagaimana dalam cetakan-cetakan Riyāḍuṣ-Ṣālihīn yang terkenal adalah Abu Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb. Sedangkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim: "Dari Mu'awiyah, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda..." Sehingga riwayat yang benar seperti berikut ini:

"Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyān Ṣakhr bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda...

8/529- Abu Abdirraḥmān 'Auf bin Mālik Al-Asyja'iy -raḍiyallāhu 'anhu- mengisahkan: Kami sedang duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersembilan atau berdelapan atau bertujuh. Lantas beliau bersabda, "Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?!" Padahal kami baru saja melakukan baiat. Kami berkata, "Bukankah kami sudah membaiatmu, wahai Rasulullah?"Beliau bersabda, "Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?!" Lantas kami mengulurkan tangan sambil bertanya, "Kami telah membaiatmu, wahai Rasulullah. Atas hal apa lagi kami membaiatmu?" Beliau bersabda,"Yaitu agar kalian menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, menunaikan salat lima waktu, dan taat kepada penguasa." Kemudian beliau membisikkan satu kalimat, "Dan janganlah kalian meminta sesuatu pun kepada manusia!"Sungguh aku telah menyaksikan sebagian di antara orang-orang yang berbaiat tersebut, ada yang cambuknya jatuh namun ia tidak minta kepada siapa pun untuk mengambilkannya.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini: "Janganlah kalian meminta sesuatu pun kepada manusia", adalah bentuk pengajaran dan pembinaan kemuliaan diri.

2) Pemeliharaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap janji yang mereka buat untuk diri mereka bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah bukti keutamaan mereka.

9/530- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perbuatan minta-minta akan senantiasa menjadi perilaku sebagian kalian hingga dia bertemu Allah -Ta'ālā- sementara tidak ada sekerat daging pun di mukanya."(Muttafaq 'Alaih)

المُزْعَةُ (al-muz'ah), dengan mendamahkan "mīm", dan mensukunkan "zāy", setelahnya "'ain", artinya: potongan, keratan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ancaman keras dalam hadis ini menunjukkan pengharaman minta-minta.

2) Menganjurkan orang beriman kepada hakikat kemuliaan, sehingga wajib bagi seseorang agar menjadi hamba yang tulus dan ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak menghinakan dirinya kepada makhluk.

10/531- Masih dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpidato dari atas mimbar dan mengingatkan tentang sedekah serta menjaga kehormatan diri dari perbuatan meminta-minta:"Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang bersedekah dan tangan di bawah adalah yang meminta."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menganjurkan orang beriman agar menjadi tangan di atas yang memberi.

2) Orang mukmin adalah yang memiliki cita-cita tinggi dan tidak mengenal sifat malas, ia selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam kebaikan.

11/532- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang yang mengemis kepada manusia untuk memperbanyak harta, pada hakikatnya ia sedang meminta bara neraka. Maka terserah, silakan ia meminta sedikit atau banyak."(HR. Muslim)12/533- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya perbuatan meminta-minta adalah cacat yang dilekatkan seseorang di mukanya, kecuali yang meminta kepada penguasa atau pada perkara yang tidak ada pilihan lain."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

الكَدُّ (al-kadd): luka cakar dan semisalnya.

Kosa Kata Asing:

تكثُّراً (takaṡṡuran): untuk memperbanyak harta.

سُلْطاناً (sulṭānan): orang yang Allah amanahi urusan manusia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman minta-minta kepada manusia, karena seharusnya sikap kehinaan diri seorang hamba hanya ditujukan kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bahkan itu adalah puncak kemuliaan. Dia tidak boleh menghinakan dirinya dengan minta-minta pada orang lain, kecuali bila ia meminta karena kondisi terpaksa.

2) Meminta hak kepada penguasa diperbolehkan dalam agama; karena seorang pemimpin muslim adalah pemerhati bagi semua umat, sehingga minta kepadanya tidak mengandung kehinaan.

13/534- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ditimpa kefakiran, lalu mengadukannya kepada manusia, maka kefakirannya tidak akan terpenuhi. Siapa yang mengadukan kefakirannya kepada Allah, maka pasti Allah akan segera memberinya rezeki yang disegerakan atau ditunda."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

يُوشِكُ (yūsyiku), dengan mengkasrahkan "syīn", artinya: menyegerakan.

Kosa Kata Asing:

فَاقَةٌ (fāqah): kefakiran.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia akan diserahkan kepadanya; sehingga siapa yang membiasakan diri dengan meminta kepada orang maka hidupnya akan sulit dan tercemar.

2) Berpegang teguh dengan wasiat Nabi supaya sabar menghadapi hidup yang sulit; karena siapa yang mengadukan Tuhannya kepada manusia sebenarnya dia sedang mengadukan Allah Yang Maha Penyayang kepada orang yang tidak penyayang!

14/535- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapakah yang mau memberikan jaminan padaku bahwa ia tidak akan meminta apa pun kepada manusia maka aku memberikan jaminan surga baginya?" Aku menjawab, "Saya." Sejak saat itu, Ṡaubān tidak pernah meminta apa pun kepada orang lain.(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar tidak meminta-minta kepada orang lain, tetapi bertumpu kepada diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan.

2) Keutamaan Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu dia telah membuat satu janji kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu dia memenuhinya. Dan ini termasuk keutamaan semua sahabat -riḍwanullāhi 'alaihim-.

15/536- Abu Bisyr Qabīṣah bin Al-Mukhāriq -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku dahulu menanggung sebuah tanggungan (karena mendamaikan dua pihak yang berselisih), kemudian aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk minta bantuan pada tanggungan tersebut. Maka beliau bersabda,"Bersabarlah sampai harta zakat datang, dan kami akan memberikannya untukmu."Kemudian beliau bersabda,"Wahai Qabīṣah! Meminta tidak halal kecuali untuk salah satu dari tiga orang. Seseorang yang menanggung suatu tanggungan karena mendamaikan dua pihak yang berselisih, dihalalkan untuknya meminta sampai ia membayar tanggungan itu, setelah itu ia berhenti. Juga seseorang yang tertimpa bencana alam yang memusnahkan hartanya, dihalalkan untuknya meminta sampai ia mendapatkan yang dapat menopang hidupnya -atau beliau bersabda: yang dapat memenuhi kebutuhannya-. Dan seseorang yang tertimpa kefakiran hingga diberi kesaksian oleh tiga orang yang berakal dari kaumnya dengan mengatakan: sungguh si polan telah tertimpa kefakiran, dihalalkan untuknya meminta sampai ia mendapatkan yang dapat menopang hidupnya -atau beliau bersabda: yang dapat memenuhi kebutuhannya-. Sedangkan perbuatan meminta pada selain yang tiga ini, wahai Qabīṣah, adalah haram, dan haram pula dimakan oleh yang melakukannya."(HR. Muslim)الحَمَالَةُ (al-ḥamālah), dengan memfatahkan "ḥā`", yaitu misalnya terjadi perang antara dua kelompok lalu seseorang hadir mendamaikan mereka dengan menanggung sejumlah harta sebagai utangnya.الجَائِحَةُ (al-jā`iḥah): bencana yang menimpa harta kekayaan seseorang.القِوَامُ (al-qiwām), dengan mengkasrahkan "qāf", dan boleh juga difatahkan, yaitu: yang dapat menegakkan urusan seseorang berupa harta dan semisalnya.السِّدادُ (as-sidād), dengan mengkasrahkan "sīn": sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan.الفَاقَةُ (al-fāqah): kefakiran. Dan "الحِجَىٰ" (al-ḥijā): akal.

Kosa Kata Asing:

السُّحْتُ (as-suḥt): haram.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh meminta kecuali dalam keadaan-keadaan yang diperbolehkan oleh agama, yang terangkum dalam kondisi terdesak dan membutuhkan.

2) Mendidik semua orang beriman tentang hakikat kemuliaan jiwa dan agar tidak mengharapkan apa yang ada di tangan manusia.

16/537- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bukanlah orang miskin itu yang berkeliling meminta-minta kepada manusia dan diberikan sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji kurma. Tetapi orang miskin sebenarnya adalah yang tidak mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya sementara dia tidak diperhatikan sehingga akan diberi sedekah dan tidak juga melakukan minta-minta kepada orang."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang miskin yang berhak diberi adalah yang malu dengan dirinya sehingga tidak melakukan minta-minta.

2) Menganjurkan orang beriman untuk mencari tahu keluarga-keluarga miskin yang tidak terlihat karena tertutup dengan penutup dari Allah -Ta'ālā-.

 58- BAB BOLEH MENERIMA PEMBERIAN JIKA TIDAK DIMINTA DAN TIDAK DIHARAPKAN

1/538- Sālim bin Abdullah bin Umar meriwayatkan dari ayahnya, Abdullah bin Umar, dari Umar -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikanku pemberian, aku berkata, "Berikanlah ia kepada siapa yang lebih miskin dariku." Beliau lalu bersabda,"Ambillah. Jika engkau diberikan sebagian harta sementara engkau tidak mengharapkannya ataupun memintanya, maka ambillah lalu milikilah. Kemudian jika engkau mau silakan dimakan, dan jika engkau mau silakan disedekahkan. Dan apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan gantungkan hatimu padanya (dengan mengharapkan ataupun memintanya)."Sālim berkata, "Maka dahulu Abdullah tidak pernah meminta sesuatu kepada siapa pun, tidak pula menolak sesuatu yang diberikan kepadanya."(Muttafaq 'Alaih)

مُشرفٌ (musyrif), dengan huruf "syīn", artinya: mengharapkan.

Kosa Kata Asing:

فَتَمَوَّلْهُ (fatamawwalhu): jadikanlah sebagai harta milikmu.

فَلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ (fa lā tutbi'hu nafsaka): jangan menggantungkan diri dengannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba tidak boleh menghinakan dirinya dengan mengharap-harapkan harta tertentu dan menggantungkan hati untuk menuntutnya.

2) Bila ada sesuatu yang diberikan kepada Anda tanpa diminta atau diharapkan maka terimalah, yang seperti ini terpuji secara agama karena menolak pemberian dan hadiah dapat menyebabkan Anda dibenci oleh orang yang memberi.

 59- BAB ANJURAN MAKAN DARI USAHA SENDIRI DAN MENJAGA KEHORMATAN DIRI DARI MEMINTA-MINTA DAN BERHARAP DIBERI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; dan carilah karunia Allah."(QS. Al-Jumu'ah: 10)

Pelajaran dari Ayat:

1) Mencari rezeki setelah menunaikan ibadah termasuk perkara yang dianjurkan dan terpuji dalam agama.

2) Agama memperhatikan kebutuhan manusia, sehingga agama melarang dari meminta-minta lalu menganjurkan untuk bekerja dan beraktifitas.

1/539- Abdullah bin Az-Zubair bin Al-'Awwām -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, seandainya salah seorang kalian mengambil beberapa ‎utas tali, lalu pergi ke gunung, kemudian kembali dengan memikul ‎seikat kayu bakar di atas pundaknya lalu menjualnya, sehingga dengan hal itu Allah ‎mencukupkan kebutuhannya, maka hal itu lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberinya ataupun ‎tidak.‎"(HR. Bukhari)2/540- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh seandainya salah seorang kalian mengumpulkan seikat kayu yang ia pikul di atas punggungnya, itu lebih baik baginya daripada meminta kepada seseorang lalu dia memberinya atau tidak memberinya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أَحبُلَهُ (aḥbulah), bentuk jamak dari kata "حَبْلٌ" (ḥabl), artinya: tali.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pekerjaan yang halal adalah kemuliaan bagi seorang mukmin, walaupun hina dalam pandangan manusia.

2) Melakukan berbagai sebab, bekerja, dan berjalan ke tempat rezeki merupakan kesempurnaan tawakal kepada Allah -Ta'ālā-.

3/541- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Dahulu Nabi Daud -'alaihis-salām- tidak makan kecuali dari hasil usaha tangannya sendiri."(HR. Bukhari)4/542- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dahulu Nabi Zakariya -'alaihis-salām- adalah seorang tukang kayu."(HR. Muslim)5/543- Al-Miqdām bin Ma'dīkarib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Selamanya, tidaklah seseorang makan sebuah makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil usaha tangannya. Sesungguhnya Nabi Daud -'alaihis-salām- makan dari hasil usaha tangannya sendiri."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menganjurkan setiap muslim untuk bekerja dan agar rezekinya berasal dari hasil usaha tangannya sendiri. Apa yang dikerjakan sendiri olehnya lebih diutamakan daripada yang dikerjakan oleh orang lain.

2) Anjuran untuk mengikuti jalan hidup para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām-; yaitu mereka mencari penghidupan dengan tangan mereka sendiri padahal mereka adalah sebaik-baik manusia di sisi Allah -Ta'ālā-. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman,"Mereka itulah yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka."(QS. Al-An'ām: 90)

 60- BAB KEDERMAWANAN, SUMBANGAN, DAN INFAK PADA BERBAGAI KEBAIKAN KARENA YAKIN KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ-

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya."(QS. Saba`: 39)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari wajah Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)."(QS. Al-Baqarah: 272)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 273)

Faedah Tambahan:

Al-Karam (kedermawanan) adalah kata komprehensif yang mencakup semua jenis kebaikan, dan itu terdiri dari berbagai macam, di antaranya:

kedermawanan harta, kedermawanan jiwa dengan tidak mengharap apa yang ada di tangan manusia, dan kedermawanan pemaafan terhadap perbuatan buruk orang.

Pelajaran dari Ayat:

1) Menganjurkan orang beriman agar berinfak untuk mencari rida Allah -Ta'ālā-.

2) Orang beriman yakin dengan apa yang ada di sisi Allah -Ta'ālā-, bahwa Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik daripada apa yang dia berikan.

1/544- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali pada dua orang: orang yang Allah ‎anugerahi harta lalu dia infakkan di jalan kebenaran ‎dan orang yang Allah karuniai hikmah (ilmu Al-Qur`ān dan Sunnah) lalu dia memutuskan perkara/mengadili dengannya dan ‎mengajarkannya.‎"(Muttafaq 'Alaih)Maksudnya: seharusnya, tidak boleh iri pada seseorang kecuali karena ia memiliki salah satu dari dua perangai ini.

Kosa Kata Asing:

هَلَكَتِهِ في الحَقِّ: menginfakkannya pada berbagai kebaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk berlomba dalam amal kebaikan. Tidaklah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyebutkan kebaikan ini kecuali agar orang beriman berlomba di dalamnya.

2) Nikmat seluruhnya berasal dari Allah -Ta'ālā- dan wajib disyukuri, yaitu dengan menempatkannya di tempat yang diperintahkan oleh Sang Pemilik nikmat, Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

3) Infak bersifat umum mencakup infak harta dan infak ilmu.

Faedah Tambahan:

Dalam hal hikmah dan ilmu manusia terbagi menjadi empat kelompok:

Kelompok pertama: orang yang tidak diberikan ilmu sama sekali, dia adalah orang jahil.

Kelompok kedua: orang yang diberi ilmu oleh Allah, tetapi dia bakhil dengan ilmunya itu, bahkan terhadap dirinya sehingga dia tidak mengamalkannya. Dia adalah orang lalai; diberikan ilmu dan dan dihalangi dari pengamalan, tetapi dia lebih tinggi derajatnya dari yang pertama.

Kelompok ketiga: orang yang diberi ilmu oleh Allah lalu dia amalkan pada dirinya tanpa mengajarkannya, maka dia berada di dalam kebaikan yang terbatas.

Kelompok keempat: orang yang diberi ilmu oleh Allah lalu dia mengamalkannya untuk dirinya dan mengajarkannya kepada yang lain agar semua orang mendapatkan manfaatnya. Dialah orang yang utama. Saudaraku, bersungguh-sungguhlah agar Anda masuk dalam kelompok ini.

2/545- Masih dari Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapakah di antara kalian yang harta untuk ahli warisnya lebih ia cintai daripada hartanya sendiri?"Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah! Tidak ada seorang pun dari kami melainkan dia lebih mencintai hartanya sendiri." Beliau bersabda,"Sesungguhnya hartanya ialah yang telah dia pergunakan, dan harta untuk ahli warisnya ialah yang dia sisakan."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menginfakkan harta pada hal-hal kebaikan untuk dia dapatkan manfaatnya di dunia dan akhirat.

2) Meluruskan pemahaman yang salah dalam kehidupan manusia merupakan tugas ulama dan penuntut ilmu.

3/546- 'Adiy bin Ḥātim -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berlindunglah kalian dari api neraka meskipun hanya dengan (bersedekah) separuh kurma."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pintu-pintu kebaikan memiliki banyak macam, dan seorang mukmin tidak akan menyia-nyiakan kebaikan walau hanya bersedekah dengan separuh kurma yang akan menyelamatkannya dari azab neraka.

2) Bimbingan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya tentang jalan-jalan keselamatan dari azab.

4/547- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Tidaklah pernah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dimintai sesuatu, lalu beliau mengatakan: tidak."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kemurahan hati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan akhlak baik beliau; yaitu beliau tidak pernah menolak orang yang meminta, bahkan beliau memberi seperti pemberian orang yang tidak khawatir miskin.

2) Orang yang diberi taufik di antara hamba Allah adalah yang berusaha meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam tuntunan beliau yang penuh berkah, di antaranya akhlak mulia ini.

5/548- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada satu hari pun ketika hamba memasuki pagi melainkan dua malaikat turun (ke bumi), lalu salah satu mereka berdoa, ‘Ya Allah! Berikanlah ganti (yang baik) kepada orang yang bersedekah.’ Sedangkan malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah! Timpakanlah kehancuran pada orang yang menahan hartanya (kikir).'"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa agar diberikan ganti yang banyak kepada orang yang berinfak, dan doa kebinasaan terhadap orang yang kikir dan tidak berinfak.

2) Malaikat berdoa untuk orang-orang beriman yang saleh, dan ini adalah kabar gembira bagi orang beriman.

Faedah Tambahan:

 Kebinasaan ada dua macam:

1- Kebinasaan yang bersifat fisik; yaitu harta tersebut musnah, seperti berncana datang merusaknya sehingga terbakar, dicuri, atau tenggelam.

2- Kebinasaan yang bersifat maknawi; yaitu keberkahannya dicabut sehingga pemiliknya sama sekali tidak mendapat faedahnya dalam kehidupannya.

6/549- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -Ta'ālā- berfirman (dalam hadis qudsi), “Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya engkau akan dinafkahi.”(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk berinfak di jalan Allah karena ia merupakan sebab kelapangan rezeki.

2) Pemberian Allah kepada hamba-Nya sesuai kadar pemberian hamba tersebut kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.

7/550- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Perangai Islam manakah yang paling baik?" Beliau bersabda,"Yaitu engkau memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal ataupun yang tidak engkau kenal."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme para sahabat untuk mengetahui perangai-perangai yang mendatangkan manfaat di dunia dan akhirat serta melanjutkannya dengan pengamalan.

2) Anjuran untuk berbagi dan memberi makan.

Faedah Tambahan:

Keumuman dalam sabda beliau: "dan memberi salam..." dikhususkan untuk orang muslim. Sehingga tidak boleh memulai salam kepada selain muslim, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Janganlah kalian memulai salam kepada orang yahudi dan nasrani..."

Faedah Tambahan:

Perbedaan antara dermawan dan boros; orang dermawan meletakkan pemberian pada tempatnya, sedangkan orang boros sering kali pemberiannya tidak tepat sasaran.

Orang yang dermawan berusaha menunaikan hak-hak yang wajib dan sunah terkait hartanya, sesuai perintah agama dan dorongan akhlak mulia seperti memberi nafkah, menjamu tamu, dan membalas hadiah. Adapun sisanya, maka ia menggunakannya untuk kebaikan lain secara sempurna, dengan hati penuh rida dan mengharap gantinya dari Allah di dunia dan akhirat.

Adapun orang yang boros (mubazir), dia mengeluarkan harta dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwatnya, tanpa memperhatikan maslahat pribadi dan umum, sementara dia menelantarkan hak-hak yang wajib dan yang sunah.

8/551- Masih dari Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada empat puluh macam perangai (perbuatan). Yang paling atas adalah mendermakan seekor kambing (untuk diperah susunya). Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu dari perangai-perangai tersebut karena mengharap pahalanya dan meyakini balasannya yang dijanjikan, melainkan Allah akan memasukkannya dengan amalannya itu ke dalam surga." (HR. Bukhari). Hadis ini telah dijelaskan dalam Bab Penjelasan tentang Banyaknya Jalan Kebaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Beragamnya pintu-pintu kebaikan, serta kemudahannya bagi orang-orang yang mau beramal; orang yang terhalangi sesungguhnya adalah yang dihalangi dari memasukinya dan mengamalkannya.

2) Infak yang dianjurkan oleh agama dan berpahala besar disyaratkan harus ikhlas kepada Allah -Ta'ālā-;"Siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar."(QS. An-Nisā`: 114)9/552- Abu Umāmah Ṣudāy bin 'Ajlān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai anak Adam! Sungguh, jika engkau memberikan kelebihan (dari kebutuhanmu) maka itu adalah kebaikan bagi dirimu. Dan jika engkau menahannya maka itu adalah keburukan bagimu. Engkau tidak dicela bila menyimpan secukupnya, mulailah memberi nafkah pada orang yang engkau tanggung, dan tangan yang di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (penerima)."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berbagi kelebihan harta dari yang dibutuhkan lebih baik bagi hamba karena di dalamnya terkandung unsur silaturahmi dengan saudara-saudaranya yang membutuhkan serta pembenaran terhadap janji Tuhan semesta alam.

2) Semua hamba dituntut untuk berbagi sesuai kemampuannya tanpa memaksakan diri:"Dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya." (QS. Aṭ-Ṭalāq: 7)10/553- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Tidaklah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dimintai sesuatu atas (nama) Islam, melainkan beliau akan memberikannya. Sungguh pernah datang seorang pria kepada beliau, lalu beliau memberinya satu lembah kambing. Maka pria itu kembali kepada kaumnya, lalu berkata, ‘Wahai kaumku! Masuk islamlah kalian! karena sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian seperti orang yang tidak takut kefakiran.’ Meskipun pertama kali orang itu masuk Islam tidak lain karena menginginkan dunia, namun tidak lama kemudian Islam menjadi hal yang paling dicintainya lebih dari dunia dan seisinya.”(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Sedekah dan akhlak baik adalah media besar untuk merebut hati manusia.

2) Boleh memberikan sebagian zakat kepada orang-orang yang lemah imannya untuk menarik hati mereka. Kadang ada orang masuk Islam karena dunia, tetapi bila telah merasakan manisnya iman maka dia akan mencintainya dan akan berislam dengan baik.

11/554- Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah membagikan sebuah pembagian, lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah! Selain orang-orang itu masih banyak orang yang lebih berhak menerimanya." Beliau bersabda,"Sesungguhnya mereka ini memberikanku pilihan antara meminta kepadaku secara kasar, ataukah mereka akan menuduhku sebagai orang bakhil. Padahal aku bukan orang yang bakhil."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kemuliaan akhlak, kesabaran, dan ketabahan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta berpalingnya beliau dari orang-orang jahil.

2) Bakhil bukan termasuk perangai para nabi dan orang-orang saleh, karena orang beriman adalah orang yang dermawan dan pemurah.

12/555- Jubair bin Muṭ’im -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa tatkala dia sedang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perjalanan pulang dari Ḥunain, orang-orang badui berusaha menarik beliau sambil meminta hingga beliau terdesak ke pohon samurah, dan serban beliau tersangkut durinya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berdiri dan bersabda,“Kembalikan serbanku. Andai aku memiliki unta, sapi, dan kambing sebanyak pohon-pohon ini pastilah aku akan membagikannya kepada kalian, kemudian kalian tidak akan mendapatiku sebagai orang pelit, pendusta, maupun pengecut."(HR. Bukhari)مَقْفَلَه (maqfalah): dalam perjalanan pulang.السَّمُرَةُ (as-samurah): nama pohon.الْعِضَاهُ (al-'aḍāh): pohon yang berduri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Imam umat Islam bersih dari perangai tercela; seperti inilah seharusnya keadaan orang yang menjadi teladan umat, dia harus meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menjelaskan bagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendidik umat lewat keteladanan, yaitu beliau mewujudkan ilmu dengan pengamalan.

3) Pengaruh tuntunan yang bagus dan akhlak yang baik terhadap hati manusia.

13/556- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta, Allah pasti akan mengangkat kemuliaan seseorang yang suka memaafkan, dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, kecuali Allah -Ta'ālā- angkat derajatnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Sedekah tidak akan mengurangi harta, karena Allah akan memberkahinya dan mengganti harta yang disedekahkan tersebut.

2) Keadaan orang beriman yang yakin dengan janji Allah -Ta'ālā-, yaitu bahwa Allah akan memberinya ganti berupa kebaikan dan keberkahan.

14/557- Abu Kabsyah 'Amr bin Sa'ad Al-Anmāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada tiga hal yang aku bersumpah padanya. Aku akan sampaikan sebuah hadis kepada kalian, karena itu hafalkanlah! Harta seseorang tidak akan berkurang karena sedekah. Tidaklah seseorang dizalimi dengan sebuah kezaliman dan dia bersabar menghadapinya kecuali Allah akan angkat kemuliaannya. Dan tidaklah seorang hamba membuka pintu minta-minta, kecuali Allah akan buka kepadanya pintu kemiskinan -atau ungkapan semacam itu-. Dan aku akan sampaikan suatu hadis kepada kalian dan hafalkanlah dengan baik! Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam manusia, yaitu:Orang yang dikaruniai harta dan ilmu oleh Allah, lantas ia mempergunakannya untuk bertakwa kepada Tuhannya dan menyambung tali kekerabatan, dan ia juga mengetahui hak Allah di dalam hartanya tersebut. Orang ini ada pada derajat yang paling utama. Kemudian orang yang dikaruniai ilmu oleh Allah tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian dengan niat yang sungguh-sungguh ia berkata, 'Andaikan aku mempunyai harta, niscaya aku akan beramal seperti amalnya si polan.' Maka dia akan diberi pahala dengan sebab niatnya. Pahala mereka berdua sama. Kemudian orang yang dikaruniai harta tetapi tidak dikaruniai ilmu, lalu ia menggunakan hartanya tanpa ilmu. Dia tidak mempergunakan hartanya untuk bertakwa kepada Tuhannya, tidak menggunakannya untuk menyambung tali kekerabatan, dan tidak mengetahui adanya hak Allah dalam hartanya. Orang seperti ini ada pada tempat yang paling rendah. Kemudian orang yang tidak dikaruniai harta dan tidak pula ilmu, kemudian dia berkata, 'Andaikan aku mempunyai harta, niscaya aku akan berbuat seperti apa yang diperbuat oleh si polan (orang ketiga).' Maka dia akan diganjar sesuai niatnya. Dosa mereka berdua sama."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

نَفَرٌ (nafar): bilangan orang antara tiga sampai sepuluh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berita yang benar dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa sedekah tidak mengurangi harta, bahkan menambah dan mengembangkannya.

2) Ilmu adalah barometer semua urusan. Orang yang dikaruniai ilmu bermanfaat oleh Allah maka dia akan tahu bagaimana mengatur urusannya. Tetapi orang yang tidak diberikan ilmu maka dia tidak akan teratur dalam urusannya dan melampaui batas. Hal ini mengandung anjuran menuntut ilmu yang bermanfaat.

15/558- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya keluarga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menyembelih seekor kambing, lalu beliau bertanya, “Apa yang masih tersisa darinya?” (‘Aisyah) menjawab, “Tidak ada yang tersisa kecuali bagian pundaknya.” Beliau berkata, “Masih tersisa semuanya kecuali bagian pundaknya.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis sahih")

Maksudnya, mereka telah menyedekahkan semuanya kecuali bagian pundaknya. Maka beliau berkata: semuanya tersimpan untuk kita di akhirat, kecuali bagian pundaknya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sifat kedermawanan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan juga Ahli Bait beliau -raḍiyallāhu 'anhum-.

2) Harta seseorang yang kekal adalah yang dia sedekahkan dan dia simpan pahalanya di sisi Allah -Ta'ālā-.

3) Cara Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang baik dalam meluruskan keyakinan dan analogi yang salah dalam kehidupan manusia.

16/559- Asmā` binti Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Janganlah engkau menyimpan harta sehingga rezeki akan ditahan padamu."Dalam riwayat yang lain:"Berinfaklah. Janganlah engkau menghitung-hitungnya sehingga Allah akan menghitung (rezeki) untukmu, dan janganlah engkau menahannya sehingga Allah menahan (rezeki) untukmu."(Muttafaq 'Alaih)

انْفَحِي (infaḥī), dengan "ḥā`", semakna dengan kata "أَنفِقِي" (anfiqī), dan "انْضحِي" (inḍaḥī).

Kosa Kata Asing:

لاَ تُوكِي (lā tūkī): jangan menahan dan mengikat yang yang engkau punya.

لا تُوعِي (lā tū'ī): jangan menahan kelebihan harta yang engkau punya dan berlaku pelit dengannya. Kedua kalimat ini memiliki makna yang berdekatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menahan sedekah karena takut harta habis, karena yang seperti itu adalah bentuk suuzan kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan, yaitu orang yang menahan hak Allah yang wajib ditunaikan akan dihukum Allah dengan menyempitkan rezekinya.

17/560- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaan orang kikir dan orang yang suka berinfak itu adalah seperti dua orang yang memakai baju besi yang menutupi dada hingga tulang selangkanya. Adapun orang yang suka berinfak, tidaklah dia berinfak melainkan baju besi itu akan melebar dan menutupi seluruh kulitnya hingga menutupi jarinya dan menghapus jejaknya. Sedangkan orang yang kikir, tidaklah dia ingin berinfak melainkan setiap ruasnya akan mencengkram tempatnya; dia berusaha melebarkannya, tetapi ia tidak bisa melebar."(Muttafaq 'Alaih)

الجُنَّةُ (al-junnah): baju perang. Maksudnya, bahwa orang yang dermawan setiap kali dia berinfak maka baju tersebut semakin lebar dan panjang hingga diseret di belakangnya dan menutupi kedua kaki dan jejak langkahnya.

Kosa Kata Asing:

ثُدِيِّهِمَا (ṡudiyyihimā), bentuk muṡannā dari kata "ثُدي" (ṡudyun) dengan mendamahkan "ṡā`", artinya: susu bagi laki-laki. Sedangkan "الثَدي" (aṡ-ṡadyu) dengan fatah, maka bermakna: susu bagi perempuan.

تَرَاقِيهِمَا (tarāqīhimā), bentuk jamak dari kata "ترقوة" (tarquwah), yaitu tulang yang terletak antara leher dan pundak.

سَبَغَتْ (sabagat): melebar dan menutupi.

بَنَانُهُ (banānuhu): jari-jarinya.

تَعْفُوَ أَثَرَهُ (ta'fū aṡarahu): menutup jejaknya sehingga tidak terlihat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sedekah akan menutup aib dan kesalahan sebagaimana pakaian yang diseret di atas tanah menutupi jejak kaki pemiliknya ketika berjalan.

2) Memberi dan berinfak termasuk sebab terbesar adanya kelapangan dada dan kebahagiaan jiwa.

18/561- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersedekah semisal satu biji kurma dari penghasilan yang baik, dan memang Allah tidak akan menerima kecuali yang baik, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Allah mengurusnya untuk pemiliknya sebagaimana salah seorang kalian mengurus anak kudanya, hingga sedekah itu menjadi seperti gunung."(Muttafaq 'Alaih)

الفَلُوُّ (al-faluwwu), dengan memfatahkan "fā`", dan mendamahkan "lām", lalu mentasydid "wāw". Ada juga yang mengkasrahkan "fā`", dan mensukunkan "lām", lalu "wāw" tidak ditasydid (al-filwu), artinya: anak kuda.

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik, sehingga orang yang bersedekah harus mengupayakan agar sedekahnya berasal dari harta yang baik.

2) Menjelaskan janji Allah -Ta'ālā- yang akan melipatgandakan sedekah yang berasal dari penghasilan yang baik hingga menjadi seperti gunung. Ini adalah buah dari harta yang halal.

19/562- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ketika seorang laki-laki berjalan di padang pasir yang luas, dia mendengar suara dari arah awan, 'Siramlah kebun polan!' Awan itu bergerak pergi lalu menumpahkan airnya di tanah berbatu hitam, dan ternyata salah satu saluran air yang ada telah menampung semua air itu. Maka dia pun mengikuti arah air itu mengalir. Ternyata ada seseorang yang berada di kebunnya, dia sedang memindahkan air itu dengan cangkulnya. Laki-laki itu bertanya, 'Wahai hamba Allah! Siapa namamu?' Orang itu menjawab, 'Polan.' Persis nama yang dia dengar di awan. Orang itu balik bertanya, 'Wahai hamba Allah! Mengapa engkau menanyakan namaku?' Dia menjawab, 'Aku mendengar suara di awan yang mencurahkan air ini mengatakan: 'Siramlah kebun fulan,' persis seperti namamu. Jadi, apa yang engkau lakukan pada kebun ini?' Orang itu menjawab, 'Karena engkau telah bertanya, maka ketahuilah sesungguhnya aku memeriksa hasil kebun ini, lalu aku sedekahkan sepertiganya, aku dan keluargaku memakan sepertiganya, dan aku mengembalikan sepertiganya yang lain ke kebun ini.'"(HR. Muslim)الحَرَّةُ (al-ḥarrah): tanah yang ditutupi bebatuan hitam.الشَّرجَةُ (asy-syarjah), dengan memfatahkan "syīn" dan mensukunkan "rā`", setelahnya "jīm", yaitu: saluran air.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberikan nafkah kepada keluarga dan orang-orang yang membutuhkan termasuk perbuatan yang dicintai dan diridai oleh Allah -Ta'ālā-.

2) Allah -Ta'ālā- mengistimewakan hamba-Nya yang beriman dengan rahmat yang khusus untuknya tanpa melibatkan orang lain.

3) Menetapkan karamah para wali di tengah-tengah umat ini dan juga umat-umat terdahulu yang telah disebutkan oleh Allah -Ta'ālā- dalam firman-Nya:"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa." (QS. Yūnus: 63)

 61- BAB LARANGAN PELIT DAN KIKIR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan), dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa."(QS. Al-Lail: 8-11)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung."(QS. At-Tagābun: 16)

Faedah Tambahan:

البُخْلُ (al-bukhl): menahan apa yang wajib atau sunah untuk diberikan.

الشُّحُّ (asy-syuḥḥ): tamak pada harta yang tidak ada. Asy-syuḥḥ ini lebih buruk dari al-bukhl, meskipun keduanya adalah perangai tercela.

Pelajaran dari Ayat:

1) Fondasi dan sumber keberuntungan adalah melepaskan diri dari sifat kikir.

2) Pelit dan berpaling adalah sebab kesengsaraan hamba dan menjauhnya ia dari surga.

Adapun dalil-dalil dari hadis,

sebagiannya telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

1/563- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan pada hari Kiamat. Dan jauhilah sifat kikir, karena kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat kikir telah menyebabkan mereka menumpahkan darah mereka sendiri dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan atas mereka."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbuatan zalim termasuk dosa besar karena pelakunya diancam dengan azab di hari Kiamat.

2) Waspada terhadap sifat kikir karena merupakan sebab kebinasaan orang-orang sebelum kita sementara orang beriman telah dilarang dari menyerupai sifat orang-orang yang diazab.

Faedah Tambahan:

Kezaliman terbagi dua:

1) Kezaliman hamba terhadap dirinya; ini memiliki dua macam:

a) Kezaliman dalam bentuk berbuat syirik kepada Allah -'Azza wa Jalla-. Ini merupakan kezaliman yang paling besar;"Sesungguhnya kesyirikan benar-benar kezaliman yang paling besar." (QS. Luqmān: 13)

b) Kezaliman dalam bentuk mengerjakan maksiat dan dosa di bawah syirik.

2) Kezaliman hamba terhadap orang lain, dan ini juga memiliki dua macam:

a) Kezaliman terhadap mereka dalam bentuk melalaikan sesuatu yang seharusnya diberikan kepada mereka, berupa hak-hak yang wajib ataupun yang dianjurkan, seperti tidak membayar hutang dan menepati janji.

b) Kezaliman terhadap mereka dalam bentuk melakukan tindakan melampaui batas terhadap mereka, berupa mengambil hak mereka dan merampas kehormatan mereka, seperti gibah, mencuri, dan lainnya.

 62- BAB MENDAHULUKAN ORANG LAIN DAN BERBAGI BERSAMA MEREKA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan."(QS. Al-Ḥasyr: 9)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan."(QS. Al-Insān: 8)Hingga akhir ayat.

Faedah Tambahan:

Īṡār: mendahulukan orang lain atas diri sendiri.

Muwāsāh: menyamakan orang lain dengan diri sendiri. Dan īṡār lebih afdal.

 Īṡār (mendahulukan orang lain) terbagi menjadi tiga:

Pertama: īṡār yang terlarang; yaitu mendahulukan orang lain pada perkara yang diwajibkan pada Anda, seperti mendahulukan orang lain menggunakan air ketika dibutuhkan untuk berwudu.

Kedua: īṡār yang makruh; yaitu Anda mendahulukan orang lain dalam perkara sunah, seperti Anda mendahulukan orang lain pada saf pertama dalam salat berjemaah padahal Anda lebih awal datang.

Sebagian ulama berpendapat bahwa īṡār seperti ini hukumnya terpuji karena masuk dalam keumuman saling tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Pendapat ini lebih bagus, sebagaimana akan kita terangkan. Wallāhu a'lam.

Ketiga: īṡār yang diperbolehkan; yaitu Anda mendahulukan orang lain pada perkara duniawi yang mubah, seperti mendahulukan orang lain dalam hal makanan atas diri Anda walaupun sedang lapar.

Ini bisa menjadi īṡār yang terpuji dan diberikan pahala kepada pelakunya jika dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah -Ta'ālā-.

1/564- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seseorang datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengatakan, "Sungguh aku sedang kesulitan." Beliau lantas mengirim utusan ke salah seorang istri beliau, maka dia berkata, "Demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, aku hanya punya air." Kemudian beliau mengutus ke istri beliau yang lain, maka dia juga menjawab seperti itu. Hingga semua istri beliau memberikan jawaban seperti itu: "Tidak ada. Demi Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku hanya memiliki air." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, "Siapa yang mau menjamu orang ini di malam ini?" Seorang laki-laki dari kaum Ansar mengatakan, "Aku (yang akan menjamunya), wahai Rasulullah." Lalu dia membawa orang tersebut ke rumahnya. Dia berkata pada istrinya, "Muliakanlah tamu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."

Dalam riwayat lain: Dia berkata pada istrinya, "Apakah engkau punya sesuatu (makanan)?" Istrinya menjawab, "Tidak, kecuali makanan untuk anak-anakku." Dia berkata, "Sibukkan mereka dengan sesuatu. Bila mereka menginginkan makan malam, maka tidurkanlah mereka. Bila tamu kita telah masuk, padamkanlah lampu dan perlihatkan padanya bahwa kita juga makan." Mereka pun duduk dan si tamu pun makan, sementara keduanya malam itu tidur dalam keadaan perut kosong karena belum makan. Keesokan harinya, laki-laki Ansar itu datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka beliau bersabda, "Sungguh Allah suka pada apa yang kalian berdua lakukan pada tamu kalian tadi malam."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

مَجْهُودٌ (majhūd): aku ditimpa al-jahd, yaitu kemiskinan, lapar, dan kesulitan.

عَلِّليْهم بِشَيءٍ ('allilīhim bisyai`): sibukkan mereka serta buatlah mereka lalai dengan sesuatu selain makanan ini.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbuatan īṡār (mendahulukan orang lain) seorang sahabat dari kaum Ansar yang sangat luar biasa, ketika dia tidur malam bersama keluarganya tanpa makan malam karena menjamu tamu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dari peristiwa dan sikap yang luar biasa ini kita dapat mengambil teladan yang baik.

2) Boleh bagi seseorang mendahulukan tamu dan semisalnya di atas kepentingan keluarganya sendiri, tetapi ini dalam kondisi-kondisi insidental, karena yang lebih utama secara umum adalah mendahulukan kerabat, sebagaimana dalam hadis; "Mulailah dari dirimu kemudian orang yang engkau tanggung."

Faedah Tambahan:

- Kisah dalam hadis ini merupakan sebab turunnya ayat:"Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Ḥasyr: 9)Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata,"Semua ulama telah sepakat (ijmak) tentang keutamaan mendahulukan orang lain dalam makanan serta perkara-perkara duniawi dan kesenangan jiwa lainnya. Adapun dalam ibadah, maka yang lebih afdal ialah tidak mendahulukan orang lain karena hak yang ada di dalamnya adalah milik Allah -Ta'ālā-."(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

Sebagian ulama berpendapat boleh mendahulukan orang lain dalam perkara ibadah, sebagaimana akan kita sebutkan dalam pembahasan hadis no. 761.

2/565- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Makanan untuk berdua cukup untuk tiga orang, dan makanan untuk bertiga cukup untuk empat orang."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Makanan untuk satu orang cukup untuk berdua, makanan untuk berdua cukup untuk empat orang, dan makanan untuk berempat cukup untuk delapan orang."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mendahulukan orang lain dan bersikap kanaah dengan rezeki yang secukupnya.

2) Anjuran makan berjemaah; karena semakin banyak yang berkumpul maka keberkahannya semakin banyak, sebab adanya kecukupan berangkat dari keberkahan berjemaah.

3) Anjuran memberi makan dan tidak boleh meremehkan apa yang dia miliki sekalipun sedikit.

3/566- Abu Sa`īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika kami dalam satu perjalanan bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tiba-tiba muncul seseorang yang mengendarai untanya, Ialu memandang ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memiliki kendaraan lebih hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak memiliki kendaraan. Siapa yang memiliki kelebihan bekal hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak mempunyai bekal." Beliau lalu menyebutkan berbagai jenis harta, sehingga kami meyakini tidak seorang pun dari kami berhak memiliki kelebihan.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

فَضْلُ ظَهرٍ (faḍl ẓahrin): hewan kendaraan yang lebih dari hajatnya. فَليَعُدْ بِهِ (fal-ya'ud bihi): hendaklah dia sedekahkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan, mendermakan harta yang lebih, dan mendahulukan orang lain serta berbagi bersama mereka termasuk sifat orang beriman.

2) Respon yang sangat cepat dari para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Orang yang berbahagia adalah yang mengikuti jalan mereka dalam hal mengamalkan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan memenuhi perintah-perintah beliau tanpa ada interupsi dan keragu-raguan. Allah Ta'ālā berfirman,"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa berat dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisā`: 65)4/567- Sahl bin Sa‘ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang wanita datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa sebuah kain burdah yang dipintal. Wanita itu berkata, “Aku memintalnya dengan tanganku sendiri agar engkau dapat mengenakannya.” Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menerimanya, dan memang beliau membutuhkannya. Beliau pun keluar menemui kami dan mengenakan kain itu sebagai sarungnya. Lalu seseorang berkata, “Kenakanlah untukku, betapa indahnya!” Beliau berkata, “Baiklah.” Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk di majelis, lalu pulang ke rumah untuk melipat kain itu, kemudian beliau mengirimnya kepada orang tersebut. Orang-orang berkata, “Tak pantas kau berbuat demikian! Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengenakannya karena membutuhkannya, lalu engkau memintanya, padahal engkau tahu beliau tidak pernah menolak orang yang meminta.” Orang itu menjawab, “Sungguh demi Allah, aku tidak memintanya karena ingin memakainya. Aku tidak memintanya melainkan agar ia menjadi kain kafanku.” Sahl berkata, “Benar, kain itu kemudian menjadi kafannya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

إِزَارُهُ (izāruhu): izār adalah yang dipakai di bagian bawah badan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sifat īṡār Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada orang lain atas diri beliau, sifat kemurahan hati dan kedermawanan beliau, yaitu beliau tidak pernah menolak orang yang meminta padanya.

2) Perintah mengingkari perbuatan yang menyelisihi adab ketika terlihat.

5/568- Abū Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sesungguhnya orang-orang Asy’ar, bila perbekalan makanan mereka habis tatkala berperang, atau makanan sanak keluarga mereka menipis di Madinah, mereka akan mengumpulkan apa yang mereka miliki pada sepotong kain, kemudian mereka membaginya di antara mereka dalam sebuah bejana secara sama rata. Mereka adalah (bagian) dariku dan aku adalah (bagian) dari mereka."(Muttafaq 'Alaih)

أَرْمَلُوا (armalū): perbekalan mereka telah habis, atau hampir habis.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keutamaan muwāsāh (empati) dan keutamaan menggabung makanan ketika dalam perjalanan lalu menjadikannya dalam satu tempat ketika jumlahnya sedikit.

2) Seseorang diperbolehkan menceritakan kebaikan kaumnya jika bertujuan memotivasi orang lain untuk mengikuti amalan baik mereka.

Faedah Tambahan:

Sebagian ulama mengatakan,

"Makna lahiriah hadis ini menunjukkan diperbolehkannya arisan bulanan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang, dengan cara itu mereka bermaksud saling tolong-menolong di antara mereka pada kebaikan." Gambaran arisan itu adalah:

masing-masing peserta menyerahkan sejumlah uang, semua dengan jumlah yang sama, lalu salah satu peserta mengambil uang yang terkumpul. Kemudian di waktu yang akan datang, putaran akan diulang untuk kedua kalinya, lalu uang yang terkumpul diambil oleh peserta yang lain. Demikian seterusnya, sampai semua peserta telah mengambil bagian mereka secara merata dan bergilir.

Arisan seperti ini termasuk perbuatan yang diperbolehkan, dan mendatangkan pahala jika disertai dengan niat baik untuk saling tolong-menolong di antara mereka. Juga dikarenakan hal itu dapat menyelamatkan seseorang dari hutang atau mengambil pinjaman riba. Perbuatan ini mengandung maslahat dan tidak ada mafsadatnya. Wallāhu a'lam.

 63- BAB BERLOMBA DALAM URUSAN AKHIRAT DAN MEMPERBANYAK AMALAN YANG MENDATANGKAN BERKAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Laknya adalah kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba."(QS. Al-Muṭaffifīn: 26)

Pelajaran dari Ayat:

1) Bersungguh-sungguh dalam beramal saleh termasuk perkara yang terpuji karena dapat menyebabkan adanya perlombaan orang-orang mukmin dalam kebaikan.

2) Menjunjung syiar-syiar agama serta memperbanyak amal kebajikan.

1/569- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diberi minuman lalu beliau meminumnya, sedangkan di sebelah kanannya ada seorang anak kecil dan di sebelah kirinya ada orang-orang tua. Lantas beliau berkata kepada anak itu, "Apakah engkau mengizinkan kalau aku memberikan minuman ini kepada orang-orang tua itu terlebih dahulu?" Anak itu menjawab, "Tidak, demi Allah. Wahai Rasulullah! Saya tidak akan memberikan bagian saya darimu kepada orang lain." Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meletakan minuman itu di tangannya.(Muttafaq 'Alaih)

تَلَّهُ (tallahu), dengan huruf "tā`", artinya: meletakkannya. Anak kecil ini adalah Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tuntunan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar mendahulukan sebelah kanan dalam semua tempat yang mengandung pemuliaan.

2) Anjuran memuliakan orang yang tua dan menempatkan orang-orang sesuai posisi mereka selama tidak bertentangan dengan hukum syariat.

3) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap segala yang mengandung manfaat untuk mereka, bahkan hingga anak-anak kecil mereka mengerti bagaimana berlomba pada kebaikan. Lalu, di mana dan pada apa anak-anak kita berlomba hari ini?!

2/570- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Ketika Ayyub -'alaihissalām- mandi dengan telanjang, tiba-tiba potongan-potongan emas seperti belalang jatuh menimpa tubuhnya. Ayyub pun mengambilnya dengan tangan dan meletakkannya di bajunya. Maka Rabb -'Azza wa Jalla- menyerunya, "Wahai Ayyub! Bukankah Aku telah mencukupkanmu dari apa yang engkau lihat?" Ia menjawab, "Tentu, demi kemuliaan-Mu. Akan tetapi aku tidak pernah merasa cukup dari berkah-Mu."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

رِجْلُ جَرَادٍ مِن ذَهَبٍ: potongan-potongan emas menyerupai belalang dari sisi bentuk dan banyak jumlah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mendapatkan apa yang dapat menambah keberkahan dan karunia bagi manusia.

2) Semua yang dinisbahkan kepada Allah -Ta'ālā- berupa tempat, waktu, atau wujud maka itu artinya ia diberkahi.

 64- BAB KEUTAMAAN ORANG KAYA YANG BERSYUKUR; YAITU ORANG YANG MEMPEROLEH HARTA DARI JALAN YANG BENAR DAN MENGGUNAKANNYA PADA PERKARA YANG DIPERINTAHKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka Siapa yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga),maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)."(QS. Al-Lail: 5-7)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa,yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya),dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya,tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi.Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna)."(QS. Al-Lail: 17-21)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti atas apa yang kamu kerjakan."(QS. Al-Baqarah: 271)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."(QS. Āli 'Imrān: 92)Ayat-ayat tentang keutamaan berinfak dalam ketaatan sangat banyak dan telah makruf.

Pelajaran dari Ayat:

1) Menganjurkan orang beriman untuk berinfak pada jalan-jalan kebaikan karena mengharap wajah Allah -Ta'ālā-.

2) Keutamaan orang kaya yang bertakwa bila dia membelanjakan hartanya dengan baik pada perkara yang dianjurkan agama.

1/571- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali pada dua orang: orang yang Allah ‎anugerahi harta lalu dia infakkan di jalan kebenaran ‎dan orang yang Allah karuniai hikmah (ilmu Al-Qur`ān dan Sunnah) lalu dia memutuskan perkara/mengadili dengannya dan ‎mengajarkannya.‎"(Muttafaq 'Alaih, dan hadis ini telah dijelaskan sebelumnya).2/572- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,“Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali kepada ‎dua orang. Yaitu orang yang Allah anugerahi hafalan Al-Qur`ān, lalu ia ‎salat dengan membacanya siang dan malam. Kemudian orang yang ‎Allah karuniakan padanya harta, lalu ia menginfakkannya siang dan malam.”‎(Muttafaq 'Alaih)

الآناءُ (al-ānā`): waktu-waktu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang diberi taufik adalah orang yang Allah anugerahi harta lalu dia menginfakkannya pada tempat yang Allah ridai. Ini termasuk perkara paling bagus sebagai objek perlombaan orang-orang yang berlomba dalam kebaikan.

2) Harta adalah titipan, dan suatu hari titipan dan amanat pasti akan dikembalikan, sehingga seseorang harus bertakwa kepada Rabb-nya dalam hal harta; dari mana dia peroleh dan pada hal apa dia pergunakan?

3/573- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Orang-orang yang kaya telah mendahului kami (dalam hal kebaikan) dengan berbagai kedudukan tinggi dan nikmat abadi." Beliau bertanya, "Mengapa demikian?" Mereka menjelaskan, "Yaitu mereka bisa salat seperti kami salat dan mereka bisa berpuasa seperti kami berpuasa, tetapi mereka bersedekah sementara kami tidak bisa bersedekah dan mereka memerdekakan budak sementara kami tidak bisa memerdekakan budak." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku ajarkan sesuatu, dengannya kalian akan menyusul orang-orang yang telah mendahului kalian dan kalian mengalahkan orang-orang setelah kalian kemudian tidak akan ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali yang mengerjakan seperti yang kalian kerjakan?"Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda,"Yaitu kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai salat sebanyak 33 kali."Kemudian orang-orang miskin kalangan Muhajirin itu datang lagi kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata, "Saudara-saudara kami yang kaya mendengar apa yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti yang kami kerjakan!" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas bersabda,"Yang demikian itu adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

الدُّثُورُ (ad-duṡūr): harta yang banyak. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, yaitu mereka senantiasa berlomba kepada kebaikan serta besarnya antusiasme mereka terhadap pintu-pintu ketaatan.

2) Wajib bagi hamba ketika diberikan harta oleh Allah untuk menggunakannya pada perkara yang Allah ridai, dan inilah yang seharusnya menjadi hal yang diirikan oleh setiap muslim.

3) Jalan kebaikan sangat banyak dan pintu pahala beraneka ragam, di antaranya berinfak di jalan Allah -Ta'ālā-.

4) Karunia Allah luas dan besar, Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan tidak boleh menggugat ketetapan Allah pada perbedaan karunia yang Dia berikan kepada para hamba.

 65- BAB MENGINGAT KEMATIAN DAN SINGKAT ANGAN-ANGAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya."(QS. Āli 'Imrān: 185)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannnya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal."(QS. Luqmān: 34)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun."(QS. An-Naḥl: 61)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan Siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu dia berkata (menyesali), 'Ya Tuhanku! Sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.'Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematian telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."(QS. Al-Munāfiqūn: 9-11)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia),agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.' Sekali-kali tidak! Sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (Hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya.Siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.Dan Siapa yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.Wajah mereka dibakar api neraka, dan mereka di neraka dalam keadaan muram dengan bibir yang cacat.Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu, tetapi kamu selalu mendustakannya?Hingga firman Allah -Ta'ālā-:"Dia (Allah) berfirman, 'Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui.'Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?"(QS. Al-Mu`minūn: 99-115)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka) dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik."(QS. Al-Ḥadīd: 16)Ayat-ayat yang berkaitan dengan bab ini juga sangat banyak dan populer.

Pelajaran dari Ayat:

1) Setiap kali seorang hamba melihat dalam dirinya ada kecenderungan dan ketamakan kepada dunia, maka ia harus membayangkan kematian dan mengingat keadaan akhirat.

2) Mengingat pahala balasan orang yang sabar karena kesabaran mereka dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah, meninggalkan maksiat kepada Allah, dan terhadap takdir ketetapan Allah. Mereka itulah orang yang beruntung.

3) Seharusnya orang yang beriman hatinya khusyuk ketika mengingat Allah dan kepada kebenaran yang diturunkan, dan keadaannya tidak seperti keadaan Ahli Kitab sebelumnya. Ini adalah cambuk bagi orang beriman untuk meluruskan hati mereka.

1/574- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memegang kedua pundakku lalu bersabda,"Jadilah engkau di ‎dunia seperti orang asing atau musafir!"Dahulu Ibnu 'Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- menasihatkan, "Apabila engkau berada di sore hari ‎maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan apabila engkau berada di pagi ‎hari maka janganlah menunggu hingga sore hari! Pergunakanlah waktu sehatmu untuk (menyongsong) waktu sakitmu, dan pergunakanlah hidupmu untuk (menyambut) kematianmu!"‎(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Betapa bagusnya metode pengajaran Rasulullah -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām-; yaitu ketika berbicara, beliau menggunakan sarana-sarana yang akan memancing perhatian lawan bicara.

2) Seorang hamba wajib menjadikan dunia sebagai jembatan tempat lewat, bukan tempat tinggal tetap, karena tempat tinggal sebenarnya yang selalu dirindukan adalah surga yang merupakan negeri orang bertakwa.

2/575- Masih dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak sepantasnya seorang muslim yang memiliki sesuatu untuk diwasiatkan lalu ia melewati dua malam kecuali wasiat tersebut telah tertulis di sisinya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Dalam riwayat Muslim disebutkan: "lewat tiga malam." Ibnu Umar berkata, "Tidak pernah berlalu satu malam pun sejak aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda demikian, melainkan wasiatku ada bersamaku."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menulis wasiat, dan supaya orang yang berwasiat memahami hukum-hukum wasiat yang sesuai syariat agar dia tidak terjatuh dalam larangan.

2) Memperhatikan perkara wasiat, sehingga dia tidak dikejutkan oleh kematian secara tiba-tiba lalu dengan sebab itu dia telah menelantarkan dirinya dan menelantarkan hak orang lain.

3) Kesegeraan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seperti inilah seharusnya keadaan orang beriman; "Kami dengar dan kami patuh."

Faedah Tambahan:

Jenis-jenis wasiat:

1- Wasiat wajib; yaitu seseorang berwasiat tentang hak-hak yang wajib dia tunaikan seperti zakat harta, utang, titipan dan amanat, dan hak-hak lain yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.

2- Wasiat haram; yaitu ada dua macam:

a) Berwasiat memberikan salah satu ahli waris lebih dari kadar haknya dalam warisan; karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memberi setiap orang apa yang menjadi haknya, sehingga tidak ada wasiat bagi ahli waris." (HR. Tirmizi)

b) Berwasiat lebih dari sepertiga; sehingga akan mengurangi bagian ahli waris. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang wasiat yang lebih dari sepertiga harta peninggalan.

3- Wasiat mubah; yaitu selain jenis wasiat di atas dan kadar wasiatnya tidak lebih dari sepertiga, sebagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sepertiga, dan sepertiga itu banyak." (Muttafaq 'Alaih)

3/576- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- membuat beberapa garis (di tanah), lalu bersabda,"Garis ini adalah manusia dan garis ini adalah ajalnya. Ketika orang itu sedang dalam keadaan tersebut, tiba-tiba datanglah garis yang lebih pendek (ajal)."(HR. Bukhari)4/577- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- membuat garis berbentuk segi empat, kemudian beliau membuat garis lain di tengah yang keluar dari garis segi empat tadi. Beliau juga membuat beberapa garis kecil menuju garis yang di tengah dari sisi yang di tengah, lalu beliau bersabda,"Ini adalah manusia. Garis ini adalah ajalnya yang meliputi dia, atau telah meliputi dia. Garis yang keluar ini adalah angan-angannya. Sedangkan garis-garis kecil ini adalah risiko yang mengancam. Jika dia lepas dari yang ini, dia terkena oleh yang ini. Dan jika dia lepas dari yang ini, dia terkena oleh yang ini."(HR. Bukhari)

Ini adalah gambarnya:

ajal

angan-angan

ancaman

Kosa Kata Asing:

الأَعْرَاضُ (al-a'rāḍ): sesuatu yang menimpa manusia berupa musibah, bencana, dan lainnya.

نَهَشَهُ (nahasyahu): menimpa dan membinasakannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia bisa tua sementara angan-angannya senantiasa bersifat muda dan berambisi, maka beruntunglah orang yang cita-cita terbesarnya meraih rida Allah -'Azza wa Jalla-!

2) Hamba harus segera bertobat karena kematian dapat datang secara tiba-tiba dan kuburan sebagai kotak amal yang ditabungnya.

3) Dunia tidak terlepas dari berbagai ujian, karena dunia adalah negeri ujian sedangkan akhirat adalah negeri balasan.

5/578- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bersegeralah melakukan amal saleh sebelum datang tujuh perkara. Apakah kalian mesti menunggu kemiskinan yang melupakan, kecukupan yang berakibat melampaui batas, penyakit yang membinasakan, usia tua yang melemahkan, kematian yang menyergap tiba-tiba, Dajal yang merupakan seburuk-buruk makhluk gaib yang ditunggu, ataukah kiamat, padahal kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit!"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [13].

Kosa Kata Asing:

هَرَماً مُفَنِّداً (haraman mufannidan): usia tua yang melemahkan kekuatan dan semangat.

مُجْهِزاً (mujhizan): cepat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran segera mengerjakan amal saleh selama hamba masih hidup dalam keadaan sehat dan aktif, muda dan luang, serta memiliki kehidupan yang cukup.

2) Seseorang tidak akan terlepas dari suatu penghalang yang menghalangi dirinya dari mengerjakan ketaatan. Namun, orang yang diberi taufik adalah yang dibantu oleh Allah -Ta'ālā- untuk keluar dari penghalang tersebut serta bersegera mengerjakan amal saleh yang kekal.

6/579- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan."Maksudnya kematian. (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap muslim dianjurkan mengingat kematian dengan hati, lisan, dan keadaannya, karena hal itu akan lebih menjauhkan dirinya dari maksiat dan lebih mendekatkannya kepada ketaatan.

2) Mengingat kematian adalah dengan menghadirkan pengawasan Allah -Ta'ālā- dalam kehidupan hamba, bukan bermakna meninggalkan pekerjaan duniawi, melainkan manusia diingatkan supaya bertakwa kepada Tuhan mereka dengan tetap mengerjakan pekerjaan duniawi yang baik, sebab meninggalkan dunia adalah keutamaan sedangkan bertakwa kepada Allah adalah kewajiban.

7/580- Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa apabila telah berlalu sepertiga malam, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- salat. Beliau bersabda,"Hai sekalian manusia! Ingatlah Allah. Sangkakala pertama yang mengakibatkan goncangan besar pasti akan datang, disusul dengan sangkakala kedua yang menandakan kebangkitan. Kematian dengan berbagai kesusahannya pasti akan datang. Kematian dengan berbagai kesusahannya pasti akan datang." Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku banyak berselawat kepadamu, maka berapa banyak aku harus berselawat untukmu dalam doaku?" Beliau menjawab, "Sekehendakmu saja." Aku bertanya, "Seperempat?" Beliau menjawab, "Sekehendakmu, tetapi kalau engkau tambah maka itu lebih baik bagimu." Aku bertanya lagi, "Bagaimana kalau setengahnya?" Beliau menjawab, "Sekehendakmu, tetapi kalau engkau tambah maka itu lebih baik lagi untukmu." Aku bertanya lagi, "Kalau begitu, dua pertiganya bagaimana?" Beliau menjawab, "Sekehendakmu saja, tetapi kalau engkau tambah maka itu lebih baik untukmu." Aku berkata, "Aku akan menjadikan semua waktu doaku untuk berselawat kepadamu." Beliau bersabda, "Jika demikian maka akan dihilangkan kegelisahanmu serta diampuni dosamu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

الرَّاجفَةُ (ar-rājifah): tiupan sangkakala pertama.

الرَّادِفَةُ(ar-rādifah): tiupan sangkakala kedua.

مِن صَلاتِي (min ṣalātī): dari doaku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat yang paling afdal adalah yang dikerjakan di sepertiga akhir malam; maka, adakah yang bersungguh-sungguh beribadah?

2) Keutamaan berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Berselawat kepada beliau termasuk zikir yang disyariatkan, yang akan menenangkan hati, menghilangkan kegundahan, dan menghapus dosa.

Faedah Tambahan:

Al-'Allāmah Ibnu Qayyim Al-Jauzīyyah berkata dalam kitab beliau, Jilā`ul-Afhām fī Faḍl Aṣ-Ṣalāti was-Salām 'alā Khairil-Anām:

Syekh kami Abul-'Abbās (Ibnu Taimiyah) pernah ditanya tentang penjelasan hadis ini -hadis Ubay bin Ka'ab- maka beliau menjawab, bahwa Ubay bin Ka'ab memiliki doa yang dia panjatkan untuk dirinya. Maka dia bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: apakah dia jadikan seperempatnya untuk beliau dalam wujud selawat kepada beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Bila engkau tambah maka hal itu lebih baik bagimu." Lalu dia bertanya lagi, "Setengahnya?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Bila engkau tambah maka hal itu lebih baik bagimu." Hingga dia berkata, "Aku akan menjadikan seluruh doaku untuk berselawat kepadamu." Maksudnya, "Aku akan jadikan seluruh doaku dalam wujud berselawat kepadamu." Beliau bersabda, "Jika demikian maka akan dihilangkan kegelisahanmu serta diampuni dosamu." Karena orang yang berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan satu kali selawat, maka Allah akan membalasnya dengan pujian atau curahan rahmat sepuluh kali lipat, dan siapa yang Allah curahkan selawat padanya, maka Allah pasti menghilangkan kesusahannya serta mengampuni dosanya. Inilah makna hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 66- BAB ANJURAN ZIARAH KUBUR BAGI LAKI-LAKI DAN BACAAN DOANYA

1/581- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku pernah melarang kalian dari berziarah kubur. Sekarang berziarahlah ke kubur."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hikmah larangan ziarah kubur -ketika awal Islam- adalah karena adanya kekhawatiran manusia akan terfitnah dengan kubur, disebabkan karena mereka belum lama meninggalkan masa jahiliah. Sehingga larangan tersebut dilakukan untuk menjaga keutuhan tauhid dan agar manusia tidak jatuh dalam berbagai macam kesyirikan sementara iman sama sekali belum kuat dalam hati mereka, seperti istigasah (memohon pertolongan) kepada orang yang sudah mati, meminta penunaian hajat dari mereka, dan lain sebagainya yang akan membatalkan amal saleh hamba serta menyebabkan masuk neraka.

2) Ziarah kubur disyariatkan karena mendatangkan manfaat bagi yang berziarah dan yang diziarahi; yaitu orang yang hidup mengambil pelajaran lewat mengingat kematian dan akhirat, sedangkan orang yang mati mendapatkan manfaat dari doa yang dipanjatkan untuknya. Bukan agar kita berdoa dan meminta kepadanya. Maka, adakah jalan untuk meluruskan tauhid?!

2/582- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Setiap malam giliran dirinya dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- , beliau biasa keluar di penghujung malam menuju pekuburan Baqī' dan mengucapkan,"As-salāmu 'alaikum dāra qaumin mu'minīn, wa atākum mā tū'adūn, gadan mu`ajjalūn, wa innā insyā Allāhu bikum lāḥiqūn, allāhumma-gfir li ahli Baqī' Al-Garqad (Semoga keselamatan untuk kalian wahai (penghuni) kuburan kaum mukminin, apa yang dijanjikan telah datang kepada kalian, besok kalian akan mendapatkan balasan kalian, kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah! Ampunilah penghuni Baqī' Al-Garqad)."(HR. Muslim)3/583- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Dahulu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengajarkan mereka apabila mereka mengunjungi pekuburan supaya mengucapkan:As-salāmu 'alaikum ahlad-diyār minal-mu`minīna wal-muslimīn, wa innā in syā`Allāhu bikum lāḥiqūn, as`alullāha lanā wa lakumul-'āfiyah (Semoga kesejahteraan bagi kalian, wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Aku memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan untuk kalian)."(HR. Muslim)4/584- Ibnu Abbas -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati pekuburan Madinah, lalu beliau menghadap ke mereka dan mengucapkan:As-salāmu 'alaikum yā ahlal-qubūr, yagfirullāhu lanā wa lakum, antum salafunā wa naḥnu bil-aṡar" (Semoga keselamatan untuk kalian wahai penghuni kuburan, semoga Allah mengampuni kami dan kalian, kalian pendahulu kami dan kami akan menyusul kalian)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [14].

Kosa Kata Asing:

Baqī' Al-Garqad adalah pekuburan penduduk Madinah yang berada di samping Masjid Nabawi. Dinamakan demikian karena dahulu di sana terdapat pohon garqad, kemudian dipotong. Garqad termasuk jenis pohon berduri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bagi hamba agar berziarah kubur dengan ziarah yang disyariatkan tanpa menentukan hari tertentu.

2) Ketika berziarah kubur seseorang dipesan untuk berdoa dengan doa yang disebutkan dalam hadis-hadis Nabi, karena di dalamnya terkandung keberkahan. Apabila dia tidak hafal satu pun doa yang ada, dia boleh berdoa dengan doa apa saja yang mudah.

3) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mengajarkan umat beliau semua yang berguna bagi mereka, sebab ilmu harus didahulukan sebelum berucap dan beramal.

4) Semua orang beriman berhak untuk didoakan dengan ampunan dan rahmat, inilah hak persaudaraan yang abadi setelah meninggal.

Faedah Tambahan:

Praktik ziarah kubur terbagi dalam tiga keadaan: ziarah sesuai syariat, ziarah bidah, dan ziarah syirik. Ketiganya telah dijelaskan oleh Al-'Allāmah Ḥāfiẓ Al-Ḥakamiy -raḥimahullāh- dalam manẓūmah karya beliau "Sullamul-Wuṣūl fī Tauḥīdillāh wa Ittibā'ir-Rasūl".

 67- BAB LARANGAN MENGHARAP KEMATIAN KARENA SUATU KEBURUKAN YANG MENIMPA, DAN DIPERBOLEHKAN BILA KARENA TAKUT TERFITNAH DALAM AGAMA

1/585- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah seseorang dari kalian mengharapkan kematian. Jika ia orang yang berbuat baik, maka semoga kebaikannya itu dapat bertambah. Namun, jika ia adalah orang yang berbuat buruk, maka mudah-mudahan ia bertobat kepada Allah."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)Sedangkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda,"Janganlah seseorang dari kalian mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa agar segera mendapat kematian sebelum kematian itu datang padanya. Sesungguhnya apabila ia telah mati, maka terputuslah amalannya. Sungguh, tidaklah umur seorang mukmin bertambah melainkan akan menambah kebaikan baginya."2/586- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah sekali-kali kalian mengharapkan kematian lantaran satu keburukan yang menimpanya. Jika terpaksa melakukan, hendaklah dia mengucapkan; Ya Allah! Panjangkanlah hidupku selama kehidupan lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengharapkan kematian mengindikasikan adanya ketidakridaan terhadap ketetapan atau takdir Allah -Ta'ālā- kepada hamba.

2) Hidup bagi seorang mukmin akan mendatangkan kebaikan; antara dia menambah ketaatan atau bertobat dari kesalahan.

3/587- Qais bin Abi Ḥāzim berkata, Kami pernah datang menjenguk Khabbāb bin Al-Aratt -raḍiyallāhu 'anhu- sedangkan dia tengah berobat dengan kayy (sundut api) pada sebanyak tujuh titik, maka dia berkata, "Sesungguhnya sahabat-sahabat kami yang terdahulu telah pergi meninggalkan dunia, dan dunia tidak mengurangi pahala mereka. Sementara kita telah mendapatkan segalanya dari dunia hingga kita tidak menemukan tempat menyimpannya kecuali di tanah. Seandainya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak melarang kita untuk berdoa minta kematian, niscaya aku akan memintanya." Kemudian kami datang menemuinya sekali lagi sedangkan dia sedang membangun (pagar) kebunnya; dia berkata, "Sesungguhnya seorang muslim itu akan diberi pahala pada semua yang dia infakkan, kecuali pada sesuatu yang dia bangun di atas tanah.”(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Kosa Kata Asing:

ما لا نَجِدُ لَهُ مَوْضعاً إلاّ التراب: kita tidak menemukan tempatnya kecuali di tanah, yaitu untuk disimpan karena takut dicuri.

يَجْعَلُهُ في الترابِ: yang dia bangun di tanah berupa membangun bangunan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengharap kematian; ini adalah wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya, sehingga harus dicontoh oleh seorang muslim dengan sabar dan agar dia ajarkan kepada keluarganya secara teori dan praktik perilaku.

2) Keutamaan sahabat Khabbāb bin Al-Aratt -raḍiyallāhu 'anhu- serta bagaimana dia sangat menyalahkan dirinya dan mengintrospeksinya hingga dalam perkara mubah.

 68- BAB WARAK DAN MENINGGALKAN PERKARA SYUBHAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar."(QS. An-Nūr: 15)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, Rabb-mu benar-benar mengawasi."(QS. Al-Fajr: 14)1/588- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal samar yang umumnya manusia tidak mengetahuinya. Siapa yang menjaga diri dari perkara yang samar, maka ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar, maka ia akan jatuh dalam perkara yang haram. Bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, cepat kemungkinan ia akan masuk dan makan di dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap penguasa mempunyai daerah larangan. Ketahuilah bahwa larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati."(Muttafaq 'Alaih; HR. Bukhari dan Muslim dari beberapa jalur dengan redaksi yang hampir sama).

Kosa Kata Asing:

مُشْتَبِهَات (musytabihāt): hal-hal samar, karena memiliki kemiripan dengan yang halal dan yang haram.

الحِمَى (al-ḥimā): kawasan yang dilindungi oleh individu orang agar tidak didekati oleh siapapun.

مُضْغَةٌ (muḍgah): sepotong kecil daging seukuran yang bisa dikunyah oleh seseorang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perkara-perkara yang diharamkan agama telah dijaga dengan tembok aturan yang kukuh agar manusia tidak melanggarnya; sehingga semua perkara haram memiliki penghalang dari sampai kepadanya.

2) Siapa yang samar baginya suatu urusan agama maka dia harus meninggalkannya karena yang demikian itu lebih selamat bagi agamanya.

3) Menganjurkan dan mewasiatkan ilmu karena ilmu adalah cahaya, dengannya seorang hamba dapat melihat hakikat sesuatu yang tidak tampak bagi banyak orang. Pada hakikatnya; "ilmu itu adalah Anda menemukan dispensasi (rukhsah) dari seorang ulama, adapun mempersulit maka sangat pandai dilakukan semua orang."

4) Baik dan rusaknya seseorang tergantung pada hatinya, sehingga seorang muslim harus memperhatikan kebaikan hatinya, yaitu bertakwa kepada Allah dengan selalu mengerjakan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan maksiat kepada-Nya.

2/589- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menemukan sebutir kurma di jalan, maka beliau bersabda,"Seandainya bukan karena takut kurma ini berasal dari zakat, pasti aku telah memakannya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara keistimewaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Ahli Bait beliau ialah zakat diharamkan untuk mereka karena zakat adalah kotoran harta manusia.

2) Mengedepankan sikap warak ketika seseorang merasa samar tentang hukum suatu perkara, sehingga yang dianjurkan baginya adalah meninggalkan dan menjauhinya.

3/590- An-Nawwās bin Sam'ān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, sedang dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam hatimu dan engkau tidak mau bila ia diketahui orang lain."(HR. Muslim)

حَاكَ (ḥāka), dengan "ḥā`" dan "kāf", artinya: ia ragu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dosa memiliki dua tanda: ragu-ragu dan rasa tidak enak dalam hati kemudian tidak mau dosa itu terlihat oleh manusia.

2) Sesuatu yang melahirkan rasa ragu dalam hati; apakah boleh dikerjakan atau tidak, maka yang merupakan wujud warak dan takwa ialah meninggalkannya.

4/591- Wābiṣah bin Ma'bad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda, "Apakah engkau datang untuk menanyakan tentang kebajikan?" Aku menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Tanyakan pada hatimu sendiri! Kebajikan adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hatimu tenteram. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam jiwa dan menyebabkan keraguan dalam dada, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu."(Hadis hasan; HR. Ahmad dan Ad-Dārimiy dalam Kitab Musnad mereka)

Pelajaran dari Hadis:

1) "Tanyakan pada hatimu" ini adalah perintah kepada orang yang hatinya bersih dan selamat dari syahwat haram dan pikiran buruk.

2) Memahami definisi kebajikan dan dosa yang disebutkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; bahwa ini adalah definisi yang paling bagus dan komprehensif.

5/592- Abu Sirwa'ah -atau Sarwa'ah- 'Uqbah bin Al-Hāriṡ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia menikah dengan putri Abu Ihāb bin 'Azīz, lalu dia didatangi oleh seorang perempuan dan berkata, "Aku pernah menyusui 'Uqbah dan wanita yang dinikahinya itu." Maka 'Uqbah berkata kepadanya, "Aku tidak tahu kalau engkau pernah menyusuiku dan engkau pun tidak pernah memberitahuku." Maka 'Uqbah lalu mengendarai kendaraannya menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Madinah dan bertanya kepada beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bagaimana lagi, sedangkan hal itu telah disampaikan?!" Maka 'Uqbah menceraikannya kemudian dia menikah dengan laki-laki yang lain.(HR. Bukhari)

"إهَابٌ" (ihāb), dengan mengkasrahkan hamzah, dan "عَزِيزٌ" ('azīz), dengan memfatahkan "'ain", kemudian dua huruf "zāy".

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesaksian seorang perempuan yang menyusui pada orang yang disusuinya cukup untuk membuktikan adanya persusuan.

2) Orang yang mendapatkan suatu hukum yang samar atau rancu hendaknya dinasihati agar bertanya kepada orang yang berilmu.

3) Wajib atas seorang hamba untuk berhati-hati demi menjaga agamanya, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Sebaik-baik agama kalian adalah sifat warak." (HR. Al-Ḥākim dalam Al-Mustadrak)

Faedah Tambahan:

Persusuan yang melahirkan hubungan mahram adalah yang terkumpul padanya beberapa syarat:

1) Air susu tersebut adalah air susu manusia; berdasarkan firman Allah -Ta'ālā-:"Dan ibu-ibumu yang telah menyusui kamu." (QS. An-Nisā`: 23)

2) Jumlah kali menyusu sebanyak lima kali hingga kenyang, atau lebih.

3) Terjadi pada masa menyusu yang dapat melahirkan hubungan mahram, yaitu usia bayi sebelum disapih selama dua tahun.

Bila hubungan mahram telah terjadi, maka hubungan itu berlaku pada anak yang menyusu dan keturunannya saja yang disebut al-furū'. Sedangkan bagian uṣūl (nasab yang menjadi asal usulnya) dan ḥāwasyī (pihak kerabat yang sederajat dengannya), seperti orang tuanya serta saudara dan saudarinya, maka tidak ada efeknya pada mereka.

Misalkan: ayah dari anak yang menyusu, saudaranya, dan saudarinya, maka persusuan tersebut tidak berpengaruh kepada mereka.

6/593- Al-Ḥusain bin Ali -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku hafal dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Maksudnya: tinggalkanlah apa yang engkau ragukan, kemudian ambillah yang tidak engkau ragukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Jangan mengambil kecuali sesuatu yang Anda yakini atau yang Anda duga kuat kebenarannya. Adapun syak (ragu-ragu tanpa ada yang dominan) maka tidak dipakai dalam agama.

2) Wajib menghentikan dan meninggalkan perkara yang meragukan supaya seorang mukmin membangun urusan agamanya di atas perkara yang didasari ilmu.

7/594- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- mempunyai seorang hamba sahaya laki-laki yang memberikan hasil usaha kepadanya. Dahulu Abu Bakar makan dari hasil usaha tersebut. Pada suatu hari, hamba sahaya itu datang membawa sesuatu, kemudian Abu Bakar memakannya. Lantas hamba sahaya itu berkata kepada Abu Bakar, "Apakah engkau tahu, hasil dari apakah ini?" Abu Bakar balik bertanya, "Hasil apa ini?" Hamba sahaya itu menjawab, "Dahulu pada zaman jahiliah aku berpura-pura menjadi dukun bagi seseorang, padahal aku sendiri sebenarnya tidak mengerti perdukunan, aku hanya menipunya saja. Tadi ia menemuiku lalu memberikan kepadaku apa yang telah Anda makan." Seketika itu juga Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam kerongkongannya lalu memuntahkan semua isi perutnya.(HR. Bukhari)

الخَراجُ (al-kharāj): jumlah tertentu yang dibebankan oleh seorang majikan terhadap hamba sahaya miliknya yang wajib dia setorkan kepada majikan tersebut setiap hari, lalu kelebihan hasilnya untuk hamba sahaya tersebut.

Kosa Kata Asing:

تَكَهَّنْتُ (takahhantu): aku melakukan praktik perdukunan, yaitu mengklaim mengetahui ilmu gaib.

Pelajaran dari Hadis:

1) Upah dari praktik perdukunan hukumnya haram, baik dia melakukannya dengan praktik sungguhan ataupun berbohong; karena "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang upah seorang dukun." Begitu juga upah dari pekerjaan haram hukumnya haram.

2) Kesempurnaan sifat warak Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- serta kesungguhannya supaya tidak ada yang masuk sedikit pun perkara yang samar ke dalam perutnya. Lalu bagaimana keadaan orang yang makan -dia dan keluarganya- dari harta yang pasti keharamannya seperti harta riba?!

8/595- Nāfi’ meriwayatkan, bahwa Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-pernah memberikan (bagian) untuk kaum Muhajirin generasi pertama sebesar empat ribu dirham, dan memberikan untuk putranya 3.500 dirham. Lalu ia ditanya, "Dia termasuk kaum Muhajirin, mengapa dikurangi bagiannya?" Umar menjawab, “Dia dibawa hijrah oleh ayahnya. Dia tidak sama dengan orang yang berhijrah sendiri.”(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sikap warak Amīrul-Mu`minīn Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu hubungan emosional sebagai orang tua tidak menjadikannya meninggalkan keputusan yang adil.

2) Kewajiban semua orang yang memegang sebagian urusan kaum muslimin untuk mendudukkan setiap orang pada posisinya, inilah sikap warak dan adil.

9/596- 'Aṭīyyah bin 'Urwah As-Sa'diy -raḍiyallāhu 'anhu-, salah seorang sahabat Nabi berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang hamba tidak akan sampai ke dalam golongan orang-orang bertakwa, hingga ia meninggalkan perkara yang halal karena khawatir akan jatuh pada yang dilarang."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [15].

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk kesempurnaan sikap warak dan takwa adalah bila Anda meninggalkan perkara halal yang samar dan meragukan karena khawatir akan jatuh pada yang haram.

2) Jika ada perkara mubah yang bercampur dengan perkara haram maka wajib meninggalkan semuanya; karena meninggalkan perkara haram hukumnya wajib, sementara tidak mungkin meninggalkannya dalam potret kasus ini kecuali dengan meninggalkan semuanya.

 69- BAB ANJURAN UZLAH KETIKA MANUSIA DAN ZAMAN TELAH RUSAK ATAU KHAWATIR TERFITNAH DALAM AGAMA ATAU KHAWATIR JATUH DALAM PERKARA HARAM, SYUBHAT, DAN SEMISALNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sungguh, aku seorang pemberi peringatan yang jelas dari Allah untukmu."(QS. Aż-Żāriyāt: 50)

Faedah Tambahan:

Orang beriman yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka lebih afdal daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka. Tetapi kadang ada beberapa kondisi yang menjadikan beruzlah lebih baik daripada berbaur dengan manusia, seperti di masa-masa fitnah.

1/597- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, selalu merasa cukup, dan yang menyembunyikan (amalnya)."(HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan "الغَنِيِّ" (al-ganiy) di sini ialah kaya hati, selalu merasa cukup. Sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis yang sahih.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan beruzlah yang disertai dengan melakukan ketaatan kepada Allah ketika takut terhadap fitnah dan terjadi kerusakan pada manusia.

2) Menetapkan sifat cinta bagi Allah, bahwa Allah mencintai hamba-Nya yang taat, sehingga seorang hamba harus bersungguh-sungguh dalam mengerjakan apa yang akan mendatangkan cinta Allah -Ta'ālā- kepada dirinya.

3) Sebaik-baik amal saleh adalah yang tersembunyi, yaitu seorang hamba sengaja tidak memperlihatkannya karena khawatir merasa ria, kecuali jika memperlihatkannya mengandung maslahat.

2/598- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki bertanya, "Siapa manusia yang paling utama, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Mukmin yang berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau bersabda, "Kemudian seseorang yang menyendiri di suatu lembah untuk beribadah kepada Tuhannya."

Dalam sebuah riwayat (disebutkan), "Dia bertakwa kepada Allah dan meninggalkan manusia agar mereka selamat dari kejahatannya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

شِعب (syi'b): jalan di gunung, lembah antara dua gunung, dan jalur air.

Pelajaran dari Hadis:

1) Melakukan uzlah ketika terjadi fitnah termasuk sikap hamba yang paling utama karena dengan hal itu dia selamat dari menyakiti dirinya dan orang lain.

2) Syarat uzlah yang sesuai syariat dan terpuji adalah diisi dengan beribadah kepada Allah -Ta'ālā-, bukan dengan tujuan menyembunyikan diri untuk melakukan maksiat agar jauh dari pandangan manusia.

3/599- Masih dari Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hampir datang masa yang saat itu sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang dia gembalakan di puncak-puncak gunung serta tempat-tempat subur, karena dia hendak menyelamatkan agamanya dari fitnah."(HR. Bukhari)

شَعَفُ الجِبَالِ (sya'aful-jibāl): puncak gunung.

Kosa Kata Asing:

مَواقعَ الْقَطْرِ (mawāqi' al-qaṭr): tempat-tempat suburnya rumput dan yang berhujan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjauhkan diri dari fitnah adalah prinsip orang beriman karena di dalamnya terkandung keselamatan dunia dan agamanya.

2) Uzlah akan mendatangkan ketenangan dari kawan-kawan yang jahat.

3) Berbaur dengan hewan ternak ketika terjadi banyak fitnah lebih baik daripada bergaul dengan manusia-manusia buruk.

4/600- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali dia pernah menggembala kambing." Para sahabat bertanya, "Termasuk engkau juga?" Beliau menjawab, "Ya. Aku pernah menggembala kambing milik penduduk Mekah dengan upah beberapa qīrāṭ."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

قَرارِيطَ (qarārīṭ), bentuk jamak dari kata "قيراط" (qīrāṭ), yaitu salah satu jenis harta/mata uang pada masa itu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggembala kambing akan melatih si penggembala untuk mengarahkan dirinya pada hal-hal yang mengandung maslahat, seperti membiasakan dirinya mencari tempat-tempat menggembala yang bagus. Demikian juga orang yang memegang urusan agama ataupun keduniaan masyarakat, hendaklah dia mengarahkan mereka pada perkara yang mendatangkan maslahat, serta melarang mereka dari perkara yang mendatangkan mudarat.

2) Para nabi diistimewakan dengan menggembala kambing, karena penggembala kambing memiliki sifat sabar, tenang dan tenteram. Juga karena kambing lebih lemah dari ternak yang lain sehingga lebih cepat tunduk.Inilah pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan hidup para nabi -ṣallallāhu 'alaihim wa sallam-.

3) Kesibukan seorang insan dengan penghidupan dan pekerjaan yang halal, sekalipun dengan menggembala kambing, itu lebih baik daripada terjatuh dalam pekerjaan yang haram.

5/601- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Di antara sebaik-baik sumber kehidupan manusia adalah seorang pria yang memegang tali kekang kudanya (berjihad) di jalan Allah, ia terbang di atas punggung kudanya; setiap kali ia mendengar suara atau gemuruh perang, ia terbang di atas punggung kudanya karena ingin berperang atau mencari mati (syahid) di tempat kematian. Atau seseorang yang menggembala kambing di puncak salah satu gunung atau di salah satu lembah, ia tetap menegakkan salat, menunaikan zakat, dan beribadah kepada Tuhannya hingga kematian menjemputnya, dan tidaklah (ia bersama) manusia melainkan dalam kebaikan.”(HR. Muslim)يَطِيرُ (yaṭīru): kencang.مَتْنُهُ (matnuhu): punggungnya.الهَيْعَةُ (al-hai'ah): suara perang.الفَزعَةُ (al-faz'ah): sama, yaitu suara perang.مَظَانُّ الشَّيءِ (maẓānn asy-syai`): tempat-tempat yang diprediksi sesuatu itu ada di sana.الغُنَيْمَةُ (al-gunaimah), dengan mendamahkan "gain". Ia bentuk taṣgīr dari "الغَنَمُ" (al-ganam; kambing). Adapun "الشَّعَفَةُ" (asy-sya'afah), dengan memfatahkan "syīn" dan "'ain", yaitu puncak gunung.

Kosa Kata Asing:

عِنان ('inān): tali kekang untuk mengontrol hewan.

اليَقِيْنُ (al-yaqīn): kematian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Uzlah adalah hal yang baik dengan syarat tidak menghalangi hamba dari melaksanakan ajaran agama menurut yang seharusnya.

2) Wajib atas seorang hamba untuk menjauhi orang-orang yang apabila bergaul dengan mereka akan mendatangkan penyakit bagi hati, seperti orang-orang fasik dan pelaku bidah. Adapun orang-orang yang apabila bergaul dengan mereka akan mendatangkan asupan bagi hati, seperti orang berilmu, pengikut Sunnah, dan orang saleh, maka dia harus tetap bersungguh-sungguh dalam bersahabat dengan mereka dan juga mencintai mereka.

 70- BAB KEUTAMAAN BERBAUR BERSAMA MASYARAKAT, MENGHADIRI SALAT JUMAT, SALAT JEMAAH, KEGIATAN KEBAIKAN, DAN MAJELIS ILMU BERSAMA MEREKA, MENJENGUK YANG SAKIT, MENGHADIRI JENAZAH, MEMBANTU YANG MEMBUTUHKAN, MEMBIMBING ORANG JAHIL, DAN MASLAHAT-MASLAHAT LAINNYA BAGI ORANG YANG MAMPU MELAKUKAN AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR, MENAHAN DIRI DARI MENYAKITI, DAN MAMPU SABAR DARI BERBAGAI GANGGUAN

Ketahuilah, berbaur bersama manusia dalam bentuk yang saya sebutkan ini adalah sikap paling benar dan yang dipegang oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan semua nabi yang lain -ṣalawātullāhi wa salāmuhu 'alaihim-. Begitu juga para khalifah yang rasyid dan generasi setelah mereka dari kalangan sahabat, tabiin, serta ulama-ulama dan orang-orang saleh di kalangan umat Islam setelah mereka. Ia merupakan pandangan mazhab mayoritas tabiin dan orang-orang setelah mereka, juga pendapat Asy-Syāfi'iy, Ahmad, dan mayoritas fukaha -raḍiyallāhu 'anhum-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan."(QS. Al-Māidah: 2)Ayat-ayat yang menjelaskan apa yang saya sebutkan ini sangat banyak dan populer.

Faedah Tambahan:

Perincian yang dipilih oleh An-Nawawiy -raḥimahullāh- adalah yang juga ditunjukkan oleh hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, sebaik-baik kedudukan manusia pada masa itu adalah seorang laki-laki yang memegang tali kekang kudanya di jalan Allah, setiap kali mendengar suara perang ia langsung naik ke atas punggung kudanya lalu mengejar kematian (syahid) pada tempatnya, dan seorang laki-laki yang beruzlah di salah satu lembah; ia menegakkan salat, menunaikan zakat, dan ia meninggalkan manusia kecuali pada kebaikan."(HR. Ahmad)Juga sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Orang mukmin yang berbaur dengan manusia dan bersabar menghadapi gangguan mereka, lebih baik dari orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar menghadapi gangguan mereka."(HR. Ahmad)Pelajaran dari Ayat:Pelajaran ayat "Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan":

1) Orang-orang beriman saling tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan, dan hal itu menjadi semboyan mereka manakala mereka berbaur dan bergaul.

2) Maslahat manusia dalam kebaikan mengharuskan mereka berkumpul, karena dengan itu semua manfaat dan maslahat akan terwujud dengan mudah.

 71- BAB TAWADUK DAN MERENDAH KEPADA ORANG BERIMAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang beriman yang mengikutimu."(QS. Asy-Syu'arā`: 215)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir."(QS. Al-Mā`idah: 54)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa."(QS. Al-Ḥujurāt: 13)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa."(QS. An-Najm: 32)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang-orang yang di atas A`rāf (tempat yang tertinggi) menyeru beberapa pemuka (kafir) yang mereka kenal dengan tanda-tandanya sambil berkata, 'Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan, (ternyata) tidak ada manfaatnya buat kamu.Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah, bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?' (Allah berfirman), 'Masuklah kamu ke dalam surga! Tidak ada rasa takut pada kamu dan tidak pula kamu akan bersedih hati.'"(QS. Al-A'rāf: 48-49)

Pelajaran dari Ayat:

1) Tawaduk dan rendah hati khusus diberikan kepada sesama orang beriman. Adapun orang kafir, maka tidak ada tawaduk kepadanya, bahkan harus mengangkat diri. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Islam berada di atas, dan tidak ada yang merendahkannya." (HR. Ad-Dāraquṭniy)

2) Menampilkan karakter mulia Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum-; yaitu mereka bersikap keras terhadap orang kafir dan lembut kepada sesama mereka.

3) Menetapkan sifat cinta bagi Allah -'Azza wa Jalla-; bahwa Allah mencintai dan dicintai; "... maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya."

4) Menjelaskan hikmah Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, yaitu agar mereka saling kenal satu sama lain, bukan untuk saling berbangga, karena tolok ukur keutamaan dalam Islam terletak pada ketakwaan, dan amal saleh.

1/602- 'Iyāḍ bin Ḥimār -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah memberikan wahyu kepadaku; hendaklah kalian bersikap tawaduk (rendah hati), sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang lain dan tidak ada yang menzalimi yang lain."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لا يَبغِيَ (lā yabgī): tidak menzalimi dan melampaui batas.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang harus bersikap tawaduk kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan kepada saudara-sadaranya yang muslim. Ia seharusnya memandang orang yang lebih tua dengan penuh memuliakan, memandang orang yang di bawahnya dengan penuh kasih sayang, dan memandang orang yang sebaya dengan penuh persamaan. Tawaduk kepada orang beriman termasuk sebab tersebarnya keadilan dan kebaikan.

2) Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah wahyu dari Allah -Ta'ālā-, ia turun seperti Al-Qur`ān turun.

3) Sombong akan melahirkan sifat bangga diri, lalu bangga diri akan melahirkan kezaliman dan pemutusan silaturahmi. Sebab itu, seorang hamba harus waspada dan menghindari perangai-perangai orang yang sombong.

2/603- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta, Allah pasti akan mengangkat kemuliaan seseorang yang suka memaafkan, dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, kecuali Allah -Ta'ālā- angkat derajatnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memberi maaf, tetapi dengan syarat pemberiaan maaf itu akan melahirkan perbuatan baik, berdasarkan firman Allah -Ta'ālā-,"Tetapi Siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim."

2) Siapa yang tawaduk karena Allah, maka Allah -'Azza wa Jalla- akan memuliakannya di dunia dan akhirat, karena balasan setimpal dengan jenis perbuatan.

3/604- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia melewati sejumlah anak-anak lalu mengucapkan salam kepada mereka. Ia berkata, “Dahulu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa melakukannya.”(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memberi salam kepada anak kecil untuk mendidik mereka tentang adab-adab Islam, serta melatih diri untuk bersikap tawaduk.

2) Semangat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; dan ini adalah sifat semua mukmin yang diberi taufik, yang berusaha untuk ikhlas karena Allah dan meneladani Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perbuatannya.

3) Bersikap tawaduk terhadap anak kecil akan menanamkan rasa tinggi dan kedudukan mulia di dalam diri anak-anak tersebut serta menumbuhkan dalam jiwa mereka penghormatan dan pemuliaan kepada orang yang tua.

4/605- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Sungguh ada seorang budak wanita di Madinah mengambil tangan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu membawa beliau pergi ke mana saja ia mau.”(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الأَمة (al-amah): budak perempuan yang masih kecil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesempurnaan sifat tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau bersama orang-orang lemah dan yang membutuhkan padahal beliau makhluk paling mulia -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām-.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang dianjurkan ialah memberikan bantuan kepada semua orang yang membutuhkan dan membantu menyelesaikan kebutuhan manusia, baik kebutuhan tersebut ada di tempat dekat atau jauh.

5/606- Al-Aswad bin Yazīd berkata bahwa Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- ditanya tentang apa yang dilakukan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di rumahnya. Aisyah menjawab, "Biasanya beliau melakukan pekerjaan keluarganya -maksudnya membantu keluarganya-, apabila waktu salat telah tiba maka beliau pergi melaksanakannya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesempurnaan sifat tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kebaikan beliau kepada keluarganya. Sesungguhnya membantu pekerjaan keluarga mengandung beragam maslahat seperti meningkatkan keakraban dan cinta serta mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Pekerjaan duniawi tidak boleh melalaikan hamba dari mengerjakan salat, karena kewajiban agama harus lebih didahulukan di atas pekerjaan duniawi.

3) Peribadatan yang sempurna adalah seseorang mengerjakan setiap ketaatan pada waktunya yang telah ditentukan.

6/607- Abu Rifā'ah Tamīm bin Usaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang berpidato. Kemudian aku menyelanya, "Wahai Rasulullah! Aku orang asing yang datang untuk bertanya tentang agama, yang tidak mengerti agama." Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepadaku dan menghentikan pidatonya. Hingga beliau tiba di hadapanku, lalu kursi didatangkan dan beliau duduk di atasnya. Kemudian beliau mengajariku apa yang diajarkan Allah kepadanya. Setelah itu beliau melanjutkan pidatonya sampai selesai.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesempurnaan sifat tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta sifat lembut beliau kepada umat Islam, dan menjelaskan sifat bijaksana beliau karena cara pengajaran beliau mengandung trik menarik hati orang lain agar memeluk Islam.

2) Memperhatikan perkara urgen yang bisa hilang peluang melakukannya termasuk sifat bijaksana yang dituntut, dan ini termasuk bagian dari manajemen waktu. Oleh karena itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat atensi kepada maslahat tersebut dengan menghentikan pidatonya lalu mengajar laki-laki tersebut.

7/608- Anas - raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- jika telah makan maka beliau mengisap ketiga jarinya. Beliau bersabda,"Jika ada butiran makanan kalian yang jatuh, maka buanglah kotoran yang menempel padanya dan makanlah makanan itu, jangan biarkan makanan itu untuk setan!"Beliau pun memerintahkan agar nampan dibersihkan (menghabiskan makanan yang ada di dalamnya). Beliau bersabda,"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di bagian makanan mana keberkahan itu ada."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لَعِقَ أَصَابِعَهُ (la'iqa aṣābi'ahu): ia menjilat jarinya.

فَلْيُمِطْ (fal-yumiṭ): hendaklah dia membuang.

تُسْلَت (tuslat): dibersihkan, yaitu mengambil sisa makanan yang masih menempel menggunakan jari lalu diisap.

القَصعةُ (al-qaṣ'ah): wadah tempat makan sejumlah orang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Cara mengajar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang sangat bagus; yaitu bila menyebutkan suatu hukum maka beliau akan menerangkan hikmahnya, dan hal ini memberikan dua faedah besar:

Pertama: menerangkan keluhuran agama Islam, bahwa Islam dibangun di atas dasar maslahat dan menolak mafsadat, sehingga tidak ada suatu perkara yang kita diperintahkan melaksanakannya kecuali maslahat ada bersama keberadaannya dan tidak ada suatu perkara yang kita dilarang mengerjakannya kecuali maslahat ada pada ketiadaannya.

Kedua: menambah ketenangan jiwa, karena ketika hikmah disebutkan maka seseorang akan bertambah iman dan yakin serta bersemangat untuk mengerjakan apa yang diperintahkan ataupun meninggalkan apa yang dilarang.

2) Ada kalanya setan ikut serta dalam santapan makanan dan minuman seseorang jika dia tidak membentengi diri darinya dengan sarana-sarana yang disyariatkan.

3) Memungut makanan yang jatuh mengandung pelajaran agar kita menjaga harta sekalipun sedikit.

Faedah Tambahan:

Mengisap jari setelah makan mengandung dua faedah:

- Faedah agama; yaitu meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

- Faedah kesehatan; yaitu disebutkan oleh sebagian dokter bahwa ruas jari ketika digunakan makan akan mengeluarkan sesuatu yang membantu pencernaan makanan tersebut. Wallāhu a'lam.

8/609- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali dia pernah menggembala kambing."Para sahabat bertanya, "Termasuk engkau juga?" Beliau menjawab,"Ya. Aku pernah menggembala kambing milik penduduk Mekah dengan upah beberapa qīrāṭ."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

قَرَارِيطَ (qarārīṭ), bentuk jamak dari kata "قِيْرَاطُ" (qīrāṭ), yaitu jumlah tertentu dari harta/uang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggembala kambing mengandung pembinaan diri agar bersifat tawaduk dan membuang kesombongan.

2) Orang yang berprofesi dalam dunia pendidikan wajib meneladani para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- dalam hal tawaduk dan akhlak baik mereka.

9/610- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya aku diundang untuk makan kurā’ atau żirā’ (kaki kambing), pasti aku akan mendatanginya, dan seandainya aku diberi hadiah berupa kurā’ atau żirā’, pasti aku akan menerimanya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الكُراع (al-kurā’): bagian betis yang runcing pada kaki kambing atau sapi.

الذِّرَاع (aż-żirā’): dari ujung jari hingga siku pada tangan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memenuhi undangan walaupun berupa hidangan makanan yang sedikit serta anjuran menerima hadiah sekalipun sedikit, karena hal itu menunjukkan ketawadukan serta menciptakan keakraban di antara sesama muslim.

2) Kesempurnaan sifat tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta upaya beliau dalam menghibur hati manusia, khususnya orang-orang yang lemah.

10/611- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Unta Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang bernama Al-'Aḍbā` tidak pernah kalah atau hampir tidak bisa dikalahkan. Kemudian ada seorang badui yang mengendarai untanya dan dapat mendahului unta beliau, sehingga hal itu cukup menggelisahkan kaum muslimin. Kemudian hal ini diketahui oleh Rasulullah, beliau pun bersabda,"Telah menjadi kepastian bagi Allah, apa saja dari dunia ini yang naik, melainkan Allah pasti akan menurunkannya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

قَعُودٍ (qa'ūd): unta muda yang sudah bisa ditunggang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kehinaan dunia bagi Allah, anjuran untuk tidak bermegah-megahan dan berbangga-banggaan, dan anjuran untuk tawaduk dan membuang keangkuhan.

2) Semua yang naik dan tinggi dalam perkara dunia maka pasti akan kembali turun dan rendah.

3) Apa yang tinggi dari perkara akhirat maka Allah -Ta'ālā- tidak akan merendahkannya:"Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujādalah: 11)

 72- BAB PENGHARAMAN SOMBONG DAN UJUB

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa."(QS. Al-Qaṣaṣ: 83)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong."(QS. Al-Isrā`: 37)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."(QS. Luqmān: 18)Makna (تُصعِّرْ خَدَّكَ للنَّاسِ), yaitu engkau menolehkan wajah dan memalingkannya dari manusia karena sombong kepada mereka.Sedangkan (المَرَح), artinya: keangkuhan.Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Qārūn adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.'"(QS. Al-Qaṣaṣ: 76)Hingga firman Allah -Ta'ālā-:"Maka Kami benamkan dia (Qārūn) bersama rumahnya ke dalam bumi."Ada sekian ayat yang disebutkan.

Faedah Tambahan:

Sombong terbagi menjadi dua macam: sombong terhadap kebenaran dan sombong terhadap sesama manusia. Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sabda beliau:"Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia."

Sedangkan ujub, yaitu seseorang melihat perbuatannya sendiri lalu berbangga diri dengannya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Negeri akhirat telah dipilih oleh Allah bagi orang-orang yang tidak berniat menyombongkan diri terhadap kebenaran dan tidak juga menyombongkan diri terhadap sesama makhluk.

2) Allah -Ta'ālā- mencintai orang yang tawaduk, yang menyembunyikan diri dan menyucikan diri, sebaliknya Allah tidak menyukai orang yang sombong dalam penampilannya dan yang ujub dengan lisan dan gerak-geriknya.

3) Kerusakan paling besar di atas muka bumi adalah disebabkan oleh maksiat;"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah diciptakan dengan baik." (QS. Al-A'rāf: 56)1/612- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walaupun sebesar biji sawi."Seorang lelaki bertanya, "Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus." Beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia."(HR. Muslim)

بَطَرُ الحَقِّ (baṭr al-ḥaqq): menolak kebenaran dan mengembalikannya kepada yang mengucapkannya. Sedangkan "غَمْطُ النَّاسِ" (gamṭ an-nās): merendahkan manusia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ini termasuk hadis ancaman; bahwa orang yang sombong tidak akan masuk surga:

Kesombongan itu adakalanya sombong terhadap kebenaran dan membencinya. Ini merupakan perbuatan kafir yang dapat mengeluarkan dari agama, sehingga pelakunya dikekalkan dalam neraka dan tidak masuk surga. Berdasarkan firman Allah -Ta'ālā-:"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur`ān), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka." (QS. Muḥammad: 9)

Adakalanya juga sombong terhadap sesama manusia, tetapi tidak angkuh dari beribadah kepada Allah. Orang yang seperti ini tidak akan masuk surga dari awal, melainkan perkaranya terserah Allah -Ta'ālā-; bila berkenan maka Allah menyiksanya, dan bila berkenan Allah akan memaafkannya.

2) Tanda tawaduk adalah merendah kepada kebenaran dan mengikutinya, karena di antara tanda kesombongan yang paling terang ialah menolak kebenaran karena mengingkarinya serta sombong untuk mengikutinya.

2/613- Salamah bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang makan di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan tangan kirinya. Maka beliau bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu menjawab, “Aku tak bisa.” Nabi pun bersabda, “Semoga engkau benar-benar tidak bisa.” Padahal tidak ada yang menghalanginya untuk itu kecuali kesombongannya. Maka ia pun tidak mampu lagi mengangkat (tangannya) ke mulutnya.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

"Semoga engkau benar-benar tidak bisa" adalah doa keburukan supaya Allah -Ta'ālā- menimpakan kepadanya sesuatu yang membuatnya tidak mampu mengangkat tangan ke mulut, disebabkan karena kesombongan telah menahannya dari melaksanakan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban makan dan minum dengan tangan kanan; Siapa yang makan atau minum dengan tangan kiri dengan sengaja, maka dengan sebab itu dia telah menyerupai setan dan pasukannya.

2) Kewajiban mengingkari kemungkaran.

3) Memperlihatkan hukuman bagi orang yang sengaja menyelisihi Sunnah Nabi dan tidak mengamalkannya karena sombong.

3/614- Ḥāriṡah bin Wahb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku kabarkan mengenai penghuni neraka? Yaitu setiap orang yang keras, kikir dan gemar mengumpulkan harta, dan berlaku sombong."(Muttafaq 'Alaih)Hadis ini telah dijelaskan dalam Bab Keutamaan Muslim yang Lemah.4/615- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Surga dan neraka mengadu. Neraka berkata, 'Di dalamku orang-orang yang angkuh dan sombong.' Surga berkata, 'Di dalamku orang-orang lemah dan miskin.' Lalu Allah memutuskan di antara keduanya, 'Sesungguhnya engkau, wahai Surga, adalah rahmat-Ku. Denganmu Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki. Dan sesungguhnya engkau, wahai Neraka, adalah azab-Ku. Denganmu Aku mengazab siapa yang Aku kehendaki. Dan masing-masing (dari) kalian berdua, menjadi wewenang-Ku untuk memenuhinya (dengan penghuninya).'”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

العُتُلّ (al-'utull): orang yang keras dan kasar. Di antara penggunaannya: "al-'atalah", yaitu alat yang digunakan menggali tanah; dinamakan demikian karena keras dan kuat.

الجَوَّاظ (al-jawwāẓ): orang yang sangat buruk akhlaknya.

المُسْتَكْبِرُ (al-mustakbir): orang yang memiliki kesombongan dan keangkuhan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Penduduk surga adalah orang-orang yang lemah, miskin, dan merendah.

2) Kewajiban menjauhi sifat penghuni neraka.

3) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; orang yang tawaduk karena Allah maka Allah akan memasukkannya ke dalam rahmat-Nya, sedangkan orang yang sombong dan angkuh maka Allah mengancamnya dengan siksa-Nya.

5/616- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari Kiamat Allah tidak akan melihat seseorang yang menyeret sarungnya karena sombong."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

إِزَارَه (izārahu): sarung, kain yang digunakan menutup setengah badan bagian bawah.

بَطَراً (baṭaran): sombong.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang yang menyeret pakaiannya (memanjangkannya hingga melewati mata kaki) karena sombong, dia berhak mendapat ancaman dari Allah -Ta'ālā-, yaitu Allah tidak akan mau melihatnya pada hari Kiamat.

2) Sunnah dalam batas panjang pakaian (sarung dan gamis yang dikenal dengan jallābiyah) adalah dari pertengahan betis hingga mata kaki, karena sampai batas inilah sifat pakaian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum- dan yang demikian itu menunjukkan ketawadukan orang yang memakainya.

6/617- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipuji (di hadapan malaikat), dan tidak mau dilihat, dan bagi mereka azab yang pedih; orang yang tua tapi berzina, raja tapi pendusta, dan orang fakir tapi sombong."(HR. Muslim)

العَائِلُ (al-'ā`il): orang fakir.

Kosa Kata Asing:

ثَلاَثَةٌ (ṡalāṡah): tiga, maksudnya tiga golongan, bukan tiga orang. Demikianlah maknanya di mana pun tempat disebutkannya kata tiga atau tujuh dan semisalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan sifat kalam (berbicara) bagi Allah -Ta'ālā-.

2) Zina, dusta, dan sombong termasuk dosa besar dan yang membinasakan; ketiganya diharamkan secara mutlak, tetapi ketika ia dikerjakan oleh golongan orang-orang ini maka hal itu menjadikannya lebih besar dan berat.

Faedah Tambahan:

Ketika maksiat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki sesuatu yang menjadi pendorong ia melakukan maksiat itu, maka maksiat tersebut lebih besar dan lebih berat. Orang yang tua tidak sama dengan pemuda, karena syahwatnya telah mendingin, sehingga sangat jelek ketika dia melakukan zina. Seorang raja tidak butuh berbohong, sebab kata-katanya pasti didengar di tengah manusia. Begitu juga orang fakir yang sombong terhadap manusia; dia tidak memiliki sesuatu yang menjadikannya pantas sombong, karena kemiskinan mengharuskan seseorang untuk merendah, lalu dengan dasar apa dia sombong?!

7/618- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, "Kemuliaan adalah sarung-Ku dan kebesaran adalah selendang-Ku. Siapa yang menandingi-Ku, pasti Aku akan mengazabnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara sifat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah sifat mulia dan agung.

2) Siapa yang menyaingi Allah dalam salah satu sifat-Nya, Allah akan menyiksanya atas apa yang diperbuatnya itu, karena dia telah menandingi Allah dalam perkara yang merupakan keistimewaan-Nya.

3) Sombong adalah tindakan menentang kedudukan Allah; siapa yang mengetahui kebesaran Allah, maka sangat tercela baginya bila dia menyombongkan diri, dan siapa yang mengetahui kelemahan dirinya, maka sangat tercela baginya bila dia mengangkat diri.

8/619- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tatkala seorang laki-laki berjalan dalam balutan setelan pakaian yang dikagumi oleh dirinya, kepalanya disisir rapi, dan dia berlagak sombong dalam cara jalannya, tiba-tiba Allah membenamkannya ke dalam bumi. Lalu dia akan terus-menerus tenggelam ke dalam bumi hingga hari Kiamat."(Muttafaq 'Alaih)مُرَجِّلٌ رَأْسَهُ (murajjil ra`sahu), yakni dia menyisir rambutnya.يَتَجَلْجَلُ (yatajaljal), dengan dua huruf "jīm", artinya: tenggelam dan turun.

Kosa Kata Asing:

حُلّة (ḥullah): setelan sarung dan selendang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman sifat sombong dan ujub, karena yang wajib bagi hamba adalah agar dia mengetahui kapasitas dirinya dan menempatkannya pada posisinya.

2) Berlebihan dalam berpakaian dan berhias jika disertai dengan kebanggaan dan kesombongan, hal itu akan menanamkan dalam diri rasa sombong dan ujub lalu menyerahkan dirinya kepada murka Allah -Ta'ālā-.

9/620- Salamah bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seseorang akan senantiasa membanggakan dirinya, hingga ia dicatat bersama orang-orang yang sombong, lalu ia ditimpa oleh siksa seperti siksa yang menimpa mereka."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [16].

يَذْهَبُ بِنَفْسِهِ: mengangkat dan menyombongkan diri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang menyerupai suatu kaum maka akan dikumpulkan bersama mereka; Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Diperintahkan kepada malaikat), 'Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka...'" (QS. Aṣ-Ṣāffāt: 22)Yaitu teman dan orang-orang yang semisal mereka.

2) Kewajiban seorang hamba yang tulus untuk dirinya adalah memotong semua pintu kesombongan dari hatinya sehingga dia tidak larut terbawa sombong.

 73- BAB AKHLAK BAIK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur."(QS. Al-Qalam: 4)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."(QS. Āli 'Imrān: 134)

Faedah Tambahan:

Akhlak baik berlaku terhadap Allah dan terhadap manusia.

- Akhlak baik terhadap Allah adalah rida dengan keputusan Allah dalam hal syariat dan takdir serta menerimanya dengan dada lapang dan tidak dongkol.

- Sedangkan akhlak baik terhadap manusia, maka berporos pada dua perkara: tidak menyakiti mereka dan memberi mereka kebaikan. Tidak menyakiti adalah dengan tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan anggota badan.Sedangkan memberi kebaikan, maksudnya pemberian seperti harta, ilmu, kedudukan, senyuman, dan semisalnya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Pujian kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur`ān; beliau mempraktikkan adab-adabnya, menjalankan perintah-perintahnya, dan meninggalkan larangan-larangannya. Oleh karena itu, Allah memberikan gambaran tentang diri Nabi-Nya:"Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam: 4)

2) Menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain termasuk sifat orang yang baik akhlaknya.

1/621- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling baik akhlaknya.”(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak ada akhlak baik nan paripurna kecuali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling sempurna dan paling afdal melaksanakannya.

2) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sosok teladan yang baik sehingga wajib atas orang beriman untuk mengikuti beliau dalam akhlak baiknya.

2/622- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku belum pernah menyentuh sutra yang tebal maupun tipis yang lebih halus dari telapak tangan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku belum pernah mencium aroma seharum aroma Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku telah menjadi pelayan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah mengatakan, "Hus," kepadaku atau menegur dengan ucapan, "Kenapa kamu berbuat seperti itu?" terhadap apa yang aku kerjakan. Beliau juga tidak pernah menegur dengan ucapan, "Kenapa kamu tidak berbuat demikian?" terhadap apa yang tidak aku kerjakan."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah telah melembutkan tangan dan hati Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, berdasarkan firman-Nya:"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka." (QS. Āli 'Imrān: 159)

2) Kesempurnaan akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap pembantu beliau dan orang-orang yang beliau banyak berbaur dengannya. Seperti inilah seharusnya keadaan orang beriman yang diberi taufik.

3) Usaha kuat Anas -raḍiyallāhu 'anhu- untuk selalu sejalan dengan kemauan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dia membantu Rasulullah selama sepuluh tahun tetapi beliau tidak pernah menegurnya. Sekiranya Anas -raḍiyallāhu 'anhu- pernah melakukan sesuatu yang harus ditegur, tentu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak akan menundanya.

Faedah Tambahan:

Dapat disimpulkan dari hadis ini agar tidak memberikan sanksi terhadap sesuatu yang telah lewat, karena hal itu akan melahirkan kerenggangan dan saling benci serta tidak akan memperbaiki yang sudah rusak. Hal itu akan membersihkan lisan dari mencela, sebagaimana juga hal itu akan menghibur hati pembantu ketika dia tidak dicela. Itu semuanya dalam perkara duniawi.

Adapun dalam perkara agama maka tidak ada tolerir di dalamnya, karena hal itu termasuk amar makruf dan nahi mungkar yang merupakan hak agama, bukan hak individu.

3/623- Aṣ-Ṣa'b bin Jaṡṡāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah menghadiahkan seekor keledai liar kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetapi beliau menolaknya. Ketika beliau melihat perubahan di wajahku, beliau berkata,"Sebenarnya kami tidak menolaknya, hanya saja kami sedang dalam keadaan ihram."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

حُرُم (ḥurum): berihram untuk ibadah haji atau umrah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap sahabat-sahabatnya dalam menghibur hati mereka.

2) Kewajiban seseorang untuk mengobati hati saudaranya ketika dia berbuat sesuatu yang tidak dia sukai kepadanya, lalu menjelaskan sebabnya supaya hatinya tenang.

4/624- An-Nawwās bin Sam'ān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang kebajikan dan dosa, beliau bersabda, "Kebajikan itu adalah akhlak baik. Sedangkan perbuatan dosa adalah sesuatu yang mengganjal dalam hatimu dan engkau tidak mau diketahui orang lain."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kebajikan seluruhnya ada dalam akhlak baik terhadap Allah -Ta'ālā- dan terhadap manusia.

2) Semua yang mendatangkan perasaan tidak tenang dalam hati maka termasuk perbuatan dosa yang wajib dijauhi.

5/625- Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Āṣ -raḍiyallāhu -anhumâ- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bukanlah orang yang keji ucapan dan perbuatannya, dan bukan juga suka berbuat keji. Beliau pernah bersabda,Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

فاحِشًا (fāḥisyan): yang mengucapkan ucapan keji, yaitu ucapan yang buruk.

مُتفحِّشاً (mutafaḥḥisyan): yang bertabiat keji dan berlebihan dalam kekejian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan sifat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau orang yang sangat jauh dari kekejian baik dalam perkataan ataupun perbuatan, sehingga seorang mukmin harus meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal itu.

2) Anjuran agar berakhlak baik, karena akhlak baik adalah prinsip agama dan merupakan arena berlomba di antara orang-orang beriman; siapa yang paling cepat kepadanya maka dia termasuk orang yang paling baik dan paling sempurna imannya.

6/626- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari Kiamat daripada akhlak baik. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

البَذِيُّ (al-bażiy): orang yang berbicara keji dan kata kotor.

Pelajaran dari Hadis:

1) Akhlak baik termasuk amal saleh yang paling agung, yang akan ditemukan oleh hamba dalam catatan amalnya pada hari Kiamat serta akan dilihat dalam timbangan kebaikannya.

2) Kewajiban seorang mukmin agar menjauhi apa yang dimurkai dan dibenci oleh Allah, di antaranya perbuatan keji dan perkataan kotor.

7/627- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab, "Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik." Beliau juga ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka. Beliau menjawab, "Mulut dan kemaluan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar bertakwa kepada Allah -Ta'ālā-. Takwa adalah mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang.

2) Akhlak yang baik bersama ketakwaan adalah kunci masuk surga.

8/628- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Iman terdiri dari banyak cabang dan manusia bertingkat-tingkat di dalamnya. Orang beriman yang diberi taufik adalah yang berusaha untuk meningkatkan imannya.

2) Wajib bagi seorang hamba untuk menjadi teman terbaik bagi keluarganya, sebaik-baik orang yang mencintai, dan sebaik-baik pendidik, karena keluarga lebih berhak daripada yang lain untuk mendapatkan akhlak baikmu. Oleh karena itu, mulailah berbuat baik kepada yang paling dekat kemudian yang setelahnya.

9/629- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya seorang mukmin dapat meraih derajat orang yang berpuasa dan salat malam dengan akhlak baiknya."(HR. Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang memiliki derajat paling mulia ialah orang yang berpuasa di siang hari dan melakukan qiyāmul-lail di malam hari. Lalu bagaimana seorang muslim bisa dilalaikan dari ibadah (akhlak baik) yang setara dengan itu?!

2) Akhlak yang baik akan melipatgandakan pahala hingga membawa hamba ke derajat orang puasa yang tidak berbuka serta salat malam tanpa henti.

10/630- Abu Umāmah Al-Bāhiliy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku menjamin sebuah rumah di tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat kusir walaupun ia benar, sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta walaupun bercanda, dan sebuah rumah di puncak surga bagi orang yang baik akhlaknya."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

الزعِيمُ (az-za'īm): penjamin.

Kosa Kata Asing:

رَبَض الجنّة (rabaḍ al-jannah): surga yang paling rendah. Bila dikatakan: "rabaḍul-madīnah", maka maksudnya bagian pinggiran kota.

المِرَاءَ (al-mirā`): perdebatan dan perselisihan dalam ucapan dan perbuatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk meninggalkan debat karena dapat menyebabkan perselisihan dan perpecahan.

2) Pengharaman dusta dengan semua modelnya, walaupun dalam canda dan main-main, sehingga ini adalah bantahan bagi orang yang mengatahakan: "ini dusta yang putih."

3) Tingkatan pahala yang paling tinggi di sisi Allah adalah bagi orang yang bagus akhlaknya, karena akhlak baik mengumpulkan semua bentuk keutamaan.

6/631- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang sombong."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")الثَّرْثَارُ (aṡ-ṡarṡār): orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri.المُتَشَدِّقُ (al-mutasyaddiq): orang yang mengangkat diri dalam berbicara, dia berbicara dengan memfasihkan mulut dan membanggakan ucapan.المتَفَيْهِقُ (al-mutafaihiq): merupakan turunan dari kata "الفَهْقِ" (al-fahq), artinya penuh dan meluap, yaitu orang yang memenuhkan mulutnya dengan ucapan serta melebar kesana kemari, membawakan hal-hal yang asing karena sombong dan mengangkat diri serta menampakkan keutamaan dirinya atas orang lain.

Imam Tirmizi meriwayatkan dari Abdullah bin Al-Mubārak -raḥimahullāh- dalam menafisrkan akhlak mulia, dia berkata, "Akhlak mulia adalah bermuka ceria, berbagi kebaikan, dan tidak menyakiti."

Pelajaran dari Hadis:

1) Akhlak baik seorang muslim termasuk sebab kecintaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadanya dan sebab dekat dari beliau pada hari Kiamat.

2) Peringatan terhadap banyak bicara dengan memperlihatkan kesombongan. Juga peringatan dari berbicara kesana kemari untuk memperlihatkan keahlian sastra dan kefasihannya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membenci sifat-sifat seperti ini beserta orang-orang yang melakukannya. Dan ini menjadi sebab pelakunya jauh dari beliau pada hari Kiamat.

3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya; yaitu beliau telah menerangkan kepada kita apa yang beliau inginkan untuk kita kerjakan serta apa yang beliau benci untuk kita jauhi.

 74- BAB SABAR (MENAHAN AMARAH), TENANG (TIDAK TERGESA-GESA), DAN LEMBUT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."(QS. Āli 'Imrān: 134)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."(QS. Al-A'rāf: 199)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar."(QS. Fuṣṣilat: 34-35)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tetapi siapa yang bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia."(QS. Asy-Syūrā: 43)

Faedah Tambahan:

Al-Ḥilm ialah menahan diri ketika marah.

Al-Anāh ialah tenang dalam urusan dan tidak tergesa-gesa.

Ar-Riqf: memperlakukan orang lain secara mudah dan lembut, bagi orang yang berhak mendapatkannya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Orang yang berhak dimaafkan hendaklah dimaafkan; adapun orang jahat yang apabila dimaafkan justru bertambah keburukannya, maka memberinya sanksi lebih tepat daripada memaafkannya. Pemberian maaf yang diperintahkan adalah yang akan melahirkan kebaikan.

2) Perintah untuk memaafkan, yaitu memberi maaf serta kemudahan dalam urusan manusia; perintah mengerjakan yang makruf, yaitu perkara-perkara baik yang dikenal oleh manusia dan agama;dan perintah untuk berpaling dari orang-orang yang bodoh, yaitu orang-orang dungu yang tidak mengerti hak orang lain dan melalaikannya.

Inilah tiga perkara yang diperintahkan oleh Allah -'Azza wa Jalla-, sekiranya kita berpegang dengannya niscaya kita akan menemukan kebaikan yang besar.

3) Sabar terhadap gangguan dan memaafkannya bila telah terjadi merupakan perkara prinsip yang menunjukkan kebijaksanaan seseorang serta kesempurnaan akalnya.

1/632- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Asyajj 'Abdul-Qais,"Sesungguhnya dalam dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah, yakni sabar (menahan amarah) dan tenang (tidak tergesa-gesa)."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan sifat cinta bagi Allah -Ta'ālā- menurut makna yang pantas dan sesuai maksud Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

2) Akhlak terbagi dua; sebagiannya adalah sifat bawaan dan sebagiannya didapat dengan latihan.

3) Akhlak dapat diubah, kalau tidak demikian maka tidak ada artinya nasihat dan pesan.

4) Anjuran untuk bersikap tenang dalam urusan serta memperhatikan akibatnya, sehingga sikap tenang dalam menyelesaikan berbagai problem adalah kebaikan.

2/633- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan dalam segala hal."(Muttafaq 'Alaih)3/634- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan. Allah memberi pada sikap lembut apa yang tidak diberikan pada sikap keras, dan apa yang tidak diberikan pada selainnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar seseorang bersikap lembut dalam semua urusannya karena sikap lembut dicintai oleh Allah -'Azza wa Jalla- dan manusia.

2) Tingginya kedudukan sikap lembut di antara semua akhlak mulia karena mengandung kesudahan yang baik dan pahala melimpah.

4/635- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, tidaklah kelembutan ada pada suatu perkara melainkan akan menjadikannya indah. Dan tidaklah kelembutan dicabut dari suatu perkara melainkan akan menjadikannya buruk."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

زَانَهُ (zānahu): menjadikannya baik dan indah.

شَانَهُ (syānahu): menjadikannya cacat dan buruk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keharusan berhias dengan sifat lembut karena kelembutan akan menghiasi diri seseorang di mata manusia dan mengangkat derajatnya di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Wasiat untuk menjauhi sikap keras dan kasar karena akan menjadikan cacat pelakunya dan merusak amal salehnya.

5/636- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang badui kencing di mesjid, lalu orang-orang pun segera berdiri untuk memarahinya. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Biarkanlah dia. Kemudian siramlah kencingnya dengan seember air. Sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan, bukan diutus untuk memberikan kesulitan.”(HR. Bukhari)

السَّجْلُ (as-sajl), dengan memfatahkan "sīn", dan mensukunkan "jīm", yaitu: ember yang penuh berisi air. Demikian juga makna kata "الذَّنُوبُ" (aż-żanūb).

Kosa Kata Asing:

أَرِيْقُوْا (arīqū): Tuangkanlah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan adanya uzur dengan sebab kejahilan bagi orang yang tidak memiliki jalan untuk menimba ilmu, dan perintah mengajarkan orang yang jahil.

2) Keindahan akhlak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menjelaskan petunjuk beliau dalam hal mengajar dan bersikap lembut, karena kelembutan akan melahirkan kebaikan sedangkan sikap keras akan melahirkan keburukan.

3) Menjelaskan inti sari dakwah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu memudahkan dan tidak menyulitkan, dan memberi kabar baik bukan menakuti.

Faedah Tambahan:

Di antara kaidah agama adalah bahwa agama mengajak untuk menolak mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dengan yang lebih kecil jika tidak memungkinkan untuk menolak kedua-duanya secara bersamaan.

Dua mafsadat yang disebutkan dalam hadis ini, adalah:

Pertama: berlanjutnya kencing laki-laki badui itu, dan ini mafsadat yang lebih kecil.

Kedua: menghentikan kencingnya, dan ini mafsadat yang lebih besar karena berisiko bagi laki-laki badui itu, juga berisiko mengotori masjid dan pakaiannya.

Adapun jika dia dibiarkan menyelesaikan kencingnya, maka mafsadatnya lebih kecil. Sehingga ketika terkumpul sejumlah mafsadat dan tidak bisa menolak semuanya, dipilihlah yang lebih ringan demi menolak yang lebih berat.

6/637- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, serta berilah berita gembira dan jangan membuat orang lari (dari agama)."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap yang lebih mudah itulah yang lebih utama, selama tidak mengandung dosa. Oleh karena itu, merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah ketika beliau dihadapkan pada dua pilihan, maka beliau memilih yang lebih mudah, selama tidak mengandung dosa.

2) Anjuran untuk terus memberi kabar baik karena akan menanamkan rasa bahagia dalam jiwa seorang muslim dan yang lainnya.

3) Kewajiban seorang dai untuk mempelajari secara bijaksana cara menyampaikan dakwah Islam, yaitu dengan cara memberikan kemudahan dan tidak menyulitkan, serta memberikan kabar gembira dan bukan membuat orang lari dari agama.

7/638- Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang dihalangi dari kelembutan, maka dia terhalang dari seluruh kebaikan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perintah dan anjuran untuk bersikap lembut, karena Allah akan memberi kepada kelembutan apa yang tidak diberikan kepada yang lain.

2) Kewajiban orang yang sedang berusaha meraih kebaikan adalah agar memiliki ilmu dan bersikap lembut dalam pencariannya sehingga dia akan meraih apa yang dicari.

8/639- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Berilah aku wasiat?" Beliau bersabda, "Jangan marah!" Orang itu mengulangi permintaannya berkali-kali, beliau tetap bersabda, "Jangan marah!"(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Marah adalah bara api yang dilemparkan setan ke dalam hati seseorang, sehingga dia harus memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, lalu segera berwudu untuk menghilangkan bisikan setan tersebut.

2) Seseorang ketika dia marah hendaknya melakukan sebab-sebab yang akan menghilangkan dan menenangkan amarah tersebut serta menguasai dirinya serta tidak larut bersama kemarahannya.

9/640- Abu Ya'lā Syaddād bin Aus -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat iḥsān (baik) terhadap segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah seseorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan sembelihannya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

كَتَبَ (kataba): mewajibkan dan mensyariatkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mengerjakan semua amalan dengan sempurna serta berbuat baik, bersikap lembut, dan memberikan kasih sayang kepada semua makhluk.

2) Menenangkan hewan sembelihan adalah perkara yang lebih dari sekadar mengasah pisau, yaitu dengan cara memotong urat lehernya dengan kuat.

Faedah Tambahan:

Di antara cara menenangkan hewan sembelihan adalah Anda meletakkan kaki di atas lehernya kemudian membiarkan kakinya bergerak, karena yang demikian itu lebih mudah bagi hewan sembelihan dan lebih menumpahkan darahnya.

10/641- Aisyah -raḍiyallāhu 'anha- berkata, "Tidaklah Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- diberi dua pilihan kecuali beliau pasti memilih yang paling mudah, selama tidak merupakan dosa. Jika yang mudah itu dosa, beliau pasti orang yang paling jauh darinya. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- tidak pernah menuntut balas untuk dirinya kecuali bila sesuatu yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau menuntut balas karena Allah -Ta'ālā-."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Islam adalah agama yang berprinsip memberi kemudahan dan menghilangkan kesulitan, serta mengambil paling mudah yang sesuai syariat dalam semua urusan agama dan dunia.

2) Menjauhi dosa dan maksiat serta tidak menjadikan kemudahan agama sebagai sebab untuk meninggalkan kewajiban, melanggar yang haram, atau menggampangkan kehormatan agama.

3) Anjuran untuk bersikap memaafkan, menahan marah, dan sabar menahan gangguan disertai membela agama Allah -Ta'ālā- ketika yang haram dilanggar. Rasa girah seperti ini yang muncul demi mengagungkan syiar agama Allah dicintai oleh Allah -Ta'ālā- pada hamba-Nya.

4) Para penguasa, hakim, dan semua pemimpin hendaknya berakhlak dengan akhlak mulia ini, sehingga dia tidak membalas untuk dirinya, tetapi juga tidak melalaikan hak Allah -Ta'ālā-.

11/642- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku kabari tentang orang yang diharamkan dari neraka? Atau orang yang neraka diharamkan untuknya? Neraka diharamkan atas setiap orang yang mudah akrab, rendah hati, lembut, dan mudah."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

كُلِّ قَرِيبٍ (kulli qarīb): setiap orang yang mudah akrab dengan orang lain dan dicintai karena dia bergaul dengan baik.

Pelajaran dari Hadis:

1) Akhlak mulia merupakan sebab keselamatan dari azab Allah -Ta'ālā-.

2) Wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar bersikap lembut, memberikan kemudahan, berbaur dengan masyarakat, dan sabar terhadap gangguan orang lain.

 75- BAB MEMBERI MAAF DAN BERPALING DARI ORANG JAHIL

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."(QS. Al-A'rāf: 199)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik."(QS. Al-Ḥijr: 85)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bila Allah mengampuni kamu?"(QS. An-Nūr: 22)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"... dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."(QS. Āli 'Imrān: 134)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tetapi siapa yang bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia."(QS. Asy-Syūrā: 43)Ayat-ayat tentang bab ini juga sangat banyak dan populer.

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk memaafkan dengan baik, yaitu memaafkan yang tidak disertai dengan celaan.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; sebagaimana Anda memberi maaf dan berlapang dada maka Allah juga akan memaafkan Anda.

3) Sabar dan memaafkan merupakan bagian dari akhlak para rasul ulul azmi.

1/643- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, "Apakah engkau pernah mengalami masa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?" Beliau menjawab, "Sungguh aku telah mendapatkannya dari kaummu. Peristiwa paling berat yang aku dapatkan dari mereka adalah peristiwa 'Aqabah (di Taif). Ketika itu aku menawarkan diriku (menyampaikan Islam) kepada Ibnu 'Abdi Yālail bin 'Abdi Kulāl, tetapi ia tidak menyambutku sebagaimana harapanku. Kemudian aku pergi tanpa arah dengan perasaan sedih sekali, dan aku tidak sadar kecuali setelah sampai di Qarn Aṡ-Ṡa'ālib. Kemudian aku mengangkat kepala, ternyata ada awan yang menaungiku. Aku memandangnya, ternyata Jibril -'alaihissalām- ada di sana. Jibril memanggilku seraya berkata, 'Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan jawaban mereka terhadap dirimu. Allah telah mengutus malaikat gunung agar engkau perintahkan sesuka hatimu terhadap mereka.' Malaikat gunung pun menyeruku dan mengucapkan salam, lalu dia berkata, 'Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan aku ini malaikat gunung. Allah telah mengutusku kepadamu agar engkau memerintahkanku apa saja sesuka hatimu. Jika engkau kehendaki, aku akan timpakan dua gunung itu kepada mereka.'" Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengatakan,"Bahkan, aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka anak keturunan yang beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun."(Muttafaq 'Alaih)

الأخْشَبَان (al-akhsyāban): dua gunung yang mengapit Kota Mekah. Al-Akhsyab ialah gunung yang besar.

Kosa Kata Asing:

عَرَضْتُ نَفْسِي: aku menawarkan diri kepadanya untuk meminta pertolongan dan pembelaan dalam rangka menegakkan agama Islam.

Ibnu 'Abdi Yālail bin 'Abdi Kulāl merupakan pembesar panduduk Taif yang berasal dari kabilah Ṡaqīf.

Qarn Aṡ-Ṡa'ālib adalah nama sebuah tempat di jalur masuk menuju Mekah dari Taif, dan merupakan mikat bagi penduduk Nejed. Juga disebut Qarn Al-Manāzil. Hari ini ia lebih dikenal dengan nama Mikat As-Sailul-Kabīr.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kesabaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta ketenangan beliau dalam semua urusan, juga sifat lapang dada dan pemaaf beliau, padahal beliau telah sangat disakiti, hingga Allah wujudkan apa yang beliau inginkan dan beliau mendapatkan kemenangan yang besar.

2) Seorang hamba wajib bersabar menghadapi gangguan, terlebih jika dia diganggu di jalan Allah, sehingga dia tidak membalas untuk membela dirinya.

3) Dai wajib bersabar dalam menyampaikan agama Allah kepada manusia, dan bukan sikap bijak dalam berdakwah bila mengharapkan agar siksaan segera turun kepada orang-orang yang membangkang, karena tujuan dari dakwah adalah mengeluarkan manusia dari azab neraka; "Segala puji bagi Allah yang dengan perantaraanku telah menyelamatkannya dari siksa neraka."

2/644- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- tidak pernah sama sekali memukul apa pun dengan tangannya, tidak juga istri dan pembantu, kecuali ketika beliau berjihad di jalan Allah. Tidak pernah sama sekali beliau disakiti kemudian beliau menuntut balas kepada pelakunya, kecuali bila ada larangan Allah -Ta'ālā- yang dilanggar, maka beliau akan menuntut balas karena Allah -Ta'ālā-."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kemurahan hati Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau tidak pernah memukul seseorang karena tidak memenuhi salah satu hak pribadi beliau.

2) Marah karena Allah tidak bertentangan dengan sifat sabar, tenang, lembut, dan pemaaf, karena hal itu adalah bentuk pembelaan kepada agama Allah -Ta'ālā-.

3/645- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah berjalan bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau mengenakan pakaian atasan dari Najran yang kasar bagian pinggirnya. Kemudian beliau disusul oleh seorang badui dan menarik pakaian atasan beliau dengan keras. Aku melihat bagian samping leher beliau terdapat bekas dari pinggir selimut itu, karena saking keras tarikannya. Lantas laki-laki badui itu berkata, 'Hai Muhammad! Berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu!' Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menoleh kepadanya lalu tertawa. Kemudian beliau memberi perintah supaya dia diberikan."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

بُردٌ نجراني (burd najrāniy): pakaian yang dinisbahkan ke Najran, yaitu sebuah daerah di Yaman.

غَلِيظُ الحَاشِيَةِ (galīẓ al-ḥāsyiah): kasar bagian pinggirnya.

جَذَبَهُ (jaẓabahu): menarik beliau.

صَفْحَةٌ (ṣafḥah): bagian samping.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperlihatkan akhlak baik Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kesabaran beliau terhadap watak kasar dan ketidaksopanan orang-orang badui, serta pemberian maaf beliau kepada orang-orang yang berbuat buruk kepadanya.

2) Seorang hamba wajib meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal kelembutan, kesabaran, dan membalas sikap buruk dengan sikap baik.

3) Menghibur hati orang yang berbuat salah dan tidak mencelanya. Hal ini lebih berguna dalam menasihatinya dan lebih bisa diharapkan akan membuatnya kembali kepada kebenaran.

4/646- Abu 'Abdirraḥmān Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seakan-akan aku masih sedang melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-memperagakan tingkah seorang nabi yang dipukul oleh kaumnya hingga terluka dan berdarah, kemudian sambil mengusap darah dari wajahnya dia berdoa, 'Ya Allah! Ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui (kebenaran).'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَحْكِيْ (yaḥkī): memperagakan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesempurnaan akhlak para nabi -ṣalawātullāhi wa salāmuhu 'alaihim-; mereka adalah orang yang paling berat ujiannya, kemudian pengikut mereka yang terdekat dan seterusnya setelahnya.

2) Anjuran mendoakan hidayah bagi orang kafir, sekalipun boleh sesekali mendoakan siksa terhadap mereka.

3) Kewajiban sabar dan menahan gangguan di jalan Allah.

5/647- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat. Sesungguhnya ‎orang yang kuat ialah yang mampu menahan dirinya ketika marah.‎"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرْعَةِ: orang kuat itu bukanlah yang menang ketika bergulat dengan orang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang kuat ialah yang mampu menaklukkan dan mengalahkan kemarahannya.

2) Meluruskan kesalahan manusia dan mengajarkan mereka adalah manhaj para nabi -ṣalawātullāhi wa salāmuhu 'alaihim-; sehingga penuntut ilmu wajib memiliki perhatian untuk meluruskan kesalahan yang banyak terjadi di tengah masyarakat serta kebiasaan-kebiasaan yang menyelisihi agama.

3) Dai yang mengajak manusia kepada kebenaran dan kebaikan bisa jadi menghilangkan banyak kesempatan untuk mewujudkan kesuksesan dakwah dengan kemarahannya. Karena tabiat kebanyakan manusia adalah lebih menerima orang yang bagus akhlaknya dan baik tutur katanya tanpa melihat kebenaran ataupun kebatilan yang dibawanya.Mari kita bersungguh-sungguh menjadi dai yang mengajak kepada agama Allah -Ta'ālā- dengan metode yang benar, petunjuk yang lurus, dan akhlak yang baik.

Faedah Tambahan:

Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata,

"Agama seluruhnya adalah akhlak. Siapa yang lebih di atasmu dalam akhlak, maka dia telah mengalahkanmu dalam perkara agama... Akhlak yang baik berdiri di atas empat pilar, tidak terbayang akhlak yang baik bisa berdiri tegak kecuali di atas keempatnya, yaitu:

sifat sabar, ifah, berani, dan adil.

Sifat sabar akan membuat dirinya bisa bersikap tabah, menahan marah, tidak menyakiti, tidak marah, tenang tidak terburu-buru, dan lembut... Sifat ifah akan membuat dirinya bisa menjauhi akhlak hina dan perangai buruk dalam ucapan dan perbuatan, juga membuat dirinya bersifat malu yang merupakan pencetus semua kebaikan, dan melarangnya dari kekejian, bakhil, dan dusta...

Sifat berani akan menjadikan dirinya berjiwa mulia, mengutamakan akhlak luhur, serta memberi dan berbuat baik... Juga akan menjadikan dirinya bisa menahan marah dan bersabar.

Sifat adil akan menjadikan dirinya bersikap secara proporsional dan pertengahan antara berlebihan (guluw) dan lalai... Sumber semua akhlak yang mulia berangkat dari empat pondasi ini..." (Madārij As-Sālikīn)

 76- BAB BERSABAR MENGHADAPI PERBUATAN BURUK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."(QS. Āli 'Imrān: 134)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tetapi siapa yang bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia."(QS. Asy-Syūrā: 43)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran agar bersifat sabar dan memaafkan karena ini adalah perangai para rasul ulul azmi.

2) Bersabar dalam menghadapi perbuatan buruk dan memaafkan orang yang berbuat buruk pada tempatnya termasuk amalan yang dicintai oleh Allah -Ta'ālā-.

Hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini juga telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

1/648- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku mempunyai beberapa orang kerabat. Aku menyambung silaturahmi dengan mereka, tetapi mereka memutuskannya dariku. Aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat buruk kepadaku. Aku senantiasa berbuat lembut kepada mereka, tetapi mereka berbuat jahil kepadaku." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seandainya apa yang engkau katakan itu benar, maka seakan-akan engkau menyuapkan abu panas ke mulut mereka. Allah senantiasa menolongmu terhadap mereka, jika kamu tetap berbuat demikian."(HR. Muslim)Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab Berbakti kepada Orang Tua dan Menyambung Silaturahmi.

Kosa Kata Asing:

تُسِفُّهم (tusiffuhum): menyuapi mulut mereka.

المَلّ (al-mall): abu panas.

ظَهِيْرٌ (ẓahīr): penolong.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bukanlah orang yang menyambung silaturahmi itu yang membalas orang yang menyambungnya, tetapi orang yang menyambung silaturahmi sesungguhnya adalah ketika hubungan kerabatnya diputus maka dia menyambungnya.

2) Seseorang harus bersabar terhadap perbuatan buruk kerabatnya, tetangganya, dan selainnya.

3) Pertolongan Allah -Ta'ālā- akan diturunkan kepada hamba-Nya yang sabar dan mengharap pahala.

 77- BAB MARAH KETIKA LARANGAN ALLAH DILANGGAR DAN MEMBELA AGAMA ALLAH -TA'ĀLĀ-

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan siapa yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (ḥurumāt), maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya."(QS. Al-Ḥajj: 30)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."(QS. Muḥammad: 7)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk menjunjung syiar dan kehormatan agama Allah, sehingga seorang hamba harusnya marah karenanya dan ini merupakan marah yang terpuji.

2) Cara menolong Allah adalah dengan menolong agama-Nya; yaitu dengan mendakwahkannya, mengamalkannya, membelanya, dan marah ketika ia dinodai.

Hadis yang berkaitan dengan bab ini adalah hadis Aisyah yang telah disebutkan dalam Bab Memberi Maaf.

1/649- Abu Mas'ud Uqbah bin 'Amr Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Sungguh, aku tidak menghadiri jemaah salat Subuh karena si polan memanjangkan salatnya bersama kami." Belum pernah aku melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat marah dalam memberi nasihat seperti marahnya beliau hari itu. Beliau bersabda,"Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat orang lain lari (dari agama). Siapa pun di antara kalian yang menjadi imam agar ia meringkas salatnya, karena di belakangnya ada orang yang tua, anak kecil, dan yang memiliki kebutuhan mendesak."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang dai berkewajiban menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan tenang, rida, dan dengan penyampaian yang baik.

2) Menjelaskan kemarahan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika memberi nasihat lantaran kehormatan agama dinodai, sehingga seorang hamba harus meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam membela agama.

3) Imam tidak boleh memberatkan orang lain dalam salat, lebih dari yang disebutkan dalam Sunnah.

Faedah Tambahan:

Para imam dalam melaksanakan salat terbagi menjadi tiga kelompok:

1) Kelompok yang lalai; yaitu yang tidak menunaikan amanah dengan benar. Yaitu dia terburu-buru dengan tingkat kecepatan yang tidak memungkinkan makmum untuk mengerjakan apa yang disunahkan dalam salat. Yang seperti ini salah dan berdosa, dan dia belum menunaikan amanah yang diembannya.

2) Kelompok yang bersikap guluw; yaitu yang berlebihan. Yaitu dia memberatkan orang lain seakan-akan dia sedang salat sendiri. Yang seperti ini juga salah dan menzalimi dirinya.

3) Kelompok pertengahan dan terbaik; yaitu yang melaksanakan salat seperti salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam. Ini adalah kelompok yang paling baik. Kelompok inilah yang telah melaksanakan amanah secara sempurna.

2/650- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pulang dari sebuah perjalanan, dan aku telah menutup berandaku dengan tirai tipis yang bergambar. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihatnya, beliau melepasnya dan muka beliau berubah. Beliau bersabda,"Wahai Aisyah! Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat kelak adalah orang yang menandingi penciptaan Allah."(Muttafaq 'Alaih)السَّهْوَةُ (as-sahwah): semacam beranda yang terletak di depan rumah.القِرام (al-qirām), dengan mengkasrahkan "qāf", artinya: tirai tipis.هَتَكَهُ (hatakahu): merusak gambar yang ada padanya.

Kosa Kata Asing:

يُضَاهُونَ (yuḍāhūna): menyerupakan apa yang mereka buat dengan ciptaan Allah -'Azza wa Jalla-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran supaya marah ketika kemuliaan agama Allah -'Azza wa Jalla- dinodai, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- marah dan melepas tirai yang ada gambarnya.

2) Seorang laki-laki muslim harus menjadi pemimpin bagi keluarganya; yaitu mengajak mereka untuk mengerjakan yang makruf, melarang mereka dari tindakan yang mungkar, dan mengecek keadaan rumahnya sehingga perkara yang diharamkan oleh Allah -Ta'ālā- tidak ada yang masuk ke dalamnya sedikit pun.

Faedah Tambahan:

Gambar berdasarkan hukumnya terbagi menjadi tiga:

1- Gambar berdimensi (seperti patung dan pahatan).

Jika itu adalah gambar makhluk bernyawa (seperti manusia dan hewan), maka hukumnya haram dan pelakunya masuk dalam golongan yang mendapat ancaman keras di atas.

Adapun jika merupakan gambar selain makhluk bernyawa (seperti pohon dan perkakas), maka hukumnya boleh.

2- Gambar tidak berdimensi (lukisan tangan); hukumnya sama seperti gambar berdimensi. Jika gambar makhluk bernyawa hukumnya haram, dan jika gambar bukan makhluk bernyawa hukumnya boleh.

3- Gambar tidak berdimensi yang tergambar dengan menggunakan alat modern (alat fotografi); ini menjadi ranah ikhtilaf di antara para ulama. Sebagian berpendapat hukumnya boleh jika dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah, tetapi hukumnya menjadi haram jika digunakan pada sesuatu yang haram.

Tidak berlaku bagi orang yang membuat gambar ini ancaman keras yang disebutkan di atas, karena orang yang membuat gambar dengan alat ini tidak menyerupai penciptaan Allah -'Azza wa Jalla- dengan perbuatannya itu, sebagaimana yang dilakukan oleh pembuat gambar menggunakan tangan.

Sebagian ulama juga berpendapat, bahwa membuat gambar bernyawa dengan semua modelnya hukumnya haram dan tidak boleh dilakukan, kecuali yang dilakukan untuk kondisi darurat atau ada kebutuhan penting, seperti untuk foto kartu identitas dan paspor. Wallāhu a'lam.

3/651- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- juga meriwayatkan bahwa orang-orang Quraisy dibuat risau oleh urusan seorang wanita kabilah Bani Makhzūm yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang akan membicarakan urusan ini kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?” Sebagian mereka berkata, “Siapa lagi yang berani melakukannya selain Usāmah bin Zaid, kesayangan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.” Usāmah pun berbicara kepada beliau. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Apakah kamu akan memberikan syafaat (rekomendasi keringanan hukuman) terhadap orang yang melanggar salah satu hukum hudud Allah?” Kemudian beliau berdiri dan berkhotbah seraya bersabda,“Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah karena mereka itu jika ada orang terpandang di antara mereka yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi sekiranya yang mencuri itu orang yang lemah di antara mereka, maka mereka menegakkan hudud kepadanya. Demi Allah! Sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan kupotong tangannya.”(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَجْتَرىٰءُ عَلَيْهِ (yajtari`u 'alaihi): berani untuk berbicara bersama beliau.

حِبُّ رَسوْلِ الله (ḥibbu rasūlillāh): orang kesayangan Rasulullah, yakni beliau mencintainya.

اخْتطب (ikhtaṭaba): berkhotbah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Marah karena Allah -'Azza wa Jalla- terpuji seluruhnya. Adapun marah karena balas dendam dan membela diri, maka umumnya tercela.

2) Kemulian status pelaku kejahatan tidak menggugurkan hukuman hudud pada dirinya, karena orang yang mulia dan rendah sama dalam hukum agama.

3) Membeda-bedakan manusia dalam penegakan hudud adalah kezaliman yang akan mendatangkan kebinasaan bagi umat.

4) Mengingkari dengan keras orang yang bermudah-mudah dalam menegakkan salah satu hukuman hudud, atau memberikan keringanan untuk tidak melaksanakannya, atau memberi syafaat pada orang yang telah wajib ditegakkan hudud padanya.

5) Menjelaskan kedudukan Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- di sisi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dia dikenal sebagai kesayangan Rasulullah, begitu juga ayahnya, Zaid bin Ḥāriṡah -raḍiyallāhu 'anhu-.

4/652- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat ada dahak di dinding masjid arab kiblat. Hal itu membuat beliau sangat merah, hingga terlihat jelas di wajah beliau. Lalu beliau bangkit dan mengerik dahak tersebut dengan tangannya seraya bersabda,"Sesungguhnya salah seorang dari kalian apabila berdiri dalam salatnya, maka sesungguhnya ia sedang bermunajat dengan Rabbnya, dan Rabbnya berada di antara dia dan kiblat. Maka janganlah salah seorang dari kalian meludah ke arah kiblat, tetapi hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kakinya." Kemudian beliau mengambil ujung selimutnya dan meludah padanya, lalu beliau melipat dan menggosokkannya seraya bersabda, "Atau ia melakukan seperti ini."(Muttafaq 'Alaih)

Perintah meludah ke samping kiri atau ke bawah kaki adalah jika dia berada di luar masjid. Adapun di dalam masjid, maka janganlah meludah kecuali di pakaiannya.

Kosa Kata Asing:

فشقَّ عليه (fa syaqqa 'alaihi): menjadi masalah besar bagi beliau.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan kemarahan dan ketidaksukaan ketika kehormatan masjid dinodai.

2) Ketika seorang dai menyebutkan suatu larangan bagi manusia, dia juga harus menyebutkan kepada mereka apa yang boleh mereka lakukan, supaya dia tidak menutup pintu kebaikan pada mausia, karena sesungguhnya jiwa diciptakan untuk beramal, bukan untuk meninggalkan.

3) Memperjelas pengajaran dengan praktik nyata, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Atau dia melakukan seperti ini", kemudian beliau berludah di bagian ujung selimutnya dan menggosokkannya.

 78- BAB PERINTAH KEPADA PARA PEMIMPIN SUPAYA LEMBUT KEPADA RAKYAT, MENASIHATI, DAN MENYAYANGI MEREKA; LARANGAN MENIPU DAN MEMPERSULIT MEREKA, MENELANTARKAN MASLAHAT MEREKA, SERTA LALAI TERHADAP KEBUTUHAN MEREKA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu."(QS. Asy-Syu'arā`: 215)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang dari (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."(QS. An-Naḥl: 90)

Faedah Tambahan:

Para pemimpin -yang menegakkan perintah agama- wajib untuk bersikap lembut kepada rakyat, berbuat baik kepada mereka dan membantu menghilangan keburukan dari mereka, dan perkara-perkara lainnya yang akan menegakkan maslahat mereka. Kemudian wajib bagi rakyat untuk mendengar dan taat kepada pemimpin selain dalam maksiat. Sebagaimana wajib menasihati mereka dan tidak mengompori masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap mereka, menutupi kesalahan mereka, dan menjelaskan kebaikan-kebaikan mereka.Karena menebarkan kekurangan pemimpin kepada orang banyak hanya akan menambah keburukan, sehingga hati masyarakat akan berisi ketidaksukaan dan kebencian kepada mereka. Hal ini akan berakibat pada perpecahan dan terkotak-kotaknya umat ini.

Pelajaran dari Ayat:

1) Pemimpin yang sah wajib menegakkan keadilan di tengah-tengah rakyatnya serta menyayangi dan mengasihani mereka.

2) Larangan terhadap semua dosa-dosa yang dianggap keji secara agama maupun budaya, juga terhadap semua kemungkaran, dan kezaliman. Sehingga wajib bagi orang beriman, sebagai rakyat maupun penguasa, untuk memperhatikan hak-hak ini.

1/653- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya terkait apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin pada harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya, supaya dia merealisasikan untuk mereka semua kebaikan dan menghilangkan dari mereka semua keburukan.

2) Menelantarkan urusan kaum muslimin juga merupakan penelantaran terhadap wasiat Nabi yang berbunyi, "Semua kalian adalah pemimpin dan semua kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya."

2/654- Abu Ya'lā Ma'qil bin Yasār -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba dibebani amanah untuk memimpin rakyat lalu dia mati dalam keadaan berkhianat ‎kepada rakyatnya, melainkan Allah akan mengharamkan surga baginya.‎"(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "lalu dia tidak menjaganya dengan ketulusannya, niscaya dia tidak akan mencium aroma surga."

Dalam riwayat Muslim: "Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum muslimin kemudian dia tidak berjuang keras untuk kepentingan mereka dan tidak menasihati mereka, melainkan dia tidak akan masuk surga bersama mereka."

Kosa Kata Asing:

يَستَرعِيهِ (yastar'īhi): diserahi untuk memimpin dan mengatur rakyatnya.

لا يَجْهَد لَهُم (lā yajhadu lahum): tidak berjuang keras (capek) demi kepentingan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan terhadap perbuatan menipu, mengkhianati rakyat dan menelantarkan hak mereka.

2) Di antara bentuk nasihat kepada orang-orang yang Allah serahi urusan rakyat adalah agar dia membawa mereka ke jalan yang mengandung kebaikan mereka di kehidupan akhirat dan kehidupan dunia serta melindungi mereka dari semua yang akan mendatangkan mudarat dalam agama dan dunia mereka. Misalnya: melindungi mereka dari pemikiran-pemikiran sesat dan pintu-pintu setan yang tersebar melalui media informasi. Lalu, adakah yang mengambil pelajaran?!

3/655- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda di dalam rumahku ini,"Ya Allah! Siapa saja yang memegang sebagian urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa saja yang memegang sebagian urusan umatku, lalu ia bersikap lemah lembut kepada mereka, maka perlakukanlah ia dengan lemah lembut."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; siapa yang mempersulit umat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka Allah akan mempersulitnya, tetapi siapa yang bersikap lemah lembut kepada mereka maka Allah akan lembut kepadanya.

2) Antusiasme Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap keselamatan umat Islam sepeninggal beliau dan menampakkan kasih sayang beliau kepada mereka.

3) Sikap lembut yaitu Anda membawa manusia sesuai perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta membawa mereka kepada jalan yang terdekat dan termudah, dan tidak mempersulit mereka dengan mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syariat atau melarang sesuatu yang diiizinkan oleh syariat.

4/656- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Dahulu Bani Isrā`īl dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia akan digantikan oleh nabi yang lain. Namun sungguh tidak ada nabi lagi sesudahku, dan sepeninggalku akan ada khalifah-khalifah dengan jumlah banyak.” (Para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Tunaikanlah baiat yang telah diberikan kepada (khalifah) yang paling pertama kemudian yang berikutnya. Penuhilah hak mereka, dan mintalah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian, karena sesungguhnya Allah akan menanyai mereka tentang apa yang mereka pimpin.”(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ: yaitu nabi-nabi itu diutus kepada mereka lalu mereka memperbaiki keadaan dan memimpin urusan mereka.

أَوْفُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ: tetaplah pada komitmen baiat yang paling pertama serta tunaikan kewajiban taat kepadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Agama Allah -yaitu agama Islam yang tepat untuk semua tempat dan masa- mengandung syariat dan politik. Maka Islam adalah syariat dan politik, sehingga orang yang memisahkan antara politik yang bermanfaat dan syariat Nabi, sebenarnya dia tidak mengerti kerangka syariat dan tujuan besarnya.

2) Pemimpin umat Islam adalah ulama dan umara, dan rakyat harus memiliki seorang pemimpin yang mengurus urusan mereka, membawa mereka kepada jalan yang lurus, dan melindungi mereka dari kejahatan orang-orang yang zalim.

3) Besarnya tanggung jawab seorang pemimpin, yaitu Allah akan menanyainya tentang apa yang telah dia kerjakan dalam kepemimpinannya dan tentang rakyatnya. Maka, silakan dia melihat di mana dia melangkahkan kakinya dalam urusan rakyatnya?!

5/657- 'Ā`iż bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia datang menemui 'Ubaidullah bin Ziyād dan berkata kepadanya, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Sesungguhnya sejelek-jelek pemimpin itu adalah yang kejam.' Maka janganlah engkau menjadi salah seorang dari mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الرِّعاء (ar-ri'ā`), bentuk jamak dari kata "راعٍ" (rā'in).

الحُطَمة (al-ḥuṭamah): yang mematahkan orang, mempersulit dan menyakiti mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bagi orang yang diberikan kekuasaan hendaklah meninggalkan sikap kejam dan zalim dalam urusan kaum muslimin.

2) Kewajiban agar pemimpin bersikap lembut kepada rakyat, di samping dia mempraktikkan sikap tegas, kuat, dan semangat; sehingga dia lembut bukan karena lemah, dan tegas tapi tidak kejam.

3) Sebaik-baik kepemimpinan adalah yang lembut dan mudah, yang dapat mewujudkan tujuan tanpa kekerasan.

6/658- Abu Maryam Al-Azdiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia berkata kepada Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu-: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang diamanahi kekuasaan oleh Allah pada sebagian urusan umat Islam lalu dia menutup diri dari memenuhi kebutuhan dan kemiskinan mereka, maka Allah akan menutup diri dari memenuhi kebutuhan dan kemiskinannya pada hari Kiamat."Kemudian Mu'āwiyah pun menunjuk seseorang untuk mengurus hajat rakyat.(HR. Abu Daud dan Tirmizi)

Kosa Kata Asing:

خَلَّتِهم (khallatihim): kebutuhan dan kemisikinan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; siapa yang menutup dirinya dari memenuhi kebutuhan manusia maka Allah akan menutup diri-Nya darinya pada hari Kiamat.

2) Reaksi cepat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk menjalankan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta menjunjungnya, dan pada mereka terdapat teladan yang baik bagi kita. Maka, wahai saudaraku! Bersemangatlah untuk menjalankan petunjuk Nabi -'alaihiṣ-ṣalātu was-sallām- dan petunjuk sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum-.

 79- BAB PEMIMPIN YANG ADIL

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan."(QS. An-Naḥl: 90)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"... dan berlaku adillah! Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil."(QS. Al-Ḥujurāt: 9)

Pelajaran dari Ayat:

1) Bersikap adil adalah wajib, sedang berbuat kebajikan adalah keutamaan dan tambahan. Termasuk keadilan yang diwajibkan adalah agar kita memberikan semua yang memiliki hak apa yang menjadi haknya.

2) Menganjurkan para pemimpin agar menegakkan keadilan, karena dengan keadilan langit dan bumi menjadi tegak.

1/659- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah -Ta'ālā-, seseorang yang hatinya tertaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah di atasnya, seseorang yang diajak berzina oleh perempuan mulia nan cantik lalu dia mengatakan: aku takut kepada Allah, seseorang yang memberi sedekah lalu dia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu mengucur air matanya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keadilan yang paling besar yaitu agar seorang pemimpin membuat keputusan berdasarkan syariat Allah -Ta'ālā- di atas muka bumi.

2) Besarnya kedudukan pemimpin yang adil; oleh karena itu, di dalam hadis ini dimulai dengan penyebutannya.

Faedah Tambahan:

Naungan Allah ialah naungan Arasy-Nya, berdasarkan riwayat lain dalam hadis ini, "Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan Arasy-Nya ..." (HR. Ahmad). Biasanya riwayat-riwayat dalam hadis Nabi akan saling menjelaskan satu sama lain; apa yang disebutkan secara global di sebagian hadis akan dijelaskan lebih rinci di hadis yang lain.

2/660- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil kelak berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar dari cahaya; yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam keputusan, keluarga serta apa yang mereka pimpin.”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

ما وَلُوا (mā walū): apa yang berada di bawah kekuasaan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan pahala besar bagi orang-orang yang adil dalam keputusan dan keluarganya, serta kekuasaannya baik dalam skala kecil maupun besar.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; manakala keadilan adalah cahaya di dunia, maka Allah akan memberikan balasan berupa cahaya kepada pelakunya pada hari Kiamat.

3/661- 'Auf bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, dan kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka membenci kalian, dan kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Kami bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah kami boleh melawan mereka?" Beliau menjawab, "Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah kalian. Tidak, selama mereka masih menegakkan salat di tengah kalian.”(HR. Muslim)

Sabda beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "تُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ", artinya: kalian mendoakan kebaikan untuk mereka.

Kosa Kata Asing:

نُنَابِذُهُمْ (nunābiżuhum): kami membatalkan bait kepada mereka dan melawan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Para pemimpin terbagi menjadi dua:

- Golongan yang mendapat taufik dan melaksanakan kewajiban mereka, sehingga dia dicintai rakyat dan dia pun mencintai mereka, lalu masing-masing saling mendoakan; mereka itu adalah sebaik-baik pemimpin.

- Golongan pemimpin yang buruk; dia membenci rakyat dan rakyat pun membencinya, dan dia mencela rakyat dan rakyat juga mencelanya.

2) Menganjurkan pada para pemimpin agar berbuat adil kepada rakyat, dan menganjurkan pada rakyat agar taat kepada pemimpin selama bukan dalam perkara maksiat, agar kepentingan mereka dapat tegak dan keakraban di antara mereka dapat terwujud.

4/662- 'Iyāḍ bin Ḥimār -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Penghuni surga itu ada tiga (golongan): penguasa yang adil lagi diberi taufik, orang penyayang yang lembut hatinya kepada setiap kerabat dan setiap muslim, dan orang yang menahan diri dari meminta-minta dan berusaha untuk tidak meminta-minta padahal ia memiliki tanggungan keluarga."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مُقْسِطٌ مُوَفَّق (muqsiṭ muwaffaq): yang adil dan diberi taufik dan petunjuk kepada kebaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemimpin yang Allah -Ta'ālā- inginkan baginya kebaikan adalah yang dibimbing untuk berbuat adil di antara rakyatnya; sehingga keadilan merupakan tanda mendapat taufik.

2) Anjuran untuk memperlakukan semua orang dengan lembut dan santun.

3) Sifat adil, berbuat baik, kasih sayang, dan ifah termasuk akhlak mulia yang akan memasukkan ke dalam surga.

 80- BAB KEWAJIBAN MENAATI PENGUASA PADA SELAIN MAKSIAT, DAN PENGHARAMAN MENAATI MEREKA DALAM KEMAKSIATAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulul-Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu."(QS. An-Nisā`: 59)

Faedah:

Ulul-Amri (para penguasa) terbagi menjadi dua: ulama dan umara.

- Adapun ulama, mereka adalah para pemimpin kaum muslimin dalam menjelaskan agama dan mengajarkannya kepada umat.

- Sedangkan umara, mereka adalah pemimpin kaum muslimin dalam menegakkan agama dan mewajibkan manusia tunduk kepadanya. Umara tidak akan bisa tegak kecuali dengan jalan ulama. Apabila mereka telah mengetahui agama, mereka menegakkannya kepada masyarakat, sehingga tegaklah maslahat pribadi dan umat dengan bimbingan Al-Qur`ān dan kekuatan atau kekuasaan;"Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong." (QS. Al-Furqān: 31)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ketaatan kepada penguasa mengikuti ketaatan kepada agama, bukan ketaatan yang berdiri sendiri. Adapun ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah ketaatan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, dalam ayat tersebut kata kerja "taatilah" diulangi. Allah berfirman,"Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)."

2) Di atas kekuasaan para penguasa terdapat hukum Allah Yang Mahatinggi lagi Mahamulia, sehingga apabila mereka memerintahkan sesuatu yang menyelisihinya maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan menaati mereka.

1/663- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Seorang muslim wajib untuk mendengar dan taat kepada penguasa pada perkara yang ia sukai dan benci, kecuali jika ia diperintahkan kepada maksiat. Apabila ia diperintahkan kepada maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat."(Muttafaq 'Alaih)2/664- Masih dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, "Ketika kami berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mendengar dan taat kepada penguasa, beliau bersabda kepada kami, '(Hal itu) pada perkara yang kalian mampui.'"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang muslim wajib mendengar dan menaati penguasa dalam perkara yang dia sukai dan benci, kecuali bila dia diperintahkan bermaksiat kepada Allah maka tidak ada ketaatan di dalamnya.

2) Salahnya prinsip orang yang mengatakan, "Kami tidak menaati penguasa kecuali pada perkara yang Allah perintahkan," karena dalam ajaran agama telah ditetapkan kewajiban menaati mereka di seluruh perkara selain maksiat sesuai kemampuan dan juga karena ketidaktaatan terhadap mereka biasanya menimbulkan kerusakan besar.

Faedah Tambahan:

Perintah penguasa terbagi menjadi tiga:

Pertama: mereka memerintahkan apa yang diperintahkan oleh Allah; di sini mereka wajib ditaati dari dua sisi:

Sisi pertama: karena ini merupakan perkara yang diperintahkan oleh Allah. Sisi kedua: karena mereka diperintahkan dengan hal itu.

Kedua: mereka memerintahkan kemaksiatan kepada Allah; di sini tidak diperbolehkan mendengar dan menaati mereka dalam kemaksiatan ini, tetapi kita tetap menaati mereka dalam perkara yang lain.

Ketiga: ketika mereka memerintahkan perkara yang tidak mengandung perintah maupun larangan dari agama; mereka wajib ditaati karena ketaatan akan mendatangkan kebaikan, persatuan, dan rahmat.

3/665- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang yang menarik tangan dari ketaatan, kelak pada hari Kiamat dia akan bertemu Allah dalam keadaan tidak memiliki hujah. Siapa yang mati dalam keadaan tidak memiliki baiat di lehernya, maka dia mati dengan kematian jahiliah."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, "Siapa yang yang mati dalam kondisi meninggalkan jemaah umat Islam, sesungguhnya dia mati dengan kematian jahiliah." Kata "المِيتَة" (al-mītah), dengan mengkasrahkan "mīm".

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban untuk tetap bersama jemaah umat Islam, tidak membatalkan baiat kepada pemimpin mereka, serta keharaman memberontak kepada penguasa yang sah.

2) Besarnya kedudukan baiat disebabkan karena besarnya maslahat yang ada di dalamnya, dan peringatan keras dari membatalkannya disebabkan karena besarnya kerusakan yang terkandung di dalamnya.

4/666- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dengar dan taatlah, walaupun orang yang dipercayakan untuk memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya asal Ḥabasyah (Etiopia), yang kepalanya seperti kismis."(HR. Bukhari)5/667- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah engkau mendengar dan taat kepada pemimpin, baik dalam keadaan sulit atau lapang, baik dalam keadaan rida ataupun benci, dan saat ia lebih mengutamakan dirinya daripada hakmu."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ: kepalanya seperti kismis, yaitu berambut keriting.

أَثرَةٍ عَلَيْكَ: lebih mengutamakan diri dalam perkara dunia dan tidak memberikan hak yang wajib.

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia wajib mendengar dan taat kepada penguasa tanpa melihat warna kulit dan etnisnya.

2) Istikamah di dalam mendengar dan taat walaupun dalam kondisi penguasa yang muslim tidak menunaikan hak rakyat, sehingga perihal penguasa lebih mementingkan dirinya tidak boleh menjadi penghalang dari mendengar dan taat kepada mereka.

6/668- Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, Dahulu kami sedang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu perjalanan, kemudian kami berhenti di satu tempat persinggahan; sebagian kami memperbaiki kemahnya, sebagian berlatih memanah, dan sebagian yang lain menggembalakan hewan kendaraannya. Tiba-tiba seorang penyeru utusan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berseru, "Aṣ-ṣalātu jāmi'ah (Mari salat berjemaah)!" Kemudian kami semua berkumpul menuju Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda,"Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku, melainkan dia wajib menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui (bermanfaat) untuk mereka dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui (berbahaya) untuk mereka. Sesungguhnya keselamatan umat kalian ini diberikan di permulaannya, kemudian di akhirnya akan ditimpa ujian dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Akan datang fitnah-fitnah sebagiannya meringankan yang lain. Satu fitnah datang, dan orang mukmin berkata, 'Inilah sebab kebinasaanku.' Kemudian fitnah itu lenyap. Setelahnya fitnah lain datang, lalu orang mukmin berkata, 'Inilah sebab kebinasaanku.' Siapa yang yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah kematian datang kepadanya sedangkan dia beriman kepada Allah dan hari akhir dan agar dia memperlakukan manusia sebagaimana dia berharap diperlakukan. Siapa yang yang membaiat seorang imam, lalu memberikan uluran jabat tangannya dan buah hatinya, hendaklak dia taat kepadanya bila mampu. Jika ada orang lain yang berusaha merebut kekuasaannya, maka tebaslah batang leher orang yang terakhir ini!"(HR. Muslim)Perkataan Abdullah bin 'Amr: "يَنْتَضِلُ" (yantaḍil), artinya: berlatih memanah.الجَشَرُ (al-jasyar), dengan memfatahkan "jīm" dan "syīn", setelahnya "rā`", yaitu: hewan yang mencari rumput dan menginap di tempatnya (tidak pulang).Perkataan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "يُرَقِّقُ بعضُهَا بَعْضاً", artinya: sebagiannya menjadikan yang lain terasa ringan; maksudnya: menjadikannya ringan karena yang setelahnya lebih berat, sehingga fitnah yang kedua menjadikan yang pertama terasa ringan.Sebagian berkata, maksudnya bahwa sebagiannya memancing untuk melakukan yang lain dengan mempercantik dan memperdayanya.Yang lain mengatakan, maksudnya bahwa sebagiannya mirip dengan yang lain.

Kosa Kata Asing:

خِباءَه (khibā`ahu): tempat berlindung seseorang yang terbuat dari bulu unta, bulu kambing, atau bulu domba.

فَأعطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ: memberikan jabat tangan. Dahulu, hal ini merupakan kebiasaan bangsa Arab ketika melakukan jual beli, kemudian digunakan dalam akad baiat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan prinsip para nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- dalam hal antusias untuk membimbing umat mereka kepada kebaikan serta memberi nasihat kepada kaum mereka.Demikian juga para ulama dan penuntut ilmu, mereka wajib menjelaskan dan menganjurkan kebaikan kepada manusia serta menjelaskan dan mengingatkan keburukan terhadap mereka.

2) Seorang mukmin wajib bersabar, mengharapkan pahala, senantiasa kembali kepada Allah -'Azza wa Jalla-, dan memohon perlindungan kepada-Nya ketika berada di masa fitnah.

3) Kewajiban taat kepada penguasa serta memerangi kelompok yang memberontak kepada pemimpin yang sah demi menjaga persatuan umat Islam dan tidak memecah belah kalimat mereka.

7/669- Abu Hunaidah Wā`il bin Ḥujr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Salamah bin Yazīd Al-Ju‘fiy pernah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, “Wahai Nabi Allah! Kabarkanlah kepada kami, jika kami dipimpin oleh para pemimpin yang menuntut kepada kami hak mereka tetapi mereka tidak menunaikan hak kami, apakah yang engkau perintahkan kepada kami?” Namun beliau berpaling darinya. Lalu dia bertanya (lagi) kepada beliau, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab,"Dengar dan taatlah! Mereka bertanggung jawab terhadap semua kewajiban yang dibebankan kepada mereka, dan kalian hanya bertanggung jawab dengan kewajiban yang kalian dibebani padanya."(HR. Muslim)8/670- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya akan ada sepeninggalku penguasa-penguasa yang mementingkan dirinya serta perkara-perkara yang kalian ingkari." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa yang engkau perintahkan kepada yang mendapatkan hal itu di antara kami?" Beliau menjawab,"Tunaikanlah hak yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap orang bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri dan akan dihukum karena kelalaiannya. Sehingga kesalahan tidak dihadapi dengan kesalahan semisalnya, yaitu dalam hal ini kelalaian penguasa muslim dalam kewajiban mereka tidak melegalkan bagi rakyat untuk melalaikan kewajibannya!

2) Berita dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang apa yang akan diperbuat oleh para pemimpin dan penguasa berupa perkara-perkara mungkar dalam agama Allah, sehingga kita wajib menasihati mereka serta bersabar atas perbuatan buruk mereka.

3) Tidaklah kemungkaran yang dilakukan oleh para penguasa kecuali sebagai potret perbuatan rakyat mereka; karena "seperti apa kalian, seperti itulah kalian diberi penguasa";"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)9/671- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menaatiku, sungguh dia telah menaati Allah. Namun siapa yang mendurhakaiku, sungguh dia telah mendurhakai Allah. Siapa yang menaati pemimpinnya, maka dia telah menaatiku. Namun siapa yang mendurhakai pemimpinnya, maka dia telah mendurhakaiku."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, sehingga apabila beliau memerintahkan sesuatu maka itu adalah syariat dari Allah -Tabarāka wa Ta'ālā-.

2) Ketaatan kepada penguasa muslim merupakan bagian dari ketaatan kepada agama, sehingga ketaatan kepada mereka hukumnya wajib kecuali dalam perkara kemaksiatan kepada Allah. Ketaatan kepada mereka dalam hal yang makruf adalah ibadah kepada Allah yang akan mendatangkan pahala bagi seorang hamba.

10/672- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang tidak menyukai sesuatu pada pemimpinnya hendaklah ia bersabar, sebab orang yang keluar sejengkal dari ketaatan kepada penguasa, maka dia mati dengan kematian jahiliah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang keluar dari barisan jemaah umat Islam maka hatinya sangat dekat dari penyimpangan, sehingga maksiat tersebut akan menjadi sebab kesesatannya, lalu dia mati dengan kematian jahiliah, karena masyarakat jahiliah tidak memiliki imam maupun amir yang menyatukan mereka di atas ketaatan.

2) Tidak diperbolehkan membatalkan baiat yang telah diberikan kepada penguasa, dan kita tidak diperbolehkan berbicara di tengah masyarakat dengan sesuatu yang menyulut kebencian dan kemarahan kepada mereka, karena keburukan tidak dilawan dengan keburukan, tetapi lawanlah keburukan dengan kebaikan dan kesabaran, dan ujung dari kesabaran pasti terpuji.

11/673- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menghina penguasa, pasti Allah menghinakannya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Di tema bab ini terdapat banyak sekali hadis yang ada dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, sebagiannya telah disebtukan pada beberapa bab sebelumnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang menghina penguasa muslim dengan menyebarkan kekurangannya di tengah masyarakat, mencela dan mempermalukannya, maka dia terancam akan dihinakan oleh Allah -'Azza wa Jalla-, karena balasan yang didapat akan setimpal dengan perbuatan.

2) Menghina penguasa muslim akan menyebabkan wibawanya lemah, selanjutkan akan menyebabkan lemahnya penghormatan terhadap ajaran syariat, karena mengamalkan ajaran syariat adalah wujud mengukuhkan perkara-perkara yang disyariatkan, termasuk ketaatan kepada penguasa.

 81- BAB LARANGAN MEMINTA JABATAN, DAN MEMILIH MENINGGALKAN JABATAN BILA MASIH ADA ORANG LAIN ATAU TIDAK ADA KEPENTINGAN PADANYA

Allah -Ta'āla- berfirman,"Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan tinggi dan kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa."(QS. Al-Qaṣaṣ: 83)

Pelajaran dari Ayat:

1) Larangan meminta jabatan bila dia memiliki tujuan yang buruk, misalnya ingin lebih tinggi di atas orang lain dan menguasai mereka sehingga dia bisa memerintah dan melarang dengan tidak benar.

2) Orang yang bertakwa akan mendapatkan kesudahan yang baik di dunia dan akhirat.

7/674- Abu Sa'īd Abdurrahman bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Wahai Abdurrahman bin Samurah! Janganlah engkau meminta jabatan; karena apabila engkau diberi jabatan tanpa meminta, maka engkau akan ditolong dalam melaksanakannya, tetapi apabila engkau diberi jabatan itu karena memintanya, maka engkau akan diserahkan kepadanya (tidak ditolong). Apabila engkau telah bersumpah terkait sesuatu, lalu engkau melihat yang lain lebih baik, maka kerjakanlah yang lebih baik itu dan bayarlah kafarat untuk sumpahmu."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk sikap warak dan agamais adalah tidak meminta kedudukan dan jabatan, karena orang yang memintanya akan diserahkan seluruh urusannya pada dirinya sendiri, bukan pada pertolongan Tuhannya.

2) Orang yang diberi jabatan tanpa meminta ataupun menginginkannya, maka Allah akan menolongnya dalam menunaikan tanggung jawab tersebut.

2/675- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Wahai Abu Żarr! Sesungguhnya aku melihatmu orang yang lemah, dan aku menginginkan untukmu seperti yang aku inginkan untuk diriku. Jangan sekali-kali engkau menjadi pemimpin atas dua orang (sekalipun), dan jangan pula engkau mengurus harta anak yatim!"(HR. Muslim)3/676- Masih dari Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau memberiku sebuah jabatan?" Maka Rasulullah menepuk pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda,"Wahai Abu Żarr! Sesungguhnya engkau orang yang lemah dan jabatan itu amanah. Sesungguhnya jabatan itu pada hari Kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mampu mengambilnya secara benar dan memenuhi kewajibannya terkait jabatan itu."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang memegang jabatan harus kuat dan amanah, sebagaimana dalam ayat; "Sesungguhnya orang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” (QS. Al-Qaṣaṣ: 26). Bila tidak ada orang yang memenuhi semua kriteria tersebut secara lengkap, maka jabatan itu diberikan kepada yang paling berhak.

2) Besarnya tanggung jawab jabatan, karena ia merupakan amanah besar dan tanggung jawab yang berisiko, sehingga orang yang mendudukinya harus memperhatikannya dengan benar dan tidak berkhianat kepada perintah Allah di dalamnya.

3) Kewajiban seorang muslim untuk menasihati saudaranya jika dia melihatnya memiliki kekurangan atau kelemahan dalam melakukan tanggung jawabnya; lihatlah wasiat dan nasihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- supaya dia menjauhi jabatan!

4/677- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan, padahal kekuasaan itu akan menjadi penyesalan pada hari Kiamat."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ambisi kepada jabatan, cinta pangkat dan kedudukan akan merusak agama seseorang.

2) Orang yang berakal adalah yang melihat pada kesudahan perkara di dunia dan akhirat lalu meninggalkan semua yang akan membahayakan akhiratnya.

 82- BAB ANJURAN KEPADA PENGUASA, HAKIM, DAN PEMEGANG KEKUASAAN LAINNYA SUPAYA MENGANGKAT PEMBANTU YANG SALEH DAN MENGINGATKAN MEREKA DARI TEMAN YANG BURUK DAN DARI MENERIMA MASUKAN MEREKA

Allah -Ta'āla- berfirman,"Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa."(QS. Az-Zukhruf: 67)

Pelajaran dari Ayat:

1) Semua yang diniatkan karena Allah -Ta'ālā- akan kekal, dan yang diniatkan karena selain Allah akan sirna. Sebab itu, orang-orang yang saling berteman dan mencintai di dunia ini atas dasar kepentingan duniawi pada hari Kiamat akan saling bermusuhan.

2) Kabar gembira besar bagi orang-orang yang saling mencintai secara tulus. Sebab itu, orang yang beriman harus berusaha menjadi bagian dari mereka.

1/678- Abu Sa'īd Al-Khudriy dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi dan mengangkat seorang khalifah melainkan dia mempunyai dua kelompok orang kepercayaan; yaitu orang kepercayaan yang menyuruh dan memotivasinya kepada yang makruf dan orang kepercayaan yang menyuruh dan memotivasinya kepada kejahatan. Sedangkan orang yang terlindungi adalah yang dijaga oleh Allah."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

بِطانة (biṭānah): kelompok orang pembantu, pilihan, dan kepercayaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia itu antara menjadi penyeru ke jalan Allah yang mengajak dan mendorong orang lain kepada yang makruf serta melarang dan mengingatkan orang lain dari kemungkaran, atau menjadi penyeru ke jalan setan dan kelompoknya. Maka, hendaklah orang yang diberi taufik melihat jalan yang paling lurus!!

2) Orang yang menjadikan cahaya ilmu dan iman sebagai panduan kemudian menerapkan agama Allah, dia akan diberi petunjuk oleh Allah dengan karunia-Nya serta dilindungi dari keburukan dirinya dan dari tipu daya setan dan kelompoknya.

Faedah Tambahan:

Penyebab munculnya hadis ini adalah bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama Abu Bakar dan Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- datang berkunjung ke rumah Abul-Haiṡam bin At-Tīhān Al-Anṣāriy, lalu mereka makan dan minum di sana. Tatakala mereka telah selesai, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepadanya, "Apakah engkau memiliki pembantu?" Abul-Haiṡam menjawab, "Tidak." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, "Bila telah ada tawanan yang datang, datanglah ke kami." Setelah itu ada dua orang tawanan dibawa kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tidak lebih. Maka Abul-Haiṡam datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau berkata, "Silakan pilih di antara keduanya." Dia menjawab, "Ya Rasulullah! Pilihkanlah untukku." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang yang dimintai pendapat adalah orang yang dipercayai. Ambillah yang ini, karena aku melihatnya mengerjakan salat. Kemudian berbuat baiklah kepadanya." Istrinya berkata, "Engkau tidak akan sampai melaksanakan apa yang diwasiatkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara sempurna, kecuali engkau memerdekakannya." Abul-Haiṡam berkata, "Kalau begitu, dia telah merdeka." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi dan mengangkat seorang khalifah melainkan dia memiliki dua kelompok orang kepercayaan..." dst.

Redaksi hadis ini menggunakan lafal yang umum tentang orang kepercayaan para nabi dan khalifah, sedangkan peristiwa yang melatarbelakangi penyampaian hadis ini adalah tentang urusan rumah tangga, karena ketika urusan rumah tangga baik maka kebaikan akan merembet ke semua masyarakat, dan pada akhirnya urusan umat pun akan ikut baik. Sebab itu, seorang laki-laki wajib bersikap cerdas dalam memilih pasangan yang salehah, karena pasangan adalah orang kepercayaan yang akan mengajaknya kepada yang makruf dan melarangnya dari yang mungkar. Wallāhu a'lam.

2/679- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang penguasa, maka Allah akan memberinya ajudan (menteri) yang jujur. Ajudan itu akan mengingatkannya jika dia lupa dan akan membantunya ketika dia ingat. Tetapi, apabila Allah menghendakinya selain itu, maka Allah akan memberinya ajudan (menteri) yang buruk. Ajudan itu tidak mengingatkannya ketika dia lupa dan tidak membantunya ketika dia ingat."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid sesuai syarat Imam Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perintah mengangkat pembantu (menteri) yang tulus, dan hal itu termasuk tanda diinginkannya kebaikan bagi seorang penguasa.

2) Mengingatkan para penguasa dari para pendamping yang buruk karena akan menjadi sebab adanya kerusakan dan kezaliman.

3) Anjuran untuk mendekatkan orang-orang yang baik dan saleh serta menjauhkan orang-orang yang buruk dan khianat, karena seorang pemimpin tidak akan memiliki orang dekat yang saleh kecuali bila dia mendekatkan mereka pada dirinya.

 83- BAB LARANGAN MENYERAHKAN KEPEMIMPINAN, JABATAN HAKIM, DAN BENTUK KEKUASAAN LAINNYA KEPADA ORANG YANG MEMINTANYA SECARA LANGSUNG ATAUPUN YANG MENGINGINKANNYA LALU MEMINTANYA SECARA TIDAK LANGSUNG

1/680- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku masuk menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama dua orang sepupuku. Lantas salah satu mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah! Angkatlah kami untuk memimpin sebagian kekuasaan yang Allah -'Azza wa Jalla- berikan kepadamu." Yang lain juga mengatakan ucapan yang sama seperti itu. Maka beliau bersabda,"Demi Allah! Sungguh kami tidak akan menyerahkan pekerjaan (jabatan) ini kepada orang yang memintanya atau yang berambisi mengejarnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemimpin tidak boleh mengangkat seseorang pada sebuah jabatan yang dia minta atau dia inginkan, karena hal itu menunjukkan bahwa dia meminta kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam urusan kepemimpinan yang sesuai syariat, bahwa kebaikan bagi umat dalam urusan pemimpin dan rakyat harus diambil dari cahaya kenabian serta mencukupkan diri dengannya dari yang lain.

Faedah Tambahan:

Apa alasan tepat yang mesti kita berikan tentang permintaan Yusuf -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- kepada sang raja;"Berkata Yusuf, 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.'"(QS. Yūsuf: 55)?Bukankah Yusuf dalam ayat ini meminta jabatan?

Para ulama telah menjawabnya dengan beberapa jawaban, yang paling penting adalah:

Pertama: jika syariat agama sebelum kita menyelisihi agama kita, maka yang menjadi pegangan adalah syariat agama kita, sesuai dengan kaidah: syariat nabi sebelum kita tidak menjadi syariat bagi kita jika syariat kita datang menyelisihinya.

Kedua: jawaban ini yang lebih bagus, yaitu bahwa Yusuf -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- melihat harta kekayaan negara tidak terurus dan disia-siakan, maka dia ingin menyelamatkan negeri dan rakyat dari manajemen kekayaan yang buruk. Tujuannya meminta hal itu adalah untuk menghilangkan manajemen yang buruk dalam kepemimpinan. Ini adalah tujuan besar dan cita-cita mulia. Di antara dalil kebolehannya adalah hadis 'Uṡmān bin Abil-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- ketika dia berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Jadikanlah aku sebagai imam bagi kaumku." Maksudnya menjadi imam dalam salat. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Engkau menjadi imam mereka." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabulkan permintaannya karena beliau tahu dia pantas menjadi imam. Sehingga seorang pemimpin wajib melihat latar belakang seseorang ketika meminta jabatan, kemudian memberikan keputusan berdasarkan pandangan yang akan mendatangkan manfaat paling besar, karena "tindakan seorang pemimpin pada rakyatnya tergantung pada maslahat".

 KITAB ADAB

 84- BAB SIFAT MALU DAN KEUTAMAANNYA SERTA ANJURAN UNTUK BERPERANGAI DENGANNYA

Faedah:

Adab adalah kumpulan akhlak yang digunakan oleh seseorang untuk menghias dirinya, sehingga adab adalah perhiasan batin bagi seseorang.

Sifat malu adalah sebuah sifat dalam jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan apa yang menjadikan dirinya indah dan bagus serta meninggalkan yang menjadikan dirinya kotor dan buruk. Sifat malu merupakan bagian dari iman.

1/681- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati seseorang yang sedang menasihati saudaranya supaya tidak malu, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Biarkan dia, karena sifat malu bagian dari iman."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَعِظُ أَخَاهُ في الحَيَاءِ: melarang saudaranya dan memarahinya karena suka malu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sifat malu akan mencegah pemiliknya dari perbuatan maksiat. Sebab itu, seorang muslim harus menghias diri dengan akhlak malu dan beradab, baik terhadap Allah -Ta'ālā- ataupun terhadap sesama manusia.

2) Kewajiban mengajak kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar serta tidak menunda memberi nasihat dari waktunya.

2/682- 'Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sifat malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain: "Sifat malu itu adalah kebaikan seluruhnya." Atau beliau bersabda, "Sifat malu seluruhnya adalah kebaikan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran supaya berakhlak dengan akhlak malu, karena sifat malu akan mendatangkan kebaikan bagi pribadi dan masyarakat lantaran ia menuntut untuk mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.

2) Sifat malu yang merupakan kebaikan tidak akan menghalangi dari menyampaikan kebenaran dan mengamalkannya.

3/683- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Iman itu terdiri dari tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan 'Lā ilāha illallāh', dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan sifat malu adalah salah satu cabang dari iman."(Muttafaq 'Alaih)

الْبِضْعُ (al-biḍ'u), dengan mengkasrahkan "bā`", dan boleh juga difatahkan, yaitu: bilangan dari tiga hingga sepuluh. الشُّعْبَةُ (asy-syu'bah) artinya: bagian dan cabang.

الإماطَةُ (al-imāṭah): menghilangkan, menyingkirkan.الأذَىٰ (al-ażā): semua yang mengganggu, seperti batu, duri, lumpur, abu, kotoran, dan yang semisalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Iman terdiri dari banyak cabang dan telah dijelaskan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara rinci supaya manusia berjuang untuk mengetahui dan mengamalkannya, dan iman seseorang akan bertambah sesuai dengan tingkat perealisasian cabang-cabang iman ini secara pengetahuan dan pengamalan.

2) Keutamaan kalimat tauhid karena merupakan cabang iman yang paling agung.

3) Sifat malu bagian dari cabang iman dan masuk dalam kumpulan adab, sehingga hal ini menunjukkan bahwa merealisasikan adab merupakan bagian dari cabang iman.

Faedah Tambahan:

Sifat malu yang merupakan cabang iman terdiri dari:

- Malu kepada Allah; yang akan mendorong hamba untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.

- Malu kepada manusia; yang akan mendorong hamba untuk menjaga sifat muruah, mengerjakan semua yang akan menjadikan dirinya indah dan bagus, dan menjauhi semua yang akan menjadikan dirinya buruk dan kotor.

4/684- Abu Sa'īd al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih pemalu dari seorang gadis di kamar pingitannya. Jika beliau melihat sesuatu yang tidak beliau sukai, kami dapat mengetahuinya di wajah beliau."(Muttafaq 'Alaih)

Para ulama mengatakan bahwa hakikat sifat malu adalah sebuah akhlak yang mendorong seseorang untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan mencegah dari kelalaian dalam menunaikan hak orang yang memiliki hak. Kami meriwayatkan dari Abul-Qāsim Al-Junaid -raḥimahullāh- bahwa dia berkata, "Sifat malu adalah melihat nikmat dan melihat kelalaian, sehingga akan lahir di antara keduanya sebuah kondisi yang disebut malu."

Kosa Kata Asing:

الْعَذْرَاءِ (al-'ażrā`): gadis yang belum menikah.

خِدْرِها (khidrihā): sebuah tempat di dalam rumah yang diberikan tirai. Ia biasa dijadikan sebagai perumpamaan dalam hal menutup diri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba hendaknya meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sifat malu karena malu adalah akhlak mulia.

2) Malu yang menghalangi seseorang dari bertanya tentang hal yang wajib ditanyakan adalah malu yang tercela dan tidak pantas kita sebut sebagai malu, tetapi itu adalah sifat penakut, lemah, dan tipu daya setan.

 85- BAB MENJAGA RAHASIA

Allah -Ta'āla- berfirman,"Penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isrā`: 34)

Faedah:

Rahasia adalah hal yang terjadi secara tersembunyi antara Anda dengan teman Anda. Anda tidak diperbolehkan menyebarkan rahasia ini dan menyampaikannya kepada orang lain, baik dia memesankan hal tersebut kepada Anda secara lisan, dengan mengatakan, 'Jangan kabari orang lain', atau hal itu diketahui dari indikasi perbuatannya, seperti dia menyampaikannya sambil menoleh ke kanan atau kiri karena khawatir ada orang lain yang ikut mendengarnya, karena makna dari tolehannya itu bahwa dia tidak mau ada orang lain yang tahu. Atau bisa juga diketahui dari indikasi keadaan, misalnya apa yang diceritakannya itu merupakan perkara yang mendatangkan rasa malu atau khawatir ketika disebutkan. Pada semua kondisi ini Anda tidak boleh menyampaikan dan menyebarkan rahasia itu.

Pelajaran dari Ayat:

1) Wajib hukumnya memenuhi semua syarat yang dibuat oleh manusia dalam semua akad, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

2) Menjaga rahasia termasuk janji yang diperintahkan agar dijaga oleh hamba.

1/685- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya dan istrinya pun menggaulinya, kemudian dia menyebarkan rahasia istrinya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أشَرِّ (asyarr), kata ini termasuk kata yang jarang dipakai, karena yang masyhur adalah dengan menghilangkan hamzah, yaitu "شَرِّ" (syarr).

يُفضي (yufḍī): kiasan tentang jimak dan cumbuannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib hukumnya merahasiakan keadaan rumah tangga dan urusan ranjang karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang suci dan terhormat.

2) Di antara prinsip bergaul antara suami istri adalah menjaga lenggengnya hubungan antara suami dan istri.

2/686- Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata ketika putrinya, Ḥafṣah, ketika dia menjanda, "Aku bertemu dengan Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu- lalu aku menawarkan Ḥafṣah kepadanya. Aku berkata, 'Jika engkau berkenan, maukah aku nikahkan engkau dengan Ḥafṣah binti Umar?' Dia menjawab, 'Saya akan pikirkan terlebih dahulu.' Setelah menunggu beberapa malam, Uṡmān menemuiku dan berkata, 'Telah tampak bagiku, bahwa aku tidak akan menikah hari-hari ini.' Kemudian aku bertemu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- dan mengatakan, 'Jika engkau berkenan, maukah aku nikahkan engkau dengan Ḥafṣah binti Umar?' Tetapi Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- hanya terdiam dan tidak menjawab apa pun. Saat itu aku pun marah kepadanya lebih daripada marahku kepada Uṡmān. Beberapa malam pun berlalu, kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melamarnya, lalu aku pun menikahkannya dengan beliau. Kemudian Abu Bakar bertemu denganku dan dia berkata, 'Apakah engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Ḥafṣah kepadaku dan aku tidak memberimu jawaban apa pun?' Aku pun menjawab, 'Ya.' Dia berkata, 'Sesungguhnya tidak ada yang mengahalangiku untuk menjawab tawaranmu kepadaku melainkan karena aku telah mengetahui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menyebutnya (Ḥafṣah), dan aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seandainya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meninggalkannya, tentu aku sudah menerimanya.'"(HR. Bukhari)Kata "تَأَيَّمَتْ" (ta`ayyamat) artinya: menjadi janda, tidak lagi memiliki suami, yaitu dia ditinggal mati oleh suaminya -raḍiyallāhu 'anhu-.وَجَدْتَ (wajadta): Anda marah.

Kosa Kata Asing:

تأيَّمت (ta`ayyamat): dijelaskan oleh An-Nawawī -raḥimahullāh-, yaitu menjadi janda, tidak lagi memiliki suami. Suaminya ialah Khunais bin Ḥużāfah As-Sahmiy, saudara Abdullah bin Ḥużāfah -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia termasuk salah satu sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan dia meninggal di Madinah akibat luka yang dialaminya ketika perang Uhud.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh menawarkan putrinya atau saudarinya untuk dinikahkan kepada orang baik dan saleh karena akan mendatangkan manfaat kepada semua.

2) Keutamaan menyimpan rapat-rapat suatu rahasia, jika kemudian hal itu diperlihatkan oleh pemiliknya maka tidak ada salah bagi orang yang mendengar untuk menceritakannya.

3) Adanya rasa marah tidak boleh merusak hubungan saling mencintai, dan dianjurkan untuk menerima alasan orang yang menyampaikan uzurnya.

3/687- Aisyah -raḍiyyallāhu 'anhā- meriwayatkan: Ketika istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang bersama beliau, Fatimah -raḍiyyallāhu 'anhā- datang dengan berjalan, cara berjalannya sedikit pun tidak berbeda dari cara berjalan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Saat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihatnya, beliau pun menyambutnya dan berkata, "Selamat datang, putriku." Selanjutnya beliau mendudukkannya di samping kanan beliau atau di samping kiri beliau. Kemudian beliau membisikkan sesuatu kepadanya sehingga dia menangis tersedu-sedu. Ketika melihat kesedihannya, maka sekali lagi Rasulullah membisikkan sesuatu kepadanya sehingga ia tertawa. Maka aku berkata kepada Fatimah, "Sesungguhnya Rasulullah - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berbisik kepadamu secara khusus tanpa istri-istrinya, kemudian engkau menangis?!" Setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pergi, aku bertanya kepada Fatimah, "Apa yang telah dikatakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadamu?" Dia menjawab, "Aku tidak akan menyebarkan rahasia Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam - meninggal dunia, aku berkata (kepada Fatimah), "Aku bersumpah kepadamu disebabkan karena hakku padamu, tentang apa yang telah dibisikkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadamu dulu waktu engkau tidak mau menjelaskannya kepadaku." Fatimah menjawab, "Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika Rasulullah membisikkan sesuatu kepadaku untuk yang pertama kali, beliau memberitahukan bahwasanya Jibril mengulangi bacaan Al-Qur`ān kepada beliau pada setiap tahun sebanyak satu atau dua kali, dan pada tahun ini Jibril melakukannya sebanyak dua kali. Beliau berkata, 'Sungguh aku tidak melihat ajalku kecuali telah dekat. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah! Sesungguhnya sebaik-baik pendahulumu adalah aku.' Maka aku pun menangis seperti yang engkau dahulu lihat. Kemudian ketika Rasulullah melihat kesedihanku, beliau pun berbisik kepadaku untuk kedua kalinya. Beliau bersabda, 'Hai Fatimah! Tidakkah engkau rida menjadi pemimpin para wanita orang-orang mukmin atau pemimpin para wanita umat ini?' Lalu aku pun tertawa seperti yang dahulu engkau lihat."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Kosa Kata Asing:

يُعارِضُه القرآن: mengulang bacaan Al-Qur`ān kepada beliau.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan Fāṭimah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa dia adalah pemimpin para wanita umat ini.

2) Anjuran menyimpan rahasia dan tidak menyebarkannya hingga penghalang dari merahasiakannya hilang. Seperti inilah yang dilakukan wanita suci putri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini, ia telah menjaga rahasia Rasulullah sepanjang umur beliau.

3) Boleh menangis yang tidak disertai teriakan, ratapan, dan memukul pipi, karena tangis adalah rahmat yang Allah berikan ke dalam hati hamba-Nya yang beriman.

4) Boleh mengucapkan kata "selamat datang" dan ucapan-ucapan selamat lainnya, tetapi yang paling utama adalah ucapan "As-salāmu 'alaikum".

4/688- Ṡābit meriwayatkan dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah datang kepadaku saat aku bermain dengan anak-anak kecil. Beliau mengucapkan salam kepada kami lalu mengutusku untuk suatu keperluan, sehingga aku terlambat pulang kepada ibuku. Saat aku datang, ibuku bertanya, "Apa yang membuatmu terlambat?" Aku menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengutusku untuk satu keperluan." Dia bertanya, "Apa keperluan beliau itu?" Aku menjawab, "Itu rahasia." Dia berkata, "Janganlah engkau sekali-kali memberitahukan rahasia Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada seseorang!"

Anas berkata, "Demi Allah! Seandainya aku akan menceritakan rahasia itu kepada seseorang, niscaya aku menuturkannya kepadamu, wahai Ṡābit."(HR. Muslim, sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari secara ringkas).

Pelajaran dari Hadis:

1) Indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tawaduk beliau; beliau dengan kedudukan mulianya di sisi Allah dan di tengah manusia tetap bersikap tawaduk, bahkan beliau sampai mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain!

2) Indahnya pendidikan Ummu Sulaim kepada putranya -semoga Allah meridai mereka berdua-; yaitu ketika dia berpesan kepada Anas, "Jangan sekali-kali engkau memberitahukan rahasia Rasulullah kepada seseorang" sebagai bentuk dukungan dan peneguhan. Lalu, di manakah para ibu generasi hari ini dalam mendidik mereka?!

3) Seseorang tidak boleh bagi menyebarkan rahasia orang tertentu, sekalipun kepada ibu dan ayahnya serta manusia yang paling dekat kepadanya.

 86- BAB MEMENUHI PERJANJIAN DAN MENUNAIKAN JANJI

Allah Ta'āla berfirman,"Penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isrā`: 34)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji."(QS. An-Naḥl: 91)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji."(QS. Al-Mā`idah: 1)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."(QS. Aṣ-Ṣaff: 2-3)

Faedah:

Perjanjian adalah suatu kesepakatan yang diberikan seseorang kepada pihak lain, dan itu terbagi dua:

- Perjanjian bersama Allah -'Azza wa Jalla-; yaitu untuk merealisasikan tauhid yang merupakan hak Allah pada hamba. Allah telah mengambil janji pada semua hamba-Nya agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.

- Perjanjian bersama hamba Allah; yaitu untuk menunaikan hak, di antaranya kesepakatan transaksi di antara sesama manusia berupa jual beli, pernikahan, gadai, titipan, dan semisalnya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Memenuhi perjanjian termasuk amanah yang akan ditanyakan kepada hamba pada hari Kiamat.

2) Ketika seseorang menyepakati sebuah janji kepada saudaranya kemudian tidak memenuhinya maka dia telah mengucapkan sesuatu yang tidak dikerjakan; Allah membenci orang yang sifatnya seperti ini dan mencintai orang-orang yang memenuhi janji bila membuat janji.

1/689- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tanda orang munafik ada tiga; berdusta apabila berbicara, ingkar janji apabila berjanji, dan berkhianat apabila diberi amanat."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain ditambahkan: "... sekalipun dia berpuasa, menunaikan salat, dan mengaku sebagai muslim."

2/790- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada empat perkara, siapa yang keempat perkara itu ada padanya maka dia seorang munafik secara utuh, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat perkara itu maka dalam dirinya terdapat satu perangai kemunafikan hingga dia meninggalkannya, yaitu; berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dusta, ingkar janji, mengkhianati amanah, tidak memenuhi perjanjian, dan keluar dari kebenaran apabila berdusta, semuanya adalah tanda-tanda orang munafik yang dikabarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam rangka mengingatkan dan melarangnya.

2) Orang beriman wajib menentukan waktu berjanji kemudian mengontrolnya dan memenuhinya, karena ingkar janji termasuk sifat orang munafik. Betapa banyak di antara kita orang yang melalaikan janjinya, akhirnya berbagai maslahat menjadi hilang, berbagai kerusakan datang, dan urusan menjadi kacau.

3/691- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, "Seandainya harta dari negeri Baḥrain telah sampai, aku pasti memberikanmu sekian, sekian dan sekian." Namun harta dari Baḥrain tidak kunjung datang hingga Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat. Ketika harta dari Baḥrain datang, Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- memerintahkan seorang penyeru lalu berseru, "Siapa yang pernah dijanjikan sesuatu atau dihutangi oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hendaklah menemui kami." Maka aku menghadap kepadanya dan mengatakan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berkata kepadaku begini dan begini. Abu Bakar kemudian mengambilkan untukku sekali cidukan dengan kedua tangannya, dan aku langsung menghitungnya, ternyata ada lima ratus. Kemudian ia berkata, "Ambillah dua kali lipatnya lagi." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الْبَحْرَيْنِ (al-baḥrain): kawasan Aḥsā` dan sekitarnya di Jazirah Arab, pada masa itu dikenal dengan nama Baḥrain.

عِدَةٌ ('iddah): janji.

حَثَىٰ لي حَثْيَةً (ḥaṡā lī ḥaṡyatan): beliau menciduk sebagian harta itu untukku dengan kedua tangannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh mengkhususkan sebagian muslim dengan sebagian harta dari baitul mal dengan syarat hal itu tidak didasari oleh hawa nafsu belaka, melainkan untuk maslahat umum atau khusus.

2) Keutamaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu dia menunaikan janji Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 87- BAB PERINTAH MENJAGA KEBIASAAN BAIK

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)  Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali." (QS. An-Naḥl: 92)

الأنْكَاثُ (al-ankāṡ), bentuk jamak dari kata "نِكْثٍ" (nikṡ), yaitu: pintalan yang diurai.

Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras." (QS. Al-Ḥadīd: 16)  Allah Ta'ālā juga berfirman, "Tetapi mereka tidak memeliharanya dengan semestinya." (QS. Al-Ḥadīd: 27)

Pelajaran dari Ayat:

1) Seorang hamba harus menjaga kebiasaan baiknya, karena ini adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; beliau telah bersabda, "Kebaikan adalah kebiasaan." (HR. Ibnu Mājah)

2) Menyelisihi Ahli Kitab, yaitu orang-orang yang pernah mengerjakan amal saleh, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras dan meninggalkan amal saleh.

1/692- Abdullah bin 'Amr bin al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda padaku, "Wahai Abdullah! Janganlah engkau menjadi seperti si polan! Dahulu dia pernah mengerjakan salat malam, lalu setelahnya meninggallkan salat malam." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

فُلَانٌ (fulān - polan): nama samaran untuk seseorang. Kalimat ini ada kemungkinan berasal dari ucapan Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau tidak menyebutkan namanya kepada Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- untuk menyembunyikan orang tersebut, karena yang diinginkan adalah perkaranya bukan orangnya. Ada juga kemungkinan Rasulullah telah menyebutkan namanya, tetapi Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- sengaja menyamarkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila Allah -Ta'ālā- menganugerahkan hamba-Nya sebuah pintu kebaikan maka dia tidak boleh mundur dan berhenti darinya, karena menjaga tradisi kebaikan termasuk petunjuk dan arahan dari Nabi.

2) Meninggalkan amal saleh adalah aib besar yang dihindari oleh orang-orang yang memiliki cita-cita tinggi.

Peringatan:

Di antara perkara besar yang perlu diwasiatkan terkait pintu-pintu kebaikan ini adalah konsisten dalam menuntut ilmu. Janganlah seseorang menapaki jalan ilmu agama, kemudian dia meninggalkannya ketika Allah telah membukakan untuknya pintu ilmu, sebab ini adalah bentuk kufur terhadap nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya. Wahai para pengejar kebaikan! Bila Anda telah menapaki jalan menuntut ilmu, maka lanjutkanlah. Kecuali bila Anda disibukkan oleh sesuatu yang bersifat darurat dan hanya pada masa waktu tertentu. Jika tidak, maka teruslah menuntut ilmu dan bergembiralah dengan janji Allah. Karena menuntut ilmu hukumnya fardu kifayah. Siapa yang menuntut ilmu maka Allah -Ta'ālā- akan memberinya pahala ibadah fardu, dan pahala ibadah fardu lebih besar daripada pahala ibadah sunah.

Betapa indah bait-bait syair yang digubah oleh Al-'Allāmah Ḥāfiẓ Al-Ḥakamiy (wafat: 1377 H) tentang anjuran menuntut ilmu, beliau -raḥimahullāh- berkata dalam karya beliau, Manẓūmah Al-Mīmīyyah fil-Waṣāyā wal-Ādāb Al-'Ilmīyyah,

agama akan tegak, dan tanpanya agama tak akan tegak.

"Ilmu adalah timbangan agama Allah, dengan ilmu

oleh penduduk langit dan bumi dari berbagai dosa.

Wahai sahabat! Ilmu itu pemiliknya dimohonkan ampunan

karena demi Rabb Al-Lauh Al-Maḥfūẓ dan Al-Qalam! Dirimu telah sukses.

Wahai penuntut ilmu! Tak perlu menuntut ganti baginya,

dalam ucapan dan perbuatanmu, kemudian berpeganglah pada adab.

Junjunglah ilmu dan kenali kadar kesuciannya

sekiranya manusia tahu kedudukan ilmu, dia tak akan tidur (demi menuntutnya).

Berjuanglah dengan tekad kuat, tanpa malas;

kedepankanlah dalil dan salahkan berbagai logika.

Mulailah dengan yang paling penting lalu yang penting untuk mendapatkannya,

di bawah cahaya hidayahnya akan terang semua yang samar.

Ilmu itu tidak lain kecuali Kitab Allah atau hadis,

terutama saat malam berselimutkan gelap.

Bacalah Kitab Allah dengan tadabur dan tartil,

orang-orang selamat, berdasarkan nas tegas yang dinisbahkan pada Rasul.

Pelajarilah hadis dan bersamalah dengan ahlinya, karena merekalah

dan hindari suuzan dan tuduhan kepada Allah.

Beramallah dengan penuh rasa takut, berjuang hingga kematian,

sore, dan akhir malam; bersikaplah pertengahan dan istikamahlah.

Beramallah semampumu, berusahalah secara maksimal, bergembiralah, dan manfaatkan waktu pagi

seringkali orang yang memaksa dirinya terhalangi oleh kebosanan.

Sebagaimana orang malas dikhianati oleh semangatnya,

 88- BAB ANJURAN BERKATA BAIK DAN BERMUKA CERIA KETIKA BERJUMPA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman."(QS. Al-Ḥijr: 88)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu."(QS. Āli 'Imrān: 159)

Pelajaran dari Ayat:

1) Seorang hamba wajib berwajah ceria dan bertutur kata baik ketika berjumpa dengan saudaranya agar dia mendapatkan pahala serta terwujudnya sikap keakraban dan cinta.

2) Perjumpaan yang baik termasuk sebab langgengnya persaudaraan.

1/693- 'Adiy bin Ḥātim -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan bersedekah setengah butir kurma. Siapa yang tidak mendapatkannya, maka bersedekahlah dengan ucapan yang baik."(Muttafaq 'Alaih)2/694- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kata yang baik adalah sedekah."(Muttafaq 'Alaih, dan ini adalah sebagian dari hadis panjang yang telah disebutkan sebelumnya)

Pelajaran dari Hadis:

1) Semua kata-kata baik yang Anda gunakan untuk membahagiakan orang lain, itu adalah sedekah yang disimpan pahalanya di sisi Allah bagi Anda.

2) Anjuran untuk berkata baik; bahwa hal itu termasuk jalan surga.

3/695- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda kepadaku,"Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau hanya ‎bertemu saudaramu dengan wajah berseri-seri!‎"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berwajah ceria termasuk kebaikan karena dapat membahagiakan saudara Anda.

2) Mewasiatkan petunjuk Nabi yang penuh berkah ketika mengajar orang beriman tentang adab bergaul dan berteman.

 89- BAB ANJURAN MEMPERJELAS UCAPAN KEPADA LAWAN BICARA

DAN MENGULANGNYA BILA TIDAK DAPAT DIPAHAMI KECUALI DENGAN CARA ITU

1/696- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa bila mengucapkan satu kalimat, beliau mengulanginya tiga kali supaya dapat dipahami, dan bila beliau datang ke suatu kaum lalu mengucapkan salam, beliau mengucapkan salam kepada mereka tiga kali."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk yang dianjurkan dalam berbicara adalah hendaknya jelas, dan dapat dipahami oleh lawan bicara, dan ini merupakan bagian dari kefasihan.

2) Dianjurkan untuk mengulang ucapan bila pendengar belum paham. Adapun jika pendengar telah paham, maka tidak perlu diulangi lagi, sebagaimana yang disebutkan, "supaya dapat dipahami." Karena tujuannya adalah memahami apa yang disampaikan.

3) Mengulang sebanyak tiga kali adalah usaha maksimal untuk menghasilkan kejelasan.

2/697- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Perkataan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah perkataan yang jelas (rinci), dapat dipahami oleh setiap orang yang mendengarnya."(HR. Abu Daud)

Kosa Kata Asing:

فصلاً (faṣlan): jelas dan terang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam berbicara adalah memperdengarkan suaranya sesuai kemampuan, disertai usaha supaya ucapan bisa sampai kepada semua orang yang ingin mendengarnya.

2) Seorang muslim wajib menghayati petunjuk Nabi ini, bahwa dia melakukannya untuk mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga dengan itu dia telah mewujudkan sikap ittibā' dan dengannya dia mendapatkan pahala dan berbagai manfaat.

 90- BAB MENDENGARKAN UCAPAN TEMAN DUDUK YANG TIDAK HARAM DAN SUPAYA SEORANG ALIM ATAU PEMBERI NASIHAT MEMINTA ORANG YANG HADIR DI MAJELISNYA MENDENGARKAN DENGAN BAIK

1/698- Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpesan kepadaku ketika haji wadak, "Mintalah orang-orang supaya diam." Kemudian beliau bersabda,"Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku, lalu kalian saling bunuh di antara kalian."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

اسْتَـنْصِتِ النَّاسَ: mintalah mereka diam, yaitu supaya mereka dapat mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab yang diajarkan Nabi adalah agar rekan duduk mendengar dengan baik pembicaraan orang yang sedang berbicara kepadanya selama dia tidak berbicara yang sia-sia atau haram, adapun bila dia berbicara sia-sia atau haram maka wajib tidak didengarkan.

2) Orang yang berilmu dan seorang pendidik harus mengajarkan manusia adab mendengar dengan baik.

Faedah Tambahan:

Mendengar dengan baik akan terwujud dengan:

- Ucapan; yaitu tidak berbicara ketika rekan duduk yang lain sedang berbicara, sehingga pembicaraan yang ada di dalam majelis hanya satu, supaya semua orang dapat mengambil faedah dari pembicaraan sebagian dari mereka;"Dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan bersama." (QS. An-Nūr: 62)

- Perbuatan; yaitu ketika seseorang berbicara, Anda seharusnya menghadapkan wajah Anda kepadanya, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, supaya dia tahu bahwa Anda sedang memperhatikan pembicaraannya.

 91- BAB MEMBERI NASIHAT DAN MELAKUKANNYA SECARA SIMPEL

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizah yang baik."(QS. An-Naḥl: 125)

Faedah:

Makna mauizah adalah menyampaikan hukum-hukum agama disertai dengan penyebutan motivasi dan ancaman. Sebaik-baik mauizah adalah dengan wahyu yang diturunkan, yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah, karena di dalamnya terangkum semua kebaikan. Tetapi orang yang memberi mauizah harus melakukannya secara pertengahan supaya tidak mengakibatkan manusia merasa bosan dan jemu terhadap nasihat yang dia sampaikan, karena jiwa jika telah bosan akan menjadi berat dan lelah.

Pelajaran dari Ayat:

1) Berdakwah kepada agama Allah dengan hikmah; yaitu dengan menempatkan semua urusan pada tempatnya, di waktu yang tepat, dengan kalimat yang tepat, dan pada tempat yang tepat.

2) Buatlah dakwahmu disertai dengan mauizah dan nasihat yang baik dari sisi pilihan kata dan bahasa, dan berargumentasi dengan wahyu yang diturunkan; karena sebaik-baik ucapan adalah nukilan firman Allah dan sabda Rasul-Nya.

1/699- Abu Wā`il Syaqīq bin Salamah -raḥimahullāhu- berkata, Dahulu Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- biasa menasihati kami setiap hari Kamis. Lalu seorang laki-laki berkata kepadanya, "Wahai Abu Abdurrahman! Sungguh aku sangat menginginkan engkau menasihati kami setiap hari." Dia pun berkata, "Sesungguhnya yang mencegahku untuk melakukan hal tersebut adalah karena aku tidak ingin membuat kalian merasa bosan, sehingga aku memilih untuk menyampaikan nasihat kepada kalian secara berkala, sebagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dahulu menyampaikannya kepada kami dengan cara demikian karena khawatir kami merasa bosan."(Muttafaq 'Alaih)

يَتَخَوَّلنا (yatakhawwalunā): memilih waktu kami.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk meringankan nasihat karena khawatir hadirin akan merasa bosan dan jemu, karena amal saleh yang paling Allah cintai adalah yang berkelanjutan walaupun sedikit.

2) Diwasiatkan kepada semua pemberi nasihat supaya tidak mengabulkan semua permintaan yang diarahkan kepadanya, melainkan dia harus memberi nasihat menurut ukuran yang tepat pada setiap perkara, karena dia melihat dengan ilmunya sementara orang awam bersikap dengan dorongan emosi dan perasaan, sehingga ia harus memberi mereka nasihat yang menurutnya lebih bermanfaat bagi mereka, bukan nasihat yang mereka minta.

2/700- Abul-Yaqẓān 'Ammār bin Yāsir -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya panjang salat seseorang dan ringkas khotbahnya adalah tanda kefakihannya, maka panjangkanlah salat kalian dan ringkaskanlah khotbah."(HR. Muslim)

مَئِنَّةٌ (ma`innah), dengan "mīm" yang fatah, kemudian hamzah yang kasrah, setelahnya "nūn" bertasydid, artinya: tanda yang menunjukkan kefakihannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang dai tidak boleh menyampaikan nasihat yang terlalu panjang, tetapi dia harus menyampaikan nasihat seukuran yang akan mewujudkan tujuan; karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam melaksanakan salat Jumat adalah agar salatnya lebih panjang dari khotbah.

3/701- Mu'āwiyah bin Al-Ḥakam As-Sulamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika aku salat bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba salah seorang jemaah bersin, maka aku mengatakan, "Yarḥamukallāh (semoga Allah merahmatimu)." Maka orang-orang memandangiku dengan mata mereka. Aku berkata, "Sungguh celaka! Kenapa kalian memandangiku?" Lantas mereka memukul-mukulkan tangan mereka ke paha. Ketika aku mengerti mereka menyuruhku diam, maka aku hanya diam. Setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selesai mengerjakan salat, aku tidak pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudah beliau yang lebih bagus cara mengajarnya dibanding beliau. Sungguh, ayah dan ibuku menjadi tebusan diri beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, tidak pula mecaciku. Beliau hanya bersabda, "Sesungguhnya salat ini tidak diperbolehkan di dalamnya sedikit pun ucapan kepada manusia. Sesungguhnya salat itu hanyalah tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur`ān." Atau sebagaimana yang disabdakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Aku baru saja meninggalkan kejahiliahan dan Allah telah mendatangkan Islam. Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun." Beliau bersabda, "Jangan mendatangi mereka!" Aku berkata lagi, "Sebagian kami ada orang-orang yang melakukan taṭayyur." Beliau bersabda, "Itu adalah perasaan yang mereka dapatkan dalam dada mereka, maka janganlah hal itu sampai menghalangi mereka."(HR. Muslim)

الثُكْلُ (aṡ-ṡuklu), dengan mendamahkan "ṡā`", artinya: musibah berat. ما كَهَرَني (mā kaharanī): beliau tidak menghardikku.

Kosa Kata Asing:

يتَطيّرونَ (yataṭayyarūn): mereka melakukan taṭayyur (menganggap adanya kesialan dengan sekadar melihat, atau mendengar sesuatu).

Pelajaran dari Hadis:

1) Melakukan gerakan yang sedikit di dalam salat tidak membatalkannya, karena para sahabat memukul-mukulkan tangan di paha mereka sendiri dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengingkari perbuatan mereka itu.

2) Indahnya pengajaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau mengajar dengan kelembutan dan kesantunan, sehingga seseorang harus menempatkan manusia pada kedudukan mereka.

3) Para penceramah dan pengajar harus mengikuti metode Nabi dalam menasihati orang yang jahil.

Peringatan:

Tersebar di sebagian kalangan bahwa tiga gerakan dapat membatalkan salat. Pendapat yang mutlak seperti ini adalah pendapat yang salah. Tetapi, orang yang salat harus mengerti rincian hukum gerakan dalam salat, yaitu:

1) Gerakan yang membatalkan; yaitu gerakan yang banyak dan berkelanjutan tanpa adanya kebutuhan darurat, sampai-sampai orang yang melihat mengira bahwa orang tersebut tidak sedang salat, seperti mengeluarkan dompet kemudian mengeceknya dan mengembalikannya!

2) Gerakan yang makruh; yaitu gerakan yang sedikit tanpa dibutuhkan, seperti membalik jam.

3) Gerakan yang mubah; yaitu gerakan yang sedikit dan diperlukan, seperti mengusir lalat yang hinggap di muka.

4) Gerakan yang dianjurkan atau diperintahkan; seperti gerakan maju dan mundur untuk kepentingan salat, meluruskan saf yang bengkok, atau mengisi tempat kosong di saf yang lebih depan. Wallāhu a'lam.

Faedah Tambahan:

Keadaan orang yang datang kepada dukun terbagi menjadi tiga:

Pertama: datang dan bertanya kepadanya, tetapi tidak membenarkannya; orang yang mengerjakan seperti ini salatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang datang kepada dukun lalu bertanya sesuatu kepadanya, salatnya tidak diterima selama empat puluh malam." (HR. Muslim)

Kedua: datang dan bertanya kepadanya serta membenarkannya; perbuatan ini hukumnya kufur, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Siapa yang datang kepada peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya, dia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad."(HR. Ahmad)

Ketiga: datang dan bertanya kepadanya untuk mendustakannya; yaitu dia bertanya untuk mengujinya lalu mempermalukan dan membuka kebohongannya kepada manusia. Ini hukumnya boleh, bahkan terpuji dan diperintahkan karena di dalamnya terkandung usaha membinasakan kebatilan.

4/702- Al-'Irbāḍ bin Sāriyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menasihati kami dengan nasihat yang dalam, menggetarkan hati, dan membuat mata berlinang..."Hadis ini telah disebutkan secara lengkap dalam Bab Perintah Menjaga Sunnah. Kami juga telah sebutkan bahwa Imam Tirmizi berkata tentang derajat hadisnya ini, "Hadis hasan sahih."

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam memperpendek durasi nasihat.

2) Membayangkan hati para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan menghayati manisnya keimanan dalam hati mereka; yaitu mereka langsung tergugah dengan nasihat yang disampaikan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 92- BAB SIFAT WIBAWA DAN TENANG

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Adapun hamba-hamba Ar-Raḥmān itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, 'Salām.'"(QS. Al-Furqān: 63)

Faedah:

Al-Waqār (wibawa) adalah pendirian tetap dan teguh yang dimiliki oleh seseorang.

As-Sakīnah (tenang) adalah kondisi keimanan yang melahirkan ketenangan dalam hati, anggota badan, dan ucapan.

Dua sifat ini termasuk di antara perangai terbaik yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba.

Pelajaran dari Ayat:

1) Sifat menahan marah dan tenang termasuk sifat hamba Allah yang saleh.

2) Di antara wujud taufik Allah kepada hamba-Nya adalah ketika mereka dihina oleh orang-orang bodoh, mereka menjawab dengan jawaban yang selamat dari dosa dan aib.

1/703- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertawa terbahak-bahak sampai terlihat langit-langit mulutnya. Beliau hanya tersenyum."(Muttafaq 'Alaih)

اللهوَات (al-lahawāt), bentuk jamak dari kata "لَهَاةِ" (lahāt), yaitu daging yang ada di pangkal langit-langit mulut.

Kosa Kata Asing:

مُسْتَجْمِعاً قَطُّ ضَاحِكاً: tertawa terbahak-bahak, dengan lebar dan dengan membuka mulut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kewibawaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu bahwa tawa beliau hanya dengan ekspresi senyum, baik ketika senang atau kagum kepada sesuatu. Maka, orang yang diberi taufik harus mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam cara tawa beliau dan semua petunjuk beliau yang lainnya.

2) Banyak tertawa serta tertawa dengan suara keras dan terbahak-bahak menyelisihi sifat hamba yang saleh karena hal itu akan mematikan hati. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati."(HR. Ahmad)

 93- ANJURAN BERJALAN KE TEMPAT SALAT, ILMU, DAN IBADAH LAINNYA DENGAN TENANG DAN WIBAWA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Demikianlah perintah Allah. Dan siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati."(QS. Al-Ḥajj: 32)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menjunjung syiar Allah dilakukan dengan hati, ucapan, dan anggota badan.

2) Semua yang Allah perintahkan supaya diagungkan maka hal itu termasuk syiar yang wajib dimuliakan, di antaranya adalah salat.

1/704- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila iqamat salat telah dikumandangkan, maka janganlah kalian mendatanginya dengan berjalan cepat, tetapi datanglah dengan tetap berjalan biasa, dan kalian harus tetap tenang. Kerjakanlah bersama imam apa yang kalian dapatkan, dan sempurnakanlah apa yang kalian tidak dapatkan."(Muttafaq 'Alaih)Ditambahkan oleh Muslim dalam salah satu riwayatnya,"Sesungguhnya ketika salah seorang kalian berjalan menuju tempat salat, dia sedang berada di dalam salat."

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengagungkan kedudukan salat, di antaranya seseorang harus datang ke tempat salat dengan penuh adab, khusyuk, tenang, dan wibawa.

2) Seorang makmum harus masuk salat bersama imam sesuai posisi imam; yaitu dia mengerjakan apa yang dia dapatkan bersama imam kemudian menyempurnakan apa yang tidak dia dapatkan.

Peringatan:

Siapa yang mendapatkan sebagian dari salat, maka dia telah mewujudkan sebagian dari keutamaan salat berjemaah, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Kerjakanlah apa yang kalian dapatkan bersama imam." Oleh karena itu, kita mengetahui kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang salat ketika mereka diam berdiri menunggu hingga imam bangkit menuju rakaat berikutnya.

2/705- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa pada hari Arafah dia bertolak menuju Muzdalifah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar bentakan keras, pukulan, dan suara unta dari arah belakangnya. Maka beliau memberi isyarat dengan cambuknya kepada mereka dan bersabda,"Wahai sekalian manusia, tenanglah kalian! Sesungguhnya ketaatan itu bukan dengan cara tergesa-gesa."(HR. Bukhari, dan sebagiannya diriwayatkan juga oleh Muslim)الْبِرُّ (al-birr): ketaatan.الإيضَاعُ (al-īḍā'), dengan huruf "ḍād", sebelumnya "yā`" dan hamzah yang kasrah, yaitu: tergesa-gesa, berjalan cepat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan agar tidak tergesa-gesa ketika berjalan menuju tempat ibadah karena dikhawatirkan akan kehilangan sikap wibawa dan rasa tenang, juga karena hal itu dapat mengakibatkan adanya desak-desakan, saling dorong, dan menyakiti muslim lain.

2) Tujuan dari ibadah adalah agar dikerjakan secara maksimal, di antaranya bersikap tenang ketika mengerjakan dan menyempurnakannya.

 94- BAB MEMULIAKAN TAMU

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan?(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, 'Salāman (salam)', Ibrahim menjawab, 'Salāmun (salam), orang-orang yang belum dikenal.'Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar),lalu dihidangkannya kepada mereka (tetapi mereka tidak mau makan). Ibrahim berkata, 'Mengapa tidak kamu makan.'"(QS. Aż-Żāriyāt: 24-27)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan kaumnya segera datang kepadanya. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan keji. Lūṭ berkata, 'Wahai kaumku! Inilah putri-putri (negeri)ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang pandai?'"(QS. Hūd: 78)

Pelajaran dari Ayat:

1) Orang yang diberikan ucapan salam dianjurkan untuk memberikan balasan dengan yang lebih baik atau yang semisal, dan balasan yang baik itu mencakup lafal dan kaifiat, karena ia termasuk sikap memuliakan yang diperintahkan.

2) Memperlakukan tamu dengan baik dan memuliakannya termasuk bagian dari iman kepada Allah dan hari Akhir.

3) Di antara adab spesial dalam menjamu tamu adalah menyuguhkan makanan kepadanya, bukan membawa tamu kepada makanan. Adab ini dipahami dari firman Allah:"Lalu dihidangkannya kepada mereka."1/706- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa yang beriman kepada Allah ‎dan hari Akhir, hendaklah ia menyambung silaturahminya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!"‎(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- supaya memuliakan tamu, dan itu mencakup semua adab yang dianggap dan dikenal sebagai perbuatan memuliakan tamu menurut orang-orang yang saleh.

2) Memuliakan tamu dapat dilakukan dengan ucapan atau perbuatan, atau dengan keduanya sekaligus.

2/707- Abu Syuraiḥ Khuwailid bin 'Amr Al-Khuzā`iy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya dengan memberikan haknya." Para sahabat bertanya, "Apa haknya itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "(Yaitu dia dijamu) selama sehari semalam. Menjamu tamu itu batasannya tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Imam Muslim:"Tidak halal bagi seorang muslim bertamu di tempat saudaranya hingga membuatnya berdosa." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana dia membuatnya berdosa?" Beliau menjawab, "Dia tinggal di tempatnya sementara dia (tuan rumah) tidak memiliki sesuatu untuk digunakan menjamu dirinya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuliakan tamu hukumnya wajib karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkannya dan menjadikannya sebagai tanda yang menunjukkan kebenaran iman kepada Allah dan hari Akhir.

2) Masa wajib menjamu tamu ialah tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah dan kemurahan hati.

3) Dianjurkan kepada tamu supaya meringankan pertamuannya agar tidak menjatuhkan tuan rumah ke dalam kesulitan (dosa) bila dia tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepada tamunya.

4) Ajakan syariat untuk memperhatikan adab di antara sesama orang beriman.

 95- BAB ANJURAN MEMBERI KABAR GEMBIRA DAN UCAPAN SELAMAT KETIKA ADA KEBAIKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sebab itu, sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku,(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya."(QS. Az-Zumar: 17-18)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tuhan mereka memberikan mereka kabar gembira berupa rahmat, keridaan, dan surga, mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya."(QS. At-Taubah: 21)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu."(QS. Fuṣṣilat: 30)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail)."(QS. Aṣ-Ṣāffāt: 101)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan para utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira."(QS. Hūd: 69)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan setelah Ishak (akan lahir) Yakub."(QS. Hūd: 71)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kemudian para malaikat memanggilnya, ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab, 'Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya.'"(QS. Āli 'Imrān: 39)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Ingatlah), ketika para malaikat berkata, 'Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (firman) dari-Nya (yaitu seorang putra) namanya Almasih...'"(QS. Āli 'Imrān: 45)Ayat-ayat yang berkaitan dengan bab ini sangat banyak dan populer.

Faedah:

Dalam Bahasa Arab, kabar gembira dikenal dengan istilah "bisyārah" (rona kulit), karena ketika seseorang diberikan kabar gembira berupa sesuatu yang menyenangkannya, hal itu akan tampak pada muka dan basyarah (kulit)nya. Memberi kabar gembira berlaku dalam perkara-perkara yang menyenangkan di dunia dan akhirat.

Pelajaran dari Ayat:

1) Seorang hamba hendaknya optimis dan yakin dengan kebaikan, sehingga dia tidak memandang gelap dunia di depannya, lalu dia lemah, putus asa dan akhirnya berhenti berusaha. Lihatlah Yunus -'alaihiṣ-ṣalātu was-sallām-, beliau tetap bertasbih kepada Allah -Ta'ālā- padahal dia di dalam perut ikan paus!

2) Dianjurkan bagi seorang muslim bila saudaranya mendapat kebaikan yang sudah ada supaya memberinya ucapan selamat, dan bila berupa kebaikan yang akan datang supaya memberinya kabar gembira, dengan tujuan memberikan kebahagiaan kepadanya agar ia senang dan bersemangat dalam menanti datangnya kebaikan itu.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan ini,

maka sangat banyak sekali dan masyhur di dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ. Di antaranya:

1/708- Abu Ibrāhīm -konon Abu Muhammad, dan konon Abu Mu'āwiyah- Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberi kabar gembira kepada Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā- berupa sebuah rumah di dalam surga dari permata berongga, tidak ada suara gaduh dan kelelahan di dalamnya."(Muttafaq 'Alaih)

الْقَصَبُ (al-qaṣab): permata berongga. الصَّخَبُ (aṣ-ṣakhab): suara teriakan dan ucapan sia-sia. النَّصَبُ (an-naṣab): kelelahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berita gembira bagi Ummul-Mu`minīn Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā- dan menjelaskan keutamaannya, yaitu dia termasuk di antara wanita yang pertama-tama masuk Islam dan banyak membantu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di awal dakwah beliau.

2) Anjuran memberi kabar gembira kepada orang beriman; berita gembira ini dibawa oleh malaikat paling utama, yaitu Jibril, dan melalui lisan rasul paling mulia dari kalangan manusia, yaitu Muhammad -'alaihimā as-salām-.

2/709- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia berwudu di rumahnya kemudian keluar. Dia bergumam, "Hari ini sunnguh aku akan menemani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan akan bersama beliau." Lantas dia datang ke masjid dan menanyakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Orang-orang menjawab, "Beliau keluar ke arah sana." Dia berkata, "Aku pun keluar mengikuti jejak beliau sambil menanyakan beliau, sampai beliau masuk ke sumur Arīs. Aku duduk di dekat pintu hingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyelesaikan hajat beliau dan berwudu. Kemudian aku berdiri menghampiri beliau, ternyata beliau sedang duduk di atas sumur Arīs, di tengah-tengah bibir sumur. Beliau menyingkap kedua betisnya dan menjulurkannya ke dalam sumur. Aku mengucapkan salam kepada beliau lalu pergi dan kembali lagi duduk di dekat pintu. Aku bergumam, "Hari ini aku akan menjadi penjaga pintu bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Lantas Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- datang dan mendorong pintu. Aku bertanya, "Siapa ini?" Dia menjawab, "Abu Bakar." Aku katakan, "Sebentar." Selanjutnya aku pergi (menemui Nabi) dan berkata, "Wahai Rasulullah! Ini ada Abu Bakar meminta izin masuk." Beliau bersabda, "Izinkan dia dan sampaikan kepadanya kabar gembira berupa surga." Aku segera kembali dan berkata kepada Abu Bakar, "Masuklah. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberimu kabar gembira berupa surga." Kemudian Abu Bakar masuk lalu duduk di samping kanan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di bibir sumur dan menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur seperti yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta menyingkap kedua betisnya. Kemudian aku kembali ke tempatku dan duduk. Sementara aku telah meninggalkan saudaraku ketika dia berwudu dan akan menyusulku. Aku bergumam, "Jika Allah menghendaki kebaikan untuk si polan -maksudnya saudaranya- maka Allah pasti akan mendatangkannya." Tiba-tiba ada seseorang menggerakkan pintu. Aku pun bertanya, "Siapa ini?" Dia menjawab, "Umar bin Al-Khaṭṭāb." Aku berkata, "Sebentar." Kemudian aku datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengucapkan salam kepada beliau dan berkata, "Ini ada Umar meminta izin masuk." Beliau bersabda, "Berilah dia izin dan sampaikan kepadanya kabar gembira berupa Surga." Aku segera datang menemui Umar dan berkata, "Beliau telah memberi izin, dan beliau memberimu kabar gembira berupa surga." Lantas Umar masuk lalu duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di bibir sumur di sebelah kiri beliau dan menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Selanjutnya aku kembali dan duduk. Aku berkata, "Jika Allah menghendaki kebaikan untuk si polan -maksudnya saudaranya- maka pasti Allah akan mendatangkannya." Tiba-tiba seseorang datang dan menggerakkan pintu. Aku pun bertanya, "Siapa ini?" Dia menjawab, "Uṡmān bin 'Affān." Aku berkata, "Sebentar." Kemudian aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengabarkan beliau. Beliau bersabda, "Berilah dia izin, dan sampaikan kepadanya kabar gembira berupa surga bersama sebuah fitnah yang akan menimpanya." Aku segera datang menemui Uṡmān dan berkata, "Masuklah. Rasulullah memberimu kabar gembira berupa surga bersama sebuah fitnah yang akan menimpamu." Uṡmān masuk dan mendapati bibir sumur sudah penuh, maka dia pun duduk menghadap mereka di sisi lainnya." Sa'īd bin Al-Musayyib berkata, "Aku menakwilkannya sebagai posisi kubur mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam sebuah riwayat ditambahkan, Abu Musa berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkanku untuk menjaga pintu." Dalam riwayat itu disebutkan bahwa ketika Uṡmān diberi kabar gembira tersebut, dia memuji Allah -Ta'ālā- lalu berkata, "Hanya kepada Allahlah tempat meminta pertolongan."

Ucapan "وَجَّهَ" (wajjaha), dengan memfatahkan "wāw", dan mentasydid "jīm", maksudnya: tawajjaha (ia menuju).بِئْرِ أَرِيسٍ (bi`ﷺ‬ arīs), dengan memfatahkan hamzah dan mengkasrahkan "rā`", setelahnya "yā`" yang sukun, kemudian "sīn". Ia termasuk kata benda yang boleh ditanwinkan. Sebagian ulama berpendapat tidak boleh ditanwinkan.القُفُّ (al-quff), dengan mendamahkan "qāf", dan mentasydid "fā`", yaitu: tembok yang dibangun di sekeliling sumur.عَلَىٰ رِسْلِكَ ('alā rislika), dengan mengkasrahkan "rā`" menurut pendapat yang masyhur, dan boleh juga difatahkan, artinya: tenanglah, tunggulah.

Kosa Kata Asing:

Sumur Arīs berada di sebuah kebun yang terletak di Kota Madinah, dekat Qubā`. Di sumur inilah tempat jatuhnya cincin Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari Khalifah 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memberi kabar gembira ketika ada kebaikan, sebagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memberi kabar gembira berupa surga kepada ketiga sahabat beliau.

2) Menjelaskan keutamaan Abu Bakar, Umar, dan Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhum-; yaitu mereka telah dijamin sebagai penghuni surga.

3) Urutan kedatangan mereka menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ditafsirkan sebagai urutan mereka dalam kekhalifahan dan posisi duduk mereka ditafsirkan sebagai tempat kubur mereka.

4) Informasi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Uṡmān tentang apa yang akan menimpanya, kemudian hal itu terjadi seperti yang beliau beritakan; termasuk bukti kenabian beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Perkataan Sa'īd bin Al-Musayyib -raḥimahullāh-, "Aku menakwilkannya sebagai posisi kubur mereka", maksudnya: kebersamaan dua sahabat yang mulia -raḍiyallāhu 'anhumā- dengan Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam tempat penguburan dan terpisahnya Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu- dari kubur mereka, yaitu di pekuburan Baqī'.

3/710- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah duduk di sekeliling Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Bersama kami ada Abu Bakar dan Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- dan sejumlah sahabat lainnya. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri dan pergi dari tengah-tengah kami kemudian lama tidak kembali. Kami khawatir ada sesuatu yang menimpa beliau, sehingga kami merasa cemas lalu berdiri (mencari beliau). Aku adalah orang yang pertama kali merasakan kekhawatiran itu. Aku segera keluar mencari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai aku mendatangi salah satu kebun milik kaum Ansar dari Bani An-Najjār. Aku mengelilingi kebun itu barangkali aku akan menemukan pintunya, namun aku tidak menemukannya. Ternyata ada selokan sempit -saluran air yang kecil- yang masuk ke dalam kebun dari kebun di luarnya. Aku berusaha menyelinap masuk dan menemui Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam. Beliau berkata, "Abu Hurairah?" Aku menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bertanya, " Ada apa denganmu?" Aku menjawab, "Engkau tadi ada di tengah-tengah kami, kemudian engkau pergi meninggalkan kami dan lama tidak kunjung kembali. Kami khawatir engkau ditimpa sesuatu, sehingga kami merasa cemas, dan aku adalah orang yang pertama kali merasakannya. Oleh karena itulah aku mendatangi kebun ini lalu berusaha menyelinap masuk seperti musang, sedangkan orang-orang itu ada di belakangku." Beliau berkata, "Wahai Abu Hurairah!" Beliau memberikan kedua sandalnya lalu bersabda, "Bawalah kedua sandalku ini! Siapa saja yang engkau temui di balik tembok kebun ini, yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan yakin sepenuh hati, maka berilah ia kabar gembira berupa surga..." Kemudian dia menyebutkan hadis ini selengkapnya.(HR. Muslim)الرّبِيعُ (ar-rabī'): selokan kecil. Ia semakna dengan "الجَدْوَلُ" (al-jadwal), dengan memfatahkan "jīm", sebagaimana ditafsirkan dalam hadis.Sedangkan kalimat "احْتَفَزْتُ" (iḥtafartu), diriwayatkan dengan "rā`", dan juga dengan "zāy" (احْتَفَزْتُ: iḥtafaztu). Maknanya dengan menggunakan zāy, yaitu aku meringkuk dan mengecilkan diri supaya bisa masuk.

Kosa Kata Asing:

مِنْ بَيْنِ أَظْهُرِنَا: dari tengah-tengah kami.

يُقْتَطَعُ دُوْنَنَا: ditimpa sesuatu yang buruk oleh musuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kabar gembira berupa surga bagi orang yang bersyahadat Lā ilāha illallāh dengan keyakinan sepenuh hati.

2) Menjelaskan antusiasme para sahabat terhadap keselamatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta penjagaan dan pembelaan mereka terhadap beliau dan Sunnah beliau. Orang yang diberi taufik dari kalangan orang beriman adalah yang mengikuti jalan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum ajma'īn-.

3) Orang yang bertauhid adalah orang-orang yang paling pertama mengikuti para nabi dan orang saleh, dan mereka lebih berhak mendapat kabar gembira ini daripada yang lain.

4/711- Ibnu Syumāsah berkata, Kami hadir di sisi 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- ketika menjelang wafatnya. Dia menangis sangat lama dan membalikkan mukanya ke dinding. Putranya berkata, "Wahai ayah! Bukankah Rasulullah telah memberimu kabar gembir begini? Bukankah Rasulullah telah memberi kabar gembira begini?" Kemudian dia membalikkan muka dan berkata, "Sungguh, sebaik-baik yang kita persiapkan adalah syahadat Lā ilāha illallāh dan Muḥammad rasūlullāh. Aku telah melewati tiga fase. Aku masih ingat betul, tidak ada seorang pun yang lebih benci kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- daripada diriku dan tidak ada yang lebih aku inginkan saat itu kecuali memiliki satu kesempatan lalu membunuh beliau. Seandainya aku mati di atas keadaan itu, pastilah aku termasuk penghuni neraka. Kemudian ketika Allah memberikan hidayah Islam ke dalam hatiku, aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'Ulurkanlah tangan kananmu, sungguh aku akan berbaiat kepadamu.' Kemudian beliau mengulurkan tangannya, tetapi aku menahan tanganku. Beliau berkata, 'Ada apa denganmu, wahai 'Amr?' Aku menjawab, 'Aku ingin membuat syarat.' Beliau bertanya, 'Membuat syarat apa?' Aku menjawab, 'Agar aku diampuni.' Beliau bersabda,Tidakkah engkau tahu bahwa Islam menggugurkan dosa yang terjadi sebelumnya? Bahwa hijrah menggugurkan dosa yang terjadi sebelumnya? Dan bahwa haji menggugurkan dosa yang terjadi sebelumnya?'Saat itu tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai melebihi cintaku kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak ada pula yang lebih terhormat di mataku dari beliau. Aku tidak mampu menatap beliau karena memuliakan beliau. Andai aku diminta menggambarkan kepribadian beliau maka aku tidak akan mampu, karena aku tidak pernah menatap lekat beliau. Seandainya aku mati dalam kondisi itu, sungguh aku bisa berharap termasuk penghuni surga. Kemudian kami menjabat berbagai hal yang aku tidak tahu kondisiku di dalamnya. Bila aku mati, janganlah aku diiringi perempuan yang meratap dan api. Bila kalian menguburku, maka tuangkanlah tanah kepadaku sedikit demi sedikit. Kemudian berdirilah di sekitar kuburku seukuran waktu untuk menyembelih unta dan membagikan dagingnya, agar aku merasa nyaman dengan keberadaan kalian dan aku melihat jawaban apa yang aku berikan kepada utusan-utusan Tuhanku."(HR. Muslim)

Perkataannya: "شُنُّوا" (syunnū), diriwayatkan dengan "syīn" dan "sīn" (sunnū), artinya: tuangkanlah tanah kepadaku sedikit demi sedikit. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

أَطْبَاقٍ ثَلاثٍ (aṭbāqin ṡalāṡin): tiga fase.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah memberi kabar gembira kepada sahabat-sahabatnya dengan berbagai kebaikan, di antara mereka adalah 'Amr bin Al-Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu-.

2) Keagungan Islam, hijrah, dan haji; masing-masing menghapuskan seluruh maksiat sebelumnya.

3) Tingginya semangat para sahabat dalam menjunjung dan memuliakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga kaum muslimin dan para penuntut ilmu harus menjaga adab terhadap ulama mereka karena mereka adalah ahli waris para nabi.

4) Tidak boleh mengantar jenazah dengan ratapan, api, dan suara bacaan, sekalipun itu adalah bacaan zikir kepada Allah -Ta'ālā- seperti tahlil, takbir, ataupun bacaan Al-Qur`ān.

 96- BAB MELEPAS SAUDARA DAN MEMBERINYA PESAN KETIKA DIA PERGI UNTUK PERJALANAN JAUH DAN SEMISALNYA SERTA MENDOAKANNYA DAN MEMINTA DOANYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. Ibrahim berkata, 'Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.'Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa, dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.'"(QS. Al-Baqarah: 132-133)

Pelajaran dari Ayat:

1) Wasiat yang paling besar adalah wasiat supaya berserah diri kepada Allah -'Azza wa Jalla- secara lahir dan batin serta mengikuti Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Berserah diri kepada Allah -Ta'ālā- dengan tauhid adalah wasiat para nabi -'alaihimus-salām- kepada umat mereka.

3) Perjalanan jauh adalah ranah kesibukan dan kelalaian sehingga manusia sangat membutuhkan nasihat, penguatan, dan pertolongan, terutama dalam perjalanan mereka tersebut.

Adapun dalil dari hadis, di antaranya:

1/712- Hadis Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- yang telah disebutkan sebelumnya dalam Bab Memuliakan Ahli Bait Rasulullah, bahwa dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berdiri menyampaikan khotbah di tengah-tengah kami. Beliau memuji dan memuja Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan. Kemudian beliau bersabda,Ammā ba’du. Ketahuilah, wahai saudara-saudara sekalian! Aku hanyalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu Malaikat maut) akan datang dan aku harus memperkenankannya. Aku tinggalkan untuk kalian aṡ-ṡaqalain (dua hal yang berat). Pertama, Kitābullāh (Al-Qur`ān) yang di dalamnya terkandung petunjuk dan cahaya. Maka ambillah Kitab Allah dan berpegang teguhlah kepadanya!' Beliau lantas menghimbau serta memotivasi kepada Kitab Allah. Kemudian beliau melanjutkan, '(Kedua), dan ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku.'"(HR. Muslim, dan hadis ini telah disbetukan sebelumnya secara lengkap)

Kosa Kata Asing:

ثَقَلَيْن (ṡaqalain): aṡ-ṡaqal adalah segala sesuatu yang besar dan berharga. Kedua perkara ini dinamakan "ṡaqalain" untuk menjunjungnya dan mengagungkan kedudukannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk berpegang teguh dengan Kitab Allah, karena Kitab Allah ialah tali agama Allah yang kuat dan jalan yang lurus.

2) Wasiat untuk memperhatikan ahli bait Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Alhamdulillah, umat yang pertengahan, Ahli Sunnah wal Jamaah, telah menjaga wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terkait ahli bait beliau, yaitu menjunjung mereka dan mengenal keutamaan dan kedudukan mereka secara baik. Orang yang memperhatikan sejarah yang benar secara objektif akan menemukan hal itu. Adapun orang yang hatinya penuh dengki, maka banyaknya buku sejarah hanya akan menambahnya bingung dan tersesat.

2/713- Abu Sulaimān Mālik bin Al-Ḥuwairiṡ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, pada saat itu kami merupakan para pemuda yang sebaya, kemudian kami menetap bersama beliau selama dua puluh malam. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang penyayang dan lembut. Kemudian beliau mengira bahwa kami telah rindu keluarga, maka beliau bertanya kepada kami mengenai keluarga yang kami tinggalkan dan kami pun mengabarkannya kepada beliau. Selanjutnya beliau bersabda,Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajari dan perintahkanlah mereka. Kerjakanlah salat begini pada waktu begini dan kerjakanlah salat begini pada waktu begini. Jika waktu salat sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan azan, kemudian supaya yang paling tua di antara kalian menjadi imam.'"(Muttafaq 'Alaih)

Imam Bukhari menambahkan dalam riwayatnya, "Dan salatlah sebagaimana kalian melihatku salat."

Perkataannya: "رَحِيماً رَفِيقاً" (raḥīman rafīqan), diriwayatkan dengan "fā`", kemudian "qāf", juga diriwayatkan dengan dua huruf "qāf" (yakni "رَقِيْقًا": raqīqan).

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersikap dengan kasih sayang dan kelembutan; beliau adalah orang yang paling penyayang dan paling lembut.

2) Seseorang diperintahkan supaya mengajari keluarganya apa yang mereka butuhkan serta terus-menerus mendidik dan membina mereka.

3) Memberikan perhatian pada dakwah dan penyampaian agama karena hal itu adalah wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada pemuda-pemuda itu ketika mereka hendak melakukan perjalanan pulang menuju keluarga mereka.

3/714- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku meminta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk melaksanakan umrah. Beliau pun memberiku izin dan bersabda,Wahai saudaraku! Janganlah engkau melupakan kami dalam doamu!'Lantas beliau menyebutkan sebuah perkataan, aku tidak akan senang bila ucapan itu ditukar dengan dunia."Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau bersabda, "Wahai Saudaraku! Sertakanlah kami dalam doamu!"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [17].

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh meminta doa pada seorang musafir karena hal itu mengandung kebaikan bagi orang yang berdoa dan yang didoakan.

2) Memperlihatkan keutamaan Umar -raḍiyallāhu 'anhu- dalam doa.

4/715- Sālim bin Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata kepada seseorang yang hendak melakukan sebuah perjalanan, “Mendekatlah kepadaku, supaya aku melepas kepergianmu sebagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melepas kami." Lalu dia berdoa,"Astaudi'ullāha dīnaka wa amānataka wa khawātīma 'amalika (Aku titipkan kepada Allah pemeliharaan agamamu, amanahmu, dan penutup amalmu)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

5/716- Abdullah bin Yazīd Al Khaṭmiy -raḍiyallāhu 'anhu- yang merupakan seorang sahabat berkata, “Dahulu apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hendak melepas keberangkatan pasukan, maka beliau berdoa, 'Astaudi'ullāha dīnakum wa amānatakum wa khawātīma a'mālikum (Aku titipkan kepada Allah pemeliharaan agama kalian, amanah dan penutup amal kalian)'."

(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan lainnya dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

أَسْتَوْدعُ الله (astaudi'ullāha): aku memohon kepada Allah untuk menjaga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap petunjuk nabi mereka dalam seluruh urusan mereka; sehingga seorang hamba wajib bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mengamalkan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena petunjuk beliau adalah sebaik-baik petunjuk.

2) Perkara paling urgen yang dimiliki oleh seseorang dalam hidupnya dan paling dikhawatirkan kehilangannya adalah perkara agama; maka orang yang berbahagia adalah yang berusaha menjaga dan melindungi agamanya. Karena "Semua musibah pada seseorang akan terobati dengan agama, tetapi tidak ada yang bisa mengobati kerusakan pada jalur agama."

3) Anjuran bagi seorang muslim untuk mendoakan saudaranya seagama pada semua keadaannya, di antaranya agar diberikan kesudahan yang baik.

4) Anjuran melepas dan mendoakan orang musafir sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum-.

6/717- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ingin melakukan perjalanan, maka berilah aku bekal." Beliau bersabda, "Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan." Orang itu berkata, "Tambahkanlah untukku." Beliau bersabda, "Dan semoga Allah mengampuni dosamu." Orang itu berkata lagi, "Tambahkan lagi untukku." Beliau bersabda, "Dan semoga Allah memudahkan kebaikan untukmu di mana pun engkau berada."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mendapatkan doa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika mereka melakukan safar dan ketika mukim.

2) Perkara paling besar yang harus dipesankan seseorang kepada saudaranya ialah takwa kepada Allah, karena takwa adalah bekal ruh dan bekal dunia dan akhirat.

3) Anjuran memperbanyak kebaikan dengan meminta doa dari orang-orang saleh.

Faedah Tambahan:

Meminta doa pada orang lain terbagi menjadi beberapa jenis:

Pertama: meminta doa untuk kebaikan semua kaum muslimin; ini dianjurkan karena kemaslahatannya untuk semua umat Islam.

Kedua: meminta doa pada orang saleh supaya orang yang berdoa mendapat manfaat dengan doa itu, karena orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya akan dikatakan kepadanya oleh malaikat yang menjaganya, "Bagimu yang semisalnya," sebagaimana hal itu sahih dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; meminta doa semacam ini dianjurkan juga.

Ketiga: meminta doa hanya untuk kepentingan sendiri tanpa meniatkannya untuk maslahat orang yang berdoa; sebagian ulama memperbolehkan ini, tetapi sebagian yang lain mengatakan tidak dianjurkan karena masuk dalam perbuatan meminta yang tercela, sementara Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah membaiat sahabat-sahabatnya agar "mereka tidak minta sesuatu kepada manusia," dan ini adalah lafal umum yang mencakup semua bentuk permintaan. Sehingga lebih diutamakan supaya tidak meminta doa dengan keadaan seperti ini. Wallāhu a'lam.

 97- BAB ISTIKHARAH DAN MUSYAWARAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu."(QS. Āli 'Imrān: 159)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka."(QS. Asy-Syūrā: 38)Maksudnya, mereka bermusyawarah di antara mereka dalam urusan itu.

Faedah:

Istikharah ialah memohon ditunjukkan pilihan yang benar kepada Allah -'Azza wa Jalla-, sedangkan musyawarah ialah meminta diberikan pandangan yang benar kepada orang-orang yang pandai, saleh serta amanah. Apabila terjadi perkara yang mengandung keragu-raguan antara dikerjakan atau ditinggalkan, maka dianjurkan untuk melakukan istikharah dan musyawarah.

Pelajaran dari Ayat:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagai orang yang paling lurus pandangannya dan paling banyak kebenarannya, biasa bermusyawarah bersama sahabat-sahabatnya dalam sebagian urusan, demikian juga para khalifah pengganti beliau setelahnya, dan ini adalah bentuk pembelajaran bagi umat.

2) Orang yang dimintai pendapatnya haruslah orang yang beriman, saleh dalam agamanya, dan memiliki pandangan yang lurus, pengalaman serta kehati-hatian dalam semua urusan.

1/718- Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhumā- menuturkan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengajari kami beristikharah dalam segala urusan seperti mengajarkan surah dari Al-Qur`ān. Beliau bersabda,"Apabila salah seorang kalian menginginkan suatu urusan, hendaklah ia salat dua rakaat di luar salat wajib, kemudian membaca doa, 'Allāhumma innī astakhīruka bi 'ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as`aluka min faḍlikal-aẓīm, fa innaka taqdiru wa lā aqdiru, wa ta'lamu wa lā a'lamu, wa anta 'allāmul-guyūb. Allāhumma in kunta ta'lam anna hāżal-amra khairun lī fī dīnī wa ma'āsyī wa 'āqibati amrī (Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan luasnya ilmu-Mu supaya diberikan pilihan yang terbaik. Dan aku memohon kepada-Mu dengan besarnya kekuasaan-Mu agar diberikan kemampuan. Aku memohon kepada-Mu sebagian dari karunia-Mu yang besar. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui yang gaib. Ya Allah! Jika Engkau mengetahui perkara ini lebih baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku)". Atau beliau mengatakan: 'ājili amrī wa ājilihi, faqdurhu lī, wa yassirhu lī, ṡumma bārik lī fīhi, wa in kunta ta'lam anna hāżal-amra syarrun lī fī dīnī wa ma'āsyī wa 'āqibati amrī (Dalam urusanku yang sekarang maupun yang akan datang, maka tetapkanlah ia untukku dan mudahkanlah, kemudian berkahilah ia untukku. Jika Engkau mengetahui perkara ini buruk bagi agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku). Atau beliau mengatakan: 'ājili amrī wa ājilihi, faṣrifhu 'annī, waṣrifnī 'anhu, waqdur liyal-khaira haiṡu kāna, ṡumma raḍḍinī bihī (Dalam urusanku yang sekarang maupun yang akan datang, maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya, dan tetapkanlah untukku yang lebih baik di mana pun berada, kemudian buatlah aku rida kepadanya.'" Perawi berkata, "Hendaklah dia menyebutkan kebutuhannya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

Istikharah yaitu meminta petunjuk kepada yang terbaik di antara dua urusan ketika dibutuhkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran melakukan istikharah dalam segala urusan yang meragukan, sekalipun sepele menurut prasangka pelakunya.

2) Perhatian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mengajarkan sahabat-sahabatnya tentang salat ini karena mengandung manfaat yang disegerakan di dunia maupun nanti di akhirat; sehingga orang yang menjadi dai harus gigih mengajarkan manusia perkara yang bermanfaat bagi mereka.

3) Seorang hamba harus mengembalikan seluruh urusannya kepada Allah dan berlepas diri dari usaha dan kemampuannya sendiri, karena tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah, dan ini merupakan alamat kebahagiaan dan taufik bagi hamba.

Faedah Tambahan:

Sabda Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, "ثُمَّ لِيَقُل" (kemudian membaca doa); kata ṡumma (artinya: kemudian) adalah jenis huruf yang menunjukkan adanya urutan dan jarak, sehingga doa ini dilakukan setelah salat. Artinya, dia melaksanakan salat dua rakaat kemudian setelah itu berdoa dengan doa ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa doa ini dilakukan sebelum salam, karena akhir salat adalah momen doa lantaran saat itu hamba sedang menghadap kepada Allah -Ta'ālā-.

Al-Ḥāfiẓ Ibnu Ḥajar Al-'Asqalāniy -raḥimahullāh- berkata dalam Fatḥul-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy,

"Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Kemudian membaca doa" adalah secara lahir menunjukkan pengakhiran doa setelah salat. Tetapi kalau dia membaca doa ini ketika salat, maka tetap ada kemungkinan boleh. Juga ada kemungkinan urutannya adalah mendahulukan masuk ke dalam salat sebelum berdoa, karena tempat doa dalam salat adalah ketika sujud atau tasyahud. Ibnu Abi Jamrah berkata, 'Hikmah didahulukannya salat sebelum doa adalah karena tujuan dari istikharah adalah terwujudnya penggabungan antara kebaikan dunia dan akhirat, sehingga butuh untuk mengetuk pintu Allah Yang Maharaja, dan tidak ada yang lebih efektif dan berguna untuk itu daripada salat karena di dalamnya terkandung pengagungan dan pujian kepada Allah serta memperlihatkan kefakiran kepada-Nya.'"

 98- BAB ANJURAN BERANGKAT MELAKSANAKAN SALAT HARI RAYA, MENJENGUK ORANG SAKIT, BERHAJI, BERPERANG, MENYELENGGARAKAN JENAZAH, DAN SEMISALNYA DARI SATU JALAN KEMUDIAN PULANG DARI JALAN YANG LAIN UNTUK MEMPERBANYAK LOKASI IBADAH

1/719- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika hari raya biasa melewati jalan yang berbeda ketika pergi dan pulang."(HR. Bukhari)

Ucapannya "خَالَفَ الطَّرِيقَ", maksudnya pergi dengan melewati satu jalan kemudian pulang melewati jalan yang lain.

2/720- Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa keluar (dari Madinah) melalui jalur Asy-Syajarah dan masuk melalui jalur Al-Mu'arras. Sedangkan ketika memasuki Mekah beliau masuk melalui Aṡ-Ṡaniyyatul-'Ulyā (jalur atas) dan keluar dari Aṡ-Ṡaniyyatus-Suflā (jalur bawah)."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

Jalur Asy-Syajarah adalah nama sebuah tempat terkenal sebagai jalur pergi menuju Mekah dari Madinah.

Al-Mu'arras adalah nama sebuah tempat terkenal, tapi ia lebih dekat daripada jalur Asy-Syajarah.

Aṡ-Ṡaniyyah: jalan yang sempit di antara dua gunung. Jalur atas Mekah ada di Al-Ḥajūn, sedang jalur bawah ada di Asy-Syubaikah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bagi imam dan makmum agar melewati jalan yang berbeda ketika pulang dari tempat salat pada hari raya.

2) Anjuran supaya meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sunah-sunah hari raya.

Faedah Tambahan:

Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sengaja melakukan itu karena adanya beberapa hikmah, di antaranya:

1) Supaya kedua jalan tersebut menjadi saksi untuk beliau, karena bumi ini pada hari Kiamat kelak akan memberi kesaksian tentang apa yang dikerjakan padanya berupa kebaikan ataupun keburukan.

2) Menampakkan syiar umat Islam pada hari raya mereka sehingga semua pasar yang dilewati penuh dengan syiar Islam.

3) Beliau melakukannya demi orang-orang miskin yang ada di pasar yang beliau lewati, sehingga sedekah diberikan kepada yang di sini dan yang di sana.

 99- BAB ANJURAN MENDAHULUKAN YANG KANAN PADA SEMUA YANG BERSIFAT PEMULIAAN

Seperti wudu, mandi dan tayamum, memakai pakaian, sandal, sepatu, dan celana, masuk masjid, bersiwak dan bercelak, memotong kuku, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, bersalam dari salat, makan dan minum, jabat tangan, mengusap hajar aswad, keluar dari toilet, menerima dan memberi, dan hal-hal lain yang semakna dengan semua itu.

Dianjurkan mendahulukan yang kiri pada perkara-perkara kebalikannya. Seperti membuang ingus, meludah ke kiri, masuk toilet, keluar dari masjid, melepas sepatu, sandal, celana, dan pakaian, istinja, mengerjakan sesuatu yang dianggap kotor, dan sejenisnya.

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, 'Ambillah, bacalah kitabku (ini)...'"(QS. Al-Ḥāqqah: 19)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu."(QS. Al-Wāqi'ah: 8-9)

Pelajaran dari Ayat:

1) Golongan kanan adalah orang-orang yang mendapat kemuliaan abadi di dunia dan akhirat.

2) Orang yang melakukan ketaatan dan kebaikan di dunia, Allah akan memudahkannya untuk menjadi bagian dari golongan kanan pada hari Kiamat kelak.

1/721- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senang memulai dengan yang kanan dalam seluruh urusannya: dalam bersuci, bersisir, dan mengenakan sandal."(Muttafaq 'Alaih)2/722- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Tangan kanan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- digunakan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan kiri digunakan untuk buang air dan hal-hal yang kotor."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan lainnya dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

تَرَجُّلِهِ (tarajjulihi): at-tarajjul artinya menyisir rambut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memulai semua urusan yang dianggap baik dengan yang kanan, di antaranya anggota tubuh sebelah kanan ketika berwudu atau mandi, merapikan rambut atau mencukurnya, atau memakai sandal.

2) Tangan kiri digunakan untuk perkara yang tidak mengandung pemuliaan seperti menghilangkan kotoran.

Faedah Tambahan:

Tangan kanan adalah objek pemuliaan sehingga dianjurkan supaya dijauhkan dari semua yang dianggap kotor. Tangan kiri untuk yang kotor, sedangkan tangan kanan untuk yang sebaliknya. Ini menunjukkan perhatian syariat untuk memanajemen dan mengatur semua urusan dalam kehidupan orang beriman, dan ini bagian dari kesempurnaan agama Islam.

3/723- Ummu 'Aṭīyyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpesan kepada mereka ketika memandikan putri beliau, Zainab -raḍiyallāhu 'anhā-, "Mulailah dari anggota bagian kanannya dan anggota wudunya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jenazah perempuan hanya boleh dimandikan oleh suaminya atau perempuan juga, tidak boleh bagi laki-laki selain suaminya untuk memandikannya.

2) Disunahkan ketika memandikan jenazah untuk memulainya dari anggota tubuh bagian kanan dan anggota wudunya, karena ia lebih utama dari anggota tubuh yang lain.

4/724- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang dari kalian hendak menggunakan sandal, hendaklah dia ‎mulai dengan yang kanan. Dan jika hendak melepasnya, hendaklah dia mulai ‎dengan yang kiri. Hendaklah kaki sebelah kanan yang pertama kali dipakaikan sandal dan yang terakhir dilepas.‎"(Muttafaq 'Alaih)5/725- Ḥafṣah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa menggunakan tangan kanan beliau untuk makan, minum, dan memakai pakaian, dan menggunakan tangan kiri beliau untuk yang selain itu."(HR. Abu Daud, Tirmizi, dan lainnya)6/726- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila kalian memakai pakaian atau berwudu, maka mulailah dengan anggota badan bagian kanan kalian!"(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memakai sandal dimulai dari yang kanan serta melepasnya dari yang kiri, dan ini menunjukkan bahwa kemuliaan untuk yang kanan.

2) Anjuran memakai dan memulai dengan tangan kanan ketika berwudu, makan, minum, dan mengenakan pakaian, sedangkan tangan kiri digunakan untuk menghilangkan kotoran dan ketika melepas pakaian dan sandal.

7/727- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke Mina kemudian menuju Jamrah dan melemparnya, setelah itu beliau menuju tempat penginapannya di Mina kemudian menyembelih (hadyu) dan berkata kepada tukang cukur, "Cukurlah," sambil memberi isyarat ke kepala beliau bagian kanan lalu bagian kiri. Setelah itu beliau memberikan rambutnya kepada orang-orang.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Ketika beliau telah melempar jamrah dan menyembelih (hadyu) kemudian bercukur, beliau menyodorkan kepala bagian kanannya ke tukang cukur lalu ia mencukurnya, lalu beliau memanggil Abu Ṭalḥah Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- dan memberikan rambutnya itu kepadanya. Selanjutnya beliau menyodorkan kepala bagian kirinya kepada tukang cukur dan berkata, "Cukurlah." Tukang cukur pun memotongnya lalu beliau memberikan rambutnya kepada Abu Ṭalḥah seraya bersabda, "Bagikanlah kepada orang-orang."

Kosa Kata Asing:

نُسُكَهُ (nusukahu): hewan hadyu yang beliau bawa ketika berhaji.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang dianjurkan ketika seseorang memotong atau mencukur rambut adalah memulainya dari sebelah kanan.

2) Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- biasa bertabaruk dengan rambut, pakaian, dan keringat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi selain beliau, peninggalannya tidak boleh digunakan bertabaruk, sekalipun orang saleh, karena hal ini adalah kekhususan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan orang lain tidak bisa dikiaskan kepada beliau karena beliau memiliki kekhususan berupa kenabian.

3) Sebagian orang dikhususkan oleh Allah dengan sebuah keutamaan; dalam hal ini Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- diberikan secara khusus seluruh rambut kepala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang sebelah kanan, padahal di tengah-tengah para sahabat ada yang lebih afdal dari Abu Ṭalḥah, tetapi begitulah karunia Allah -'Azza wa Jalla- yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.

4) Siapa yang berniat mengikuti Sunnah ketika memulai dengan yang kanan pada perkara yang merupakan pemuliaan dan memulai dengan yang kiri pada perkara yang kotor, maka dia akan diberi pahala yang besar karena niat mengikuti, menghidupkan, dan menjunjung Sunnah Nabi.

 KITAB ADAB MAKAN DAN MINUM

 100- BAB MEMBACA BASMALAH DI AWAL MAKAN DAN HAMDALAH SETELAH SELESAI

Faedah:

Aṭ-Ṭa'ām (makanan) adalah apa yang dimakan oleh seseorang, yaitu yang dicicipi rasanya, sehingga mencakup minuman dan makanan. Maka, judul kitab ini mencakup adab makan dan minum.

1/728- Umar bin Abi Salamah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Bacalah bismillāh, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu!"(Muttafaq 'Alaih)2/729- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia menyebut nama Allah -Ta'ālā-. Jika ia lupa menyebut nama Allah -Ta'ālā- di awal, maka hendaklah ia mengucapkan, "Bismillāhi awwalahu wa ākhirahu (dengan nama Allah di awal dan di akhirnya)."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengajarkan anak-anak kita tentang adab makan dan minum adalah bagian dari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Membaca bismillāh ketika makan hukumnya wajib ketika diingat, bila sengaja ditinggalkan maka dia berdosa dan akan disertai makan oleh setan.

3) Mengambil makanan yang ada di hadapan orang lain termasuk adab yang buruk, kecuali bila makanannya beraneka ragam maka tidak mengapa.

3/730- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila seseorang masuk ke rumahnya lalu menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika makan, maka setan berkata kepada teman-temannya, 'Tidak ada tempat bermalam dan makan malam bagi kalian.' Jika dia masuk tanpa menyebut nama Allah ketika masuk, setan berkata, 'Kalian telah menemukan tempat bermalam.' Dan jika dia tidak menyebut nama Allah ketika makan, setan berkata, 'Kalian telah menemukan tempat bermalam dan makan malam.'"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk rahmatnya syariat Islam ialah syariat menganjurkan kepada hamba untuk mengerjakan apa yang akan melindunginya dari setan.

2) Setan selalu mengintai manusia dalam perbuatan dan tindak-tanduknya. Bila dia lalai maka setan akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Sehingga orang yang diberi taufik adalah yang melindungi dirinya dengan mengerjakan Sunnah Nabi.

4/731- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Biasanya apabila kami menghadiri jamuan bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kami tidak meletakkan tangan pada hidangan sebelum Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meletakkan tangannya. Suatu ketika kami bersama beliau menghadiri hidangan makanan, tiba-tiba seorang anak perempuan datang seolah-olah didorong dan bermaksud meletakkan tangannya pada makanan itu, sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memegang tangannya. Kemudian datang seorang badui seolah-olah didorong, maka beliau pun memegang tangannya. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Sesungguhnya setan akan ikut menyantap makanan bila tidak disebut nama Allah -Ta'ālā- padanya. Sungguh ia datang bersama anak perempuan ini supaya ia ikut menyantapnya, sehingga aku memegang tangannya. Kemudian ia datang dengan orang badui ini supaya ia ikut menyantapnya, maka aku pun memegang tangannya. Demi Allah yang jiwaku ada di Tangan-Nya! Sungguh tangan setan itu ada dalam genggaman tanganku beserta tangan keduanya.' Kemudian beliau mengucapkan bismillāh dan makan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Penghormatan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta menjelaskan adab mereka terhadap beliau.

2) Di antara adab makan ialah mendahulukan orang yang lebih tua supaya makan lebih awal, karena mendahului orang yang tua ketika makan bertentangan dengan adab mulia.

3) Kewajiban mengingkari kemungkaran bagi orang yang mengetahuinya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memegang tangan mereka kemudian mengajari mereka apa yang harus mereka kerjakan dalam adab makan.

5/732- Umayyah bin Makhsyiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang duduk di saat ada seseorang sedang makan dan tidak membaca bismillāh sampai tidak tersisa dari makanannya kecuali sesuap lagi. Kemudian ketika mengangkat suapan itu ke mulutnya, dia mengucapkan, "Bismillāhi awwalahu wa ākhirahu (dengan nama Allah di awal dan akhirnya)." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertawa lalu bersabda,"Setan senantiasa ikut makan bersamanya. Kemudian ketika dia menyebut nama Allah, setan itu pun memuntahkan apa yang ada di perutnya."(HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy) [18].

6/733- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menyantap satu makanan bersama enam orang sahabatnya, lalu seorang badui datang dan memakannya dengan dua kali suap, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Andai saja ia menyebut nama Allah, niscaya makanan tersebut cukup untuk kalian semua."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menyebut nama Allah -Ta'ālā- akan mendatangkan keberkahan pada segala sesuatu, karena tidaklah seorang hamba menyebut nama Rabb-nya pada sesuatu kecuali akan turun padanya keberkahan.

2) Setan itu dekat dengan orang yang lalai dan jauh dari orang yang mengingat Allah -Ta'ālā-. Oleh karena itu, hendaklah orang beriman berusaha untuk selalu mengingat Allah.

3) Anjuran supaya makan bersama-sama walaupun sedikit.

7/734- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika mengangkat hidangannya (selesai makan) beliau mengucapkan,"Alḥamdulillāhi ḥamdan kaṡīran ṭayyiban mubārakan fīhi, gaira makfiyyin wa lā muwadda'in wa lā mustagnan 'anhu rabbanā (Artinya: Segala puji ‎milik Allah dengan pujian yang banyak, baik, dan penuh berkah; Dia tidak membutuhkan (sesuatupun), tidak ditinggalkan, dan selalu dibutuhkan, wahai ‎Rabb kami)."‎(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

غَيْرَ مَكْفِيٍّ (gaira makfiyyin): tidak membutuhkan seorang pun di antara makhluk-Nya; Dia Mahakaya, yang memberi makan, tidak diberi makan.

لا مُوَدَّع (lā muwadda'in): tidak ditinggalkan dari permintaan kepada-Nya; artinya, Allah Yang Mahasuci satu-satunya tempat meminta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Apabila seseorang telah makan, dia harus memuji Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-; hanya Allah semata yang berhak terhadap pujian, tidak ada yang lain, karena Allah adalah pemilik semua karunia.

2) Semua hamba butuh kepada Allah, sedangkan Allah tidak butuh kepada mereka, bahkan Allahlah yang memberikan mereka berbagai karunia, sehingga semua hamba butuh kepada Allah Yang Mahasuci dalam menciptakan mereka dan memberikan mereka rezeki.

8/735- Mu'āż bin Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menyantap makanan lalu mengucapkan: alḥamdulillāhillażī aṭ'amanī hāżā aṭ-ṭa'āma wa razaqnīhi min gairi ḥaulin minnī wa lā quwwah (segala puji hanya milik Allah yang telah memberiku makanan ini dan menganugerahkannya kepadaku tanpa ada daya dan kekuatan dariku), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan besarnya karunia Allah kepada hamba-Nya; yaitu seluruh urusan semua hamba berasal dari Allah -'Azza wa Jalla-, bukan dengan kemampuan dan kekuatan mereka.

2) Kabar gembira bagi orang-orang beriman berupa ampunan dosa dan penambahan karunia apabila mereka bersyukur kepada Tuhan mereka atas nikmat-nikmat-Nya, di antaranya nikmat makanan dan minuman.

 101- BAB LARANGAN MENCELA MAKANAN DAN ANJURAN MEMUJINYA

1/736- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah mencela makanan. Jika beliau suka makanan itu, beliau menyantapnya. Apabila tidak menyukainya, beliau membiarkannya."(Muttafaq 'Alaih)2/737- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah meminta lauk ‎kepada keluarganya, maka mereka berkata, “Kami tidak memiliki apa-apa kecuali cuka." Beliau kemudian ‎memintanya dan makan dengan cuka tersebut. Beliau bersabda,"Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الأُدم (al-udm): sesuatu (lauk) yang dimakan bersama roti, apa pun jenisnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib mengetahui besarnya nilai nikmat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. Oleh karena itu, tidak boleh mencela makanan hanya karena tidak menyukainya.

2) Keagungan akhlak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau tidak pernah mencela makanan yang halal.

Faedah Tambahan:

Di antara prinsip pembinaan iman ialah menahan diri dari apa yang diinginkan di sebagian waktu. Tidak boleh semua yang diinginkan harus diusahakan untuk didapatkan. Melainkan, seorang mukmin harus mendidik diri supaya sederhana dalam kehidupan dan tidak tenggelam dalam menikmati kenikmatan yang diperbolehkan. Ia cukup mengambil sesuai kebutuhan, karena dunia dengan semua kenikmatannya tidak ada nilainya untuk dijadikan oleh seseorang sebagai negeri tempat tinggal. Lagi pula di antara sifat hamba Ar-Raḥmān yang saleh dan dianjurkan oleh Al-Qur`ān adalah:"Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi di antara keduanya secara wajar." (QS. Al-Furqān: 68)

Kita tidak menghalangi diri dari kenikmatan dunia yang halal, tetapi juga kita tidak boleh tenggelam dengan jiwa kita dalam kenikmatan dunia.

 102- BAB UCAPAN ORANG YANG BERPUASA KETIKA MENGHADIRI UNDANGAN MAKAN JIKA TIDAK INGIN MEMBATALKAN PUASANYA

1/738- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian diundang, maka hendaklah dia memenuhinya. Jika dia berpuasa, hendaklah dia mendoakan (orang yang mengundang). Tetapi jika dia tidak berpuasa, maka hendaklah dia makan."(HR. Muslim)Para ulama berkata, "Makna "فَلْيُصَلِّ" (fal-yuṣalli): hendaklah dia berdoa.Dan makna "فَلْيَطْعَمْ" (fal-yuṭ'im): hendaklah dia makan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban memenuhi undangan pesta atau walimah pernikahan, baik dia berpuasa ataupun tidak berpuasa.

2) Puasa tidak boleh menghalangi pelakunya dari menghadiri undangan walimah pernikahan, bila ia hadir ia hendaknya menyibukkan diri dengan mendoakan keberkahan dan kebaikan bagi yang mengundang.

Faedah Tambahan:

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang yang berpuasa sunah adalah pemimpin dirinya; hendaklah dia lanjut berpuasa bila mau, dan dia juga boleh membatalkannya bila mau." (HR. Ahmad). Dari kandungan hadis ini dapat disimpulkan:

Boleh membatalkan puasa sunah bagi orang yang diundang ke walimah pernikahan, khususnya bila tujuan membatalkan puasanya untuk memberikan kebahagiaan kepada pihak yang mengundang.

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal saleh yang paling dicintai oleh Allah adalah kebahagiaan yang engkau berikan kepada seorang muslim, atau engkau menghilangkan satu kesulitannya, atau melunasi hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku untuk suatu keperluan lebih aku sukai dari beriktikaf di masjid ini -yakni Masjid Madinah- selama satu bulan. Siapa yang berjalan bersama saudaranya untuk suatu keperluan hingga dia mewujudkannya, maka Allah akan meneguhkan kakinya di atas sirat pada hari ketika kaki tergelincir."HR. Ibnu Abi Ad-Dunyā dalam kitab Qaḍā` Al-Ḥawā`ij dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-.

 103- BAB UCAPAN ORANG YANG DIUNDANG KE JAMUAN LALU DIIKUTI OLEH ORANG LAIN

1/739- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Salah seorang sahabat mengundang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ke perjamuan makanan yang dibuatnya untuk beliau bersama empat orang lainnya. Tetapi ada seseorang yang ikut dengan mereka, sehingga ketika sampai di pintu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata,"Orang ini ikut dengan kami. Jika engkau menghendaki, engkau bisa mengizinkannya (masuk). Dan juga jika engkau menghendaki, dia bisa kembali pulang." Sahabat itu berkata, "Dia jangan kembali. Tetapi aku mengizinkannya, wahai Rasulullah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jika seseorang mengundang orang lain, ia boleh membatasi jumlah mereka, dan itu tidak tercela.

2) Tidak mengapa bila tuan rumah tidak mengizinkan orang yang ikut bersama orang yang memiliki undangan; bila disuruh puluh maka dia harus pulang, karena itu adalah adab Al-Qur`ān Al-Karīm:"Dan jika dikatakan kepadamu, 'Kembalilah!' Maka hendaklah kamu kembali." (QS. An-Nūr: 28)Tetapi, tentunya merupakan akhlak mulia bila dia mengizinkan orang yang ikut tersebut, dan tidak memulangkannya.

3) Perintah menjamu tamu dan merupakan amalan sunah yang sangat ditekankan.

 104- BAB MENGAMBIL MAKANAN YANG ADA DI HADAPANNYA DAN MENASIHATI SERTA MENGHUKUM ORANG YANG TIDAK BENAR CARA MAKANNYA

1/740- Umar bin Abi Salamah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Dahulu aku seorang anak kecil yang hidup dalam pengasuhan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Pernah suatu ketika tanganku kesana-kemari (saat mengambil makanan) di nampan, sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,“Nak! Bacalah bismillāh, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu!”(Muttafaq 'Alaih)

Ucapannya: "تَطِيشُ" (taṭīsyu), dengan mengkasrahkan "ṭā`", setelahnya "yā`", maksudnya: bergerak kesana-kemari ke semua sisi nampan.

2/741- Salamah bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang makan di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan tangan kirinya. Maka beliau bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu menjawab, “Aku tak bisa.” Nabi pun bersabda, “Semoga engkau benar-benar tidak bisa.” Padahal tidak ada yang menghalanginya untuk itu kecuali kesombongannya. Maka ia pun tidak mampu mengangkat (tangannya) ke mulutnya.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengajar sahabat-sahabat beliau di semua momen; demikian juga kewajiban penuntut ilmu supaya memanfaatkan semua kesempatan dalam rangka menebarkan petunjuk Sunnah di tengah-tengah umat.

2) Disunahkan kepada setiap muslim supaya mengambil makanan yang ada di hadapannya, kecuali makanan yang dihidangkan memiliki banyak macam.

3) Memperlihatkan hukuman bagi orang yang meninggalkan Sunnah secara sengaja dan karena sombong.

 105- BAB LARANGAN MAKAN DUA BUTIR KURMA SEKALIGUS DAN YANG LAINNYA KETIKA MAKAN BERJEMAAH KECUALI DENGAN SEIZIN REKANNYA

1/742- Jabalah bin Suḥaim berkata, "Kami ditimpa paceklik pada masa Ibnu Az-Zubair, dan kami diberikan santunan kurma. Kemudian Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- lewat ketika kami sedang makan, maka ia berkata, 'Janganlah kalian makan dengan mengumpulkan dua butir sekaligus. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang makan dengan mengumpulkan dua butir sekaligus.' Selanjutnya dia berkata, "Kecuali setelah orang tersebut meminta izin kepada saudaranya.'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الإِقْرَانُ (al-iqrān): menggabungkan antara dua butir kurma ketika makan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan makan dengan menggabungkan dua butir sekaligus tanpa seizin teman makannya karena mengandung kezaliman kepada orang lain.

2) Kesempurnaan agama Islam, bahkan hingga dalam perincian adab, dan ini menunjukan keagungan ajaran syariat Islam.

 106- BAB DOA DAN AMALAN ORANG YANG MAKAN TAPI TIDAK KENYANG

1/743- Waḥsyiy bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, "Wahai Rasulullah! Kami makan namun tidak merasa kenyang." Beliau bersabda, "Mungkin kalian berpisah-pisah ketika makan." Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda,"Berkumpullah pada makanan kalian dan sebutlah nama Allah, pasti Allah memberkahi kalian pada makanan tersebut."(HR. Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dianjurkan kepada beberapa orang agar makanan mereka diletakkan di satu nampan -jika memungkinkan-, karena yang demikian itu termasuk sebab turunnya keberkahan.

2) Membaca bismillāh ketika makan akan mendatangkan keberkahan; tidaklah nama Allah disebutkan pada sesuatu yang sedikit kecuali hal itu akan menjadikannya banyak, tidak pula pada sesuatu yang sulit kecuali akan menjadikannya mudah.

 107- BAB PERINTAH MENGAMBIL MAKANAN DARI BAGIAN PINGGIR PIRING DAN LARANGAN MENGAMBIL MAKANAN DARI TENGAH

Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Makanlah dari makanan yang ada di hadapanmu." (Muttafaq 'Alaih, hadis ini telah disebutkan sebelumnya)

1/744- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan; maka mulailah mengambil makanan dari pinggirnya dan jangan dari tengah-tengahnya!"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

حَافَتَيْهِ (ḥāfataihi): dua bagian pinggirnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Makan yang dimulai dari bagian tengah makanan menyebabkan keberkahan dicabut. Sebab itu, adab makan yang benar adalah dimulai dari bagian pinggir piring.

2) Kesempurnaan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengajarkan umat ini tentang adab makan. Petunjuk yang sangat luar biasa!

2/745- Abdullah bin Busr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki sebuah nampan besar yang disebut Al-Garrā` yang harus dibawa oleh empat orang laki-laki. Tatkala waktu duha dan mereka telah melaksanakan salat Duha, nampan tersebut dihadirkan dan telah diisi dengan ṡarīd (roti yang telah dipotong-potong dan diberi daging dan kuah). Mereka berkumpul mengelilingi nampan tersebut. Manakala jumlah mereka bertambah banyak, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk berlutut. Seorang badui berkata, "Duduk cara apa ini?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah menjadikanku seorang hamba yang mulia dan murah hati, tidak menjadikanku sebagai orang yang angkuh lagi keras." Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda juga,"Makanlah dari bagian pinggirnya, dan biarkan dulu bagian paling tengahnya, niscaya makanan itu akan diberkahi."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)

ذِرْوَتَهَا (żirwatahā), dengan mengkasrahkan "żāl", dan boleh juga didamahkan, yaitu: bagian tengahnya.

Kosa Kata Asing:

الغَرَّاء (al-garrā`): dinamakan demikian karena putihnya.

جَثَا (jaṡā): duduk berlutut dengan menduduki punggung kaki.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kemuliaan hati dan perhatian besar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap para sahabat dan rekan duduknya, serta tingginya ketawadukan beliau.

2) Keberkahan ada di bagian tengah makanan, dan itu berpengaruh terhadap makanan semuanya.

Faedah Tambahan:

Tersebar di sebagian orang bahwa Sunnah ketika duduk makan adalah duduk berlutut seperti posisi duduk tasyahud dalam salat. Perbuatan ini tidak memiliki dasar dari Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ia hanya sebatas perbuatan mubah, artinya diperbolehkan bagi orang yang mengerjakannya. Manusia tidak boleh diarahkan pada suatu ucapan atau perbuatan lalu dijadikan sebagai petunjuk yang harus diikuti kecuali jika hal itu telah ditunjukkan oleh Sunnah secara jelas.

Kaidah mengikuti Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bermakna kita mengerjakan apa yang beliau kerjakan seperti tata cara yang beliau kerjakan dengan dalil bahwa beliau mengerjakannya; serta meninggalkan apa yang beliau tinggalkan seperti tata cara yang beliau tinggalkan dengan dalil bahwa beliau meninggalkannya.

 108- BAB MAKRUH HUKUMNYA MAKAN DENGAN DUDUK ITTIKĀ` (BERSANDAR KE SAMPING)

1/746- Jundub bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Aku tidak makan dengan duduk ittikā`."(HR. Bukhari)

Al-Khaṭṭābiy berkata, "Orang yang duduk ittikā` maksudnya di sini adalah yang duduk dengan bersandar pada alas yang dihamparkan di bawahnya." Dia berkata, "Maksudnya, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak duduk di atas alas atau bantal duduk yang diletakkan, sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang hendak makan banyak. Melainkan beliau duduk seperti duduknya orang yang akan berdiri, bukan duduk orang yang hendak duduk lama, dan beliau makan secukupnya." Ini penjelasan Al-Khaṭṭābiy. Sedangkan yang lain menyebutkan bahwa orang yang duduk ittikā` adalah yang duduk miring di atas lambungnya (dengan bersandar pada sesuatu). Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan makan dengan duduk ittikā`.

2) Duduk ittikā` menunjukkan keangkuhan dan kesombongan, dan ini termasuk hikmah agama melarang duduk makan seperti ini. Juga, makan dengan ittikā` dapat membahayakan kesehatan karena posisi ini membuat saluran makanan tidak normal, dan ini adalah faktor yang bersifat indrawi yang berkaitan dengan badan.

2/747- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- makan kurma dengan duduk iq'ā`."(HR. Muslim)

Duduk iq'ā` adalah menempelkan pantat di atas lantai dan menegakkan kedua betis.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh makan dengan duduk iq'ā`.

2) Di antara yang dapat membantu mengurangi makan dengan cara seseorang tidak duduk dengan mantap dan sempurna.

 109- BAB ANJURAN MAKAN MENGGUNAKAN TIGA JARI DAN MENJILAT JARI, SERTA MAKRUH MENGELAPNYA SEBELUM DIJILAT, ANJURAN MENJILAT TEMPAT MAKAN DAN MEMUNGUT MAKANAN YANG JATUH LALU MEMAKANNYA, DAN BOLEHNYA MENGELAPKAN TANGAN PADA LENGAN, KAKI, DAN LAINNYA SETELAH DIISAP

1/748- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai makan, maka janganlah ia mengelap (membersihkan) jari-jarinya hingga dia menjilatnya atau menjilatkannya (ke orang lain)."(Muttafaq 'Alaih)2/749- Ka'ab bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- makan dengan tiga jarinya. Kemudian bila sudah selesai, beliau menjilatnya."(HR. Muslim)3/750- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan untuk menjilat jari dan nampan makanan, dan beliau bersabda, "Sesungguhnya kalian tidak tahu bagian makanan kalian yang manakah keberkahan itu ada."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk membersihkan sisa makanan yang ada di jari, karena yang demikian itu termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- walaupun adab ini telah ditinggalkan oleh kebanyakan orang. Orang yang diberi taufik di antara hamba Allah adalah yang mengerjakan Sunnah ini dan mengajak manusia kepadanya dengan ilmu dan kesabaran.

2) Seluruh kebaikan dan keberkahan terdapat dalam praktik mengikuti agama dan adab-adabnya, lalu dengan sebab itu seseorang akan memperoleh keberkahan yang tak terhingga. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)4/751- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila suapan salah seorang kalian jatuh hendaklah dia memungutnya lalu membuang kotoran yang melekat dan memakannya. Janganlah dia membiarkannya untuk setan. Jangan pula dia mengelap tangannya dengan kain hingga dia mengisap jarinya, karena dia tidak tahu di bagian makanan mana yang terdapat keberkahan."(HR. Muslim)5/752- Juga dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya setan hadir kepada salah seorang kalian di semua urusannya, bahkan hingga ketika makan. Bila ada sesuap makanan jatuh dari salah seorang kalian, hendaklah dia mengambilnya dan membuang kotoran yang menempel, lalu memakannya dan tidak meninggalkannya untuk setan. Apabila telah selesai makan, hendaknya dia mengisap jari-jarinya, karena dia tidak tahu pada bagian makanan manakah keberkahan itu ada."(HR. Muslim)6/753- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- jika telah selesai makan maka beliau mengisap ketiga jarinya. Beliau bersabda,"Bila suapan salah seorang kalian jatuh, hendaklah dia memungutnya lalu membuang kotoran yang melekat dan memakannya. Janganlah dia membiarkannya untuk setan."Beliau memerintahkan kami supaya mengusap sisa makanan di tempat makan lalu mengisapnya. Beliau bersabda,"Sesungguhnya kalian tidak tahu pada bagian makanan manakah keberkahan itu ada."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

نَسْلُت (naslutu): kami mengusap.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengajaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya tentang salah satu adab makan ketika makanan jatuh ke tanah. Ini menjelaskan bahwa agama Islam seringkali datang dengan ajaran yang berbeda dengan hawa nafsu serta pandangan dan kebiasaan manusia.

2) Adab ini mendatangkan kekecewaan dan kemarahan kepada setan karena ia dihalangi dari makanan yang jatuh tersebut.

3) Anjuran untuk menjaga nikmat walaupun dinilai sedikit dalam pandangan manusia.

7/754- Sa'īd bin Al-Ḥāriṡ meriwayatkan bahwa dia pernah bertanya kepada Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- tentang kewajiban berwudu setelah memakan sesuatu yang tersentuh api, maka Jābir menjawab,"Tidak wajib. Dahulu di zaman Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kami jarang menemukan makanan seperti itu. Dan jika kami menemukannya, kami tidak memiliki sapu tangan, selain mengusapkan (bekas lemaknya) ke tangan, lengan, dan kaki kami, setelah itu kami mengerjakan salat tanpa (memperbaharui) wudu."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kehidupan zuhud para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta jarangnya mereka menemukan makanan enak yang dimasak dengan api.

2) Boleh menggunakan lap tangan setelah mengisap jari, dan ini tidak bertentangan dengan petunjuk para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, karena lap tangan tidak banyak ditemukan di zaman mereka.

Faedah Tambahan:

Guru yang diberikan taufik adalah yang membimbing manusia untuk mengikuti adab-adab sesuai Sunnah Nabi tanpa melabrak realita yang mengandung manfaat.Karena agama Allah -Ta'ālā- adalah agama yang sempurna dan komprehensif serta relevan untuk semua waktu dan tempat.

 110- BAB ANJURAN MEMPERBANYAK ORANG IKUT MAKANAN

1/755- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Makanan untuk berdua cukup untuk tiga orang, dan makanan untuk bertiga cukup untuk empat orang."(Muttafaq 'Alaih)2/730- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Makanan untuk satu orang cukup untuk berdua, makanan untuk berdua cukup untuk empat orang, dan makanan untuk berempat cukup untuk delapan orang."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran makan dengan cara berjemaah, karena kecukupan akan lahir dari keberkahan berjemaah.

2) Ajakan syariat untuk berkumpul dan bersatu serta larangan berpecah belah dan berselisih hingga dalam hal memperbanyak tangan ketika makan.

 111- BAB ADAB MINUM DAN ANJURAN BERNAPAS TIGA KALI DI LUAR BEJANA DAN MAKRUH BERNAPAS DALAM BEJANA SERTA ANJURAN MENGELILINGKAN BEJANA MULAI DARI SEBELAH KANAN ORANG YANG PERTAMA MINUM

1/757- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bernapas sebanyak tiga kali ketika minum.(Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya, bernapas di luar bejana.

2/748- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian minum dengan sekali napas seperti cara minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali (tegukan). Ucapkanlah bismillāh sebelum kalian minum, dan pujilah Allah jika kalian telah selesai."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [19].

3/759- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang bernapas dalam bejana.(Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya, bernapas di dalam bejana air yang sedang diminum.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sunnah ketika minum adalah minum sebanyak tiga kali tegukan dari bejana, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Yang demikian itu lebih nikmat dan lebih sehat."(HR. Abu Daud)

2) Ajakan agama Islam untuk menjaga kesehatan badan, karena air ketika diminum sekaligus kadang dapat membahayakan. Adapun jika air itu ditelan bertahap beberapa kali, maka ia lebih cepat menghilangkan dahaga dan lebih menjauhkan dari penyakit.

4/760- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah diberi segelas susu yang telah dicampur dengan air, sementara di sebelah kanan beliau seorang badui dan di sebelah kiri beliau Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-. Maka beliau minum kemudian memberikannya kepada laki-laki badui itu. Beliau bersabda,"Dahulukan yang kanan seterusnya ke kanan!"(Muttafaq 'Alaih). Kata "شِيبَ" (syība), artinya dicampur.5/761- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah diberi minuman lalu beliau meminumnya, sedangkan di sebelah kanan beliau ada seorang anak kecil dan di sebelah kirinya ada orang-orang tua. Maka beliau berkata kepada anak itu, "Apakah engkau mengizinkan kalau aku memberikan minuman ini kepada orang-orang tua itu terlebih dahulu?" Anak itu menjawab, "Tidak, demi Allah. Wahai Rasulullah! Aku tidak akan mendahulukan siapa pun pada bagian yang aku dapatkan darimu." Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meletakan minuman itu di tangannya.(Muttafaq 'Alaih)

تَلَّهُ (tallahu): meletakkannya. Anak kecil ini adalah Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perhatian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk selalu memulai dari sebelah kanan dalam semua urusannya, sebagaimana yang diterangkan oleh Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senang memulai dengan yang kanan dalam semua perkara."

2) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendahulukan orang yang kurang afdal sebelum yang lebih afdal, karena tidak diragukan bahwa Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- lebih afdal dari laki-laki badui tersebut, tetapi memulai dari kanan itulah yang Sunnah. Orang yang diberi taufik di antara hamba Allah adalah yang menjadikan Sunnah Nabi sebagai panutan yang diikuti dalam kehidupannya serta yang mendorongnya dalam ucapan, perbuatan, dan gerak-geriknya.

Faedah Tambahan:

Tersebar di kalangan para ulama ungkapan, "Tidak boleh mendahulukan orang lain dalam ketaatan" sebagaimana telah dikutipkan sebelumnya dari An-Nawawiy -raḥimahullāh-. Tetapi sebagian para peneliti di kalangan ulama berpendapat boleh mendahulukan orang lain (īṡār) dalam ketaatan.

Al-'Allāmah Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam kitabnya yang lengkap dan bermanfaat, Zādul-Ma'ād fī Hadyi Khairil-'Ibād ketika menyebutkan faedah perang Ṭā`if,"Di antaranya, tingginya kecintaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq kepada beliau... Oleh karena itu, dia meminta kepada Al-Mugīrah supaya dia yang menyampaikan kabar gembira datangnya utusan dari Ṭā`if kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-... Ini menunjukkan, bahwa seseorang diperbolehkan untuk minta kepada saudaranya supaya mau mendahulukannya untuk melakukan suatu ketaatan, dan orang itu pun diperbolehkan untuk mendahulukan saudaranya dalam ketaatan tersebut. Perkataan sebagian fukaha yang mengatakan tidak boleh mendahulukan orang lain dalam ketaatan, adalah tidak benar. Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- telah mengalah dan mendahulukan Umar bin Al-Khaṭṭāb untuk dikubur di rumahnya di samping Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Umar juga memintanya... Sehingga, apabila seseorang meminta kepada orang lain supaya dia yang menempati tempatnya di saf pertama, maka permintaannya itu tidak makruh, begitu juga tidak makruh memberikan hal itu... Siapa yang mencermati kehidupan para sahabat, mereka akan menemukan para sahabat tidak membenci hal itu... Tidaklah yang demikian itu kecuali sebagai wujud kemurahan hati, kedermawanan, dan mendahulukan orang lain atas diri sendiri pada sesuatu yang paling dicintainya demi membahagiakan saudaranya seagama serta menjunjung kedudukannya... juga untuk memotivasinya kepada kebaikan..."(Dinukil secara ringkas)

 112- BAB LARANGAN MINUM LANGSUNG DARI MULUT KIRBAT DAN TEMPAT PENAMPUNGAN AIR LAINNYA DAN PENJELASAN BAHWA HAL ITU MAKRUH BUKAN HARAM

1/762- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang minum langsung dari mulut tong penampungan air."

Yaitu dengan merusak mulut tong penampungan air tersebut kemudian minum dari tempat itu. (Muttafaq 'Alaih)

2/763- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Rasulullah -ṣallallahu 'alaihi wasallam- telah melarang minum langsung dari mulut tong penampungan air atau kirbat."(Muttafaq 'Alaih)3/764- Ummu Ṡābit, Kabsyah binti Ṡābit, saudari Hassân bin Ṡābit -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang mengunjungiku lalu minum dari mulut kirbat yang tergantung sambil berdiri. Maka aku berdiri menuju mulut kirbat itu kemudian memotongnya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Ummu Ṡābit memotong mulut kirbat tersebut dengan tujuan untuk menyimpan bekas mulut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengambil berkahnya serta menjaganya agar tidak dihinakan. Hadis ini harus ditafsirkan untuk menjelaskan kebolehan minum langsung dari mulut kirbat dan sejenisnya, sedangkan dua hadis sebelumnya untuk menjelaskan yang lebih utama dan lebih sempurna. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

الأَسْقِيَةُ (al-asqiyah), bentuk jamak dari "سِقَاء" (siqā`), maksudnya, tong yang terbuat dari kulit, baik kecil ataupun besar.

مِنْ فِي (min fī): dari mulut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan memiringkan mulut tong air kemudian minum dari tempat itu karena dikhawatirkan akan ada sesuatu yang membahayakan dari dalam air yang ada dalam tong.

2) Larangan ini khusus pada orang yang langsung menempelkan mulutnya di mulut tong, karena hal itu akan mengotori wadah. Adapun orang yang menuangkannya kemudian minum, maka tidak mengapa.

3) Diperbolehkan bagi seseorang untuk minum dengan berdiri jika ada kebutuhan untuk itu, sehingga perbuatan melanggar larangan itu disebabkan karena adanya suatu kebutuhan.

4) Boleh bertabaruk dengan bekas-bekas peninggalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang benar serta perhatian para sahabat untuk menyimpan bekas beliau untuk digunakan bertabaruk. Adapun selain Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka tidak boleh bertabaruk dengan apa pun dari tubuhnya atau bekas peninggalannya. Karena ini adalah kekhususan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantaran Allah telah memuliakan beliau dengan kedudukan kenabian.

 113- BAB MAKRUH MENIUP MINUMAN

1/765- Abu Sa’īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang meniup minuman. Lalu ‎seseorang bertanya, “Bagaimana jika aku melihat kotoran di dalam ‎wadah air itu?" Beliau bersabda, “Tuangkankan saja!” Dia berkata, "‎Rasa dahagaku tidak hilang dengan (minum) satu kali tarikan napas." Beliau bersabda, “Kalau begitu, jauhkanlah wadah air itu dari ‎mulutmu.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")2/766- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang bernapas di dalam wadah air (bejana) atau meniupnya.(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

القَذَاةُ (al-qażāh): sesuatu yang jatuh ke dalam minuman, seperti ranting kecil dan semisalnya.

أَبِنِ القَدَحَ (abinil-qadaḥ): jauhkan wadah itu dari mulutmu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Syariat Islam sempurna dari semua sisi, bahkan hingga dalam perincian adab minum dan makan.

2) Larangan meniup pada wadah karena dikhawatirkan akan keluar sesuatu yang mengganggu dan membahayakan, sehingga hal ini mengandung tindakan mengantisipasi risiko dan upaya menjaga kesehatan. Maka, apakah ada agama yang lebih mulia dari agama Islam?!

 114- BAB BOLEH MINUM SAMBIL BERDIRI DAN PENJELASAN BAHWA YANG LEBIH SEMPURNA DAN UTAMA ADALAH MINUM SAMBIL DUDUK

Hal ini telah ditunjukkan oleh hadis Kabsyah -raḍiyallāhu 'anhā- yang telah disebutkan sebelumnya.

1/767- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku pernah memberi minum Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari air zamzam, lalu beliau minum sambil berdiri."(Muttafaq 'Alaih)2/768- An-Nazzāl bin Sabrah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ali -raḍiyallāhu 'anhu- datang ke pintu halaman masjid Kufah lalu minum sambil berdiri, dan berkata,"Aku pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan seperti yang kalian lihat aku melakukannya."(HR. Bukhari)3/769- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Dahulu di masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kami makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")4/770- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- minum sambil berdiri dan sambil duduk."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

الرَّحْبَةُ (ar-raḥbah): tempat yang luas, maksudnya di sini halaman masjid Kufah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh minum sambil berdiri ketika dalam kondisi diperlukan, seperti di tempat-tempat ramai atau tempat pengambilan airnya tinggi sebagaimana yang terdapat dalam hadis Kabsyah binti Ṡābit yang terdahulu (no. 764).

2) Seorang yang berilmu ketika melihat masyarakat menjauhi sesuatu atau sebuah perkara padahal hal itu diperbolehkan, maka dia harus menjelaskan kepada mereka hukum yang benar dalam masalah itu.

5/771- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau telah melarang seseorang minum sambil berdiri. Qatādah berkata, Lalu kami bertanya kepada Anas, "Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?" Dia menjawab, "Hal itu lebih ‎buruk -atau lebih menjijikkan-."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang keras minum sambil berdiri.

6/772- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah sekali-kali salah seorang kalian minum sambil berdiri! Siapa yang lupa ‎maka hendaknya dia memuntahkannya!"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan minum berdiri menunjukkan pengharaman, tetapi sesuatu yang haram kadang boleh dilakukan ketika ada kebutuhan untuk itu.

2) Perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada laki-laki itu supaya memuntahkannya adalah sebagai penegasan adanya larangan keras terhadap minum berdiri.

Peringatan:

Judul bab yang disebutkan oleh penulis -raḥimahullāh- "Boleh Minum Berdiri dan Penjelasan Bahwa yang Lebih Sempurna dan Utama Adalah Minum Duduk" tidak sejalan dengan makna lahiriah nas-nas yang ada. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- minum berdiri hanya ketika beliau membutuhkan hal itu, sehingga minum berdiri diperbolehkan ketika dalam kondisi dibutuhkan. Hadis-hadis yang berisikan ancaman terhadap perilaku minum berdiri sangat banyak, di antaranya:

Hadis yang disebutkan oleh penulis: "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang seseorang minum berdiri"; "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang keras minum berdiri"; "Jangan sekali-kali salah seorang kalian minum berdiri; Siapa yang yang lupa, hendaklah dia memuntahkannya." Di antaranya juga adalah perintah beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- supaya minum dengan cara duduk, sebagaimana sabdanya kepada Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- dalam kisah yang panjang, "Duduklah, kemudian minumlah." Dari larangan yang bervariasi ini terhadap minum berdiri serta perintah yang disertai penegasan supaya minum dengan cara duduk, terlihat jelas bahwa kewajiban yang tidak mengandung pilihan lain itu ialah minum duduk. Kecuali jika dalam kondisi yang tak biasa seperti padatnya orang atau tidak memungkinkan untuk duduk. Wallāhu a'lam. Disebutkan dalam Kitab Fatḥul-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy karya Ibnu Ḥajar Al-'Asqalāniy,

sunnah orang pilihan dari orang terbaik negeri Hijaz.

Bila engkau minum maka duduklah, niscaya engkau meraih

tetapi hal itu hanya untuk menjelaskan kebolehannya.

Mereka mensahihkan beliau pernah minum berdiri,

 115- BAB ANJURAN AGAR ORANG YANG MELAYANI MINUM ORANG LAIN ADALAH YANG PALING TERAKHIR MINUM

1/773- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Orang yang melayani minum suatu kaum adalah yang paling terakhir minum."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang hendaknya melayani saudara-saudaranya dengan memberi mereka minum dan agar dia yang paling terakhir minum di antara mereka sebagai wujud mendahulukan mereka atas dirinya sendiri.

2) Anjuran syariat Islam kepada para pengikutnya untuk melatih diri bersabar serta tawaduk kepada orang lain.

 116- BAB BOLEH MINUM MENGGUNAKAN SEMUA BEJANA YANG SUCI SELAIN EMAS DAN PERAK; BOLEH MINUM LANGSUNG DENGAN MULUT DARI SUNGAI ATAU SELAINNYA TANPA MENGGUNAKAN BEJANA MAUPUN TANGAN; DAN KEHARAMAN MEMAKAI BEJANA EMAS DAN PERAK UNTUK MINUM, MAKAN, BERSUCI, DAN SEMUA BENTUK PEMAKAIAN LAINNYA

1/774- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, "Waktu salat sudah tiba, maka orang yang rumahnya dekat segera pergi ke rumahnya, dan tersisalah sekelompok orang. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibawakan sebuah bak dari batu, dan bak itu berukuran kecil sehingga tidak cukup untuk beliau membentangkan telapak tangannya. Dan akhirnya semua orang-orang itu bisa berwudu." Orang-orang bertanya, "Berapa jumlah kalian saat itu?" Anas bin Mālik menjawab, "Delapan puluh orang lebih."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim lainnya disebutkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meminta satu wadah berisi air. Maka beliau dibawakan bejana yang dangkal berisi sedikit air. Lantas beliau meletakkan jari-jarinya di dalam bejana tersebut. Anas berkata, "Maka aku mulai melihat air memancar dari sela-sela jemari beliau. Aku menaksir jumlah orang yang berwudu antara tujuh puluh sampai delapan puluh orang."

2/775- Abdullah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang, kemudian kami mengeluarkan air untuk beliau menggunakan bejana dari kuningan dan beliau berwudu."(HR. Bukhari)الصُّفْر (aṣ-ṣufr), dengan mendamahkan "ṣād", dan boleh juga dikasrahkan, yaitu: kuningan.التَّوْر (at-taur), dengan huruf "tā`", maknanya sama dengan "القَدَحُ" (al-qadaḥ), yakni: bejana.

Kosa Kata Asing:

المِخْضَب (al-mikhḍab): wadah yang terbuat dari batu, bak.

رَحْراح (raḥrāḥ): lebar dan dangkal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh berwudu dan mandi dengan menggunakan bak atau bejana dari batu, kaca, kayu, batu, dan kuningan, karena hukum asal semua bejana adalah halal dan suci.

2) Menjelaskan salah satu mukjizat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu menjadikan air banyak dan memancar dari sela-sela jemari beliau.

3/776- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menemui ‎seorang laki-laki Ansar bersama seorang sahabat beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya,“Adakah engkau mempunyai air yang telah diinapkan dalam kirbat ‎malam ini? Jika tidak, kami akan minum langsung dengan mulut kami.”(HR. Bukhari). الشَّنُّ (asy-syann): kirbat.

Kosa Kata Asing:

كَرَعْنا (kara'nā): kami akan minum dari wadah menggunakan mulut langsung, tanpa perantara bejana maupun tangan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kemudahan syariat dalam tata cara minum.

2) Semua yang Allah ciptakan di bumi hukumnya mubah, kecuali yang memiliki dalil tentang pengharamannya.

4/777- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang kami memakai sutra dan dībāj (pakaian sutra), serta minum menggunakan bejana emas dan perak. Beliau bersabda,Semua itu untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan untuk kalian di akhirat kelak.'"(Muttafaq 'Alaih)5/778- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- bersabda,“Orang yang minum menggunakan bejana perak pada hakikatnya sedang menuangkan api neraka Jahanam ke dalam perutnya.”(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, "Sesungguhnya orang yang makan atau minum menggunakan bejana perak dan emas ..."

Dalam riwayat Muslim yang lain lagi disebutkan, "Siapa yang minum menggunakan wadah emas atau perak, maka hakikatnya dia sedang menuangkan api neraka Jahanam ke dalam perutnya."

Kosa Kata Asing:

يُجَرْجِرُ (yujarjiru): jarjarah adalah suara makanan dan minuman ketika turun di kerongkongan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman minum dengan menggunakan bejana emas dan perak serta larangan menggunakannya untuk makan. Adapun faktor dan hikmah pengharamannya maka telah dijelaskan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sabda beliau, "Semua itu untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan untuk kalian di akhirat kelak."

2) Pengharaman memakai sutra dan dībāj (sejenis pakaian sutra) bagi laki-laki karena hal itu adalah ciri-ciri orang kafir dan pakaian khusus mereka. Oleh karena itu, syariat mengajak untuk mewujudkan perbedaan antara pakaian hamba Ar-Raḥmān dan hamba setan.

3) Kabar gembira bagi orang beriman yang melaksanakan perintah Allah dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa ganjaran bagi mereka adalah surga.

 KITAB PAKAIAN

 117- BAB ANJURAN MEMAKAI PAKAIAN WARNA PUTIH DAN BOLEH JUGA WARNA MERAH, HIJAU, KUNING, DAN HITAM, JUGA BOLEH DARI BAHAN KATUN, LINEN, BULU, WOL, DAN LAINNYA KECUALI SUTRA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi aurat kamu dan untuk perhiasan bagi kamu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik."(QS. Al-A'rāf: 26)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Dia menjadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, menjadikan pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas, dan juga pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan."(QS. An-Naḥl: 81)

Pelajaran dari Ayat:

1) Di antara hikmah Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah Dia menjadikan manusia butuh pada pakaian untuk menutup aurat lahiriahnya dan juga butuh pada pakaian takwa untuk menutup aurat batinnya, yaitu maksiat. Allah -Ta'ālā- menyebutkan dua jenis pakaian; pakaian yang bersifat lahiriah atau indrawi dan pakaian yang bersifat batin atau maknawi.

2) Pakaian yang bersifat indrawi terbagi dua jenis; pakaian primer untuk menutup aurat dan pakaian pelengkap yang merupakan pakaian perhiasan.

3) Pakaian takwa -yaitu pakaian yang bersifat maknawi- lebih baik dan lebih kekal dari pakaian yang tampak, sehingga seorang hamba wajib memperhatikan pakaian takwa, menghiasnya dan mempercantiknya.

1/779- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, sesungguhnya ia adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah yang meninggal di antara kalian dengannya."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")2/780- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pakailah pakaian yang berwarna putih karena ia lebih bersih dan lebih baik, dan kafanilah yang meninggal di antara kalian dengannya."(HR. An-Nasā`iy dan Al-Ḥākim dan dia berkata, "Hadis sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Pakaian yang paling baik adalah yang berwarna putih, ia lebih suci dan lebih baik karena tampak bersinar dan bercahaya, serta menunjukkan kesucian umat Islam secara individu dan kejernihan akidah mereka, dan pakaian memberi pengaruh pada pemakainya.

2) Wajib memperhatikan jenis kafan orang yang meninggal, karena orang yang meninggal tetap memiliki kehormatan.

3/781- Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang tingginya sedang. Aku pernah melihat beliau menggunakan setelan ḥullah berwarna merah, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih bagus dari itu."(Muttafaq 'Alaih)4/782- Abu Juḥaifah Wahb bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di Mekah ketika beliau berada di Abṭaḥ di kemah beliau yang berwarna merah dan terbuat dari kulit. Bilal keluar membawa sisa air wudu beliau; ada yang mendapatkannya langsung dan ada yang mendapatkannya dari percikan orang lain. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar mengenakan setelan ḥullah berwarna merah, seolah-olah aku masih melihat putihnya kedua betis beliau. Kemudian beliau berwudu dan Bilal mengumandangkan azan. Aku pun mengikuti (gerakan) mulut Bilal ke sana ke mari. Dia mengucapkan ke kanan dan ke kiri, 'Ḥayya 'alaṣ-ṣalāh (marilah kita salat)' dan 'Ḥayya 'alal-falāḥ (marilah menuju kemenangan).' Selanjutnya sebuah tongkat ditancapkan untuk beliau. Beliau pun maju dan melaksanakan salat, sedangkan anjing dan keledai lewat depannya dan tidak dilarang."(Muttafaq 'Alaih)

العَنَزَةُ (al-'anazah), dengan memfatahkan "nūn", yaitu sejenis tongkat.

Kosa Kata Asing:

مَرْبُوعاً (marbū'an): tidak tinggi sekali dan tidak pendek, tetapi lebih dekat kepada tinggi.

حُلَّة (ḥullah): pakaian yang bagian luar dan bagian dalamnya dari satu jenis yang sama.

الأبْطَح (al-abṭaḥ): sebuah tempat lapang yang berada di Kota Mekah, berjarak dengan Mina sekitar satu mil, dan hari ini dikenal dengan nama Ḥayyi Al-Mu'ābadah.

قبّة (qubbah): kemah, tenda.

أَدَم (adam): kulit.

نَاضِح (nāḍiḥ): memercikkan air.

نائِل (nā`il): mendapatkan.

رُكِزَتْ (rukizat): ditancapkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh memakai pakaian warna merah serta menggunakannya untuk salat dengan syarat warnanya tidak merah secara utuh.

2) Diperbolehkan memiliki kemah dengan warna merah karena kemah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terbuat dari kulit dan berwarna merah.

Faedah Tambahan:

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah -raḥimahullāh- berkata dalam bukunya, Zādul-Ma'ād fī Hadyi Khairil-'Ibād,"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah memakai ḥullah berwarna merah. Ḥullah adalah setelan sarung dan selendang, dan tidak akan disebut ḥullah kecuali kedua pasang pakaian itu dipakai bersamaan. Dan telah salah orang yang mengira ḥullah tersebut berwarna merah utuh, tidak dicampur dengan warna lain. Ḥullah ḥamrā` (merah) adalah jenis kain yang ditenun dengan garis merah dengan hitam; dia terkenal dengan nama ini jika dilihat pada garis merah yang ada padanya. Jika tidak demikian, maka warna merah yang murni telah dilarang dengan sangat keras. Di dalam Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī disebutkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang dudukan pelana yang berwarna merah. Pendapat yang mengatakan boleh menggunakan pakaian dan sejenisnya yang berwarna merah adalah lemah. Adapun kemakruhannya maka sangat dimakruhkan. Lalu bagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan disangka memakai pakaian yang berwarna merah murni?"5/783- Abu Rimṡah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memakai sepasang pakaian berwarna hijau."(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih)6/784- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk (ke Mekah) pada tahun pembebasan Kota Mekah dengan mengenakan serban hitam."(HR. Muslim)7/785- Abu Sa'īd 'Amr bin Ḥuraiṡ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seolah-olah aku masih melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau mengenakan serban hitam, beliau menjulurkan kedua ujungnya di antara kedua pundaknya."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah di hadapan orang-orang dengan mengenakan serban hitam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh memakai pakaian warna hijau dan hitam, sekalipun pakaian berwarna putih lebih diutamakan.

2) Boleh memakai serban warna hitam ketika berkhotbah dan pada kegiatan lainnya, dengan syarat tidak dijadikan sebagai kebiasaan, karena terus-menerus menggunakan pakaian hitam telah menjadi syiar sebagian kelompok yang menyelisihi Sunnah.

8/786- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dikafani dengan tiga lembar kain jenis saḥūlīyyah berwarna putih yang terbuat dari katun, tidak ada baju dan serban."(Muttafaq 'Alaih)السَحُولِيَّةُ (as-saḥūliyyah), dengan memfatahkan "sīn", dan boleh juga didamahkan, kemudian mendamahkan "ḥā`", yaitu: pakaian yang dinisbahkan kepada Saḥūl, sebuah desa di Yaman.الكُرْسُف (al-kursuf): katun.9/787- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Suatu pagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dengan mengenakan kain yang bergambar pelana unta yang terbuat dari bulu berwarna hitam."(HR. Muslim)

المِرط (al-miraṭ), dengan mengkasrahkan "mīm", artinya: kain. Sedangkan المُرحَّل (al-muraḥḥal), dengan huruf "ḥā`", yaitu: yang memiliki gambar pelana unta.

10/788- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Pada suatu malam, aku bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan. Beliau berkata kepadaku, "Apakah engkau membawa air?" Aku menjawab, "Ya." Maka beliau turun dari kendaraannya lalu berjalan hingga tidak terlihat di kegelapan malam. Setelah itu beliau datang, dan aku menuangkan air untuk beliau dari wadah. Maka beliau membasuh mukanya. Ketika itu beliau memakai jubah dari wol dan tidak bisa mengeluarkan kedua tangannya, sehingga beliau mengeluarkannya dari bawah jubah. Kemudian beliau membasuh tangannya dan mengusap kepala. Kemudian aku merunduk untuk melepas kedua khuff (sepatu kulit) beliau, maka beliau bersabda, "Biarkan keduanya, karena aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci." Lalu beliau mengusap bagian atas kedua khuff tersebut.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat yag lain disebutkan, "Ketika itu beliau memakai jubah Syam yang lengannya sempit."

Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, bahwa peristiwa ini terjadi ketika perang Tabuk.

Kosa Kata Asing:

الإِدَاوَةُ (al-idāwah): sebuah wadah kecil yang terbuat dari kulit digunakan untuk menyimpan air.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggambarkan kain kafan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Jika memungkinkan maka mengafani jenazah dengan kain berwarna putih adalah lebih utama, tanpa ditambahkan baju dan serban.

3) Boleh memakai pakaian warna hitam, tanpa disertai pengkhususan waktu ataupun acara tertentu, sebagaimana yang dilakukan pada acara kematian atau acara-acara penyambutan resmi.

4) Rukhsah dalam agama bagi orang yang memakai khuff (sepatu bot) atau kaos kaki dalam keadaan suci (telah berwudu) adalah dengan mengusapnya (ketika berwudu kembali), dan itu lebih diutamakan dari melepasnya lalu membasuh kaki.

5) Boleh membantu seseorang dalam mengerjakan wudu serta diperbolehkan meminta bantuan kepada orang lain ketika berwudu.

 118- BAB ANJURAN MEMAKAI GAMIS

1/789- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Pakaian yang paling disenangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah gamis."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

القَمِيْصُ (al-qamīṣ): jenis pakaian panjang yang terkenal di sebagian negara dengan nama jallābiyah atau disydāsyah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memakai gamis; karena dahulu dipakai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan merupakan jenis pakaian yang paling beliau sukai.

2) Memakai pakaian yang lebih menutup aurat adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 119- BAB PENJELASAN UKURAN PANJANG GAMIS, LENGAN PAKAIAN, SARUNG, DAN UJUNG SERBAN; DAN HARAMNYA ISBĀL DI SEMUA ITU BILA DILAKUKAN KARENA KESOMBONGAN DAN MAKRUH BILA BUKAN KARENA KESOMBONGAN

1/790- Asmā` binti Yazīd Al-Anṣārīyyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Panjang lengan gamis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah hingga pergelangan.‎"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan") [20].

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang panjang lengan gamis, agar sampai pergelangan tangan, yaitu persendian telapak tangan dengan lengan.

2) Orang beriman yang bahagia adalah yang mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di seluruh urusan beliau, di antaranya bentuk pakaian dan ukurannya.

2/791- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat."Abu Bakar berkata, "Ya Rasulullah! Sesungguhnya sarungku melorot (di bawah mata kaki), kecuali aku terus-menerus menjaganya." Beliau bersabda,"Sesungguhnya engkau bukan termasuk yang melakukannya karena sombong."(HR. Bukhari, dan sebagiannya diriwayatkan juga oleh Muslim)3/792- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari Kiamat Allah tidak akan melihat seseorang yang menyeret sarungnya karena sombong."(Muttafaq 'Alaih)4/793- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apa yang tertutupi oleh sarung di bawah mata kaki, maka akan disiksa di neraka."(HR. Bukhari)5/794- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Ada tiga golongan, pada hari Kiamat Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan melihat dan memuji mereka, serta bagi mereka azab yang pedih." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengulangnya hingga tiga kali." Abu Żarr berkata, "Sungguh mereka akan menyesal dan merugi. Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang melakukan isbāl (menjulurkan pakaian di bawah mata kaki), yang suka mengungkit pemberian, dan yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Orang yang melakukan isbāl pada kain sarungnya (menjulurkannya di bawah mata kaki)."

Kosa Kata Asing:

المُسْبِل (al-musbil): orang yang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki, dan yang menurunkan dan menyeret pakaiannya karena sombong.

المنَّان (al-mannān): orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya serta menyebutkan kebaikannya kepada manusia dengan tujuan mengungkitnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki terbagi menjadi dua:

Pertama: menurunkan pakaian karena sombong; Kedua: menurunkan pakaian di bawah mata kaki bukan karena sombong.

2) Orang yang menurunkan pakaiannya karena sombong akan dihukum dengan empat jenis hukuman: Allah tidak akan berbicara kepadanya di hari Kiamat, Allah tidak akan memandangnya dengan pandangan yang mengandung rahmat, Allah tidak memujinya, dan baginya azab yang pedih.

3) Isbāl tanpa sombong adalah salah satu dosa besar, karena pelakunya diancam dengan neraka.

6/795- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Isbāl ada pada sarung, gamis, dan serban; siapa yang menjulurkan sesuatu karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya kelak pada hari Kiamat."(HR. Abu Daud dan An-Nasā`iy dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Isbāl tidak hanya ada pada sarung saja, tetapi juga melebar ke gamis dan serban; maka seharusnya lengan gamis hanya sampai pergelangan, sedangkan panjangnya tidak boleh melewati batas mata kaki, pun serban tidak dipanjangkan berlebihan pada kedua ujung dan kuncungnya, karena semua itu adalah wujud kesombongan.

2) Menjelaskan ancaman keras bagi orang yang menurunkan pakaiannya karena sombong.

7/796- Abu Juray Jābir bin Sulaim -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku melihat seorang laki-laki yang perkataannya ditaati manusia. Tidaklah dia berkata sesuatu, kecuali mereka pasti mengikutinya. Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Utusan Allah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Aku berkata, "'Alaikas-salām, ya Rasulullah". Aku mengucapkannya dua kali. Beliau bersabda,"Jangan engkau katakan, ''Alaikas-salām' karena ucapan 'Alaikas-salām adalah ucapan penghormatan untuk orang yang telah meninggal dunia. Tetapi ucapkanlah, 'As-salāmu 'alaika.'"Abu Juraiy melanjutkan, aku bertanya, "Apakah engkau utusan Allah?" Beliau menjawab,"Aku adalah utusan Allah. Dialah yang apabila engkau ditimpa keburukan lalu engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia akan menghilangkan keburukan itu dari dirimu. Apabila engkau dilanda kekeringan lalu engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia akan menumbuhkan (tumbuh-tumbuhan) untukmu. Apabila engkau berada di tanah gersang atau gurun lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu."Aku berkata, "Berikanlah wasiat kepadaku." Beliau bersabda, "Jangan sekali-kali engkau mencela siapa pun." Juray berkata, "Setelah itu aku tidak pernah mencela seorang yang merdeka maupun hamba sahaya, tidak pula unta dan kambing.""Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikit pun. Hendaklah engkau berbicara kepada saudaramu dengan wajah berseri-seri, karena hal itu termasuk kebaikan. Angkatlah kain sarungmu sampai pertengahan betis. Jika engkau enggan, maka sampai ke mata kaki. Tinggalkanlah perbuatan menurunkan kain sarung di bawah mata kaki, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan. Jika ada orang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Sesungguhnya akibat buruknya akan kembali kepadanya."(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad sahih; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

سَنَة (sanah): kemarau berkepanjangan sehingga bumi tidak menumbuhkan apa pun.

القَفْر (al-faqr): tanah yang gersang, tidak ada air maupun manusia.

الفَلاة (al-falāh): gurun, padang yang luas tidak berair.

اعْهَدْ إليّ (i'had ilayya): berikanlah aku wasiat. العَهْدُ (al-'ahd): wasiat yang ditekankan.

المَخِيلة (al-makhīlah): kesombongan, keangkuhan, merendahkan orang lain, dan ujub.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mencari keputusan hukum dalam semua urusan kepada Allah -Ta'ālā- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta diharamkan keluar dari keputusan keduanya.

2) Sunnah memberi salam kepada orang yang hidup dan yang telah mati adalah sama. Adapun larangan yang disebutkan terhadap ucapan 'alaikas-salām bagi orang yang hidup karena itu adalah salam penghormatan terhadap orang yang telah meninggal di masa jahiliah.

3) Pakaian orang beriman sampai setengah betis, dan jika dia ingin lebih memanjangkannya lagi maka sampai mata kaki dan tidak lebih, karena perbuatan itu adalah perbuatan isbāl.

4) Seseorang hendaknya selalu bersikap tawaduk dalam berpakaian, cara jalan, penampilan, dan semua urusannya. Siapa yang bersikap tawaduk karena Allah -Ta'ālā- niscaya Allah akan mengangkat kedudukannya.

5) Orang yang melaksanakan adab-adab yang diajarkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini akan mendapatkan dua manfaat:

Pertama: melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ini adalah sebab adanya hidayah bagi hamba; "Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)

Kedua: menghias diri dengan akhlak yang baik dan penampilan yang bagus dengan menerapkan adab-adab agama yang merupakan ciri khas yang tampak pada orang Islam.

Faedah Penting:

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hadis ini, "Aku adalah utusan Allah. Dialah yang apabila engkau ditimpa keburukan lalu engkau berdoa kepada-Nya..." Maksudnya, yaitu mengembalikan semua urusan kepada Allah -Ta'ālā-. Karena hanya ada di tangan Allah saja semua kebaikan dan semua keburukan, begitu juga seluruh manfaat dan seluruh mudarat. Jangan ada yang salah memahami, bahwa maksud dari yang mengabulkan doa tersebut adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Batilnya prasangka yang salah ini ditunjukkan oleh keumuman dalil-dalil yang berisi penyerahan semua urusan kepada Allah -Ta'ālā- saja. Hadis ini memiliki riwayat lain dalam Musnad Imam Ahmad dengan redaksi: Aku bertanya, "Ya Rasulullah! Kepada apa engkau mengajak?" Beliau bersabda, "Aku mengajak kepada Allah semata. Dialah yang apabila engkau ditimpa keburukan lalu engkau berdoa kepada-Nya, niscaya Dia menghilangkannya dari dirimu..."

8/797- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Tatkala seorang laki-laki sedang salat dengan menjulurkan sarungnya di bawah mata kaki, tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya, "Pergilah, lalu segeralah berwudu!" Orang tersebut lalu pergi berwudu lalu kembali. Beliau bersabda lagi, "Pergilah, lalu segeralah berwudu!" Seseorang lantas bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah! Mengapa engkau memerintahkannya berwudu kemudian engkau diam terhadapnya?" Beliau bersabda,"Sesungguhnya tadi ia salat dengan melakukan isbāl pada sarungnya (menjulurkannya di bawah mata kaki), dan sesungguhnya Allah tidak menerima salat orang yang melakukan isbāl."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Imam Muslim) [21].

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mengingkari kemungkaran dengan hikmah dan mauizah yang baik.

2) Peringatan terhadap ancaman keras bagi orang yang melakukan isbāl pada pakaiannya.

Faedah Tambahan:

Salat orang yang melakukan isbāl hukumnya sah, tetapi dia berdosa, karena larangan di sini bersifat khusus dalam salat, sementara memakai pakaian yang diharamkan berlaku umum di dalam salat dan luar salat, sehingga hal ini tidak khusus dalam salat. Maka seorang hamba harus bertakwa kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak menjadikan nikmat Allah -Ta'ālā- sebagai sebab datangnya murka Allah. Orang beriman yang diberi taufik adalah yang meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam perbuatan beliau sehingga ia melaksanakan apa yang beliau perintahkan, dan meninggalkan apa yang beliau larang.

9/798- Qais bin Bisyr At-Taglibiy berkata, Ayahku -yang merupakan sahabat dekat Abu Ad-Dardā`- telah mengabarkanku, ia berkata, "Dahulu di Damaskus ada salah seorang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang bernama Sahl bin Al-Ḥanẓalīyyah. Dia adalah orang yang suka menyendiri, jarang bergaul bersama orang lain. Kegiatannya hanyalah salat, selesai itu ia bertasbih dan bertakbir sampai waktunya dia datang ke keluarganya. Kemudian dia lewat ketika kami sedang bersama Abu Ad-Dardā`, Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak akan merugikanmu.' Dia pun berkata, 'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengirim satu pasukan. Pasukan itu kemudian kembali, lalu salah seorang dari mereka datang dan duduk di majelis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dia berkata kepada orang yang ada di sampingnya, 'Seandainya engkau melihat kami ketika kami bertemu dengan musuh. Si polan menyerang musuh dan menusukkan (tombaknya), kemudian ia berkata, 'Terimalah ini dariku, aku orang yang berasal dari Bani Gifār.' Bagaimanakah menurutmu tentang perkataannya itu?' Orang yang di sampingnya itu menjawab, 'Aku kira, pahalanya telah batal.' Hal itu terdengar oleh yang lain lalu berkata, 'Menurutku, itu tidak apa-apa.' Keduanya pun berdebat hingga terdengar oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda, 'Mahasuci Allah, tidak apa-apa bagi seseorang diberi pahala sekaligus dipuji.' Aku melihat Abu Ad-Dardā` sangat gembira dengan hal itu. Seketika dia mengangkat kepala dan menatapnya, dia berkata, "Apakah engkau yang mendengar itu dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!" Sahl bin Al-Ḥanẓalīyyah menjawab, "Ya." Abu Ad-Dardā` terus mengulangi pertanyaan itu kepadanya, sampai aku benar-benar berkata, sungguh dia hampir berlutut di atas kedua lututnya."

Ayahku melanjutkan, "Sahl bin Al-Ḥanẓalīyah lewat lagi di hari yang lain, lantas Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak akan merugikanmu.' Dia pun berkata, 'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada kami, 'Orang yang berinfak pada kuda (di jalan Allah) seperti orang yang membentangkan tangannya dengan sedekah dan dia tidak pernah menggenggamnya (menahannya).'

Kemudian dia lewat lagi di hari yang lain. Lantas Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak akan merugikanmu.' Sahl bin Al-Ḥanẓalīyyah berkata, 'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Sebaik-baik laki-laki adalah Khuraim Al-Asadiy, andai saja rambutnya tidak panjang dan sarungnya tidak isbāl (menjulur ke bawah mata kaki).' Sabda Nabi tersebut akhirnya sampai kepada Khuraim, maka dia segera mengambil pisau lalu memotong rambutnya sampai ke telinganya dan meninggikan sarungnya sampai ke pertengahan betisnya.'

Kemudian dia lewat lagi di hari yang lain, lantas Abu Ad-Dardā` berkata kepadanya, 'Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikanmu.' Dia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Sesungguhnya kalian akan datang kepada saudara kalian, maka perbaikilah pelana tunggangan kalian dan perbaguslah pakaian kalian, sehingga kalian akan terlihat jelas dan istimewa seperti tahi lalat di tengah-tengah umat manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kekejian maupun tindakan suka berbuat keji."

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan, kecuali Qais bin Bisyr, mereka berselisih di dalam mensahihkan dan mendaifkannya, tapi Imam Muslim telah meriwayatkan hadisnya) [22].

Kosa Kata Asing:

مُتَوَحِّداً (mutawaḥḥidan): suka menyendiri dari manusia.

جُمَّتِه (jummatihi): rambut yang panjang hingga mencapai pundak dan jatuh di atasnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang mukmin boleh tampil sombong di hadapan musuh dengan sesuatu yang boleh dikerjakan dalam agama, karena ini termasuk tindakan yang akan membuat musuh kecewa, dan ini terpuji.

2) Tindakan baik para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam melaksanakan perintah dan bimbingan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sehingga meneladani mereka termasuk tanda iman yang benar.

3) Seseorang harus memperhatikan dirinya dalam semua urusan, hingga dalam keindahan pakaian, agar umat Islam tampil lebih istimewa dari umat lain.

4) Memendekkan pakaian sesuai Sunnah tidak akan merusak keindahan, bahkan agama Islam mengajak untuk berhias dan memperindah diri dengan cara yang sesuai dengan petunjuk Islam.

Peringatan:

Hadis dengan redaksi ini adalah daif. Adapun sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungungguhnya Allah tidak menyukai kekejian dan tindakan suka berbuat keji," maka telah diriwayatkan oleh Muslim dari hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Beberapa orang Yahudi datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'As-sāmu 'alaika, wahai Abul-Qāsim.' Nabi menjawab, 'Wa 'alaikum.' Aisyah menlanjutkan, "Maka aku menjawab, 'Wa 'alaikumus-sām waż-żām.' Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Wahai Aisyah, janganlah berbuat keji... Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- tidak menyukai kekejian dan tindakan suka berbuat keji.' Maka turunlah ayat ini: "Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara bukan seperti yang telah ditentukan Allah untukmu..."

10/799- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sarung seorang laki-laki muslim sampai setengah betis, tidaklah mengapa -atau tidaklah berdosa- bila dipanjangkan antara pertengahan betis hingga mata kaki. Apa yang tertutupi oleh sarung di bawah mata kaki, maka akan disiksa di neraka. Dan Siapa yang menjulurkan sarungnya di bawah mata kaki karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)11/800- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku pernah lewat di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara sarungku sedikit turun, maka beliau bersabda,Wahai Abdullah! Tinggikan sarungmu.'Aku kemudian menaikkannya, dan beliau bersabda, 'Tambahlah!' Maka aku pun menaikkannya lagi. Setelah itu aku senantiasa memperhatikannya." Sebagian orang bertanya, "Sampai mana?" Ibnu Umar menjawab, "Sampai pertengahan betis."(HR. Muslim)12/801- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat."Ummu Salamah bertanya, "Lalu apa yang harus diperbuat oleh para wanita dengan ujung pakaiannya?" Nabi menjawab, "Mereka panjangkan satu jengkal." Dia berkata, "Kalau demikian, kaki mereka akan tersingkap." Beliau bersabda, Mereka panjangkan satu hasta, dan jangan dilebihkan."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang membiarkan pakaiannya turun ke bawah mata kaki, maka dia telah melakukan pelanggaran agama yang berat, baik dia melakukannya karena sombong ataupun bukan sombong, dikarenakan adanya ancaman yang keras terhadap sekadar melakukan isbāl pada pakaian.

2) Kaki perempuan adalah aurat, di dalam dan di luar salat, sehingga seorang wanita harus memakai pakaian yang menutupi auratnya dan tidak memperlihatkannya.

3) Tingginya rasa malu para wanita sahabat -raḍiyallāhu 'anhunna-. Lihatlah, di sini Ummul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhā- merasa khawatir sebagian aurat perempuan masih akan terlihat, sehingga dia meminta agar lebih ditutup. Lalu bagaimana bila hal ini dibandingkan dengan sebagian perempuan umat Islam yang suka membuka auratnya hari ini?!

Faedah Tambahan:

Pemisahan yang disebutkan oleh penulis -raḥimahullāh- dalam hukum isbāl antara niat sombong dan tidak sombong tidak sejalan dengan nas-nas yang tegas melarang isbāl secara umum. Pendapat yang kuat, bahwa pemilahan yang ada dalam nas adalah hanya pada hukuman isbāl. Adapun hukum, maka keduanya -baik dilakukan dengan sombong atau tidak- tetap haram dengan tingkat keharaman yang berbeda. Wallāhu a'lam.

 120- BAB ANJURAN TIDAK BERMEGAH-MEGAHAN DALAM PAKAIAN DENGAN TUJUAN BERSIKAP TAWADUK

Sebelumnya dalam Bab Keutamaan Lapar dan Hidup Sederhana telah disebutkan sejumlah dalil yang berkaitan dengan bab ini.

1/802- Mu'āż bin Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang meninggalkan pakaian (mewah) karena merendahkan diri kepada Allah, padahal dia mampu mengenakannya, niscaya Allah memanggilnya pada hari Kiamat di hadapan segenap makhluk untuk disuruh memilih jenis pakaian iman mana saja yang ia kehendaki untuk memakainya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba seharusnya memakai pakaian sesuai kondisi yang ada. Jika dia hidup bersama orang-orang yang memakai pakaian biasa, maka dia seharusnya meninggalkan pakaian yang mewah untuk merendahkan diri kepada Allah serta bertenggang rasa kepada orang sekitarnya. Adapun jika dia berada di tengah orang-orang yang Allah berikan kekayaan dan memakain pakaian bagus, maka ia memakai yang semisal dengan pakaian mereka.

2) Allah -'Azza wa Jalla- telah menjamin akan memberi perhiasan kepada orang yang meninggalkan perhiasan dan kemewahan dengan tujuan merendahkan diri kepada-Nya serta zuhud terhadap dunia, karena balasan akan setimpal dengan jenis perbuatan.

 121- BAB ANJURAN BERSIKAP MODERAT DALAM PAKAIAN DAN TIDAK MEMBATASI DIRI PADA PAKAIAN YANG AKAN MERENDAHKANNYA TANPA ADANYA KEBUTUHAN MAUPUN MASLAHAT YANG DISYARIATKAN

1/803- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah senang bila melihat jejak nikmat-Nya terlihat pada hamba-Nya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap orang harus bersikap moderat dalam semua urusannya; pakaian, makanan, dan minuman tanpa mengingkari nikmat.

2) Allah senang bila melihat jejak nikmat-Nya terlihat pada hamba-Nya, baik nikmat tersebut berupa harta maupun ilmu. Jika tidak, maka hal itu termasuk dalam perbuatan menyembunyikan nikmat.

 122- BAB PENGHARAMAN PAKAIAN SUTRA BAGI LAKI-LAKI, DUDUK SERTA BERSANDAR DI ATASNYA; SEMENTARA PEREMPUAN BOLEH MEMAKAINYA

1/804- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian mengenakan sutra, karena sungguh orang yang mengenakannya di dunia tidak akan mengenakannya di akhirat."(Muttafaq 'Alaih)2/805- Juga dari Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang mengenakan sutra hanyalah orang yang tidak memiliki bagian apa-apa (di akhirat)."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari yang lain ditambahkan, "... orang yang tidak memiliki bagian apa-apa di akhirat."

Sabda beliau, "مَنْ لا خَلاقَ لَهُ", artinya: orang yang tidak memiliki bagian apa-apa.

3/806- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memakai sutra di dunia maka ia tidak akan memakainya di akhirat."(Muttafaq 'Alaih)4/807- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil sutra kemudian meletakkannya di tangan kanannya dan beliau mengambil emas kemudian meletakkannya di tangan kirinya. Selanjutnya beliau bersabda,"Sesungguhnya kedua benda ini haram bagi laki-laki dari umatku."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)5/808- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pakaian sutra dan emas diharamkan bagi laki-laki dari umatku dan dihalalkan bagi wanita mereka."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")6/809- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang kami minum dengan menggunakan bejana emas dan perak maupun makan dengannya, juga memakai sutra dan sutra tebal serta duduk di atasnya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memakai sutra dan duduk di atasnya bagi laki-laki merupakan dosa besar karena terdapat ancaman yang keras terhadapnya, dan setiap dosa yang diancam dengan azab akhirat merupakan dosa besar.

2) Siapa yang bersenang-senang dengan perbuatan maksiat kepada Allah di dunia maka dia diancam tidak diberikan kenikmatan akhirat.

3) Memakai sutra dan emas dihalalkan bagi wanita umat Islam dan diharamkan bagi laki-laki mereka. Ini termasuk dalam permasalahan yang dibedakan hukumnya antara laki-laki dan wanita.

4) Pengharaman minum dengan menggunakan bejana emas dan perak berlaku sama bagi laki-laki dan wanita, karena emas dan perak adalah bejana orang kafir, sedangkan orang Islam tidak diperbolehkan meniru orang kafir.

 123- BAB BOLEH MEMAKAI SUTRA BAGI ORANG YANG MENDERITA GATAL-GATAL

1/810- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memberikan keringanan kepada Az-Zubair dan Abdurrahman bin 'Auf -raḍiyallāhu 'anhumā- untuk memakai sutra lantaran sakit gatal yang mereka derita."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Sutra adalah bahan yang lembut, halus, dan dingin sehingga tepat bagi penyakit gatal dan akan meredakannya. Oleh sebab itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan keringanan untuk memakainya dengan faktor darurat.

2) Menjelaskan kemudahan agama dan syariat Islam serta perhatiannya terhadap keadaan manusia; maka berbahagialah seorang mukmin yang berpegang teguh dengan syariat Tuhan alam semesta.

Faedah Tambahan:

Laki-laki boleh memakai sutra dalam empat keadaan:

Pertama: ketika ada kebutuhan seperti gatal dan hal itu terjadi di badan.

Kedua: jika besar kainnya seukuran empat jari atau kurang.

Ketiga: jika sutra tersebut bercampur dengan bahan lain dan yang paling banyak terlihat adalah bahan selain sutra.

Keempat: ketika perang dengan tujuan memancing amarah orang kafir.

 124- BAB LARANGAN MENJADIKAN KULIT HARIMAU SEBAGAI ALAS DUDUK ATAU BERKENDARA

1/811- Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian berkendara di atas alas sutra dan kulit harimau."(Hadis hasan; HR. Abu Daud dan lainnya dengan sanad hasan)

2/812- Abu Malīḥ meriwayatkan dari ayahnya -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang menggunakan kulit binatang buas.

(HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy dengan sanad-sanad sahih)

Dalam riwayat Tirmizi disebutkan, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang menggunakan kulit binatang buas sebagai alas."

Kosa Kata Asing:

الخَزّ (al-khazz): sutra.

النِّمَار (an-nimār): kulit harimau.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh memakai jaket dari kulit harimau ataupun kulit binatang buas lainnya. Di antara hikmah larangan ini adalah bahwa karakter kebuasan dan kegalakan yang diberikan pada binatang-binatang ini akan berpengaruh pada pemakai kulitnya. Begitu juga diharamkan memanfaatkannya sebagai alas duduk dan berkendara.

2) Haram berkendara di atas pelana yang terbuat dari sutra, karena hal itu mengandung kesombongan dan sikap boros yang diharamkan.

3) Larangan meniru orang-orang mewah dan fasik serta meniru perbuatan orang-orang zalim, karena seseorang akan terpengaruh dengan orang yang ditirunya.

4) Perhatian agama terhadap penampilan lahiriah yang bagus, karena adanya hubungan erat antara penampilan lahir dan batin.

 125- BAB DOA KETIKA MEMAKAI PAKAIAN BARU, SANDAL, DAN SEMISALNYA

1/813- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendapatkan pakaian baru, maka beliau menyebutnya dengan namanya, baik serban atau gamis, maupun selendang dan membaca doa:"Allāhumma lakal-ḥamdu anta kasautanīhi, as`aluka khairahu wa khaira mā ṣuni'a lahu, wa a'ūżu bika min syarrihi wa syarri mā ṣuni'a lahu (Ya Allah! Hanya milik-Mu segala pujian. Engkaulah yang telah memberikannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang ia dibuat untuknya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang ia dibuat untuknya."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menyebut nama pakaian sesuai namanya disertai membaca doa ketika memakainya karena ini adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menampakkan pujian kepada Allah dalam semua keadaan, dan ini adalah wujud kesempurnaan penghambaan diri kepada Allah Yang Maha Pemberi karunia, karena semua yang diperoleh hamba adalah berasal dari Allah Yang Maha Pemurah kepada hamba-Nya dengan memberikannya berbagai karunia-Nya.

3) Wasiat nabi kepada semua hamba agar memohon kepada Allah berbagai kebaikan yang ada dalam semua urusannya, serta memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan yang terkandung di dalamnya.

 126- BAB ANJURAN MEMULAI DARI KANAN KETIKA MEMAKAI PAKAIAN

Isi dari bab ini telah dijelaskan sebelumnya serta telah kami sebutkan hadis-hadis yang sahih di dalamnya.

Faedah:

Telah disebutkan sebelumnya beberapa hadis bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senang memulai sesuatu dengan yang kanan pada semua hal yang terpuji dan mulia seperti berwudu, berpakaian, menjamu tamu, dan semisalnya. Demikian pula Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam berpakaian supaya dimulai dengan sisi sebelah kanan kemudian setelahnya yang kiri.

 KITAB ADAB TIDUR

 127- BAB ADAB TIDUR DAN BERBARING

1/814- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke tempat tidur, beliau berbaring ke sisi kanan kemudian berdoa,"Allāhumma aslamtu nafsī ilaika, wa wajjahtu wajhī ilaika, wa fawwaḍtu amrī ilaika, wa alja`tu ẓahrī ilaika, ragbatan wa rahbatan ilaika, lā malja`a wa lā manjā minka illā ilaika, allāhumma āmantu bi kitābikallażī anzalta, wa nabiyyikallażī arsalta (Ya Allah! Aku serahkan diriku kepada-Mu. Aku hadapkan wajahku kepada-Mu. Aku serahkan urusanku kepada-Mu. Aku sandarkan punggungku kepada-Mu. Karena penuh harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tidak pula menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada Kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus)."

(HR. Bukhari dengan redaksi ini pada Kitāb Al-Adab dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya)

2/815- Masih dari Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Bila engkau hendak datang ke tempat tidurmu, maka berwudulah seperti engkau berwudu untuk salat. Kemudian berbaringlah ke sisi kananmu, dan bacalah..." Beliau menyebutkan doa yang semisal; di antaranya disebutkan, "Jadikanlah bacaan-bacaan itu termasuk akhir ucapanmu."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berbaring ke sisi kanan karena merupakan posisi yang tidak membebani jantung, sehingga posisi ini lebih sejalan dengan Sunnah dan lebih sehat bagi badan.

2) Seorang muslim dianjurkan tidur dalam keadaan bersuci sehingga dia lebih terhindar dari permainan setan kepadanya.

3) Di antara hikmah dan rahmat Allah -Ta'ālā- ialah Allah telah mensyariatkan zikir-zikir yang khusus pada berbagai aktivitas hamba supaya ia tidak lalai dari mengingat Allah.

3/816- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa melakukan salat malam sebelas rakaat. Kemudian bila fajar subuh telah terbit, beliau bersalat dua rakaat ringan lalu berbaring ke sisi kanan, sampai muazin datang memberitahukan beliau."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

فَيُؤْذِنَه (fa yu`żinuhu): memberitahukan beliau bahwa orang-orang telah berkumpul.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara hikmah dan nikmat Allah -'Azza wa Jalla- kepada kita dalam syariat-Nya, yaitu Allah memberitahukan kepada kita apa yang dikerjakan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika sendiri lewat perantara istri-istri beliau, Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna-.

2) Dianjurkan supaya meringankan salat sunah dua rakaat subuh, dengan syarat tidak menghilangkan ṭuma`nīnah.

3) Boleh berbaring ke sisi kanan setelah mengerjakan salat sunah subuh bagi orang yang mengerjakannya di rumah, dan ini berlaku bagi orang yang mengerjakan salat tahajud di malam hari dengan panjang.

4/817- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke tempat tidurnya ketika malam hari, beliau meletakkan tangannya di bawah pipinya, kemudian membaca,"Allāhumma, bismika amūtu wa aḥyā (Ya Allah! Dengan nama-Mu kami mati, dan dengan nama-Mu kami hidup). Dan apabila bangun, beliau membaca, "Alḥamdulillāhillazī aḥyānā ba'da mā amātanā wa ilahin-nusyūr (Segala puji milik Allah, Rabb yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan, dan hanya kepada-Nya kami kembali)."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan ketika berbaring ke sisi kanan adalah petunjuk Nabi yang diberkahi.

2) Anjuran mengucapkan pujian kepada Allah pada semua keadaan, karena Allahlah yang mengatur alam semesta, tidak ada seorang pun selain-Nya.

5/818- Ya'īsy bin Ṭikhfah Al-Gifāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ayahku bercerita kepadaku, "Manakala aku sedang berbaring di masjid dengan telungkup di atas perutku, tiba-tiba seseorang menggerakkanku dengan kakinya dan berkata,Ini adalah cara tidur yang dimurkai oleh Allah.'"Ayahku berkata, "Lalu aku melihatnya, ternyata orang itu adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperlihatkan ketidaksukaan terhadap posisi tidur telungkup karena cara tidur tersebut dimurkai oleh Allah, apalagi dilakukan pada tempat yang banyak didatangi manusia.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah mencegah kemungkaran dan kesalahan-kesalahan yang banyak terjadi.

6/819- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang duduk di sebuah tempat dan tidak berzikir kepada Allah, maka kelak pada hari Kiamat hal itu menjadi kerugian baginya dari Allah. Dan siapa yang yang berbaring di sebuah pembaringan dan tidak berzikir kepada Allah, maka kelak pada hari Kiamat hal itu menjadi kerugian baginya dari Allah."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

التِّرَةُ (at-tirah), dengan mengkasrahkan "tā`", artinya: kekurangan; ada yang berpendapat, artinya: beban.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus memperbanyak zikir kepada Allah ketika berdiri, duduk, dan berbaring, karena perbuatan hamba seluruhnya akan dihisab atas mereka.

2) Kesempurnaan majelis manusia akan terwujud dengan zikir kepada Allah -Ta'ālā-. Adapun majelis yang tidak mengandung zikir kepada Allah, maka majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi pelakunya. Lalu, bagaimanakah kondisi majelis kebanyakan kita hari ini?! Majelis kita penuh dengan menyebut nama manusia dan menggibah mereka, dan sebaliknya kosong dari zikir kepada Allah -Ta'ālā- di sebagian besar waktu.

 128- BAB BOLEH TIDUR TELENTANG DENGAN MENYILANG KAKI JIKA TIDAK KHAWATIR AURAT TERSINGKAP; BOLEH DUDUK BERSILA DAN MEMELUK BETIS

1/820- Abdullah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidur telentang di dalam masjid dengan mengangkat salah satu kaki menyilang di atas yang lain."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh tidur telentang di atas tengkuk dan meletakkan salah satu kaki menyilang di atas yang lain ketika bersantai, bukan ketika banyak orang.

2) Boleh berbaring, bersandar, dan posisi-posisi santai lainnya di dalam masjid, dengan syarat orang yang tidur telentang aman dari tersingkap auratnya.

Faedah Tambahan:

Disebutkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim, dari hadis Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, "Bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mengangkat salah satu kaki menyilang di atas yang lain ketika tidur telentang di atas punggung."

An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata menjelaskan makna hadis ini, "Para ulama menerangkan bahwa hadis-hadis yang melarang tidur telentang dengan mengangkat salah satu kaki menyilang di atas yang lain, bentuk larangannya dibawa kepada keadaan yang memperlihatkan aurat atau sebagiannya. Adapun yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka beliau melakukannya dengan cara yang tidak memperlihatkan aurat sedikit pun. Sebab itu, tidur dengan posisi seperti ini boleh, tidak dimakruhkan. Wallāhu a'lam." (Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

2/821- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa duduk bersila di tempat duduknya apabila telah selesai salat subuh hingga matahari terbit dengan terang."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan lainnya dengan sanad-sanad sahih)3/822- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk memeluk betis di pelataran Kakbah seperti ini." Kemudian Ibnu Umar memperagakannya dengan memeluk kedua betisnya dengan kedua tangannya, dan inilah yang dinamakan duduk qurfuṣā`.(HR. Bukhari)4/823- Qailah binti Makhramah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aku pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk memeluk betisnya. Maka, ketika aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat khusyuk dalam satu cara duduknya, aku bergetar ketakutan."(HR. Abu Daud dan Tirmizi)5/824- Asy-Syarīd bin Suwaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lewat di dekatku sementara aku duduk seperti ini, yaitu aku meletakkan tangan kiriku ke belakang punggung lalu bertumpu dengan bagian bawah telapak tanganku." Maka beliau bersabda, "Apakah engkau duduk seperti cara duduk orang yang dimurkai?!"(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

حَسْنَاءَ (ḥasnā`): putih, terang.

الاحْتِبَاء (al-iḥtibā`): duduk dengan menegakkan paha dan lutut lalu memelukkan kedua tangan pada kedua betis.

الفَرَق (al-faraq): takut.

أَلْيَة (alyah): daging yang terletak di bawah pangkal ibu jari dan seterusnya ke bawah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh duduk bersila dan duduk memeluk betis, dan ini adalah bentuk kelonggaran kepada manusia.

2) Orang yang beriman semestinya akan ditakuti dan disegani oleh yang lain melalui penampilan mereka. Lalu mengapa sekarang musuh tidak takut kepada kita? Sebabnya adalah al-wahn, yaitu cinta dunia dan benci kematian! Masih adakah jalan kembali untuk menggerakkan iman di tengah-tengah umat?!

3) Larangan duduk seperti cara duduknya orang yang dimurkai, yaitu meletakkan tangan ke belakang punggung lalu bagian dalam telapak tangan ditempelkan ke lantai dan bertumpu di atasnya.

Peringatan:

Agama Islam telah melarang perilaku tasyabbuh (menyerupai) umat kafir secara umum. Di antaranya larangan meniru orang-orang yang dimurkai, yaitu orang-orang yahudi. Maka umat Muhammad yang tercinta ini harus berbeda dalam segala hal dari mereka, bahkan sampai dalam cara duduknya.

 129- BAB ADAB MAJELIS DAN TEMAN DUDUK

1/825- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jangan sekali-kali salah seorang kalian menyuruh saudaranya berdiri dari tempat duduknya kemudian dia yang duduk di tempat itu. Tetapi berlapang-lapanglah dan luaskan (tempat)."Dahulu Ibnu Umar, apabila seseorang berdiri dari tempat duduknya untuknya, maka dia tidak akan mau duduk di sana.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan Sunnah Nabi dalam hal melapangkan majelis dengan mengatakan, "Saling melapangkanlah di dalam majelis." Dengan menyebarkan adab ini akan menjadikan hati orang beriman saling mencintai dan saling bersatu.

2) Menjelaskan sifat warak Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-.

2/826- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang kalian berdiri dari tempat duduknya kemudian kembali lagi, maka dia yang lebih berhak dengan tempat itu."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jika pemilik tempat duduk bangun untuk suatu keperluan lalu kembali lagi, maka dia lebih berhak dengan tempat tersebut dari yang lain.

2) Besarnya perhatian Islam dalam memberikan hak setiap orang, dengan tujuan mengekang hawa nafsu dan menghormati hak persaudaraan seiman.

3/827- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Dahulu jika kami datang ke (majelis) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka setiap kami akan duduk di tempat terakhir majelis yang dia dapatkan."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan salah satu adab majelis, yaitu supaya Anda duduk di tempat terakhir majelis yang Anda dapatkan.

2) Adab ini dianjurkan secara umum, khususnya di majelis ilmu, karena majelis ilmu adalah majelis yang paling mulia dan paling berhak dengan adab ini.

4/828- Abu Abdillah Salmān Al-Fārisiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat dan membersihkan diri semaksimal mungkin, memakai minyak wanginya atau memakai minyak wangi keluarganya, kemudian dia keluar dan tidak memisahkan antara dua orang, kemudian dia melaksanakan salat yang telah ditetapkan baginya, kemudian dia diam ketika imam berkhotbah, kecuali akan diampuni dosa-dosanya di antara jumat tersebut dan jumat yang lain."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab menghadiri salat Jumat adalah agar tidak memisahkan antara dua orang dalam saf, kecuali bila di depan masih ada tempat yang kosong, maka berjalan untuk mengisinya tidak termasuk perbuatan memisahkan yang dilarang.

2) Penghapusan dosa antara Jumat yang satu dengan Jumat yang lain, syaratnya harus terpenuhi semua adab Jumat yang disebutkan dalam hadis ini, karena pahala yang sempurna akan diberikan kepada amal yang sempurna pula.

5/829- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seseorang untuk memisahkan antara dua orang, kecuali dengan izin keduanya."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Dalam riwayat Abu Daud disebutkan, "Janganlah seseorang duduk di antara dua orang, kecuali dengan izin keduanya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh memisahkan antara dua orang di tempat duduk mereka, kecuali jika keduanya mengizinkan hal itu, baik izin secara lisan maupun perbuatan.

2) Seorang muslim harus menghargai perasaan orang lain dan tidak menjadikan mereka merasa sempit.

6/830- Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat orang yang duduk di tengah-tengah majelis.(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)Juga diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abu Mijlaz: Bahwa ada seorang laki-laki duduk di tengah majelis, lalu Huzaifah berkata, "Telah terlaknat -atau Allah telah melaknat- melalui lisan Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- orang yang duduk di tengah majelis."(Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [23].

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap orang harus duduk di bagian terakhir majelis yang dia dapatkan dan tidak ke tengah-tengah majelis.

2) Di antara hikmah larangan duduk di tengah majelis adalah karena hal itu akan menghalangi manusia di dalam majelis mereka, dan hal ini termasuk bentuk menzalimi mereka dan menzalimi hak mereka.

7/831- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik majelis adalah yang paling lapang."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Majelis yang lapang adalah sebaik-baik majelis, karena di dalamnya terdapat ketenangan dan kelapangan dada.

2) Orang-orang yang hadir di majelis harus meninggalkan semua yang dapat mengakibatkan kesempitan dalam majelis, supaya majelis tidak kehilangan buahnya, khususnya jika majelis tersebut adalah majelis ilmu.

8/832- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang duduk dalam suatu majelis dan banyak ucapannya yang tidak berguna di dalamnya, kemudian sebelum meninggalkan majelisnya itu dia membaca, 'Subḥānaka Allāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā Anta, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu),' maka akan diampuni dosanya selama dalam majelisnya itu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")9/833- Abu Barzah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila hendak bangun di akhir majelis , beliau membaca,Subḥānaka Allāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā Anta, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu).'"Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Sungguh, engkau membaca sesuatu yang sebelumnya tidak pernah engkau baca?" Beliau bersabda, "Itu sebagai penghapus dosa yang terjadi di dalam majelis."(HR. Abu Daud)

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Ḥākim Abu Abdillāh dalam Al-Mustadrak dari riwayat Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dan dia berkata, "Sanadnya sahih."

Kosa Kata Asing:

لَغَطُه (lagaṭuhu): ucapannya yang tidak berguna.

بِأَخَرَة (bi akharah): di akhir majelis.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang duduk dalam suatu majelis, dan banyak ucapan sia-sia di dalam majelis tersebut, maka itu akan dihapus oleh doa yang disebutkan dalam doa kaffāratul-majlis; sehingga seorang mukmin harus berusaha kuat untuk menghafalnya lalu membacanya di dalam majelis serta mengajarkannya kepada orang-orang yang bermajelis.

2) Doa ini mengandung penyucian Allah dari segala aib dan kekurangan, pujian kepada-Nya atas semua perbuatan-Nya, penetapan ulūhīyah (sifat ketuhanan) kepada Allah -Ta'ālā- semata, dan kembali kepada Allah dengan beristigfar dan melakukan tobat.

Faedah Tambahan:

Doa ini dibaca di akhir majelis kebaikan dan zikir atau ilmu, agar ia laksana segel baginya. Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh An-Nasā`iy dalam 'Amalul-Yaum wal-Lailah, dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah duduk dalam suatu majelis atau mengerjakan suatu salat, beliau membaca beberapa kalimat. Kemudian aku bertanya kepada beliau tentang kalimat-kalimat itu. Beliau bersabda, 'Yaitu, bila dia berbicara yang baik, maka kalimat itu akan menjadi segelnya hingga hari Kiamat. Dan jika dia berbicara selain itu, maka kalimat itu sebagai penghapusnya. Yaitu: Subḥānaka Allāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā Anta, astagfiruka wa atūbu ilaika (Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu).'"

10/834- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Jarang sekali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bangun dari suatu majelis kecuali beliau membaca doa ini:"Allāhumma iqsim lanā min khasy-yatika mā taḥūlu bihī bainanā wa baina ma'āṣīk, wa min ṭā'atika mā tuballigunā bihī jannataka, wa minal-yaqīni mā tuhawwinu bihī 'alainā maṣā`ibad-dunyā. Allāhumma matti'nā bi asmā'inā wa abṣārinā wa quwwatinā mā aḥyaitanā. Wa-j'alhul-wāriṡa minnā, wa-j'al ṡa`ranā 'alā man ẓalamanā, wa-nṣurnā 'alā man 'ādānā. Wa lā taj'al muṣībatanā fī dīninā, wa lā taj'alid-dunyā akbara hamminā wa lā mablaga 'ilminā wa lā tusalliṭ 'alainā ma lā yarḥamunā (Ya Allah! Berikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang akan mencegah kami berbuat maksiat kepada-Mu. Anugerahkanlah kepada kami ketaatan kepada-Mu yang akan mengantarkan kami kepada surga-Mu. Anugerahkanlah kepada kami keyakinan yang akan meringankan ujian dunia bagi kami. Ya Allah! Berikanlah kami kenikmatan dan manfaat pada pendengaran kami, penglihatan kami, dan kekuatan kami, selama Engkau menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai pewaris kami. Jadikanlah pembalasan kami terhadap orang yang menzalimi kami, dan tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau timpakan musibah pada agama kami, dan jangan jadikan dunia tujuan terbesar kami dan jangan pula tujuan akhir ilmu kami. Janganlah Engkau timpakan kepada kami penguasa yang tidak menyayangi kami)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk memohon sesuatu yang akan menghalangi seseorang dari berbuat maksiat, yaitu rasa takut kepada Allah -Ta'ālā-; semakin tinggi rasa takut seorang hamba kepada Allah maka akan semakin tinggi pengagungannya kepada-Nya.

2) Seorang hamba harus terus-menerus memohon pertolongan kepada Allah -Ta'ālā-, karena taufik untuk melakukan ketaatan tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan-Nya.

3) Anjuran meminta kekekalan dan keberlangsungan nikmat serta menggunakannya pada selain maksiat.

4) Zikir ini tidak harus dibaca terus-menerus, tetapi yang ingin kita sampaikan adalah bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering membacanya.

11/835- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah suatu kaum bangun dari sebuah majelis sementara di dalamnya mereka tidak berzikir kepada Allah -Ta'ālā-, melainkan mereka seperti bangun dari bangkai keledai, dan hal itu akan menjadi penyesalan bagi mereka."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

12/836- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidaklah suatu kaum duduk dalam sebuah majelis yang di dalamnya mereka tidak berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dan tidak pula berselawat kepada nabi mereka, kecuali akan menjadi penyesalan bagi mereka. Jika berkehendak, Allah akan mengazab mereka, dan jika berkehendak, Allah akan mengampuni mereka."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")13/837- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang duduk di sebuah tempat yang di dalamnya dia tidak berzikir kepada Allah, maka kelak pada hari Kiamat hal itu menjadi kerugian baginya dari Allah. Dan siapa yang yang berbaring di sebuah pembaringan yang di dalamnya dia tidak berzikir kepada Allah, maka kelak pada hari kiamat hal itu menjadi kerugian baginya dari Allah."(HR. Abu Daud)

Hadis ini telah disebtukan tidak jauh sebelumnya, serta telah kita jelaskan di sana makna (التِّرَةَ).

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban seorang hamba ketika duduk di sebuah majelis adalah memanfaatkannya untuk berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; jika tidak, maka majelis tersebut akan menjadi sumber penyesalannya.

2) Dengan zikir kepada Allah majelis akan menjadi baik dan hati akan tenteram. Karena mengingat Allah adalah asupan dan obat, sedangkan mengingat manusia adalah penyakit.

Faedah Tambahan:

Imam Al-Ḥasan Al-Baṣriy dalam menafsirkan firman Allah -Ta'ālā-:"Dan mereka menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka",

Ia berkata, "Sesungguhnya, sebesar-besar nafkah adalah nafkah ilmu." Dalam aṡar yang lain disebutkan:

"Sebaik-baik pemberian dan sebaik-baik hadiah adalah kalimat baik yang didengar oleh seseorang lalu dia menghadiahkannya kepada saudaranya yang muslim." Dalam sebuah aṡar dari Abu Ad-Dardā`, "Tidaklah seorang hamba bersedekah dengan suatu sedekah yang lebih afdal dari nasihat yang dia sampaikan kepada saudara-saudaranya yang beriman, lalu mereka berpencar dalam keadaan mereka telah diberi manfaat dengannya." (Majmū' Al-Fatāwā)

 130- BAB MIMPI DAN HUKUM YANG TERKAIT DENGANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari."(QS. Ar-Rūm: 23)

Faedah:

Mimpi terbagi menjadi tiga:

Pertama: mimpi yang baik; ketika seseorang melihat mimpi yang dia sukai, maka hendaknya dia menceritakannya kepada orang yang dia sukai, karena ia adalah kabar gembira dari Allah -'Azza wa Jalla-.

Kedua: mimpi yang buruk; mimpi ini berasal dari setan.

Ketiga: mimpi yang tidak memiliki tafsir tertentu; mimpi ini berasal dari pikiran hati atau gangguan setan dalam tidur, atau sebab-sebab lainnya.

1/838- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada yang tersisa dari kenabian selain pembawa berita gembira." Para sahabat bertanya, "Apa pembawa berita gembira itu?" Beliau bersabda, "Mimpi yang baik."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mimpi yang baik tidak dilihat kecuali oleh orang yang beriman, dan terkadang dia dilihatkan oleh orang lain dalam mimpi. Mimpi ini adalah pemuliaan dari Allah bagi hamba-Nya dan termasuk kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.

2) Mimpi yang baik adalah bentuk pengukuhan dan pemuliaan, dan tidak memiliki konsekuensi pembebanan syariat.

2/839- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Apabila telah dekat waktunya (kiamat), hampir tidak ada mimpi seorang mukmin yang dusta. Mimpi seorang mukmin itu satu dari 46 bagian kenabian."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur bicaranya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Jika kiamat telah dekat dan kebanyakan ilmu telah diangkat, maka manusia diberikan ganti dengan mimpi baik.

2) Orang yang banyak kejujurannya maka hatinya akan bersinar, pemahamannya akan kuat, dan hal itu akan terbawa ke dalam tidurnya sehingga dia tidak melihat kecuali mimpi yang benar.

3/840- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang melihatku dalam mimpi maka dia akan melihatku dalam keadaan sadar -atau seakan-akan dia telah melihatku dalam keadaan sadar- karena setan tidak bisa menyerupakan diri denganku."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Setan tidak akan mampu menampakkan diri dalam wujud Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar tidak dijadikan senjata untuk berdusta atas nama beliau lewat mimpi.

2) Yang dimaksud dengan melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mimpi yaitu melihat beliau sesuai ciri-ciri diri beliau yang diketahui dan disebutkan dalam kitab-kitab Asy-Syamā`il Al-Muḥammadiyyah (yaitu kitab-kitab yang memuat penjelasan sifat-sifat beliau).

3) Mimpi melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merupakan tanda kesahihan mimpi; bahwa mimpi tersebut benar, jika sesuai dengan ciri-ciri yang diketahui dan disebutkan dalam kitab-kitab As-Sīrah An-Nabawiyyah (biografi Nabi).

4/841- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Jika salah seorang dari kalian melihat dalam mimpinya sesuatu yang dia sukai, maka sesungguhnya hal itu dari Allah -Ta’ālā-, sebab itu hendaklah dia memuji Allah dan hendaklah dia menceritakannya -dan di dalam sebuah riwayat disebutkan: Maka janganlah ia menceritakannya kecuali kepada orang yang ia sukai-. Dan apabila dia melihat dalam mimpinya suatu yang tidak sukainya, maka hal itu bersumber dari setan, sebab itu hendaklah dia memohon perlindungan dari keburukannya serta janganlah dia menceritakannya kepada seorang pun karena hal itu tidak akan membahayakannya."(Muttafaq 'Alaih)5/842- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mimpi yang baik -di sebagian riwayat: mimpi yang bagus- berasal dari Allah, sedangkan mimpi yang buruk berasal dari setan. Oleh karena itu, siapa yang melihat dalam mimpinya sesuatu yang dia benci hendaklah meludah ke kiri sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan dari setan, karena mimpi itu tidak akan membahayakannya."(Muttafaq 'Alaih)

النَّفْثُ (an-nafṡ): tiupan (meludah) ringan yang tidak disertai air liur.

6/843- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Jika salah seorang kalian melihat mimpi yang dia benci, hendaklah dia meludah ke samping kirinya sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari setan sebanyak tiga kali, kemudian membalik posisi tidurnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Al-Ḥulum (mimpi buruk) adalah mimpi yang tidak disukai dan yang membuat gelisah, dan itu berasal dari setan. Sedangkan Ar-Ru`yā Aṣ-Ṣāliḥah (mimpi baik) adalah kabar gembira bagi orang beriman, dan itu berasal dari Allah Yang Maha Pengasih.

2) Mimpi yang buruk tidak akan membahayakan seorang hamba jika dia mengerjakan beberapa hal; meniup atau meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah dari setan dan dari keburukan mimpi yang dia lihat sebanyak tiga kali, membalik badan ke sisi lain, jika dalam keadaan segar agar dia bangun lalu berwudu dan salat, tidak mengabarkannya kepada siapa pun, dan tidak berusaha menafsirkannya. Jika dia melakukan semua itu, maka mimpi tersebut tidak akan membahayakannya dengan izin Allah -Ta'ālā-.

7/844- Abul-Asqa' Wāṡilah bin Al-Asqa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Di antara kedustaan paling besar adalah seseorang menisbahkan diri kepada selain bapaknya, atau mengaku melihat mimpi yang tidak pernah dilihat, atau berdusta atas nama Rasulullah apa yang tidak pernah beliau ucapkan."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الفِرَىٰ (al-firā), bentuk jamak dari "فِرية" (firyah), yaitu kebohongan yang besar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berdusta dalam hal mimpi adalah kedustaan atas nama Allah, dan itu termasuk dosa besar, karena berdusta atas nama Allah -Ta'ālā- tidak sama seperti berdusta atas nama makhluk.

2) Diharamkan berdusta atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena hal itu akan kembali kepada berdusta atas nama Allah, karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak berbicara kecuali berdasarkan wahyu.

3) Orang yang berdusta di dalam mimpinya dan mengklaim mimpi yang tidak pernah dilihatnya, ini termasuk kebohongan paling besar yang diharamkan. Oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin bersungguh-sungguh untuk berusaha jujur, karena kejujuran adalah jalan keselamatan, dan juga bersungguh-sungguh menjauhi kedustaan karena kedustaan adalah sebab kebinasaan.

 KITAB SALAM

 131- BAB KEUTAMAAN SALAM DAN PERINTAH MENYEBARKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya."(QS. An-Nūr: 27)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah."(QS. An-Nūr: 61)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya."(QS. An-Nisā`: 86)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan?(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, 'Salāman (salam)', Ibrahim menjawab, 'Salāmun (salam), orang-orang yang belum dikenal.'(QS. Aż-Żāriyāt: 24-25)

Faedah:

Salam artinya mendoakan keselamatan dari semua bahaya dan penyakit. Salam adalah kata yang umum, tetapi maksudnya ialah salam yang disyariatkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya. Salam ini disyariatkan di antara kaum muslimin, diperintahkan untuk disebarkan, dan merupakan sebab yang besar untuk saling mencintai di antara orang beriman.

Pelajaran dari Ayat:

1) Salam adalah Sunnah para rasul dan malaikat -'alaihimuṣ-ṣalātu was-sallām-.

2) Bila Anda hendak masuk ke rumah orang lain, maka jangan langsung masuk kecuali setelah meminta izin dan mengucapkan salam, untuk menghilangkan kerenggangan dan mendatangkan keakraban.

3) Dalam menjawab salam disunahkan agar menggunakan ucapan salam yang lebih baik daripada ucapan salam yang diberikan, dan ini mencakup lebih baik secara lafal dan cara. Yang lebih baik secara lafal, yaitu ketika orang mengucapkan, "as-salāmu 'alaikum", maka kita menjawabnya dengan, "wa 'alaikumus-salām wa raḥmatullāhi wa barakātuh."Sedangkan yang lebih baik secara kaifiat, yaitu ketika orang mengucapkan salam sambil menghadapkan mukanya ke kita dan dengan suara yang jelas, maka kita tidak boleh membalasnya sambil memalingkan wajah darinya atau dengan suara yang rendah dan lemah.1/845- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, "Perangai Islam manakah yang paling baik?" Beliau bersabda,"Yaitu engkau memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal ataupun yang tidak engkau kenal."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تَقْرَأُ السَّلامَ: mengucapkan salam, memberi salam; qirā`atus-salām dan ilqā`us-salām maknanya sama.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang penanya ketika bertanya kepada orang berilmu tentang kebaikan yang bermanfaat, hendaklah disertai niat untuk mengamalkan kebaikan tersebut, bukan sekadar untuk mengetahuinya.

2) Janganlah ucapan salam Anda hanya bertujuan sebagai salam perkenalan saja, tetapi jadikanlah sebagai salam yang mendatangkan pahala dan keakraban.

3) Memberi makan kepada kerabat bernilai sebagai sedekah, silaturahmi, dan pelaksanaan kewajiban, adapun kepada orang-orang jauh maka hanya bernilai sebagai sedekah dan dalam rangka menunaikan amalan sunah, dan amal yang wajib lebih dicintai oleh Allah daripada amal yang sunah.

Faedah Tambahan:

Jenis-jenis manusia terkait dengan hukum salam:

Pertama: orang muslim yang kita tidak mengetahuinya sebagai pelaku kefasikan; kita hendaklah mengucapkan salam kepadanya, dan yang terbaik di antara dua muslim yang bersaudara adalah yang memulai bersalam.

Kedua: orang fasik yang melakukan kefasikannya secara terang-terangan; kita mengucapkan salam kepadanya jika salam tersebut memiliki maslahat, dan kita memboikotnya dengan tidak mengucapkan salam jika pemboikotannya itu mendatangkan maslahat.

Ketiga: orang kafir; kita tidak boleh memulai salam kepadanya, tetapi jika dia mengucapkan salam maka kita balas salamnya berdasarkan keumuman firman Allah -Ta'ālā-,"Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya." (QS. An-Nisā`: 86)2/846- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tatkala Allah telah menciptakan Adam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Allah berfirman, 'Pergilah dan ucapkan salam kepada mereka -yaitu beberapa malaikat yang sedang duduk- lalu ‎dengarkanlah salam penghormatan mereka kepadamu, sesungguhnya itu sebagai salam penghormatan untukmu dan ‎keturunanmu!' Maka Adam berkata, 'As-salāmu ‘alaikum.' Mereka menjawab, 'As-salāmu ‘alaika wa raḥmatullāh,' yaitu mereka menambahkan: wa raḥmatullāh.‎"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ucapan salam yang disyariatkan itu berasal dari para malaikat yang mulia berdasarkan perintah dari Allah -Tabāraka wa Ta'āla-.

2) Lafal yang paling afdal dalam membalas salam ialah ucapan "Wa 'alaikumus-salām wa raḥmatullāhi wa barākātuh".

Peringatan:

Tidak boleh meninggalkan salam yang disyariatkan agama lalu memilih ucapan salam yang biasa dipakai oleh masyarakat banyak, seperti ucapan "selamat pagi" atau "selamat datang". Membiasakan hal itu secara terus-menerus termasuk tindakan mengganti yang lebih baik dengan yang lebih rendah. Demikian juga ketika membalas salam, harus dilakukan dengan lafal yang disyariatkan sesuai dengan yang ada dalam Sunnah. Adapun ucapan masyarakat umum: "wa 'alaikum mā żakartum" atau "ahlan wa sahlan", maka tidak dianggap sebagai balasan yang disyariatkan.

3/847- Abu 'Umārah Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan kepada kami tujuh perkara: menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, mendoakan orang yang bersin, menolong orang lemah, membantu orang terzalimi, menebarkan salam, dan membantu orang yang bersumpah untuk memenuhi sumpahnya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi salah satu riwayat Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan hak seorang muslim atas saudara muslimnya, karena menunaikan hak orang-orang muslim termasuk buah dari iman.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah memberi salam dan menebarkannya di tengah-tengah kaum muslimin, kepada yang Anda kenal dan yang tidak Anda kenal, dan pada yang demikian itu terdapat kebaikan bagi hamba di dunia dan akhiratnya.

4/848- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? (Yaitu) sebarkanlah salam di antara kalian!"(HR. Muslim)

5/849- Abu Yūsuf Abdullah bin Salām -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah silaturrahmi, dan kerjakanlah salat ketika orang lain sedang tidur, niscaya kalian pasti masuk surga dengan selamat."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberi salam kepada orang-orang beriman adalah sebab yang besar untuk meraih kecintaan dan menjalin keakraban dengan mereka.

2) Kunci masuk surga adalah iman, kunci iman adalah kecintaan, dan kunci kecintaan adalah menebarkan salam.

3) Menampakkan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-hamba-Nya, yaitu Allah memotivasi mereka kepada surga dengan amalan-amalan yang ringan dan mudah.

6/850- Aṭ-Ṭufail bin Ubay bin Ka'ab meriwayatkan bahwasanya dia biasa datang menemui Abdullah bin Umar lalu pergi bersamanya ke pasar. Dia bercerita, "Ketika kami pergi ke pasar, setiap kali Abdullah melewati pedagang kecil maupun pedagang besar, orang miskin, atau siapa saja, dia pasti mengucapkan salam kepadanya." Aṭ-Ṭufail melanjutkan, "Suatu hari aku menemui Abdullah bin Umar, lantas dia memintaku mengikutinya ke pasar. Aku bertanya, 'Apa yang akan engkau lakukan di pasar? Engkau tidak hendak berjual beli, tidak juga menanyakan barang maupun menawarnya, dan tidak pula hendak duduk di tempat-tempat perkumpulan di pasar?'" Aku juga berkata, "Duduklah di sini bersama kami untuk berbincang-bincang." Abdullah bin Umar menjawab, "Wahai Abu Baṭn (orang yang berperut buncit)! -karena Aṭ-Ṭufail memiliki perut yang tambun-, kita pergi ke pasar hanyalah untuk mengucapkan salam; kita mengucapkan salam kepada siapa saja yang kita jumpai."

(HR. Mālik dalam Al-Muwaṭṭa` dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

سَقَّاطٌ (saqqāṭ): penjual barang-barang murah, yaitu yang berkualitas rendah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang mukmin harus memanfaatkan semua kesempatan berbuat baik; setiap kali melihat pintu pahala hendaklah ia memaksimalkannya agar mendapatkan pahala tersebut.

2) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mendapatkan berbagai kebaikan. Lihatlah apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia pergi hanya untuk memberi salam. Maka orang yang diberi taufik adalah yang mengikuti Sunnah para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-.

3) Panggilan antar teman dengan menggunakan gelar jika tujuannya hanya sekadar bercanda dan menambah keakraban, maka hal itu diperbolehkan, dan hal itu dikembalikan kepada budaya masyarakat dari sisi menerima dan mengingkarinya, dan ini tidak termasuk sikap saling panggil dengan gelar yang dilarang.

 132- BAB TATA CARA BERSALAM

Orang yang memulai salam disunahkan mengucapkan, "As-salāmu ‘alaikum wa raḥmatullāh wa barakātuh", dengan menggunakan kata ganti (ḍamīr) bentuk jamak, walaupun yang disalami hanya satu orang. Kemudian orang yang menjawab mengatakan, "Wa 'alaikumus-salām wa raḥmatullāh wa barakātuh", dengan menambahkan huruf "wāw 'aṭaf" (kata sambung) di kalimat "wa 'alaikum".

1/851- 'Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Seorang laki-laki datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengucapkan salam, "As-salāmu 'alaikum." Beliau menjawab salamnya kemudian dia duduk. Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Sepuluh”. Kemudian datang laki-laki yang lain dan mengucapkan salam, "As-salāmu 'alaikum wa raḥmatullāh." Beliau menjawab salamnya kemudian dia duduk. Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Dua puluh." Kemudian datang lagi laki-laki lainnya seraya mengucapkan salam, "As-salāmu 'alaikum wa raḥmatullāhi wa barakātuh." Beliau menjawab salamnya lalu bersabda, “Tiga puluh."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap kali seorang hamba menambah lafal salamnya sebagaimana yang ada dalam Sunnah, maka pahalanya akan semakin bertambah.

2) Motivasi untuk meraih berbagai kebaikan yang besar dengan amalan yang ringan dan sedikit, dan ini termasuk bentuk taufik Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang beriman.

2/852- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Ini Jibril, ia menyampaikan salam kepadamu." Aku pun menjawab, "Wa 'alaihis-salām wa raḥmatullāhi wa barakātuh."(Muttafaq 'Alaih)

Demikianlah disebutkan dalam beberapa riwayat Aṣ-Ṣaḥīḥain (Bukhari dan Muslim) dengan tambahan "wa barakātuh", sedangkan sebagian riwayat yang lain tidak menyebutkan tambahan kata ini. Tetapi kaidahnya, bahwa tambahan lafal dari perawi yang terpercaya bisa diterima.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hal yang sunah bila ada yang menyampaikan salam seseorang kepada orang lain adalah agar orang yang diberi salam mengucapkan pada perantara tersebut, "'Alaikas-salām atau 'alaika wa 'alaihis-salām." Karena orang yang menyampaikan salam tersebut telah berbuat baik, sehingga dia dibalas kebaikannya dengan mendoakannya.

2) Kewajiban menyampaikan pesan berupa salam jika seseorang telah menyepakatinya dan hal itu menjadi amanah yang wajib disampaikan;"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisā`: 58)Adapun jika dia tidak menyanggupinya, maka menyampaikannya tidak wajib.

3) Keutamaan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- karena dia telah diberi salam secara khusus oleh malaikat yang paling mulia melalui perantara rasul paling mulia -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām-.

3853- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila berbicara suatu kalimat, beliau mengulanginya tiga kali supaya dapat dipahami. Dan bila beliau datang ke suatu kaum lalu mengucapkan salam, beliau mengucapkan salam kepada mereka tiga kali.(HR. Bukhari)

Makna hadis ini dibawa pada keadaan ketika orang yang berkumpul jumlahnya banyak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menyampaikan kebaikan kepada umatnya serta besarnya belas kasih beliau kepada mereka.

2) Orang beriman akan berbicara kepada manusia sesuai tingkat akal mereka serta berusaha mencarikan mereka uzur.

4/854- Al-Miqdād -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadisnya yang panjang, dia berkata, “Dahulu, kami menyisihkan untuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- susu yang menjadi bagian beliau. Kemudian beliau akan datang di waktu malam dan mengucapkan salam dengan suara seukuran yang tidak sampai membangunkan orang tidur dan masih terdengar oleh orang yang terjaga. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang, lalu mengucapkan salam sebagaimana beliau biasa mengucapkan salam.”(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesempurnaan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan kasih sayang beliau kepada orang-orang beriman; yaitu beliau mengucapkan salam dengan suara seukuran yang masih terdengar oleh orang yang terjaga dan tidak sampai membangunkan orang yang tidur.

2) Dalam ajaran Islam tidak boleh ada mudarat untuk pribadi dan tidak pula untuk orang lain.

5/855- Asmā` binti Yazīd -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasululah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada suatu hari pernah lewat di masjid, sementara sejumlah wanita sedang duduk, maka beliau memberi salam dengan isyarat tangan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan) [24].

Hadis ini dimaknai bahwa beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggabungkan antara ucapan salam dan isyarat, dan hal ini dikuatkan oleh riwayat Abu Daud, di dalamnya disebutkan, "... kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami."

Kosa Kata Asing:

فألوىٰ (fa alwā): berisyarat.

عُصْبَةٌ ('uṣbah): sekelompok orang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberi salam hanya dengan isyarat tangan tanpa melafalkan ucapan salam adalah terlarang, karena hal itu merupakan bentuk meniru salam orang yang kita diperintahkan supaya menyelisihi mereka, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.

2) Boleh memberi salam kepada sekelompok perempuan ketika tidak dikhawatirkan akan menjadi sebab fitnah. Adapun perempuan seorang diri, maka orang yang bukan mahramnya tidak boleh mengucapkan salam kepadanya karena dikhawatirkan akan terjadi fitnah.

3) Tindakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam menyelisihi Ahli Kitab termasuk syiar Islam, di antaranya dalam masalah ucapan salam. Lalu, di mana umat Islam dari fondasi yang besar ini?!

6/856- Abu Jurayy Al-Hujaimiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, " 'Alaikas-salām, wahai Rasulullah." Beliau bersabda,"Jangan ucapkan, 'alaikas-salām, karena ucapan ini adalah salam penghormatan untuk orang yang sudah mati."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih". Hadis ini telah dibawakan secara lengkap sebelumnya).

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk mengajar orang yang jahil, dan mengingatkan orang yang salah dalam menyebutkan suatu lafal dengan menunjukkannya lafal yang sesuai syariat.

2) Menjelaskan kaifiat salam terhadap orang yang telah mati dalam kubur dengan mengatakan, "'alaikas-salām." Sehingga ucapan ini ditujukan kepada orang yang tidak hadir bersama kita tapi dekat. Namun Sunnah juga menunjukkan bolehnya mengucapkan salam kepada orang yang sudah meninggal dengan mengucapkan, "Salāmun 'alaikum ahlad-diyār", sehingga ucapan salam kepada orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal adalah sama.

 133- BAB ADAB BERSALAM

1/857- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah pengendara mengucapkan salam kepada pejalan kaki, pejalan kaki mengucapkan salam kepada yang duduk, dan kelompok yang berjumlah sedikit mengucapkan salam kepada yang jumlahnya banyak."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari yang lain disebutkan, "Dan orang yang lebih muda mengucapkan salam kepada yang lebih tua."

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk Islam ialah memperhatikan adab terhadap sesama manusia serta bersikap rendah hati kepada orang-orang beriman. Maka seorang pengendara, karena dia berada pada posisi yang tinggi, dialah yang seharusnya mengucapkan salam kepada pejalan kaki. Begitu juga halnya pejalan kaki hendaklah mengucapkan salam kepada orang yang duduk.

2) Penghormatan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua dan penjelasan hak kelompok yang berjumlah banyak atas kelompok yang jumlahnya sedikit.

2/858- Abu Umāmah Ṣudāy bin 'Ajlān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang paling utama di sisi Allah adalah yang memulai mengucapkan salam."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)

Juga diriwayatkan oleh Tirmizi dari Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! Dua orang yang saling bertemu, siapakah di antara mereka yang memulai ucapan salam?" Beliau bersabda, "Yang paling utama di sisi Allah -Ta'ālā-."

Tirmizi berkata, "Ini hadis hasan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang paling baik adalah yang memulai mengucapkan salam kepada orang lain, dan dia lebih berhak daripada yang lain untuk mendapatkan lindungan Allah -Ta'ālā-.

2) Kecintaan dan pertolongan Allah -Ta'ālā- kepada seorang hamba sesuai dengan kewajiban ibadah yang dia laksanakan; siapa yang ketaatannya lebih besar, maka pertolongan Allah kepadanya lebih sempurna;"Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya?" (QS. Az-Zumar: 36)

 134- BAB ANJURAN MENGULANG UCAPAN SALAM KETIKA BERTEMU KEMBALI SETELAH WAKTU YANG TIDAK LAMA SEPERTI DIA MASUK KEMUDIAN KELUAR DAN LANGSUNG MASUK LAGI ATAU DIPISAHKAN OLEH SEBUAH POHON DAN SEMISALNYA

1/859- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadis tentang laki-laki yang tidak bisa mengerjakan salat dengan benar bahwa dia datang dan mengerjakan salat, lalu dia menghampiri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya mengucapkan salam kepada beliau. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab salamnya dan bersabda, "Kembalilah dan kerjakan ulang salatmu, karena engkau belum mengerjakan salat." Laki-laki itu kembali ke tempatnya dan mengulang salatnya, lalu dia menghampiri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengucapkan salam kepada beliau. Hingga dia mengulangi hal itu sebanyak tiga kali.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengulang ucapan salam adalah nikmat dari Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya karena hal itu adalah pintu untuk mendapatkan pahala.

2) Di antara etika seorang guru adalah membuat peserta didiknya penasaran dengan faedah dan ilmu yang akan diajarkan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak langsung mengajari laki-laki tersebut, bahkan beliau membuatnya penasaran kepada ilmu terlebih dahulu, dan sesuatu yang didapatkan setelah dibutuhkan akan lebih melekat dalam hati.

3) Menjelaskan kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya serta kegigihan beliau untuk mengajar dan membimbing mereka.

2/860- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Apabila salah seorang kalian bertemu dengan saudaranya, maka hendaknya dia mengucapkan salam kepadanya. Jika kemudian keduanya dipisahkan oleh pohon, tembok, atau batu kemudian bertemu lagi, hendaknya dia mengucapkan salam lagi kepadanya."(HR. Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengerjakan petunjuk Nabi akan menambah cinta dan kasih sayang di antara sesama saudara.

2) Anjuran untuk menghilangkan ketidakakraban serta kerenggangan yang ada dalam hati untuk mempererat hubungan antara orang-orang beriman, sekalipun itu disebabkan oleh batu atau pohon. Lalu, bagaimana jika yang memisahkan itu adalah tindakan memutus silaturahmi dan perselisihan?! Maka, hendaklah seseorang berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan saudaranya.

 135- BAB ANJURAN MENGUCAPKAN SALAM KETIKA MASUK RUMAH SENDIRI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah."(QS. An-Nūr: 61)1/861- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Wahai anakku! Apabila engkau masuk menemui keluargamu, maka ucapkan salam, pasti itu akan menjadi keberkahan bagimu dan bagi penghuni rumahmu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengucapkan salam adalah sebab adanya keberkahan bagi penghuni rumah serta mendatangkan keakraban di antara sesama mereka.

2) Bahasa santun dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada pembantunya, Anas -raḍiyallāhu 'anhu- serta memanggilnya dengan panggilan kasih sayang; "Wahai anakku!"

3) Seseorang boleh berkata kepada anak kecil dengan ucapan: "Anakku", sekalipun dia bukan ayahnya, untuk memperlihatkan kasih sayang dan kesantunan.

 136- BAB MENGUCAPKAN SALAM KEPADA ANAK-ANAK

1/862- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia pernah melewati sejumlah anak-anak lalu dia mengucapkan salam kepada mereka. Dia berkata, “Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa melakukannya.”(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Sifat tawaduk Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau memberi salam kepada anak-anak. Orang yang mendapat taufik adalah yang berkomitmen melaksanakan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam kehidupannya.

2) Melatih anak-anak untuk berakhlak yang baik serta mengajarkan mereka Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Memberikan rasa cinta dan kesenangan kepada anak-anak termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

4) Sikap para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- yang meneladani perbuatan-perbuatan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang masuk dalam ranah ibadah, bukan yang bersifat pembawaan, serta kegigihan mereka untuk mengikuti perbuatan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 137- BAB UCAPAN SALAM LAKI-LAKI KEPADA ISTRINYA DAN PEREMPUAN DARI KALANGAN MAHRAMNYA SERTA KEPADA WANITA AJNABI SATU ORANG ATAUPUN BANYAK YANG TIDAK DIA KHAWATIRKAN AKAN TERFITNAH DENGANNYA DAN SEBALIKNYA UCAPAN SALAM MEREKA KEPADA LAKI-LAKI DENGAN SYARAT YANG SAMA

1/863- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Dahulu, di tengah-tengah kami ada seorang perempuan -dalam riwayat lain: Dahulu, kami memiliki seorang wanita tua yang biasa mengambil sebagian batang silq (sejenis sayuran) lalu memasukkannya ke dalam belanga serta menumbuk sebagian jelai; apabila kami telah menunaikan salat Jumat dan pulang, kami mengucapkan salam kepadanya, lalu dia pun menyuguhkannya untuk kami."(HR. Bukhari)

Kata "تُكَرْكِرُ" (tukarkiru), artinya: menumbuk.

Kosa Kata Asing:

أُصُولِ السِّلْقِ (uṣūl as-silq): batang tumbuhan silq. Silq adalah sejenis sayur-sayuran, dan batangnya bisa dibuat sebagai kuah.

القِدر (al-qidr): sebuah wadah yang digunakan memasak, belanga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggambarkan kesahajaan dan kesederhanaan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam persoalan dunia, hingga Allah menjadikan mereka kaya dengan berbagai penaklukan banyak wilayah.

2) Boleh memberi salam kepada perempuan ketika dirasa aman dari fitnah, misalnya wanita yang sudah tua.

2/864- Ummu Hāni` Fākhitah binti Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada peristiwa penaklukan Mekah ketika beliau sedang mandi sedangkan Fatimah menutup beliau dengan selembar pakaian. Maka aku mengucapkan salam kepada beliau..." Kemudian Ummu Hāni`menyebutkan hadis ini selengkapnya.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perempuan boleh mengucapkan salam kepada laki-laki ketika dirasa aman dari fitnah dan tanpa khalwat (berdua-duaan).

2) Boleh memberi salam kepada orang yang sedang mandi, dan orang yang sedang telanjang boleh untuk menjawab salam.

3) Disyariatkan saling membantu dalam bersuci, misalnya seseorang minta bantuan kepada salah satu penghuni rumahnya.

4) Menutup diri dari pandangan orang ketika membersihkan diri termasuk adab yang diajarkan Nabi.

3/865- Asmā` binti Yazīd -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati kami ketika kami bersama sejumlah wanita, lalu beliau mengucapkan salam kepada kami."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan", dan ini adalah redaksi riwayat Abu Daud)Sedangkan redaksi riwayat Tirmizi menyebutkan, "Suatu hari, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lewat di masjid, ketika itu sekelompok wanita sedang duduk-duduk, lantas beliau melambaikan tangannya memberi salam."

Peringatan:

Redaksi riwayat Tirmizi: "Suatu hari, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lewat di masjid, ketika itu sekelompok wanita sedang duduk-duduk, lantas beliau melambaikan tangannya memberi salam."Hadis dengan redaksi ini sanadnya daif, sebagaimana hal itu telah diingatkan pada hadis no. 855.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang laki-laki disyariatkan mengucapkan salam pada sekelompok perempuan.

2) Ketika seseorang membutuhkan salam dengan isyarat tangan, hendaklah dia menggabungkan antara melafalkan salam dengan ucapan lisan dan isyarat menggunakan tangan. Tidak diperbolehkan hanya dengan sebatas isyarat, agar kita tidak jatuh ke dalam meniru orang-orang yahudi dan nasrani.

 138- BAB PENGHARAMAN MEMULAI BERSALAM KEPADA ORANG KAFIR, CARA MENJAWAB SALAM MEREKA, DAN ANJURAN MEMBERI SALAM KEPADA PESERTA MAJELIS YANG TERDIRI DARI MUSLIM DAN KAFIR

1/866- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jika kalian bertemu salah seorang dari mereka di jalan, maka paksalah mereka ke bagian jalan yang paling sempit (pinggir)."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

فاضطرُّوهُ (fa-ḍṭarrūhu): paksalah mereka ke bagian jalan yang sempit ketika jalan tidak luas, sehingga bagian yang paling luas menjadi hak muslim dan bagi orang kafir bagian yang paling sempit; bukan maksudnya sengaja merebut jalur mereka padahal jalan tersedia luas.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak diperbolehkan memulai salam kepada orang kafir karena hal itu mengandung pemuliaan kepadanya, sementara orang kafir seharusnya dihinakan, bukan dimuliakan.

2) Memancing kekecewaan orang kafir dengan ucapan dan perbuatan adalah perkara yang diperintahkan secara agama, tetapi tidak boleh mengecewakan mereka dengan cara menzalimi atau mengingkari perjanjian bersama mereka. Kita harus menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.

Faedah Tambahan:

Jika ada yang bertanya, apakah seorang muslim diperbolehkan memulai ucapan salam kepada orang kafir dengan selain ucapan salam, misalnya ucapan: bagaimana kabar Anda? Bagaimana kabar Anda pagi ini, atau sore ini? Atau ucapan, "semoga Allah memberimu kesembuhan" dan ucapan-ucapan yang semisalnya?

Jawabannya: ini diperbolehkan dan tidak mengapa, karena ini adalah pertanyaan biasa dan mendoakan agar hatinya diselamatkan dari kesyirikan. Adapun larangan yang disebutkan dalam hadis adalah khusus tentang pengucapan salam Islami.

2/867- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- bersabda, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila Ahli Kitab memberi salam kepada kalian, maka jawablah; wa 'alaikum (dan bagi kalian juga)."(Muttafaq 'Alaih)

Faedah:

Munculnya hadis ini memiliki satu faktor peristiwa (sababul-wurūd), sangat bagus bila disebutkan untuk lebih memahami hadis ini; Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Beberapa orang Yahudi meminta izin bertemu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengatakan, 'As-sāmu 'alaikum (Semoga kebinasaan atas kalian).'" Maka Aisyah menjawab, "Bahkan, kepada kalianlah kebinasaan dan laknat itu." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam seluruh urusan." Aisyah berkata, "Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka katakan?" Beliau bersabda, "Aku telah membalasnya dengan, 'Wa 'alaikum.'"(HR. Muslim)

Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- juga berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya orang-orang Yahudi itu, apabila mereka mengucapkan salam kepada kalian, salah seorang mereka berkata, 'As-sāmu 'alaikum (Semoga kebinasaan atas kalian).' Maka jawablah, 'Alaika (Bahkan, atasmu).'" (HR. Muslim)

Makna "السَّامُ" (as-sām): kematian dan kebinasaan.

Tampak dari kedua hadis di atas bahwa kita mencukupkan jawaban dengan ucapan "wa 'alaikum" ketika mereka meniatkan maksud yang buruk dalam ucapan salam mereka. As-sām ialah kematian. Adapun jika mereka memberikan salam dengan lafal salam yang disyariatkan, "As-salāmu 'alaikum", maka kita menjawab mereka dengan jawaban yang disyariatkan sesuai manhaj Al-Qur`ān;"Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya." (QS. An-Nisā`: 86)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang beriman adalah orang yang cerdas, tidak tertipu dengan makar orang kafir dan celaan mereka padanya, bahkan dia tetap berada di atas cahaya dan ilmu berupa petunjuk Al-Qur`ān dan Sunnah.

2) Boleh membalas kezaliman dengan perbuatan zalim yang semisalnya, tanpa melampaui batas.

3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya, yaitu beliau mengajarkan mereka tentang makar musuh-musuh mereka yang harus diwaspadai.

3/868- Usāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah lewat di sebuah majelis yang bercampur di dalamnya orang muslim, orang musyrik -penyembah berhala-, dan orang Yahudi, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan salam kepada mereka.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh memberi salam ke sebuah majelis yang bercampur di dalamnya orang muslim dan orang kafir, dan meniatkan salam tersebut untuk orang Islam.

2) Di antara hikmah larangan memulai mengucapkan salam kepada orang kafir ialah karena sebagaimana disebutkan dalam hadis: "Islam berada di atas dan tidak rendah." (Hadis sahih; HR. Ad-Dāraquṭniy dalam Kitab Sunan-nya).

 139- BAB ANJURAN MENGUCAPKAN SALAM KETIKA MENINGGALKAN MAJELIS DAN BERPISAH DARI TEMAN DUDUK

1/869- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian sampai di satu majelis, hendaklah ia mengucapkan salam. Lalu apabila ia hendak bangun (meninggalkan majelis), hendaklah ia juga mengucapkan salam. Karena tidaklah (salam) yang pertama lebih pantas (diucapkan) daripada yang terakhir."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara wujud kesempurnaan syariat Islam adalah bahwa Islam menyamakan antara salam ketika memulai pertemuan dengan mengakhirinya, dan ini termasuk keadilan ajaran Islam.

2) Motivasi dari Allah untuk meraih pahala yang banyak dengan mengucapkan salam pada awal majelis dan penutupnya.

Faedah Tambahan:

Bersalam ketika meninggalkan majelis adalah adab Nabi yang telah dilalaikan dalam banyak majelis, dan orang yang paling patut untuk menghidupkannya adalah para ulama dan penuntut ilmu. Oleh sebab itu, seharusnya mereka mengucapkan salam ketika masuk ke dalam majelis, begitu juga ketika keluar, karena tidaklah salam yang pertama lebih pantas diucapkan dari salam yang terakhir.

Begitu juga seseorang hendaklah diingatkan, bila masuk kepada keluarganya atau keluar supaya mengucapkan salam kepada mereka.

Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Wahai anakku! Apabila engkau masuk menemui keluargamu, maka ucapkanlah salam, pasti itu akan menjadi keberkahan bagimu dan bagi penghuni rumahmu."(HR. Tirmizi)

 140- BAB MEMINTA IZIN DAN ADAB-ADABNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya."(QS. An-Nūr: 27)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa meminta izin."(QS. An-Nūr: 59)

Pelajaran dari Ayat:

1) Apabila seorang anak telah mencapai usia balig maka dia tidak boleh masuk rumah kecuali dengan meminta izin; hukumnya sama seperti hukum orang dewasa.

2) Anak-anak di bawah usia balig diminta untuk meminta izin di tiga waktu ditanggalkannya pakaian.

3) Tiga waktu yang merupakan momen melepas pakaian adalah yang disebutkan dalam ayat:"Yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah salat Isya."(QS. An-Nūr: 58)1/870- Abū Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Meminta izin itu tiga kali. Bila engkau diizinkan (silakan masuk), tetapi bila tidak, maka kembalilah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Termasuk adab mulia bila seseorang meminta izin sebanyak tiga kali, dan tidak mengetuk pintu lagi setelahnya.

2) Kesempurnaan ajaran Islam yang memperhatikan kondisi manusia dan mengajarkan orang-orang beriman hak sebagian yang lain.

2/871- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, meminta izin itu disyariatkan hanyalah untuk menjaga pandangan."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perhatian syariat Islam untuk menjaga aurat dalam rumah agar tidak terlihat, sebab itu, Islam mensyariatkan minta izin dengan tujuan menjaga pandangan.

2) Diharamkan melihat ke dalam rumah kecuali setelah meminta izin.

3/872- Rib'iy bin Ḥirāsy berkata, Ada seorang laki-laki dari Bani 'Āmir mengabarkan pada kami bahwa ia pernah meminta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang berada di salah satu rumah, dia berkata, "Apakah aku boleh masuk?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada pembantunya, "Temuilah orang ini dan ajari dia cara meminta izin. Katakan kepadanya, ucapkan: As-salāmu 'alaikum, apakah aku boleh masuk?" Ucapan itu didengar oleh laki-laki itu, maka dia berkata, "As-salāmu 'alaikum. Apakah aku boleh masuk?" Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberinya izin, maka dia pun masuk.

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

4/873- Kaldah bin Al-Ḥanbal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan masuk menemui beliau tanpa mengucapkan salam, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kembalilah. Kemudian ucapkan: As-salāmu 'alaikum, apakah aku boleh masuk?"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

أَأَلِجُ (a`aliju): apakah aku boleh masuk?

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab meminta izin adalah mengucapkan salam kemudian menunggu hingga diizinkan masuk.

2) Pengajaran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya tentang adab, dan beliau menggabungkan antara metode mengajar dengan ucapan dan perbuatan.

 141- BAB PENJELASAN BAHWA YANG SUNAH KETIKA DIKATAKAN KEPADA ORANG YANG MEMINTA IZIN, "SIAPA ANDA?" SUPAYA DIA MENJAWAB, "POLAN" DENGAN MENYEBUT NAMA YANG DIA DIKENAL DENGANNYA, BAIK NAMA ASLI ATAUPUN KUN-YAH (NAMA GANTI), DAN MAKRUHNYA JAWABAN "SAYA" DAN YANG SEMISALNYA

1/874- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadis yang masyhur tentang peristiwa Isra bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kemudian Jibril membawaku naik ke langit paling rendah (pertama), lalu dia minta dibukakan, dikatakan kepadanya, 'Siapa ini?' Dia menjawab, 'Jibril.' Dikatakan, 'Siapa yang bersamamu?' Dia menjawab, 'Muhammad.'" Selanjutnya dia naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya, dikatakan di pintu setiap langit, "Siapa ini?" Maka Jibril menjawab, "Jibril."(Muttafaq 'Alaih)2/875- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah keluar pada satu malam, ternyata Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang berjalan seorang diri. Lalu aku pun berjalan di bawah bayangan bulan, lantas beliau menoleh dan melihatku seraya bertanya, "Siapa ini?" Aku menjawab, "Abu Żarr."(Muttafaq 'Alaih)3/876- Ummu Hāni` -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang mandi dan beliau ditutupi oleh Fatimah. Maka beliau bertanya, "Siapa ini?" Aku menjawab, "Aku Ummu Hāni`."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengenalkan diri ketika meminta izin supaya kerenggangan bisa hilang dan keakraban terwujud.

2) Mengenalkan diri dilakukan dengan cara orang yang meminta izin menyebut namanya, kun-yah atau nama gantinya, dan orang yang bersamanya.

4/877- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya mengetuk pintu, maka beliau bertanya, 'Siapa ini?' Aku menjawab, 'Saya.' Beliau berkata, 'Saya, saya?!' Sepertinya beliau tidak menyukai hal itu."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Makruh mengucapkan "Ini saya" ketika meminta izin, jika ucapan itu tidak mengandung pengenalan diri.

2) Perintah untuk mengingkari orang yang tidak menunaikan adab dan mengajarinya adab yang benar.

 142- BAB ANJURAN MENDOAKAN ORANG YANG BERSIN BILA DIA MEMUJI ALLAH -TA'ĀLĀ- DAN DIMAKRUHKAN MENDOAKANNYA BILA DIA TIDAK MEMUJI ALLAH SERTA, PENJELASAN ADAB BERSIN, MENDOAKAN ORANG YANG BERSIN, DAN MENGUAP

1/878- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Oleh karena itu, jika salah seorang kalian bersin lalu memuji Allah -Ta'ālā-, maka wajib atas semua muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya, 'Yarḥamukallāh (Semoga Allah merahmatimu).' Adapun menguap, maka ia bersumber dari setan. Oleh karena itu, jika salah seorang kalian akan menguap, hendaklah dia menahannya sebisa mungkin, karena ketika seseorang menguap, setan akan tertawa kepadanya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersin disukai oleh Allah karena menunjukkan kondisi semangat dan ringan badan, dan Allah cinta kepada hamba yang bersemangat dalam kebaikan, bersungguh-sungguh, dan kuat.

2) Menguap disukai oleh setan karena menunjukkan kondisi malas dan tidak semangat, dan setan senang kepada orang yang malas dan lemah.

3) Mendoakan orang yang bersin adalah hak yang wajib ditunaikan oleh setiap orang yang mendengarnya, sehingga yang mendengar ucapan hamdalah orang yang bersin fardu ain baginya untuk mendoakannya.

4) Anjuran menahan perbuatan menguap sebisa mungkin, karena setan menertawakan orang yang menguap lantaran menunjukkan kemalasan dan ketidaksemangatannya.

5) Menampakkan pujian kepada Allah -Ta'ālā- atas nikmat-nikmat-Nya, di antaranya nikmat bersin, sehingga nikmat harus dibalas dengan syukur dan pujian.

2/879- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang dari kalian bersin, maka hendaklah ia membaca, 'Alhamdulillah.' Saudaranya atau sahabatnya hendaklah mengucapkan, 'Yarḥamukallāh (semoga Allah merahmatimu).' Jika ia telah mengucapkan padanya, 'Yarḥamukallāh', maka hendaklah ia berkata, 'Yahdīkumullāhu wa yuṣliḥu bālakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).'"(HR. Bukhari)3/880- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang dari kalian bersin lalu memuji Allah, maka doakanlah dia. Tetapi bila dia tidak memuji Allah, maka janganlah didoakan."(HR. Muslim)4/881- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Ada dua orang laki-laki yang bersin di dekat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau mendoakan salah satunya dan tidak mendoakan yang lain. Maka laki-laki yang tidak beliau doakan berkata, "Ketika polan yang bersin engkau mendoakannya, sedangkan ketika aku yang bersin tidak engkau doakan?" Beliau bersabda, "Dia ini memuji Allah, sedangkan engkau tidak memuji Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan itu sesuai jenis perbuatan; siapa yang mengucapkan "alḥamdulillāh" ketika bersin, maka pantas didoakan dengan ucapan "yarḥamukallāh", yaitu dia dimohonkan rahmat sebagai balasan atas pujiannya kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Orang beriman saling menyempurnakan satu sama lain, karena mereka seperti bangunan yang kukuh dalam kerja sama mereka.

3) Siapa yang tidak memuji Allah ketika bersin maka kita tidak mendoakannya, tetapi kita hanya mengajarkan padanya adab dalam Sunnah ketika bersin.

4) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah mengajarkan umat segala hal yang baik baginya berupa adab-adab agama.

Peringatan:

Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang jawaban orang yang bersin kepada orang yang mendoakannya adalah mengucapkan: "yahdīkumullāhu wa yuṣliḥu bālakum", atau mengucapkan: "yagfirullāhu lanā wa lakum", sebagaimana yang ada dalam riwayat. Adapun perkataan masyarakat awam: "yahdīnā wa yahdīkumullāh", dan ungkapan-ungkapan semisalnya yang bidah, maka semua itu menyelisihi Sunnah Nabi, padahal Allah -'Azza wa Jalla- telah berfirman,"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Aḥzāb: 21)Lagi pula zikir-zikir harus dibangun di atas ittibā' (ketundukan) terhadap Sunnah, tidak menyelisihinya dan tidak pula berbuat bidah di dalamnya.5/882- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersin, beliau meletakkan tangannya atau kainnya di mulutnya dan merendahkan -atau menahan- suaranya." Perawi ragu.(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab yang diambil dari perbuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika bersin yaitu agar orang yang bersin menaruh tangan atau pakaiannya pada mukanya. Adab ini mengandung banyak hikmah, di antaranya:

a) Melindungi orang lain yang hadir supaya tidak keluar bersama bersin itu sesuatu yang membahayakan mereka, berupa virus yang dapat menular pada orang lain.

b) Supaya tidak menimbulkan kejijikan disebabkan apa yang keluar bersama bersin.

2) Pemuliaan agama Islam terhadap seorang mukmin dengan memberikannya bimbingan sejumlah adab yang bisa dia lakukan untuk memperindah kepribadiannya dan memperbaiki kelakuannya ketika bergaul dengan orang lain.

3) Anjuran merendahkan suara ketika bersin agar orang lain yang hadir tidak merasa terganggu.

6/883- Abu Musā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Orang-orang Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena berharap beliau akan mendoakan mereka: yarḥamukumullāh. Namun beliau mengucapkan kepada mereka, 'Yahdīkumullāhu wa yuṣliḥu bālakum.'"

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

يَتَعَاطَسُونَ (yata'āṭasūn): memaksa diri untuk bersin atau berpura-pura bersin.

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa berupa rahmat dikhususkan bagi orang yang beriman. Adapun orang kafir, mereka didoakan agar mendapatkan hidayah.

2) Orang Yahudi adalah orang-orang yang dimurkai, karena mereka mengetahui kebenaran namun menolaknya. Dahulu mereka mengetahui kebenaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahkan mereka mengharapkan keberkahan doa beliau untuk mereka.

7/884- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang kalian menguap, maka hendaklah dia menahannya dengan meletakkan tangan di atas mulutnya, karena setan akan masuk."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Penjelasan bahwa setan masuk ke dalam tubuh manusia ketika ia menguap dan membuka mulut.

2) Penjelasan agama tentang cara berlindung yang dapat dilakukan oleh seorang mukmin untuk melindungi dirinya dari setan ketika menguap.

3) Membenarkan berita dari Allah -'Azza wa Jalla- dan berita Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena berita dari Allah dan Rasul-Nya adalah kebenaran yang mutlak sekalipun kita tidak menyaksikannya dengan mata. Ini termasuk sikap tunduk kepada wahyu yang hukumnya wajib atas setiap muslim.

 143- BAB ANJURAN BERJABAT TANGAN DAN BERWAJAH CERIA KETIKA BERTEMU, MENCIUM TANGAN ORANG SALEH, MENCIUM ANAK KARENA SAYANG, DAN MERANGKUL ORANG YANG DATANG DARI PERJALANAN JAUH SERTA MAKRUHNYA MEMBUNGKUK

1/885- Abul-Khaṭṭāb Qatādah berkata, Aku pernah bertanya kepada Anas, "Apakah jabat tangan pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Anas menjawab, "Ya."(HR. Bukhari)2/886- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ketika penduduk Yaman datang, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Telah datang kepada kalian penduduk Yaman.' Mereka adalah orang pertama yang mengamalkan jabat tangan."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)3/887- Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabatan tangan, kecuali akan diampuni dosa mereka berdua sebelum keduanya berpisah."(HR. Abu Daud)4/888- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Seseorang dari kami bertemu saudara atau kawannya, apakah ia boleh membungkukkan badan kepadanya?" Beliau menjawab, "Tidak." Ia bertanya lagi, "Apakah ia boleh memeluk dan menciumnya?" Beliau bersabda, "Tidak." Ia bertanya lagi, "Apakah ia boleh memegang tangannya dan menjabatnya?" Beliau menjawab, "Ya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan saling jabat tangan di antara kaum muslimin karena dapat mendatangkan ampunan dosa dan melahirkan kasih sayang dan saling cinta.

2) Keutamaan penduduk Yaman dikarenakan mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya dan yang pertama kali mempraktikkan jabat tangan.

3) Larangan membungkuk untuk orang yang yang datang karena di dalamnya terkandung perbuatan meniru orang ajam dan orang kafir.

4) Larangan merangkul dan mencium ketika pertemuan yang sifatnya berulang, kecuali ada sebab yang bersifat insidental atau datang dari perjalanan jauh, maka saling merangkul diperbolehkan.

5/889- Ṣafwān bin 'Assāl -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seorang Yahudi berkata kepada kawannya, 'Mari kita pergi menemui Nabi ini!' Keduanya lalu datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Keduanya bertanya pada beliau tentang sembilan mukjizat yang nyata (pada kenabian Musa 'alaihis-salām)..." Lalu perawi membawakan hadis tersebut hingga perkataannya, "Maka keduanya mencium tangan dan kaki beliau, dan mengatakan, 'Kami bersaksi bahwa engkau seorang nabi.'"(HR. Tirmizi dan lainnya dengan sanad-sanad sahih) [25].

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengingkaran orang Yahudi terhadap kerasulan Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah dari sisi penolakan, kesombongan, dan hasad, bukan dari sisi pembenaran, karena mereka membenarkan beliau dengan lisan tetapi mengingkarinya dengan hati.

2) Disyariatkannya sesekali mencium tangan orang berilmu dan orang-orang yang memiliki kedudukan seperti kedua orang tua dan tidak menjadikannya sebagai kebiasaan yang terus-menerus dilakukan seperti halnya jabat tangan.

6/890- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- pernah meriwayatkan suatu kisah, dalam kisahnya ini ia berkata, "Maka kami mendekat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu kami cium tangannya."(HR. Abu Daud) [26].

7/891- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Zaid bin Ḥāriṡah kembali ke Madinah ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang berada di rumahku. Dia lalu datang menemui beliau dan mengetuk pintu, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bangkit menghampirinya sambil menyeret pakaiannya, selanjutnya beliau memeluk dan menciumnya.”(HR. Tirmizi dan dia berkata: hadis hasan) [27].

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh merangkul dan mencium tangan ketika ada urusan yang tidak biasa, seperti ketika pulang dari perjalanan jauh atau yang semisalnya.

2) Isbāl pada pakaian atau menyeretnya jika terjadi secara tidak disengaja, dan hanya terjadi secara kebetulan, hal itu tidak masuk dalam larangan isbāl.

3) Sikap tawaduk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sahabat-sahabatnya -raḍiyallāhu 'anhum- dan tindakan beliau dalam melakukan sesuatu yang membahagiakan mereka.

4) Berdiri menuju orang yang datang untuk menyambutnya atau mengucapkan salam tidak masuk dalam larangan berdiri untuk seseorang.

8/892- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun jua, walau hanya ‎bertemu saudaramu dengan wajah berseri!"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Adab-adab agama Islam dan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendatangkan kasih sayang dan saling cinta di antara orang beriman yang akan melapangkan dada dan menyatukan hati mereka.

2) Senyum Anda di muka saudara serta bermuka ceria kepadanya adalah bentuk sedekah dan kebaikan.

3) Kebaikan itu walaupun dipandang remeh oleh manusia, tetapi dalam timbangan amal ia adalah sesuatu yang agung dan besar.

4) Kegigihan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk memberikan pesan kepada orang beriman. Memberikan pesan (wasiat) adalah metode Al-Qur`ān dan metode Nabi.

9/893- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mencium Al-Ḥasan bin Ali -raḍiyallāhu 'anhumā-, maka Al-Aqra' bin Ḥābis berkata, "Sungguh, aku mempunyai sepuluh anak. Namun, belum pernah aku mencium seorang pun di antara mereka." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mencium anak kecil sebagai bentuk kasih sayang.

2) Setiap kali seorang semakin sayang kepada hamba-hamba Allah maka dia semakin dekat kepada rahmat Allah, sehingga kasih sayang kita kepada sesama manusia adalah sebab turunnya rahmat Allah kepada kita. Maka, apakah kita sudah tahu bagaimana cara mendatangkan rahmat Tuhan kita?!

3) Menjelaskan ketawadukan Nabi -'alaihiṣ ṣalātu wassalām- dan tingginya kasih sayang beliau manakala beliau mencandai dan mencium Al-Ḥasan -raḍiyallāhu 'anhu- di hadapan orang banyak.

 KITAB MENJENGUK ORANG SAKIT DAN MENGANTAR JENAZAH, MENYALATINYA, MENGHADIRI PEMAKAMANNYA, DAN TINGGAL SEBENTAR DI DEKAT KUBURNYA SETELAH PEMAKAMAN

 144- BAB MENJENGUK ORANG SAKIT

1/894- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan kepada kami untuk menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, mendoakan orang yang bersin, membantu orang yang bersumpah untuk memenuhi sumpahnya, menolong orang yang terzalimi, memenuhi undangan, dan menebarkan salam."(Muttafaq 'Alaih)2/895- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menghadiri undangan, dan mendoakan orang yang bersin."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjenguk orang sakit termasuk hak seorang muslim yang wajib ditunaikan oleh saudaranya sesama muslim; karena hukumnya fardu kifayah.

2) Disunahkan ketika menjenguk orang sakit agar memberinya rasa senang, nyaman, dan bahagia.

3) Ketika pembesuk sedang menjenguk orang yang sakit hendaklah ia memanfaatkan momen kesedihan hati orang yang sakit tersebut untuk mengingatkannya kepada Allah -Ta'ālā-, mengajaknya untuk bertobat dan memohon ampun serta mengembalikan hak orang lain, dan mengajarannya hukum fikih yang berkaitan dengan orang sakit seperti tata cara bersuci dan salatnya.

4) Mengingat nikmat kesehatan yang Allah -Ta'ālā- berikan, lalu membalasnya dengan cara bersyukur menggunakan hati, lisan, dan perbuatan.

5) Seorang hamba hendaknya antusias untuk menjenguk orang sakit karena di dalamnya terkandung pahala yang besar dan kebaikan yang melimpah bagi orang yang menjenguk dan bagi orang yang sakit.

2/896- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- berfirman pada hari Kiamat, ‘Wahai Anak Adam! Aku sakit, namun engkau tak menjenguk-Ku!’ Anak Adam berkata, 'Wahai Rabb-ku! Bagaimana aku menjenguk-Mu, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?' Allah menjawab, 'Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku, si polan menderita sakit, namun engkau tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau menjenguknya, engkau akan mendapati-Ku di sisinya? Wahai Anak Adam! Aku telah meminta makan kepadamu, namun engkau tak memberi-Ku makan!' Anak Adam berkata, 'Wahai Rabb-ku! Bagaimana aku memberi-Mu makan, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?' Allah menjawab, "Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku, si polan telah meminta makan kepadamu, tapi engkau tidak memberinya makan? Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya makan, engkau pasti akan mendapatkan (balasan) itu di sisi-Ku? Wahai Anak Adam! Aku telah meminta minum kepadamu, namun engkau tak memberi-Ku minum!" Anak Adam berkata, "Wahai Rabb-ku! Bagaimana aku memberi-Mu minum, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?' Allah menjawab, 'Hamba-Ku, si polan telah meminta minum kepadamu, namun engkau tak memberinya minum! Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya minum, engkau pasti akan mendapatkan (balasan) itu di sisi-Ku?!'"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Penjelasan tentang kedekatan Allah -'Azza wa Jalla- dari hamba-Nya yang sakit dalam firman-Nya, "engkau akan mendapati-Ku di sisinya." Oleh karena itu, orang yang sakit sangat patut dikabulkan doanya ketika dia berdoa untuk dirinya maupun orang lain.

2) Keutamaan memberi makan dan minum kepada orang yang membutuhkan makanan dan minuman karena pahalanya disimpan di sisi Allah -Ta'ālā-.

3) Kewajiban menyucikan Allah -Ta'ālā- dari sifat-sifat kekurangan dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan;"Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan." (QS. Aṣ-Ṣāffāt: 180)4/897- Abū Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kunjungilah orang sakit, berilah makan orang yang kelaparan, dan bebaskanlah orang yang ditawan."(HR. Bukhari)

العاني (al-'ānī): tawanan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan amal saleh yang manfaatnya dirasakan oleh orang lain seperti memberi makan.

2) Ketiga amal yang disebutkan dalam hadis hukumnya fardu kifayah atas kaum muslimin.

5/898- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sungguh, apabila seorang muslim membesuk saudaranya yang muslim, dia senantiasa berada dalam khurfatul-jannah sampai dia kembali." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksud dengan khurfatul-jannah itu?" Beliau bersabda, "Buah-buah surga yang dipanen."(HR. Muslim)6/899- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim membesuk muslim yang lain ketika pagi hari, kecuali dia akan dimohonkan ampunan oleh 70.000 malaikat hingga sore. Dan tidaklah dia membesuknya di sore hari, kecuali dia akan dimohonkan ampunan oleh 70.000 malaikat hingga pagi. Dan baginya buah-buahan yang dipetik dalam surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

الخَريفُ (al-kharīf): buah-buahan yang dipetik.

Kosa Kata Asing:

جَنَاهَا (janāhā): buah-buahan surga, buah yang dipanen.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjenguk orang sakit adalah sebab masuk surga dan menikmati kenikmatannya.

2) Keutamaan istigfar malaikat bagi orang yang menjenguk orang sakit.

3) Jangka waktu duduk ketika menjenguk orang yang sakit berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kondisi dan orang sakit tersebut.

4) Di antara cara menuntut ilmu ialah mengajukan pertanyaan untuk mengetahui jawabannya.

Faedah Tambahan:

Sebagian orang menyangka bahwa menjenguk orang sakit tidak disyariatkan kecuali ketika sakit keras, sehingga dia tidak membesuk seseorang ketika sakit ringan, seperti sakit gigi, sakit kepala, dan semisalnya. Ini menyelisihi Sunnah dan menyia-nyiakan sebab ampunan dan pahala yang besar. Zaid bin Arqam berkata, "Mataku pernah membengkak, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membesukku." (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad). Maka, wahai saudaraku! Berupayalah untuk memanfaatkan semua kesempatan, bisa jadi amal yang sedikit dalam pandangan manusia itu menjadi sebab Anda masuk surga.

7/900- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang pemuda Yahudi yang biasa melayani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Suatu ketika, ia jatuh sakit. Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjenguknya. Beliau duduk di sisi kepalanya lalu berkata kepadanya, "Masuklah engkau ke dalam Islam!" Pemuda itu memandang ayahnya yang ada bersamanya. Ayahnya berkata, "Taatilah Abul-Qāsim." Pemuda itu pun masuk Islam. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar sambil bersabda, 'Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.'"(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh mempekerjakan orang Yahudi di sebagian pekerjaan dengan syarat aman dari tipu dayanya.

2) Boleh menjenguk orang kafir yang sakit dengan harapan dapat mengajaknya kepada Islam, tetapi membesuk orang muslim disunahkan dan ditekankan.

3) Dianjurkan kepada orang yang menjenguk orang sakit untuk membimbingnya kepada kebenaran dan memotivasinya kepada kebaikan dunia dan akhirat.

4) Bisa jadi seorang hamba akan dihalangi dari kebenaran jika dia telah mengetahuinya kemudian dia berpaling darinya. Ini adalah nasihat yang sangat mendalam, sekiranya kita memahaminya.

5) Kesaksian seorang penentang tentang benarnya kenabian Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan kebenaran adalah apa yang disaksikan oleh musuh.

 145- BAB DOA YANG DIBACA UNTUK ORANG SAKIT

1/901- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika ada orang yang mengeluhkan sakit di tubuhnya, atau mengalami bisul (borok) atau luka, maka beliau melakukan seperti ini dengan jarinya; Sufyān bin 'Uyainah, perawi hadis ini, meletakkan jari telunjuknya ke tanah kemudian mengangkatnya- kemudian beliau membaca,"Bismillāhi, turbatu arḍinā, bi rīqati ba'ḍinā, yusyfā bihī saqīmunā, bi iżni rabbinā (Dengan nama Allah, debu tanah kami, dengan air ludah sebagian kami, semoga sembuh dengannya orang yang sakit dari kami, dengan izin Rabb kami)."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

قَالَ بِأُصْبُعِهِ: maksudnya, dia menuturkan gambaran perbuatan itu, yaitu: beliau melakukan dengan jarinya seperti ini.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ruqyah (jampi) dan doa memiliki pengaruh yang besar dalam kesembuhan.

2) Besarnya keyakinan dan kepercayaan kepada Allah -Ta'ālā- adalah sebab yang besar untuk kesembuhan orang yang sakit.

3) Tanah hukumnya suci dan menyucikan dan air ludah seorang mukmin hukumnya suci; kedua benda bersuci ini berkumpul untuk mewujudkan kesembuhan dengan izin Allah -Ta'ālā-.

4) Wajib menanamkan keyakinan dalam doa-doa yang bersumber dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Adapun orang yang di hatinya terdapat penyakit dan penyimpangan, maka ruqyah yang disyariatkan tidak akan berguna baginya, karena mereka mengucapkannya untuk coba-coba.

2/902- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika membesuk sebagian istrinya, beliau mengusapnya menggunakan tangan kanannya dan membaca,“Allāhumma rabban-nās, ażhibil-ba`sa, wa-syfi anta asy-syāfī, lā syifā`a illā syifā`uka, syifā`an lā yugādiru saqaman (Ya Allah! Rabb seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini, dan sembuhkanlah. Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tiada kesembuhan selain kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit)."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

البّأْسُ (al-ba`s): penyakit.

اِشْفِ (isyfi), menggunakan kasrah, tidak dikatakan "أَشفِ" (asyfi) dengan fatah, karena kata yang kedua memiliki makna binasakanlah. Maka, perkataan kita, "Isyfihi" artinya: sembuhkan dia dari penyakit. Sedangkan "Asyfihi" artinya: binasakanlah dia.

سَقَمًا (saqaman): penyakit, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Yang menyembuhkan sesungguhnya adalah Allah -Ta'ālā-, sedangkan obat dan dokter merupakan sebab yang diperintahkan kepada kita untuk menggunakannya.

2) Anjuran menjenguk orang yang sakit dan mendoakannya kesembuhan total sambil mengusapkan tangan pada bagian yang sakit.

Peringatan:

Hadis ini disebutkan dalam berbagai cetakan Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn yang beredar dengan redaksi, "Anna An-Nabiyya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kāna ya'ūdu ba'ḍa ahlihi (bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika membesuk sebagian istrinya)." Redaksi yang benar untuk hadis ini, sebagaimana yang ada dalam Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī, "... kāna yu'awwiżu ba'ḍa ahlihi (beliau memohonkan perlindungan untuk sebagian istrinya)", dengan menggunakan huruf "żāl".Kedua riwayat ini memiliki perbedaan dalam makna.

Makna dari "yu'awwiżu" ialah memintakan perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- dalam rangka mengusir keburukan.

3/903- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia berkata kepada Ṡābit -raḥimahullāh-, "Maukah engkau aku bacakan ruqyah dengan ruqyah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Ṡābit menjawab, "Tentu." Anas lalu membaca,“Allāhumma rabban-nās, mużhibal-ba`s, isyfi anta asy-syāfī, lā syāfiya illā anta, syifā`an lā yugādiru saqaman (Artinya: Ya Allah! Tuhan seluruh manusia, Zat yang menghilangkan penyakit, sembuhkanlah. Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit)."(HR. Bukhari)4/597- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah dibesuk oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan beliau berdoa,"Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad! Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad!, Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad!"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam bermuamalah dengan para sahabatnya -raḍiyallāhu 'anhum-, beliau senantiasa menjenguk dan mendoakan yang sakit di antara mereka.

2) Anjuran agar seseorang membaca doa ini sebanyak tiga kali; "Ya Allah, sembuhkanlah polan" dengan menyebutkan namanya.

3) Sunahnya mengulang doa sebanyak tiga kali sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena di dalamnya terkandung makna kesungguhan dalam memohon, dan ini termasuk perkara yang disukai oleh Allah -Ta'ālā-.

5/905- Abu Abdillah Uṡmān bin Abil-Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mengeluhkan rasa sakit yang dia rasakan di tubuhnya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya,"Letakkanlah tanganmu pada bagian tubuhmu yang sakit, dan bacalah, 'Bismillāh' sebanyak tiga kali, kemudian bacalah sebanyak tujuh kali: A'ūżu bi 'izzatillāh wa qudratihi min syarri mā ajidu wa uḥāżir (aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari keburukan apa yang aku dapatkan dan yang aku takutkan)."(HR. Muslim)6/906- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang menjenguk orang sakit sebelum ajalnya datang, lalu berdoa di sisinya sebanyak tujuh kali: 'As`alullāhal-'aẓīm, rabbal-'arsyil-'aẓīm an yasyfiyak (aku memohon kepada Allah Yang Mahaagung, Pemilik Arasy yang agung, agar menyembuhkanmu),' niscaya Allah menyembuhkannya dari penyakit tersebut."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan."Al-Ḥākim berkata, "Hadis sahih sesuai syarat Bukhari")

Pelajaran dari Hadis:

1) Berdoa memohon kesembuhan yang disertai dengan tawakal yang tulus kepada Allah lebih kuat daripada obat biasa dalam mewujudkan kesembuhan, karena doa adalah permintaan tolong kepada Zat yang di tangan-Nya kerajaan seluruh langit dan bumi, Rabb yang ketika aku sakit maka Dialah yang menyembuhkanku.

2) Doa akan berguna bagi seseorang selama ajalnya belum datang;"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al-A'rāf: 34)

3) Disyariatkan bertawasul dengan menyebutkan sifat-sifat Allah -Ta'ālā- dalam upaya memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan berbagai urusan, sebagaimana dalam hadis diatas: "Aku berlindung kepada keagungan dan kekuasaan Allah."

7/907- Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menjenguk seorang badui, dan beliau biasa ketika menemui orang yang beliau besuk untuk membaca,"Lā ba`sa ṭahūrun in syā`Allāh (Tidak mengapa, pembersih (dosa), insya Allah)."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

لَا بَأْسَ (lā ba`sa): tidak berat dan tidak buruk, tidak mengapa.

إن شاء الله (in syā`Allāh): kalimat berita, bukan doa. Karena dalam berdoa, orang yang berdoa wajib meminta secara bulat dan tidak mengatakan; ya Allah, sembuhkan aku, bila Engkau berkehendak. Makna "in syā`Allāh" adalah dengan kehendak Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dianjurkan bagi orang yang menjenguk orang sakit untuk mengucapkan: "lā ba`sa, ṭahūrun in syā`Allāh."

2) Termasuk Sunnah Nabi supaya berdoa secara yakin dan pasti, dan tidak ragu-ragu dengan mengucapkan "jika Engkau menghendaki." Karena Allah -Ta'ālā- tidak ada sesuatu pun yang bisa menghalanginya dari mengabulkan doa.

8/908- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Jibril datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Muhammad! Apakah engkau mengeluh sakit?" Beliau menjawab, "Ya." Jibril kemudian membaca, "Bismillāhi arqīk, min kulli syai`in yu`żīk, min syarri nafsin aw 'ainin ḥāsidin, Allāhu yasyfīk, bismillāhi arqīk (dengan nama Allah, aku membacakanmu ruqyah dari segala hal yang menyakitimu, dan dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang hasad. Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku membacakanmu ruqyah)."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang sakit boleh mengabarkan tentang penyakitnya sebagai bentuk pemberian informasi, bukan untuk mengadu dan karena murka atau tidak sabar.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi tentang bacaan ruqyah yang disyariatkan bagi orang yang sakit atau terkena penyakit ain, yaitu doa: Bismillāhi arqīka..."

3) Penyakit ain dan hasad benar adanya dan terjadi di tengah-tengah manusia, dan pengobatannya ialah dengan cara yang disyariatkan.

4) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sama seperti manusia lainnya, beliau juga ditimpa oleh penyakit, dan hal itu tidak berpengaruh pada status kenabian beliau.

5) Melakukan ruqyah pada orang yang sakit tidak menafikan kesempurnaan tawakal, bahkan ruqyah termasuk perkara yang disyariatkan dan disunahkan.

9/909- Abu Sa'īd Al-Khudriy dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa mereka berdua memberi kesaksian pada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Mahabesar)', Tuhannya akan membenarkannya lalu berfirman, 'Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Aku, dan Aku Mahabesar.' Jika orang itu mengucapkan, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya)', maka Allah berfirman, 'Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Aku, tidak ada sekutu bagi-Ku.' Jika orang itu mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh lahul-mulku walahul-ḥamd (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, hanya milik-Nya seluruh kerajaan dan hanya bagi-Nya segala pujian)', Allah berfirman, 'Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Aku, hanya milik-Ku seluruh kerajaan dan hanya bagi-Ku segala pujian.' Jika orang itu mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)', maka Allah berfirman, 'Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Aku, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan-Ku.'" Nabi bersabda, "Siapa yang membaca zikir ini ketika sakit lalu ia meninggal dunia, niscaya api neraka tidak akan melahapnya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang doa yang dibaca oleh orang yang sakit untuk dirinya ketika sakit.

2) Menauhidkan Allah -Ta'ālā- dalam hal beribadah dan berdoa serta memperbanyak bacaan kalimat tauhid termasuk sebab kesembuhan paling besar.

 146- BAB ANJURAN MENANYAKAN KEADAAN ORANG YANG SAKIT KEPADA KELUARGANYA

1/910- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- keluar dari rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada saat beliau sakit menjelang wafat, maka orang-orang bertanya kepadanya, "Wahai Abul-Hasan! Bagaimana keadaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Dia menjawab, "Alhamdulillah, beliau sudah membaik."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bertanya tentang keadaan orang yang sakit, baik secara langsung ataupun lewat perantara keluarganya, termasuk perkara yang disunahkan, dan termasuk hak persaudaraan seiman.

2) Optimis dan merasa yakin dengan kesembuhan adalah keadaan orang beriman yang diberi taufik.

 147- BAB DOA ORANG YANG TIDAK MEMILIKI HARAPAN HIDUP

1/911- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau bersandar kepadaku, beliau membaca doa,"Ya Allah! Ampunilah aku dan rahmatilah aku. Masukkanlah aku pada (kedudukan) teman-teman (di tempat) tertinggi."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengulang-ulang doa kepada Allah -Ta'ālā- untuk memohon ampunan dan rahmat ketika menjelang kematian, karena ini akan membuka pintu harap kepada rahmat Allah.

2) Anjuran kepada hamba agar memohon kepada Rabb-nya untuk dipertemukan dengan ar-rafīq al-a'lā, yaitu kedudukan para nabi, siddīqīn, syuhada, dan orang-orang saleh.

2/912- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada saat menjelang beliau wafat, di sisi beliau ada wadah berisi air. Beliau mencelupkan tangannya ke wadah itu lalu mengusap wajahnya dengan air sambil berdoa,"Ya Allah! Bantulah aku menghadapi beban berat kematian dan sekaratnya."(HR. At-Tirmizi) [28].

Kosa Kata Asing:

غَمَرَات المَوْت (gamarāt al-maut): beban berat kematian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggambarkan beratnya sekarat kematian serta anjuran memohon kepada Allah -Ta'ālā- supaya dibantu dan diteguhkan di dalamnya. Bahkan para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- sekalipun, mereka tetap memohon keteguhan karena beratnya perkara sekarat tersebut.

2) Kembali kepada Allah -Ta'ālā- dengan doa akan meringankan beratnya sekarat menjelang kematian.

 148- BAB ANJURAN MEMBERI PESAN KEPADA KELUARGA ORANG YANG SAKIT ATAU PEMBANTUNYA AGAR BERBUAT BAIK KEPADANYA DAN BERSABAR TERHADAP KESULITAN MENGURUSNYA; BEGITU JUGA PESAN PADA ORANG YANG TELAH DEKAT SEBAB KEMATIANNYA BERUPA HUDUD ATAU KISAS DAN YANG SEMISALNYA

1/913- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya ada seorang perempuan dari Juhainah datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam keadaan hamil karena zina. Lantas perempuan tersebut berkata, "Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar perbuatan (zina) yang memiliki hukum hudud, tegakkanlah hudud itu padaku!" Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil walinya dan bersabda, "Berbuat baiklah kepadanya! Apabila dia telah melahirkan, bawalah dia kepadaku!" Walinya pun melakukan perintah tersebut. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan supaya hukum hudud dilaksanakan padanya, maka pakaiannya dieratkan kepadanya. Kemudian beliau memerintahkan (para sahabat) untuk merajamnya, dan perempuan itu pun dirajam. Setelah itu beliau menyalatinya.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

شُدت (syuddat): diikat agar tidak terbuka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pesan kepada keluarga orang yang telah dekat kematiannya agar mereka mengurusnya dengan baik dan lembut.

2) Pelaku zina jika telah membuat pengakuan, sedangkan dia berakal dan tidak ada syubhat atau kesamaran dalam perkara tersebut, maka dia disanksi atas dasar pengakuannya tersebut dan ditegakkan kepadanya hukum hudud.

3) Disyaratkan dalam penegakan hukuman hudud agar kerusakannya tidak merembet kepada selain yang dihukum, yaitu kalau wanita itu dirajam dalam keadaan hamil maka janin yang ada dalam perutnya akan ikut mati, dan ini termasuk kebaikan dan keadilan syariat Islam.

4) Hukuman hudud apabila ditegakkan, maka pelakunya telah bersih dari dosa; oleh karena itu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyalatinya.

5) Kasih sayang agama Islam kepada orang-orang mukmin serta mencarikan mereka rukhsah dan uzur;"Dan Allah tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama." (QS. Al-Ḥajj: 78)

 149- BAB ORANG SAKIT BOLEH BERKATA, "AKU SAKIT", "AKU SANGAT SAKIT", "AKU DEMAM", "SAKIT SEKALI KEPALAKU", DAN UCAPAN LAIN YANG SEMISALNYA, SERTA MENJELASKAN BAHWA HAL ITU TIDAK MAKRUH JIKA DIUCAPKAN BUKAN KARENA KESAL KEPADA TAKDIR DAN MENAMPAKKAN KEKECEWAAN

1/914- Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang demam. Aku lalu menyentuh beliau sambil berkata, "Engkau mengalami demam yang sangat tinggi." Beliau bersabda,"Ya, tentu saja. Sesungguhnya aku merasakan demam sebagaimana yang dirasakan oleh dua orang dari kalian."(Muttafaq 'Alaih)2/915- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menjengukku di tahun Haji Wadak karena sakit parah yang menimpaku. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Sakitku sudah parah sebagaimana yang Anda lihat, sedangkan aku orang yang berharta, dan tidak ada yang akan mewarisi hartaku kecuali hanya seorang anak perempuanku..." Kemudian perawi membawakan hadis tersebut secara lengkap.(Muttafaq 'Alaih)3/916- Al-Qāsim bin Muhammad meriwayatkan bahwa Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aduh, sakitnya kepalaku!" Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata,"Aku juga. Aduh, sakitnya kepalaku..." Kemudian perawi menyebutkan hadis tersebut selengkapnya.(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يُوعك (yū'ak) dari kata "الوَعْك" (al-wa'k), yaitu: sakit yang keras.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh mengabarkan penyakitnya dan beratnya rasa sakit yang dirasakan dengan tujuan sekadar untuk mengabarkan, bukan karena marah atau kesal kepada takdir.

2) Semakin sempurna peribadatan seseorang, maka ujian yang menimpanya semakin besar, supaya pahala dan ganjarannya juga semakin besar.

3) Dianjurkan bermusyawarah dengan orang berilmu ketika akan menulis wasiat yang akan mendatangkan kebaikan dan maslahat bagi yang meninggal dan bagi keluarganya. Ini adalah salah satu jalan untuk mempererat hubungan antara ulama dan umat.

 150- BAB MENALKINKAN KALIMAT "LĀ ILĀHA ILLALLĀH" PADA ORANG YANG AKAN MENINGGAL

1/917- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang akhir perkataannya (sebelum meninggal dunia): Lā ilāha illallāh, maka dia akan masuk surga."(HR. Abu Daud dan Al-Ḥākim, dan dia berkata, "Sanadnya sahih")2/918- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Talkinkan kalimat 'Lā ilāha illallāh' pada orang yang akan meninggal dunia di antara kalian."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan tauhid, karena kalimat "Lā ilāha illallāh" adalah sebab untuk masuk surga.

2) Berusaha keras agar kalimat tauhid "Lā ilāha illallāh" menjadi kalimat terakhir yang diucapkan oleh orang yang akan meninggal; apabila dia berbicara yang lain di luar kalimat tersebut, maka dia diingatkan kembali.

3) Menalkinkan kalimat tauhid "lā ilāha illallāh" terhadap orang yang akan meninggal, merupakan bentuk meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta termasuk berbuat baik kepada orang yang akan meninggal. Sungguh, tidak ada yang lebih baik dari perbuatan mengingatkannya menjelang kematian dengan kalimat yang nilainya adalah surga.

 151- BAB DOA SETELAH MEMEJAMKAN MATA ORANG YANG WAFAT

1/919- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk untuk melihat Abu Salamah sedangkan matanya masih terbuka, maka beliau memejamkan matanya kemudian bersabda,"Sesungguhnya jika ruh telah dicabut, maka ia akan diikuti oleh penglihatan mata."Maka beberapa orang dari keluarganya menangis keras. Lantas beliau bersabda,"Janganlah kalian mendoakan diri kalian kecuali dengan doa kebaikan. Sesungguhnya para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan."Kemudian beliau berdoa,"Ya Allah! Ampunilah Abu Salamah. Angkatlah derajatnya bersama orang-orang yang mendapatkan petunjuk, gantikanlah dia sepeninggalnya pada orang-orang yang ditinggalkannya, dan ampunilah kami dan dia, wahai Rabb alam semesta. Lapangkanlah kuburnya dan berikanlah dia cahaya di dalamnya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

شَقَّ بَصَرُهُ (syaqqa baṣaruhu): matanya terbuka lebar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Malaikat mengaminkan doa orang yang datang menjenguk orang yang mati, sehingga tidak boleh berdoa ketika terjadi musibah kecuali dengan doa kebaikan.

2) Kewajiban menyelisihi kebiasaan orang-orang jahiliah berupa mendoakan kebinasaan dan murka saat tertimpa musibah, tetapi sikap orang yang beriman adalah rida dan tunduk terhadap takdir Allah.

3) Keberkahan doa-doa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, doa-doa beliau ringkas dan lafalnya mencakup kebaikan dunia dan akhirat. Orang yang berbahagia adalah yang diberi taufik mengamalkan petunjuk Sunnah Nabi, karena di dalamnya telah terkandung kecukupan.

4) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya dan kepada sahabat-sahabatnya -raḍiyallāhu 'anhum-.

5) Berita bahwa ruh ketika keluar dari badan dapat dilihat oleh orang yang meninggal dan tidak dilihat oleh orang lain yang hadir, termasuk perkara gaib yang wajib kita imani dan kita benarkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, 'Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.'"(QS. Al-Isrā`: 85)

 152- BAB DOA KETIKA MENGUNJUNGI ORANG YANG MENINGGAL DAN DOA KELUARGA YANG DITINGGAL MATI

1/920- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika kalian menghadiri orang sakit atau orang meninggal, maka ucapkanlah ucapan yang baik, karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan."Ummu Salamah menyebutkan: Setelah Abu Salamah meninggal, aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; aku berkata, "Wahai Rasulullah! Abu Salamah telah meninggal." Beliau bersabda,"Ucapkanlah doa: Allāhumma igfir lī wa lahu, wa a'qibnī minhu 'uqbā ḥasanah (Ya Allah! Ampunilah aku dan dia, dan berilah aku penggantinya yang lebih baik)."Maka aku pun mengucapkannya, dan ternyata Allah memberiku penggantinya yang lebih baik, yaitu Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."Diriwayatkan oleh Muslim dengan lafal:"Jika kalian menghadiri orang sakit atau orang meninggal," dengan redaksi yang mengandung keraguan.Dan diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya: "... orang meninggal," tanpa keraguan.2/921- Juga dari Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah lalu dia membaca; Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn, allāhumma`jurnī fī muṣībatī wa-khluf lī khairan minhā (Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya kami akan kembali; Ya Allah! Berikanlah aku pahala pada musibah yang menimpaku ini, dan berikanlah aku penggantinya yang lebih baik), kecuali Allah akan memberinya pahala pada musibah yang menimpanya dan memberinya pengganti yang lebih baik dari itu."Ummu Salamah berkata, "Ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku mengucapkan seperti yang diperintahkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadaku, maka Allah memberiku penggantinya yang lebih baik darinya, yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَعْقَبَنِيْ (a'qabanī): memberiku ganti.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keberkahan doa Nabi; bahwa melaksanakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan mendatangkan kebaikan bagi hamba di waktu sekarang dan waktu yang akan datang.

2) Menjelaskan kesudahan yang baik bagi sikap sabar terhadap musibah; yaitu Allah -Ta'ālā- akan memberi ganti yang lebih baik kepada orang yang sabar di dunia dan akhirat.

3) Disunnah ketika mendapat musibah untuk mengucapkan,"Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn, allāhumma`jurnī fī muṣībatī wa-khluf lī khairan minhā."Kita wajib meninggalkan ucapan-ucapan atau doa-doa mungkar yang diada-adakan oleh banyak orang.3/922- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya, 'Kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lantas Allah berfirman, 'Kalian mencabut nyawa buah hatinya?' Mereka menjawab, 'Ya.' Kemudian Allah berfirman, 'Lalu apa yang diucapkan oleh hamba-Ku itu?' Mereka menjawab, 'Dia memuji-Mu dan mengucapkan istirjā` (yakni: Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn).' Maka Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di dalam surga. Dan berilah ia nama Rumah Pujian.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")3/923- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Tidak ada balasan (yang pantas) dari-Ku bagi hamba-Ku yang beriman apabila Aku mewafatkan orang yang dicintainya dari penghuni dunia, kemudian dia rida dengan musibah tersebut, melainkan surga.'"(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tetap mengucapkan pujian kepada Allah ketika terjadi musibah dan juga ucapan istirjā` dengan mengatakan; alḥamdulillāh, innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn, menunjukkan kesabaran hamba terhadap keputusan dan takdir Allah.

2) Keutamaan sabar dan mengharap pahala bagi orang yang ditinggal mati oleh orang kesayangannya.

3) Surga adalah balasan bagi orang-orang yang sabar dan mengharap pahala.

4) Menetapkan sifat berbicara bagi Allah -Ta'ālā-; yaitu Allah berbicara kepada malaikat-Nya tentang apa yang Dia kehendaki dan dengan cara yang Dia kehendaki, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil dari Kitab Allah serta Sunnah Nabi kita -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kebaikan seluruhnya ada pada memegang teguh akidah yang diturunkan oleh wahyu yang nyata.

4/924- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Salah seorang putri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim seorang utusan untuk mengundang dan mengabarkan beliau bahwa anaknya sedang menghadapi kematian. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepada utusan itu,"Kembalilah kepadanya. Kabarkan bahwa hanya milik Allah -Ta'ālā- apa yang Dia ambil dan hanya milik-Nya apa yang Dia berikan. Segala sesuatu di sisi Allah memiliki ajal yang telah ditentukan. Perintahkan dia supaya bersabar dan mengharap pahala..." Kemudian perawi membawakan hadis tersebut secara lengkap.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk merutinkan doa Nabi ketika berbela sungkawa; innā lillāhi ta'ālā mā akhaża, wa innā lillāhi mā a'ṭā, wa kullu syai`in 'indahu bi ajalin musammā (hanya milik Allah -Ta'ālā- apa yang Dia ambil dan hanya milik-Nya apa yang Dia berikan, dan segala sesuatu di sisi Allah memiliki ajal yang telah ditentukan), serta meninggalkan semua ucapan-ucapan bidah yang banyak tersebar.

2) Ucapan bela sungkawa yang paling baik adalah yang bersumber dari Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan meninggalkan perkara-perkara bidah yang diadakan manusia.

3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini serta membimbing mereka untuk bersabar dan mengharap pahala.

 153- BAB BOLEH MENANGISI ORANG YANG MATI TANPA MERATAP DENGAN MENYEBUT-NYEBUT KEBAIKANNYA ATAUPUN MENANGIS KERAS

Meratapi orang yang wafat hukumnya haram sebagaimana akan disebutkan dalam satu bab yang membahas hal ini dalam Kitab Larangan, insya Allah. Adapun tentang menangisinya, terdapat banyak hadis yang melarang hal itu, bahwa orang yang wafat akan disiksa dengan tangis keluarganya. Tetapi, makna lahiriah hadis-hadis tersebut harus ditakwil dan dibawa pada kondisi bila orang yang wafat tersebut mewasiatkan agar ditangisi. Adapun larangan menangis, maka hanyalah terhadap tangis yang mengandung ratapan. Dalil yang menunjukkan bolehnya menangisi orang yang wafat tanpa meratapinya ialah hadis-hadis yang banyak sekali, di antaranya:

1/925- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang membesuk Sa'ad bin 'Ubādah bersama Abdurrahman bin 'Auf, Sa'ad bin Abi Waqqās, dan Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhum-. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kemudian menangis, dan ketika mereka melihat tangis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka pun ikut menangis. Kemudian beliau bersabda, "Tidakkah kalian mendengar? Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan siksa disebabkan air mata maupun kesedihan hati. Tetapi Allah akan memberikan siksa atau mengasihi dengan sebab ini." Beliau menunjuk ke lisannya.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh menangisi orang yang wafat dengan syarat tidak disertai nadb (menyebut-nyebut kebaikannya) dan niyāḥah (ratapan).

2) Sesungguhnya perasaan iba, kelembutan hati, dan tetesan air mata seseorang ketika terjadi musibah tidak menyebabkan dia dicela.

3) Mewaspadai bahaya lisan, karena lisan bisa menjadi sebab untuk meraih rida Allah -Ta'ālā- atau murka-Nya.

Faedah Tambahan:

Nadb dan niyāḥah hukumnya haram.

Nadb ialah Anda menghitung-hitung kebaikan orang yang telah meninggal sebagai wujud rasa marah dan kesal terhadap takdir Allah.

Sedangkan niyāḥah (ratapan) adalah tangisan yang disertai raungan dan memanjangkan suara; Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sendiri telah berlepas diri dari wanita yang meratap.

2/926- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diberikan putra anak perempuannya ketika menjelang kematiannya, lalu kedua mata Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlinang air mata. Sa'ad berkata, "Tangisan apa ini, wahai Rasulullah?! Beliau menjawab,"Ini adalah kasih sayang yang Allah -Ta'ālā- masukkan dalam hati hamba-hamba-Nya, dan Allah hanya mengasihi hamba-hamba-Nya yang pengasih."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan dari Allah -Ta'ālā- setimpal dengan jenis perbuatan hamba; "Sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-hamba-Nya yang pengasih."

2) Semakin tinggi kasih sayang seseorang kepada hamba-hamba Allah maka dia semakin dekat kepada rahmat Allah.

3) Anjuran untuk menyucikan hati dan membiasakannya untuk mengasihi orang-orang yang pantas dikasihi.

3/927- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menemui putranya, Ibrahim -raḍiyallāhu 'anhu- saat dia sedang sekarat, lantas kedua mata Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bercucuran air mata. Abdurrahman bin 'Auf berkata pada beliau, "Engkau (menangis), wahai Rasulullah?!" Maka beliau bersabda, "Wahai Ibnu 'Auf! Ini adalah tangisan kasih sayang." Kemudian beliau melanjutkan ucapannya,"Sesungguhnya mata ini menangis dan hati merasa sedih, tetapi kami tidak mengucapkan kecuali yang membuat Tuhan kami rida. Sungguh, kami benar-benar bersedih dengan sebab kepergianmu, wahai Ibrahim."

(HR. Bukhari, dan sebagiannya diriwayatkan juga oleh Muslim)

Hadis-hadis dalam masalah ini sangat banyak dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ dan juga populer. Wallāhu a'lam.

Kosa Kata Asing:

يجُودُ بنفسِهِ: sekarat melawan kematian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang boleh mengabarkan kesedihan yang ada dalam hatinya ketika mengalami musibah.

2) Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan makhluk paling mulia di sisi Allah turut mengalami apa dialami oleh manusia; beliau ditimpa musibah, merasa sedih, dan merasakan sakit.

3) Seorang hamba walaupun memiliki kedudukan yang besar di sisi Allah, maka kematian tidak terhindarkan darinya, karena ketetapan Allah pasti terlaksana dan keputusan-Nya telah berlalu.

 154- BAB MERAHASIAKAN KEBURUKAN YANG TERLIHAT PADA ORANG YANG WAFAT

1/928- Abu Rāfi' Aslam, mantan budak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memandikan jenazah lalu dia menyembunyikan (aib)nya, maka Allah akan mengampuninya sebanyak 40 kali."(HR. Al-Ḥākim dan dia berkata, "Sahih sesuai syarat Muslim")

Pelajaran dari Hadis:

1) Merahasiakan hal-hal tidak baik yang terlihat pada jenazah termasuk sebab pengampunan dosa.

2) Boleh menceritakan kebaikan yang diketahui dari amalan orang yang telah wafat; karena bila menceritakan aib dan keburukan hukumnya makruh, maka menceritakan kebaikan hukumnya sunah.

3) Dianjurkan agar yang menangani urusan memandikan jenazah adalah orang-orang baik yang memiliki sifat-sifat terpuji.

Faedah Tambahan:

Keburukan yang terlihat pada jenazah terbagi menjadi dua:

Pertama: yang berkaitan dengan keadaannya.

Kedua: yang berkaitan dengan fisiknya.

Yang berkaitan dengan keadaannya, misalnya ada sebagian tanda sū`ul-khātimah pada jenazah.

Adapun yang terkait dengan fisiknya, misalnya dia melihat sebuah cacat fisik seperti kusta dan penyakit fisik lainnya. Di anjurkan pada dua keadaan ini supaya dia tidak menceritakannya sedikit pun agar dia mendapat pahala ampunan dan penghapusan dosa. Sebagaimana hal itu ada dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia menisbahkannya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Siapa yang memandikan jenazah lalu merahasiakan aibnya, Allah akan menutupinya dari dosa; siapa yang mengafani seorang muslim, Allah akan memberinya pakaian dari sutra."(HR. Aṭ-Ṭabarāniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabīr)

 155- BAB MENYALATI, MENGANTAR, DAN MENGHADIRI PEMAKAMAN JENAZAH SERTA MAKRUHNYA PEREMPUAN IKUT MENGIRINGI JENAZAH

Dalam bab-bab sebelumnya telah dibahas tentang keutamaan mengantar jenazah.

1/929- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menghadiri jenazah hingga disalati, maka baginya (pahala) satu qīrāṭ; siapa yang menghadirinya hingga dikubur, maka baginya (pahala) dua qīrāṭ." Rasulullah ditanya, "Apakah dua qīrāṭ itu?" Beliau menjawab, "Seperti dua buah gunung yang besar."(Muttafaq 'Alaih)2/930- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengiringi jenazah seorang muslim karena iman dan mengharap pahala, dan dia selalu bersamanya sampai menyalati dan selesai memakamkannya, maka dia akan pulang membawa pahala dua qīrāṭ; setiap satu qīrāṭ seperti gunung Uhud. Siapa yang menyalatinya lalu pulang sebelum jenazah dimakamkan, maka dia akan pulang membawa satu qīrāṭ."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

Qīrāṭ telah ditafsirkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sabda beliau, "Setiap satu qīrāṭ seperti gunung Uhud." Maksudnya, ukuran besar pahalanya seperti besarnya gunung Uhud.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengantar jenazah termasuk hak seorang muslim yang wajib ditunaikan oleh sesama muslim; di dalamnya terdapat nasihat dan pelajaran bagi orang yang masih hidup, yaitu wujud penunaian hak muslim yang telah wafat dan pelajaran bagi yang mengantar.

2) Kabar gembira berupa pahala yang besar bagi orang yang berjalan mengantar jenazah lalu menunggu proses penguburannya yang disertai dengan niat agar amalnya tersebut karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahalanya.

3) Besarnya anugerah Allah -Ta'ālā- kepada orang-orang yang ikhlas, yaitu Allah menyiapkan untuk mereka pahala yang besar atas amal yang sedikit.

2/931- Ummu 'Aṭiyyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Kami dilarang mengiringi jenazah, namun larangan itu tidak ditegaskan pada kami." (Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya, larangan tersebut tidak ditegaskan sebagaimana penegasan dalam perkara-perkara yang haram.

Pelajaran dari Hadis:

1) Satu-satunya sumber perintah dan larangan dalam menetapkan syariat adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sehingga ketika seorang sahabat berkata, "Kami dilarang", maka maksudnya, kami telah dilarang oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Dimakruhkannya perempuan ikut mengiringi jenazah.

3) Bila terdapaf mafsadah dari keikutsertaan perempuan dalam mengiringi jenazah, seperti meratap, memukul muka, campur baur dengan laki-laki, atau munculnya fitnah dengan keikutsertaannya itu, maka perbuatan perempuan mengiringi jenazah tersebut berubah hukumnya menjadi haram.

 156- BAB ANJURAN MEMPERBANYAK ORANG YANG MENYALATI JENAZAH SERTA MENJADIKAN MEREKA TIGA SAF ATAU LEBIH

1/932- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang jenazah disalati oleh sekelompok kaum muslimin hingga berjumlah seratus orang, semua mendoakannya, kecuali Allah menerima doa mereka untuknya."(HR. Muslim)2/933- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya disalati oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali Allah menerima syafaat (doa) mereka untuknya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أُمَّةٌ (ummah): sekelompok orang.

Mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun; menyekutukan Allah yaitu memberikan ibadah kepada seseorang sebagaimana yang ia berikan kepada Allah -Ta'ālā-, seperti ibadah doa, takut, harap, dan lainnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mendoakan jenazah saat menyalatinya adalah bentuk syafaat di sisi Allah -Ta'ālā- yang diminta oleh orang beriman untuk orang yang meninggal.

2) Semakin banyak jumlah orang yang melakukan salat jenazah, maka itu lebih utama dan lebih besar harapan syafaat diterima.

3) Keutamaan tauhid dan keikhlasan kepada Allah -Ta'ālā-. Orang beriman dan bertauhid yang tidak berdoa kepada siapa pun bersama Allah, syafaatnya diharapkan akan diterima serta doanya akan terkabulkan, dan ini menunjukkan urgensi tauhid dalam kehidupan orang beriman.

3/934- Marṡad bin Abdullah Al-Yazaniy berkata, Apabila Mālik bin Hubairah -raḍiyallāhu 'anhu- hendak menyalati jenazah dan dia melihat jumlah yang menyalatinya sedikit, dia membagi mereka menjadi tiga saf lalu berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang disalati oleh tiga saf orang, maka telah wajib (baginya surga)."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

فَتَقَالَّ (fa taqālla), berasal dari kata "القِلَّةُ" (al-qillah), maksudnya: dia mendapatkan mereka sedikit.

أَوْجَبَ (awjaba): telah wajib baginya surga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memperbanyak jumlah saf orang yang mengerjakan salat jenazah ketika jumlah mereka sedikit.

2) Menyalati jenazah hamba yang beriman adalah sebab dirinya masuk surga, dan ini adalah anugerah Allah -Ta'ālā- kepada umat yang tercinta ini, yaitu Allah menetapkan adanya kasih sayang dan saling memberi syafaat (mendoakan) di antara orang beriman pada masa hidup mereka dan setelah mereka meninggal.

 157- BAB BACAAN DALAM SALAT JENAZAH

Cara salat jenazah yaitu bertakbir empat kali takbir. Setelah takbir yang pertama membaca taawuz dilanjutkan dengan membaca Surah Al-Fātiḥah. Kemudian bertakbir yang kedua lalu membaca selawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu membaca, "Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad wa 'alā Āli Muḥammad." Dan lebih afdal jika disempurnakan dengan membaca, "Kamā ṣallaita 'alā Ibrāhīm... -hingga bacaan- innaka ḥamīdun majīd."

Tidak boleh mengerjakan seperti kebiasaan banyak orang awam dengan membaca,"Innallāha wa malā`ikatahu yuṣallūna 'alā an-Nabiy..."(QS. Al-Aḥzāb: 56)Salat jenazahnya tidak sah jika hanya mencukupkan diri dengan membaca ayat ini.

Kemudian bertakbir yang ketiga dan mendokan jenazah serta umat Islam dengan doa-doa dalam hadis yang akan kita sebutkan, insya Allah. Kemudian bertakbir yang keempat dan berdaa, di antara yang paling pagus ialah doa, "Allāhumma lā taḥrimnā ajrahu, wa lā taftinnā ba'dahu, wa-gfir lanā wa lahu."

Amalan yang paling bagus adalah memperpanjang doa setelah takbir yang keempat, kebalikan dari yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang, berdasarkan hadis riwayat Abu Aufā yang akan kita sebutkan, insya Allah.

Adapun doa-doa yang terdapat dalam hadis setelah takbir yang ketiga, di antaranya:

1/935- Abu Abdirrahman 'Auf bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menyalatkan seorang jenazah, dan aku menghafal di antara doa beliau, yaitu beliau membaca,"Allāhumma igfir lahu wa-rḥamhu wa 'āfihi wa-'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi' mudkhalahu, wa-gsilhu bil-mā`i waṡ-ṡalji wal-baradi, wa naqqihi minal-khaṭāyā kamā naqqaita aṡ-ṡaubal-abyaḍa minad-danas, wa abdilhu dāran khairan min dārihi, wa ahlan khairan min ahlihi, wa zaujan khairan min zaujihi, wa adkhilhul-jannah, wa a'iżhu min 'ażābil-qabri, wa min 'ażābin-nār (artinya: Ya Allah! Ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah jamuannya, dan lapangkanlah kuburnya. Mandikanlah dia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah dia dari semua dosa seperti Engkau membersihkan pakaian yang putih dari semua kotoran. Berilah dia ganti rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan istri yang lebih baik dari istrinya. Masukkanlah dia ke dalam surga dan lindungilah dia dari siksa kubur dan siksa neraka)."('Auf bin Mālik berkata), "Sampai aku berangan-angan seandainya akulah jenazah tersebut."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

نُزُلَهُ (nuzulahu): perjamuannya.

الدَّنَسُ (ad-danas): kotoran dan daki.

مُدْخَلَهُ (mudkhalahu): tempat dia dimasukkan, yaitu kuburnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa ini adalah doa yang khusus untuk jenazah; "Allāhumma igfir lahu wa-rḥamhu ..." Salat jenazah terdiri atas: membaca Surah Al-Fātiḥah, kemudian selawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kemudian doa yang umum untuk semua umat Islam, kemudian doa yang khusus untuk jenazah yang disalatkan.

2) Anjuran ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan bersungguh-sungguh dalam mendoakan ampunan bagi orang yang meninggal dan penghapusan dosanya sebersih-bersihnya.

3) Doa agar orang yang wafat diberikan ganti, mencakup ganti secara fisik ataupun sifat, artinya pengggantian sifat keluarga, istri, dan rumah dengan sifat-sifat yang lebih bagus, lebih afdal, dan lebih baik.

4) Kegigihan para sahabat untuk mendapatkan keberkahan doa-doa Nabi, sampai sahabat ini berangan-angan andainya dialah orang mati yang didoakan itu.

Faedah Tambahan:

Dalam ucapan beliau: "Mandikanlah dia dengan air, salju, dan embun; bersihkanlah dia dari semua dosa seperti Engkau membersihkan pakaian yang putih dari semua kotoran"dapat dipetik pelajaran, berupa peringatan terhadap kesalahan ucapan orang-orang awam yang mengatakan, "Panasnya iman." Tetapi harusnya diucapkan, "Dinginnya iman." Di dalam hadis ini disebutkan salju dan embun karena keduanya bersifat dingin, sedangkan penyebutan air karena air alat pembersih. Manakala siksaan dosa sifatnya panas dan setan yang membisikkannya adalah setan yang diciptakan dari api, sangat tepat bila air digandeng dengan salju dan embun, agar terwujud pembersihan dan pendinginan yang maksimal terhadap dosa.

Sedangkan disebutkannya pakaian warna putih, karena pada pakaian warna putih akan terlihat kotoran sekecil apa pun. Jika pakaian putih terlihat bersih, itu artinya tidak ada kotoran sekecil apa pun. Ini bagian dari besarnya kesungguhan dan permintaan pengampunan dosa serta pembersihan kesalahan. Betapa besar manfaat doa-doa Nabi yang menggabungkan semua perkara baik.

2/936- Abu Hurairah, Abu Qatādah, dan Abu Ibrāhīm Al-Asyhaliy dari riwayat ayahnya yang merupakan seorang sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau menyalati seorang jenazah dan berdoa,"Allāhumma igfir li ḥayyinā wa mayyitinā, wa ṣagīrinā wa kabīrinā, wa żakarinā wa unṡānā, wa syāhidinā wa gā`ibinā. Allāhumma man aḥyaitahu minnā fa aḥyihi 'alal-islām, wa man tawaffaitahu minnā fa tawaffihi 'alal-īmān. Allāhumma lā taḥrimnā ajrahu wa lā taftinnā ba'dahu (artinya: Ya Allah! Ampunilah orang yang masih hidup dan yang telah meninggal di antara kami, yang kecil dan yang tua, laki-laki dan perempuan, yang hadir dan yang tidak hadir. Ya Allah! Siapa di antara kami yang Engkau panjangkan umurnya, maka panjangkanlah umurnya di atas Islam. Dan siapa yang Engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkanlah dia di atas iman. Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya, dan jangan pula Engkau sesatkan kami sepeninggalnya)."(HR. Tirmizi dari Abu Hurairah dan Al-Asyhaliy, dan Abu Daud dari Abu Hurairah dan Abu Qatādah)Al-Ḥākim berkata, "Hadis Abu Hurairah sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim."Tirmizi menukil bahwa Bukhari berkata, "Yang paling sahih di antara riwayat hadis ini adalah riwayat Al-Asyhaliy."Bukhari berkata, "Yang paling sahih dalam masalah ini adalah hadis 'Auf bin Mālik."

Kosa Kata Asing:

لا تَفْتِنَّا (lā taftinnā): jangan sesatkan kami; al-fitnah artinya ujian dan cobaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dianjurkan ketika berdoa agar doa disebutkan lebih panjang dan rinci, karena setiap kata dalam doa adalah permintaan dan pujian; setiap kali seorang hamba mengulang-ulang doa, maka kedekatannya dengan Allah dan pahalanya semakin bertambah.

2) Di dalam doa ini terkandung doa yang bersifat umum, yaitu bagi orang yang wafat dan bagi seluruh umat Islam.

3) Ranah Islam adalah pada amal-amal yang lahiriah, sebab itu ia disebutkan secara khusus ketika masa hidup, sedangkan ranah iman adalah pada amal-amal batin, sebab itu ia disebutkan secara khusus ketika kematian; iman tempatnya di hati, sedangkan Islam tempat di anggota badan yang bersifat lahir.

4) Orang yang hidup tidak aman dari fitnah, oleh karena itu dianjurkan untuk meminta keteguhan dan agar tidak terfitnah.

3/937- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila kalian menyalatkan orang yang meninggal, maka ikhlaskanlah doa untuknya."(HR. Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengikhlaskan doa untuk orang yang wafat, karena ia sangat memerlukan syafaat dan doa orang-orang beriman; doa adalah tujuan paling besar dalam salat jenazah.

2) Fondasi pengabulan doa ialah keikhlasan; seseorang semakin ikhlas dalam doanya serta sesuai Sunnah, semakin besar harapan doanya dikabulkan.

4/938- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang doa salat jenazah,"Allāhumma anta rabbuhā, wa anta khalaqtahā, wa anta hadaitahā lil-islām, wa anta qabaḍta rūḥahā, wa anta a'lamu bi sirrihā, wa 'alāniyyatihā, ji`nāka syufa'ā`a lahu, fa-gfir lahu (artinya: Ya Allah! Engkaulah Rabb-nya dan Engkaulah yang telah menciptakannya. Engkaulah yang menuntunnya kepada Islam. Engkaulah yang mengambil nyawanya. Engkaulah yang lebih mengetahui rahasia dan perbuatan nyatanya. Sungguh kami datang memberikan syafaat kepadanya, maka ampunilah dia)."(HR. Abu Daud) [29].

5/939- Wāṡilah bin Al-Asqa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah memimpin kami menyalatkan salah seorang muslim, lalu aku mendengar beliau berdoa,"Allāhumma inna fulāna ibna fulān (yakni menyebutkan namanya dan nama ayahnya) fī żimmatika wa ḥabli jiwārika, fa qihi fitnatal-qabri wa 'ażāban-nāri, wa anta ahlul-wafā` wal-ḥamdi. Allāhumma fa-gfir lahu wa-rḥamhu, innaka antal-gafūr ar-raḥīm (artinya: Ya Allah! Sesungguhnya polan bin polan (yakni menyebutkan namanya dan nama ayahnya) dalam tanggungan-Mu dan ikatan perlindungan-Mu, maka lindungilah dia dari fitnah kubur dan siksa neraka, Engkau adalah Zat yang memenuhi janji dan yang berhak atas segala pujian. Ya Allah! Ampunilah dan rahmatilah dia, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(HR. Abu Daud)

Kosa Kata Asing:

ذِمَّتِكً (żimmatika): tanggungan-Mu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran supaya bersungguh-sungguh dalam meminta ampunan serta bertawasul kepada Allah -Ta'ālā- supaya Dia mengasihi orang yang mati.

2) Salat jenazah adalah syafaat dari Allah -Ta'ālā- yang diminta oleh orang beriman bagi orang-orang yang meninggal di antara kaum muslimin.

3) Boleh menyebut nama orang mati dan nama ayahnya.

6/940- Abdullah bin Abu Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia bertakbir ketika menyalati jenazah putrinya sebanyak empat kali takbir. Setelah takbir yang keempat, dia berdiri seukuran antara dua takbir untuk memintakannya ampunan serta mendoakannya. Kemudian dia berkata (setelah salat), "Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan seperti ini."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Dia bertakbir sebanyak empat kali takbir lalu berdiri beberapa saat hingga aku (perawi) mengira bahwa dia akan melakukan takbir kelima, kemudian dia bersalam ke kanan dan ke kiri. Tatkala dia salam, kami berkata kepadanya, 'Apa yang engkau lakukan ini?' Maka dia menjawab, 'Sesungguhnya aku tidak melakukan pada kalian lebih dari yang pernah aku lihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukannya.' Atau dia berkata, 'Seperti inilah yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.'"(HR. Al-Ḥākim dan dia berkata, "Hadis sahih") [30].

Pelajaran dari Hadis:

1) Dianjurkan memperpanjang doa untuk orang yang meninggal saat menyalatinya, karena waktu itu adalah waktu untuk meminta rahmat dan ampunan.

2) Makna lahiriah hadis ini bahwa salat jenazah memiliki dua kali salam seperti salam salat secara umum.

3) Menjelaskan prinsip para sahabat dalam meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam ibadah mereka; "Seperti inilah yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."

 158- BAB MENYEGERAKAN PENYELENGGARAAN JENAZAH

1/941- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Segerakanlah penyelenggaraan jenazah. Karena jika jenazah itu baik, kalian menyegerakannya kepada kebaikan. Dan jika selain itu, maka kalian meletakkan keburukan dari pundak kalian."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain milik Muslim, "... maka kepada kebaikanlah kalian menyegerakannya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan menyegerakan pemandian dan pengafanan jenazah, serta pengantaran dan pemakamannya.

2) Menunda penyelenggaraan jenazah orang saleh adalah bentuk kezaliman kepadanya dan menghalanginya dari kenikmatan yang telah Allah siapkan untuknya.

3) Anjuran mengungkapkan kata yang buruk dengan menggunakan ungkapan lain yang menunjukkan maknanya tanpa menyebutkannya langsung; Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dan jika selain itu", beliau tidak mengatakan, "Dan jika dia buruk." Ini adalah adab yang diajarkan beliau, dan semua kebaikan ada pada mengikuti ungkapan sesuai petunjuk Sunnah.

Peringatan:

Di antara bentuk menyelishi hadis ini ialah apa yang dilakukan oleh sebagian orang ketika seseorang meninggal dunia, yaitu mereka menunggu datangnya keluarga dari semua penjuru dan negeri, kadang sampai sehari atau dua hari. Ini adalah bentuk kezaliman kepada orang yang wafat serta kedurhakaan kepada perintah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; "Segerakanlah penyelenggaraan jenazah." Maka, Sunnahnya adalah agar pengurusan jenazah disegerakan karena ini lebih baik bagi orang yang wafat dan keluarganya.

2/942- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila jenazah telah diletakkan dan dipikul oleh kaum pria di pundak mereka; jika dia orang yang saleh, dia berkata, ‘Segerakanlah aku! Segerakanlah aku!’ Namun jika dia bukan orang yang saleh, dia berkata, ‘Duhai celakanya! Ke manakah kalian akan membawanya?’ Suaranya didengar oleh segala sesuatu kecuali manusia. Andai manusia mendengarnya, pasti dia akan pingsan.”(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara nikmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yaitu Allah tidak memperlihatkan kepada mereka keadaan nikmat dan azab kubur. Seandainya mereka mengetahui hal itu, mereka tidak akan saling mengubur selamanya.

2) Semua muslim wajib mengimani perkara gaib yang disampaikan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berupa berita-berita yang tidak mampu dipahami oleh akal. Sebab itu, tidak boleh seorang pun mengatakan, "Bagaimana jenazah berkata, 'Segerakanlah aku' dan 'Celakanya, ke manakah kalian akan membawaku'?!"

 159- BAB MENYEGERAKAN PELUNASAN UTANG ORANG WAFAT DAN SEGERA MENGURUS JENAZAHNYA KECUALI DIA MENINGGAL MENDADAK MAKA DITUNGGU SAMPAI DIPASTIKAN KEMATIANNYA

1/943- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Jiwa seorang mukmin itu tertahan dengan sebab utangnya hingga dibayarkan."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

معلّقة بدَينه (mu'allaqah bidainihi): tertahan dari tempatnya yang mulia yang telah dijanjikan karena utangnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ahli waris wajib untuk melunasi utang orang yang wafat dan mereka tidak memiliki hak dari harta yang dia tinggalkan kecuali setelah utangnya dilunasi.

2) Utang akan menghalangi seorang mukmin dari nikmat kubur dan menikmati nikmat barzakh yang Allah siapkan bagi orang beriman.

3) Utang adalah sebab yang menghalangi kenikmatan dari orang yang berhak mendapat kenikmatan! Lalu bagaimana akibatnya terhadap orang yang lalai dan berdosa?!

2/944- Ḥuṣain bin Waḥwaḥ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Ṭalḥah bin Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- sakit, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjenguknya, lantas beliau bersabda,“Sungguh, aku tidak melihat Ṭalḥah kecuali telah ada padanya (tanda-tanda) kematian. Maka kabari aku jika dia telah meninggal dan segerakanlah penyelenggaraan jenazahnya. Karena sesungguhnya tidak pantas bagi mayat seorang muslim ditahan di tengah-tengah keluarganya.”(HR. Abu Daud) [31].

Kosa Kata Asing:

آذِنُوني (āżinūnī): kabarilah aku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk segera mengurus jenazah dan tidak ditahan di keluarganya.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal membesuk sahabat-sahabatnya serta melihat keadaan mereka.

 160- BAB MENYAMPAIKAN MAUIZAH DI KUBURAN

Faedah:

Mauizah ialah mengingatkan manusia pada sesuatu yang dapat melembutkan hatinya, baik dengan memotivasi pada kebaikan atau mengingatkan dari keburukan. Mauizah yang baik dan yang paling tepat bagi hati adalah Al-Qur`ān Al-Karīm;"Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu mauizah (Al-Qur’ān) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman."(QS. Yūnus: 57)1/945- Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami sedang menyelenggarakan (pemakaman) jenazah di Baqī' Al-Garqad, lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menemui kami dan duduk, maka kami pun ikut duduk di sekitar beliau sementara beliau memegang sebuah tongkat. Beliau menundukkan kepala sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya di tanah, kemudian bersabda,"Tidak seorang pun dari kalian kecuali telah ditetapkan tempatnya di neraka dan tempatnya di surga." Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah! Mengapa kita tidak memasrahkan diri pada ketetapan (takdir) kita saja?" Beliau menjawab, "Beramallah kalian, karena masing-masing akan dimudahkan menggapai apa yang dia diciptakan untuknya..."Kemudian perawi menyebutkan lanjutan hadis ini selengkapnya. (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

Al-Garqad ialah sejenis pohon terkenal. Pekuburan penduduk Madinah dinamakan Baqī' Al-Garqad karena di pekuburan tersebut terdapat banyak pohon ini. Sehingga disebut Al-Baqī' dan Baqī' Al-Garqad.

مِخْصَرَةٌ (mikhṣarah): tongkat yang berkepala bengkok. نَكَسَ (nakasa): menundukkan kepalanya.

يَنْكُتُ (yankutu): mengetuk tanah dengan lembut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk memberi nasihat sesekali di kubur dengan sesuatu yang akan melembutkan hati dan mengingatkannya terhadap perkara akhirat.

2) Penulisan takdir telah lewat dalam ilmu Allah -Ta'ālā-, dan ini bukan berarti kita pasrah kepada takdir. Melainkan kita harus beramal, karena catatan takdir itu perkara yang tak diketahui siapa pun, tidak kita ketahui apa isinya.

3) Orang berilmu wajib mengingatkan kesalahan yang terjadi di kalangan awam dan meluruskan pemahaman mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama sahabat-sahabatnya yang mulia.

Catatan: mauizah setiap kesempatan harus disesuaikan dengan kesempatan tersebut. Dalam hal mauizah di kubur, orang yang memberi nasihat harus dalam keadaan tenang, khusyuk, dan penuh takut disertai meringkas ceramahnya. Kubur tidak boleh dijadikan sebagai podium pidato, tetapi kita harus mengikuti Sunnah Nabi dengan sesekali berceramah di sana. Karena, seluruh kebaikan ada dalam mengikuti Sunnah dan waspada dari menyelisihinya, dan petunjuk Sunnah adalah benteng dan rahmat.

 161- BAB MENDOAKAN ORANG WAFAT SETELAH PEMAKAMAN SERTA DUDUK SEJENAK DI SISI KUBURNYA UNTUK MENDOAKAN, MEMOHONKANNYA AMPUNAN, DAN MEMBACA AL-QUR`ĀN

1/946- Abu 'Amr -ada yang mengatakan: Abu Abdillāh, yang lain mengatakan: Abu Lailā- Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri di kuburnya dan bersabda,"Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya."(HR. Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Petunjuk Sunnah dalam menguburkan jenazah, yaitu memohonkan ampunan dan keteguhan untuknya dalam menjawab pertanyaan dua malaikat.

2) Dahsyatnya fitnah kubur, yaitu pertanyaan dua malaikat, sehingga orang yang meninggal sangat membutuhkan doa saudara-saudaranya agar diberikan keteguhan.

Peringatan:

Sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya," merupakan informasi dari beliau. Beliau tahu -berdasarkan wahyu dari Allah- bahwa laki-laki tersebut sedang ditanya sewaktu beliau selesai menguburkannya. Adapun di masa kita sekarang, orang yang memberi nasihat tidak boleh mengatakan, "Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya." Karena dia tidak tahu apakah sekarang dia sedang ditanya ataukah tidak? Tetapi dia cukup mengatakan, "Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya."

2/947- 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Bila kalian telah menguburku, maka berdirilah di sekitar kuburku seukuran waktu untuk menyembelih unta dan membagikan dagingnya, agar aku merasa nyaman dengan keberadaan kalian dan aku melihat jawaban apa yang aku berikan kepada utusan-utusan Tuhanku."(HR. Muslim)Hadis ini telah disebutkan sebelumnya secara lengkap.Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata,"Dianjurkan membaca sebagian Al-Qur`ān di sisi kubur, dan jika mereka mengkhatamkan Al-Qur`ān di sisinya, maka itu bagus."

Peringatan:

Aṡar yang diriwayatkan dari 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- ini yang merupakan wasiat kepada sahabat-sahabatnya apabila mereka telah memakamkannya mereka berdiri sejenak di sekitar kuburnya agar dia merasa nyaman dengan doa mereka untuk menjawab pertanyaan dua malaikat adalah murni dari ijtihadnya sendiri. Adapun petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan petunjuk yang paling sempurna, tidak ada amalan berdiri ataupun duduk di kubur setelah pemakaman, dan beliau pun tidak pernah memerintahkan hal itu kepada sahabat-sahabatnya. Seandainya hal itu baik, beliau pasti mengerjakannya atau mengarahkannya, karena tidak ada satu kebaikan pun, melainkan telah beliau tunjukkan umat kepadanya.

Adapun aṡar yang dinukil dari Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh-, maka itu adalah penisbahan yang salah kepada beliau, ia tidak pernah sahih dari Imam Asy-Syāfi'iy. Karena yang benar dari beliau dalam masalah membaca Al-Qur`ān dan mengkhatamkannya di kubur atau kepada orang meninggal adalah bahwa hal itu tidak disunahkan. Ibnu Kaṡīr telah menceritakan hal itu ketika menafsirkan firman Allah -Ta'ālā-,"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya."Ibnu Kaṡīr berkata, "Dari ayat yang mulia ini, Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- dan orang-orang yang mengikutinya menyimpulkan bahwa hadiah pahala bacaan Al-Qur`ān tidak sampai kepada orang mati karena tidak masuk dalam perbuatan maupun usaha mereka. Oleh karena itu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menganjurkan umat beliau untuk melakukannya, tidak juga mengarahkan mereka baik secara nas maupun isyarat, dan tidak pernah dinukil dari seorang pun dari kalangan sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-. Seandainya hal itu baik, niscaya mereka telah mendahului kita mengerjakannya. Masalah ibadah hanya dicukupkan dengan nas dan tidak dipergunakan di dalamnya berbagai macam kias dan logika. Adapun doa dan sedekah untuk orang yang wafat, maka sampainya pahalanya kepadanya telah disepakati para ulama serta memiliki nas dari agama."Penulis buku ini, Syekh An-Nawawiy -raḥimahullāh- telah berkata dalam Al-Majmū' Syarḥ Al-Muhażżab dalam fikih Mazhab Syafii (5/294),"Hal itu telah disepakati oleh Al-Aṣḥāb (ulama-ulama mujtahid dalam Mazhab Syafii), Mereka mengatakan, 'Dianjurkan membaca sebagian Al-Qur`ān di sisi kubur. Dan jika mereka mengkhatamkan Al-Qur`ān, maka hal itu lebih utama."

Ucapan ini dinisbahkan kepada ulama-ulama mujtahid mazhab, bukan kepada Imam Asy-Syāfi'iy. Oleh karena itu, maka penisbahan ucapan ini kepada Imam Asy-Syāfi'iy adalah kealpaan yang dilakukan oleh penulis. Semoga Allah -Ta'ālā- merahmati dan mengampuni beliau.

 162- BAB BERSEDEKAH ATAS NAMA ORANG YANG WAFAT DAN MENDOAKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.'"(QS. Al-Ḥasyr: 10)

Faedah:

Mendoakan orang beriman secara umum termasuk hak kaum muslimin satu sama lain, dan orang yang paling utama didoakan adalah sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka, apabila Anda melihat seseorang mengucapkan taraḍḍī (kalimat raḍiyallāhu 'anhu) untuk para sahabat, memohonkan mereka ampunan dan mencintai mereka, ketahuilah bahwa dia adalah pengikut Sunnah dan berada di atas petunjuk yang lurus.Akan tetapi, jika dia membenci mereka atau menyebut mereka dengan keburukan, maka dia adalah ahli bidah dan kesesatan, bukan pengikut Sunnah, karena para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- adalah perantara dalam menukil ajaran agama dan menyampaikannya kepada umat. Sehingga, jika ada seseorang yang mencela perantara agama, berarti dia telah mencela agama itu sendiri.1/948- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Ibuku meninggal mendadak. Aku melihatnya, seandainya dia sempat berbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia mendapat pahala jika aku bersedekah atas namanya?" Beliau menjawab, "Ya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

افْتُلِتَتْ نَفْسُها: dia meninggal mendadak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Disyariatkannya bersedekah atas nama orang yang telah wafat dan segera menunaikannya supaya ia mendapat manfaat dengan pahalanya di alam kubur.

2) Bersedekah atas nama salah satu orang tua termasuk bentuk bakti kepadanya setelah meninggal dunia.

3) Di antara kabar gembira yang disegerakan bagi orang beriman ialah ketika amalnya tidak terhenti dengan kematiannya, dan adanya anak saleh sepeninggalnya adalah pintu kebaikan yang terus-menerus berbuah pahala.

4) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk beramal berdasarkan nas dan membatasi diri dengan petunjuk Nabi, sebagaimana sahabat yang mulia ini tidak serta-merta bersedekah -walaupun di dalamnya terkandung maslahat- sebelum bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2/949- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendokannya.”(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang beriman yaitu Allah meneruskan pahala amal perbuatan yang mereka cetuskan untuk mereka sendiri.

2) Bersungguh-sungguh dalam mengupayakan kesalehan anak, karena kesalehan mereka akan mendatangkan kebaikan untuk mereka dan untuk orang tuanya, yaitu mereka akan mendoakan mereka setelah meninggal dunia.

3) Ilmu yang bermanfaat adalah sebaik-baik warisan yang ditinggalkan oleh orang wafat, karena dia akan kekal sampai waktu yang Allah kehendaki. Sedekah jariah kadang terhenti dan anak saleh kadang mati, sedangkan ilmu yang diwariskan tidak akan sebanding dengan apa pun bagi orang yang tulus niatnya. Sebagian ulama memberikan ungkapan: "Ilmu adalah anak yang kekal."

Faedah Tambahan:

Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata,"Para ulama menjelaskan, makna hadis ini adalah bahwa amal orang yang mati akan terhenti dengan kematiannya dan terhenti juga pembaharuan pahalanya kecuali pada tiga perkara ini dikarenakan dia telah menjadi penyebabnya. Anak saleh bagian dari hasil usahanya, demikian juga ilmu yang dia wariskan lewat mengajar dan menulis, dan sedekah jariah berupa wakaf. Di dalamnya terkandung keutamaan menikah dengan niat melahirkan anak saleh. Di dalamnya juga terkandung dalil kesahihan wakaf dan keagungan pahalanya, penjelasan keutamaan ilmu, anjuran memperbanyaknya dan mewariskannya lewat mengajar, menulis, dan menjelaskannya, serta penjelasan bahwa setiap orang harus memilih di antara ilmu yang paling bermanfaat secara berurutan."(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)As-Subkiy -raḥimahullāhu- berkata,"Menulis (buku keilmuan) lebih kuat karena bertahan lama sepanjang zaman."(Faiḍul-Qadīr Syarḥ Al-Jāmi' Aṣ-Ṣagīr)

 163- BAB PUJIAN MANUSIA KEPADA ORANG YANG MENINGGAL

1/950- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Sebagian sahabat melewati satu jenazah, lalu mereka memuji jenazah itu dengan kebaikan, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Telah ditetapkan (baginya)." Kemudian mereka melewati jenazah lain dan mereka mengatakan yang buruk pada jenazah itu, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Telah ditetapkan (baginya)." Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- bertanya, "Apa yang ditetapkan?" Beliau bersabda,"Jenazah ini kalian puji dengan kebaikan, maka surga ditetapkan baginya. Sedangkan jenazah ini kalian mengatakan yang buruk padanya, maka neraka ditetapkan untuknya. Kalian adalah saksi Allah di muka bumi."(Muttafaq 'Alaih)2/951- Abul-Aswad berkata, Aku datang ke Madinah lalu duduk menghadap Umar bin Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Kemudian lewatlah satu jenazah dan jenazah itu diberikan pujian yang baik, maka Umar berkata, "Telah ditetapkan (baginya)." Kemudian lewat jenazah lain dan jenazah itu diberikan pujian yang baik, maka Umar berkata, "Telah ditetapkan (baginya)." Kemudian lewat jenazah ketiga dan jenazah itu diberikan celaan, maka Umar berkata, "Telah ditetapkan (baginya)." Abul-Aswad melanjutkan: Maka aku bertanya, "Apa maksud 'telah ditetapkan (baginya)' itu wahai Amīrul-Mu`minīn?" Dia menjawab, "Aku mengucapkan seperti yang disabdakan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, 'Setiap muslim yang diberikan kesaksian baik oleh empat orang, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga.' Kami bertanya, 'Kalau tiga orang?' Beliau bersabda, 'Dan juga tiga orang.' Kami bertanya, 'Kalau dua orang?' Beliau bersabda, 'Dan juga dua orang.' Kemudian kami tidak bertanya pada beliau tentang (kesaksian) satu orang."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang-orang mukmin adalah saksi Allah di muka bumi; apabila mereka memuji baik seorang hamba maka baginya ditetapkan surga, dan apabila mereka menyebut-nyebut keburukannya maka baginya ditetapkan neraka.

2) Di antara akidah Ahli Sunnah ialah tidak boleh memberikan kesaksian sebagai penghuni surga maupun neraka pada seseorang kecuali yang telah dipastikan oleh dalil; misalnya sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga dan kabar masuknya Abu Lahab dalam neraka.Akan tetapi, pujian umat Islam pada seseorang dengan kebaikan bisa dijadikan sebagai penguat hal itu, dan ia diharapkan termasuk penghuni surga, tanpa boleh memastikannya.

 164- BAB KEUTAMAAN ORANG YANG DITINGGAL MATI OLEH ANAK KECILNYA

1/952- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim ditinggal mati oleh tiga orang anaknya yang belum balig, kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga dengan sebab rahmat-Nya kepada mereka."(Muttafaq 'Alaih)2/953- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, melainkan dia tidak akan tersentuh api neraka melainkan sebatas realisasi sumpah (Allah)."(Muttafaq 'Alaih)Yang dimaksud dengan "تَحلَّةُ القَسَم" (realisasi sumpah Allah) adalah firman Allah -Ta'ālā-,"Dan tidak seorang pun dari kalian melainkan pasti akan mendatangi neraka."(QS. Maryam: 71)"الوُرُودُ" (mendatangi), maksudnya lewat di atas sirat, yaitu jembatan yang dibentangkan di atas permukaan Jahanam. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya.

Kosa Kata Asing:

الحِنْثُ (al-ḥinṡu): usia balig bagi laki-laki dan perempuan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anak kecil adalah objek kasih sayang, maka apabila seorang hamba sabar dan mengharapkan pahala pada kematian anak-anaknya yang masih kecil, anak-anak tersebut akan menjadi pelindungnya dari neraka.

2) Kedatangan seluruh manusia ke neraka adalah benar adanya dan pasti, tetapi bagi orang beriman adalah berupa lewat di atas sirat tanpa terkena siksa.

3) Masuk surga diperoleh dengan karunia dan rahmat Allah; tidak ada seorang pun yang masuk surga sebagai penukar amalnya.

3/954- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang wanita datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Kaum laki-laki telah melampaui kami dengan (mengetahui) hadis-hadismu. Maka khususkanlah untuk kami satu hari, kami akan datang menemuimu lalu engkau mengajarkan kepada kami apa yang Allah telah ajarkan kepadamu." Beliau bersabda, "Berkumpullah kalian di hari ini dan ini." Mereka pun kemudian berkumpul, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menemui mereka lalu mengajarkan mereka apa yang telah Allah ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau bersabda, "Tidaklah seorang wanita di antara kalian ditinggal mati oleh tiga orang anaknya kecuali mereka akan menjadi tirai baginya dari neraka." Seorang wanita berkata, "Dan dua orang anak?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dan juga dua orang anak."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perempuan disyariatkan berkumpul pada majelis ilmu untuk mempelajari agama Allah -Ta'ālā-, karena perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam menuntut ilmu.

2) Laki-laki boleh mengajar sekumpulan perempuan jika dia merasa aman dari fitnah.

3) Sikap tawaduk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kasih sayang beliau kepada semua orang beriman, sampai beliau mengkhususkan satu majelis khusus untuk mengajar kaum perempuan.Maka, orang yang gigih mengerjakan Sunnah harus meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam pergaulannya bersama manusia.

 165- BAB MENANGIS DAN TAKUT KETIKA MELEWATI KUBUR ORANG-ORANG ZALIM DAN LOKASI KEBINASAAN MEREKA, MENAMPAKKAN KEFAKIRAN DIRI KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ-, DAN PERINGATAN AGAR TIDAK MELALAIKANNYA

1/955- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada sahabat-sahabat beliau -yaitu tatkala mereka sampai di Al-Ḥijr, negeri kaum Ṡamūd-,"Janganlah kalian masuk ke tempat orang-orang yang disiksa itu kecuali dalam keadaan menangis. Jika kalian tidak bisa menangis, maka jangan masuk ke tempat mereka; agar apa yang menimpa mereka tidak menimpa kalian."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat yang lain dia berkata, "Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lewat di Al-Ḥijr, beliau bersabda,Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang menzalimi diri mereka itu, agar apa yang telah menimpa mereka tidak menimpa kalian, kecuali kalau kalian dalam keadaan menangis.'Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kemudian menutupi kepalanya dan mempercepat jalannya hingga melewati lembah itu."

Kosa Kata Asing:

قَنَّعَ (qanna'a): menundukkan kepala dan menutupinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berusaha menasihati manusia sesuai kesempatan waktu ataupun tempat yang tepat, sebagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menasihati sahabat-sahabatnya di negeri kaum Ṡamūd.

2) Tidak boleh bepergian ke lokasi orang-orang yang disiksa dari kalangan umat-umat terdahulu untuk tujuan rekreasi dan melihat-lihat, karena hal itu menyelisihi Sunnah Nabi serta membiarkan diri terancam pada kebinasaan yang disebutkan dalam hadis, "Agar apa yang telah menimpa mereka tidak menimpa kalian."

3) Maksiat berpengaruh negatif terhadap tempat tinggal dan dampak buruknya akan tetap ada di lokasi penghuninya yang bermaksiat, dan ini termasuk keburukan maksiat.Oleh karena itu, seorang mukmin harus waspada dari berbuat maksiat kepada Allah -Ta'ālā- dan mengamalkan wasiat Nabi, "Tinggalkanlah perbuatan maksiat, karena maksiat mendatangkan murka Allah." (Hadis sahih riwayat Ahmad)

KITAB ADAB-ADAB SAFAR

 166- BAB ANJURAN MELAKUKAN PERJALANAN PADA HARI KAMIS DAN DI WAKTU PAGI

1/956- Ka'ab bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar ketika perang Tabuk pada hari Kamis. Beliau memang suka untuk keluar melakukan perjalanan pada hari Kamis.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain: "Jarang sekali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar melakukan perjalanan kecuali pada hari Kamis."

Pelajaran dari Hadis:

1) Menurut Sunnah, seseorang harus memilih waktu safarnya pada hari Kamis untuk mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Di antara hikmah pemilihan waktu safar pada hari Kamis adalah karena hari itu merupakan hari pengangkatan amal dan pelaporannya kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2/957- Ṣakhr bin Wadā'ah Al-Gāmidiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya Allah! Berkahilah umatku di waktu paginya."Jika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim sariyyah (pasukan kecil) ataupun pasukan besar, beliau mengirimnya di pagi hari. Ṣakhr adalah seorang pengusaha; dia selalu mengirim dagangannya ketika pagi, sehingga dia menjadi kaya dan memiliki banyak harta.‎(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bagi umatnya agar Allah memberkahi mereka ketika pagi hari, karena waktu pagi akan menyambut pekerjaan dan dia menjadi penguasa siang.

2) Pengaruh doa Nabi ini dalam kehidupan pribadi dan umat berupa adanya keberkahan dan karunia bagi orang yang menerapkan wasiat ini untuk mengikuti Sunnah Nabi.

 167- BAB ANJURAN MENCARI TEMAN SAFAR DAN MENGANGKAT SALAH SATU DARI MEREKA SEBAGAI PEMIMPIN YANG DITAATI

1/958- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya manusia mengetahui keburukan bepergian sendiri seperti yang aku ketahui, tentu tidak akan ada seorang pengendara yang bepergian di malam hari sendirian."(HR. Bukhari)2/959- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,"Satu orang pengendara adalah satu setan, dua orang pengendara adalah dua setan, sedangkan tiga pengendara adalah rombongan musafir."

(HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy dengan sanad-sanad yang sahih; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran melakukan safar bersama rombongan dan agar seseorang tidak melakukan perjalanan seorang diri.

2) Larangan melakukan safar seorang diri berlaku pada rute perjalanan yang sepi, tidak ada orang yang hilir mudik. Adapun di jalur-jalur yang ramai dengan para musafir seperti di era sekarang, maka ini tidak termasuk perjalanan sendirian, sehingga tidak masuk dalam larangan.

3/960- Abu Sa'īd dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika ada tiga orang keluar untuk bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin."(Hadis hasan; HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hikmah dari mengangkat pemimpin atau amir dalam perjalanan ialah untuk melaksanakan maslahat rombongan agar urusan mereka tidak kacau.

2) Amir safar wajib dipatuhi pada perkara yang berkaitan dengan maslahat safar, adapun urusan pribadi seseorang yang tidak terkait dengan urusan safar, maka dia tidak wajib ditaati.

3) Seorang amir harus meminta saran dari rekan-rekannya pada perkara yang berkaitan dengan kepentingan perjalanan mereka dan tidak bersikap diktator dengan pendapatnya sendiri tanpa melibatkan mereka, dalam rangka mengikuti wasiat Al-Qur`ān:"Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka." (QS. Asy-Syūrā: 38)4/961- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sebaik-baik sahabat adalah 4 orang, sebaik-baik sariyyah (pasukan kecil) adalah yang berjumlah 400 orang, sebaik-baik bala tentara adalah yang berjumlah 4.000 orang, dan pasukan yang berjumlah 12.000 tidak akan dikalahkan karena jumlah sedikit."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan") [32].

Kosa Kata Asing:

الصحابة (aṣ-ṣaḥābah): maksudnya teman dan rekan.

السرايا (as-sarāyā): bagian dari pasukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sebaik-baik teman adalah mereka yang saling bekerja sama dalam melaksanakan kepentingan mereka ketika mukim dan safar.

2) Banyaknya jumlah bukanlah penentu utama kemenangan, tetapi yang menjadi ukuran adalah ketulusan iman dan sabar.

Peringatan:

Hadis ini didaifkan oleh sebagian ulama hadis dari sisi sanadnya. Begitu juga, kandungan matan hadis ini menyelisihi makna firman Allah -Ta'ālā-,"Maka jika di antara kamu ada seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika di antara kamu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. At-Taubah: 66)Ibnu Kaṡīr berkata dalam Tafsirnya,"Dahulu jika jumlah mereka (umat Islam) setengah dari jumlah musuh, mereka tidak memiliki pilihan melarikan diri. Tetapi, jika jumlah mereka di bawah itu, maka mereka tidak berkewajiban untuk terus memerangi musuh dan diperbolehkan menghindari mereka."Selesai.

Adapun makna lahiriah hadis dalam bab ini menjelaskan bahwa mereka tidak diperbolehkan melarikan diri jika mereka berjumlah 12.000 orang, berapa pun jumlah pasukan musuh. Hal ini tentu bertentangan dengan ayat di atas.

Juga, daifnya makna matan hadis ini dipertegas oleh ucapan Ibnu 'Abbās -yang merupakan perawi hadis ini-, dia berkata,"Siapa yang melarikan diri dari dua orang musuh, sungguh dia telah lari dari peperangan, dan siapa yang melarikan diri dari tiga orang musuh, maka dia tidak terhitung lari dari peperangan."(HR. Aṭ-Ṭabarāniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabīr)

 168- BAB ADAB BERJALAN, SINGGAH, MENGINAP, DAN TIDUR KETIKA SAFAR, ANJURAN BERJALAN DI MALAM HARI, BERSIKAP LEMBUT KEPADA HEWAN KENDARAAN, DAN MEMPERHATIKAN MASLAHATNYA, SERTA MEMERINTAHKAN ORANG YANG TIDAK MENUNAIKAN HAKNYA SUPAYA MENUNAIKAN HAKNYA DAN BOLEHNYA MEMBONCENG ORANG DI ATAS HEWAN KENDARAAN JIKA HEWAN ITU KUAT

1/962- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila kalian melakukan perjalanan pada musim subur, berikanlah unta itu bagiannya dari bumi. Apabila kalian melakukan perjalanan pada musim kering, maka berjalanlah dengan cepat dan segerakanlah (sebelum habis) sumsumnya. Apabila kalian bermalam, maka hindarilah bermalam di jalan karena jalan adalah jalur lalu lintas hewan dan tempat istirahat serangga ketika malam."(HR. Muslim)Makna, "Berikanlah unta itu bagiannya dari bumi," yaitu bersikap lembutlah padanya dalam perjalanan sehingga ia bisa makan sambil berjalan.Kata "نِقْيَها" (niqyahā), dengan mengkasrahkan "nūn", dan mensukunkan "qāf", setelahnya "yā`", artinya: sumsum. Maksudnya, segerakanlah ia sehingga kalian bisa sampai tujuan sebelum sumsumnya hilang akibat kesulitan perjalanan.التَّعْرِيسُ (at-ta'rīs): singgah ketika malam hari.

Kosa Kata Asing:

الخِصْبُ (al-khiṣb): tanah yang bagus dan subur, kebalikan dari "الجدب" (al-jadb: tandus).

الهَوَامُ (al-hawām): serangga membahayakan ketika malam hari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang musafir harus memperhatikan maslahat hewan kendaraan dalam perjalanan karena dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya.

2) Sifat bijak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam memperhatikan maslahat manusia dan hewan, yaitu ketika beliau mengarahkan para musafir untuk melakukan adab-adab ini.

3) Mengamalkan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan mendatangkan kemaslahatan sempurna, bahkan hingga dalam urusan dunia, karena beliau memerintahkan supaya menghindari jalan yang berbahaya ketika bermalam dalam perjalanan;"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)

Faedah Tambahan:

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Maka hindarilah bermalam di jalan," adalah pesan untuk menjaga nyawa manusia dari berbagai bahaya. Contoh jalan tersebut adalah jalur kendaraan (mobil), seseorang harus menjauhinya supaya terhindar dari bahaya akibat orang yang lalu lalang dengan mobil mereka. Sungguh, betapa mulia ajaran Islam dalam menjaga kepentingan dan maslahat manusia!

2/963- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Dahulu, jika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang dalam perjalanan lalu singgah beristirahat di waktu malam, maka beliau tidur miring di atas lambung kanannya. Namun jika beliau singgah beristirahat menjelang subuh, beliau menegakkan lengannya lalu meletakkan kepala di telapak tangannya."(HR. Muslim)

Para ulama menjelaskan, beliau menegakkan lengannya agar tidak tidur lelap sehingga salat Subuh akan luput dari waktunya atau dari awal waktunya.

Kosa Kata Asing:

التَّعْرِيسُ (at-ta'rīs): singgah ketika malam hari untuk beristirahat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang harus memberikan dirinya jatah istirahat dan tidak lupa beribadah kepada Rabb-nya.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah menggunakan berbagai cara yang dapat membantu untuk bangun menunaikan salat sesuai sarana yang ada, di antaranya -pada masa kita sekarang- ialah menghidupkan alarm ketika tidur agar tidak tertinggal salat.

3/964- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah kalian melakukan perjalanan ketika malam hari, karena sesungguhnya bumi itu dilipat pada malam hari."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

الدُّلْجَة (ad-duljah): melakukan perjalanan ketika malam hari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Malam hari adalah waktu yang lebih membuat hewan kendaraan bersemangat untuk melakukan perjalanan, sebab itu bumi dilipat pada malam hari untuk orang musafir.

2) Semua kebaikan dan kenyamanan ada pada mengikuti Sunnah, di antaranya melakukan perjalanan di malam hari agar bumi dilipat baginya.

4/965- Abu Ṡa'labah Al-Khusyaniy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu, apabila para sahabat singgah di suatu tempat, mereka berpencar di jalan dan lembah. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, berpencarnya kalian di jalan dan lembah itu berasal dari perbuatan setan."Setelah itu, tidaklah mereka singgah di suatu tempat melainkan mereka selalu bergabung satu dengan lainnya.(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berpencar secara fisik termasuk perbuatan setan, sedangkan berkumpul pada kebaikan termasuk yang dicintai oleh Allah Yang Maha Pengasih.

2) Berpencar secara fisik di dalam majelis adalah sebab terceraiberainya hati dan merusak kasih sayang dan saling cinta. Ini menunjukkan adanya keterikatan antara batin dengan lahir, serta hal itu berpengaruh terhadap diri hamba.

3) Keutamaan para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal kecepatan mereka dalam melaksanakan perintah Nabi dan meneladani Sunnah beliau. Lalu, di manakah orang-orang yang mau meneladani mereka?!

5/966- Sahl bin 'Amr -konon, Sahl bin Ar-Rabī'- Al-Anṣāriy, yang terkenal dengan sebutan Ibnul-Ḥanẓalīyyah serta termasuk peserta Bai'atur-Riḍwān -raḍiyallāhu 'anhu-berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati seekor unta yang punggungnya hampir menyentuh perutnya (sangat kurus), maka beliau bersabda, “Takutlah kalian kepada Allah dalam urusan hewan-hewan yang tidak berbicara ini. Kendarailah hewan-hewan ini dalam keadaan baik, dan makanlah ia dalam keadaan baik.”(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

المُعْجَمَةِ (al-mu'jamah): yang tidak berbicara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- supaya bersikap lembut kepada hewan ternak serta memperlakukannya dengan baik. Ini merupakan bagian dari bukti kesempurnaan ajaran Islam.

2) Luasnya kasih sayang Islam hingga mencakup kasih sayang terhadap hewan ternak, yaitu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kita supaya tidak melalaikan haknya. Lalu, ke manakah orang-orang yang mengklaim diri sebagai penyeru sikap baik kepada binatang?!

6/967- Abu Ja'far Abdullah bin Ja'far -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Suatu hari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memboncengku di belakangnya, kemudian beliau membisikkan suatu perkataan yang tidak akan aku ceritakan kepada siapa pun. Dahulu, yang paling disukai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk dijadikan penutup dirinya ketika buang hajat ialah sesuatu yang tinggi atau kumpulan pohon kurma." (HR. Muslim secara ringkas seperti ini).

Al-Barqāniy -dengan sanad yang sama dengan Muslim- menambahkan redaksi ini setelah kalimat "kumpulan pohon kurma" dengan tambahan: Kemudian beliau masuk ke sebuah kebun milik laki-laki Ansar. Ternyata di dalamnya ada seekor unta. Unta itu merintih dan mengeluarkan air mata saat melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendekatinya lalu mengusap punuk dan bagian belakang telinganya, sehingga unta itu pun tenang. Beliau bertanya, "Siapa tuan unta ini? Milik siapa unta ini?" Lantas seorang pemuda Ansar datang lalu berkata, "Unta ini milikku, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah pada binatang ternak yang Allah berikan kepadamu? Sesungguhnya ia mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya lapar dan kelelahan."(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud seperti riwayat Al-Barqāniy)Kata "ذِفرَاهُ" (żifrāhu), dengan mengkasrahkan "żāl", dan mensukunkan "fa", adalah bentuk mufrad mu`annaṡ; Ahli bahasa berkata, "الذَّفْرَىٰ (aż-żafrā) ialah bagian belakang telinga yang pertama kali berkeringat pada unta.Kata "تُدْئِبُهُ" (tud`ibuhu): melelahkannya.

Kosa Kata Asing:

أَرْدَفَنِيْ (ardafanī): ia memboncengku.

هَدَفٌ (hadaf): sesuatu yang diletakkan sebagai alat menutup diri.

جَرْجَرَ (jarjara): ia mengeluarkan suara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan salah satu mukjizat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu binatang yang tidak berbicara mengadu kepada beliau.

2) Kasih sayang dalam hati Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat luas hingga kepada binatang, ini berarti bahwa kasih sayang beliau meliputi semua yang memiliki kehidupan.

3) Mengingkari orang yang menelantarkan hak serta menggunakan sesuatu dengan tidak benar, termasuk pada hewan.

7/968- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Dahulu apabila kami telah sampai di suatu ‎persinggahan, kami tidak segera mengerjakan salat sunah hingga kami menurunkan (terlebih ‎dahulu) barang bawaan dari hewan tunggangan.”‎(HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai syarat Muslim)

Kalimat "لا نُسَبِّحُ" (lā nusabbiḥu), artinya: kami tidak mengerjakan salat sunah. Maksudnya, meskipun kami sangat gigih untuk mengerjakan salat, tetapi kami tidak terburu-buru mendahulukannya sebelum menurunkan barang bawaan dan mengistirahatkan hewan kendaraan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila ada dua hak yang saling berbenturan, maka yang tidak mungkin ditunda harus didahulukan di antara keduanya, sekalipun hak yang lain sedikit terlewatkan.

2) Berbuat baik kepada hewan adalah ibadah yang kadang melebihi nilai pahala bersegera mengerjakan salat sunah.

 169- BAB MEMBANTU TEMAN SAFAR

Dalam bab ini terdapat banyak hadis yang telah lewat, seperti hadis, "Allah akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya."

Juga hadis, "Semua kebaikan adalah sedekah." Dan hadis-hadis lain yang semisal.

1/969- Abu Sa`īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika kami dalam satu perjalanan bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tiba-tiba muncul seseorang yang mengendarai untanya Ialu memandang ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memiliki kendaraan lebih hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak memiliki kendaraan. Siapa yang memiliki kelebihan bekal hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak mempunyai bekal."Beliau lalu menyebutkan berbagai jenis harta, sehingga kami meyakini tidak seorang pun dari kami berhak memiliki kelebihan harta.(HR. Muslim)3/970- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwasanya beliau hendak keluar berperang, lalu beliau bersabda, "Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Ansar! Sesungguhnya di antara saudara kalian ada sejumlah orang yang tidak memiliki harta dan keluarga. Hendaknya sebagian kalian mengajak dua atau tiga orang bergabung bersamanya." Sehingga tidak seorang pun di antara kami yang memiliki kendaraan yang bisa dikendarainya melainkan bergiliran seperti giliran yang lain. Jābir berkata, "Lantas aku mengajak dua atau tiga orang untuk bergabung bersamaku, aku tidak mendapatkan giliran kecuali sama seperti giliran mereka pada untaku."(HR. Abu Daud)

Kosa Kata Asing:

فَضْلُ ظَهْرٍ (faḍlu ẓahrin): kelebihan kendaraan.

عُقْبَةٌ ('uqbah): mengendarai satu kendaraan secara bergiliran, masing-masing orang mendapat giliran.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab safar adalah seseorang harus berbuat baik dan bersikap lembut kepada teman safarnya.

2) Anjuran untuk memberi kebaikan kepada saudara dan membantu teman, hal ini termasuk adab Nabi ketika mukim dan safar.

3) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dari kalangan Muhajirin dan Ansar dalam hal membantu saudara mereka yang fakir.

3/971- Juga dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Biasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berada di belakang ketika dalam perjalanan; beliau mengiring yang lemah, membonceng, dan mendoakannya."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Kosa Kata Asing:

يُزْجي (yuzjī): mengiring, mendorong.

يتخَلَّفُ (yatakhallafu): berada di belakang rombongan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesempurnaan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau berjalan mengikuti orang yang paling lemah dalam rombongan dan berada di bagian belakang mereka.

2) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sahabat-sahabatnya yang mulia, memantau keadaan mereka, mendoakan mereka, dan membantu kebutuhan mereka.

3) Orang yang tampil mendidik masyarakat harus bersikap lembut kepada mereka serta memperhatikan yang lemah di antara mereka.

 170- BAB DOA KETIKA NAIK KENDARAAN UNTUK MELAKUKAN SAFAR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan (Dia) yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi,agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu mengucapkan, 'Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya,dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.'"(QS. Az-Zukhruf: 12-14)

Pelajaran dari Ayat:

1) Mengingat nikmat Allah -Ta'ālā- berupa ditundukkannya bagi kita sebagian binatang ciptaan-Nya serta mengajarkan kita cara membuat kapal untuk digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhan mereka.

2) Bertasbih kepada Allah pada situasi ini lebih tepat dari membaca tahmid karena di dalam tasbih terkandung penyucian bagi Allah -Ta'ālā- dari berbagai kekurangan, di antaranya kebutuhan kepada kendaraan.

Faedah Tambahan:

Firman Allah -Ta'ālā-:"Dan Dia menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi."

Al-Fulk (kapal) memiliki tiga macam: kapal laut, darat, dan udara.

Kapal laut; yaitu yang dikenal sejak masa Nabi Nuh -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- ketika Allah mewahyukan kepadanya,"Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami."(QS. Hūd: 37)

Adapun kapal darat, di antaranya berbagai jenis mobil yang muncul belakangan dan yang semisalnya.

Sedangkan kapal udara, yaitu pesawat dan yang semisalnya. Ketiga jenis kapal ini, semuanya masuk dalam firman Allah -Ta'ālā-,"Dan Dia menjadikan untukmu kapal."Mahasuci Allah yang telah memasukkan dalam Kitab-Nya berbagai macam ilmu bagi orang yang mau berpikir, maka ambillah pelajaran, wahai orang yang berakal!1/972- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- jika telah duduk tegak di atas kendaraannya untuk berangkat melakukan safar, beliau bertakbir tiga kali, kemudian membaca,“Subḥānallażī sakhkhara lanā hāżā wa mā kunnā lahū muqrinīn, wa innā ilā rabbinā lamunqalibūn. Allāhumma innā nas`aluka fī safarinā hāżā al-birra wat-taqwā, wa minal-'amali mā tarḍā. Allāhumma hawwin 'alainā safaranā hāżā wa-ṭwī 'annā bu'dah. Allāhumma anta aṣ-ṣāḥibu fis-safar, wal-khalīfatu fil-ahl. Allāhumma innī a'ūżu bika min wa'ṡā`is-safar, wa ka`ābatil-manẓar, wa sū`il-munqalabi fil-māli wal-ahli wal-waladi (artinya: Mahasuci Allah yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam perjalanan kami ini kebajikan, ketakwaan, dan amal perbuatan yang Engkau ridai. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah yang menyertai dalam perjalanan dan yang menggantikan di keluarga. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, pemandangan yang menyedihkan, dan perubahan yang jelek pada harta, keluarga, dan anak)." Ketika pulang beliau membaca doa di atas dan menambahkan, “āyibūna tā`ibūna 'ābidūn, li rabbinā ḥāmidūn (artinya: Kami kembali kepada Allah, bertobat kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, dan hanya kepada Allah kami memuji).”(HR. Muslim)Makna "مُقْرِنينَ" (muqrinīn): mampu.الوَعْثَاءُ (al-wa'ṡā`), dengan memfatahkan "wāw", dan mensukunkan "'ain", setelahnya "ṡā`", kemudian mad, yaitu: kesulitan.الكَآبة (al-ka`ābah), dengan mad, yaitu: perubahan kejiwaan seperti sedih dan semisalnya.المنقَلَبُ (al-munqalab): kepulangan.2/973- Abdullah bin Sarjis -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bepergian, beliau berlindung dari kesulitan safar, duka ketika pulang, al-ḥaur ba'da al-kaun (kembali pada keburukan setelah tadinya dalam kebaikan), doa orang yang dizalimi, dan pemandangan yang buruk pada keluarga dan harta."(HR. Muslim)

Seperti inilah redaksi hadis ini dalam Ṣaḥīḥ Muslim, "Al-ḥaur ba'da al-kaun..." dengan "nūn". Demikian juga dalam riwayat Tirmizi dan An-Nasā`iy. Tirmizi berkata, "Juga diriwayatkan 'al-kaur' dengan "rā`", dan keduanya bisa dibenarkan."

Para ulama berkata, "Makna keduanya, baik dengan "nūn" (al-kaun) maupun "rā`" (al-kaur), yaitu kembali ke jalan buruk setelah istikamah, atau berkurang setelah bertambah.Riwayat dengan "rā`" berasal dari kalimat "takwīr al-'imāmah", yaitu memutar dan melipat serban. Sedangkan riwayat dengan "nūn" berasal dari kata "al-kaun", yaitu bentuk maṣdar "kāna-yakūnu-kaunan", artinya: dia ada dan stabil."

Kosa Kata Asing:

آيِبُوْنَ (āyibūn): kembali.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi dalam doa naik kendaraan ketika melakukan perjalanan.

2) Anjuran untuk bersungguh-sungguh dan terus-menerus dalam berdoa kepada Allah -Ta'ālā- meminta taufik dan kemudahan, karena tidak ada tempat kembali bagi hamba untuk memenuhi kebutuhannya kecuali kepada pertolongan Tuhannya.

3) Ilmu dan penjagaan Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang bersifat mencakup dan menyeluruh; Allah Yang Mahasuci adalah yang menyertai dalam perjalanan dan yang menggantikan pada keluarga untuk menjaga dan mengurus mereka. Allah -Jalla wa 'Alā- bersama seseorang dalam perjalanannya dan menggantikannya pada keluarga yang ditinggalkannya, karena Allah -Ta'ālā- meliputi segala sesuatu, dan Dia bersama Anda di mana pun Anda berada.

3/974- Ali bin Rabī'ah berkata, Aku melihat Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- dibawakan hewan kendaraan untuk dia kendarai; ketika meletakkan kakinya di kaki pelana, dia membaca, "Bismillāh." Setelah dia duduk tegak di atas punggung kendaraannya dia membaca, "Alḥamdulillāh." Kemudian membaca,"Subḥānallażī sakhkhara lanā hāżā wa mā kunnā lahu muqrinīn. (Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak bisa menguasainya)Wa innā ilā rabbinā la-munqalibūn (dan hanya kepada-Mu kami kembali)."(QS. Az-Zukhruf: 13-14)Kemudian dia mengucapkan, "Alḥamdulillāh" sebanyak tiga kali. Lalu mengucapkan, "Allāhu Akbar" sebanyak tiga kali. Kemudian mengucapkan, "Subḥānaka innī ẓalamtu nafsī, fa-gfir lī, fa innahu lā yagfiru aż-żunūba illā anta (Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau)." Lantas ia tertawa. Kemudian ia ditanya, "Wahai Amīrul-Mu`minīn! Kenapa engkau tertawa?" Dia menjawab, "Aku pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan seperti apa yang aku lakukan ini, kemudian beliau tertawa, maka aku bertanya, 'Wahai Rasulullah! Kenapa engkau tertawa?' Beliau bersabda,"Sesungguhnya Rabb-mu merasa takjub terhadap hamba-Nya ketika ia mengatakan, 'Ampunilah dosa-dosaku.' (Dia berfirman), 'Ia (hamba-Ku) tahu bahwa tidak ada yang dapat mengampuni dosanya kecuali Aku.'"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan", dan di sebagian naskah, "Hasan sahih". Dan ini adalah redaksi Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam ucapan, perbuatan, dan semua keadaan beliau. Tentunya ini berasal dari taufik Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, yaitu Allah menjadikannya di atas jalan dan petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menjelaskan luasnya rahmat Allah, yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- gembira dengan tobat hamba-Nya yang berbuat dosa.

3) Menetapkan sifat takjub bagi Allah -Ta'ālā- menurut yang pantas dengan-Nya, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungguhnya Rabb-mu merasa takjub terhadap hamba-Nya."Sebab itu, wahai saudaraku yang bertauhid! Janganlah merasa canggung terhadap sifat Allah -Ta'ālā- yang ditetapkan oleh nas-nas agama yang sangat jelas dan gamblang.

 171- BAB BERTAKBIR KETIKA MENAIKI BUKIT DAN SEMISALNYA, BERTASBIH KETIKA MENURUNI LEMBAH DAN SEMISALNYA, DAN LARANGAN BERLEBIHAN DALAM MENGANGKAT SUARA TAKBIR DAN YANG SEMISALNYA

1/975- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Dahulu, apabila kami mendaki maka kami bertakbir dan apabila kami turun maka kami bertasbih."(HR. Bukhari)2/976- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tentaranya menaiki bukit, mereka bertakbir. Dan apabila mereka turun, mereka bertasbih."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

الثَّنَايَا (aṡ-ṡanāyā), bentuk jamak dari kata "ثَنِيَّةٌ" (ṡaniyyah), yaitu permukaan bumi yang tinggi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab yang disunahkan dan merupakan petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah bertakbir ketika naik menuju lokasi yang tinggi dan bertasbih ketika menuruni lokasi yang rendah.

2) Di antara hikmahnya, bahwa ketika seseorang bergerak naik, dia akan melihat dirinya ada pada posisi yang tinggi, dan bisa jadi dia akan merasa besar diri, sehingga ketika dia mengucapkan, "Allāhu Akbar" maka dia akan segera menarik diri dan merendahkan diri di hadapan kemahaperkasaan Allah -Ta'ālā-. Adapun ketika seseorang bergerak turun, lalu dia mengucapkan, "Subḥānallāh" artinya, aku menyucikan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dari seperti perbuatan turunnya makhluk, karena Allah Yang Mahatinggi di atas segala sesuatu, berada di atas Arasy, sebagaimana yang pantas dengan keagungan-Nya.

3/977- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- pulang dari menunaikan haji atau umrah, setiap kali beliau menaiki bukit atau tempat tinggi maka beliau bertakbir tiga kali, kemudian membaca,"Lā ilāha illallāhu waḥdahū lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr āyibūna tā`ibūna 'ābidūna sājidūna li rabbinā ḥāmidūn, ṣadaqallāh wa'dahu wa naṣara 'abdahu wa hazamal-aḥzāb waḥdahu (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya seluruh kerajaan, hanya bagi-Nya segala pujian, dan Allah berkuasa atas segala sesuatu. Kami kembali kepada Allah, kami bertobat, kami beribadah, dan kami bersujud. Hanya kepada Allah kami memuji. Mahabenar Allah dalam janji-Nya, Dia telah menolong hamba-Nya dan mengalahkan pasukan Ahzab dengan sendiri-Nya.”(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, “Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- pulang dari peperangan dengan pasukan besar ataupun kecil, atau dari menunaikan haji atau umrah.”

Kata "أَوْفَىٰ" (awfā), artinya: naik. Sedangkan kata "فَدْفَد" (fadfad), dengan memfatahkan kedua "fā`", dan di antara keduanya "dāl" yang sukun, serta "dāl" lagi di bagian akhirnya, yaitu: permukaan tanah yang tinggi dan keras.

Kosa Kata Asing:

قَفَلَ (qafala): ia pulang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bacaan takbir orang musafir ketika naik ke tempat yang tinggi sebanyak tiga kali, "Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar."

2) Menampakkan pujian dan pengagungan kepada Allah -Ta'ālā- ketika pulang dari perjalanan, karena hal tersebut bagian dari mensyukuri nikmat.

3) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah memperbarui pujian dan syukur setiap kali ada nikmat yang baru.

4/978- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ingin melakukan perjalanan, maka berilah aku wasiat.” Beliau pun bersabda,"Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan bertakbir pada setiap tanjakan/tempat yang tinggi."Ketika laki-laki itu pergi, beliau berdoa,“Ya Allah! Persingkatlah untuknya jarak yang jauh dan ringankanlah perjalanan itu baginya.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

شَرَف (syaraf): tempat tinggi dan mendaki.

Pelajaran dari Hadis:

1) Meminta wasiat termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan disunahkan bagi orang yang memberi wasiat agar ikhlas dan memberikan wasiat kepada setiap orang sesuai dengan keadaannya.

2) Takwa kepada Allah -Ta'ālā- adalah sebaik-baik wasiat yang menyertai hamba di dunia dan sebaik-baik bekalnya ke akhirat.

3) Pengaruh besar doa dalam memudahkan urusan dan meringankan kesulitan.

5/979- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam satu perjalanan. Ketika kami naik dari sebuah lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pun bersabda,‘Wahai sekalian manusia! Bersikap lembutlah terhadap diri kalian, karena kalian tidak sedang memanggil Zat yang tuli dan jauh! Sesungguhnya Dia bersama kalian, Dia Maha Mendengar lagi Mahadekat.’”(Muttafaq 'Alaih)

ارْبَعُوا (irba'ū), dengan memfatahkan "bā`", artinya: bersikap lembutlah pada diri kalian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Makruh meninggikan suara dalam berdoa dan berzikir.

2) Menetapkan kebersamaan Allah -Ta'ālā-, bahwa Allah Yang Mahatinggi bersama makhluk-Nya dengan ilmu, penjagaan, dan penglihatan-Nya. Allah berfirman,"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ḥadīd: 4)Yaitu Allah bersama hamba-hamba-Nya yang beriman dengan pertolongan dan penjagaan-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, 'Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.'" (QS. At-Taubah: 40)

3) Seorang hamba tidak boleh bersikap guluw (berlebihan) dalam ibadah, melainkan dia mengerjakan ibadah sesuai petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam dua hadis sahih: "Hindarilah kalian sikap berlebihan", dan "Berusahalah melakukan yang seharusnya atau yang mendekati, dan bersikaplah sederhana (dalam ibadah), niscaya kalian akan sampai."

 172- BAB ANJURAN BERDOA KETIKA SAFAR

1/980- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada tiga doa yang tidak diragukan akan dikabulkan; doa orang yang dizalimi, doa musafir, dan doa orang tua untuk anaknya."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan." Dalam riwayat Abu Daud tidak terdapat tambahan, "untuk anaknya").

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa orang yang dizalimi mustajab jika dia mendoakan orang yang menzaliminya dengan yang semisal dengan kezalimannya atau di bawahnya. Adapun jika melebihi, maka dia telah melampaui batas. Allah -Ta'ālā- akan mengabulkan doa orang yang terzalimi sekalipun kafir, bukan karena cinta kepadanya, tetapi karena cinta pada keadilan.

2) Anjuran untuk memanfaatkan momen doa ketika bersafar, karena orang musafir adalah orang yang butuh dan tidak memiliki siapa-siapa. Hamba yang butuh serta dalam kondisi darurat, jika dia berdoa kepada Rabb-nya, maka doanya dikabulkan.

3) Doa orang tua -baik ayah ataupun ibu- untuk anaknya, baik kebaikan ataupun keburukan, adalah doa yang mustajab. Adapun doa kebaikan untuk anaknya, karena dia berdoa atas dasar iba dan kasih sayang. Sedangkan doa keburukan, karena orang tua tidak akan berdoa terhadap anaknya kecuali dengan doa yang pantas didapatkannya.

 173- BAB DOA KETIKA TAKUT TERHADAP SESEORANG ATAU LAINNYA

1/981- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- takut terhadap suatu kaum, beliau berdoa,"Allāhumma innā naj'aluka fī nuḥūrihim, wa na'ūżu bika min syurūrihim (artinya: Ya Allah! Sesungguhnya kami menjadikan-Mu di leher mereka dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka)."

(HR. Abu Daud dan An-Nasā`iy dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kembali dan berlindung kepada Allah -Ta'ālā- ketika merasakan ketakutan akan melindungi hamba dari berbagai keburukan.

2) Doa di atas adalah dua kalimat ringan yang berasal dari jawāmi' kalim Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, jika dibaca oleh seorang hamba dengan tulus maka Allah akan menjaganya dari keburukan dan menyelamatkannya dari kesulitan.

 174- BAB DOA KETIKA SINGGAH DI SUATU TEMPAT

1/982- Khaulah binti Ḥakīm -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu dia berdoa, 'A'ūżu bi kalimātillāhi at-tāmmāti min syarri mā khalaq (artinya: Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan semua mahluk yang Dia ciptakan)', maka tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya sampai dia beranjak dari tempatnya itu."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَعُوْذُ (a'ūżu): aku berlindung.

كَلِمَاتِ اللهِ (kalimātillāhi): mencakup kalimat Allah yang bersifat kauniah dan syariah.

Faedah:

Yang dimaksud dengan kalimat Allah yang bersifat kauniah misalnya firman Allah -Ta'ālā-:"Sesungguhnya perintah Allah apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka terjadilah ia." (QS. Yāsīn: 82)Sedangkan kalimat Allah yang bersifat syariah adalah: zikir-zikir dan doa yang terdapat dalam Al-Qur`ān dan hadis-hadis yang sahih seperti Surah Al-Fātiḥah, ayat kursi, surah-surah al-mu'awwiżāt, dan lainnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kalimat-kalimat Allah yang sempurna adalah pelindung bagi hamba dari semua keburukan.

2) Tidak boleh meminta perlindungan kecuali kepada Al-Khāliq Yang Mahatinggi. Adapun makhluk yang tidak mampu atau jauh, maka tidak boleh dijadikan sebagai tempat berlindung, bahkan dia sendiri butuh kepada orang yang membantunya. Maka, hendaklah orang beriman waspada jangan sampai berdoa kepada seseorang selain Allah -Ta'ālā- untuk menghilangkan musibah yang menimpanya atau menolaknya sebelum ditimpa.

2/983- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan safar lalu malam datang, beliau membaca,Yā arḍu, rabbī wa rabbuki Allāh, a'ūżu billāhi min syarriki wa syarri mā fīki, wa syarri mā khuliqa fīki, wa syarri mā yadibbu 'alaiki, a'ūżu billāhi min syarri asadin wa aswadin, wa minal-ḥayyati wal-'aqrabi, wa min sākinil-baladi, wa min wālidin wa mā walada (artinya: Wahai bumi! Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu, kejahatan apa yang ada padamu, dari kejahatan apa yang diciptakan di dalammu, dan kejahatan segala yang merayap di atasmu. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan singa dan seseorang, kejahatan ular dan kalajengking, kejahatan penghuni negeri ini, dan dari kejahatan yang melahirkan dan yang ia lahirkan).'"(HR. Abu Daud) [33].

الأسْوَدُ (al-aswad): orang.Al-Khaṭṭābiy berkata, "Yang dimaksud dengan penghuni negeri, yaitu jin yang merupakan penghuni bumi."Dia juga berkata, "Yang dimaksud dengan negeri adalah bagian bumi yang ditempati oleh hewan, sekalipun di dalamnya tidak terdapat bangunan dan tempat tinggal." Dia juga berkata, "Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan 'yang melahirkan' ialah iblis, sedangkan 'yang ia lahirkan' ialah setan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran meminta perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- dari semua keburukan, karena tidak ada yang dapat melindungi hamba dari keburukan kecuali dengan berlindung kepada Allah Yang Mahasuci.

2) Hikmah Allah -Ta'ālā- dalam menciptakan sifat menyakiti pada sebagian makhluk adalah agar hamba melindungi diri darinya dengan berlindung kepada Penciptanya Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.

 175- BAB ANJURAN BAGI MUSAFIR AGAR BERSEGERA PULANG KE KELUARGANYA BILA TELAH SELESAI MENUNAIKAN HAJATNYA

1/984- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bepergian (safar) itu bagian dari siksaan yang menghalangi salah seorang kalian dari makanan, minuman, dan tidurnya. Jika salah seorang dari kalian telah menyelesaikan kepentingannya dalam safarnya, hendaklah ia menyegerakan pulang kepada keluarganya."(Muttafaq 'Alaih)

نَهْمَتُه (nahmatuhu): kepentingannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang muslim hendaknya tidak meninggalkan keluarganya dalam suatu perjalanan kecuali dalam tempo yang sesuai kebutuhan.

2) Seorang laki-laki yang menetap bersama keluarganya lebih utama daripada ia bepergian, lantaran ia harus mengurus, membimbing, dan mendidik mereka.

3) Kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya, yaitu manakala beliau berpesan kepada para wali dengan wasiat ini.

 176- BAB ANJURAN PULANG KE KELUARGA PADA SIANG HARI DAN MAKRUHNYA PULANG KETIKA MALAM TANPA KEPERLUAN

1/985- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang kalian telah pergi lama, maka janganlah ia pulang ke keluarganya di malam hari."

Dalam riwayat lain: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang seorang laki-laki pulang ke keluarganya pada malam hari. (Muttafaq 'Alaih)

2/986- Anas - raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pulang ke keluarganya pada malam hari, tetapi beliau pulang menemui mereka ketika pagi atau sore hari."(Muttafaq 'Alaih)

الطُّرُوْقٌ (aṭ-ṭurūq): datang pada malam hari dari safar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wasiat untuk para musafir ketika telah lama pergi agar tidak datang menemui keluarganya pada malam hari, kecuali dia telah memberitahukan mereka tentang waktu kepulangannya.

2) Hikmah dari larangan ini adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Agar wanita yang rambutnya kusut sempat bersisir serta wanita yang lama ditinggal bisa mencukur bulu kemaluan." (Muttafaq 'Alaih) Artinya, agar perempuan bisa berhias untuk suaminya sebagaimana kebiasaan mereka.

3) Memperhatikan adab-adab yang diajarkan Nabi akan mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan bagi orang beriman. Maka pelajarilah adab ini yang tentu akan menambah kemesraan pasutri serta memperkuat cinta mereka.

 177- BAB DOA MUSAFIR KETIKA TELAH PULANG DAN MELIHAT NEGERINYA

Dalam bab ini terdapat hadis Ibnu Umar yang telah disebutkan sebelumnya dalam Bab Bertakbir ketika Menaiki Bukit.

1/987- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pulang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, hingga ketika kami telah sampai di atas Madinah, beliau membaca,"Āyibūna tā`ibūna 'ābidūna li rabbinā ḥāmidūn (Kami kembali kepada Allah, kami bertobat, dan kami beribadah. Hanya kepada Allah kami memuji)."Beliau senantiasa mengucapkan itu hingga kami memasuki Madinah.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

بِظَهْرِ المَدِينَةِ: di tempat yang dari sana Madinah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bisa terlihat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan rasa syukur kepada Allah -Ta'ālā- dan memperbanyak zikir kepada-Nya ketika telah sampai ke negeri sendiri.

2) Seorang hamba wajib untuk mengikat hatinya dengan tobat dan kembali kepada Allah -Ta'ālā- selamanya.

 178- BAB ANJURAN BAGI ORANG YANG BARU PULANG DARI SAFAR AGAR TERLEBIH DAHULU KE MASJID TERDEKAT DAN MENGERJAKAN SALAT DUA RAKAAT

1/988- Ka'ab bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila baru pulang dari satu perjalanan, beliau terlebih dahulu ke masjid lalu melaksanakan salat dua rakaat di sana.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hubungan hamba dengan Rabb-nya serta segera bersyukur kepada Allah -Ta'ālā- ketika baru sampai dari perjalanan lebih didahulukan di atas hubungannya dengan makhluk.

2) Salat dua rakaat bagi orang yang baru datang dari perjalanan hukumnya sunah muakadah, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengerjakan dan menganjurkannya, sebagaimana sabda beliau kepada Jābir bin Abdullah Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-, "Apakah engkau telah masuk masjid dan mengerjakan salat?" Dia menjawab, "Belum." Beliau bersabda, "Masuklah ke masjid dan kerjakan salat dua rakaat."(HR. Bukhari)

 179- BAB KEHARAMAN PEREMPUAN MELAKUKAN SAFAR SEORANG DIRI

1/989- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk melakukan perjalanan sehari semalam kecuali bersama seorang mahramnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban adanya mahram dalam perjalanan perempuan tidak dibedakan antara perempuan muda dan tua, yang memiliki teman-teman perempuan ataupun tidak, bersama rombongan terpercaya maupun rombongan tidak terpercaya, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan hukum secara mutlak dalam sabda beliau, "Tidak halal bagi seorang perempuan."

2) Disyaratkannya mahram bukan untuk mempersulit perempuan, melainkan adalah bentuk pemuliaan syariat kepada perempuan serta usaha untuk menjaganya dari semua keburukan.

3) Setiap perjalanan yang dikenal sebagai safar (perjalanan jauh) dalam budaya masyarakat, maka tidak diperbolehkan bagi perempuan untuk melakukannya kecuali bersama seorang mahram.

2/990- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan safar kecuali bersama seorang mahram." Seorang laki-laki berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah! Istriku akan keluar berhaji sedangkan aku teah diwajibkan ikut serta dalam perang ini dan ini?" Beliau bersabda, "Pulanglah. Berhajilah bersama istrimu."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) (Laki-laki) haram berduaan dengan perempuan bukan mahram karena di dalamnya terkandung berbagai kerusakan terhadap laki-laki dan perempuan.

2) Keberadaan mahram hukumnya wajib dalam safar perempuan, bahkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih mendahulukan kewajiban adanya mahram bersama seorang perempuan dalam perjalanan haji yang wajib di atas kewajiban jihad di jalan Allah -Ta'ālā-.

3) Di antara bukti baiknya pemahaman agama seorang hamba ialah memperhatikan hak terpenting ketika hak-hak yang harus ia tunaikan saling tumpang-tindih.

 KITAB FADILAH

 180- BAB KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR`ĀN

Faedah:

Al-Qur`ān Al-Karīm adalah kalam Allah -Ta'ālā- yang diturunkan, membacanya adalah ibadah, Allah mengucapkannya secara hakiki dan diterima dari Allah oleh Jibril -'alaihiṣ ṣalātu wassalām-, kemudian dia turunkan ke dalam hati Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Al-Qur`ān memiliki keutamaan-keutamaan yang besar pada keseluruhan ayatnya serta keutamaan-keutamaan yang khusus pada ayat dan surah-surah tertentu. Hal ini mengharuskan orang beriman agar antusias setinggi-tingginya untuk membaca Kitābullāh, menadaburinya, dan mengamalkannya."Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadaburi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang berakal." (QS. Ṣād: 29)Al-Qur`ān adalah cahaya, ruh, dan sumber kehidupan bagi orang beriman serta petunjuk bagi mereka dalam berilmu dan beramal.1/991- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bacalah Al-Qur`ān, karena Al-Qur`ān itu akan datang pada hari Kiamat untuk memberi syafaat bagi orang-orang yang suka membacanya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengagungkan kabar gembira bagi orang beriman, yaitu Al-Qur`ān Al-Karīm akan datang pada hari Kiamat untuk memberi syafaat bagi orang yang membacanya karena mengharap pahala di sisi Allah.

2) Anjuran dan motivasi untuk membaca dan menadaburi Al-Qur`ān agar kita dapat memperoleh janji yang besar ini.

3) Membenarkan berita dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa Al-Qur`ān akan memberi syafaat pada hari Kiamat, dan kita tidak perlu bertanya lagi tentang caranya memberi syafaat,karena sabda Nabi -'alaihiṣṣalātu was sallām- adalah hak dan benar;"Hanyalah ucapan orang-orang mukmin, bila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, 'Kami mendengar dan kami taat.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nūr: 51)2/992- An-Nawwās bin Sam'ān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,"Pada hari kiamat, Al-Qur`ān akan didatangkan beserta para Ahli Al-Qur`ān, yaitu orang-orang yang mengamalkannya di dunia; Surah Al-Baqarah dan Āli 'Imrān datang di depannya, keduanya akan membela orang yang suka membacanya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

تَقْدُمُهُ (taqdumuhu): mendahuluinya, datang lebih awal.

تُحاجّان (tuḥājjāni), berasal dari kata "المُحَاجَّةُ" (al-muḥājjāh), artinya: menampakkan hujah serta membela sesuatu, yakni kedua surah itu akan membela orang yang selalu membaca dan mengamalkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan orang yang mengamalkan Al-Qur`ān, karena pahala dan keutamaan ini diperuntukkan bagi orang yang mengamalkan Al-Qur`ān di dunia.

2) Mengamalkan Al-Qur`ān tidak mungkin terwujud kecuali setelah mengetahui, memahami, dan menadaburinya, sehingga memahami makna Al-Qur`ān adalah sebuah keharusan; karena wajib hukumnya berilmu sebelum berucap dan beramal.

3) Keutamaan Surah Al-Baqarah dan Āli 'Imrān.

3/993- 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`ān dan mengajarkannya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Sebaik-baik manusia adalah yang menggabungkan dua sifat ini, yaitu orang yang mempelajari Al-Qur`ān dan mengajarkannya.

2) Mempelajari dan mengajarkan Al-Qur`ān mencakup mempelajari lafalnya dari sisi tilawah dan cara bacanya, juga mencakup mempelajari tafsirnya, yaitu mempelajari makna kalam Allah -Ta'ālā- sesuai tafsir yang benar.

3) Memberikan perhatian kepada Al-Qur`ān Al-Karīm adalah bukti kebaikan seorang mukmin, dan meratanya hal itu di tengah-tengah orang beriman adalah bukti kebaikan umat secara keseluruhan.

4/994- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang membaca Al-Qur`ān dan dia mahir membacanya, maka dia bersama para malaikat yang mulia nan berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur`ān dengan terbata-bata dan dia merasa kesulitan dalam membacanya, maka baginya dua pahala."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

مَاهِرٌ (māhir): dia lancar membacanya.

يَتَتَعْتَعُ (yatata'ta'u): mengejanya terbata-bata, huruf demi huruf.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan orang yang membaca Al-Qur`ān; yaitu dia tidak akan terhalangi dari pahala, baik dia mahir membaca Al-Qur`ān ataupun tidak mahir.

2) Pahala sesuai tingkat kesulitan amalan dan manfaatnya, ini berdasarkan maslahat yang didapat dari pahala membaca dan pahala sabar atas kesulitan itu.

3) Orang yang mahir membaca Al-Qur`ān akan bersama malaikat yang mulia, dan ini adalah keutamaan bagi orang yang membaca Al-Qur`ān dengan baik.

5/995- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaan mukmin yang membaca Al-Qur`ān seperti buah utrujjah (sejenis jeruk), aromanya harum dan rasanya enak. Perumpamaan mukmin yang tidak membaca Al-Qur`ān seperti buah kurma, tidak memiliki aroma tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur`ān seperti raiḥānah (sejenis kemangi), aromanya harum tapi rasanya pahit. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur`ān seperti hanẓalah (sejenis labu pahit), tidak memiliki aroma dan rasanya pahit."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang mukmin yang membaca Al-Qur`ān lebih afdal dari yang tidak membaca Al-Qur`ān. Orang yang pertama jiwanya baik dan hatinya baik, lalu kebaikannya untuk dirinya dan untuk orang lain yang mendapat manfaat darinya, sehingga permisalannya seperti buah yang memiliki aroma yang harum serta rasa yang enak. Sedangkan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur`ān, kebaikannya terbatas hanya pada dirinya, kebaikannya tidak mengalir kepada orang lain, sehingga permisalannya seperti buah kurma.

2) Orang munafik adalah orang yang buruk perbuatan dan hatinya; tidak ada kebaikannya, baik dia membaca Al-Qur`ān ataupun tidak, sehingga permisalannya seperti raiḥānah atau ḥanẓalah.

3) Membuat permisalan termasuk metode pengajaran yang tinggi dan bermanfaat.

6/996- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya dengan kitab ini (Al-Qur`ān), Allah mengangkat sebagian kaum dan merendahkan sebagian kaum yang lain."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran meraih pahala orang yang mengamalkan Al-Qur`ān, yaitu dengan membenarkan beritanya, melaksanakan perintahnya, meninggalkan larangannya, serta mengikuti dan mencukupkan diri dengan petunjuknya, karena Allah -Ta'ālā- akan mengangkat derajat para Ahli Al-Qur`ān di dunia dan akhirat.

2) Waspada terhadap hukuman orang yang membaca Al-Qur`ān karena ria dan sumah, serta demi menyombongkan diri terhadap hamba-hamba Allah -Ta'ālā-, sementara dia termasuk orang yang tidak mengikuti petunjuk Al-Qur`ān, tidak membenarkan beritanya, tidak mengamalkan hukumnya, dan tidak mencukupkan diri dengan petunjuknya; mereka itu akan direndahkan oleh Allah -Ta'ālā- serta diturunkan kedudukannya.

7/997- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,“Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali kepada ‎dua orang. Yaitu orang yang Allah anugerahi hafalan Al-Qur`ān, lalu dia ‎mengerjakan salat dengan membacanya di waktu-waktu siang dan malam, dan orang yang ‎Allah karuniakan padanya harta, lalu dia menginfakkannya di waktu-waktu siang dan malam.”‎(Muttafaq 'Alaih). الآناء (al-ānā`): waktu-waktu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk berlomba dan bersemangat pada sesuatu yang berguna di dunia dan akhirat, seperti membaca Al-Qur`ān di dalam salat atau menginfakkan harta di jalan Allah.

2) Mukmin yang tulus adalah yang membangun seluruh amal salehnya di atas petunjuk Al-Qur`ān Al-Karīm dan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Orang yang diberikan harta oleh Allah wajib menunaikan hak harta tersebut dan melaksanakan kewajibannya dengan menginfakkannya di jalan-jalan kebaikan.

8/998- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu ada seorang laki-laki yang membaca surah Al-Kahfi (pada malam hari), dan di dekatnya ada seekor kuda yang diikat dengan dua tali. Tiba-tiba sesuatu seperti awan menaunginya, awan itu terus mendekat sehingga kudanya itu lari menjauhi awan tersebut. Pada pagi harinya, dia datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda,"Itu adalah ketenangan yang turun karena Al-Qur'ān."(Muttafaq 'Alaih)

الشَّطَنُ (asy-syaṭan), dengan memfatahkan "syīn" dan "ṭā`", artinya: tali.

Kosa Kata Asing:

تغشّته (tagasysyathu): menaunginya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara keutamaan Al-Qur`ān adalah bahwa ketenangan akan turun ketika membacanya.

2) Menetapkan adanya karāmah sahabat ini, dan ini termasuk jenis karāmah-nya para wali Allah. Karāmah para wali benar-benar ada dan terbukti pada orang saleh dari kalangan umat ini. Setiap orang yang beriman dan bertakwa, maka dia adalah wali Allah -Ta'ālā-.

3) Peristiwa luar biasa yang terjadi pada orang-orang yang keluar dan membangkang dari syariat, seperti para pembohong, penyihir, dan pesulap, itu bukanlah karāmah, tetapi itu adalah penghinaan dan tipu daya setan pada mereka.

9/999- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Qur`ān) maka baginya satu pahala kebaikan, dan satu pahala kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa 'Alif lām mīm' itu satu huruf, akan tetapi, alif satu huruf, lām satu huruf, dan mīm satu huruf.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan pahala yang besar dalam membaca Al-Qur`ān Al-Karīm.

2) Menampakkan keutamaan umat ini, yaitu Allah mengistimewakan mereka dengan pahala yang besar pada amalan yang sedikit lagi ringan.

10/1000- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya orang yang tidak memiliki Al-Qur`ān sedikit pun dalam hatiya, dia laksana rumah yang rusak." (HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih") [34].

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan bahwa hati yang diasupi dan disinari dengan Al-Qur`ān Al-Karīm adalah laksana rumah yang terang dengan cahaya.

2) Peringatan dari tindakan meninggalkan Al-Qur`ān, supaya hati kita tidak menjadi seperti rumah yang rusak.

11/1001- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Akan dikatakan kepada orang yang biasa membaca Al-Qur`ān, 'Bacalah dan naiklah (di tingkatan surga); bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dengan tartil di dunia. Sesungguhnya tingkatanmu adalah di akhir ayat yang engkau baca."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

اِرْتَقِ (irtaqi): naiklah di tingkatan-tingkatan surga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tingginya kedudukan orang yang membaca Al-Qur`ān dan mengamalkannya di dalam surga, yaitu kedudukannya di dalam surga sesuai tingkat kesungguhannya serta bacaannya terhadap Al-Qur`ān di dunia.

2) Kedudukan surga bertingkat-tingkat sesuai amal perbuatan orang beriman dan kesungguhan mereka dalam ketaatan.

3) Keutamaan membaca Al-Qur`ān secara tartil dan dengan memperhatikan hak tilawahnya.

 181- BAB PERINTAH MENJAGA AL-QUR`ĀN DAN WASPADA DARI MEMBIARKANNYA TERLUPAKAN

1/1002- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Peliharalah Al-Qur'ān ini. Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh Al-Qur'ān itu lebih mudah lepasnya dibanding unta dari ikatannya."(Muttafaq 'Alaih)2/1003- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya perumpamaan orang yang menghafal Al-Qur`ān seperti unta yang diikat. Jika dia menjaganya, maka dia dapat menahannya. Tetapi jika dia melepaskannya, unta itu akan pergi."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تَعَاهَدُوا (ta'āhadū), bentuk perintah dari kata "al-mu'āhadah", yaitu pesan untuk menjaga sesuatu.

الإبل في عُقُلها أو الإبل المُعقَّلة: unta yang ditambat dengan iqāl, yaitu tali yang digunakan untuk mengikatkan unta. Sedangka tasydid pada kalimat "المُعَقَّلَةُ", untuk menunjukkan banyak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kuat pada setiap muslim untuk tidak melupakan ayat-ayat Al-Qur`ān Al-Karīm yang telah ia hafal, yaitu dengan cara mengulang-ulangi hafalannya dan terus-menerus menjaganya.

2) Al-Qur`ān Al-Karīm bila Anda tinggalkan, maka ia akan meninggalkan Anda, sehingga penghafal Al-Qur`ān harus selalu mengulang-ulang hafalannya.

3) Membuat permisalan ketika mengajar adalah cara yang sangat bagus dalam menjelaskan permasalahan.

Faedah Tambahan:

Dalam hadis ini terdapat pelajaran tentang anjuran untuk terus-menerus mengulang-ulangi dan mengingat ilmu yang berguna, khususnya Al-Qur`ān Al-Karīm. Karena walaupun Al-Qur`ān telah dimudahkan oleh Allah -Ta'ālā- untuk diingat, tetapi ia mudah hilang dari penghafalnya. Maka, apa dugaan Anda pada ilmu yang lain?!

Terus-meneruslah mengulang ilmu, karena menghidupkan ilmu adalah mengulangnya.

 182- BAB ANJURAN MEMBAGUSKAN SUARA BACAAN AL-QUR`ĀN SERTA MEMINTA ORANG YANG BAGUS SUARANYA UNTUK MEMBACA AL-QUR`ĀN DAN MENDENGARKAN BACAANNYA

1/1004- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Dia mendengarkan seorang nabi yang bersuara indah yang melagukan bacaan Al-Qur`an dengan suara jelas."(Muttafaq 'Alaih)

Makna "أَذِنَ الله": Allah mendengarkan, dan itu menunjukkan Dia rida dan menerimanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan membaguskan suara bacaan Al-Qur`ān karena Allah senang mendengarnya dari hamba.

2) Membaguskan suara mencakup:

- Membaguskan cara bacanya, yaitu memperjelas bacaan huruf, sifat dan makhrajnya.

- Memperindah suara bacaan Al-Qur`ān. Kedua hal ini adalah perkara yang diperintahkan dengan tanpa memaksakan diri dan melampaui batas.

3) Meneladani para nabi dalam hal memperbagus tajwid, memperindah suara, dan mengeraskan suara tatkala membaca Al-Qur`'ān.

2/1005- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya,"Sungguh engkau telah diberi satu seruling (suara indah) dari seruling-seruling (suara indah) keluarga Daud."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam salah satu riwayat Muslim disebutkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda padanya, "Sekiranya engkau melihatku saat aku mendengarkan bacaanmu tadi malam."

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sahabat yang mulia, Abu Musā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berdasarkan pujian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadanya bahwa Allah telah menganugerahinya suara yang bagus seperti suara Nabi Daud -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām-.

2) Anjuran untuk membaguskan suara bacaan Al-Qur`ān supaya orang yang mendengar kalam Allah menikmatinya dan merasa bahagia dengannya, karena hal ini akan lebih memikat hati untuk menyambut Al-Qur`ān dan menghayatinya, lagi pula suara yang bagus akan menambah keindahan Al-Qur`ān.

3) Boleh mengatakan "keluarga polan" dengan memaksudkan dia sendiri, karena sabda beliau: "Keluarga Daud" maksudnya adalah Nabi Daud sendiri.

3/1006- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku pernah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membaca Surah 'Wat-tīni Waz-zaitūn' dalam salat isya; aku belum pernah mendengar seorang pun yang lebih bagus suaranya dari beliau."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling bagus suara bacaan Al-Qur`ānnya serta yang paling bagus cara bacanya.

2) Disyariatkan sesekali untuk membaca surah-surah pendek ketika salat Isya, sekalipun Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling sering beliau lakukan adalah membaca semisal Surah 'Sabbiḥisma rabbikal-a'lā' dan 'Hal atāka ḥadīṡul-gāsyiyah'.

4/1007- Abu Lubābah Basyīr bin 'Abdil-Munżir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang tidak memperindah bacaan Al-Qur`ān, dia bukan termasuk golongan kami."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid). Makna "يَتَغَنَّ" (yataganna), yaitu ia membaguskan suara bacaan Al-Qur`ān.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperindah bacaan Al-Qur`ān termasuk tuntunan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan orang yang mendapat taufik adalah yang berusaha terus-menerus mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Siapa yang mencari petunjuk pada selain Al-Qur`ān, maka Allah -Ta'ālā- akan menyesatkannya. Ini termasuk di antara makna "man lam yataganna", yaitu siapa yang tidak mencukupkan diri dengan Al-Qur`ān dari yang lain.

Faedah Tambahan:

Imam Bukhari -raḥimahullāh- telah membuat bab di dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya, "Bāb Man lam Yataganna bil-Qur`ān wa Qaulihi Ta'ālā,Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`ān) yang dibacakan kepada mereka?'"(QS. Al-'Ankabūt: 51)Kemudian beliau menyebutkan hadis Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Dia mendengarkan nabi yang melagukan bacaan Al-Qur`an." Sufyān berkata, "Maksudnya ialah mencukupkan diri dengannya."Penjelasan Sufyān ini merupakan bagian dari fikih para salaf yang sangat indah dalam memahami nas, karena hati mereka telah dipenuhi rasa senang dengan wahyu yang diturunkan untuk kehidupan umat;"Dan orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka, bergembira dengan apa (kitab) yang diturunkan kepadamu (Muhammad)." (QS. Ar-Ra'd: 36)Mereka yakin bahwa wahyu -yaitu Al-Qur`ān dan Sunnah- telah mencukupi dan mencakupi seluruh maslahat. Lalu untuk apa kita menukar atau mencampur syariat yang diturunkan Allah dengan syariat pengganti berupa bidah, hawa nafsu, dan perkara-perkara yang diada-adakan?! Sungguh bagus apa yang disebutkan oleh Al-'Allāmah Ibnul-Qayyim dalam Kitab Nūniyyah beliau (Al-Kāfiyah Asy-Syāfiyah fil-Intiṣār lil-Firqah An-Nājiyah),

mereka menguras pikiran pada logika sepanjang waktu.

Tajamkan perhatianmu pada nas, sebagaimana

hindari hiasan mereka, orang-orang yang sangat buta.

Hiasilah pelupuk mata dengan dua wahyu,

akan mengobati penyakit kejahilan manusia.

Wahyu telah cukup bagi orang yang memperhatikannya,

5/1008- Ibnu Mas’ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepadaku, "Bacakanlah Al-Qur`ān kepadaku!” Maka kukatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah! Pantaskah aku membacakan Al-Qur`ān kepadamu sementara Al-Qur`ān itu diturunkan kepadamu?!" Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dari orang lain.” Maka aku pun membacakan kepada beliau Surah An-Nisā`. Hingga ketika aku telah sampai pada ayat ini,"Lalu bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), ketika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka?"(QS. An-Nisā`: 41),beliau berkata, "Cukup, sekarang." Lalu aku menoleh ke arah beliau, ternyata kedua matanya bercucuran air mata.(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keberkahan Al-Qur`ān, bahwa Al-Qur`ān berguna bagi orang yang membaca dan yang mendengarkannya.

2) Seseorang boleh meminta orang lain untuk membacakan Al-Qur`ān untuknya walaupun orang yang meminta lebih afdal secara ilmu dan kedudukan dari yang membaca.

3) Ada kalanya orang yang mendengar Al-Qur`ān lebih mudah menadaburinya daripada yang membaca; oleh karena itu dikatakan, "Pembaca adalah yang memerah, sedangkan pendengar adalah yang minum."

4) Di antara petunjuk Nabi ketika mendengarkan Al-Qur`ān ialah menghayatinya dan menangis karena takut kepada Allah -Ta'ālā-. Beginilah seharusnya keadaan orang beriman, yaitu hatinya merasa khusyuk dan matanya meneteskan air mata ketika mendengarkan Al-Qur`ān Al-Karīm.

Peringatan:

Termasuk Sunnah ketika hendak menghentikan bacaan Al-Qur`ān Al-Karīm supaya mengatakan kepada yang membaca, "Cukup." Sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-. Adapun perkataan banyak orang, "Ṣadaqallāhul-'aẓīm," maka ia menyelisihi Sunnah Nabi. Walaupun maknanya benar dan hak, karena memang Allah telah mengucapkannya secara benar, tetapi momen untuk ucapan tersebut bukan di setiap selesai membaca Al-Qur`ān. Sungguh, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 183- BAB ANJURAN PADA SURAH DAN AYAT-AYAT TERTENTU

1/1009- Abu Sa'īd Rāfi' bin Al-Mu'allā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Maukah engkau aku ajari surah yang paling agung dalam Al-Qur`ān sebelum engkau keluar dari masjid?"Lalu beliau memegang tanganku. Ketika kami hendak keluar, aku berkata, "Wahai Rasulullah! Bukankah engkau telah mengatakan, 'Sungguh aku akan mengajarimu surah yang paling agung dalam Al-Qur`ān?'" Beliau menjawab,"Yaitu 'Alḥamdulillāhi Rabbil-'Ālamīn' (Surah Al-Fātiḥah); ia adalah As-Sab'u Al-Maṡānī (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Al-Qur`ān Al-'Aẓīm yang telah diberikan kepadaku."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Surah Al-Fātiḥah adalah surah yang paling agung dalam Al-Qur`ān karena merupakan Ummul-Kitāb (induk Al-Qur`ān), karena semua makna Al-Qur`ān kembali ke surah ini.

2) Surah Al-Fātiḥah dinamakan juga dengan As-Sab'ul-Maṡānī (tujuh ayat yang diulang-ulang), karena jumlah ayatnya ada tujuh dan karena diulang-ulang di setiap rakaat salat.

3) Cara Rasululullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil hati sahabat-sahabatnya dengan memberikan mereka ilmu serta mengajarkan mereka dengan baik. Lihatlah bagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggandeng tangan sahabat ini lalu berjalan bersamanya menuju pintu masjid sambil memegang tangannya, semua itu akan memasukkan rasa keakraban dan kedekatan dalam hati.

2/1010- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda tentang Surah 'Qul Huwallāhu Aḥad', "Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sungguh ia setara dengan sepertiga Al-Qur`ān."

Dalam riwayat lain: bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada para sahabatnya, "Tidakkah kalian mampu membaca sepertiga Al-Qur`ān dalam satu malam?" Ternyata hal itu berat atas mereka. Mereka lantas berkata, "Wahai Rasulullah! Siapakah di antara kami yang mampu melakukannya?" Beliau bersabda, "Surah 'Qul Huwallāhu Aḥad Allāhu Aṣ-Ṣamad' sama dengan sepertiga Al-Qur`ān."(HR. Bukhari)3/1011- Juga dari Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa seorang laki-laki telah mendengar seseorang membaca Surah 'Qul Huwallāhu Aḥad' dengan mengulang-ulangnya. Keesokan harinya dia datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menceritakan hal itu kepada beliau, dan seakan-akan laki-laki itu menganggapnya sedikit. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sesungguhnya surah itu benar-benar setara dengan sepertiga Al-Qur`ān."(HR. Bukhari)4/1012- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda tentang Surah 'Qul Huwallāhu Aḥad', "Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sungguh ia setara dengan sepertiga Al-Qur`ān."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Surah 'Qul Huwallāhu Aḥad' adalah Surah Al-Ikhlāṣ; dinamakan demikian karena Allah -Ta'ālā- memurnikan surah ini untuk diri-Nya, yaitu Allah tidak menyebutkan di dalamnya kecuali nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Surah ini berisikan penauhidan Allah -Ta'ālā-, dan ini menunjukkan keagungan tauhid dalam agama kita.

2) Pengesaan Allah -Ta'ālā- adalah sepertiga Al-Qur`ān; karena ilmu yang dikandung Al-Qur`ān berkisar pada tiga macam ilmu: tauhid, hukum-hukum (fikih), dan balasan. Maka Surah Al-Ikhlās setara sepertiga Al-Qur`ān karena ia berisikan tauhid yang murni.

3) Penyetaraan yang disebutkan dalam hadis ialah dalam hal pahala dan ganjaran, bukan dalam hal penyukupan, sehingga Surah Al-Ikhlāṣ tidak dapat menyukupkan dari makna-makna Al-Qur`ān lainnya.

5/1013- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku menyukai surah ini, 'Qul huwallāhu aḥad'." Beliau bersabda, "Sungguh, mencintainya telah memasukkanmu ke dalam surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dalam Ṣaḥīḥ-nya secara mu'allaq.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mencintai surah yang mengandung tauhid adalah sebab masuk surga, karena tauhid adalah kunci pintu surga.

2) Amal saleh adalah sebab untuk masuk surga, dan amal saleh yang paling besar adalah merealisasikan tauhid dalam kehidupan hamba.

6/1014- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali tandingannya? Yaitu, 'Qul A'ūżu Birabbil-Falaq' dan 'Qul A'ūżu Birabbin-nās'."(HR. Muslim)7/1015- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berlindung dari jin dan tatapan (hasad) manusia, hingga turun Al-Mu'awwiżatān (Surah Al-Falaq dan An-Nās). Setelah keduanya turun, beliau berpegang pada keduanya dan meninggalkan (doa perlindungan) lainnya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Ruqyah dengan Al-Qur`ān secara umum, khususnya dengan surah-surah Al-Mu'awwiżāt adalah perlindungan bagi orang beriman dari penyakit 'ain serta gangguan manusia dan jin.

2) Keutamaan Al-Mu'awwiżatain (Surah Al-Falaq dan An-Nās), karena di dalamnya terkandung permohonan perlindungan yang utuh kepada Allah -Ta'ālā- serta pemutusan kebergantungan kepada sebab-sebab duniawi. Tidaklah seseorang berlindung dengan keduanya atas dasar iman dan pembenaran, kecuali Allah -'Azza wa Jalla- akan melindunginya.

3) Mencukupkan diri dengan Al-Qur`ān dan meninggalkan yang lain adalah prinsip hamba Allah -Ta'ālā- yang diberi taufik.

8/1016- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada sebuah surah dari Al-Qur`ān yang terdiri dari tiga puluh ayat, yang memberi syafaat kepada seseorang hingga dosa-dosanya diampuni, yaitu Tabārakallażī Biyadihil-Mulk (Al-Mulk)."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan"). Dalam riwayat Abu Daud disebutkan, "akan memberi syafaat."

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan Surah Al-Mulk karena akan memberi syafaat kepada orang yang senantiasa membacanya, sebagaima yang disebutkan oleh nas hadis.

2) Orang yang berpegang kepada Al-Qur`ān Al-Karīm dijanjikan syafaat dan ampunan dengan seizin Allah -Ta'ālā-.

Faedah Tambahan:

Jumlah ayat-ayat surah Al-Qur`ān telah diketahui sejak masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hingga masa kita sekarang, dan ini adalah bukti penjagaan Allah terhadap Al-Qur`ān Al-Karīm baik lafalnya maupun maknanya, sehingga mengklaim adanya penyelewengan pada Al-Qur`ān termasuk kekafiran yang mengeluarkan dari Islam.

9/1017- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah pada malam hari, niscaya kedua ayat itu telah mencukupinya."(Muttafaq 'Alaih)

Ada yang mengatakan, maksudnya adalah kedua ayat tersebut mencukupinya sebagai pelindung dari semua keburukan pada malam itu. Pendapat lainnya mengatakan, maksudnya adalah bahwa kedua ayat itu mencukupinya dari mengerjakan salat malam.

10/1018- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surah Al-Baqarah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan Surah Al-Baqarah dan dua ayat terakhirnya, karena ia akan menjaga orang yang membacanya dari seluruh keburukan.

2) Membaca Surah Al-Baqarah di dalam rumah adalah benteng dari setan sehingga ia tidak bisa masuk. Apakah kita telah mengetahui bagaimana kita membentengi rumah kita?!

3) Pesan supaya meramaikan rumah dengan Al-Qur`ān Al-Karīm agar rumah tidak menjadi seperti kuburan.

11/1019- Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai Abul-Munżir! Apakah engkau mengetahui manakah ayat yang paling agung dari Kitābullāh yang engkau hafal?" Aku menjawab, "Yaitu, Allāhu lā ilāha illā huwa al-ḥayyu al-qayyūm (Ayat Kursi)." Kemudian beliau menepuk dadaku dan bersabda, "Semoga ilmu dimudahkan bagimu, wahai Abul-Munżir."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَهْنَكَ (yahnaka): mudah bagimu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ayat Kursi adalah ayat yang paling agung dalam Kitab Allah -Ta'ālā- karena berisikan makna-makna yang agung berupa penauhidan Allah -Ta'ālā- serta menyebutkan nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi.

2) Ayat Kursi berisikan sepuluh kalimat yang mengandung sifat-sifat Allah -'Azza wa Jalla-, seluruhnya tentang pemurnian tauhid untuk Allah.

3) Mengetahui tauhid merupakan ilmu yang agung yang patut dibanggakan serta pemiliknya patut diberikan ucapan selamat.

12/1020- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menunjukku untuk menjaga zakat Ramadan. Tiba-tiba ada yang datang dan langsung mengambil makanan itu dengan kedua tangannya. Maka aku menangkapnya dan berkata, "Sungguh, aku akan membawamu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Ia menjawab, "Aku orang yang butuh dan aku memiliki tanggungan keluarga. Aku sedang sangat butuh." Sehingga aku melepaskannya. Ketika pagi hari, Rasulullah bertanya, "Wahai Abu Hurairah! Apa yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah! Ia mengeluhkan kebutuhan dan tanggungan keluarganya. Sehingga aku merasa iba padanya dan melepaskannya." Beliau berkata, "Ketahuilah, ia telah membohongimu, dan ia akan kembali." Aku pun yakin ia akan kembali berdasarkan perkataan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka aku menunggunya. Dan benar, dia datang lagi mengambil makanan itu. Aku berkata, "Sungguh, aku akan membawamu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Ia berkata, "Lepaskanlah aku. Sesungguhnya aku orang yang butuh dan aku memiliki tanggungan keluarga. Aku tidak akan kembali." Aku merasa iba padanya lalu melepaskannya. Ketika pagi hari, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepadaku, "Wahai Abu Hurairah! Apa yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah! Ia mengeluhkan kebutuhannya dan tanggungan keluarganya. Sehingga aku merasa iba padanya dan melepaskannya lagi." Beliau bersabda, "Sungguh, ia telah membohongimu, dan ia akan kembali." Aku pun menunggunya untuk ketiga kalinya. Benar, ia datang lagi mengambil makanan itu dengan kedua tangannya. Lalu aku menangkapnya dan berkata, "Sungguh, aku benar-benar akan membawamu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ini adalah yang ketiga kalinya engkau mengatakan tidak akan kembali. Tetapi kamu kembali lagi!" Ia berkata, "Lepaskanlah aku. Aku akan ajarkan kepadamu beberapa kata, dengannya Allah akan memberimu manfaat." Aku bertanya, "Apa kata-kata itu?" Ia berkata, "Bila engkau telah datang ke tempat tidurmu, maka bacalah Ayat Kursi. Maka akan senantiasa penjaga yang dikirim Allah untukmu, dan engkau tidak akan didekati oleh setan hingga pagi hari." Maka aku pun melepaskannya. Lalu ketika pagi hari, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepadaku, "Apa yang dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah! Ia mengaku akan mengajariku beberapa kata, dengannya Allah akan memberiku manfaat. Sehingga aku melepaskannya." Beliau bertanya, "Apa kata-kata itu?" Aku berkata, "Ia mengatakan, bila engkau telah datang ke tempat tidurmu, bacalah Ayat Kursi mulai dari awal hingga engkau menuntaskan ayat itu, yaitu Allāhu lā ilāha illā huwal-ḥayyul-qayyūm. Ia mengatakan, niscaya akan senantiasa penjagamu yang dikirim Allah, dan engkau tidak akan didekati oleh setan hingga pagi hari." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ketahuilah, sungguh ia telah berkata benar kepadamu, padahal ia itu pembohong. Tahukah engkau siapa lawan bicaramu sejak tiga malam ini, wahai Abu Hurairah?" Aku menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Ia itu adalah setan." (HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يَحْثُوْ (yaḥṡū): mengambil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Terus-menerus membaca Ayat Kursi setiap kali datang ke tempat tidur untuk tidur karena hal itu akan menjaga hamba dari semua keburukan.

2) Menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya, sekalipun orang yang menyampaikannya adalah orang yang ada dalam kebatilan, karena kebenaran memiliki cahaya sebagai alat untuk mengenalnya.

3) Pengetahuan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang apa yang terjadi pada sahabat ini padahal beliau tidak hadir bersamanya merupakan salah satu tanda benarnya kerasulan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan hal ini berdasarkan wahyu dari Allah -Ta'ālā-,"Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya."(QS. Al-Jinn: 26-27)

4) Setan kadang menjelma dalam rupa manusia, dan kadang menjelma dalam rupa anjing dan ular. Orang beriman yang membentengi diri dengan wirid-wirid yang diajarkan Nabi tidak akan dicelakakan sedikit pun oleh setan.

13/1021- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal Surah Al-Kahfi, niscaya Dia dilindungi dari Dajal." Dalam riwayat lain, " ... dari akhir Surah Al-Kahfi ..."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

Fitnah Dajal adalah fitnah paling besar yang ada di muka bumi sejak Allah menciptakan Adam -'alaihissalām- hingga hari kiamat.

2) Di antara sebab perlindungan dari fitnah Dajal ialah menghafal sepuluh ayat pertama atau sepuluh ayat terakhir dari Surah Al-Kahfi.

3) Besarnya kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya, beliau senantiasa membimbing mereka pada semua yang mendatangkan keselamatan bagi mereka dari berbagai fitnah, serta mengajarkan pada kita semua cara untuk melindungi diri dari fitnah Dajal, yaitu dengan kembali kepada Al-Qur`ān Al-Karīm.

14/1022- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ketika Jibril -'alaihis-salām- duduk di sisi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ia mendengar ada suara dari atasnya. Lantas Jibril mengangkat kepalanya lalu berkata, 'Ini adalah suara sebuah pintu langit yang dibuka hari ini, dan pintu itu sama sekali belum pernah dibuka sebelumnya kecuali hari ini.' Lalu turunlah satu malaikat dari pintu itu. Jibril berkata, 'Ini adalah malaikat yang turun ke bumi, sama sekali dia tidak pernah turun kecuali hari ini.' Malaikat itu mengucapkan salam lalu berkata, 'Bergembiralah (wahai Muhammad) dengan dua cahaya yang telah dikaruniakan kepadamu, yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu, (yaitu): Al-Fātiḥah dan penutup Surah Al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf pun dari ayat-ayat itu (yang berisi permohonan) melainkan engkau pasti diberikan apa yang engkau mohon.'"(HR. Muslim)

النَّقِيْضُ (an-naqīḍ): suara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keutamaan khusus Surah Al-Fātihah dan dua ayat penutup Surah Al-Baqarah yang dimulai dari firman Allah -Ta'ālā-:"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman ... "Hingga akhir surah.

2) Tidaklah seorang mukmin membaca dua ayat yang terakhir tersebut dengan penuh keyakinan, kecuali Allah -Ta'ālā- akan memberinya semua permintaan yang ada di dalamnya.

3) Keutamaan umat Islam, karena banyaknya keutamaan yang Allah berikan secara khusus kepada mereka dan kepada nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tanpa umat dan nabi-nabi yang lain.

 184- BAB ANJURAN BERKUMPUL UNTUK MEMBACA AL-QUR`ĀN

1/1023- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah -Ta'ālā-, di dalamnya mereka membaca Kitab Allah dan mempelajarinya dengan sesama mereka kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah -'Azza wa Jalla- akan menyebut-nyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan berkumpul untuk membaca Al-Qur`ān Al-Karīm karena akan melahirkan kautamaan-keutamaan yang besar, dan yang paling besar ialah Allah -Jalla wa 'Alā- akan memuji orang-orang yang berkumpul membaca Al-Qur`ān itu di hadapan para pemuka malaikat tertinggi.

2) Mempelajari Al-Qur`ān Al-Karīm mencakup mempelajari lafalnya dan mempelajari maknanya. Inilah jalannya para sahabat dan orang-orang saleh dari kalangan umat ini, yaitu bila mereka telah membaca sepuluh ayat, mereka tidak melewatinya hingga mereka mempelajari dan mengamalkan kandungannya, sehingga mereka mempelajari ilmu dan pengamalannya sekaligus.

3) Di antara nikmat Allah yang paling besar kepada hamba ialah Allah menurunkan ketenangan ke dalam hatinya, dengannya ia menjadi tenang dan tenteram, tidak gundah ataupun ragu, serta rida dengan ketetapan dan takdir Allah. Bila dia mendapatkan kebaikan maka dia bersyukur, dan bila dia ditimpa keburukan maka dia bersabar. Keadaan seperti ini tidak akan terwujud kecuali pada hamba yang benar keimanannya kepada Allah -Ta'ālā- dan termasuk di antara orang yang menauhidkan Allah secara tulus.

Peringatan:

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Di salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah" adalah untuk menunjukkan kemuliaan tempat tersebut, sehingga masjid adalah lokasi yang paling agung untuk mempelajari Al-Qur`ān Al-Karīm. Tetapi pahala dan keutamaan yang disebutkan dalam hadis tersebut juga mencakup tempat selain masjid. Seandainya ada sekelompok orang duduk di sebuah rumah, pesantren, atau sekolah untuk belajar Al-Qur`ān, maka pahala tersebut juga diberikan untuk mereka. Dalam sebuah riwayat yang sahih disebutkan secara mutlak (tanpa penyebutan: rumah Allah) untuk hadis ini dengan redaksi: "Tidaklah suatu kaum duduk berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- kecuali mereka akan dinaungi oleh malaikat, diselimuti oleh rahmat, ketenangan turun kepada mereka, dan Allah memuji mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya." (HR. Muslim)

 185- BAB KEUTAMAAN WUDU

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur."(QS. Al-Mā`idah: 6)

Pelajaran dari Ayat:

1) Wudu adalah nikmat dari Allah -Ta'ālā- kepada umat ini, karena wudu melahirkan kesucian lahiriah dengan terwujudnya kebersihan dan kesucian batin dengan melaksanakan perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Ayat ini berisikan tata cara wudu, mandi, serta hukum tayamum, dan ini semua tanpa memiliki kesulitan dan kesusahan, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lebih kasih sayang kepada kita daripada diri kita sendiri. Semua yang disyariatkan oleh Allah mengandung kebaikan dan kemaslahatan, dan semua yang Allah haramkan kepada kita di dalamnya terkandung keburukan dan kekurangan.

3) Seorang hamba wajib membalas nikmat dengan syukur, yaitu dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, melaksanakan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, dan membenarkan firman-Nya.

1/1024- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari Kiamat dalam keadaan wajah, tangan, dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudu.”Maka siapa di antara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya, hendaklah dia lakukan.(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

غُرًّا (gurran), bentuk jamak dari "الأَغَرُّ" (al-agarr), berasal dari kata "al-gurrah" yang memiliki artia warna putih di wajah.

مُحَجَّلينَ (muḥajjalīn): cahaya putih di bagian anggota wudu berupa tangan dan kaki.

Maksudnya, bahwa bagian-bagian anggota tubuh ini pada umat Islam akan diberikan cahaya yang bersinar terang pada hari Kiamat karena ia adalah bekas wudu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan wudu, yaitu wudu akan mendatangkan cahaya bagi orang beriman dari kalangan umat ini secara khusus pada hari Kiamat nanti.

2) Keutamaan umat Islam, karena Allah -Ta'ālā- telah mengistimewakan mereka dengan hal ini tanpa umat yang lain, sehingga disebutkan di sebagian riwayat hadis ini dalam Ṣaḥīḥ Muslim, "Kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh siapa pun selain kalian." Yakni tanda khusus.

3) Ketaatan akan menyisakan jejak dan cahaya di wajah, sebagaimana maksiat meninggalkan kegelapan di wajah. Oleh karena itu, orang beriman harus bersungguh-sungguh untuk memutihkan wajahnya dengan cahaya ketaatan, dan berhati-hati supaya tidak menghitamkannya dengan gelapnya kemaksiatan.

Peringatan:

Kalimat dalam hadis di atas: "Maka siapa di antara kalian yang bisa memanjangkan cahayanya, hendaklah dia lakukan"; disebutkan oleh ulama hadis bahwa kalimat ini tidak berasal dari ucapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, melainkan dari ucapan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu Abu Hurairah hendak memberikan motivasi untuk menambah cahaya di wajah serta tangan dan kaki. Namun, anjuran Abu Hurairah ini tidak memungkinkan untuk dipraktikkan, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh-,

Abu Hurairah menuturkannya dari pandangan pribadinya, lalu para ulamalah yang memilahnya,

Memanjangkan cahaya gurrah juga tidaklah mungkin, dan ini sangat jelas sekali.

2/1025- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku telah mendengar kekasihku -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perhiasan seorang mukmin akan sampai di tempat sampainya air wudu."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara keutamaan wudu adalah bahwa tempat-tempat anggota wudu akan diberikan perhiasan pada hari Kiamat sebagai perhiasan orang beriman di dalam surga, baik laki-laki ataupun perempuan.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; yaitu Allah -Ta'ālā- akan memberikan balasan kepada orang beriman dengan memberi mereka perhiasan emas, perak, dan permata di tempat-tempat anggota wudu, sebagai balasan karena mereka telah menjaganya di dunia.

3/1026- 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berwudu dan dia menyempurnakan wudunya, maka dosa-dosanya akan keluar dari tubuhnya hingga dosanya itu keluar dari bawah kukunya."(HR. Muslim)4/1027- Juga dari 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- berwudu seperti wuduku ini, kemudian beliau bersabda,“Siapa yang berwudu seperti ini, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Sedangkan salatnya dan langkahnya menuju masjid terhitung sebagai tambahan."(HR. Muslim)5/1028- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila seorang muslim atau mukmin berwudu, lalu membasuh wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya setiap dosa akibat pandangan kedua matanya bersamaan dengan air itu, atau bersama dengan tetesan air terakhir. Lalu jika dia membasuh kedua tangannya, akan keluarlah setiap dosa akibat perbuatan yang dilakukan kedua tangannya bersamaan dengan air itu, atau bersama dengan tetesan air yang terakhir. Lalu jika ia membasuh kedua kaki, akan keluarlah setiap dosa akibat langkah kedua kakinya bersamaan dengan air itu, atau bersama tetesan air terakhir. Sehingga ia keluar (dari wudu) dalam keadaan bersih dari dosa.”(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wudu merupakan salah satu ibadah yang agung karena dengannya dosa-dosa akan dihapuskan, bahkan dosa yang halus, yaitu yang ada di bawah kuku.

2) Ketika seorang mukmin menghadirkan niat ikhlas kepada Allah -Ta'ālā-, niat mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan niat pengampunan dosa saat berwudu, maka semua itu adalah ibadah yang mendatangkan pahala baginya. Maka orang yang berbahagia sebenarnya ialah yang diberikan taufik kepada perkara ini secara ilmu dan pengamalan.

3) Keutamaan umat ini; yaitu Allah memberikan mereka pahala yang besar pada amal perbuatan yang sederhana.

4) Usaha sahabat yang mulia ini -raḍiyallāhu 'anhu- untuk meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kegigihannya untuk menyampaikan petunjuk Nabi kepada umat Islam, dan ini bagian dari kemuliaan dan keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-. Semoga Allah merahmati hamba yang berjalan di atas petunjuk mereka.

5) Besarnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada umat Islam, yaitu Dia mensyariatkan untuk mereka ibadah-ibadah sederhana yang akan mendatangkan ampunan terhadap dosa-dosa yang besar. Semoga Allah -Ta'ālā- merahmati orang-orang beriman dengan mengampuni dosa mereka.

Faedah Tambahan:

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Sedangkan salatnya dan langkahnya menuju masjid terhitung sebagai tambahan";

Makna "an-nafl" secara bahasa, yaitu: tambahan. Sebagaimana Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud sebagai suatu (ibadah) tambahan bagimu."(نَافِلَة لَّكَ) artinya: sebagai (ibadah) tambahan bagimu.Makna hadis ini adalah sebagai tambahan atas pengampunan dosa. Karena dosa orang yang berwudu telah diampuni dengan wudu dan salatnya yang pertama, yaitu salat sunnah wudu, bagi orang yang berwudu dan mengerjakan salat sunnah wudu. Sehingga langkahnya menuju masjid serta salatnya adalah tambahan atas pengampunan dosa.6/1029- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke kubur kemudian membaca,"As-salāmu 'alaikum dāra qaumin mu`minīn, wa innā in syā`allāhu bikum lāḥiqūn (artinya: Semoga keselamatan untuk kalian wahai penghuni kuburan kaum mukminin, kami insya Allah akan menyusul kalian)." Kemudian beliau bersabda, "Sungguh, aku membayangkan seandainya kita telah melihat saudara-saudara kita."Mereka bertanya, "Bukankah kami saudaramu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,"Kalian adalah sahabatku. Sedangkan saudara kita adalah mereka yang belum datang sama sekali."Mereka bertanya, "Bagaimana engkau dapat mengenal orang-orang yang belum datang dari kalangan umatmu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,"Bagaimana menurut kalian, seandainya seseorang memiliki kuda yang putih di bagian muka dan keempat kakinya di tengah-tengah gerombolan kuda yang hitam polos, tidakkah dia mengenalnya?"Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda,"Sungguh, mereka akan datang dalam keadaan wajah, tangan, dan kaki mereka putih bercahaya karena wudu. Dan aku akan menunggu mereka di telaga."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ (gurr muḥajjalah): al-gurrah ialah warna putih di muka kuda, sedangkan at-taḥjīl ialah warna putih di kaki kuda.

دُهْم بُهْم (duhmun buhmun): ad-duhm, dengan mendamahkan "dāl" dan mensukunkan "hā`", artinya: yang hitam. Sedangkan al-buhm, dengan mendamahkan "bā`" dan mensukunkan "hā`", artinya: yang warnanya tidak bercampur dengan warna lain selain hitam.

فَرَطُهُمْ (faraṭuhum): yang mendahului mereka; al-faraṭ ialah yang mendahului sesuatu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berziarah kubur, karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat. Adapun larangan yang ada terhadap ziarah kubur, maka penyebabnya adalah bahwa dahulu orang-orang di awal Islam belum lama meninggalkan kesyirikan, sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- khawatir hati mereka masih bergantung kepada kubur, maka beliau pun melarang ziarah kubur. Kemudian setelah tauhid dan iman telah tertanam dalam hati mereka, beliau menganjurkan ziarah kubur dan membatalkan pelarangannya.

2) Disyariatkannya mengucapkan salam pada penghuni kubur dengan bacaan: "As-salāmu 'alaikum dāra qaumin mu`minīn (artinya: Semoga keselamatan untuk kalian wahai penghuni kuburan kaum mukminin)."

3) Para sahabat adalah saudara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sekaligus sahabat beliau, adapun orang beriman yang datang setelah mereka ialah saudara beliau, dan bukan sahabat beliau.

4) Pada hari Kiamat bekas wudu yang ada di muka dan kaki serta tangan menjadi tanda bagi umat Muhammad yang tercinta ini, dengan karunia dan kebaikan dari Allah.

5) Penghuni kubur didoakan dengan rahmat, bukan dimintai doa, karena mereka tidak memiliki sebuah manfaat maupun keburukan.

7/1030- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat?"Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda,"Menyempurnakan wudu dalam kondisi-kondisi yang tidak disukai, banyak langkah menuju masjid, dan menunggu salat berikutnya setelah mengerjakan salat, yang demikian itu ibarat berjaga dalam jihad melawan musuh."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam mengetahui pintu-pintu kebaikan dan mengamalkannya. Beginilah seharusnya keadaan seorang mukmin, yaitu dia bertanya tentang kunci kebaikan dengan tujuan agar dia masuk di dalamnya.

2) Wudu -pada situasi yang dibenci dan sulit yang tidak disengaja- adalah pintu penghapusan dosa, tetapi dengan syarat hal itu tidak menimbulkan adanya kemudaratan. Adapun jika disertai dengan timbulnya kemudaratan, maka dia tidak boleh melakukan wudu, tetapi cukup bertayamum.

3) Seorang hamba tidak diperintahkan, dan tidak juga disunahkan untuk mengerjakan sesuatu yang menyulitkan dan yang mencelakakannya. Bahkan, semakin mudah ibadah yang disyariatkan ia lakukan, maka itu lebih utama.

4) Keutamaan salat berjamaah di masjid sekalipun orang yang hendak melakukannya harus datang dari tempat yang jauh, bahkan pahalanya lebih besar, tetapi tidak boleh dia sengaja mengambil jarak yang jauh.

8/1031- Abu Mālik Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bersuci adalah setengah keimanan."(HR. Muslim)

Hadis ini telah dibawakan secara lengkap dalam Bab Sabar.

Juga dalam bab ini terdapat hadis 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- yang telah disebutkan di akhir Bab Harapan. Hadis itu adalah hadis yang agung dan mengandung sekian banyak kebaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersuci mencakup bersuci secara lahiriah dengan berwudu dan mandi, dan bersuci secara maknawi, yaitu bersuci dari kesyirikan, keraguan, hasad, dan dengki.

2) Setengah keimanan adalah menyucikan diri dengan penyucian yang bersifat lahir dan batin, yaitu dengan meninggalkan dan membersihkan diri dari kotoran dan keburukan serta dari berbagai macam kesyirikan, bidah, dan maksiat.

Sedangkan setengah sisanya adalah menghias diri dan menguatkannya dengan amalan-amalan mulia, seperti akhlak mulia dan amal saleh.

Faedah Tambahan:

Perkataan An-Nawawiy -raḥimahullāh-: "Juga dalam bab ini terdapat hadis 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- yang telah disebutkan di akhir Bab Harapan; hadis itu adalah hadis yang agung dan mengandung sekian banyak kebaikan."

Hadis ini telah disebutkan pada nomor 438. Dan yang menjadi objek dalil dari hadis tersebut dalam Bab Keutamaan Wudu ialah sabda beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Tidaklah salah seorang kalian menghadirkan air wudunya, lalu berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya, melainkan gugur dosa-dosa wajah, mulut dan hidungnya. Kemudian ketika dia membasuh wajahnya ... ."

9/1032- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,“Tidaklah seseorang di antara kalian berwudu lalu dia bersungguh-sungguh -atau lalu dia menyempurnakan wudunya- kemudian dia membaca, 'Asyhadu an lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, wa asyhadu anna Muḥammadan 'abduhu wa rasūluh', melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga, dia boleh masuk dari pintu mana saja yang dia mau.”(HR. Muslim)

Dalam riwayat Tirmizi terdapat tambahan doa: "Allāhumma ij'alnī minat-tawwābīn, wa-j'alnī minal-mutaṭahhirīn (artinya: Ya Allah! Jadikanlah aku ke dalam golongan orang yang bertobat, dan jadikan pula aku ke dalam golongan orang yang menyucikan diri)."

Pelajaran dari Hadis:

1) Wudu sesuai petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebab masuk surga.

2) Syahadat tauhid setelah berwudu mengandung penggabungan antara kesucian batin dengan tauhid dan menyempurnakan kesucian lahiriah dengan wudu.

3) Keutamaan menyempurnakan wudu, yaitu mengerjakan wudu secara sempurna tanpa ada yang dikurangi serta sesuai petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sebab itu, seorang mukmin harus bersungguh-sungguh untuk mempelajari petunjuk Nabi tentang wudu, sebagaimana dia bersungguh-sungguh dalam mempelajari petunjuk Nabi tentang salat.

 186- BAB KEUTAMAAN AZAN

1/1033- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sekiranya manusia mengetahui keutamaan azan dan saf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan berundi, niscaya mereka akan berundi untuk mendapatkannya. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan bersegera dalam memenuhi panggilan salat, niscaya mereka akan berlomba untuk mendatanginya. Dan sekiranya mereka mengetahui keutamaan salat Isya dan Subuh, niscaya mereka akan datang menunaikannya walaupun dengan merangkak."(Muttafaq 'Alaih)

الاسْتِهَامُ (al-istihām): berundi. "التَّهْجِيرُ" (at-tahjīr): bersegera memenuhi panggilan salat.

Kosa Kata Asing:

النِّدَاءُ (an-nidā`): azan.

العَتَمَةُ (al-'atamah): salat Isya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan azan; yaitu azan termasuk amal yang paling utama karena memiliki manfaat yang bersifat umum berupa pengagungan Allah -Ta'ālā- dengan tauhid dan mengajak manusia kepada ibadah yang paling agung.

2) Azan lebih utama dari menjadi imam. Para ulama telah menjelaskan alasannya, yaitu karena azan berisikan tauhid kepada Allah -Ta'ālā- dan syahadat kerasulan Rasulullah, dan hal ini menjelaskan kepada kita tentang agungnya ajakan kepada tauhid dan ittibā' (mengikuti Rasulullah).

3) Anjuran berlomba di antara kaum mukminin dalam ibadah dan ketaatan, sehingga orang beriman harus memanfaatkan kesempatan mengerjakan kebaikan dan ketaatan, di antaranya bersegera memenuhi panggilan azan.

2/1034- Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Muazin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari Kiamat."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Para muazin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari pembalasan, mereka dikenal dengan hal itu untuk mengenalkan keutamaan mereka serta menampakkan kemuliaan mereka.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan, yaitu kepala para muazin akan tinggi pada hari Kiamat karena mereka meninggikan pengesaan Allah -Ta'ālā- selama di dunia.

3/1035- Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Ṣa'ṣa'ah meriwayatkan bahwa Abu Sa'īd al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata kepadanya, "Sungguh aku melihatmu menyukai kambing dan daerah pedalaman. Jika engkau sedang menggembala kambingmu -atau berada di pedalaman- lalu engkau mengumandangkan azan untuk salat, maka keraskan suara azanmu. Sungguh, tidaklah jin, manusia, dan apa saja yang mendengar sejauh suara muazin melainkan pasti mereka menjadi saksi baginya pada hari Kiamat." Abu Sa'īd berkata, "Aku mendengarnya dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مَدَىٰ صَوْتِ المُؤَذِّنِ: sejauh suara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hewan-hewan, bahkan benda mati, akan menjadi saksi bagi para muazin pada hari Kiamat, dan ini bagian dari keutamaan dan kemuliaan azan.

2) Anjuran mengumandangkan azan ketika tiba waktu salat.

3) Anjuran meninggikan suara ketika azan, dan agar seorang muazin adalah orang yang memiliki suara keras.

4/1036- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila azan salat dikumandangkan, setan lari sambil terkentut-kentut hingga ia tidak mendengar azan. Apabila azan telah usai ia datang kembali, dan ketika ikamah dikumandangkan, ia lari. Ketika ikamah telah usai, ia datang kembali untuk membisikkan antara seseorang dan hatinya (mengusik pikirannya). Setan berkata, 'Ingatlah ini! Ingatlah itu!' Yaitu pada sesuatu yang dia tidak ingat sebelumnya, hingga seseorang menjadi tidak tahu sudah berapa rakaat dia mengerjakan salat."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يخْطِر (yakhṭiru): ia membisikkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan azan, yaitu dapat mengusir setan.

2) Kegigihan setan untuk memalingkan orang beriman dari kekhusyukan dalam ibadah, sehingga wajib atas seorang hamba untuk berjuang melawan setan serta memohon perlindungan dari bisikannya, yaitu dengan kembali kepada Allah -Ta'ālā- secara benar dan tulus.

5/1037- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika kalian mendengar muazin (mengumandangkan azan), maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan. Kemudian berselawatlah kepadaku, sesungguhnya siapa yang berselawat kepadaku satu kali, Allah akan membalas selawatnya itu sepuluh kali. Kemudian mintakanlah kepada Allah untukku al-waṣīlah, sesungguhnya al-waṣīlah itu kedudukan dalam surga yang tidak patut kecuali untuk salah satu hamba Allah, dan aku berharap akulah hamba itu. Siapa yang memintakan untukku al-waṣīlah, maka wajib baginya syafaatku."(HR. Muslim)6/1038- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika kalian mendengar azan maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muazin."(Muttafaq 'Alaih)7/1039- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ketika (selesai) mendengar azan membaca doa, 'Allāhumma rabba hāżihi ad-da'watit-tāmmah waṣ-ṣalātil-qā`imah, āti muḥammadan al-wasīlah wal-faḍīlah, wa-b'aṡhu maqāman maḥmudan al-lażī wa'adtahu (artinya: Ya Allah! Rabb pemilik seruan yang sempurna dan salat yang akan ditegakkan ini. Limpahkanlah kepada Muhammad al-waṣīlah dan keutamaan, dan bangkitkanlah dia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya),' niscaya dia mendapatkan syafaatku kelak di hari Kiamat."(HR. Bukhari)8/1040- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwasannya beliau bersabda,"Siapa yang mendengar muazin lalu mengucapkan, 'Asyhadu an lā ilāha illallāhu waḥdahū lā syarīka lah wa anna muḥammadan 'abduhū wa rasūluh, raḍītu billāhi rabban, wa bi muḥammadin rasūlan, wa bil-islāmi dīnan (artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Aku rida Allah sebagai Rabb-ku, Muhammad sebagai rasulku, dan Islam sebagai agamaku),' maka dosanya akan diampuni."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

Hadis-hadis ini berisikan sejumlah sunah dan adab dalam azan, yaitu:

1) Menjawab muazin; yaitu dengan mengulang apa yang diucapkan oleh muazin. Kecuali pada kalimat "Ḥayya 'alaṣ-ṣalāh" dan "Ḥayya 'alal-falāḥ" kita mengucapkan kalimat isti'ānah, "Lā ḥaula walā quwwata illā billāh", maksudnya kami bertekad untuk memenuhinya dengan memohon pertolongan kepada-Mu, ya Rabbi.

2) Anjuran membaca selawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- langsung setelah selesai azan.

3) Meminta al-waṣīlah untuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu kedudukan paling tinggi dalam surga, serta mendoakan beliau agar dibangkitkan oleh Allah pada kedudukan terpuji, karenanya beliau akan dipuji oleh makhluk seluruhnya, yaitu kedudukan syafaat pada hari Kiamat.

4) Memelihara sunah-sunah ini adalah sebab adanya pengampunan dosa dan sebab meraih syafaat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

9/1041- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Doa di antara azan dan ikamah tidak akan ditolak."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Memanfaatkan waktu-waktu yang utama ketika berdoa.

2) Menjelaskan adab berdoa, yaitu menghaturkan pujian-pujian kepada Allah serta mengucapkan selawat dan salam kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terlebih dahulu, karena yang demikian itu menjadikan doa lebih pantas untuk dikabulkan. Perhatikanlah, bagaimana orang yang mendengar azan dianjurkan untuk menjawab muazin. Ini adalah salah satu bentuk pujian kepada Allah -Tabāraka wa Ta'ālā-. Selanjutnya dia membaca selawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta memintakan untuk beliau al-waṣīlah. Maka, yang demikian itu lebih patut untuk dikabulkan doanya setelah azan.

Peringatan:

Manakala azan merupakan bentuk zikir kepada Allah -Ta'ālā- yang diriwayatkan dalam Sunnah Nabi, para ulama dalam mazhab-mazhab fikih seluruhnya telah memberikan perhatian pada penentuan lafal-lafalnya, dan mereka bersepakat bahwa azan berakhir pada ucapan muazin di bagian terakhir, yakni Lā ilāha illallāh.

Adapun apa yang disebutkan dalam hadis-hadis di atas berupa selawat kepada Rasulullah dan memohonkan al-wasīlah untuk beliau, itu adalah bagian dari sunah azan yang mengikutinya dan tidak boleh dibaca dengan suara keras sehingga menjadi sekan-akan bagian dari azan. Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang dikerjakan pada masa beliau, ialah muazin mengumandangkan azan kemudian dia dan juga orang yang mendengar membaca selawat kepada Rasululah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan suara sirr (pelan).Siapa yang mengerjakan cara yang berbeda dari itu, maka dia telah menyelisihi Sunnah Nabi serta keluar dari mazhab para imam. Maka, hendaklah para muazin waspada jangan sampai menyelisihi petunjuk Nabi, dan hendaklah mereka bersungguh-sungguh untuk menjalankan Sunnah, karena yang demikian itu adalah keberkahan dan kebaikan.

 187- BAB KEUTAMAAN SALAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar."(QS. Al-'Ankabūt: 45)

Pelajaran dari Ayat:

1) Salat yang mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah salat yang dikerjakan secara sempurna, baik sempurna secara batin maupun secara lahir, dan sesuai petunjuk tata cara salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu seorang hamba masuk mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, serta dia menunaikan semua rukun, syarat, wajib, dan sunah-sunahnya secara sempurna.

2) Perbuatan dosa dan mungkar adalah sebab yang menghalangi hamba dari salat; sebagaimana salat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka perbuatan keji dan mungkar juga mencegah dari mengerjakan salat serta dari merasa tenang dan senang kepadanya.

1/1042- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bagaimanakah menurut kalian, seandainya ada sebuah sungai di depan pintu rumah salah seorang kalian, dia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotoran tubuhnya walau sedikit?"Para sahabat menjawab, "Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya." Beliau bersabda,"Maka itulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa."(Muttafaq 'Alaih)2/1043- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaan salat lima waktu seperti sebuah sungai yang mengalir dan melimpah di depan pintu rumah salah seorang kalian, dia mandi di sungai itu lima kali sehari."(HR. Muslim)

الغُمْرُ (al-gumr), dengan memfatahkan "gain", artinya melimpah.

Kosa Kata Asing:

دَرَنِهِ (daranihi): kotorannya; ad-daran ialah kotoran dan daki.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dengan salat lima waktu Allah akan menghapus dosa, sehingga dengannya hamba menjadi suci dan bersih dari dosa.

2) Membuat permisalan ketika mengajar akan memberi kemudahan dalam memahami permasalahan.

3) Sesuai dengan tingkat penunaian hamba terhadap hak-hak salat serta melaksanakannya menurut cara yang benar dan disyariatkan, seperti itu juga yang akan dia dapatkan dari pengampunan dosa. Oleh karena itu, seorang mukmin harus bersungguh-sungguh mempelajari tata cara salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- supaya dia mendapatkan balasan penghapusan dosa.

3/1044- Ibnu Mas‘ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang mencium seorang wanita, lalu dia datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyampaikan hal itu. Maka Allah -Ta'ālā- pun menurunkan ayat:“Dan tegakkanlah salat di kedua ujung siang (pagi dan petang), dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan.”(QS. Hūd: 114)Laki-laki itu bertanya, "Apakah ini khusus untukku?" Beliau bersabda,"Untuk semua umatku, seluruhnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada umat Nabi Muhammad, yaitu Allah mensyariatkan untuk mereka kebaikan-kebaikan yang akan menghapus kesalahan dan menggugurkan dosa. Maka, hanya bagi Allah -Ta'ālā- segala pujian, pertama dan terakhir, yang lahir dan yang batin.

2) Kaidah utama di semua hukum syariat bahwa ia berlaku umum untuk semua umat, kecuali yang memiliki dalil pengkhususannya pada orang tertentu, seperti firman Allah -Ta'ālā-:"... sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin." (QS. Al-Aḥzāb: 50)Dan dalil-dalil yang semisalnya. Karena yang menjadi pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab.4/1045- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salat lima waktu dan salat Jumat ke salat Jumat berikutnya adalah penebus dosa yang ada di antaranya, selama dosa besar tidak dilanggar."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

تُغْشَ (tugsya): dikerjakan, dilanggar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dosa besar tidak akan digugurkan kecuali dengan tobat yang khusus, adapun dosa kecil maka ia bisa digugurkan dengan salat dan ketaatan-ketaatan semisalnya.

2) Menjunjung kedudukan salat Jumat dan salat berjamaah karena merupakan sebab adanya rahmat dan pengampunan dosa.

5/1046- 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim tatkala tiba waktu salat wajib lalu dia membaguskan (menyempurnakan) wudunya, khusyuknya, dan rukuknya, melainkan salat itu menjadi penghapus dosa-dosa sebelumnya selama dosa besar tidak dilanggar. Dan penghapusan itu berlaku sepanjang masa."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengerjakan wudu dan salat dengan baik ialah sebab besar untuk menggugurkan kesalahan dan dosa-dosa kecil.

2) Penyebutan khusyuk dalam hadis ini untuk mengingatkan urgensinya, karena khusyuk adalah ruh salat; Allah -Ta'ālā- berfirman"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya." (QS. Al-Mu`minūn: 1-2)

 188- BAB KEUTAMAAN SALAT SUBUH DAN ASAR

1/1047- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang melaksanakan salat al-bardain (Subuh dan Asar) niscaya dia masuk surga."(Muttafaq 'Alaih)

الْبَرْدَانِ (al-bardān): Subuh dan Asar.

2/1048- Abu Zuhair 'Umārah bin Ru`aibah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak akan masuk neraka seseorang yang mengerjakan salat sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelamnya." Yakni salat Subuh dan Asar.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjaga pelaksanaan salat Subuh dan Asar ialah sebab masuk surga serta selamat dari azab neraka; Allah -Ta'ālā- berfirman,"Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan."(QS. Āli 'Imrān: 185)2) Keutamaan khusus untuk salat Subuh, karena bacaan pada salat Subuh disaksikan oleh semua malaikat;"Sungguh, salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."(QS. Al-Isrā`: 78)3) Keutamaan salat Asar, yaitu ia disebutkan secara khusus. Ia merupakan salat Al-Wusṭā (pertengahan) yang disebutkan dalam firman Allah -Ta'ālā-:"Peliharalah semua salat dan salat Al-Wusṭā."(QS. Al-Baqarah: 238)3/1049- Jundub bin Sufyān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang melaksanakan salat Subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Maka perhatikanlah, wahai anak Adam, sedikit pun jangan sampai Allah menuntutmu dari jaminan-Nya.”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

ذِمَّةِ الله (żimmatillāh): jaminan Allah dan janji-Nya.

لا يَطلُبــنَّكَ اللهُ (lā yaṭlubannakallāhu): janganlah kalian ingkar; janganlah kalian melakukan suatu amalan, di antaranya meninggalkan salat Subuh berjemaah, sehingga Allah -Ta'ālā- menuntut kalian pada apa yang Dia percayakan kepada kalian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat Subuh sebagai kunci pembuka bagi salat siang, bahkan bagi amalan siang seluruhnya.

2) Keutamaan khusus untuk salat Subuh; yaitu siapa yang menunaikannya, maka dia berada dalam penjagaan dan perlindungan Allah -Ta'ālā-.

4/1050- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat (yang turun) di saat malam dan malaikat (yang turun) di saat siang saling bergantian dalam menjaga kalian. Mereka akan bertemu ketika salat Subuh dan salat Asar. Kemudian malaikat yang bermalam bersama kalian akan naik, lalu Allah bertanya kepada mereka, padahal Allah lebih tahu tentang mereka, 'Bagaimana keadaan hamba-Ku ketika kalian tinggalkan?' Mereka menjawab, 'Kami meninggalkan mereka sedang mengerjakan salat, dan kami mendatangi mereka sedang mengerjakan salat.'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَتَعَاقَبُوْنَ (yata'āqabūna): mereka bergantian, sebagian turun dan sebagian lain naik.

يَعْرُجُ (ya'ruju): naik.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemuliaan Allah -Ta'ālā- kepada kaum mukminin, yaitu Allah menyiapkan para malaikat yang bergiliran menjaga mereka di awal dan akhir siang, untuk memperlihatkan keutamaan hamba dan mengingatkan kemuliaan mereka.

2) Keutamaan salat Subuh dan Asar, karena keduanya telah diistimewakan sebagai momen pertemuan para malaikat.

Faedah Tambahan:

Dari hadis ini kita dapat mengetahui sebuah penentuan waktu yang penting, yaitu penjelasan tentang waktu zikir yang disyariatkan untuk dibaca ketika pagi dan sore. Maka waktu zikir pagi ialah setelah subuh hingga terbit matahari, dan waktu zikir sore ialah setelah asar hingga terbenam matahari.

5/1051- Jarīr bin Abdullah Al-Bajaliy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami sedang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memandang bulan di malam purnama kemudian bersabda,"Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian memandang bulan purnama ini. Kalian tidak akan saling berdesakan dalam memandang-Nya. Jika kalian mampu untuk tidak ketinggalan salat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah!"(Muttafaq 'Alaih). Dalam riwayat lain disebutkan, "Lalu beliau memandang bulan pada malam keempat belas."

Kosa Kata Asing:

لا تُضَامُونَ (lā tuḍāmmūna): kalian tidak akan ditimpa ḍaim, yaitu kesulitan dan kelelahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan bahwa orang-orang mukmin akan melihat Rabb mereka dengan mata telanjang di dalam surga, dan ini merupakan nikmat penduduk surga yang paling mulia dan paling agung.

2) Menjaga pelaksanaan salat Subuh dan Asar termasuk sebab mendapat taufik untuk melihat Allah -Ta'ālā- dalam surga.

3) Orang beriman akan membenarkan berita yang sahih dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak membantahnya dengan akal atau logikanya dengan mengatakan, "Bagaimana mungkin kita melihat Allah -Ta'ālā-?!"Ketundukan seperti ini adalah sikap orang beriman terhadap semua berita agama yang merupakan wahyu Allah.6/1052- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang meninggalkan salat Asar, maka batallah (pahala) amalnya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

حَبِطَ (ḥabiṭa): batal pahala amalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Agungnya kedudukan salat Asar, karena salat Asar menjadi alat ukur bagi diterima atau ditolaknya amal.

2) Siapa yang meninggalkan salat Asar maka pahalanya telah batal.

 189- BAB KEUTAMAAN BERJALAN KE MASJID

1/1053- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang pergi ke masjid pada waktu pagi atau sore hari, maka Allah menyediakan satu perjamuan untuknya di surga setiap kali ia pergi di pagi ataupun sore hari."(Muttafaq 'Alaih)2/1054- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berwudu di rumahnya kemudian berangkat menuju salah satu rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban kepada Allah, maka setiap langkah-langkahnya salah satunya menggugurkan satu kesalahan dan yang lain mengangkat satu derajat."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

غَدًا (gadā): pergi di pagi hari.

رَاحَ (rāḥa): pergi di sore hari setelah zuhur.

نُزُلًا (nuzulan): hidangan, jamuan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berjalan ke masjid ialah sebab penghapusan dosa dan pengangkatan derajat.

2) Anjuran untuk menjaga salat berjamaah demi meraih pahala besar yang diberikan untuk amal yang ringan.

3) Pahala yang sempurna seperti yang dijanjikan dalam hadis ini hanyalah untuk orang yang berwudu di rumahnya, dan ini adalah keutamaan berwudu di rumah kemudian pergi ke masjid.

3/1055- Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ada seorang laki-laki dari kaum Ansar, sepanjang pengetahuanku, tidak ada seorang pun yang lebih jauh tempat tinggalnya dari masjid dari dia. Namun, dia tidak pernah tertinggal salat berjamaah di masjid. Ada yang berkata kepadanya, 'Seandainya kamu membeli keledai untuk kamu kendarai ketika gelap dan di saat-saat panas.' Dia menjawab, 'Aku tidak mau rumahku dekat dengan masjid. Sesungguhnya aku menginginkan agar perjalananku menuju masjid dan perjalananku pulang ke keluargaku (rumahku), itu selalu dicatat.' Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah telah mengumpulkan semua catatan itu bagimu."(HR. Muslim)4/1056- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada tanah kosong di sekitar masjid, maka Bani Salimah ingin pindah ke dekat masjid. Berita itu sampai kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau berkata kepada mereka,"Telah sampai kepadaku berita bahwa kalian ingin pindah ke dekat masjid?"Mereka menjawab, "Benar, wahai Rasulullah! Kami menginginkan itu." Beliau bersabda,"Wahai Bani Salimah! Tetaplah di tempat tinggal kalian sekarang, karena langkah-langkah kalian dicatat. Tetaplah di tempat tinggal kalian sekarang, karena langkah-langkah kalian dicatat."Maka mereka berkata, "Kami tidak senang kalau seandainya kami telah pindah."(HR. Muslim; juga diriwayatkan oleh Bukhari dengan lafal yang semakna dengannya dari Anas)

Kosa Kata Asing:

لرَمْضَاءِ (ar-ramḍā`): sangat panas.

تُكْتبْ آثارُكُمْ (tuktabu āṡārukum): langkah dan perjalanan kalian dicatat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Datang ke masjid dengan berjalan kaki lebih afdal daripada dengan naik kendaraan; kecuali jika berjalan mengandung kesulitan, maka yang paling utama adalah yang paling mudah. Karena petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah: "Beliau tidak pernah diberikan pilihan antara dua perkara kecuali beliau mengambil yang paling mudah selama ia bukan dosa."(HR. Bukhari dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-)

2) Amal saleh akan dituliskan bagi hamba beserta apa yang menjadi konsekuensinya, dan ini termasuk kemurahan Allah -Ta'ālā- kepada hamba-hamba-Nya.

3) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk menghadiri salat berjemaah serta bertempat tinggal di sekitar masjid, dan ini berasal dari semangat mereka untuk bersegera kepada kebaikan dan pahala. Sepantasnya agar orang beriman meneladani mereka dalam hal berlomba-lomba kepada kebaikan dan ketaatan yang berpahala kekal.

5/1057- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya dalam salat ialah yang paling jauh langkahnya untuk datang, dan begitu seterusnya. Dan orang yang menunggu salat sampai dia melaksanakannya bersama imam, pahalanya lebih besar dari orang yang mengerjakan salat sendiri kemudian tidur."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Banyaknya atau besarnya pahala ibadah sesuai dengan kadar kesulitan yang masih dibolehkan dalam pokok ibadah.

2) Menunda salat Isya dan melaksanakannya bersama imam secara berjamaah pahalanya lebih besar.

6/1058- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Berilah kabar gembira kepada orang yang berjalan pada malam gelap gulita menuju masjid (untuk salat berjamaah), berupa cahaya yang sempurna pada hari Kiamat."(HR. Abu Daud dan Tirmizi)

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; siapa yang datang ke masjid ketika malam gelap, maka Allah akan memberinya cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.

2) Anjuran menggandeng penyebutan amal saleh dengan pahalanya supaya jiwa menjadi bersemangat kepada ketaatan dan orang-orang saleh termotivasi untuk mengamalkannya. Ini adalah wasiat bagi para pendidik dan pengajar, yaitu menyertakan penyebutan suatu amalan dengan keutamaannya.

7/1059- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat?"Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda,"Menyempurnakan wudu dalam kondisi-kondisi yang tidak disukai, banyak langkah menuju masjid, dan menunggu salat berikutnya setelah mengerjakan salat, yang demikian itu ibarat berjaga dalam jihad melawan musuh."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan menjaga salat berjamaah di masjid dengan berjalan kaki supaya dituliskan pahala berjalan ke masjid.

2) Konsisten dalam mengerjakan amal saleh yang disebutkan dalam agama termasuk jihad di atas kebaikan.

8/1060- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Apabila kalian melihat seseorang terbiasa datang ke masjid, maka saksikanlah bahwa dia beriman. Karena Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Sesungguhnya yang memakmurkan masjid hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir...'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [35].

Pelajaran dari Hadis:

1) Konsisten menghadiri salat berjamaah di masjid adalah bukti kebenaran dan ketulusan iman seorang hamba.

2) Kesaksian baik orang beriman terhadap seseorang adalah bukti kesalehan orang tersebut karena orang-orang beriman adalah saksi Allah -Ta'ālā- di bumi.

 190- BAB KEUTAMAAN MENUNGGU SALAT

1/1061- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salah seorang kalian akan tetap terhitung melakukan salat selama ia ditahan oleh salat, tidak ada yang menahannya pulang ke keluarganya kecuali salat."(Muttafaq 'Alaih)2/1062- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat senantiasa berdoa bagi salah seorang kalian selama dia tetap berada di tempat salatnya dan selama dia tidak berhadas. Malaikat berdoa, 'Ya Allah! Ampunilah dosanya. Ya Allah! Rahmatilah dirinya.'"(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مَا لَمْ يُحْدِثْ: maksudnya, selama dia tidak bermaksiat; yaitu selama dia tidak melakukan dosa. Atau maksudnya, selama tidak terjadi sesuatu yang membatalkan wudunya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan menunggu salat yang kedua setelah mengerjakan salat yang pertama, dan ini termasuk berjaga pada kebaikan, karena berjaga menunggu waktu ibadah adalah ibadah.

2) Berita gembira berupa doa malaikat yang memohonkan ampunan dan rahmat bagi orang yang mengerjakan salat lalu dia tetap duduk di tempat salatnya dalam keadaan berwudu. Ini termasuk rahmat Allah bagi orang-orang mukmin, karena Dia telah menugaskan para malaikat untuk mendoakan mereka.

Aduhai, betapa ruginya orang yang menghalangi dirinya dari pintu-pintu kebaikan dan menghilangkan kesempatannya untuk mendapatkan pahala!!

3/1063- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah suatu malam mengakhirkan salat Isya hingga pertengahan malam, kemudian beliau menghadap ke kami dengan wajahnya setelah selesai salat dan bersabda,"Orang-orang telah selesai salat dan tidur, sementara kalian senantiasa terhitung melakukan salat sejak kalian menunggu pelaksanaannya."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan mengakhirkan salat Isya selama tidak memberatkan para jemaah.

2) Memberi kabar gembira kepada orang beriman dengan keutamaan ketaatan mereka supaya mereka tetap bersemangat dan melanjutkannya.

3) Waktu salat Isya sampai pertengahan malam saja, sedangkan setelahnya hingga terbit fajar bukanlah waktu untuk salat fardu, tetapi waktu untuk qiamulail berupa salat sunah dan tahajud. Sehingga wajib atas semua orang untuk berhati-hati agar tidak mengakhirkan salat Isya hingga lewat pertengahan malam, sebagaimana yang banyak terjadi.

Faedah Tambahan:

Cara untuk mengetahui pertengahan malam ialah dengan menghitung jumlah jam sejak azan magrib bersama terbenamnya matahari hingga azan subuh bersama terbitnya fajar sidik, kemudian totalnya dibagi dua dan hasilnya ditambahkan ke waktu setelah magrib. Misalnya:

Jika azan magrib dikumandangkan pada jam 07.00 sore, sedangkan subuh pada jam 04.00 pagi, maka total jam antara keduanya ialah sembilan jam. Maka hasilnya, yaitu (9:2=4,5) empat setengah jam. Hasil ini ditambahkan ke jam 07.00 sore. Sehingga pertengahan malam adalah pada jam 11.30 malam.

Sehingga tidak harus di sepanjang tahun bahwa pertengahan malam itu selalu bertepatan dengan jam 12.00 malam, sebagaimana yang dipahami banyak orang.

 191- BAB KEUTAMAAN SALAT BERJAMAAH

1/1064- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada salat sendirian."(Muttafaq 'Alaih)2/1065- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salat seseorang dengan berjamaah akan dilipatgandakan (pahalanya) dari salatnya di rumah dan di pasarnya sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu, karena ketika dia berwudu dia menyempurnakan wudunya kemudian keluar menuju masjid, dia keluar rumah hanya untuk salat, tidaklah dia melangkah satu langkah pun kecuali diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan. Jika dia mengerjakan salat, malaikat pun terus-menerus mendoakannya selama dia berada di tempat salatnya dan selama dia tidak berhadas. Malaikat berdoa, 'Ya Allah, ampunilah dosanya. Ya Allah, rahmatilah dia.' Dia senantiasa terhitung dalam salat selama dia menunggu salat."(Muttafaq 'Alaih)Ini adalah redaksi Bukhari.

Kosa Kata Asing:

الفَذَُ (al-fażż): sendiri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat berjamaah termasuk ibadah yang paling utama karena di dalamnya terkandung berbagai macam keutamaan, di antaranya pelipatgandaan pahala yang besar atas salat sendiri.

2) Karunia Allah sangat luas dan rahmat-Nya sangat universal, Allah memberikannya kepada hamba-Nya yang beriman dengan cara yang paling mudah, dan Dia telah menyiapkan pahala yang besar pada amal yang kecil.

Faedah Tambahan:

Tidak ada kontradiksi antara kedua hadis di atas terkait pahala 27 kali lipat dan 25 kali lipat. Yang diambil adalah pahala yang lebih banyak karena di dalamnya terkandung tambahan keutamaan.

3/1066- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang laki-laki buta datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku tidak memiliki penuntun yang menuntunku pergi ke masjid." Maka dia meminta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk diberi keringanan mengerjakan salat di rumahnya. Beliau pun memberinya keringanan. Namun, ketika orang tersebut beranjak pergi, beliau memanggilnya kembali kemudian bertanya, "Apakah engkau mendengar seruan azan salat?" Dia menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Kalau begitu, penuhilah!"(HR. Muslim)

4/1067- Abdullah -dan dikatakan juga 'Amru- bin Qais yang terkenal dengan Ibnu Ummi Maktum, sang muazin -raḍiyallāhu 'anhu- berkata , "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya di Madinah ini banyak hewan berbisa dan hewan buasnya." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bukankah engkau mendengar seruan, 'Ḥayya 'alaṣ-ṣalāh, ḥayya 'alal-falāḥ?!' Maka penuhilah."

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan) Makna "حَيَّهَلا" (ḥayya-hala) ialah kemarilah, penuhilah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban salat berjamaah berdasarkan banyak dalil Al-Qur`ān dan hadis Nabi. Di antaranya bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mewajibkannya terhadap orang yang buta, lalu bagaimana atas orang yang bisa melihat?!

2) Yang menjadi ukuran wajibnya salat berjamaah di masjid ialah mendengar azan dengan suara asli yang normal, tanpa pengeras suara.

3) Yang menjadi ukuran salat berjamaah ialah melaksanakannya di masjid, yaitu tempat melaksanakan salat yang biasa. Tidak cukup berjamaah di rumah, karena nas-nas agama serta tujuan yang dipertimbangkan dalam Al-Qur`ān dan Sunnah menunjukkan kewajiban salat bersama jamaah di masjid, sebagai bentuk rahmat Allah kepada hamba-Nya dengan tujuan berlipatgandanya pahala dan terjalinnya keakraban hati dengan berkumpul bersama jemaah.

5/1068- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sungguh, aku telah berniat untuk memerintahkan pengumpulan kayu bakar, kemudian aku memerintahkan ikamah salat dikumandangkan, kemudian aku memerintahkan seseorang untuk menjadi imam bagi orang-orang, kemudian aku pergi ke rumah para laki-laki (yang tidak berjamaah di masjid) lalu aku membakar mereka bersama rumah-rumah mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أُخَالِفُ (ukhālifu): aku datang menemui mereka dari belakang, atau aku menyelisihi apa yang aku perlihatkan berupa penegakan salat lalu aku kembali kepada mereka dan menghukum mereka ketika mereka lalai, atau maknanya aku tidak ikut salat berjamaah untuk menghukum mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ancaman keras bagi orang yang meninggalkan salat berjamaah tanpa uzur karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak akan bertekad menjatuhkan hukuman berupa membakar rumah orang yang tidak ikut salat berjamaah, kecuali karena mereka meninggalkan perintah yang wajib.

2) Kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya; beliau selalu mengingatkan mereka agar tidak menyelisihi perintahnya dan menjelaskan kepada mereka ancaman yang diakibatkan oleh perbuatan maksiat kepadanya.

6/1069- Ibnu Mas'ud -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Siapa yang ingin bertemu dengan Allah -Ta'ālā- besok pada hari Kiamat dalam keadaan muslim hendaklah dia menjaga salat lima waktu di waktu dan tempat azan dikumandangkan untuknya. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan bagi Nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berbagai Sunnah, dan sesungguhnya salat ini termasuk Sunnah. Seandainya kalian sengaja mengerjakan salat di rumah kalian sebagaimana orang yang tidak berjamaah ini mengerjakannya di rumah, sungguh kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian, dan apabila kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, sungguh kalian telah tersesat. Sungguh, aku masih ingat masa kami -para sahabat- dahulu, tidak ada yang meninggalkan salat berjamaah kecuali orang munafik yang jelas kemunafikannya. Sungguh, seseorang biasa dibawa dengan dipapah antara dua orang hingga dia diberdirikan di saf."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain, dia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepada kami berbagai Sunnah petunjuk, dan di antara Sunnah itu ialah salat di masjid tempat dikumandangkan azan."

Kosa Kata Asing:

يُهادىٰ (yuhādā): dipapah, mereka membawanya berjalan sedikit demi sedikit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjaga salat berjamaah di tempat azan dikumandangkan, yaitu masjid, merupakan sebab adanya husnulkhatimah.

2) Semua yang sahih dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah petunjuk dan cahaya, sehingga wajib atas hamba yang beriman untuk tunduk kepada perintah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengikuti Sunnah beliau, karena di dalamnyalah seluruh petunjuk dan kebaikan.

3) Berpaling dari Sunnah Nabi merupakan sebab kesesatan dan penyimpangan.

4) Terus-menerus meninggalkan salat berjamaah adalah tanda orang munafik, sedangkan menghadiri salat berjamaah -walau disertai kesulitan- adalah tanda orang mukmin yang tulus. Lalu, Anda termasuk yang mana?!

7/1070- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah ada tiga orang di sebuah desa ataupun pedalaman, lalu salat berjamaah tidak ditegakkan di tengah-tengah mereka, kecuali mereka telah dikuasai oleh setan. Maka, hendaklah kalian berjamaah, karena sesungguhnya serigala itu memangsa kambing yang jauh dari kawannya."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

القَاصِيَةُ (al-qashiyah): yang jauh dan terpisah dari kelompoknya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perintah supaya berjamaah dan bersatu serta larangan berpecah belah dan berselisih, karena keluar dari jamaah ialah sebab kebinasaan.

2) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyerupakan orang yang keluar dari jemaah umat Islam dengan kambing yang terpisah dari penggembala dan kawanannya, sehingga serigala memangsanya. Maka pesan untuk seorang muslim agar dia memegang manhaj yang hak dan tidak keluar dari jalan Ahli Sunnah wal Jamaah.

3) Sesungguhnya setan hanya bisa menguasai orang-orang yang berpecah belah karena mengikuti hawa nafsu, dan ia tidak memiliki jalan untuk menguasai orang-orang yang berkumpul di atas petunjuk.

Faedah Tambahan:

Al-Ḥāfiz Ibnu Ḥajar Al-'Asqalāniy dalam "Fatḥul-Bārī Syarḥ Saḥīḥ Al-Bukhāriy" menyebutkan pembahasan urgen seputar faedah salat berjamaah dan rahasia pelipatgandaan pahala padanya. Berikut ini kami bawakan kepada Anda rangkuman pemaparan beliau tentang faedah salat berjamaah; beliau -raḥimahullāh- berkata, "Yang pertama, menyambut panggilan muazin, kemudian bersegera menyambut panggilan salat, berjalan menuju masjid dengan tenang, masuk masjid sambil berdoa, mengerjakan salat Tahiyat Masjid, menunggu salat berjamaah, adanya selawat dan permohonan ampunan oleh malaikat untuknya, kesaksian malaikat kepadanya, memenuhi panggilan ikamah, selamat dari setan ketika ia lari saat ikamah, berdiri menunggu takbīratul-iḥrām, mendapatkan takbīratul-iḥrām bersama imam, meluruskan saf dan mengisi yang kosong, menjawab ucapan 'sami'allāhu liman ḥamidahu',umumnya ia akan aman dari lupa, meraih kekhusyukan, membaguskan penampilan, diliputi oleh malaikat, berlatih membaguskan bacaan dan pembiasaan anggota badan, menampakkan syiar Islam, menaklukkan setan dengan berkumpul pada ibadah, selamat dari sifat kemunafikan, menjawab salam imam, mengambil manfaat dari perkumpulan mereka disertai adanya perpindahan keberkahan dari orang yang sempurna pada yang kurang, berjalannya sistem keakraban antara dua tetangga, dan saling menanyakan kabar ketika waktu salat. Inilah 25 faedah, dan masih tersisa dua faedah lain yang khusus pada salat jahriyyah, yaitu diam ketika imam membaca dan mengucapkan amin ketika imam membaca amin. Wallāhu a'lam."

 192- BAB MOTIVASI MENGHADIRI SALAT BERJAMAAH KETIKA SALAT SUBUH DAN ISYA

1/1071- 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengerjakan salat Isya secara berjamaah, maka seakan dia mengerjakan qiamulail setengah malam. Dan siapa yang mengerjakan salat Subuh secara berjamaah, maka seakan dia mengerjakan qiamulail satu malam seluruhnya."(HR. Muslim)Dalam riwayat Tirmizi dari 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu-, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menyaksikan salat Isya secara berjemaah, baginya pahala seperti qiamulail setengah malam. Dan siapa yang menyaksikan salat Isya dan Subuh secara berjamaah, baginya pahala seperti qiamulail satu malam."Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih."

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengkhususan penyebutan Subuh dan Isya karena di dalamnya terkandung pahala yang besar.

2) Tidak akan menjaga salat berjamaah dalam salat Subuh dan Isya kecuali orang beruntung yang ditolong oleh Allah -Ta'ālā- sehingga dia meraih pahala menyaksikannya.

2/1072- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seandainya mereka mengetahui keutamaan salat Isya dan Subuh berjamaah niscaya mereka akan menghadirinya walau dengan merangkak."(Muttafaq 'Alaih)Hadis ini telah disebutkan sebelumnya secara lengkap.3/1073- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada salat yang lebih berat atas orang munafik daripada salat Subuh dan Isya. Seandainya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan menghadirinya walau dengan merangkak."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

العَتَمَةُ (al-'atamah): salat Isya, dinamakan demikian karena dilakukan di kegelapan malam.

حَبْوًا (ḥabwan): merangkak, yaitu sebagaimana anak kecil merangkak di lantai.

Pelajaran dari Hadis:

1) Katidaktahuan hamba dengan pahala yang besar disertai lemahnya kemauan dalam beramal ialah sebab utama dalam melalaikan ketaatan dan ibadah.

2) Iman yang benar dalam hati hamba adalah pemacu untuk memikul kesulitan dalam beribadah, dan menjaga salat berjamaah dalam salat Subuh dan Isya adalah tanda iman yang benar dan tulus.

 193- BAB PERINTAH MENJAGA SALAT FARDU DAN LARANGAN KUAT SERTA ANCAMAN KERAS MENINGGALKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Peliharalah semua salat dan salat Al-Wusṭā."(QS. Al-Baqarah: 238)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka."(QS. At-Taubah: 5)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk menjaga salat serta perhatian khusus pada salat Asar yang merupakan salat Al-Wusṭā, sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menegakkan salat adalah bukti jujurnya tobat seorang hamba.

1/1074- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amalan apakah yang paling Allah -Ta'ālā- cintai?" Beliau menjawab, "Salat di awal waktunya." Aku bertanya, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengingatkan adanya perbedaan tingkat keutamaan di antara amalan agama, yaitu sebagian ibadah lebih afdal dari yang lain. Hamba yang paham adalah yang mengerjakan ibadah yang utama di waktunya yang tepat, karena masing-masing ibadah ketika dikerjakan sesuai dengan waktunya adalah ibadah yang lebih afdal.

2) Menetapkan sifat cinta bagi Allah -Ta'ālā-, yaitu Allah Yang Mahasuci mencintai amal saleh sebagaimana Dia mencintai orang yang beramal.

3) Salat di awal waktunya yang dianjurkan secara agama adalah lebih afdal. Sebagian salat ada yang diperintahkan agar disegerakan, seperti Subuh, Asar, dan Magrib. Sebagian lagi ada yang mengakhirkannya lebih afdal, seperti Zuhur ketika terik panas dan Isya secara kadang-kadang selama tidak memberatkan jemaah.

2/1075- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Islam dibangun di atas lima pondasi; syahadat 'Lā ilāha illallāh Muḥammad rasūlullāh', penegakan salat, pembayaran zakat, haji ke Baitullah, dan puasa di bulan Ramadan."(Muttafaq 'Alaih)3/1076- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan hal itu, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam. Sedangkan perhitungan amalan mereka terserah kepada Allah -Ta'ālā-."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Islam adalah bangunan yang kuat dan kukuh, sedangkan rukun-rukun Islam adalah tiang bangunan itu, dan indahnya keIslaman seorang hamba tergantung bagaimana ia menegakkan tiang-tiang tersebut.

2) Syahadat tauhid "Lā ilāha illallāh" berisikan keyakinan hati disertai pengikraran lisan bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah disertai melaksanakan apa yang menjadi konsekuensi dari syahadat (kesaksian) tersebut berupa amalan anggota badan serta mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Menegakkan salat dan menjaganya adalah pilar besar dalam bangunan agama Islam; siapa yang menegakkan salat maka dia telah menegakkan agamanya, dan siapa yang meninggalkan salat maka dia telah merobohkan agamanya.

4) Perintah memerangi orang yang meninggalkan salat hingga dia kembali memperbaiki salat dan hubungannya dengan Allah -Ta'ālā-.

4/1077- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku diutus oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ke Yaman seraya bersabda,"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka serulah mereka kepada syahadat bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam masalah ini, sampaikan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka lima kali salat setiap hari dan malam. Jika mereka telah menaatimu dalam masalah itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka menaatimu dalam masalah itu, maka janganlah mengambil harta-harta mereka yang bagus (sebagai zakat). Takutlah terhadap doa orang yang dizalimi karena tidak ada penghalang apa pun antara doanya dengan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

كَرَائِمَ أمْوَالِهمْ (karā`im amwālihim): harta mereka yang bagus.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban seorang dai yang berdakwah kepada Allah -Ta'ālā- adalah mengetahui keadaan orang yang didakwahi supaya dia bisa mendakwahi mereka secara benar.

2) Perkara pertama yang disampaikan kepada manusia adalah mengajak mereka untuk menauhidkan Allah -Ta'ālā-, karena tauhid adalah fondasi agama Islam.

3) Mengajak manusia untuk merealisasikan tauhid kepada Allah -Ta'ālā-, menegakkan salat fardu, dan memperingatkan agar tidak meninggalkannya termasuk tugas dai yang paling besar.

5/1078- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"(Pemisah) antara seseorang dan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan salat."(HR. Muslim)6/1079- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Perjanjian antara kita dan mereka adalah salat, siapa yang meninggalkannya berarti dia telah kafir.(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")7/1080- Abdullah bin Syaqīq, seorang tabiin yang disepakati kemuliannya -raḥimahullāh- berkata, "Dahulu, sahabat-sahabat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak melihat ada satu pun amalan yang meninggalkannya adalah kekufuran selain salat."(HR. Tirmizi dalam Kitāb Al-Īmān dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras agar tidak melalaikan salat karena meninggalkan salat termasuk perbuatan kufur. Bahkan sebagian ulama mengatakan, bahwa orang yang meninggalkan salat dengan sebab malas juga telah kafir dengan jenis kufur akbar yang mengeluarkan dari agama!

2) Pembeda antara orang muslim dan non muslim adalah perkara salat, yaitu salat adalah tanda yang membedakan antara orang beriman dan orang kafir.

3) Sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpendapat bahwa meninggalkan salat termasuk perbuatan kufur; maka adakah yang mengambil pelajaran?!

8/1081- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya amalan hamba yang paling pertama dihisab untuknya di hari Kiamat adalah salatnya. Jika salatnya bagus, maka dia telah beruntung dan sukses. Namun jika salatnya rusak, maka dia telah gagal dan rugi. Jika ada yang kurang dari salat fardunya, Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung berfirman, 'Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki salat sunah untuk menyempurnakan yang kurang dari salat fardunya?' Kemudian semua amalnya akan dihisab seperti ini."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

أَنجَحَ (anjaḥa): ia sukses dan meraih apa yang diinginkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat adalah amalan pertama yang akan dihisab pada hamba di hari Kiamat.

2) Bagusnya salat seorang hamba akan menjadi kemudahan hisab seluruh amalannya pada Hari Pembalasan nanti.

3) Salat sunah menjadi penyempurna salat fardu, sehingga orang yang diberi taufik adalah yang berusaha menjaga salat sunah untuk menyempurnakan kekurangan salat fardu dan untuk meraih cinta Allah -Ta'ālā-.

4) Di antara bentuk rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya ialah Allah mensyariatkan ibadah-ibadah sunah untuk melindungi dan menjunjung yang fardu serta menyempurnakan kekurangannya.

 194- BAB KEUTAMAAN SAF PERTAMA, PERINTAH MENYEMPURNAKAN SAF TERDEPAN, SERTA MELURUSKAN DAN MERAPATKANNYA

1/1082- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar menemui kami lalu beliau bersabda, "Tidakkah kalian bersaf sebagaimana para malaikat bersaf di hadapan Rabb mereka?" Kami menjawab, "Wahai Rasulullah! Bagaimana para malaikat bersaf di hadapan Rabb mereka?" Beliau bersabda, "Mereka menyempurnakan saf-saf yang terdepan dan saling merapatkan diri dalam saf."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah sangat menjaga kesempurnaan saf dan kerapatannya, serta menganjurkan para sahabat dan umatnya untuk melakukannya.

2) Anjuran agar orang beriman meneladani para malaikat Allah ketika bersaf dalam salat.

2/1083- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sekiranya manusia mengetahui keutamaan azan dan saf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan berundi, pastilah mereka akan berundi."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَستَهِمُوا (yastahimū): mereka membuat undian untuk menentukan siapa di antara mereka yang berhak menempati saf pertama.

Pelajaran dari Hadis:

1) Disyariatkannya undian dalam ibadah dan ketaatan ketika orang-orang yang bersegera padanya tidak kebagian semua, seperti undian untuk saf pertama.

2) Kejahilan adalah penyebab banyak orang berpaling dari berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal saleh.

3/1084- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik saf laki-laki adalah yang paling depan dan sejelek-jeleknya adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik saf wanita adalah yang paling belakang dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran agar saf laki-laki jauh di depan saf perempuan, semakin saf laki-laki lebih ke depan maka ia lebih afdal, dan sebaliknya semakin saf perempuan ke belakang maka ia lebih afdal.

2) Apabila perempuan berada di tempat khusus yang terpisah dari laki-laki, maka sebaik-baik saf mereka ialah yang paling depan, seperti laki-laki, karena pada saat itu tidak ada lagi kekhawatiran dari dekat dan campur baurnya saf wanita dengan saf laki-laki.

4/1085- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat sebagian sahabatnya mundur, maka beliau bersabda kepada mereka,"Majulah kalian dan ikutilah aku, kemudian hendaklah yang di belakang mengikuti kalian. Suatu kaum akan senantiasa mundur ke belakang hingga Allah membelakangkan mereka."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengikuti imam dan dekat darinya ketika salat.

2) Menunda amal saleh menyebabkan keterlambatan pahala dan rahmat Allah -Ta'ālā-.

3) Anjuran agar orang yang berilmu mengajarkan rekan-rekannya berbagai persoalan ilmu serta membimbing mereka jika mereka berbuat salah.

5/1086- Abu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selalu meluruskan pundak kami ketika salat dan bersabda,"Luruskanlah (saf) kalian dan jangan berselisih sehingga hati kalian ikut berselisih. Hendaknya yang berada di belakangku adalah orang yang dewasa dan berakal, lalu yang setelahnya, kemudian yang setelahnya."(HR. Muslim)6/1087- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Luruskanlah saf kalian, karena meluruskan saf termasuk kesempurnaan salat."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari yang lain disebutkan, "Karena meluruskan saf termasuk menegakkan salat."

Kosa Kata Asing:

لِيَلِنِيْ (li-yalinī): hendaklah berada langsung di belakangku.

الأَحْلَام وَالنُّهىٰ (al-aḥlām wa an-nuhā): akal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perhatian yang sempurna dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap kelurusan dan kerapatan saf dalam salat dengan ucapan dan perbuatan beliau.

2) Larangan berselisih (tidak lurus) dalam posisi berdiri dalam saf karena hal itu dapat menyebabkan perselisihan hati.

3) Anjuran agar yang berdiri di belakang imam adalah orang-orang dewasa dan berakal.

4) Meluruskan saf termasuk kebaikan penegakan salat, sehingga tujuan wasiat Nabi agar kita meluruskan saf sebagaimana yang diperintahkan adalah agar kita mendapatkan pahala sempurna, manfaat yang besar, serta agar meneladani sang Teladan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

7/1088- Juga dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Ikamah salat telah dikumandangkan lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghadap kepada kami dengan wajahnya seraya bersabda,"Luruskanlah saf kalian dan saling merapatlah. Sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku."(HR. Bukhari dengan redaksi ini dan Muslim dengan yang semakna)

Dalam riwayat Bukhari yang lain disebutkan, "Masing-masing kami menempelkan pundaknya dengan pundak yang lain serta kakinya dengan kaki yang lain."

Pelajaran dari Hadis:

1) Meluruskan saf dengan berdiri sejajar sehingga saf menjadi lurus adalah petunjuk Nabi yang sahih.

2) Di antara keistimewaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam salat adalah bahwa beliau dapat melihat manusia di belakang punggungnya. Adapun di luar salat, beliau sama dengan manusia lainnya.

8/1089- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah kalian meluruskan saf kalian, atau (jika tidak), Allah akan menjadikan kalian berselisih pada wajah-wajah kalian."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meluruskan saf kami sampai seakan beliau meluruskan anak panah, hingga beliau telah yakin bahwa kami telah memahami maksud beliau. Kemudian beliau keluar di suatu hari, lalu berdiri dan hampir bertakbir, ternyata beliau melihat seseorang dadanya maju, maka beliau bersabda, 'Wahai hamba-hamba Allah! Hendaklah kalian meluruskan saf kalian, atau (jika tidak), Allah akan menjadikan kalian berselisih pada wajah-wajah kalian.'"

Kosa Kata Asing:

القِدَاحَ (al-qidāḥ), bentuk jamak dari "قَدْحٌ" (qadḥ), yaitu anak panah setelah ditatah, diraut, dan diluruskan.

عَقَلْنَا عَنْهُ ('aqalnā 'anhu): kami paham maksud beliau.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak meluruskan saf merupakan sebab munculnya perselisihan dan permusuhan hati, dan ini adalah dalil bahwa perselisihan secara lahiriah akan mendatangkan perselisihan pada batin.

2) Perhatian imam terhadap kelurusan dan kerapatan saf adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau selalu menganjurkannya dengan ucapan dan perbuatan beliau.

9/1090- Al-Barā` bin 'Āzib -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa masuk ke tengah-tengah saf dari ujung ke ujung sambil meratakan dada dan pundak kami seraya bersabda,Janganlah kalian saling berselisih sehingga hati kalian ikut berselisih.' Beliau juga bersabda, 'Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat kepada saf-saf yang terdepan.'"(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Kosa Kata Asing:

يَتَخَلَّلُ (yatakhallalu): ia masuk di sela-selanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk meluruskan saf serta merapatkannya dengan ucapan dan perbuatan beliau.

2) Keutamaan saf-saf terdepan karena Allah -Ta'ālā- dan malaikat-Nya berselawat kepada mereka. Oleh karena itu, seorang hamba yang diberikan petunjuk oleh Allah untuk salat berjamaah harus gigih dalam bersegera mendatanginya supaya mendapat pahala yang besar ini.

10/1091- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Luruskanlah saf kalian, sejajarkanlah antara pundak, tutup semua celah, bersikap lembutlah pada tangan saudara kalian, dan jangan tinggalkan celah untuk setan. Siapa yang menyambung saf, Allah akan menyambungnya, dan siapa yang memutus saf, Allah akan memutusnya."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)11/1092- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Rapatkanlah saf kalian, dekatkanlah jarak antara saf, dan sejajarkanlah antara leher. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sesungguhnya aku melihat setan masuk dari sela-sela saf seperti kambing hitam yang kecil."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai syarat Muslim)

الحذَفُ (al-ḥażaf), dengan "ḥā`", dan "żāl" yang berharakat fatah, kemudian "fā`", yaitu: kambing hitam kecil yang terdapat di daerah Yaman.

Kosa Kata Asing:

حَاذُوْا (ḥāżū): perintah untuk sejajar.

الخَلَلُ (al-khalal): celah antara saf.

لِيْنُوْا (līnū), berasal dari kata al-luyūnah (kelembutan) dan as-suhūlah (kemudahan).

لا تَذَرُوا (lā tażarū): jangan tinggalkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Meluruskan dan menyambung saf ialah sebab adanya rahmat dan pertolongan Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, sedangkan memutus saf adalah sebab terputusnya rahmat-Nya.

2) Kegigihan setan untuk merusak salat seseorang serta mengganggunya, dan orang yang mendapat taufik adalah yang memutus semua jalan setan dengan melaksanakan petunjuk manusia terbaik -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

12/1093- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sempurnakanlah saf yang terdepan kemudian yang berikutnya. Kalaupun ada saf yang kurang, hendaklah di saf terbelakang."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berdiri di saf kedua sebelum saf pertama penuh adalah tindakan melalaikan petunjuk dan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Besarnya perhatian agama pada kesempurnaan saf salat karena hal itu mengandung pembinaan terjalinnya keakraban antara orang-orang beriman.

13/1094- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat kepada bagian kanan saf."(HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Muslim; di dalamnya terdapat perawi yang diperselisihkan derajat ṡiqah-nya). [36].

14/1095- Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Dahulu, apabila kami mengerjakan salat di belakang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kami senang berada di sebelah kanan beliau, karena beliau akan menghadap kami dengan wajahnya. Aku mendengar beliau membaca,Rabbi qinī 'ażābaka yauma tab'aṡu -atau: tajma'u- 'ibādaka (Ya Rabbi! Lindungilah aku dari azab-Mu pada hari Engkau membangkitkan -atau mengumpulkan- hamba-hamba-Mu.'"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kutamaan berdiri di bagian kanan saf supaya mendapat pahala selawat dari Allah dan para malaikat-Nya kepada orang yang ada di bagian kanan saf.

2) Fikih yang benar dalam permasalahan ini adalah kita tetap bersungguh-sungguh untuk mendapatkan bagian kanan saf tanpa memboikot saf bagian kiri, karena imam harus ada di bagian tengah.

15/1096- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jadikanlah imam berada di tengah-tengah kalian dan tutuplah semua celah dalam saf."(HR. Abu Daud) [37].

1) Tujuan penempatan imam di bagian tengah adalah agar bagian kanan dan kiri sama-sama dekat, ketika keduanya sama maka bagian kanan lebih afdal.

2) Di antara tindakan meluruskan saf dengan baik yaitu menutup celah dengan merapatkan kaki dan menyejajarkan bahu dan leher.

Peringatan:

1) Baris kedua dari hadis ini, "Tutuplah semua celah" adalah sahih, karena telah disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu Umar (no. 1091), yaitu: "Luruskanlah saf kalian, sejajarkan antara bahu, dan tutuplah semua celah." Adapun kalimat, "Jadikanlah imam berada di tengah-tengah kalian" adalah daif dan tidak sahih dari perkataan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Sebelumnya telah diingatkan tentang kedaifan hadis, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat kepada bagian kanan saf." Namun riwayat yang sahih adalah dengan redaksi, "... mereka berselawat kepada orang yang menyambung saf." (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, Abu Daud dalam Sunan-nya, dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubrā dari hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-)

 195- BAB KEUTAMAAN SALAT SUNAH RAWATIB, PENJELASAN JUMLAH MINIMAL DAN MAKSIMALNYA, SERTA YANG PERTENGAHAN ANTARA KEDUANYA

1/1097- Ummul-Mu`minīn Ummu Ḥabībah Ramlah binti Abu Sufyān -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba muslim mengerjakan salat sunah karena Allah -Ta'ālā- dalam sehari dua belas rakaat selain salat fardu, melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah dalam surga -atau: melainkan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga-."(HR. Muslim)2/1098- Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku pernah mengerjakan salat bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah salat Jumat, dua rakaat setelah salat Magrib, dan dua rakaat setelah salat Isya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat sunah termasuk keutamaan paling mulia, siapa yang menjaganya setiap hari maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah dalam surga.

2) Jumlah sunah rawatib berjumlah dua belas rakaat, yaitu salat-salat sunah yang pelaksanannya mengiringi salat fardu.

3) Rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang beriman yang mengerjakan salat, yaitu Allah membuka untuk mereka pintu-pintu kebaikan agar pahala mereka besar.

3/1099- Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Di antara setiap dua azan ada salat. Di antara setiap dua azan ada salat. Di antara setiap dua azan ada salat." Beliau tambahkan pada kali yang ketiga, "Bagi siapa yang mau."(Muttafaq 'Alaih)Yang dimaksud dengan dua azan ialah azan dan ikamah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat antara setiap azan dan ikamah tidak termasuk sunah rawatib muakadah, tetapi termasuk salat sunah mutlak.

2) Menjelaskan beragamnya salat sunah selain salat fardu, yaitu Allah telah mensyariatkan salat rawatib dan salat-salat sunah, dan seorang hamba dapat memilih sendiri di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sesuai dengan yang dia mampu, tetapi dia tidak boleh menambah-nambah lebih dari petunjuk yang disyariatkan.

 196- BAB PENEKANAN SALAT SUNAH DUA RAKAAT SEBELUM SUBUH

1/1100- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah meninggalkan salat sunah empat rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat sebelum Subuh.(HR. Bukhari)2/1101- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Tidak ada salat sunah yang lebih dijaga oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibandingkan dua rakaat (sebelum) Subuh."(Muttafaq 'Alaih)3/1102- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Salat dua rakaat sebelum Subuh lebih baik daripada dunia beserta isinya."(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, "Kedua rakaat itu lebih aku sukai dari dunia seluruhnya."

Kosa Kata Asing:

الغَدَاةُ (al-gadāh): subuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di dalam petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terkandung anjuran yang sangat ditekankan untuk menjaga salat sunah sebelum subuh, baik petunjuk berupa ucapan ataupun perbuatan beliau.

2) Orang yang diberi taufik di antara hamba Allah -Ta'ālā- adalah yang tekun menjaga salat sunah yang dikatakan oleh Nabi -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām-, "Lebih baik dari dunia beserta isinya." Sungguh, betapa banyak kebaikan yang disia-siakan oleh orang-orang yang malas?!

Faedah Tambahan:

Siapa yang luput dari mengerjakan salat dua rakaat sebelum Subuh pada waktunya, dia boleh mengkadanya setelah salat Subuh langsung atau setelah terbit matahari.

Yang demikian itu ditunjukkan oleh petunjuk Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmizi dari Qais bin 'Amr bin Sahl, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dan salat segera ditegakkan, dan aku pun salat Subuh bersama beliau. Kemudian beliau beranjak, dan ternyata beliau menemukanku sedang mengerjakan salat. Maka beliau bersabda, "Perlahan, wahai Qais! Apakah dua salat fardu bersamaan?" Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku belum mengerjakan dua rakaat sebelum Subuh." Beliau bersabda, "Kalau begitu, tidak apa-apa."

Tirmizi juga meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah bersabda, "Siapa yang belum mengerjakan salat dua rakaat sebelum Subuh hendaknya ia mengerjakannya setelah matahari terbit."

4/1103- Abu Abdillah Bilāl bin Rabāḥ -raḍiyallāhu 'anhu-, muazin Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meriwayatkan bahwa dia datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk memberi tahu beliau salat Subuh. Namun Aisyah menyibukkan Bilāl dengan sebuah urusan yang dia tanyakan kepadanya, sehingga waktu subuh sangat telat. Kemudian Bilāl bergegas dan memberi tahu beliau salat itu, dan dia mengulang pemberitahuannya. Namun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak langsung keluar. Ketika beliau keluar, beliau langsung salat bersama para sahabat. Lalu Bilāl mengabari beliau bahwa Aisyah telah menyibukkannya dengan sebuah urusan yang dia tanyakan kepadanya, sehingga subuh sangat telat, dan bahwa beliau terlambat keluar. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya aku tadi mengerjakan salat dua rakaat sebelum Subuh." Dia berkata, "Wahai Rasulullah! Tetapi engkau sangat telat." Beliau bersabda,"Sekiranya aku kesiangan dengan yang lebih telat dari sekarang, pasti aku akan tetap mengerjakan kedua rakaat tersebut, dan aku akan tetap melakukannya dengan sempurna dan membaguskannya."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Kosa Kata Asing:

لِيُؤذِنَهُ (li yu`żinahu): untuk memberi tahu beliau.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk tetap mengerjakan salat dua rakaat sebelum Subuh sekalipun waktunya sempit, karena ia sangat ditekankan serta Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat konsisten dalam mengerjakannya.

2) Petunjuk Nabi dalam sunah rawatib Subuh ialah meringankannya dengan tetap mengerjakannya dengan baik dan menyempurnakannya. Maka siapa yang disibukkan oleh suatu urusan dunia, maka janganlah dia terburu-buru dalam mengerjakan ibadah, tetapi dia memberikan setiap sesuatu apa yang menjadi haknya.

 197- BAB MERINGANKAN SALAT SUNAH DUA RAKAAT SEBELUM SUBUH SERTA MENJELASKAN APA YANG DIBACA DAN WAKTUNYA

1/1104- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan dua rakaat ringan antara azan dan ikamah salat Subuh.(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim lainnya: "Beliau mengerjakan dua rakaat sebelum Subuh ketika telah mendengar azan, beliau meringankannya sampai aku mengatakan dalam hati, apakah beliau membaca Surah Al-Fātiḥah pada keduanya?!"

Dalam riwayat Muslim yang lain: "Beliau mengerjakan dua rakaat sebelum Subuh ketika telah mendengar azan dan meringankannya."Dalam riwayat lain: "Ketika fajar telah terbit."2/1105- Ḥafṣah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila muazin telah mengumandangkan azan Subuh dan Subuh sudah tampak, beliau mengerjakan salat dua rakaat ringan."(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain: "Apabila fajar telah terbit, Rasululullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengerjakan salat kecuali dua rakaat ringan."

3/1106- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakan salat malam dua rakaat dua rakaat dan berwitir dengan satu rakaat di akhir malam dan salat dua rakaat sebelum salat Subuh seakan-akan suara azan masih di telinga beliau."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

"Seakan-akan suara azan masih di telinga beliau", maksudnya bahwa beliau menyegerakan dua rakaat sebelum Subuh seperti kecepatan orang yang mendengar ikamah salat karena khawatir kehilangan awal waktu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam salat sunah fajar yaitu beliau meringankannya disertai tetap menyempurnakannya dan tidak menguranginya.

2) Waktu salat sunah fajar ialah ketika telah diyakini masuknya awal waktu subuh.

3) Tidak ada yang disyariatkan setelah azan subuh kecuali salat rawatib dua rakaat, adapun mengerjakan salat sunah yang lainnya maka tidak disunahkan.

4/1107- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dalam salat dua rakaat sebelum Subuh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa membaca pada rakaat pertama, "Qūlū āmannā billāhi wamā unzila ilainā..." yaitu ayat yang ada dalam Surah Al-Baqarah, dan pada rakaat terakhir, "Āmannā billāhi wa-syhad bi`annā muslimūn..." (QS. Āli 'Imrān: 52)

Dalam riwayat lain: Pada rakaat terakhir membaca ayat yang ada dalam Surah Āli 'Imrān, "Ta'ālaw ilā kalimatin sawā`in bainanā wa bainakum..." (QS. Āli 'Imrān: 64)(HR. Muslim)5/1108- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa pada salat dua rakaat sebelum Subuh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membaca Surah 'Qul Yā Ayyuhal-Kāfirūn' dan 'Qul-Huwallāhu Aḥad'.(HR. Muslim)6/1109- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku memperhatikan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selama satu bulan; pada salat dua rakaat sebelum Subuh beliau membaca Surah 'Qul Yā Ayyuhal-Kāfirūn' dan 'Qul Huwallāhu Aḥad'."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Keragaman bacaan ayat yang disebutkan dalam Sunnah mengandung banyak hikmah, di antaranya: memberi kemudahan bagi manusia, kehadiran hati dalam ibadah, dan meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara utuh, dan orang yang mengikuti Sunnah akan mengerjakan semua yang datang darinya.

2) Memelihara semua petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam bacaan salat sunah fajar adalah yang paling afdal, karena kesempurnaan mengikuti Sunnah adalah dengan cara mengerjakannya dengan semua tata caranya.

3) Ayat-ayat yang dibaca dalam salat sunah fajar mengandung penjelasan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya serta merasa bangga dengan tauhid dan loyalitas kepada orang-orang beriman yang bertauhid. Hal ini menerangkan urgensi tauhid dalam kehidupan hamba yang lembaran hari-harinya diawali dengannya.

 198- BAB ANJURAN BERBARING DI ATAS SISI KANAN SETELAH SALAT SUNAH FAJAR DAN MOTIVASI MELAKUKANNYA BAIK DI MALAM HARINYA DIA MENGERJAKAN SALAT TAHAJUD MAUPUN TIDAK

1/1110- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengerjakan salat sunah fajar, beliau berbaring di atas sisi kanannya."(HR. Bukhari)2/1111- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakan salat di antara selepas salat Isya sampai waktu subuh sebanyak sebelas rakaat dengan bersalam setelah tiap dua rakaat dan berwitir dengan satu rakaat. Apabila muazin telah selesai dari mengumandangkan azan salat Subuh dan fajar telah jelas bagi beliau serta muazin telah datang memberitahukan beliau, beliau bangun lalu mengerjakan salat dua rakaat ringan. Setelah itu beliau berbaring di atas sisi kanannya seperti ini, sampai muazin datang kepada beliau untuk memberitahukan ikamah."(HR. Muslim)

Perkataan Aisyah, "يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ", seperti ini redaksinya dalam riwayat Muslim. Maknanya ialah ia bersalam setelah tiap dua rakaat.

3/1112- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apabila salah seorang kalian telah selesai mengerjakan salat sunah fajar, hendaklah dia berbaring di atas sisi kanannya."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi dengan sanad-sanad sahih; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berbaring ringan setelah mengerjakan salat sunah fajar di atas sisi kanan, sebagaimana hal ini telah diriwayatkan secara sahih dalam perbuatan dan ucapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Salat malam dikerjakan dua rakaat dua rakaat, yaitu dikerjakan masing-masing dua rakaat dengan satu kali salam.

3) Qiamulail merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ia adalah sebab kemuliaan seorang mukmin di dunia dan cahaya baginya di akhirat.

 199- BAB SALAT SUNAH ZUHUR

1/1113- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- mengatakan, "Aku pernah mengerjakan salat bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat sesudahnya." (Muttafaq 'Alaih)

2/1114- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah meninggalkan salat sunah empat rakaat sebelum Zuhur.(HR. Bukhari)3/1115- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan salat sebelum Zuhur sebanyak empat rakaat di rumahku, kemudian beliau keluar lalu bersalat mengimami para sahabat, kemudian beliau pulang lalu mengerjakan salat dua rakaat. Setelah itu beliau mengimami para sahabat salat Magrib, kemudian beliau pulang lalu mengerjakan salat dua rakaat. Kemudian beliau mengimami para sahabat salat Isya lalu beliau pulang ke rumahku dan mengerjakan salat dua rakaat."(HR. Muslim)

4/1116- Ummu Ḥabībah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang menjaga empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat setelahnya, Allah mengharamkan dirinya atas neraka."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat sunah sebelum Zuhur ialah dua rakaat atau empat rakaat, sedangkan setelahnya dua rakaat.

2) Pahala yang besar bagi siapa yang menjaga empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat setelahnya.

Peringatan:

Menunaikan salat sunah di rumah adalah yang disyariatkan dari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, walaupun sebagian orang mengira bahwa mengerjakannya di masjid lebih utama karena adanya keutamaan tempat (masjid). Namun mengikuti Sunnah dan berpegang teguh dengan jalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang paling tepat dan paling utama; "Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)

5/1117- Abdullah bin As-Sā`ib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan salat empat rakaat setelah matahari tergelincir sebelum salat Zuhur, dan beliau bersabda,"Sesungguhnya ia adalah waktu dibukanya pintu-pintu langit, sehingga aku senang bila dinaikkan untukku pada waktu itu sebuah amal saleh."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk mengerjakan salat sunah setelah matahari tergelincir karena waktu itu adalah waktu mustajab, yaitu pintu-pintu langit dibukakan untuknya.

2) Kegigihan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap waktu-waktu mulia dan memanfaatkannya dengan amal saleh.

3) Orang yang diberi taufik di antara hamba Allah adalah yang memanfaatkan kesempatan baik dan waktu terkabulnya doa lalu mempersembahkan untuk dirinya sebuah amal saleh.

6/1118- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila tidak sempat mengerjakan salat empat rakaat sebelum Zuhur, beliau mengerjakannya setelahnya.

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Disyariatkannya mengkada salat sunah yang luput dia kerjakan pada waktunya, sementara dia telah terbiasa menjaganya.

2) Salah satu contoh yang menunjukkan bahwa apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengerjakan sebuah amal, maka beliau merutinkannya.

Peringatan:

Waktu mengkada salat sunah sebelum Zuhur bagi orang yang luput mengerjakannya ialah setelah salat sunah bakda Zuhur, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-: "Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terluputkan empat rakaat sebelum Zuhur, beliau mengerjakannya setelah salat sunah dua rakaat bakda Zuhur." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya: 1158)

 200- BAB SALAT SUNAH ASAR

1/1119- Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan salat sebelum Asar empat rakaat yang dipisahkan dengan memberi salam kepada para malaikat yang didekatkan dan yang mengikuti mereka dari kalangan muslimin dan mukminin (tasyahud)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")2/1120- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Semoga Allah merahmati seseorang yang melaksanakan salat empat rakaat sebelum Asar."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")3/1121- Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan salat dua rakaat sebelum Asar.(HR. Abu Daud dengan sanad sahih) [38].

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam salat sunah Asar. Salat ini hukumnya sunah dan tidak termasuk rawatib seperti salat lainnya.

2) Salat empat rakaat sebelum Asar adalah sebab untuk meraih rahmat Allah -Tabāraka wa Ta'ālā-.

3) Memisahkan antara keempat rakaat tersebut dengan tasyahud tanpa salam adalah petunjuk Nabi yang disyariatkan.

Peringatan:

Yang sahih dalam Sunnah Nabi tentang salat sunah sebelum Asar ialah sebanyak empat rakaat. Sedangkan hadis Ali -raḍiyallāhu 'anhu- yang terakhir bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan salat dua rakaat sebelum Asar adalah daif karena menyelisihi hadis-hadis yang sahih.

 201- BAB SALAT SUNAH SEBELUM DAN SESUDAH MAGRIB

Telah disebutkan dalam bab-bab sebelumnya hadis Ibnu Umar dan hadis Aisyah, keduanya adalah hadis sahih yang menyebutkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengerjakan salat dua rakaat sebelum Magrib.

1/1122- Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Lakukanlah salat itu sebelum Magrib." Beliau menambahkan pada kali ketiga, "Bagi siapa yang mau."(HR. Bukhari)2/1123- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sungguh aku telah melihat para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang senior berebut menuju tiang masjid (untuk mengerjakan salat sunah) ketika Magrib."(HR. Bukhari)3/1124- Juga dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Dahulu pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kami biasa mengerjakan salat dua rakaat setelah matahari tenggelam sebelum salat Magrib." Dia ditanya, "Apakah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakannya?" Anas menjawab, "Beliau biasa melihat kami mengerjakannya, maka beliau tidak memerintahkan kami dan tidak juga melarang."(HR. Muslim)4/1125- Masih dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Dahulu kami di Madinah, apabila muazin mengumandangkan azan untuk salat Magrib, mereka berebutan menuju tiang masjid untuk melaksanakan salat dua rakaat. Sampai-sampai, orang yang asing ketika masuk masjid, maka dia menyangka bahwa salat Magrib telah selesai dikerjakan karena banyaknya orang yang mengerjakan dua rakaat tersebut."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَبْتَدِرُون السَّوَاريَ: mereka berebutan menuju tiang masjid untuk dijadikan sebagai sutrah (pembatas) salat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap salat sunah Magrib.

2) Salat sunah sebelum Magrib hukumnya sunah, tetapi tidak ditekankan seperti salat sunah setelahnya.

 202- BAB SALAT SUNAH SEBELUM DAN SESUDAH ISYA

Dalam bab ini terdapat hadis Ibnu Umar yang telah disebutkan sebelumnya, "Aku pernah mengerjakan salat bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dua rakaat setelah Isya." Juga hadis Abdullah bin Mugaffal, "Di antara setiap dua azan ada salat."(Muttafaq 'Alaih, sebagaimana yang telah lalu).

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat sunah sebelum Isya bukan sunah rawatib, tetapi masuk dalam keumuman hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Di antara setiap dua azan ada salat (sunah)."

2) Salat sunah setelah Isya adalah rawatib.

Faedah Tambahan:

 Rangkuman lengkap untuk salat-salat sunah:

Hadis-hadis yang terdahulu mengandung penjelasan tentang salat-salat sunah yang disunahkan bagi hamba untuk merutinkannya secara terus-menerus, yaitu:

1) Subuh; memiliki rawatib qabliyyah dan tidak memiliki rawatib ba'diyyah.

2) Zuhur; memiliki rawatib qabliyyah dan ba'diyyah.

3) Asar; tidak memiliki rawatib qabliyyah dan ba'diyyah, tetapi memiliki salat sunah sebelumnya, dan kadang-kadang boleh sesudahnya.

4) Magrib; memiliki rawatib ba'diyyah, adapun sebelumnya maka hukumnya sunah saja, bukan rawatib.

5) Isya; memiliki rawatib ba'diyyah, adapun sebelumnya maka hukumnya sunah bukan rawatib.

Peringatan:

Salat sunah setelah Asar disyariatkan berdasarkan hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, dia berkata,"Ada dua rakaat yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika sendiri maupun ramai: dua rakaat sebelum salat Subuh dan dua rakaat setelah salat Asar."(HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya saja salat sunah ini disyaratkan dengan dilakukan secara kadang-kadang saja, berdasarkan keumuman yang telah diketahui tentang larangan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari mengerjakan salat setelah Asar hingga terbenam matahari.

 203- BAB SALAT SUNAH JUMAT

Dalam bab ini terdapat hadis Ibnu Umar yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dia pernah mengerjakan salat bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dua rakaat setelah salat Jumat. (Muttafaq 'Alaih)

1/1126- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang kalian telah melaksanakan salat Jumat, hendaklah dia mengerjakan salat empat rakaat setelahnya."(HR. Muslim)2/1127- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengerjakan salat sunah setelah Jumat hingga pulang, lalu beliau salat dua rakaat di rumahnya.(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat Jumat tidak memiliki salat sunah qabliyyah seperti Zuhur karena hukum salat Jumat tidak dianalogikan dengan hukum salat Zuhur.

2) Salat sunah ba'diyyah Jumat ada dua rakaat dan ada empat rakaat, kedua-duanya sahih berdasarkan Sunnah Nabi. Fikih hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa orang yang mengerjakan salat sunah Jumat di masjid hendaklah mengerjakannya empat rakaat, dan yang mengerjakannya di rumah hendaklah mengerjakannya dua rakaat.

Faedah Tambahan:

Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam bukunya, Zādul-Ma'ād fī Hadyi Khairil-'Ibād,"Apabila Bilal telah selesai mengumandangkan azan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- langsung memulai khotbah dan sama sekali tidak ada seorang pun yang berdiri untuk mengerjakan salat dua rakaat. Azan Jumat ketika itu hanya satu kali. Ini menunjukkan bahwa salat Jumat seperti salat Id, tidak memiliki salat sunah sebelumnya. Ini adalah pendapat yang paling kuat di antara dua pendapat para ulama, dan inilah yang ditunjukkan oleh Sunnah.Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dari rumahnya, kemudian apabila beliau telah naik mimbar, Bilal langsung mulai mengumandangkan azan Jumat. Bila Bilal telah menyelesaikannya, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- langsung mulai berkhotbah tanpa jeda. Ini dilakukan dengan disaksikan oleh banyak mata. Lalu kapan mereka melaksanakan salat sunah?Bila ada yang mengira bahwasanya para sahabat seluruhnya bangun ketika Bilal -raḍiyallāhu 'anhu- selesai dari azan Jumat lalu mengerjakan salat dua rakaat, maka dia adalah orang yang paling jahil terhadap Sunnah. Pendapat yang kita sebutkan ini, bahwa tidak ada salat sunah sebelum Jumat adalah pendapat Malik, Ahmad dalam pendapat yang masyhur dari beliau, dan salah satu dari dua pendapat sahabat-sahabat Imam Syāfi'i."

 204- BAB ANJURAN MENGERJAKAN SALAT SUNAH DI RUMAH, BAIK RAWATIB MAUPUN YANG LAIN, DAN PERINTAH BERPINDAH TEMPAT UNTUK MENGERJAKAN SALAT SUNAH DARI TEMPAT MENGERJAKAN SALAT FARDU ATAU MEMISAHKAN ANTARA KEDUANYA DENGAN UCAPAN

1/1128- Zaid bin Ṡābit -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai sekalian manusia! Kerjakanlah salat sunah di rumah kalian masing-masing. Karena salat yang paling utama adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat fardu."(Muttafaq 'Alaih)2/1129- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Kerjakanlah sebagian salat kalian di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan."(Muttafaq 'Alaih)3/1130- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang kalian telah mengerjakan salatnya di masjid, hendaklah dia menjadikan sebagian salatnya sebagai bagian untuk rumahnya, karena Allah akan menjadikan kebaikan di rumahnya dengan sebab salatnya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Yang paling utama di semua salat sunah agar dikerjakan di rumah karena ini adalah petunjuk dan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Apabila seorang hamba mengerjakan salat sunah di rumahnya, Allah akan memberikannya kebaikan dalam hal itu; yaitu keluarganya akan meneladaninya, dia lebih jauh dari ria, di samping pelipatgandaan pahala salat sunah di rumah, dan berbagai kebaikan lainnya. Seandainya hal itu tidak memiliki kebaikan kecuali mengikuti Sunnah Nabi, maka yang demikian itu telah cukup sebagai kebaikannya.

Faedah Tambahan:

Pelipatgandaan pahala salat sunah di rumah ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam 'Abdurrazzāq Aṣ-Ṣan'āniy dalam kitabnya, Al-Muṣannaf, dari seorang laki-laki di antara sahabat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Salat sunah seseorang di rumahnya dilebihkan di atas salat sunahnya di hadapan orang banyak, seperti keutamaan salat seseorang secara berjamaah di atas salatnya secara sendirian."

Hadis ini memiliki syāhid (penguat) dalam riwayat Imam Abu Ya'lā dalam kitabnya, Musnad Abī Ya'lā, dari Ṣuhaib -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Salat sunah seseorang di tempat dia tidak terlihat manusia dilipatgandakan di atas salatnya di hadapan orang banyak 25 kali lipat."

Al-Munāwiy berkata dalam Faiḍul-Qadīr Syarḥ Al-Jāmi' Aṣ-Ṣagīr,

"Karena salat sunah disyariatkan agar kita beribadah dengannya secara ikhlas. Semakin dilakukan tersembunyi, maka ia lebih jauh dari ria. Sedangkan salat fardu disyariatkan untuk menjunjung agama, sehingga menampakkannya lebih utama."

4/1131- Umar bin 'Aṭā` meriwayatkan bahwa Nāfi' bin Jubair pernah mengutusnya kepada As-Sā`ib bin Yazīd, putra saudara perempuan Namir untuk bertanya tentang sesuatu yang pernah dilihat oleh Mu'āwiyah pada dirinya dalam perihal salat, maka dia menjawab, "Ya. Aku pernah mengerjakan salat Jumat bersamanya di ruang khusus. Ketika imam bersalam, aku langsung bangun lalu melakukan salat sunah. Setelah Mu'āwiyah pulang, dia mengirim utusan untuk memanggilku. Dia berkata, 'Jangan lakukan kembali apa yang engkau lakukan tadi. Jika engkau telah mengerjakan salat Jumat, janganlah disambung dengan salat lain sampai engkau berbicara atau keluar, karena sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memerintahkan kami seperti itu, yaitu agar kami tidak menyambung satu salat dengan salat lain hingga kami berbicara atau keluar.'"(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

المقصُورَةِ (al-maqṣūrah): ruang salat khusus yang terpisah dari sebelahnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memisahkan antara salat fardu dengan salat sunah, entah dengan ucapan ataupun dengan berpindah dari tempat mengerjakan salat fardu.

2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk berpegang teguh dengan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta meninggalkan perkara yang diada-adakan oleh manusia.

3) Mengajari dengan baik orang yang jatuh dalam sebuah kesalahan dan mengingkarinya dengan hikmah dan nasihat yang baik.

 205- BAB MOTIVASI SALAT WITIR, PENJELASAN BAHWA SALAT WITIR HUKUMNYA SUNAH MUAKADAH, DAN PENJELASAN WAKTUNYA

1/1132- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Witir itu tidak wajib seperti salat fardu, melainkan disunahkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda,Sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai witir. Maka kerjakanlah salat Witir, wahai para Ahli Al-Qur`ān!'"

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

2/1133- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melakukan Witir di semua bagian malam; di awal malam, pertengahan malam, dan di akhir malam, dan Witir beliau selesai pada waktu sahur."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat Witir termasuk sunah muakadah yang sangat ditekankan, dan merupakan salat sunah yang paling afdal setelah salat fardu.

2) Disunahkan mengakhirkan salat Witir hingga akhir malam, supaya orang yang melakukan qiamulail menutup salat malamnya dengan Witir tersebut.

3) Jejak kecintaan Allah -Ta'ālā- pada bilangan witir (ganjil) terlihat pada penciptaan dan perintah-Nya, yaitu banyak di antara hukum kauniah dan syariah yang berbilangan ganjil, seperti penciptaan langit dan bumi, jumlah hari dalam sepekan, rukun Islam, salat fardu, rakaat salat malam, dan tawaf.

3/1134- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Jadikanlah akhir salat malam kalian dengan Witir."(Muttafaq 'Alaih)4/1135- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Laksanakanlah salat Witir sebelum kalian memasuki subuh!"(HR. Muslim)5/1136- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakan salat malam sementara dia berbaring melintang di hadapan beliau; apabila tersisa salat Witir, beliau membangunkannya, dan dia pun mengerjakan salat Witir.(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim lainnya: Apabila tersisa salat Witir, beliau bersabda, "Bangunlah dan kerjakan salat Witir, wahai Aisyah!"

6/1137- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bersegeralah melakukan Witir sebelum subuh datang."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Waktu salat Witir dilapangkan dari awal malam hingga waktu salat Subuh.

2) Menganjurkan agar suami membangunkan keluarganya untuk salat malam dan Witir sebagaimana petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika bersama Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-.

7/1138- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka hendaklah dia mengerjakan salat Witir di awal malam. Dan siapa yang merasa mampu untuk bangun pada akhir malam, maka hendaklah dia mengerjakan salat Witir di akhir malam, karena salat di akhir malam itu disaksikan (oleh Allah) dan hal itu lebih utama."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Waktu yang paling utama untuk mengerjakan salat Witir adalah di akhir malam.

2) Anjuran untuk segera mengerjakan salat Witir di awal malam bagi siapa yang khawatir tidak akan mendapatkannya.

3) Salat di akhir malam disaksikan oleh Allah -Ta'ālā-, Dia akan turun di sepertiga akhir malam dan berfirman, "Adakah yang meminta (pada-Ku) lalu aku berikan? Adakah yang berdoa lalu aku kabulkan?" Hal itu berlanjut hingga fajar terbit.

 206- BAB KEUTAMAAN SALAT DUHA, PENJELASAN JUMLAH MINIMAL, MAKSIMAL, DAN YANG PERTENGAHANNYA, SERTA MOTIVASI SUPAYA MERUTINKANNYA

1/1139- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kekasihku -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berpesan kepadaku dengan tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat salat Duha, dan agar aku melaksanakan salat Witir sebelum tidur." (Muttafaq 'Alaih)

Mengerjakan salat Witir sebelum tidur hanya dianjurkan kepada orang yang tidak yakin dapat bangun di akhir malam. Adapun jika dia yakin dapat bangun, maka akhir malam lebih afdal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat Duha adalah wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-. Maka orang yang diberi taufik adalah yang berusaha keras untuk melaksanakan wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Jumlah minimal salat Duha ialah dua rakaat, yaitu dikerjakan setelah beberapa menit dari terbitnya matahari secara sempurna.

2/1140- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Setiap persendian salah seorang kalian wajib bersedekah setiap hari. Setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, serta mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tapi, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang ia kerjakan di waktu Duha."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

سُلامىٰ (sulāmā): persendian-persendian dan tulang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bersedekah untuk persendian tubuh setiap hari sebagai wujud menunaikan hak Allah -Ta'ālā- dengan adanya nikmat tubuh.

2) Sedekah yang diwajibkan ialah semua yang mendekatkan kepada Allah -'Azza wa Jalla- berupa ucapan baik, amal saleh, dan mendermakan harta di jalan-jalan kebaikan.

3) Salat Duha sebanyak dua rakaat dapat mencukupi semua sedekah yang diwajibkan itu, dan ini bagian dari rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya.

3/1141- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa melaksanakan salat Duha empat rakaat, dan kadang beliau menambah sebanyak yang Allah kehendaki."(HR. Muslim)4/1142- Ummu Hāni` Fākhitah binti Abu Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aku pergi menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika peristiwa penaklukan Mekah dan aku menemukan beliau sedang mandi. Setelah selesai mandi, beliau mengerjakan salat delapan rakaat, dan itu di waktu duha."(Muttafaq 'Alaih.Ini adalah ringkasan redaksi salah satu riwayat Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jumlah minimal salat Duha ialah dua rakaat, dan maksimalnya sesuai kemampuan seorang hamba (tidak memiliki batas), berdasarkan keumuman dalil yang ada, sedangkan hadis di atas yang menyebutkan delapan rakaat tidak menunjukkan pembatasan rakaatnya.

2) Anjuran untuk merutinkan salat Duha ketika bersafar dan bermukim. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakannya ketika penaklukan Mekah sedangkan beliau sedang bersafar.

 207- BAB BOLEH SALAT DUHA SEJAK MATAHARI NAIK HINGGA TERGELINCIR DAN YANG PALING UTAMA DIKERJAKAN KETIKA PANAS SEDANG MENYENGAT DAN WAKTU DUHA TELAH NAIK

1/1143- Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ia melihat sekelompok orang mengerjakan salat Duha di awal pagi, maka ia berkata, "Apakah mereka tidak tahu bahwa salat Duha di selain waktu ini lebih baik?! Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Ṣalātul-Awwābīn (salatnya orang-orang yang kembali kepada Allah) adalah saat anak unta yang baru disapih kepanasan.'"(HR. Muslim)

تَرْمَضُ (tarmaḍ), dengan memfatahkan "tā`" dan "mīm", setelahnya "ḍād", yakni: panas menyengat. Sedangkan "الفِصَالُ" (al-fiṣāl) adalah bentuk jamak dari kata "فَصِيْلٌ" (faṣīl), yaitu: unta yang masih kecil.

Kosa Kata Asing:

- الأَوَّابِينَ (al-awwābīn), bentuk jamak dari kata "أَوَّابٌ" (awwāb), yaitu: orang yang banyak kembali kepada Allah -Ta'ālā- dengan tobat dan istigfar.

- تَرْمَضُ الفِصالُ (tarmaḍ al-fiṣāl): maksudnya anak unta ditimpa kepanasan, yaitu anak unta yang telapak kakinya belum kuat sama sekali, apabila panas matahari menyengat, maka panas pasir sampai ke sumsumnya, sehingga Anda melihatnya mengangkat kedua kakinya secara bergiliran.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan waktu yang utama untuk salat Duha, yaitu ketika panas matahari menyengat.

2) Anjuran agar seorang hamba berusaha melakukan ketaatan pada waktu yang utama; walaupun di selain waktu ini diperbolehkan, tetapi memanfaatkan waktu yang utama adalah bukti kedalaman pemahaman fikih seorang hamba.

Peringatan:

Salat yang terkenal di kalangan awam sebagai ṣalātul-awwābīn yang mereka kerjakan antara Magrib dan Isya tidak memiliki dalil dalam agama, bahkan menyelisihi petunjuk Nabi. Juga karena Sunnah telah menamakan salat Duha dengan ṣalātul-awwābīn. Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak akan menjaga salat Duha kecuali awwāb (orang yang banyak bertobat). Salat Duha adalah ṣalātul-awwābīn."(HR. Ahmad dalam Musnad-nya). Semua kebaikan adalah pada mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta meninggalkan perkara bidah yang diada-adakan manusia.

 208- BAB ANJURAN SALAT DUA RAKAAT TAHIYAT MASJID DAN MAKRUH DUDUK SEBELUM SALAT DUA RAKAAT DI WAKTU KAPAN PUN DIA MASUK, BAIK DIA MENGERJAKAN SALAT DUA RAKAAT DENGAN NIAT TAHIYAT MASJID ATAUPUN SALAT FARDU, SUNAH RAWATIB, ATAU LAINNYA

1/1144- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang kalian masuk masjid, maka janganlah dia duduk kecuali setelah mengerjakan salat dua rakaat."(Muttafaq 'Alaih)2/1145- Jābir -radhiyallahu 'anhu- berkata, Aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau sedang di masjid, maka beliau bersabda,"Salatlah dua rakaat."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat Tahiyat Masjid hukumnya sunah muakadah yang sangat ditekankan di waktu kapan pun seseorang masuk masjid dan sebelum ia duduk.

2) Tujuan dari salat Tahiyat Masjid adalah agar aktivitas pertama di masjid adalah salat, sehingga ia sah bila berupa salat sunah rawatib, sunah wudu, atau masuk dalam salat fardu berjamaah.

3) Pengagungan masjid oleh agama, manakala agama memerintahkan salat penghormatan padanya untuk memperlihatkan kehormatannya.

 209- BAB ANJURAN SALAT DUA RAKAAT SETELAH WUDU

1/1146- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda kepada Bilāl,"Wahai Bilāl! Ceritakan kepadaku amalan yang paling engkau harapkan pahalanya yang engkau kerjakan dalam Islam. Sesungguhnya aku mendengar suara langkah sandalmu di hadapanku dalam surga." Bilāl berkata, "Tidaklah ada amalan yang aku amalkan yang lebih aku harapkan kecuali bahwasanya tidaklah aku berwudu di suatu waktu ketika malam ataupun siang melainkan dengan wudu tersebut aku mengerjakan salat sejumlah yang Allah kehendaki bagiku untuk mengerjakannya."(Muttafaq 'Alaih,dan ini adalah redaksi Bukhari)

الدَفُّ (ad-daff), dengan "fā`": suara sandal dan langkahnya di atas tanah. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Amal saleh yang murni karena Allah -Ta'ālā- ialah penyebab masuk surga.

2) Anjuran untuk mengupayakan salat dua rakaat wudu, karena istikamah di atas ketaatan adalah penyebab masuk surga.

3) Keutamaan khusus untuk sahabat Bilāl -raḍiyallāhu 'anhu-, karena dia termasuk yang dijamin masuk surga.

 210- BAB KEUTAMAAN HARI JUMAT, KEWAJIBAN SALAT JUMAT, MANDI UNTUK SALAT JUMAT DAN MEMAKAI MINYAK WANGI, BERSEGERA MENGHADIRI SALAT JUMAT, BERDOA PADA HARI JUMAT DAN BERSELAWAT KEPADA NABI -ṢALLALLĀHU 'ALAIHI WA SALLAM- SERTA ANJURAN MEMPERBANYAK ZIKIR KEPADA ALLAH SETELAH SALAT JUMAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apabila salat Jumat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; dan carilah karunia Allah dan berzikirlah kepada Allah banyak-banyak agar kamu beruntung."(QS. Al-Jumu'ah: 9)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran mencari karunia Allah -Ta'ālā- berupa rezeki dengan segala jenisnya. Dalam kegiatan jual beli, seorang mukmin harus senantiasa merasa diawasi oleh Allah -Ta'ālā- serta menghadirkan dalam hati bahwa Allah Maha Mengawasi dan Maha Menghitung, karena ini termasuk wujud zikir kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Apabila seorang hamba telah menunaikan salat Jumat kemudian melakukan jual beli maka dia patut diberi rezeki, karena dia telah menghaturkan ketaatan di awal rezekinya.

3) Beribadah kepada Allah -Ta'ālā- adalah penyebab adanya al-falāḥ (keberuntungan), yaitu sebuah kata yang merangkum segala macam kebaikan dunia dan akhirat.

1/1147- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat; pada hari itu Adam diciptakan, serta dimasukkan ke surga dan dikeluarkan darinya pada hari itu pula."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hari yang paling baik adalah hari Jumat, dan merupakan rahmat Allah -Ta'ālā- ketika Allah mengkhususkan hari Jumat dengan hal itu agar para pencari akhirat berlomba-lomba dalam meraih pahala.

2) Di antara sisi terbaik hari Jumat adalah bahwa pada hari itu penciptaan dimulai serta dimulainya ujian dengan masuk surga dan keluar darinya.

2/1148- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berwudu lalu menyempurnakan wudunya dan mendatangi (salat) Jumat, lantas menyimak (khotbah) dengan saksama dan diam, maka akan diampuni (dosanya) antara Jumat (itu) dengan Jumat (sebelumnya) dan ditambah tiga hari. Siapa yang memegang (memainkan) kerikil, maka ia telah berbuat sia-sia."(HR. Muslim)

3/1149- Juga Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Salat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadan ke Ramadan adalah pelebur dosa-dosa di antaranya, selama dosa besar dijauhi." (HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لَغَا (lagā): al-lagwu telah ditafsirkan dalam hadis pada sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Siapa yang berbuat sia-sia dan melangkahi pundak manusia, maka salat itu baginya menjadi Zuhur."(HR. Abu Daud dari Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ). Ibnu Wahb -salah satu perawi- berkata, "Maknanya,salatnya itu sah, tetapi dia tidak mendapatkan keutamaan salat Jumat."(Fatḥul-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pahala yang besar dalam pengampunan dosa diperoleh orang yang berwudu sempurna dan diam mendengarkan khotbah, serta tidak menyibukkan diri dengan hal lain sedikit pun saat khotbah.

2) Motivasi untuk meraih rahmat Allah -Ta'ālā- dengan cara Allah memaparkan kepada mereka berbagai jenis kebaikan yang dapat menghapus dosa-dosa, dan di antara kebaikan tersebut adalah; salat, puasa, dan bersegera menuju ketaatan.

Faedah Tambahan:

Dari hadis ini dapat dipetik faedah bahwa mendengar khotbah hukumnya wajib, karena orang yang sibuk dengan memainkan kerikil atau lainnya dari mendengar khotbah, dia telah kehilangan pahala salat Jumat. Lalu bagaimana dengan orang yang sengaja tidak mendengarkannya? Maka orang yang gigih di antara orang beriman adalah yang bersegera mendatangi salat Jumat untuk menyaksikan khotbah dari awal.

4/1150- Abu Hurairah dan Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa mereka berdua mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhotbah di atas tangga mimbarnya,"Hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan salat Jumat, atau jika tidak, Allah benar-benar akan mengunci hati mereka kemudian mereka benar-benar menjadi orang-orang yang lalai."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

وَدْعِهِمْ (wad'ihim): keabsenan mereka (dari salat Jumat).

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras terhadap perbuatan tidak menghadiri salat Jumat tanpa uzur karena hal itu menjadi sebab terkuncinya hati.

2) Perbuatan maksiat adalah penyebab terhalanginya hamba dari cahaya ketaatan, dan Allah -Ta'ālā- menghukum pelaku maksiat yang lalai dengan mengunci hatinya. Oleh karena itu, orang beriman harus waspada agar tidak bermudah-mudahan dalam meninggalkan kewajiban agama.

5/1151- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian hendak pergi salat Jumat, maka hendaklah dia mandi."(Muttafaq 'Alaih)6/1152- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mandi pada hari Jumat adalah wajib atas setiap orang yang telah balig."(Muttafaq 'Alaih)Yang dimaksud dengan al-muḥtalim ialah orang yang balig. Dan yang dimaksud dengan wajib ialah wajib pilihan, seperti perkataan seseorang kepada temannya, "Ḥaqquka wājibun 'alayya" artinya: hakmu wajib atasku.Wallāhu a'lam.7/1153- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- bersabda, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berwudu pada hari Jumat maka sungguh baik, dan siapa yang mandi maka itu lebih utama.‎"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Mandi pada hari Jumat untuk salat Jumat hukumnya wajib atas orang yang wajib menghadiri salat Jumat.

2) Perintah Nabi untuk mandi pada hari Jumat mengandung penjelasan tentang perhatian agama terhadap kesucian dan kebersihan di tempat-tempat perkumpulan manusia.

3) Siapa yang tidak mandi pada hari Jumat, maka dia telah melalaikan apa yang diwajibkan atasnya, sedangkan salatnya tetap sah karena mandi bukan syarat sah salat, melainkan ia diwajibkan dengan tujuan menghadiri salat Jumat.

8/1154- Salmān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat dan membersihkan diri semaksimal mungkin, memakai minyak wanginya atau memakai minyak wangi keluarganya, kemudian dia keluar dan tidak memisahkan antara dua orang, kemudian dia melaksanakan salat yang telah ditetapkan baginya, kemudian dia diam ketika imam berkhotbah, kecuali akan diampuni dosa-dosanya di antara Jumat tersebut dan Jumat berikutnya." (HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menyempurnakan kebersihan pada hari Jumat serta memperhatikannya karena hal itu termasuk petunjuk Nabi yang penuh berkah.

2) Anjuran memakai minyak wangi pada hari Jumat, dan ini termasuk adab agama sehingga akan tercium dari seorang muslim aroma yang baik pada tempat-tempat perkumpulan manusia.

3) Salat sunah sebelum salat Jumat tidak dibatasi dengan jumlah tertentu, tetapi seorang hamba diperbolehkan mengerjakan salat sunah sebanyak-banyaknya hingga imam mulai berkhotbah.

9/1155- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mandi di hari Jumat seperti mandi janabah kemudian berangkat di awal waktu, maka seolah-olah ia berkurban unta. Siapa yang berangkat di waktu kedua, seolah-olah ia berkurban seekor sapi. Siapa yang berangkat di waktu ketiga, seolah-olah ia berkurban seekor kambing bertanduk. Siapa yang berangkat di waktu keempat, maka seolah-olah ia berkurban seekor ayam. Siapa yang berangkat di waktu kelima, maka seolah-olah ia berkurban sebutir telur. Lalu apabila imam telah keluar (naik mimbar), para malaikat pun hadir untuk mendengarkan khotbah."(Muttafaq 'Alaih)

Sabda beliau, "Guslal-janābah" artinya: dia mandi seperti tata cara mandi janabah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbedaan tingkat pahala pada hari Jumat sesuai dengan tingkat kesegeraan mendatangi salat Jumat; semakin seorang hamba berusaha untuk lebih bersegera maka dia akan mendapatkan pahala yang besar.

2) Tata cara mandi Jumat seperti tata cara mandi janabah, tetapi dianjurkan agar diakhirkan hingga menjelang waktu berangkat salat Jumat.

10/1156- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyebutkan tentang hari Jumat, lalu bersabda,"Pada hari itu terdapat satu waktu, tidaklah seorang muslim mendapatkan waktu itu sementara dia sedang berdoa untuk meminta sesuatu kepada Allah, kecuali Allah akan memberikannya." Dan beliau memberi isyarat dengan tangannya bahwa waktu tersebut sangat sebentar.(Muttafaq 'Alaih)11/1157- Abu Burdah bin Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Apakah engkau pernah mendengar ayahmu meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hadis tentang waktu mustajab di hari Jumat?" Aku (Abu Burdah) menjawab, "Ya. Aku telah mendengar ayahku meriwayatkan: Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Waktu itu ialah antara imam duduk (di mimbar) hingga salat Jumat selesai.'"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara keistimewaan hari Jumat adalah di dalamnya terdapat waktu dikabulkannya doa.

2) Waktu mustajab pada hari Jumat sangat sebentar dan tidak dibatasai dengan waktu tertentu yang meyakinkan, sebab itu, seorang hamba harus bersungguh-sungguh dalam memperbanyak doa pada hari Jumat demi mendapatkan waktu tersebut.

Peringatan:

Hadis-hadis yang sahih tentang waktu mustajab di hari Jumat setelah disinkronkan menunjukkan bahwa waktu tersebut ialah di waktu terakhir setelah asar. Sedangkan hadis terakhir yang menerangkan bahwa waktu tersebut,"Antara imam duduk (di mimbar) hingga salat Jumat selesai,"maka hadis dengan redaksi ini telah didaifkan penisbahannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- oleh para ulama hadis . Sehingga hadis ini tidak sahih dari perkataan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, melainkan ia hanya ucapan Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- secara mauqūf.12/1158- Aus bin Aus -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara hari terbaik kalian adalah hari Jumat. Maka perbanyaklah selawat kepadaku pada hari itu, karena selawat kalian akan diperlihatkan kepadaku."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Selawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- termasuk ibadah yang dianjurkan untuk diperbanyak pada siang hari dan malam Jumat.

2) Selawat kepada Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengandung pahala yang besar bagi hamba, karena kita butuh kepada selawat ini supaya kita mendapatkan selawat Allah -Ta'ālā- kepada kita.

Faedah Tambahan:

1) Makna selawat orang beriman kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah mendoakan beliau agar Allah memujinya di hadapan para malaikat mulia yang didekatkan.

2) Disyariatkan agar seorang hamba ketika memberi selawat dan salam kepada Nabi hendaklah memilih redaksi selawat yang ada dalilnya dalam nas-nas agama; Al-Qur`ān dan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena di dalamnya telah terdapat kecukupan. Dan tidak diperbolehkan memaksakan diri membuat lafal-lafal selawat yang bidah dan -kadang-kadang- mungkar dari sisi maknanya.

Semua kebaikan ada pada mengikuti generasi salaf, dan semua keburukan ada pada mengikuti bidahnya generasi khalaf.

 211- BAB ANJURAN SUJUD SYUKUR KETIKA ADA NIKMAT YANG NYATA ATAU MUSIBAH BESAR TERANGKAT

1/1159- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami berangkat bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari Mekah hendak menuju Madinah. Ketika kami mendekati 'Azwarā`, beliau singgah lalu mengangkat kedua tangannya berdoa kepada Allah sesaat dan setelah itu beliau bersujud dengan sujud yang panjang. Kemudian beliau bangun dan mengangkat kedua tangannya sesaat dan setelah itu beliau bersujud -beliau melakukannya tiga kali-. Setelahnya beliau bersabda, 'Sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku dan meminta syafaat untuk umatku, maka Allah memperkenankannya untuk sepertiga umatku. Aku pun bersujud kepada Tuhanku sebagai ungkapan rasa syukur. Selanjutnya aku mengangkat kepalaku lalu memohon kepada Tuhanku untuk umatku, maka Allah memperkenankannya untuk sepertiga umatku. Maka aku bersujud kepada Tuhanku sebagai ungkapan rasa syukur. Kemudian aku mengangkat kepalaku lalu memohon kepada Tuhanku untuk umatku, maka Allah memperkenankannya untuk sepertiga lainnya, lalu aku pun bersujud kepada Tuhanku.'"(HR. Abu Daud) [39].

Kosa Kata Asing:

عَزْوَرَاء ('Azwarā`): sebuah tempat di dekat Mekah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sujud syukur disyariatkan ketika mendapat sebuah nikmat atau terangkatnya satu musibah.

2) Bersungguh-sungguh dan terus-menerus berdoa kepada Allah -Ta'ālā- adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; siapa yang mengetuk pintu Rabb-nya dengan doa, diharapkan doanya akan dikabulkan.

 212- BAB KEUTAMAAN QIAMULAIL

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji."(QS. Al-Isrā`: 79)Dia juga berfirman,"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya."(QS. As-Sajdah: 16)Dia juga berfirman,"Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam."(QS. Aż-Żāriyāt: 17)

Pelajaran dari Ayat:

1) Perhatian Allah -Ta'ālā- kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tatkala Allah memerintahkan beliau bertahajud supaya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendapatkan kemuliaan dan keutamaan tempat terpuji (al-maqām al-maḥmūd) pada hari Kiamat, yaitu kedudukan syafaat kubra bagi penghuni mahsyar untuk memulai hisab.

2) Menggambarkan keadaan kaum mukminin dalam mengerjakan qiamulail karena di dalamnya terkandung keagungan dan kemuliaan bagi mereka di dunia dan akhirat.

3) Siapa yang senang bertemu Allah -Ta'ālā- maka dia akan meninggalkan ketenangan badannya demi meraih ketenangan hatinya.

4) Motivasi untuk merasakan indahnya kedekatan kepada Allah -Ta'ālā- di waktu-waktu malam;"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya"karena rindu kepada Allah -Ta'ālā-.1/1160- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa melakukan salat malam sampai kedua kakinya bengkak. Aku pun bertanya, "Wahai Rasulullah! Kenapa engkau lakukan sampai seperti ini, padahal telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?" Beliau menjawab,"Tidak bolehkah aku senang bila menjadi hamba yang bersyukur?"(Muttafaq 'Alaih)Juga terdapat hadis yang semakna dengannya dari Al-Mugīrah bin Syu'bah. (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تَتَفَطَّرَ (tatafaṭṭar): bengkak karena lama berdiri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengagungan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap hak Allah -Ta'ālā- atas beliau, yaitu beliau berjuang untuk melakukan salat malam yang panjang sebagai wujud syukur kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Tanda kedalaman fikih seorang hamba adalah jika dia bersyukur kepada Allah -Ta'ālā- manakala Allah mengistimewakannya dengan karunia yang lebih atas orang lain.

3) Hakikat syukur adalah mengakui karunia Allah dengan hati, lisan, dan anggota badan dengan melakukan ketaatan kepada-Nya sebagai Maha Pemberi karunia.

2/1161- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang mengetuk rumahnya dan juga Fatimah pada malam hari, beliau bersabda,"Tidakkah kalian berdua melaksanakan salat?"(Muttafaq 'Alaih)طَرَقَهُ (ṭaraqahu): ia datang menemuinya pada waktu malam.3/1162- Sālim bin Abdillah bin Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari bapaknya bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik orang adalah Abdullah, seandainya dia mengerjakan salat malam."Sālim berkata, "Sejak saat itu, Abdullah tidak tidur di malam hari kecuali sedikit."(Muttafaq 'Alaih)4/1163- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai Abdullah! Janganlah engkau seperti si polan. Dia dahulu mengerjakan salat malam, tetapi setelah itu dia meninggalkannya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan salat malam serta anjuran agar seseorang menganjurkan keluarganya untuk melakukan salat malam.

2) Disunahkan memberi pujian kepada orang yang saleh jika hal itu akan memotivasinya untuk menambah ketaatan dan mengerjakan kebaikan.

3) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam hal melaksanakan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beginilah seharusnya keadaan orang beriman, yaitu bersegera kepada perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya terkandung semua kebaikan dan kesuksesan.

4) Peringatan agar tidak menyerupai orang-orang malas, serta anjuran untuk meniru orang yang memiliki obsesi tinggi dan bersemangat dalam ketaatan.

5/1164- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Disebutkan di hadapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang seorang lelaki yang tidur semalaman sampai waktu pagi. Beliau bersabda,"Laki-laki itu telah dikencingi setan di kedua telinganya -atau: di telinganya-."(Muttafaq 'Alaih)6/1165- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setan membuat tiga ikatan di ujung belakang kepala salah seorang kalian ketika dia tidur. Setiap ikatan ia pukul (dengan mengatakan), 'Bagimu malam yang panjang, maka tidurlah!' Jika orang tersebut bangun lalu berzikir kepada Allah -Ta'ālā-, terlepaslah satu ikatan. Lalu jika dia berwudu, terlepaslah satu ikatan yang lain. Kemudian jika dia mengerjakan salat, terlepaslah seluruh ikatan itu. Maka dia memasuki waktu pagi dengan semangat dan jiwa yang baik. Tetapi jika tidak demikian, pasti dia memasuki waktu pagi dengan jiwa yang jelek dan malas."(Muttafaq 'Alaih)

قَافِيَةُ الرَأسِ (qāfiyah ar-ra`s): bagian ujung kepala.

Kosa Kata Asing:

يَعْقِدُ (ya'qidu), berasal dari kata "العَقْدُ" (al-'aqd), yaitu: mengikat sesuatu.

فَارْقُدْ (fa-rqud): perintah untuk tidur; tidurlah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengimani secara penuh berita dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sabda beliau, "Setan kencing," karena orang beriman akan membenarkan berita-berita gaib walaupun dia tidak mengetahui hakikatnya.

2) Qiamulail adalah benteng bagi hamba dari penguasaan setan atas dirinya.

3) Berzikir kepada Allah -Ta'ālā-, wudu, dan salat adalah sebab paling besar untuk selamat dari ikatan yang dibuat oleh setan, dan perkara ini mudah bagi orang yang diberikan taufik oleh Allah -Ta'ālā- untuk melakukannya.

4) Ketaatan dan ketekunan menyebabkan rasa tenang dan lapang dada, sedangkan maksiat dan kemalasan menyebabkan sempitnya dada dan keresahan.

7/1166- Abdullah bin Salām -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, berilah makanan, dan salatlah pada malam hari ketika orang-orang tidur, niscaya kalian pasti masuk surga dengan selamat."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

أفْشُوا السَّلامَ (afsyū as-salām): sebarkanlah salam; perintah untuk menebar salam di antara kaum muslimin, kepada orang yang Anda kenal dan yang tidak Anda kenal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya, yaitu beliau menunjukkan mereka amalan-amalan yang menjadi sebab masuk surga. Sebab itu, para penuntut surga harus gigih untuk mengimplementasikannya dengan mempelajari dan mengamalkannya.

2) Qiamulail merupakan kebiasaan orang-orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah, yaitu mereka banyak melakukan qiamulail untuk berdoa kepada Rabb mereka dengan penuh rasa takut dan harap.

8/1167- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah, Muharam. Dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bulan Muharam adalah bulan paling mulia untuk mengerjakan ibadah puasa.

2) Salat sunah malam hari lebih utama dari salat sunah siang hari, karena pada malam hari waktu turunnya banyak rahmat dan pengabulan doa.

9/1168- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salat malam itu dua rakaat dua rakaat. Apabila engkau takut subuh (tiba), maka berWitirlah dengan satu rakaat."(Muttafaq 'Alaih)10/1169- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa salat malam dua rakaat dua rakaat dan berWitir dengan satu rakaat."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Petunjuk Nabi dalam salat malam adalah dikerjakan dua rakaat dua rakaat.

2) Apabila fajar sidik telah terbit, maka waktu Witir telah habis, dan jumlah minimal salat Witir adalah satu rakaat.

11/1170- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berbuka (tidak berpuasa sunah) dalam satu bulan hingga kami mengira bahwa beliau tidak berpuasa sedikit pun selama bulan itu. Dan beliau juga biasa berpuasa (sunah) hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berbuka sama sekali dalam bulan itu. Tidaklah engkau ingin melihat beliau pada malam hari dalam keadaan salat, melainkan engkau akan melihatnya. Sebaliknya, tidaklah engkau ingin melihat beliau dalam keadaan tidur, melainkan engkau melihatnya juga."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yaitu beliau merutinkan amal saleh, karena amal saleh yang paling dicintai Allah adalah yang dirutinkan oleh pelakunya walaupun sedikit.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi yang bersikap pertengahan dalam ibadah, agar seorang hamba mengikuti metode ibadah yang paling afdal dan bertakwa untuk Rabb-nya sekaligus yang paling ringan dan mudah bagi badannya.

3) Memvariasikan ibadah dan tidak memberatkan diri adalah petunjuk yang paripurna dalam ibadah.

12/1171- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakan salat sebanyak sebelas rakaat -yakni salat malam-, beliau melakukan satu sujudnya seukuran salah seorang kalian membaca lima puluh ayat sebelum beliau mengangkat kepala. Lalu beliau salat sunah dua rakaat sebelum Subuh kemudian berbaring di atas sisi kanan beliau hingga muazin datang untuk memberitahukan penegakan salat.(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jumlah rakaat qiamulail yang disunahkan ialah sebelas rakaat, baik di dalam Ramadan maupun di luar Ramadan.

2) Di antara petunjuk yang terpuji adalah memanjangkan sujud dengan zikir dan doa ketika qiamulail karena keadaan terdekat hamba kepada Rabb-nya adalah ketika dia sujud.

3) Menjelaskan sempurnanya kekhusyukan Rasulullah -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- terhadap Rabb-nya, yaitu beliau memanjangkan satu sujud seukuran membaca lima puluh ayat!

4) Di antara petunjuk Sunnah adalah agar imam masuk masjid kecuali pada waktu ikamah salat.

13/1172- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menambah di atas sebelas rakaat, di dalam Ramadan maupun di luar Ramadan. Yaitu beliau mengerjakan salat empat rakaat, maka jangan bertanya tentang indah dan panjangnya. Kemudian beliau mengerjakan lagi salat empat rakaat lagi, dan jangan bertanya tentang indah dan panjangnya. Kemudian beliau mengerjakan salat tiga rakaat. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidur sebelum berWitir?' Beliau bersabda,Wahai Aisyah! Sesungguhnya kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.'"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam qiamulail, yaitu beliau mengerjakan salat empat rakaat, setiap dua rakaat satu salam, kemudian beliau beristirahat sebentar setelah empat rakaat tersebut.

2) Menerangkan keistimewaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu bahwa hatinya tidak lalai dari mengingat Allah -Ta'ālā- sekalipun kedua mata beliau tidur.

3) Memanjangkan salat malam disertai mengerjakannya dengan sempurna termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

14/1173- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa tidur di awal malam dan bangun di akhirnya, lalu melaksanakan salat."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Waktu yang paling afdal untuk qiamulail adalah di sepertiga akhir malam.

2) Memberikan hak badan untuk beristirahat di awal malam adalah petunjuk Nabi, dan ia merupakan amalan yang dimudahkan agar bersemangat dalam beribadah.

15/1174- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Suatu malam aku mengerjakan salat bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau terus berdiri lama sampai aku bermaksud untuk melakukan sesuatu yang buruk." Ibnu Mas'ūd ditanya, "Apa yang hendak engkau lakukan?" Ia menjawab, "Aku bermaksud untuk duduk dan meninggalkan beliau."(Muttafaq 'Alaih)16/1175- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- bercerita, "Suatu malam aku mengerjakan salat bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau memulai dengan membaca Al-Baqarah. Dalam hati aku bergumam, 'Mungkin beliau akan melakukan rukuk kalau sudah seratus ayat.' Ternyata beliau meneruskan bacaannya. Dalam hati aku bergumam, 'Mungkin beliau akan membaca Surah Al-Baqarah dalam satu rakaat.' Ternyata beliau meneruskan bacaannya. Dalam hati aku berkata, 'Beliau akan melakukan rukuk setelahnya.' Namun beliau melanjutkan Surah An-Nisā` dan beliau membacanya sampai selesai. Setelah itu beliau membaca Surah Āli 'Imrān dan beliau membacanya sampai selesai. Beliau membaca dengan bacaan perlahan (tartil). Jika melewati ayat yang mengandung tasbih, beliau pun bertasbih. Jika melewati ayat yang menyuruh memohon, beliau pun memohon. Jika melewati ayat yang menyuruh untuk memohon perlindungan, beliau pun memohon perlindungan. Setelah itu beliau melakukan rukuk dan membaca, 'Subḥāna Rabbiyal-'Aẓīm' (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung). Lama rukuk beliau hampir sama dengan lama berdirinya. Lantas beliau mengucapkan, 'Sami'allāhu liman Ḥamidah. Rabbanā Lakal-Ḥamdu' (Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Wahai Tuhan kami! Hanya bagi-Mulah segala pujian). Selanjutnya beliau berdiri lama hampir sama lamanya dengan rukuk. Lalu beliau bersujud dan membaca, 'Subḥāna Rabbiyal-A'lā' (Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi). Lama sujud beliau hampir sama dengan lama berdirinya."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kedudukan besar yang menjadi kekhususan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal kesempurnaan ibadahnya kepada Allah -Ta'ālā- dan lamanya ibadah qiamulail beliau, karena semakin seseorang mengenal Allah maka dia akan semakin takut dan banyak beribadah kepada-Nya.

2) Tokoh-tokoh para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- tidak mampu melakukan seperti ibadah yang mampu dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-! Sekalipun demikian, mereka tetap berusaha untuk mengikuti beliau serta meneladani ibadah beliau.

3) Fikih salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu salat beliau seimbang; apabila beliau memanjangkan bacaan, beliau juga memanjangkan rukuk dan sujudnya.

Faedah Tambahan:

Salat yang akan mendatangkan buah pada kesalehan seorang hamba adalah salat yang sesuai dengan petunjuk Sunnah berupa memanjangkan salat, menyempurnakan rukuk dan sujud, serta melakukan doa, zikir, dan berbagai pujian supaya dia bisa merasakan manisnya munajat. Inilah salat yang bisa"mencegah dari perbuat keji dan mungkar."Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Sungguh, selama engkau di dalam salat, maka engkau sedang mengetuk pintu Allah Maharaja. Siapa yang terus-menerus mengetuk pintu, dia pasti memasukinya."17/1176- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah ditanya, "Salat manakah yang paling utama?" Beliau menjawab,"Salat yang berdirinya lama."(HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan "القُنُوتِ" (al-qunūt) ialah berdiri (kiam).

Pelajaran dari Hadis:

1) Berdiri lama bagi orang yang mampu adalah yang paling utama di dalam salat.

2) Yang paling utama dalam salat adalah agar salat tersebut seimbang; bila orang yang salat memanjangkan berdirinya, dia juga hendaknya memanjangkan rukun-rukun yang lain.

18/1177- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Salat yang paling Allah cintai adalah salat Daud, dan puasa yang paling Allah cintai adalah puasa Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, lalu mengerjakan salat di sepertiganya, dan tidur lagi di seperenamnya. Beliau biasa berpuasa ‎sehari dan berbuka (tidak berpuasa) di hari berikutnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberi hak kepada setiap pemiliknya merupakan yang paling utama dalam ibadah seseorang, yaitu dia tidak melalaikan ibadah kepada Rabb-nya dan tidak juga melupakan hak dirinya dan keluarganya.

2) Manhaj para nabi dalam beribadah terkandung sikap pertengahan dan keberkahan, sehingga seorang muslim harus gigih untuk mengikuti petunjuk nabi yang sempurna.

19/1178- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya pada malam hari itu ada satu waktu, tidaklah seorang muslim mendapatkannya dalam keadaan meminta kepada Allah kebaikan perkara dunia dan akhirat, melainkan Allah pasti memberikannya kepadanya. Dan itu ada pada setiap malam."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hikmah tidak ditentukannya waktu tersebut dengan waktu tertentu adalah supaya hamba yang diberi taufik bersungguh-sungguh dalam mencarinya.

2) Luasnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya manakala Dia memberikan mereka di setiap malam waktu-waktu untuk mengabulkan doa mereka.

20/1179- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang kalian bangun di waktu malam, maka hendaklah ia mengawali salatnya dengan dua rakaat yang ringan."(HR. Muslim)

Peringatan:

Hadis ini tidak sahih dari ucapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Melainkan ia berasal dari perkataan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- dan tidak sahih dinisbahkan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Namun, dua rakaat ringan ini telah sahih dari perbuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sebagaimana dalam hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berikut:

21/1180- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bangun di waktu malam untuk mengerjakan salat, beliau memulai salatnya dengan dua rakaat ringan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hikmah dari membuka qiamulail dengan dua rakaat ringan adalah agar seorang hamba bersemangat di sisa salatnya.

2) Perhatian agama terhadap kondisi kejiwaan manusia manakala mensyariatkan semua yang akan membantu ketekunan dan keselamatannnya.

22/1181- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak sempat melakukan salat malam karena sakit atau yang lainnya, maka beliau akan melakukan salat pada waktu siang sebanyak dua belas rakaat."(HR. Muslim)23/1182- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang tertidur dari bacaan wirid hariannya (dari Al-Qur`ān) di malam hari atau sebagiannya, lalu dia mengadanya di waktu antara subuh dan zuhur, maka akan ditulis untuknya seolah-olah ia mengerjakannya di malam hari."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

حِزْبِهِ (ḥizbihi): bagian tertentu yang dikhususkan untuk bacaan atau salat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Disyariatkannya mengada salat malam di siang hari dengan bilangan genap, bukan ganjil, karena bilangan ganjil digunakan untuk menutup salat malam.

2) Waktu mengada salat malam bagi orang yang luput mengerjakannnya ialah antara terbit dan naiknya matahari hingga mendekati waktu tergelincirnya matahari di waktu zuhur.

3) Besarnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, yaitu Allah membukakan bagi mereka pintu rahmat ketika malam dan siang serta tidak menghalangi orang yang memiliki uzur dari mendapatkan pahala.

24/1183- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun pada malam hari, lalu ia mengerjakan salat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, ia memercikkan air di wajahnya. Allah merahmati seorang perempuan yang bangun pada malam hari, lalu ia mengerjakan salat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, ia memercikkan air di wajahnya."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)25/1184- Abu Hurairah dan Abu Sa'īd -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila seorang suami membangunkan istrinya pada malam hari, lalu mereka berdua mengerjakan salat -atau dia mengerjakan salat- dua rakaat berjamaah, maka keduanya akan ditulis dalam golongan laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Rahmat Allah akan turun kepada suami istri yang saling mengingatkan ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-, karena tidaklah salah seorang mereka bangun dari tidurnya -yang merupakan sesuatu yang disenangi jiwa- kecuali karena merindukan sesuatu yang lebih ia sukai, yaitu bermunajat kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Disyariatkannya memberikan motivasi qiamulail karena akan menanamkan semangat beribadah dalam jiwa.

3) Rumah tangga yang hidup di bawah naungan ketaatan kepada Ar-Raḥmān adalah rumah tangga yang bahagia dan diberkahi. Maka, apakah kita telah mengetahui cara meraih kebahagiaan keluarga?

26/1185- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika salah seorang kalian telah mengantuk ketika salat, hendaklah dia tidur hingga kantuk itu hilang. Karena jika salah seorang di antara kalian mengerjakan salat dalam keadaan mengantuk, dia tidak sadar, mungkin dia hendak meminta ampunan, namun ternyata dia justru mencela dirinya sendiri."(Muttafaq 'Alaih)27/1186- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian bangun untuk salat pada waktu malam, kemudian lisannya berat membaca Al-Qur`ān dan ia tidak sadar apa yang ia baca, maka hendaklah ia berbaring (tidur)."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

فَاستَعجَمَ (fa-sta'jama): berat baginya karena sangat ngantuk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberikan hak pada setiap pemiliknya adalah metode Nabi dalam beribadah, sehingga apabila seorang hamba mengantuk hendaklah dia memberikan hak dirinya dengan tidur dan tidak memaksakan dirinya untuk beribadah.

2) Menampakkan kemudahan syariat Islam, yaitu syariat Islam memperhatikan hak badan, dan Rabb kita tidak membebani kita dengan sesuatu yang tidak kita sanggupi, karena Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- lebih sayang kepada hamba-Nya daripada kesayangan mereka terhadap diri mereka sendiri.

 213- BAB ANJURAN QIYĀM RAMADAN, YAITU SALAT TARAWIH

Faedah:

Salat malam di bulan Ramadan disebut dengan salat Tarawih karena para sahabat dan orang-orang setelah mereka -raḍiyallāhu 'anhum- memanjangkan durasi kiam (berdiri), rukuk, dan sujudnya; bila telah mengerjakan empat rakaat, mereka beristirahat sebentar, kemudian setelah mengerjakan empat rakaat lainnya mereka beristirahat lagi. Masing-masing dari empat rakaat tersebut dikerjakan dengan dua kali salam. Sebab itu, salat tersebut dinamakan tarawīḥ yang bermakna istirahat di antara rakaat-rakaat tersebut. Wallāhu a'lam.

1/1187- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang salat malam pada bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(Muttafaq 'Alaih)2/1188- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menganjurkan qiyām Ramadan tanpa memerintahkannya kepada mereka dengan penekanan, beliau bersabda,"Siapa yang salat malam pada bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

بِعَزِيمَةٍ (bi 'azīmah): perintah yang disertai penekanan seperti kewajiban.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pahala besar bagi orang yang mengerjakan salat atas dasar iman kepada Allah -Ta'ālā- dan mengharap pahala dari-Nya.

2) Salat Tarawih hukumnya sunah muakadah, telah dikerjakan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para sahabat setelah beliau wafat. Semoga berbahagia orang yang diberikan taufik oleh Allah -Ta'ālā- untuk mengisi malam-malam Ramadan dengan berbagai ibadah.

 214- BAB KEUTAMAAN QIYĀM LAILATULKADAR DAN PENJELASAN TENTANG MALAM LAILATULKADAR YANG PALING DIHARAPKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur`ān) pada malam lailatulkadar."(QS. Al-Qadr: 1)Hingga akhir surah.Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi."(QS. Ad-Dukhān: 3)

Faedah:

Lailatulkadar; dinamakan demikian karena keagungan kedudukannya, dan karena pada malam itu ditetapkan takdir makhluk selama satu tahun ke depan. Malam ini Allah -Ta'ālā- istimewakan untuk umat Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi mereka dan pemuliaan bagi nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu Allah memberikan mereka ganti terhadap umur mereka yang pendek dengan hari-hari dan malam-malam yang padanya pahala amalan mereka dilipatgandakan, seperti malam lailatulkadar.

1/1189- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang salat pada malam lailatulkadar karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk melakukan salat di malam lailatulkadar atas dasar iman kepada Allah -Ta'ālā- dan mengharap pahala karena hal itu adalah penyebab adanya pengampunan seluruh dosa hamba.

2) Urgensi ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dalam ibadah supaya hamba mendapatkan pahala yang dijanjikan sesuai dengan niatnya.

2/1190- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa beberapa sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diperlihatkan lailatulkadar dalam mimpi mereka di tujuh malam terakhir, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku melihat mimpi-mimpi kalian itu saling bersesuaian pada tujuh malam terakhir. Maka siapa yang mencari lailatulkadar, carilah pada tujuh malam terakhir."(Muttafaq 'Alaih)3/1191- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa beriktikaf di sepuluh malam terakhir Ramadan. Beliau bersabda,"Carilah lailatulkadar di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan."(Muttafaq 'Alaih)4/1192- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Carilah lailatulkadar pada malam-malam yang ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

تَوَاطَأَتْ (tawāṭa`at): bersepakat, bersesuaian.

يجُاوِرُ (yujāwiru): ia beriktikaf, yaitu menetap di masjid untuk beribadah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berdasarkan dalil paling kuat tentang penentuannya, lailatulkadar ada pada malam-malam yang ganjil di antara sepuluh malam terakhir, yaitu malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29.

2) Hikmah dari tidak ditentukannya lailatulkadar dengan satu waktu tertentu adalah agar orang-orang beriman berlomba dalam bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh malam terakhir.

Peringatan:

Lailatulkadar tidak monoton ada di satu malam tertentu di semua tahun pada bulan Ramadan. Tetapi lailatulkadar berpindah-pindah, kadang di malam ke-21 misalnya, dan pada tahun yang lain bisa saja berpindah ke malam yang lain. Hal itu ditunjukkan oleh gabungan riwayat-riwayat yang ada tentang lailatulkadar.

5/1193- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- jika sudah masuk sepuluh hari terakhir Ramadan, maka beliau menghidupkan malamnya, membangunkan istrinya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikatan sarungnya."(Muttafaq 'Alaih)6/1194- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat giat beribadah di bulan Ramadan melebihi semangat ibadah beliau di bulan yang lain, dan pada sepuluh malam terakhirnya beliau lebih giat lagi melebihi hari lainnya."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

شَدَّ المئزَرَ (syaddal-mi`zar): ia mengencangkan ikatan sarung, adalah kata kiasan untuk kesungguhan dalam beribadah dan menjauhi perempuan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kesungguhan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam beribadah di sepuluh malam terakhir serta motivasi beliau kepada keluarganya untuk beribadah, untuk mengajarkan umat ini tentang urgennya kesungguhan dalam beribadah di malam-malam yang berkah ini.

2) Boleh menghidupkan seluruh malam dengan ibadah di sepuluh malam terakhir Ramadan.

3) Kemuliaan ibadah dan pahalanya akan menjadi besar sesuai dengan keutamaan waktu, sehingga orang beriman harus giat mengisi malam-malam yang berkah dengan berbagai ibadah.

7/1195- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, ia berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Kabarkan kepadaku, jika aku mengetahui malam lailatulkadar, apa yang harus aku baca padanya?" Beliau bersabda,"Ucapkanlah, 'Allāhumma innaka 'afuwwun tuḥibbul-'afwa fa-'fu 'annī' (Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah aku)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan Ummul-Mu`minīn Aṣ-Ṣiddīqah Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- dalam hal kesungguhannya untuk bertanya tentang ilmu yang bermanfaat dan melanjutkannya dengan pengamalan ilmu tersebut.

2) Doa yang menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat berupa permohonan maaf dan ampunan.

3) Doa paling utama yang kita panjatkan pada malam lailatulkadar ialah: Allāhumma innaka 'afuwwun tuḥibbul-'afwa, fa'fu 'annī. Karena doa ini adalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seandainya ada doa lain yang lebih baik dari doa ini, niscaya beliau pasti mengajarkannya pada umat ini.

 215- BAB KEUTAMAAN SIWĀK (SIKAT GIGI) DAN SUNAH-SUNAH FITRAH

1/1196- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sekiranya aku tidak akan menyulitkan umatku -atau manusia- niscaya aku telah mewajibkan mereka untuk melakukan siwāk di setiap salat."(Muttafaq 'Alaih)2/1197- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa menggosok mulutnya dengan siwāk ketika bangun pada malam hari."(Muttafaq 'Alaih)

الشَّوْص (asy-syauṣ): menggosok.

3/1198- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami biasa menyiapkan untuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- siwāk dan air bersuci beliau. Lantas Allah membangunkan beliau pada waktu yang dikehendaki-Nya pada waktu malam, lalu beliau melakukan siwāk, wudu dan salat."(HR. Muslim)4/1199- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku telah sangat sering menganjurkan kalian agar melakukan siwāk."(HR. Bukhari)5/1200- Syuraiḥ bin Hāni` berkata, Aku bertanya kepada Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, "Apa yang pertama kali dilakukan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau memasuki rumahnya?" Aisyah menjawab, "Melakukan siwāk".(HR. Muslim)6/1201- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah masuk menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara ujung siwāk di atas lidah beliau."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

Hadis-hadis ini berisi tentang keutamaan siwāk, waktu-waktu yang dianjurkan melakukan siwāk, dan caranya. Di dalamnya terdapat beberapa pelajaran:

1) Anjuran tegas dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk melakukan siwāk ketika berwudu, mengerjakan salat, bangun malam hari, dan masuk rumah. Hal ini karena besarnya penekanan terhadap kesunahan siwāk ini.

2) Sempurnanya ajaran Islam dengan ajakannya kepada kesucian dan kebersihan, serta membersihkan mulut dan gigi, khususnya ketika bertemu orang banyak.

3) Menjelaskan cara Nabi dalam melakukan siwāk, yaitu dengan menggosok gigi dan menjalankan kayu siwāk di atas ujung lidah agar tujuan membersihkan mulut tercapai.

4) Keempurnaan akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam interaksi beliau bersama keluarganya, yaitu ketika masuk rumah beliau mulai dengan melakukan siwāk agar tidak tercium dari beliau aroma yang tidak baik.

5) Boleh menanyakan keadaan orang-orang saleh di rumah mereka dengan tujuan meneladani mereka dalam perkara kebaikan dan ketaatan.

7/1202- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siwāk itu pembersih mulut dan pengundang keridaan Rabb."(HR. An-Nasā`iy dan Ibnu Khuzaimah dalam Ṣaḥīḥ-nya dengan sanad-sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara hikmah Allah dalam menganjurkan siwāk adalah bahwa siwāk membersihkan mulut, dan ini akan menjaga kesehatan manusia.

2) Merutinkan siwāk adalah sebab besar untuk meraih rida Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. Betapa indahnya syariat Islam ini; amalan yang sederhana ternyata bisa mendatangkan pahala yang besar!

8/1203- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sunah fitrah ada lima, atau ada lima sunah fitrah: khitan, istiḥdād (mencukur bulu kemaluan), memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memendekkan kumis."(Muttafaq 'Alaih)

الاسْتِحْدَادُ (al-istiḥdād): mencukur bulu kemaluan, yaitu mencukur bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan.

9/1204- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada sepuluh sunah fitrah; memotong kumis, memelihara jenggot, melakukan siwāk, menghirup air ke hidung, memotong kuku, mencuci ruas-ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan beristinja." Periwayat hadis berkata, "Aku lupa yang kesepuluh, tapi kemungkinannya adalah berkumur-kumur." Wakī'- salah seorang periwayat hadis ini- berkata, "Intiqāṣul-mā` artinya: istinja."(HR. Muslim)البَرَاجِمُ (al-barājim), dengan "bā`" dan "jīm", yaitu: ruas-ruas jari.إعْفَاءُ اللِّحْيَة (i'fā` al-liḥyah): maksudnya, tidak memotong jenggot sedikit pun.

Kosa Kata Asing:

الفِطرَةُ (al-fiṭrah - fitrah): sifat yang Allah -Ta'ālā- tetapkan pada karakter asli manusia berupa menerima kebenaran dan mengerjakan kebaikan, seandainya manusia dibiarkan tanpa pengaruh yang merusak karakter tersebut.

الخِتَانُ (al-khitān): bersuci (dengan memotong sedikit kulit kemaluan), dan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.

اسْتِنشَاقُ المَاءِ (istinsyāqul-mā`): memasukkan air ke dalam hidung untuk membersihkannya, dilakukan ketika berwudu dan di luar wudu ketika dibutuhkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sunah fitrah memiliki banyak macam, tujuannya ialah untuk memuliakan manusia dan supaya dia berada dalam kondisi sempurna dan bagus.

2) Ajakan Islam kepada bersuci dan keindahan serta kebersihan lahir dan batin.

3) Penjelasan sunah dalam "memendekkan kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari." Sebagaimana disebutkan oleh hadis sahih dalam Sunan Tirmizi, dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-.

Faedah Tambahan:

Seseorang tidak akan berpaling dari petunjuk Nabi dan menyelisihi sebagian dari sunah ini kecuali karena adanya satu faktor dan penyakit yang memalingkannya dari tabiat aslinya, seperti karena dia besar dalam lingkungan yang rusak. Oleh karena itu, seorang mukmin harus gigih untuk memegang teguh sunah-sunah fitrah ini karena di dalamnya terkandung keindahan, kebersihan, dan raihan pahala dengan mengikuti Sunnah.

10/1205- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Potonglah kumis dan biarkan jenggot!"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أَحْفُوا (aḥfū): potonglah yang lebih dari bibir.

أَعْفُوا (a'fū): biarkan dan tinggalkanlah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memotong kumis yang melebihi bibir merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga kumis tidak boleh dibiarkan panjang tanpa dipotong.

2) Jenggot adalah perhiasan laki-laki dan termasuk pelengkap tanda kelelakian serta kesempurnaan meneladani petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Mencukur jenggot adalah tindakan merusak kemuliaan yang Allah -Ta'ālā- berikan kepada laki-laki serta bentuk penyimpangan dari tabiat asli yang Allah -Ta'ālā- fitrahkan pada laki-laki. Di dalamnya juga terkandung penyelisihan besar terhadap petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tokoh-tokoh umat ini. Lalu, bagaimana mungkin jiwa seorang mukmin yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyelisihi Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau serta generasi salaful-ummah?!

4) Menjunjung tinggi perintah Nabi yang mulia, "Biarkanlah jenggot." Artinya, tinggalkan dan jangan dicukur. Maka, di manakah keadaan sebagian kaum muslimin dalam perintah ini yang menunjukkan kewajiban memelihara jenggot?!

 216- BAB PENEGASAN KEWAJIBAN ZAKAT, PENJELASAN KEUTAMAANNYA, DAN HAL-HAL YANG TERKAIT DENGANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat."(QS. Al-Baqarah: 43)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)."(QS. Al-Bayyinah: 5)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka."(QS. At-Taubah: 103)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menunaikan zakat adalah ibadah kepada Allah -Ta'ālā- sekaligus sebagai wujud berbuat baik kepada makhluk. Ia merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.

2) Zakat merupakan sebab adanya ketenteraman jiwa, pertambahan rezeki, dan penyucian hati hamba.

3) Menunaikan zakat adalah bukti benarnya iman seorang hamba dan bukti dia menunaikan kewajiban beribadah kepada Allah -Ta'ālā-.

4) Zakat akan melembutkan hati seorang hamba kepada orang-orang fakir serta mengeluarkannya dari sifat bakhil menuju sifat cinta infak dan sedekah.

1/1206- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat 'Lā ilāha illallāh-Muḥammad rasūlullāh', penegakan salat, penunaian zakat, haji ke Baitullah, dan puasa di bulan Ramadan."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menunaikan zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima dan tidak akan sempurna keislaman orang yang menolak untuk menunaikannya.

2) Seringnya penyebutan zakat secara bergandengan dengan salat dalam Kitab Allah -Ta'ālā- dan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena salat adalah hak Allah -Ta'ālā- dan penghubung hamba dengan Rabb-nya, sedangkan zakat adalah penghubung dengan sesama makhluk.

2/1207- Ṭalḥah bin Ubaidillāh -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang lelaki dari penduduk Najd dengan rambut acak-acakan datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam-. Kami mendengar gaung suaranya, tetapi kami tidak memahami apa yang dikatakannya, hingga ia mendekat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam-. Ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- menjawab, "Salat lima waktu dalam sehari semalam." Ia bertanya, "Apakah ada kewajiban salat lainnya atasku?" Beliau menjawab, "Tidak ada, kecuali jika kamu salat sunah." Beliau meneruskan, "Dan puasa pada bulan Ramadan." Ia bertanya, "Apakah ada puasa wajib lainnya atasku?" Beliau menjawab, "Tidak ada, kecuali jika kamu puasa sunah." Beliau meneruskan, "Dan zakat." Ia bertanya, "Apakah ada sedekah wajib lainnya atasku?" Beliau menjawab, "Tidak ada, kecuali jika kamu sedekah sunah." Setelah itu, laki-laki itu pergi sambil berkata, "Demi Allah! Saya tidak akan menambahkan kewajiban ini dan juga tidak akan menguranginya." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- bersabda, "Dia beruntung jika jujur.”(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

ثَائِرُ الرَّأْسِ (ṡā`irur-ra`si): rambut kepalanya acak-acakan.

دَوِيَّ صَوتِهِ (dawiyya ṣautihi): suaranya yang tinggi tapi tidak dapat dipahami.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menunaikan kewajiban adalah hak yang diharuskan pada hamba, sedangkan amalan sunah berfungsi sebagai penyempurna kewajiban.

2) Di antara zakat ada yang wajib atas hamba, dan sebagiannya hanya berupa sunah dan sedekah.

3) Anjuran agar mempelajari hukum fikih dari orang berilmu serta bertanya kepada mereka tentang perkara yang tidak dipahami dalam urusan agama.

3/1208- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengutus Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- ke Yaman; beliau bersabda,"Ajaklah mereka untuk bersyahadat bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam masalah itu, sampaikan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka lima kali salat sehari semalam. Jika mereka telah menaatimu dalam masalah itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Zakat adalah kewajiban agama atas orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin, sehingga mustahik zakat bisa mengambil haknya dari zakat tersebut dan memilikinya.

2) Orang yang paling berhak terhadap zakat harta adalah orang-orang miskin di negeri asal pengeluaran zakat tersebut dan tidak boleh dipindahkan ke negeri lain kecuali ada maslahat yang lebih kuat.

3) Hendaknya memperhatikan permasalahan yang menjadi skala prioritas ketika mengajak manusia kepada agama Allah -Ta'ālā-. Maka perhatian pertama adalah kepada tauhid, kemudian salat, setelahnya rukun Islam lainnya.

4/1209- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan hal itu, maka mereka telah melindungi darah dan hartanya dariku kecuali dengan hak Islam. Sedangkan perhitungan amalan mereka terserah kepada Allah -Ta'ālā-."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Zakat adalah hak Islam yang diwajibkan pada harta, sehingga zakat pada hakikatnya bukan kemuliaan dan pemberian yang disedekahkan oleh orang kaya.

2) Siapa yang menolak menunaikan hak yang diwajibkan dalam zakat, maka umara diperintahkan untuk memeranginya atas hal itu.

5/1210- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat dan Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- menjadi khalifah dan sebagian orang-orang Arab murtad, Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Bagaimana engkau memerangi orang-orang itu, padahal Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Lā ilāha illallāh; siapa yang mengucapkannya, maka dia telah melindungi harta dan nyawanya dariku, kecuali dengan hak Islam, sementara perhitungan amalnya terserah kepada Allah?!'"Abu Bakar berkata, "Demi Allah! Sungguh aku akan benar-benar memerangi siapa saja yang membedakan antara salat dan zakat, karena zakat adalah hak harta.Demi Allah! Seandainya mereka menolak memberikan satu tali kepadaku yang dahulu mereka tunaikan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, niscaya aku akan perangi mereka karena penolakannya itu."Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Demi Allah! Tidaklah aku melihat melainkan Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, dan aku pun mengetahui bahwa itulah yang benar."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

عِقَالًا ('iqālan): tali yang digunakan untuk menambatkan unta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- yang telah mengambil sikap besar ini untuk membela hak zakat yang disyariatkan.

2) Memerangi orang-orang yang menolak menunaikan zakat adalah ijmak para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- karena hal itu dilakukan dengan disaksikan serta didukung oleh semua sahabat.

6/1211- Abu Ayyūb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Kabarkanlah kepadaku sebuah amalan yang akan memasukkanku ke dalam surga." Beliau bersabda,"Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi."(Muttafaq 'Alaih)7/1212- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang badui datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Tunjukkanlah kepadaku satu amalan, jika aku melakukannya aku akan masuk surga." Beliau bersabda,"Hendaklah engkau menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, menegakkan salat, menunaikan zakat yang telah diwajibkan, dan berpuasa Ramadan."Orang itu berkata, "Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Aku tidak akan menambah lebih dari ini." Saat orang itu berlalu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ingin melihat seorang laki-laki penghuni surga, hendaknya ia melihat orang ini."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menunaikan zakat yang diwajibkan termasuk amalan yang menjadi penyebab masuk surga.

2) Semangat tinggi para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam menanyakan amal perbuatan yang akan mendatangkan rida Allah -Ta'ālā- dan menjadi sebab meraih surga.

3) Mengingatkan bahwa amal saleh adalah penyebab masuk surga dan tidak boleh bertumpu pada niat lalu tidak mengerjakan amal saleh.

8/1213- Jarīr bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menegakkan salat, menunaikan zakat, dan menasihati setiap muslim."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keutamaan Jarīr -raḍiyallāhu 'anhu- dalam ketulusannya untuk berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- atas tiga perkara ini.

2) Menunaikan zakat sering digandengkan penyebutannya dengan menegakkan salat karena zakat adalah penyambung hubungan dengan para mustahik, sedangkan salat adalah penyambung hubungan dengan Allah.

9/1214- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali nanti ketika datang hari Kiamat akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api, lalu lempengan itu dipanaskan di neraka Jahanam dan dengannya dia disetrika lambung, dahi, dan punggungnya. Jika lempengan itu dingin, maka ia dipanaskan lagi untuknya, pada satu hari yang lamanya setara dengan 50.000 tahun, sampai diputuskan perkara seluruh hamba lalu orang itu mengetahui jalannya, ke surga atau neraka."Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan unta?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab,"Begitu juga pemilik unta yang tidak menunaikan zakatnya yang di antaranya memerah susunya ketika hari dibawa ke tempat minum. Ketika hari Kiamat tiba dia dilemparkan di atas mukanya kepada untanya di dataran yang luas dan rata, semua untanya dikumpulkan, tidak ada yang tertinggal walau satu ekor anak unta pun. Kemudian unta-unta itu menginjaknya dengan kakinya dan menggigitnya dengan mulutnya. Setiap kali yang pertama berlalu, maka dibalikkan lagi kepadanya yang terakhir. Yaitu pada satu hari yang lamanya setara dengan 50.000 tahun, sampai diputuskan perkara seluruh hamba lalu orang itu mengetahui jalannya, ke surga atau neraka."Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan sapi dan kambing?" Beliau menjawab,"Begitu juga pemilik sapi dan kambing yang tidak mengeluarkan zakatnya. Ketika hari Kiamat tiba, dia dilemparkan di atas mukanya ke sapi dan kambingnya di dataran yang luas dan rata. Semua sapi dan kambingnya dikumpulkan, tidak ada yang tertinggal seekor pun. Tidak ada yang tanduknya bengkok atau yang tidak bertanduk, dan tidak pula yang tanduknya patah. Semua menanduknya dengan tanduknya dan menginjaknya dengan telapak kakinya. Setiap kali yang pertama berlalu, maka dibalikkan lagi kepadanya yang terakhir. Yaitu pada satu hari yang lamanya setara dengan 50.000 tahun, sampai diputuskan perkara seluruh hamba lalu orang itu mengetahui jalannya, ke surga atau neraka."Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan kuda?" Beliau menjawab,"Kuda itu ada tiga macam. Yaitu kuda yang mendatangkan dosa bagi pemiliknya, kuda yang melindungi pemiliknya, dan kuda yang mendatangkan pahala bagi pemiliknya. Adapun kuda yang mendatangkan dosa bagi pemiliknya yaitu kuda yang ditambat oleh pemiliknya dengan maksud ria, menyombongkan diri, dan memusuhi pemeluk Islam. Itulah kuda yang mendatangkan dosa bagi pemiliknya.Adapun kuda yang melindungi pemiliknya, yaitu kuda yang ditambat di jalan Allah, kemudian dia tidak lupa menunaikan hak Allah pada punggung dan lehernya. Itulah kuda yang menutupi pemiliknya.Adapun kuda yang dapat mendatangkan pahala bagi pemiliknya, yaitu kuda yang ditambat di jalan Allah di padang rumput atau kebun untuk kepentingan umat Islam. Tidaklah ia memakan sesuatu di padang rumput atau kebun itu, melainkan akan dicatat sebagai kebaikan bagi pemiliknya, dan akan dicatat baginya sejumlah kotoran dan air seninya sebagai kebaikan. Dan tidaklah ia memutus tali pengikatnya lalu ia berlari satu atau dua putaran, melainkan Allah akan catat baginya hitungan jejak dan kotorannya sebagai kebaikan. Tidaklah ia dibawa oleh pemiliknya melewati sebuah sungai lalu kuda itu minum dari sungai itu, padahal pemiliknya tidak bermaksud memberinya minum, melainkan Allah akan catat baginya sebanyak yang diminum sebagai kebaikan."Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan keledai?" Beliau menjawab,"Belum ada sebuah wahyu yang diturunkan kepadaku tentang keledai, kecuali ayat yang satu-satunya dan bersifat umum ini:"Maka siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.Dan siapa siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."(QS. Az-Zalzalah: 7-8)(Muttafaq 'Alaih,dan ini adalah redaksi Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَوْمَ وِرْدِها (yauma wirdihā): hari ketika ia minum.

بُطِحَ لَها (buṭiha lahā): dilemparkan di atas mukanya.

قَاعٍ قَرقَرٍ (qā' qarqar): padang luas dan rata.

فَصِيْلًا (faṣīlan): anak unta ketika dipisah dari induknya.

تَطَؤُهُ (taṭa`uhu): ia menginjaknya.

عَقْصَاء ('aqṣā`): yang bengkok kedua tanduknya.

جَلْحَاء (jalḥā`): yang tidak bertanduk.

عَضْبَاء ('aḍbā`): patah tanduknya.

أَظْلَافُهَا (aẓlāfuhā): telapak kakinya, al-aẓlāf digunakan pada sapi dan kambing seperti al-qadam pada manusia dan al-khuff pada unta.

نواءً (niwā`): permusuhan.

طِوَلها (ṭiwaluhā): aṭ-ṭiwal ialah tali yang digunakan menambatkan kuda.

استَنَّتْ (istannat): ia lari di tempat penggembalaannya.

شَرْفًا (syarfan): permukaan tanah yang tinggi.

الفَاذَّةُ (al-fāżżah): yang sendiri, al-fażż sinonim al-fard, maksudnya: yang sedikit tandingannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Azab yang disebutkan dalam hadis ini adalah mukadimah sebelum azab neraka Jahanam yang dijanjikan terhadap orang yang menolak menunaikan zakat.

2) Peringatan agar tidak menimbun harta tanpa menunaikan zakatnya, dan semua harta yang tidak ditunaikan zakatnya disebut kanz (harta timbunan).

3) Harta adalah nikmat dari Allah -Ta'ālā- bagi orang yang menunaikan hak Allah di dalamnya, dan merupakan azab bagi pemiliknya di dunia dan akhirat jika dia menahan hak yang diwajibkan atasnya.

4) Seorang hamba akan meraih pahala yang besar atas amal yang kecil dengan sebab mengikhlaskan niat kepada Allah -Ta'ālā-, sehingga orang beriman harus antusias mengejar rida Allah -Ta'ālā- di dalam perbuatan dan ucapannya serta semua keadaannya.

 217- BAB KEWAJIBAN PUASA RAMADAN, PENJELASAN KEUTAMAAN PUASA, DAN YANG TERKAIT DENGANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ... "Hingga firman-Nya:"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`ān, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."(QS. Al-Baqarah: 183-185)

Pelajaran dari Ayat:

1) Puasa Ramadan termasuk rukun agama Islam dan pilar ketakwaan, dan meninggalkannya termasuk dosa besar.

2) Menampakkan keutamaan umat ini, yaitu manakala Allah mensyariatkan untuk mereka kewajiban-kewajiban yang dengannya mereka bisa melebihi kemuliaan umat-umat terdahulu dengan pelipatgandaan pahala dan kedudukan mereka.

3) Di antara hikmah paling besar dalam kewajiban puasa ialah tercapainya ketakwaan orang yang berpuasa; Allah tidak bermaksud menyiksa hamba dengan meninggalkan apa yang mereka senangi dan terbiasa dengannya:"Tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu." (QS. Al-Ḥajj: 37)

4) Anjuran untuk menerima rukhsah (keringanan) yang berasal dari Allah dalam hal dibolehkannya orang yang sakit dan musafir untuk tidak berpuasa, karena Allah -Ta'ālā- senang bila rukhsakh-Nya diambil sebagaimana Dia senang bila kewajiban-Nya dilaksanakan.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini,

maka sebagiannya telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

1/1215- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Semua amal anak Adam ialah miliknya, selain puasa. Sesungguhnya puasa itu milik-Ku dan Aku sendirilah yang akan memberikannya ganjaran.' Puasa adalah perisai. Maka, bila salah seorang kalian sedang berpuasa, janganlah ia berbicara kotor dan jangan berteriak-teriak (memancing keributan). Jika seseorang mencacinya atau memusuhinya hendaknya ia mengatakan, 'Aku sedang puasa.' Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dibanding aroma kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia rasakan; yakni apabila ia berbuka puasa, ia bahagia dengan berbukanya, dan apabila ia bertemu Rabb-nya, ia bahagia dengan puasanya."(Muttafaq 'Alaih,

dan ini adalah redaksi Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari yang lain:"Ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku. Puasa adalah milik-Ku, Aku sendirilah yang akan memberikan ganjarannya, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya."Dalam riwayat Imam Muslim:"Setiap amal anak Adam dilipatgandakan, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, 'Selain puasa, sesungguhnya puasa itu milik-Ku dan Aku sendirilah yang akan memberikannya ganjaran. Ia (orang yang puasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.' Bagi orang yang puasa ada dua kebahagiaan; yakni satu kebahagiaan ketika berbuka dan satu kebahagiaan lain ketika bertemu Rabb-nya, dan sungguh bau mulutnya lebih wangi di sisi Allah dibanding aroma kasturi."

Kosa Kata Asing:

جٌنَّةٌ (junnah): sesuatu yang digunakan sebagai tameng, yaitu puasa adalah pelindung dan perisai dari neraka.

يَرْفُثُ (yarfuṡ): ia berbicara yang kotor dan keji.

يَصْخَبُ (yaṣkhab), berasal dari kata "الصًّخْبُ" (aṣ-ṣakhb), yaitu mengangkat suara dan ribut.

خَلُوْفٌ (khalūf): perubahan aroma mulut akibat puasa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Puasa termasuk ibadah paling agung dalam hal keikhlasan kepada Allah -Ta'ālā-, karena puasa adalah rahasia antara hamba dengan Rabb-nya; oleh karena itu, Allah -Ta'ālā- mengistimewakannya di antara amalan lainnya.

2) Puasa mengandung semua macam kesabaran; sabar di atas ketaatan kepada Allah, sabar dari bermaksiat kepada Allah, dan sabar atas takdir Allah -Ta'ālā-. Karena puasa mengandung semua macam kesabaran tersebut, maka pahalanya tidaklah terbatas jumlahnya.

3) Orang mukmin merasa bahagia ketika menyelesaikan salah satu kewajiban yang Allah -Ta'ālā- wajibkan dan ketika Allah menghalalkan baginya sebagian apa yang disenangi jiwanya. Beginilah seharusnya seorang mukmin, berbahagia dengan ketaatan apabila dia telah menyelesaikannya.

4) Motivasi untuk melaksanakan wasiat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal tidak membalas orang yang berbuat buruk dengan keburukan, melainkan orang yang berpuasa harus memuliakan dan menyucikan dirinya dari mencela dan mencaci.

Faedah Tambahan:

Di dalam hadis ini terdapat dua macam hadis: hadis qudsi yang berasal dari firman Allah -Ta'ālā-, dan hadis nabawi yang berasal dari ucapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sehingga dalam hadis ini terkumpul dua jenis hadis, yaitu hadis qudsi dan hadis nabawi.

2/1216- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersedakah dengan sepasang (hewan dan lainnya) di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari semua pintu surga, 'Wahai hamba Allah! Ini adalah kebaikan.' Siapa yang gemar salat, maka dia dipanggil dari pintu salat; siapa yang gemar berjihad, maka dia akan dipanggil dari pintu jihad; siapa yang gemar berpuasa, maka dia akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyān; siapa yang gemar bersedekah, maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah."Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kupersembahkan ayah ibuku sebagai tebusan untukmu wahai Rasulullah! Tidak ada keburukan atas orang yang dipanggil dari tiap-tiap pintu itu. Apakah ada orang yang dipanggil dari seluruh pintu surga?" Beliau bersabda,"Ya, dan aku berharap, engkaulah salah satunya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk memperbanyak ibadah sunah agar seseorang dipanggil dari tiap-tiap pintu ketaatan.

2) Dibukanya pintu-pintu rahmat Allah -Ta'ālā- bagi para hamba supaya orang beriman berlomba-lomba dalam ibadah.

3) Pintu Ar-Rayyān yang akan menghilangkan dahaga orang yang berpuasa adalah salah satu di antara delapan pintu surga.

4) Keutamaan khusus bagi Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq, yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memberikannya kabar gembira bahwa dia termasuk di antara yang akan dipanggil dari semua pintu ini, sebagai pemuliaan kepadanya -raḍiyallāhu 'anhu- karena dia telah meraih semua pintu kebaikan.

3/1217- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya di surga ada satu pintu bernama Ar-Rayyān. Pada hari Kiamat kelak, orang-orang yang berpuasa akan masuk dari pintu itu, dan tidak ada seorang pun yang masuk selain mereka. Dikatakan, 'Di manakah orang-orang yang berpuasa?' Lantas mereka berdiri, tidak ada seorang pun selain mereka yang masuk dari pintu itu. Jika mereka telah masuk, pintu itu pun ditutup, sehingga tidak ada seorang pun yang masuk dari pintu itu setelahnya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara rahmat dan pemuliaan Allah -Ta'ālā- terhadap orang yang berpuasa adalah Allah membukakan khusus untuk mereka sebuah pintu yang orang lain tidak akan menyertai mereka di dalamnya.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan, yaitu sebagaimana orang yang berpuasa memurnikan puasanya untuk Allah -Ta'ālā-, maka Rabb mereka pun mengkhususkan balasan mereka untuk mereka saja.

4/1218- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah, kecuali dengan hari itu Allah akan jauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara amalan yang paling besar pahalanya ialah menggabungkan ibadah puasa dengan jihad fi sabilillah, karena telah menggabungkan antara dua keutamaan.

2) Keutamaan ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dalam puasa sunah, karena seorang hamba tidak akan berpuasa di hari-hari berjihad kecuali karena kesempurnaan ikhlasnya kepada Allah -Ta'ālā-.

5/1219- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan pahala besar dalam puasa Ramadan karena merupakan sebab pengampunan dosa.

2) Beriman kepada Allah -Ta'ālā- dan mengharap pahala yang disertai dengan keikhlasan yang sempurna kepada Allah; termasuk ketaatan yang paling mulia.

6/1220- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila Ramadan telah tiba, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

صُفِّدت الشَّياطين: setan-setan diikat dan ditahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara keistimewaan bulan Ramadan adalah bahwa pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka untuk memotivasi para pelaku amal saleh untuk memperbanyak ketaatan, pintu-pintu neraka ditutup karena banyaknya orang beriman yang mengerjakan ketaatan, serta setan-setan dibelenggu dari berbuat keburukan.

2) Pengabaran oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang hal itu kepada umat ini sebagai bentuk nasihat untuk mereka, juga sebagai motivasi pada kebaikan, dan peringatan dari dosa dan keburukan.

3) Kewajiban mengimani berita gaib yang datang dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena beliau;"Tidaklah berucap menurut keinginannya.Tidak lain, itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4)7/1221- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berpuasalah karena melihatnya (hilal), dan berbukalah karena melihatnya pula. Apabila hilal samar atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan Syakban menjadi tiga puluh hari."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Dalam riwayat Muslim: "Apabila kalian terhalangi oleh awan, maka berpuasalah tiga puluh hari."

Kosa Kata Asing:

غَبِي (gabiya), dengan memfatahkan "gain" dan mengkasrahkan "bā`", artinya: samar.

غُمَّ (gumma): antara kalian dan hilal terhalangi awan sehingga kalian tidak melihatnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban puasa bulan Ramadan adalah dengan melihat hilal bulan Ramadan atau menyempurnakan Syakban tiga puluh hari, sedangkan keluar dari kewajiban puasa adalah dengan melihat hilal Syawal atau menyempurnakan bulan Ramadan tiga puluh hari. Sehingga kita bisa membuang keraguan dan membangun ibadah di atas keyakinan sempurna atau dugaan yang kuat.

2) Bila hilal bulan Ramadan tidak terlihat, maka wajib hukumnya menyempurnakan bulan Syakban tiga puluh hari, dan tidak diperbolehkan berpuasa di hari yang diragukan (hari syak) sebelum Ramadan; siapa yang mengerjakannya, maka dia telah durhaka kepada Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Mengikuti Sunnah adalah dengan menyempurnakan bilangan bulan, bukan dengan berpuasa di hari syak (yang diragukan), meskipun dengan klaim bahwa itu sikap yang lebih hati-hati dan lebih sempurna. Karena seluruh kebaikan adalah pada mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.Sekiranya berpuasa di hari syak mengandung kebaikan, niscaya beliau telah mengarahkan umatnya kepadanya. Sebab itu, berpeganglah dengan apa yang beliau ajarkan, niscaya Anda diberi petunjuk.

 218- BAB KEDERMAWANAN, BERBUAT BAIK, DAN MEMPERBANYAK KEBAIKAN DI BULAN RAMADAN, SERTA MENINGKATKANNYA LAGI DI SEPULUH HARI TERAKHIR RAMADAN

1/1222- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling dermawan. Beliau menjadi paling dermawan ketika di bulan Ramadan, yaitu ketika Jibril datang menemuinya. Jibril biasa menemui beliau di setiap malam bulan Ramadan untuk bertadarus Al-Qur`ān dengannya. Sungguh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika didatangi oleh Jibril lebih cepat kedermawanannya dalam kebaikan dibanding angin yang berhembus."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الجُوْدُ (al-jūd): kedermawanan, yaitu menyedekahkan apa yang disukai berupa harta, tenaga, atau kedudukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sosok yang paling dermawan dengan harta, badan, ilmu, dakwah, dan nasihatnya.

2) Ramadan adalah bulan kedermawanan, dan hamba yang diberi taufik adalah yang bersikap dermawan kepada saudaranya di bulan Ramadan serta bersungguh-sungguh dalam hal itu dalam rangka meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Anjuran untuk memperbanyak mempelajari (membaca) Al-Qur`ān, baik lafal maupun maknanya, selama bulan Al-Qur`ān, yaitu bulan Ramadan.

2/1223- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dahulu, apabila masuk sepuluh malam terakhir (bulan Ramadan) beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, serta bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikatan sarung."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

المِئْزرَ (al-mi`zar): pakaian yang dipakai pada badan bagian bawah, yaitu sarung. Mengencangkan ikatan sarung artinya bersiap-siap untuk bekerja dan bersungguh-sungguh di dalamnya. Ada yang berpendapat, maksudnya ialah seorang suami menjauhi istrinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk sikap dermawan terhadap diri sendiri adalah kita menghidupkan sepuluh malam terakhir Ramadan dalam ketaatan kepada Allah -Ta'ālā-, karena kedermawanan tersebut adalah kedermawanan pada hak Allah -Ta'ālā-.

2) Seorang laki-laki hendaknya menganjurkan anggota keluarganya untuk ikut berpartisipasi dalam ketaatan. Lalu, di manakah sebagian orang tua dari rumah tangga dan keluarganya pada hari ini?

 219- BAB LARANGAN MENDAHULUI RAMADAN DENGAN BERPUASA SETELAH PERTENGAHAN SYAKBAN, KECUALI BAGI ORANG YANG MENYAMBUNG PUASANYA DENGAN PUASA SEBELUMNYA ATAU BERTEPATAN DENGAN PUASA KEBIASAANNYA, MISALNYA DIA TERBIASA PUASA SENIN DAN KAMIS LALU DIA BERPUASA BERTEPATAN DENGAN HARI ITU

1/1224- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah salah seorang kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang terbiasa berpuasa hari itu, maka silakan dia berpuasa di hari itu."(Muttafaq 'Alaih)2/1225- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah berpuasa sebelum Ramadan. Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Bila hilal terhalangi oleh awan, maka sempurnakanlah tiga puluh hari."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

الغَيَابَةُ (al-gayābah), dengan "gain" dan "yā`", yaitu: awan.

3/1226- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila telah tersisa setengah dari Syakban, maka janganlah kalian berpuasa."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan keras dari berpuasa mendahului Ramadan, misalnya seseorang melakukannya dengan tujuan untuk kehati-hatian dengan mengatakan, "Aku berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan untuk berhati-hati." Yang benar ialah mengikuti petunjuk Nabi dalam hal berpuasa ketika melihat hilal.

2) Puasa yang disyariatkan ialah setelah memastikan masuknya Ramadan dengan melihat hilal, tidak dengan berpuasa mendahuluinya.

3) Perhatian Allah kepada keadaan hamba dan menghilangkan kesulitan dari mereka; Allah melarang berpuasa mendahului Ramadan supaya hamba memasuki bulan Ramadan dengan tekad kuat dan semangat.

4/1227- Abul-Yaqẓān 'Ammār bin Yāsir -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,"Siapa yang berpuasa di hari yang diragukan, maka dia telah durhaka kepada Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman puasa di hari syak, yaitu hari sebelum dipastikan masuknya Ramadan karena ada larangan terhadap yang demikian itu.

2) Menyelisihi Sunnah Nabi dan melanggar larangan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah sebab kesesatan dan perpecahan, sekalipun hamba itu mengira bahwa dalam ibadahnya itu terdapat kebaikan, "Karena betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun ia tidak mendapatkannya."

Faedah Tambahan:

Puasa sebelum Ramadan terbagi dalam tiga hal:

Pertama: setelah pertengahan Syakban hingga tanggal 28 Syakban, hukumnya makruh, kecuali bagi orang yang memiliki kebiasaan puasa.

Kedua: satu atau dua hari sebelum Ramadan, hukumnya haram, kecuali bagi orang yang memiliki kebiasaan puasa.

Ketiga: hari syak, tidak boleh berpuasa pada hari syak secara mutlak, termasuk puasa sunah. Karena ibadah tidak boleh dibangun kecuali di atas keyakinan, dan karena dikhawatirkan puasa di hari itu akan mendatangkan kerancuan pada manusia sehingga mereka menyangkanya termasuk puasa Ramadan.

 220- BAB DOA KETIKA MELIHAT HILAL

1/1228- Ṭalḥah bin Ubaidillah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat hilal, beliau mengucapkan,"Allāhumma ahillahu 'alainā bil-amni wal-īmāni, was-salāmati wal-islāmi, rabbī wa rabbukallāh, hilālu rusydin wa khairin (artinya: Ya Allah! Terbitkanlah hilal ini kepada kami bersama keamanan dan keimanan, keselamatan dan keIslaman. Tuhanku dan tuhanmu adalah Allah. Semoga menjadi hilal petunjuk dan kebaikan)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengucapkan doa ini ketika melihat hilal di setiap bulan.

2) Merutinkan doa Nabi yang berisi permohonan keamanan dan keimanan serta keselamatan dan keIslaman akan menggabungkan bagi hamba antara kesuksesan meraih semua yang diinginkan dan selamat dari semua yang ditakutkan.

3) Kebanggaan seorang hamba terhadap rubūbiyyah (ketuhanan) dan ulūhiyyah (keilahian) Allah -Ta'ālā-, dengan mengimani bahwa Allah adalah Tuhan dan pemilik segala sesuatu dan Dialah yang berhak untuk disembah dan diagungkan, sehingga tidak boleh menyembah bintang-bintang dan bebatuan, karena mereka hanyalah makhluk dan bukan tuhan.

 221- BAB KEUTAMAAN SAHUR DAN MENGAKHIRKANNYA SELAMA TIDAK KHAWATIR FAJAR TERBIT

1/1229- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Makan sahurlah, karena dalam makan sahur terdapat berkah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dalam makan sahur terdapat keberkahan, terutama keberkahan melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena melaksanakan perintah beliau adalah sumber seluruh kebaikan. Di antara keberkahannya ialah yang disampaikan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sabdanya:"Hendaknya kalian makan sahur karena ia adalah makan yang diberkahi."(HR. Ahmad)Juga sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat kepada orang-orang yang makan sahur."(HR. Ibnu Ḥibbān dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Ibni Ḥibbān)Termasuk di antara keberkahannya adalah menyelisihi puasa Ahli Kitab yang dilakukan tanpa makan sahur, karena menyelisihi mereka termasuk tujuan utama syariat Islam.

2) Makanan sahur akan menguatkan seorang hamba dalam mengerjakan ibadah dan ketaatan ketika siang.

2/1230- Zaid bin Ṡābit -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, setelahnya kami bangun untuk mengerjakan salat (subuh)." Ada yang bertanya, "Berapa jarak antara keduanya?" Dia menjawab, "Seukuran membaca lima puluh ayat."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan mengakhirkan waktu makan sahur hingga menjelang waktu subuh.

2) Anjuran menyegerakan salat Subuh dan tidak terlambat melaksanakannya ketika fajar telah terbit.

3/1231- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memiliki dua muazin: Bilāl dan Ibnu Ummi Maktūm; Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Bilāl mengumandangkan azan ketika masih malam hari. Karena itu, makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktūm mengumandangkan azan."Dia berkata, "Jarak antara azan keduanya hanyalah seukuran yang pertama turun (dari tempat azan) lalu yang kedua naik (ke tempat azan)."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Azan pertama tidak menghalangi hamba dari menyantap makanan sahur, tetapi yang menjadi ukuran ialah azan kedua, yaitu azan salat Subuh.

2) Jarak antara kedua azan seukuran cukup untuk makan dan minum, sehingga riwayat "Yang pertama turun (dari tempat azan) lalu yang kedua naik (ke tempat azan)" maksudnya ialah dekatnya jarak antara waktu turunnya muazin pertama dan naiknya muazin kedua, yakni antara keduanya hanyalah waktu yang pendek.

Peringatan:

Tersebar di sebagian negeri -seperti negeri kami, Syam- penamaan azan pertama dengan azan imsak. Penamaan ini salah, menyebabkan sebagian orang serta merta menghentikan makan dan minum begitu mereka mendengar azan pertama. Ini menyelisihi Sunnah Nabi yang menganjurkan untuk sangat mengakhirkan waktu sahur hingga masuk azan salat Subuh. Selain itu, di dalamnya juga terkandung tindakan meninggalkan rukhsah dan anugerah Allah kepada hamba-Nya:"Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar." (QS. Al-Baqarah: 187)Hikmah dari azan pertama ialah untuk membangunkan orang yang masih tidur dan menghentikan orang yang sedang salat. Wallāhu a'lam.4/1232- 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mewujudkan perbedaan antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani merupakan perkara yang diperintahkan dalam agama.

2) Makan sahur adalah keberkahan, di antara keberkahannya ialah membedakan antara puasa seorang muslim dan non muslim.

 222- BAB KEUTAMAAN MENYEGERAKAN BERBUKA PUASA, JENIS MAKANAN UNTUK BERBUKA, DAN DOA YANG DIBACA SETELAH BERBUKA

1/1233- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa."(Muttafaq 'Alaih)2/1234- Abu 'Aṭiyyah meriwayatkan: Aku dan Masrūq masuk menemui Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, lalu Masrūq berkata kepadanya, "Ada dua orang dari sahabat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang keduanya senantiasa melakukan kebaikan. Salah satu dari keduanya menyegerakan salat Magrib dan berbuka, sedang yang lain mengakhirkan salat Magrib dan berbuka." Aisyah bertanya, "Siapa yang menyegerakan salat Magrib dan berbuka?" Ia menjawab, "Abdullah". Maksudnya Ibnu Mas'ūd. Aisyah berkata, "Demikianlah dahulu Rasulullah melakukannya."(HR. Muslim)

لا يَأْلُو (lā ya`lū): tidak pernah malas dan lalai dalam melakukan kebaikan.

3/1235- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling bersegera dalam berbuka puasa.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [40].

Pelajaran dari Hadis:

1) Menyegerakan berbuka puasa adalah tanda kebaikan umat, yaitu termasuk perangai yang dicintai dan diridai oleh Allah -Ta'ālā- pada diri hamba.

2) Sunnah Qauliyyah (berupa ucapan) dan Fi'liyyah (berupa perbuatan) dalam petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- semuanya menganjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa, dan orang yang diberi taufik di antara hamba Allah adalah yang mengikuti petunjuk Sunnah Nabi.

4/1236- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila malam telah datang dari sini dan siang sudah pergi dari sini serta matahari telah terbenam, maka sudah tiba waktu berbuka orang yang berpuasa."(Muttafaq 'Alaih)5/1237- Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Kami pernah berjalan bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedangkan beliau sedang berpuasa. Ketika matahari telah terbenam, beliau bersabda kepada sebagian orang, "Wahai polan! Turunlah dan adukkan kita tepung." Dia berkata, "Wahai Rasulullah! Sekiranya engkau tunggu lebih sore." Beliau bersabda, "Turunlah dan adukkan kita tepung." Dia berkata, "Ini masih siang." Beliau bersabda, "Turunlah lalu adukkan kita tepung." Maka dia pun turun lalu mengadukkan tepung untuk mereka, lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- minum kemudian bersabda,"Apabila kalian melihat malam telah datang dari arah sini, maka telah tiba waktu berbuka orang yang berpuasa." Beliau menunjuk dengan tangannya ke arah timur.(Muttafaq 'Alaih)

Sabda beliau, "اجْدَحْ" (ijdaḥ), dengan huruf "jīm" kemudian "dāl", setelahnya "ḥā`", yaitu: aduklah tepung gandum dengan air.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menyegerakan berbuka puasa ketika malam tiba dan matahari terbenam walaupun masih tersisa jejak cahayanya.

2) Kewajiban taat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta melaksanakan perintah beliau walaupun logika tidak bisa memahami hikmah dari perintah tersebut, sebab di antara tanda taufik Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya ialah tunduk secara penuh kepada nas-nas syariat;

"Maka demi Tuhanmu! Mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa berat dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."(QS. An-Nisā`: 65)6/1238- Salmān bin 'Āmir Aḍ-Ḍabbiy -raḍiyallāhu 'anhu- yang merupakan seorang sahabat, meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bila salah seorang kalian berbuka puasa, hendaklah dia berbuka puasa dengan kurma, karena kurma itu memiliki berkah. Bila dia tidak mendapatkan kurma, maka dengan air, karena air itu menyucikan."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

7/1239- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berbuka puasa dengan beberapa butir ruṭab (kurma mengkal) sebelum salat. Jika ruṭab tidak ada, maka beliau berbuka dengan beberapa butir tamar (kurma kering). Jika kurma kering tidak ada, maka beliau minum beberapa teguk air."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata: "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

حَسَوَاتٍ (ḥasawāt), bentuk jamak dari kata "حَسْوَةٌ" (ḥaswah), yaitu: satu kali tegukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Yang paling utama ialah agar orang yang berpuasa berbuka menggunakan ruṭab, jika ruṭab tidak ada maka dengan tamar (kurma kering), dan jika kurma kering tidak ada maka dengan air. Ini adalah wujud pengamalan petunjuk Nabi dan penjagaan kesehatan, karena sesuatu yang manis langsung dapat diterima oleh badan dengan mudah setelah lama tidak makan.

2) Siapa yang tidak mendapatkan sesuatu untuk digunakan berbuka puasa, maka dia berniat berbuka puasa dalam hatinya sampai mendapatkan sesuatu yang bisa dia makan.

Peringatan:

Telah disebutkan dalam hadis no. 332 tentang kedaifan hadis Salmān bin 'Āmir yang disebutkan di sini, bahwa hadis ini tidak sahih dari perkataan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ia hanya diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dari perbuatan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "Bahwa beliau biasa berbuka puasa sebelum salat dengan beberapa butir ruṭab (kurma mengkal). Jika ruṭab tidak ada, maka beliau berbuka dengan beberapa butir tamar (kurma kering). Dan jika kurma kering tidak ada, maka beliau meneguk beberapa teguk air."

 223- BAB PERINTAH KEPADA ORANG YANG BERPUASA UNTUK MENJAGA LISAN DAN ANGGOTA TUBUHNYA DARI PENYIMPANGAN, SALING CACI, DAN SEMISALNYA

1/1240- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berbicara kotor dan jangan pula berteriak-teriak (memancing keributan). Jika seseorang mencacinya atau memusuhinya hendaknya ia mengatakan, 'Aku sedang berpuasa.'"(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يرفُثْ (yarfuṡ): berbicara yang keji.

يَصخَبْ (yaṣkhab): aṣ-ṣakhb ialah bertengkar dan berteriak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Puasa adalah ibadah penguatan iman dan pembinaan jiwa, karena hamba yang berpuasa menjalani satu bulan penuh dalam keadaan menjaga ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan, hal ini pasti akan menyucikan jiwa dan mendidiknya.

2) Mengajarkan manusia agar berhenti pada larangan agama, yaitu seorang hamba tidak boleh melanggarnya hanya karena kejailan orang-orang yang jahil.

3) Boleh menginformasikan ketaatan kepada orang lain jika perbuatan itu akan mendatangkan kemaslahatan atau menjauhkan adanya mafsadat.

4) Seorang mukmin tidak membalas perbuatan buruk dengan perbuatan buruk juga, karena ia memiliki kemuliaan yang sempurna di antara manusia dan kerendahan diri yang sempurna kepada Allah -Ta'ālā-. Tidak berbuat buruk adalah sikap merendah dalam rangka beribadah kepada Allah -Ta'ālā-, bukan karena lemah dan hina.

2/1241- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta (haram) dan perbuatan dusta (haram), Allah tidak butuh perbuatannya dalam meninggalkan makanan dan minumannya."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

قَوْلَ الزُّورِ (qaul az-zūr): perkataan haram.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hikmah besar pada puasa ialah diraihnya buah dan faedah puasa dengan ketakwaan, bukan sebatas potret puasa yang lahir dengan lapar dan dahaga.

2) Siapa yang jiwanya tidak suci dengan ketaatan, hendaklah dia mencurigai ketaatan yang dia kerjakan, karena ketaatan yang diterima akan meninggalkan pengaruh positif pada kehidupan hamba.

 224- BAB TENTANG BEBERAPA PERMASALAHAN PUASA

1/1242- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bila salah seorang kalian ‎lupa lalu dia makan atau minum, maka hendaklah dia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbuatan orang yang lupa tidak menyebabkan dia dihukum dan tidak berakibat pada kerusakan ibadahnya karena dia tidak menyengajanya.

2) Besarnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-hamba-Nya, yaitu Allah tidak membebani mereka sesuatu di luar kemampuan mereka.

Faedah Tambahan:

Di antara hak orang yang lupa atas saudaranya yang ingat adalah agar ia mengingatkannya. Sehingga ketika Anda melihat orang yang berpuasa menyantap makanan, maka Anda wajib mengingatkannya. Oleh sebab itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda dalam masalah salat, "Bila aku lupa, maka ingatkanlah aku."

Sebagaimana bila Anda melihat seseorang mengerjakan salat menyimpang dari kiblat, maka Anda wajib mengingatkannya.

2/1243- Laqīṭ bin Ṣabirah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Kabarilah aku tentang wudu." Beliau bersabda,"Sempurnakan wudu dan sela-selalah antara jari-jemari, serta hiruplah air ke dalam hidung (istinsyāq) dengan kuat, kecuali jika engkau sedang berpuasa."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

أَسْبِغْ (asbig - sempurnakanlah): al-isbāg artinya menyempurnakan, yakni: berwudulah dengan wudu sempurna.

خَلِّلْ (khallil - sela-selalah): at-takhlīl ialah memasukkan air ke sela-sela jari, terutama jari-jari kaki.

Pelajaran dari Hadis:

1) Melakukan istinsyāq dengan kuat adalah sunah, kecuali dalam kondisi puasa, karena pada orang yang berpuasa dikhawatirkan air akan masuk ke dalam tenggorokannya.

2) Masuknya air ke tenggorokan melalui jalur hidung sama seperti air yang masuk melalui mulut, keduanya membatalkan puasa orang yang berpuasa.

3/1244- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mendapatkan waktu fajar dalam ‎keadaan masih junub karena berhubungan dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa.‎"(Muttafaq 'Alaih)4/1245- Aisyah dan Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mendapatkan waktu subuh dalam keadaan masih junub bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang junub boleh untuk memulai puasa, walaupun dia belum mandi kecuali setelah terbit fajar.

2) Hukum asal semua perbuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebagai hujah dan pensyariatan bagi umat, dan tidak dikatakan perbuatan tersebut adalah kekhususan beliau kecuali jika ada dalil menunjukkan hal itu.

3) Keutamaan para Ummahātul-Mu`minīn -raḍiyallāhu 'anhunna- manakala mereka meriwayatkan dengan penuh jujur dan amanah apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka berupa perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum syariat bagi umat.

 225- BAB KEUTAMAAN PUASA MUHARAM, SYAKBAN, DAN BULAN-BULAN HARAM

1/1246- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah, Muharam. Dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan puasa sunah di bulan Allah, Muharam, khususnya pada tanggal sepuluh karena adanya keutamaan khusus berpuasa pada hari itu.

2) Perbedaan keutamaan dan pelipatgandaan pahala berbagai ibadah adalah berdasarkan waktu pelaksanaannya. Oleh karena itu, seorang hamba harus gigih memanfaatkan waktu-waktu yang utama untuk ketaatan.

2/1247- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah berpuasa di suatu bulan yang lebih banyak dibanding bulan Syakban. Sesungguhnya beliau berpuasa penuh di bulan Syakban." Dalam riwayat lain, "Beliau berpuasa penuh di bulan Syakban, kecuali sedikit."

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperbanyak puasa di bulan Syakban hukumnya sunah, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berpuasa di sebagian besar Syakban.

2) Hikmah dalam berpuasa di sebagian besar Syakban adalah sebagai mukadimah sebelum Ramadan seperti rawatib sebelum salat fardu.

3/1248- Mujībah Al-Bāhiliyyah meriwayatkan dari bapaknya atau pamannya, bahwasannya dia datang menemui Rasulullah - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bertolak (pulang) lagi. Setahun kemudian ia datang lagi -dengan kondisi dan penampilan yang sudah berubah- lalu bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidak mengenalku?" Beliau bertanya, "Siapa engkau?" Dia menjawab, "Aku Al-Bāhiliy (dari kabilah Bāhilah) yang pernah datang kepadamu pada tahun pertama (tahun lalu)." Beliau bersabda, "Apa yang telah mengubahmu, padahal dulu kamu berpenampilan bagus?" Dia menjawab, "Aku tidak pernah makan sejak berpisah denganmu kecuali pada malam hari." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kamu telah menyiksa dirimu!" Selanjutnya beliau bersabda,"Berpuasalah pada bulan kesabaran (Ramadan) dan satu hari setiap bulan."Dia berkata, "Tambahkanlah untukku, karena sesungguhnya aku masih kuat." Beliau bersabda,"Berpuasalah dua hari (di setiap bulan)."Dia berkata, "Tambahkanlah untukku." Beliau bersabda,"Berpuasalah tiga hari (di setiap bulan)."Dia berkata, "Tambahkanlah untukku." Beliau bersabda,"Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah. Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah. Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah."Beliau memberi isyarat dengan tiga jarinya, yaitu beliau menggenggamnya kemudian melepaskannya."(HR. Abu Daud)Bulan sabar ialah bulan Ramadan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bukan termasuk ajaran agama bila seorang hamba membebani dirinya dengan sesuatu yang dia tidak sanggupi atau memaksa dirinya dengan amalan-amalan berat yang tidak pernah diperintahkan oleh agama. Siapa yang memasukkan dirinya dalam kesulitan, sesungguhnya dia telah memaksakan diri dengan agama yang terdistorsi.

2) Amalan ibadah yang paling dicintai Allah adalah yang paling kontinu dilakukan meskipun sedikit.

Peringatan:

Hadis ini daif dengan redaksi ini. Tetapi hadis ini sahih dari riwayat Kahmas Al-Hilāliy, dia berkata, "Aku masuk Islam. Kemudian aku datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengabarkan beliau tentang keIslamanku. Setelah itu aku tinggal selama satu tahun, sementara aku menjadi kurus dan badanku mengecil, kemudian aku datang menemui beliau. Beliau menurunkan pandangannya padaku, kemudian menaikkannya. Aku berkata, "Tidakkah engkau mengenalku?" Beliau bersabda, "Siapa engkau?" Aku menjawab, "Aku Kahmas Al-Hilāliy." Beliau bersabda, "Apa yang menyebabkanmu seperti yang sedang aku lihat?" Aku menjawab, "Sejak meninggalkanmu aku tidak pernah makan di waktu siang, dan tidak juga tidur di waktu malam." Maka beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang memerintahkanmu menyiksa diri?! Berpuasalah di bulan kesabaran (Ramadan), dan satu hari di setiap bulan." Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Beliau bersabda, "Berpuasalah di bulan kesabaran dan dua hari di setiap bulan." Aku berkata, "Tambahkanlah untukku, aku masih kuat." Beliau bersabda, "Berpuasalah di bulan kesabaran dan tiga hari di setiap bulan." (HR. Aṭ-Ṭayālisiy dalam Musnad-nya dan Aṭ-Ṭabarāniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabīr).

Faedah Penting:

Al-Ḥāfiẓ Aż-Żahabiy -raḥimahullāh- berkata dalam Siyar A'lām An-Nubalā`,

"Siapa saja yang tidak mengikat diri dalam ibadah dan zikirnya dengan Sunnah Nabi maka dia akan menyesal, menjadi lemah, jiwanya tidak senang, serta kehilangan banyak kebaikan dari mengikuti Sunnah Nabinya yang sangat lembut dan sayang kepada orang beriman serta sangat antusias untuk memberi manfaat kepada mereka. Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa mengajarkan pada umat ini amalan yang paling afdal serta mencegah hidup membujang ala pendeta yang tidak pernah disyariatkan. Beliau melarang puasa sepanjang tahun, puasa wiṣāl (melanjutkan puasa tanpa berbuka), dan salat malam di sebagian besar malam, kecuali di sepuluh malam terakhir Ramadan. Beliau melarang membujang bagi yang memiliki kemampuan menikah, melarang meninggalkan daging, dan berbagai perintah dan larangan lainnya.

Seorang ahli ibadah yang tak berilmu dalam banyak hal itu memiliki uzur dan mendapat pahala. Sedangkan ahli ibadah yang memiliki ilmu tentang Sunnah Nabi Muhammad namun dia melewatkannya, maka dirinya tak mulia dan teperdaya. Amalan yang paling dicintai oleh Allah -Ta'ālā- adalah yang paling kontinu dilakukan, walaupun sedikit.

Semoga Allah membimbing kami dan juga Anda untuk mengikuti Sunnah (mutāba'ah) secara baik serta menghindarkan kita dari bidah dan penyimpangan."

 226- BAB KEUTAMAAN PUASA DAN IBADAH LAINNYA PADA SEPULUH HARI PERTAMA ZULHIJAH

1/1225- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada hari yang amal saleh di dalamnya lebih disukai oleh Allah daripada hari-hari ini."Maksudnya: sepuluh hari pertama (Zulhijah). Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Tidak juga jihad fi sabilillah?" Beliau bersabda,"Tidak juga jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan diri dan hartanya lalu tidak ada sesuatu pun darinya yang kembali."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan amal saleh di sepuluh hari pertama bulan Zulhijah.

2) Jihad fi sabilillah termasuk amalan yang paling utama. Oleh sebab itu, hendaklah seorang hamba berusaha supaya meraih salah satu tingkatan mujahidin.

 227- BAB KEUTAMAAN PUASA HARI ARAFAH, ASYURA, DAN TĀSŪ'Ā`

1/1250- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah ditanya tentang puasa hari Arafah? Beliau bersabda,"Puasa hari Arafah menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

السَّنَةَ الماضيةَ (tahun lalu): tahun yang telah berlalu sebelum hari Arafah, karena hari Arafah terletak di bulan terakhir dalam hitungan tahun.

السَّنَةُ البَاقِيَةُ (tahun yang akan datang): tahun setelahnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan puasa hari Arafah bagi selain jemaah haji karena dapat menghapuskan dosa dua tahun.

2) Luasnya karunia dan rahmat Allah pada umat ini, yaitu Allah memberikan pahala yang banyak pada amalan yang sedikit dan ringan.

2/1251- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan puasa pada hari Asyura serta beliau memerintahkan berpuasa pada hari tersebut."(Muttafaq 'Alaih)3/1252- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ditanya tentang puasa Asyura, maka beliau bersabda,"Puasa Asyura menghapus dosa tahun lalu."(HR. Muslim)4/1253- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika aku masih hidup hingga tahun depan, sungguh aku juga akan berpuasa di hari kesembilan (Muharam)."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hari Asyura adalah hari kesepuluh Muharam dan dianjurkan berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur kepada Allah -Ta'ālā-, karena pada hari itu Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Firaun dan pengikutnya.

2) Anjuran berpuasa pada hari Asyura karena puasa hari itu menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu.

Faedah Tambahan:

Sunnah dalam puasa Asyura ialah supaya berpuasa satu hari sebelumnya atau satu hari setelahnya, dengan tujuan untuk menyelisihi kaum Yahudi.

 228- BAB ANJURAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL

1/1254- Abu Ayyūb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seperti puasa setahun."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat; yaitu puasa Ramadan setara dengan sepuluh bulan dan enam hari di bulan Syawal setara dengan enam puluh hari atau dua bulan, sehingga yang demikian itu seperti puasa satu tahun penuh.

2) Pahala yang dijanjikan dalam hadis ini ialah bagi orang yang telah berpuasa Ramadan secara sempurna kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal walaupun terpisah-pisah.

Faedah Tambahan:

Sebagian ulama berkata, "Puasa enam hari di bulan Syawal tidak dikerjakan sebelum mengada utang Ramadan bagi orang yang tidak berpuasa karena suatu uzur, karena pahala tersebut diberikan bagi orang yang telah berpuasa Ramadan secara sempurna kemudian melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal."

Sebagian yang lain berkata, "Diperbolehkan mengerjakan puasa enam hari di bulan Syawal sekalipun belum mengada hari yang ditinggalkannya di bulan Ramadan, berdasarkan perkataan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-,Dahulu aku berhutang puasa Ramadan, lalu aku tidak bisa mengadanya kecuali pada bulan Syakban.'Yaḥyā -salah satu perawi- berkata, 'Yaitu karena ia sibuk melayani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.'" (HR. Bukhari)

Mereka berkata, "Hal ini telah dilakukan oleh Aisyah dengan sepengetahuan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dan sangat jauh kemungkinan bila Ummul-Mu`minīn -yang merupakan sosok ulama yang mengamalkan ilmunya- tidak berpuasa enam hari di bulan Syawal.

Lagi pula, mengakhirkan kada puasa Ramadan adalah kemudahan dari syariat Islam. Wallāhu a'lam."

 229- BAB ANJURAN PUASA SENIN DAN KAMIS

1/1255- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau bersabda,"Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus sebagai nabi, atau hari diturunkan wahyu kepadaku."(HR. Muslim)2/1256- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Amalan-amalan dipaparkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, sehingga aku senang bila amalanku diangkat saat aku sedang berpuasa."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan." Juga diriwayatkan oleh Muslim tanpa menyebutkan kata puasa).3/1257- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat memperhatikan puasa Senin dan Kamis."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadisnya hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keutamaan hari Senin berdasarkan beberapa munasabah besar; momen kelahiran Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, permulaan diturunkannya wahyu kepada beliau, dan sebagai hari pemaparan seluruh amalan kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Mengupayakan puasa hari Senin dan Kamis karena amal perbuatan dipaparkan kepada Allah -Ta'ālā- di dua hari ini.

3) Anjuran untuk mengerjakan ibadah-ibadah besar yang menjadi amalan kebiasaan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di antaranya ialah menuntut rida Allah -Ta'ālā- dengan ibadah puasa.

Peringatan:

Beribadah pada hari-hari yang mulia harus sesuai tata cara yang disyariatkan dalam petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan sebaik-baik petunjuk. Tidak diperbolehkan pada hari-hari ini melakukan ibadah yang tidak disyariatkan oleh Allah -Ta'ālā- maupun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, wahai saudaraku! Hendaklah Anda gigih untuk mengikuti Sunnah Nabi dan tinggalkan semua bidah yang rendah.

Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ikutilah (Sunnah), dan jangan mengadakan bidah. Karena kalian telah dicukupkan. Semua bidah adalah kesesatan." (Riwayat Aṭ-Ṭabaraniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabīr)

 230- BAB ANJURAN PUASA TIGA HARI SETIAP BULAN

Puasa ini paling utama dilakukan pada ayyāmul-bīḍ (hari-hari yang malamnya bulan memilki cahaya sangat terang), yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan hijriah. Ada juga yang berpendapat, yaitu tanggal 12, 13, dan 14. Tetapi pendapat yang sahih dan masyhur adalah yang pertama.

1/1258- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Kekasihku -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpesan kepadaku dengan tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat salat Duha, dan melaksanakan salat Witir sebelum tidur."(Muttafaq 'Alaih)2/1259- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kekasihku -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berwasiat kepadaku dengan tiga wasiat, aku tidak akan meninggalkannya selama aku hidup, yaitu: puasa tiga hari pada tiap bulan, salat Duha, dan tidak tidur kecuali setelah melaksanakan salat Witir."(HR. Muslim)3/1260- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Puasa tiga hari setiap bulan adalah (seperti) puasa selama setahun penuh."(Muttafaq 'Alaih)4/1261- Mu'āżah Al-'Adawiyyah meriwayatkan bahwasanya ia bertanya kepada Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, "Apakah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan puasa tiga hari setiap bulan?" Aisyah menjawab, "Ya." Maka aku berkata, "Di hari yang manakah pada bulan itu beliau melakukan puasa?" Aisyah menjawab, "Beliau tidak memedulikan di hari apa di bulan itu beliau melakukan puasa."(HR. Muslim)5/1262- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila engkau berpuasa tiga hari setiap bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, keempat belas, dan kelima belas."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")6/1263- Qatādah bin Milḥān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami berpuasa pada ayyāmul-bīḍ: tanggal 13, 14, dan 15."(HR. Abu Daud)7/1264- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa tidak berbuka pada ayyāmul-bīḍ baik ketika beliau mukim maupun musafir."(HR. An-Nasā`iy dengan sanad hasan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Puasa tiga hari pada tiap bulan setara dengan puasa setahun penuh, karena satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat.

2) Berpuasa di pertengahan bulan -tanggal 13, 14, dan 15- adalah yang paling utama, karena merupakan petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang umum.

3) Keutamaan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal menjaga wasiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selama masa hidup mereka.

 231- BAB KEUTAMAAN ORANG YANG MEMBERI BUKA PUASA KEPADA ORANG YANG BERPUASA SERTA KEUTAMAAN ORANG YANG BERPUASA KETIKA ADA YANG MAKAN DI RUMAHNYA DAN DOA ORANG YANG MAKAN UNTUKNYA

1/1265- Zaid bin Khālid Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.”

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersemangat memberi buka puasa bagi orang yang berpuasa karena pahala besar yang ada di dalamnya, terutama bila mereka adalah orang-orang yang membutuhkan dan miskin.

2) Luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya manakala Allah menuliskan pahala sempurna bagi orang yang turut berpartisipasi dalam salah satu pintu kebaikan.

2/1266- Ummu ‘Umārah Al-Anṣāriyyah -raḍiyallāhu ‘anhā- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengunjunginya, lalu ia menyuguhkan makanan kepada beliau; beliau bersabda, “Makanlah!” Namun ia berkata, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sesungguhnya orang yang berpuasa itu akan didoakan oleh para malaikat jika ada yang makan padanya hingga mereka selesai.” Atau beliau mengatakan, “…hingga mereka kenyang."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [41]

3/1267- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang mengunjungi Sa'ad bin Ubādah -raḍiyallāhu 'anhu-. Maka Sa'ad menghidangkan roti dan minyak, lalu Nabi pun makan. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membaca doa,"Afṭara 'indakum aṣ-ṣā`imūn, wa akala ṭa'āmakumul-abrāra, wa ṣallat 'alaikumul-malā`ikah (artinya: Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempat kalian dan orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian serta para malaikat mendoakan kalian)."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan menyuguhkan makanan bagi orang yang berpuasa ketika ia berbuka puasa, karena yang demikian itu adalah sebab adanya doa para malaikat kepada orang yang memberi makan.

2) Anjuran mendoakan orang yang memberikan makan berbuka puasa serta menjelaskan doa yang dibaca oleh orang yang makan bagi yang memberinya makan.

3) Perhatian agama terhadap aspek adab dan membalas kebaikan orang yang berbuat baik supaya jiwa bersemangat pada kebaikan. Lihatlah adab luhur ini dalam mendoakan orang yang memberikan makanan berbuka puasa!

Peringatan:

Hadis Ummu 'Umārah Al-Anṣāriyyah adalah daif. Makna hadis ini telah cukup diwakilkan oleh hadis sahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ, dia berkata, "Orang yang berpuasa akan didoakan oleh malaikat ketika ada yang makan padanya."Hadis ini dihukumi marfū' (dinisbahkan) kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena ucapan seperti ini tidak akan diucapkan oleh seorang sahabat berdasarkan logikanya semata. Hal ini juga dikuatkan oleh hadis tentang doa orang yang bertamu:"Afṭara 'indakum aṣ-ṣā`imūn, wa ṣallat 'alaikumul-malā`ikah (artinya: Telah berbuka pada kalian orang yang berpuasa dan telah berselawat kepada kalian para malaikat)."

 KITAB IKTIKAF

 232- BAB KEUTAMAAN IKTIKAF

1/983- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa beriktikaf di sepuluh hari terakhir Ramadan."(Muttafaq 'Alaih)2/1269- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa melakukan iktikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga Allah -'Azza wa Jalla- mewafatkannya. Selanjutnya para istrinya beriktikaf sepeninggal beliau.(Muttafaq 'Alaih)3/1270- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa beriktikaf setiap Ramadan sebanyak sepuluh hari. Namun pada tahun beliau diwafatkan, beliau beriktikaf dua puluh hari."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Beriktikaf di bulan Ramadan dengan melakukan ketaatan kepada Allah -Ta'ālā- serta fokus beribadah adalah Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Anjuran untuk mencari lailatulkadar di sepuluh malam terakhir masa iktikaf karena di dalamnya terkandung keutamaan yang khusus, dan orang yang diberi taufik ialah yang memanfaatkan waktu-waktu yang utama tersebut dalam ketaatan.

3) Di antara hikmah ibadah iktikaf ialah agar hati dan badan dapat fokus untuk beribadah, jauh dari kesibukan yang memutus hubungan hamba dengan Tuhannya.

Peringatan:

Bacaan niat yang dibaca dan ditempel oleh sebagian orang di masjid-masjid dengan lafal, "Nawaitul-i'tikāfa fī hāżal-masjidi mā dumtu fīhi"; tidak pernah disyariatkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk umatnya, baik dengan ucapan maupun perbuatannya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah bersabda kepada manusia, "Bila kalian hendak masuk masjid, maka bacalah niat iktikaf di waktu kapan pun." Karena iktikaf yang disyariatkan ialah satu hari atau satu malam, atau lebih. Dan paling diutamakan bila iktikaf dalam kondisi berpuasa. Adapun niat mutlak seperti ini, maka bukan berasal dari petunjuk yang disyariatkan.

 KITAB HAJI

 233- BAB KEWAJIBAN HAJI DAN KEUTAMAANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barang siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."(QS. Āli 'Imrān: 97)

Faedah:

Ayat ini turun pada tahun ke-9 H, yaitu tahun delegasi. Pada tahun itulah haji diwajibkan terhadap seluruh manusia, yang beriman dan yang kafir. Tetapi orang kafir diajak kepada Islam terlebih dahulu kemudian haji. Syarat kewajiban haji ialah mampu mengadakan perjalanan menuju Baitullah, dan ini berbeda-beda sesuai zaman dan tempat.

1/1271- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Islam dibangun di atas lima perkara; syahadat 'Lā ilāha illallāh Muḥammad rasūlullāh', penegakan salat, pembayaran zakat, haji ke Baitullah, dan puasa di bulan Ramadan."(Muttafaq 'Alaih)2/1272- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpidato kepada kami, beliau bersabda,"Wahai sekalian manusia! Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah."Seorang laki-laki berkata, "Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?" Namun beliau diam. Sampai laki-laki itu mengucapkannya tiga kali, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Andainya aku katakan ya, niscaya akan diwajibkan (setiap tahun), dan kalian tidak akan mampu."Kemudian beliau bersabda,"Biarkanlah apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka kepada nabi mereka. Jika kalian aku perintahkan kepada sesuatu, maka laksanakanlah apa yang kalian mampu. Dan jika kalian aku larang dari sesuatu maka jauhilah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Haji adalah satu dari lima rukun Islam, yang tidak akan sempurna keislaman seorang hamba hingga ia mengerjakannya.

2) Haji tidak diwajibkan sepanjang umur kecuali satu kali, dan ini termasuk rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya karena Allah mewajibkan pada mereka sesuatu yang mereka mampui. Semua itu untuk mengangkat kesulitan dan memberikan kemudahan pada hamba;"Dan Allah tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama." (QS. Al-Ḥajj: 78)

3) Banyak pertanyaan dan penyelisihian adalah salah satu sebab kebinasaan.

4) Wajib atas seorang hamba untuk mengerjakan apa yang dia sanggupi di antara perintah-perintah agama. Adapun larangan agama, maka wajib ditinggalkan secara total dan tidak boleh digampangkan.

3/1273- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ditanya, "Amalan apakah yang paling utama?" Beliau bersabda, "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau ditanya, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Berjihad di jalan Allah." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Haji yang mabrur."(Muttafaq 'Alaih)

المَبْرُورُ (al-mabrūr - haji mabrur): haji yang pelakunya tidak mengerjakan sebuah maksiat pun di dalamnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbedaan tingkat amal saleh dan ketaatan sesuai dengan kemampuan orang yang beramal, dan masing-masing diperintahkan sesuai dengan keadaannya.

2) Haji yang mabrur adalah haji yang dilakukan dengan ikhlas kepada Allah -Ta'ālā-, mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam tata cara haji, dan meninggalkan kekejian, kefasikan, dan perdebatan. Haji yang seperti ini merupakan amal yang paling utama di sisi Allah -Ta'ālā-.

4/1274- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menunaikan ibadah haji tanpa berbuat keji dan kefasikan, maka ia pulang (tanpa dosa) seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Haji adalah sebab pengampunan semua dosa.

2) Besarnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya; yaitu Allah telah mensyariatkan bagi mereka berbagai ibadah yang dengannya dosa dan kesalahan mereka diampuni.

5/1275- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak memiliki balasan kecuali surga."(Muttafaq 'Alaih)6/1276- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling utama, apakah kami boleh berjihad?" Beliau menjawab, "Bagi kalian (kaum wanita) jihad yang paling utama adalah haji yang mabrur."(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Haji adalah salah satu jenis jihad fi sabilillah bagi siapa yang tidak mendapatkan kemuliaan jihad karena suatu uzur.

2) Besarnya pahala haji bila dikerjakan sesuai tata caranya yang disyariatkan, baik secara lahir maupun batin.

3) Sapaan dalam sabda beliau, "Bagi kalian jihad yang paling utama adalah haji yang mabrur" ditujukan kepada jemaah perempuan, sehingga haji adalah jihad bagi perempuan yang tanpa adanya peperangan.

7/1277- Masih dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tiada hari di mana Allah lebih banyak memerdekakan hamba dari neraka lebih dari hari Arafah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya keutamaan hari Arafah karena banyaknya hamba yang dimerdekakan pada hari itu dari neraka.

2) Rahmat Allah -Ta'ālā- kepada kaum mukminin, yaitu Allah telah mengistimewakan umat ini dengan musim-musim kebaikan dan ampunan.

8/1278- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Umrah di bulan Ramadan sebanding dengan haji." Di sebagian redaksi, "atau haji bersamaku."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Umrah di bulan Ramadan sebanding dengan haji dalam hal pahala dan balasan, bukan dalam hal menggugurkan kewajiban haji.

2) Pahala amalan akan bertambah dengan keutamaan waktu; yaitu pahala ibadah umrah menjadi besar manakala dilakukan di bulan Ramadan.

9/1279- Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa seorang perempuan bertanya, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kewajiban haji yang Allah wajibkan atas hamba-Nya datang ketika ayahku sudah tua renta, dia tidak bisa duduk di atas kendaraan, maka apakah boleh aku menghajikannya?" Beliau menjawab, "Ya."(Muttafaq 'Alaih)10/1280- Laqīṭ bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya bertanya, "Sesungguhnya ayahku telah tua renta, dia tidak mampu melakukan haji, umrah dan perjalanan." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berhaji dan berumrahlah untuk menggantikan ayahmu."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

الظَّعَنَ (aẓ-ẓa'an): perjalanan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seseorang tidak mampu mengerjakan haji dengan ketidakmampuan yang tidak ada harapan akan hilang seperti sakit yang terus-menerus dan usia tua, maka ia boleh dihajikan dengan haji badal.

2) Perempuan boleh untuk menghajikan laki-laki dan laki-laki menghajikan perempuan.

11/1281- As-Sā`ib bin Yazīd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku dibawa menunaikan haji bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika haji wadak saat aku berusia tujuh tahun."(HR. Bukhari)12/1282- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertemu serombongan pengendara di Ar-Rauḥā`. Beliau lalu bertanya, "Rombongan siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Rombongan orang-orang Islam. Lalu Anda, siapa?" Beliau menjawab, "Rasulullah." Lantas seorang perempuan mengangkat seorang anak kecil dan bertanya, "Apakah sah haji anak kecil ini?" Beliau menjawab, "Ya, sah. Dan engkau juga mendapatkan pahala."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الرَّوْحَاءِ (ar-rauḥā`): sebuah tempat di perbatasan antara Mekah dan Madinah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sahnya haji anak kecil, walaupun anak kecil tersebut belum mencapai usia tamyiz.

2) Anak kecil tersebut mendapatkan pahala hajinya, dan walinya pun mendapatkan pahala yang semisal dengan pahalanya karena telah menjadi sebab dalam haji anak kecil tersebut. Sehingga orang yang menunjukkan kepada kebaikan sama seperti pelakunya.

Faedah Tambahan:

Anak kecil ketika berhaji, dia mengerjakan apa yang dikerjakan oleh orang dewasa. Seandainya dia tidak mampu melakukan sebagiannya karena umurnya yang kecil, seperti anak yang masih menyusu, maka dia memiliki beberapa keadaan:

1) Jika perbuatan tersebut termasuk yang bisa digantikan, seperti melempar jamrah, maka dalam hal itu dia digantikan oleh orang dewasa.

2) Jika perbuatan tersebut termasuk yang tidak bisa digantikan dan tidak bisa juga dikerjakan oleh anak kecil tersebut, seperti tawaf dan sai, maka dalam hal itu dia dibawa serta dalam menunaikannya.

13/1283- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menunaikan haji dengan menunggang unta yang sekaligus menjadi pengangkut barang-barangnya.(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الزَّامِلَةُ (az-zāmilah): unta yang digunakan untuk membawa makanan dan barang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kesulitan hidup dan kekurangan rezeki yang dialami oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sehingga bekal dan barang-barang beliau dibawa di atas kendaraan. Kendati demikian, beliau adalah orang yang paling lapang dada dan paling bersabar. Maka orang yang bahagia adalah yang meneladani beliau serta berakhlak dengan akhlak dan perangai beliau.

2) Boleh berpindah di antara masyā'ir haji (tempat-tempat ibadah haji) dengan berkendara, dan hal itu tidak mengurangi pahala haji.

14/1284- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Dahulunya 'Ukāẓ, Majinnah, dan Żul-Majāz adalah pasar-pasar di masa jahiliah. Maka mereka merasa berdosa bila berjualan pada musim (haji), maka turunlah ayat:"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu"(QS. Al-Baqarah: 198)Yaitu pada musim-musim haji.(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

تَأثَّمُوا (ta`aṡṡamū): mereka merasa berat dan takut jatuh dalam dosa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berjualan ketika berhaji termasuk manfaat yang diperbolehkan bagi jemaah haji selama tujuan utamanya adalah menunaikan haji.

2) Keutamaan sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sikap warak mereka dari mengerjakan sesuatu, walaupun di dalamnya terdapat manfaat, sampai mereka mengetahui hukum Allah -Ta'ālā- padanya.

 KITAB JIHAD

 234- BAB KEUTAMAAN JIHAD

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa."(QS. At-Taubah: 36)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagi kamu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal tidak baik bagi kamu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 216)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Berangkatlah kamu, baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah."(QS. At-Taubah: 41)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`ān. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung."(QS. At-Taubah: 111)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,(yaitu) beberapa derajat dari-Nya, serta ampunan dan rahmat. Dan sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. An-Nisā`: 95-96)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui,niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah kemenangan yang agung.Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin."(QS. Aṣ-Ṣaff: 10-13)Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan masyhur.

Pelajaran dari Ayat:

1) Mengobarkan semangat kaum mukminin untuk memerangi seluruh orang kafir demi menegakkan kalimat Allah serta menghinakan kekafiran dan pemeluknya.

2) Walaupun jihad tidak disukai oleh jiwa, namun ia memiliki maslahat besar yang menjadikannya baik bagi orang beriman, karena Allah -Ta'ālā- kadang menetapkan sesuatu yang tak disukai jiwa sesuai dengan takdir serta hikmah-Nya, lalu menjadikan kesudahannya sebagai kebaikan.

3) Jihad yang diperintahkan adalah jihad dengan jiwa dan harta untuk menegakkan agama Allah -Ta'ālā-, bukan karena ria dan fanatisme.

4) Menampakkan perniagaan besar dalam jihad; pembelinya adalah Allah Yang Mahasuci, penjualnya adalah orang-orang beriman, alat tukarnya dari pihak orang beriman adalah jiwa dan harta, alat tukar dari Allah adalah surga, dan dokumen yang menetapkan jual beli tersebut adalah janji Allah dalam kitab paling agung yang diturunkan di muka bumi. Sungguh, betapa agungnya perniagaan itu! Maka, di manakah para pebisnis yang menginginkan keuntungan surga?!

5) Orang-orang yang diberi uzur untuk tidak ikut serta dalam jihad adalah orang-orang yang memiliki halangan dari kalangan orang-orang lemah yang tidak mampu secara fisik ataupun harta, atau orang yang duduk mendalami agama Allah. Sehingga siapa saja yang meninggalkan maslahat jihad kifayah untuk maslahat ilmu dan dakwah kepada Allah -Ta'ālā-, maka dia berada di atas kebaikan.

6) Jihad adalah perniagaan menguntungkan, dengannya seorang hamba akan meraih semua yang diinginkan dan menghilangkan semua yang ditakuti, tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang berilmu!

Faedah Penting:

Para ulama -raḥimahumullāh- menyebutkan bahwa jihad terbagi tiga:

jihad melawan jiwa, jihad melawan kaum munafikin, dan jihad melawan orang-orang kafir harbi.

Yang didahulukan di antara semua macam jihad ini adalah jihad melawan jiwa, hawa nafsu, dan setan. Bila seorang hamba telah meraih kemenangan dari jihad ini serta diberikan taufik oleh Allah -Ta'ālā- untuk merealisasikannya, maka setelah itu ia dituntut berjihad melawan kaum munafikin dan melawan orang-orang kafir. Bila dia tidak mampu berjihad melawan jiwanya, hawa nafsunya, dan setan, maka ia akan lebih tidak mampu terhadap jenis jihad yang lain. Oleh karena itu, seorang mukmin harus gigih berjihad menaklukkan dirinya, yaitu dengan membimbingnya untuk melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan. Dan ini membutuhkan ilmu, kesabaran dan ketabahan, serta pengorbanan dan perjuangan, sampai jiwanya menjadi senang pada kebaikan dan meninggalkan keburukan. Bila dia jujur dalam jihad ini, Allah -Ta'ālā- akan mengaruniakan kepadanya jihad melawan orang-orang kafir serta menjanjikan pada dirinya kemenangan yang besar. Adapun orang yang lemah dari berjihad untuk melaksanakan salat berjamaah, misalnya, dan dia mengkhianati panggilan "Ḥayya 'alaṣ-ṣalāh", maka bagaimana dia bisa menyambut panggilan "Ḥayya 'alal-jihād"?

Adapun hadis-hadis tentang keutamaan jihad maka sangatlah banyak, di antaranya:

1/1285- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah ditanya, "Amalan apakah yang paling utama?" Beliau bersabda, "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Berjihad di jalan Allah." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Haji yang mabrur."(Muttafaq 'Alaih)2/1286- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amal apakah yang paling Allah -Ta'ālā- cintai?" Beliau menjawab, "Salat di awal waktunya." Aku bertanya, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian amalan apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)3/1287- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang paling afdal?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Beriman kepada Allah dan berjihad di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jihad fi sabilillah termasuk amalan yang paling dicintai dan diutamakan di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Bervariasinya amal kebaikan dan kebajikan bagi orang beriman, sehingga setiap orang bisa berpacu pada ketaatan yang mampu dia kerjakan, dan ini bagian dari kesempurnaan syariat Islam.

4/1288- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, keluar satu kali ketika pagi atau sore untuk berjihad di jalan Allah, itu lebih baik dari dunia dan segala isinya."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

غَدْوَةُ (gadwah): keluar berjalan di waktu pagi.

رَوْحَةُ (rawḥah): keluar berjalan di waktu sore.

Pelajaran dari Hadis:

1) Jihad fi sabilillah termasuk ibadah yang paling utama, yaitu lebih baik dari dunia dengan segala isinya.

2) Anjuran untuk mengikhlaskan jihad karena Allah -Ta'ālā-, yaitu dilakukan di jalan Allah, bukan dalam rangka fanatisme dan macam-macam slogan jahiliah lainnya.

5/1289- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu bertanya, "Siapakah orang yang paling utama, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,"Seorang mukmin yang berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah."Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau bersabda,"Kemudian seseorang yang menyendiri di salah satu lembah gunung untuk beribadah kepada Tuhannya, dan menjauhkan manusia dari keburukan dirinya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jihad yang diperintahkan adalah jihad dengan jiwa dan harta, dan itu adalah hal paling berharga yang dimiliki seseorang.

2) Beruzlah (menyendiri) pada masa fitnah dan keburukan serta karena khawatir terjatuh ke dalam maksiat, lebih baik daripada hidup bermasyarakat.

6/1290- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ribāṭ (berjaga di daerah perbatasan) sehari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Tempat dalam surga seukuran tempat cemeti salah seorang kalian lebih baik daripada dunia dan seisinya. Dan berangkat di sore hari atau berangkat di pagi hari untuk berperang di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keutamaan berjuang dan berjihad fi sabilillah.

2) Dunia beserta semua isinya tidak sebanding dengan apa pun di sisi Allah, bahkan ia tak memiliki kebaikan apa pun, kecuali yang menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā-, karena ukuran paling kecil dalam surga itu lebih agung dari semua yang ada di dunia.

3) Faktor ketidakikutsertaan dari jihad adalah bergantungnya hati dan kecondongannya kepada dunia; maka, apakah kita telah tahu mengapa kita meninggalkan jihad?!

7/1291- Salmān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ribāṭ (berjaga di garis perbatasan) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan salat malam selama satu bulan. Jika ia meninggal dunia, maka amalan yang biasa ia lakukan tetap mengalir (pahalanya), rezekinya terus diberikan, dan ia aman dari pertanyaan dua malaikat dalam kubur."(HR. Muslim)8/1292- Faḍālah bin 'Ubaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap orang yang meninggal akan ditutup amalnya, kecuali orang yang berjihad menjaga perbatasan di jalan Allah. Sesungguhnya amalnya tetap bertambah sampai hari Kiamat dan ia aman dari fitnah (pertanyaan) kubur."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

الفَتَّانُ (al-fattān): sesuatu yang dengannya seseorang diuji dalam kubur berupa pertanyaan dua malaikat kepadanya tentang sesembahannya, agamanya, dan nabinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan khusus bagi mujahid yang menjaga perbatasan di jalan Allah, bahwa amalnya terus dikembangkan dan tidak terhenti, dan ini termasuk yang menjadikan jiwa orang beriman terus merindukan jihad fi sabilillah.

2) Penetapan adanya fitnah atau pertanyaan dalam kubur, dan bahwa mujahid yang menjaga perbatasan di jalan Allah dilindungi oleh Allah -Ta'ālā- dari pertanyaan tersebut.

9/1293- 'Usmān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berjaga di garis perbatasan sehari di jalan Allah lebih baik daripada seribu hari di tempat kebaikan lainnya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan pelipatgandaan pahala bagi mujahid yang menjaga perbatasan di jalan Allah, dan ini termasuk kemuliaan dan keutamaan jihad.

2) Orang yang mendapat taufik adalah yang dimudahkan oleh Allah -Ta'ālā- untuk berada di salah satu tingkatan jihad fi sabilillah.

10/1294- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah menjamin bagi orang yang keluar berjihad di jalan-Nya, 'Tidak ada yang mengeluarkannya kecuali karena berjihad di jalan-Ku, beriman kepada-Ku dan membenarkan rasul-rasul-Ku, maka dia dijamin atas-Ku, bahwa Aku akan memasukkannya ke surga atau mengembalikannya ke tempat tinggalnya yang dia berangkat darinya dengan membawa pahala ataupun ganimah.'Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah ada luka yang terluka di jalan Allah, kecuali akan datang pada hari Kiamat seperti keadaannya ketika terluka; warnanya warna darah, dan aromanya aroma kesturi. Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Kalaulah aku tidak akan memberatkan kaum muslimin, aku tidak akan absen dari sebuah pasukan yang berperang di jalan Allah, selamanya. Tetapi, aku tidak mendapatkan kecukupan untuk memberi mereka semua kendaraan, dan mereka pun tidak memiliki kecukupan, sementara mereka merasa sangat berat bila tidak ikut bersamaku.Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Sungguh aku menginginkan bila aku berperang di jalan Allah lalu aku terbunuh, kemudian aku berperang lagi lalu terbunuh, kemudian aku berperang lagi kemudian terbunuh."(HR. Muslim, sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari)

الكَلْمُ (al-kalm): luka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mewujudkan keikhlasan dalam berjihad adalah perkara besar yang menjadi tujuan, supaya hamba mendapatkan pahala yang dijanjikan.

2) Seorang mujahid memiliki dua kebaikan; antara meraih mati syahid atau memperoleh kemenangan dan pulang dengan selamat ke keluarganya.

3) Harapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mati syahid di jalan Allah, karena beliau mengetahui mulianya kedudukan orang yang mati syahid di sisi Allah -Ta'ālā-!

4) Boleh bersumpah dengan ucapan, "Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya!" Karena sumpah ini termasuk bersumpah dengan Allah -Ta'ālā-. Adapun bersumpah dengan selain Allah -Ta'ālā-, juga selain nama-Nya, sifat-Nya, dan kalam-Nya, maka hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Siapa yang bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah, atau jika tidak, hendaklah dia diam." (HR. Bukhari)

11/1295- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah ada satu orang yang terluka di jalan Allah, melainkan dia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan lukanya mengeluarkan darah; warnanya warna darah dan wanginya wangi kesturi."(Muttafaq 'Alaih)12/1296- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Lelaki muslim mana saja yang berperang di jalan Allah, meskipun sejenak, maka wajib baginya mendapatkan surga. Siapa yang terluka di jalan Allah karena musuh atau ditimpa musibah, maka luka tersebut akan datang pada hari Kiamat dengan mengeluarkan darah yang banyak; warnanya seperti warna safron dan wanginya seperti wangi minyak kesturi."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

مَكْلُوْمٌ (maklūm): orang yang terluka. الكَلْمُ (al-kalm) artinya luka, dan "كَلْمُهُ يَدْمَى" (kalmuhu yadmā): lukanya mengeluarkan darah.

فُواقَ نَاقَةٍ (fuwāqa nāqah): waktu jeda antara dua perahan, maksudnya: walau dengan jihad yang sangat sebentar.

نُكبَ نَكبَةً (nukiba nakbatan): musibah yang menimpa seseorang walaupun sedikit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Manakala orang yang mati syahid telah bersaksi bahwa agama Allah -Ta'ālā- baginya lebih mahal dari nyawanya, maka anggota badannya memberi kesaksian atas kejujurannya, sehingga darahnya datang bersaksi atas kejujurannya; warnanya warna darah, tetapi aromanya aroma kesturi. Sungguh, balasannya setimpal dengan jenis perbuatannya.

2) Tidaklah orang yang mati syahid mengalami luka atau musibah kecuali dengan sebab itu Allah -Ta'ālā- tuliskan baginya pahala dan luka tersebut menjadi saksi untuknya dalam hal itu.

13/1297- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Salah seorang sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati sebuah jalan di lereng gunung yang memiliki sebuah mata air tawar yang membuatnya takjub. Dia berkata, “Andai aku melakukan uzlah (menyendiri) meninggalkan manusia, lalu aku tinggal di tempat ini. Namun aku tidak akan melakukannya hingga aku meminta izin kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.” Maka dia pun menyampaikan hal itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda,“Jangan engkau lakukan! Karena keberadaan salah seorang kalian di jalan Allah itu lebih utama daripada salatnya di rumah selama tujuh puluh tahun. Tidakkah kalian mau bila Allah mengampuni kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga? Berperanglah di jalan Allah! Siapa yang berperang di jalan Allah, walau sejenak seukuran jarak antara dua perahan unta, maka dia berhak mendapatkan surga.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

الفُوَاق (al-fuwāq): jarak antara dua perahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjunjung kedudukan jihad, karena manfaatnya umum untuk semua umat dan pribadi. Sedangkan ibadah yang bersifat khusus, maka manfaatnya terbatas pada hamba tersebut.

2) Berperang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah disertai niat yang tulus menjadi sebab masuk surga.

3) Keutamaan para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- manakala mereka menahan diri dari amal agama apa pun sebelum mendapat izin dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

14/1298- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ditanya, "Wahai Rasulullah! Adakah amalan yang menyamai jihad fi sabilillah?" Beliau menjawab, "Kalian tidak akan menyanggupinya." Mereka mengulangi pertanyaannya dua atau tiga kali, setiap kalinya beliau tetap menjawab, "Kalian tidak akan menyanggupinya." Selanjutnya beliau bersabda,"Perumpamaan orang yang berjihad fi sabilillah seperti orang yang berpuasa dan salat malam dengan berdiri lama membaca ayat-ayat Allah, dia tidak pernah berhenti dari puasa dan salatnya, sampai orang yang berjihad di jalan Allah itu kembali."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan: Bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Tunjukkanlah padaku amalan yang menyamai jihad!" Beliau menjawab, "Aku tidak menemukannya."

Kemudian beliau bersabda, "Sanggupkah engkau, bila seorang mujahid berangkat, engkau masuk ke masjidmu lalu berdiri salat tanpa henti dan berpuasa tanpa berbuka?" Laki-laki itu menjawab, "Siapakah yang sanggup melakukan itu?!"

Pelajaran dari Hadis:

1) Pahala orang yang berjihad di jalan Allah menyamai pahala orang yang fokus untuk beribadah secara total tanpa henti.

2) Keutamaan amal saleh adalah kebaikan dari Allah -Ta'ālā- bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-Nya, sehingga seorang hamba tidak akan sampai ke surga hanya dengan sekadar ilmu dan amalnya saja, melainkan dengan adanya rahmat dan karunia Allah -Ta'ālā-.

15/1299- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Di antara sebaik-baik sumber kehidupan manusia adalah seorang pria yang memegang tali kekang kudanya (berjihad) di jalan Allah, ia terbang di atas punggung kudanya; setiap kali ia mendengar suara atau gemuruh perang, ia terbang di atas punggung kudanya karena ingin berperang atau mencari mati (syahid) di tempat kematian. Atau seseorang yang menggembala kambing di puncak salah satu gunung atau di salah satu lembah, ia tetap menegakkan salat, menunaikan zakat, dan beribadah kepada Tuhannya hingga kematian menjemputnya, dan tidaklah (ia bersama) manusia melainkan dalam kebaikan.”(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

عنَانِ فَرَسِهِ ('anān farasihi): tali kekang yang digunakan mengendalikan kuda.

مَتْنُهُ: (matnuhu): punggungnya.

هَيعةً أوْ فَزعَةً (hai'ah aw faz'ah): suara panggilan perang.

مَظَانُّ الشَّيءِ (maẓānn asy-syai`): tempat-tempat yang diprediksi sesuatu itu ada di sana.

شعَفَة (sya'afah): puncak gunung.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengharapkan kematian di jalan Allah -Ta'ālā- serta bersiap untuk itu termasuk kondisi hamba yang paling baik.

2) Beruzlah ketika masyarakat rusak harus disertai dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban syariat, dan tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan ketaatan, sebagaimana yang disalahpahami oleh sebagian orang, sehingga dia meninggalkan salat berjamaah dan salat Jumat dengan hujah zaman telah rusak.

16/1300- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus tingkatan yang disiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah; jarak antara dua tingkat seperti jarak antara langit dan bumi."(HR. Bukhari)171301- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang rida Allah sebagai tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasulnya, maka ditetapkan baginya surga."Abu Sa'īd heran dengan hal ini lalu berkata, "Ulangilah untukku, wahai Rasulullah!" Beliau pun mengulanginya lalu bersabda,"Ada amalan yang lain, dengannya Allah mengangkat hamba seratus derajat di dalam surga. Jarak antara dua derajatnya seperti jarak antara langit dan bumi."Abu Sa'īd bertanya, "Amalan apakah itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,"Jihad fi sabilillah. Jihad fi sabilillah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Penjelasan tentang luasnya surga serta berbagai macam kenikmatan dan derajat tinggi yang ada padanya bagi para mujahid.

2) Perbedaan tingkat penghuni surga sesuai dengan tingkat perbedaan mereka dalam keimanan dan amal saleh; orang yang diberi taufik lagi bahagia adalah yang ketika di dunia ia memiliki derajat tinggi dalam ibadah demi meraih derajat-derajat tertinggi dalam surga;"Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam." (QS. Al-Furqān: 75)18/1302- Abu Bakar bin Abu Mūsā Al-Asy'ariy berkata, Aku telah mendengar ayahku -raḍiyallāhu 'anhu- berkata ketika dia sedang di hadapan musuh, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya pintu-pintu surga di bawah naungan pedang."Maka seorang laki-laki yang berpakaian lusuh bangkit dan berkata, "Wahai Abu Musa! Apakah engkau yang mendengar sendiri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan hadis ini?" Ayahku menjawab, "Ya." Maka dia kembali kepada rekan-rekannya dan berkata, "Aku sampaikan salam (perpisahan) kepada kalian." Kemudian dia menghancurkan sarung pedangnya dan membuangnya. Kemudian dia berjalan dengan menghunus pedangnya menuju musuh, dan dia berperang dengan pedangnya hingga ia terbunuh.(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

رَثُّ الهَيْئَةِ (raṡṡul-hai`ah): berpakaian lusuh dan usang.

جَفْنَ سَيْفِهِ (jafna saifihi): sarung pedangnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam hal merealisasikan ilmu dalam wujud amalan, yaitu mereka telah melaksanakan jihad secara ilmu dan amal.

2) Kewajiban memastikan kesahihan riwayat yang dinukil dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Bolehnya menampakkan keberanian, kehebatan, dan kesombongan di medan perang.

19/1303- Abu 'Abs Abdurrahman bin Jabr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah kedua kaki seorang hamba berdebu di jalan Allah lalu ia disentuh api neraka."(HR. Bukhari)20/1304- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali lagi ke kantungnya, dan tidak akan menyatu pada hamba antara debu dalam perjuangan di jalan Allah dan asap neraka Jahanam."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")21/1305- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada dua mata yang tidak akan disentuh api neraka; yakni mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang begadang untuk berjaga di jalan Allah."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

لَا يَلِجُ (lā yaliju): tidak masuk.

يعودَ اللَّبنُ في الضَّرعِ: artinya hal itu mustahil, yaitu sebagaimana air susu setelah diperah mustahil kembali ke kantung, maka demikian juga mustahil masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan berjaga dan berjihad fi sabilillah, maka berbahagialah orang-orang yang melaksanakan tugas menjaga perbatasan untuk melindungi kehormatan umat Islam.

2) Keutamaan menangis karena takut kepada Allah -Ta'ālā-, dan hal ini tidak akan bermanfaat kecuali dari orang yang tulus imannya, yang mengikuti petunjuk dan Sunnah, dan meneteskan air mata kekhusyukan.

22/1306- Zaid bin Khālid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menyiapkan bekal untuk orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh dia telah (ikut) berperang. Dan siapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh dia telah (ikut) berperang."(Muttafaq 'Alaih)23/1307- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sedekah yang paling utama adalah memberikan naungan kemah di jalan Allah, meminjamkan pembantu di jalan Allah, atau memberikan unta betina yang sudah layak dibuahi pejantan di jalan Allah."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")24/1308- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang pemuda dari Bani Aslam berkata, "Ya Rasulullah! Aku ingin ikut berperang. Tetapi aku tidak punya harta sebagai bekal?" Beliau bersabda,"Datanglah kepada polan. Dia telah menyiapkan bekalnya, tetapi dia jatuh sakit."Lantas pemuda itu datang kepadanya dan berkata, "Sungguh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan salam kepadamu. Beliau menyampaikan agar engkau memberikan persiapan perang yang telah engkau siapkan kepadaku." Maka laki-laki itu berkata kepada istrinya, "Ya polan! berikan dia persiapan perang yang telah aku siapkan, dan jangan tahan sedikit pun. Demi Allah! Jangan engkau tahan sedikit pun, agar semoga Allah memberkahimu di dalamnya."(HR. Muslim)25/1309- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim sebuah pasukan ke Bani Laḥyān; beliau bersabda,"Hendaklah berangkat salah satu dari setiap dua orang, sedangkan pahala bagi keduanya."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Hendaklah berangkat seorang saja dari tiap-tiap dua orang." Kemudian beliau bersabda kepada yang yang tidak berangkat, "Siapa di antara kalian menggantikan orang yang berangkat dalam mengurus keluarga dan hartanya dengan baik, baginya seperti setengah pahala yang berangkat."

Kosa Kata Asing:

ظِلُّ فُسْطَاطٍ (ẓill fusṭāṭ): tenda dari bulu kambing.

مَنِيحَةُ خادِمٍ (manīatu khādim): pembantu yang diberikan sebagai pemberian dan hibah.

طَروقةُ فَحْلٍ (ṭarūqatu faḥl): unta betina yang telah mencapai usia siap dibuahi pejantan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban tolong-menolong di antara kaum muslimin dalam menyiapkan bekal pasukan perang, karena siapa saja yang menyiapkan bekal untuk orang yang berperang maka dia mendapatkan pahala yang semisal dengan pahalanya.

2) Indahnya pengaturan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada sahabat-sahabatnya, yaitu orang yang tidak mampu berjihad digantikan oleh yang mampu.

3) Memenuhi kebutuhan keluarga para mujahid di jalan Allah termasuk ketaatan paling agung yang setara dengan pahala jihad.

26/1310- Al-Barā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang lelaki yang mengenakan topeng besi datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Aku berperang atau masuk Islam (terlebih dahulu)?" Beliau menjawab,"Masuklah Islam (terlebih dahulu) kemudian berperanglah."Maka laki-laki itu masuk Islam lalu berperang dan terbunuh. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ia beramal sedikit, tapi diberi pahala banyak."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Kosa Kata Asing:

مُقَنَّعٌ بِالحَدِيدِ (muqanna' bil-ḥadīd): wajahnya ditutupi dengan senjata, atau di kepalanya ada semacam pelindung kepala.

Pelajaran dari Hadis:

1) KeIslaman adalah syarat sahnya semua ibadah, ibadah apa pun tidak sah kecuali dengan masuk Islam terlebih dahulu.

2) Diharamkannya meminta bantuan kepada orang musyrik dalam perang, selamanya, bahkan sekalipun perang itu melawan orang musyrik, lalu bagaimana dengan orang yang meminta bantuan orang musyrik yang penuh kedengkian untuk memerangi saudaranya sesama mukmin?

3) Amal yang sedikit ketika disertai dengan niat ikhlas akan memiliki pahala yang besar.

27/1311- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada seorang pun yang masuk surga ingin kembali ke dunia walau dia akan mendapatkan segala sesuatu di muka bumi, kecuali seseorang yang mati syahid; dia ingin kembali ke dunia lalu terbunuh sebanyak sepuluh kali, karena dia telah melihat kemuliaannya."

Dalam riwayat lain, "Karena dia telah melihat keutamaan mati syahid." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pahala besar yang dilihat oleh orang yang syahid sebelum wafat, menjadikannya lupa akan rasa sakitnya dibunuh serta kebencian jiwa pada kematian.

2) Cuek dengan pahala yang Allah -Ta'ālā- siapkan akan memalingkan hamba dari ibadah dan kedudukan-kedudukan mulia.

3) Sekiranya hamba mengetahui pahala yang Allah -Ta'ālā- siapkan untuknya, niscaya dia akan berpacu menuju surga dan melamarnya dengan harga mahal.

28/1312- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah akan mengampuni semua dosa orang yang mati syahid, kecuali utang."(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim lainnya, "Mati syahid di jalan Allah akan menghapus semua dosa, kecuali utang."

29/1313- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri di tengah-tengah para sahabat lalu menyebutkan, "Sesungguhnya jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amal yang paling utama." Lantas seorang laki-laki berdiri lalu bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan dihapus?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ya, kalau engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar dan mengharap pahala, serta maju menghadapi musuh dan tidak lari." Kemudian Rasululullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- balik bertanya, "Bagaimana pertanyaanmu?" Laki-laki itu berkata, "Bagaimana pendapatmu jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan dihapus?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ya, kalau engkau bersabar dan mengharap pahala, serta maju menghadapi musuh dan tidak lari. Kecuali utang. Sesungguhnya Jibril -'alaihis-salām- mengatakan hal itu kepadaku."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مُحْتَسِبٌ (muḥtasib): al-iḥtisāb ialah mengharap pahala dari Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat ini terhadap bahaya utang, karena utang akan menahan hamba dari masuk surga hingga dia menunaikan hak utang tersebut kepada pemiliknya.

2) Mati syahid di jalan Allah -Ta'ālā- akan menghapuskan semua dosa hamba dengan syarat dia mengharap pahala dan bersabar.

30/1314- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah! Di manakah tempatku jika aku terbunuh?" Beliau menjawab, "Di surga." Laki-laki itu serta-merta membuang beberapa butir kurma yang ada di tangannya, lalu berperang hingga gugur terbunuh.(HR. Muslim)31/1315- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertolak bersama para sahabatnya hingga mereka berhasil mendahului kaum musyrikin ke Badar, dan kaum musyrikin datang setelahnya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda,"Tidak boleh ada seorang pun dari kalian yang mengambil keputusan hingga aku berada di depannya."Tiba-tiba kaum musyrikin mendekat. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi."Anas melanjutkan, 'Umair bin Al-Ḥumām Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, 'Wahai Rasulullah! Surga seluas langit dan bumi?" Beliau bersabda, "Ya." Ia berkata, "Hebat, hebat." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apa yang mendorongmu untuk mengucapkan hebat, hebat?"Ia menjawab, "Demi Allah! Tidak ada wahai Rasulullah, selain harapan agar aku menjadi penghuninya." Beliau bersabda, "Engkau termasuk penghuninya." Lantas dia mengeluarkan beberapa kurma dari kantongnya dan mulai memakannya. Kemudian dia berkata, "Seandainya aku masih hidup hingga aku makan semua kurma ini, sesungguhnya itu merupakan kehidupan yang panjang." Lantas dia melemparkan kurma yang ada bersamanya lalu maju memerangi mereka (musuh) hingga ia gugur.(HR. Muslim)

القَرَن (al-qaran), dengan memfatahkan "qāf" dan "rā`", yaitu kantong anak panah.

Kosa Kata Asing:

بخٍ بخٍ (bakhin bakhin): kata ungkapan senang dan puas dengan sesuatu, dan ia diulangi untuk menunjukkan makna yang berlebihan. Maknanya ialah: menjunjung dan menganggap besar sesuatu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang mengejar mati syahid dengan jujur, niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat para syuhada, karena "sesungguhnya seseorang akan memperoleh sesuatu sesuai ketulusan niatnya."

2) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam kegigihan dan perlombaan mereka dalam kebaikan. Maka, di manakah para pemilik cita-cita tinggi yang ingin meneladani mereka?!

3) Anjuran menyemangati kaum mukminin untuk berperang dan mencari mati syahid.

4) Panglima perang yang tulus akan berada di depan pasukan untuk mengobarkan semangat perang para mujahidin.

32/1316- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sejumlah orang datang menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'Utuslah bersama kami orang-orang yang akan mengajarkan kami Al-Qur`ān dan Sunnah.' Maka Nabi mengirim kepada mereka tujuh puluh orang dari kaum Anṣār, mereka dikenal dengan sebutan Al-Qurrā` (para penghafal Al-Qur`ān). Di antara mereka adalah pamanku (saudara ibuku), Ḥarām. Mereka selalu membaca Al-Qur`ān, mengkaji, dan mempelajarinya di malam hari. Sedangkan pada siang hari mereka mengambil air dan menaruhnya di masjid, juga mereka mencari kayu bakar untuk mereka jual dan hasilnya mereka gunakan membeli makanan untuk Ahli Sufah dan orang-orang fakir. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengutus mereka, akan tetapi di perjalanan mereka dihadang dan dibunuh sebelum sampai ke tujuan, mereka berkata, 'Ya Allah! Sampaikanlah (kabar) tentang kami kepada Nabi kami bahwa kami telah berjumpa dengan-Mu, maka kami rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepada kami.' Seseorang datang mendekati Ḥarām -paman Anas- dari belakangnya, kemudian menusuknya dengan tombak sampai tembus. Ḥarām berkata, 'Aku telah menang, demi Rabb Kakbah!' Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya saudara-saudara kalian telah dibunuh, dan sesungguhnya mereka mengatakan, 'Ya Allah! Sampaikanlah tentang (berita) kami kepada Nabi kami, bahwasanya kami telah berjumpa dengan-Mu dan kami rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepada kami.'"(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang mati syahid mendapatkan kenikmatan alam barzakh di sisi Allah -Ta'ālā- sebelum meraih kenikmatan akhirat;"Mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki." (QS. Āli 'Imrān: 169)

2) "Aku telah menang, demi Rabb Kakbah!" ialah sebuah kalimat keimanan, yang keluar dari hati yang telah merasakan manisnya iman, baginya kematian dalam rangka membela agama Allah -Ta'ālā- adalah kemenangan besar. Semoga Allah -Ta'ālā- meridai sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

33/1317- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Pamanku, Anas bin An-Naḍr -raḍiyallāhu 'anhu- absen dari perang Badar. Lantas dia berkata, "Ya Rasulullah! Aku telah absen dari peperangan pertamamu melawan orang-orang musyrik. Sekiranya Allah menakdirkanku mengikuti perang melawan kaum musyrikin, niscaya Allah akan memperlihatkan apa yang aku perbuat."Anas melanjutkan: Ketika perang Uhud terjadi, sebagian pasukan Islam lari meninggalkan tempat mereka. Maka Anas bin An-Naḍr berkata, "Ya Allah! Aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang dilakukan oleh mereka itu (yakni rekan-rekannya), dan aku berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh mereka itu (yakni orang-orang musyrik)." Kemudian dia maju dan disambut oleh Sa'ad bin Mu'āż. Dia berkata, "Wahai Sa'ad bin Mu'āż! Demi Rabb-nya An-Naḍr! Di sanalah surga. Sungguh, aku mencium aroma surga di dekat Uhud." Sa'ad berkata, "Ya Rasulullah! Aku tidak mampu melakukan seperti yang dia lakukan!" Anas berkata, "Kami menemukan padanya ada delapan puluhanluka antara tebasan pedang, tusukan tombak, ataupun lemparan panah. Kami menemukannya telah terbunuh dan dicincang oleh orang-orang musyrik. Tidak ada yang dapat mengenalnya kecuali saudarinya melalui jemarinya." Anas berkata, "Kami melihat atau meyakini bahwa ayat ini turun padanya dan orang-orang yang serupa dengannya:"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur ... " sampai akhir ayat.(QS. Al-Aḥzāb: 23)(Muttafaq 'Alaih) Hadis ini telah disebutkan dalam Bab Mujāhadah.

Kosa Kata Asing:

بِضْعًا (biḍ'an): bilangan antara tiga sampai sembilan.

بِبَنَانِهِ (bi banānihi): al-banān ialah ujung jari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara karāmah yang Allah -Ta'ālā- anugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-Nya ialah seorang hamba mencium aroma surga padahal dia masih di bumi, sedangkan surga di langit.

2) Masuk dan menerobos ke dalam barisan pasukan orang kafir untuk membunuh mereka termasuk sikap kepahlawanan dan kekuatan iman.

3) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam kejujuran iman mereka, dan hal ini memberi petunjuk jelas bahwa Allah telah memilihkan untuk nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- orang-orang yang paling utama setelah para nabi, dan bahwasanya belum pernah dan tidak akan pernah ada yang semisal dengan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-.

34/1318- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tadi malam aku melihat dalam mimpi dua orang laki-laki datang kepadaku lalu membawaku naik pohon, lalu keduanya memasukkanku ke sebuah rumah yang paling indah dan paling bagus, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih bagus darinya. Mereka berdua berkata, 'Adapun rumah ini, ini adalah rumah para syuhada.'"(HR. Bukhari). Ini adalah sebagian dari hadis panjang yang berisikan berbagai macam ilmu, dan akan disebutkan dalam Bab Pengharaman Dusta, Insya Allah.35/1319- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Ummu Ar-Rubai' binti Al-Barā` -yaitu ibu dari Hāriṡah bin Surāqah- datang kepada Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau menceritakan kepadaku tentang Hāriṡah -yang gugur dalam perang Badar-? Jika ia di surga, aku pasti bersabar. Tetapi jika selain itu, niscaya aku menangisinya sejadi-jadinya." Beliau bersabda,"Wahai Ummu Ḥāriṡah! Sesungguhnya di dalam surga itu ada banyak tingkatan, dan sesungguhnya putramu mendapatkan Surga Firdaus yang paling tinggi."(HR. Bukhari)36/1320- Jābir bin Abdillāh -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, "Jenazah ayahku dibawa kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dalam keadaan telah dimutilasi, dan dia diletakkan di hadapan beliau. Lalu aku hendak membuka wajahnya, tapi kaumku mencegahku. Nabi Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu bersabda,Para malaikat senantiasa menaunginya dengan sayap-sayapnya.'"(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengetahui berbagai macam nikmat yang Allah -Ta'ālā- siapkan dalam surga bagi orang-orang yang mati syahid termasuk sebab yang akan meringankan musibah kematian atas orang-orang beriman.

2) Keutamaan khusus bagi Abdullah, ayah Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā-, yaitu bahwa para malaikat menaunginya dengan sayap-sayapnya.

3) Boleh menangisi jenazah jika tidak disertai ratapan dan mengangkat suara, tetapi hanya berupa kesedihan dalam hati dan tetesan air mata disertai rida dan tunduk kepada ketetapan dan takdir Allah -Ta'ālā-.

37/1321- Sahl bin Ḥunaif -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang meminta kepada Allah agar mati syahid dengan jujur, Allah akan menyampaikannya ke tingkatan syuhada, walaupun dia meninggal di atas tempat tidurnya."(HR. Muslim)38/1322- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memohon agar mati syahid dengan jujur, niscaya dia akan diberi (pahala) mati syahid, meskipun dia tidak mendapatkan mati syahid itu."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Niat jujur seorang mukmin akan menggantikan amal -jika ia dihalangi oleh suatu penghalang dari mengamalkannya- seakan-akan dia melaksanakan ketaatan tersebut.

2) Permohonan mati syahid dengan jujur dari seorang hamba termasuk doa yang mustajab dalam kehidupan orang beriman.

39/1323- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang syahid itu tidak merasakan sakitnya kematian kecuali seperti salah seorang kalian yang merasakan gigitan semut."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Allah -Ta'ālā- memudahkan proses kematian bagi orang yang mati syahid, dan ini termasuk karunia Allah kepadanya serta kabar gembira yang disegerakan.

2) Ruh orang yang syahid keluar dengan mudah ketika diberikan kabar gembira berupa rida dari Allah -'Azza wa Jalla-.

40/1324- Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di beberapa kesempatan ketika bertemu musuh, beliau menunggu (tidak menyerang), hingga ketika matahari telah condong beliau berdiri di tengah-tengah sahabat seraya berpidato,"Wahai sekalian manusia! Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Mohonlah kepada Allah keselamatan. Lalu, bila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Ketahuilah, bahwa surga di bawah bayang-bayang pedang." Kemudian beliau berdoa, "Ya Allah! Rabb Yang menurunkan kitab, Yang menjalankan awan, Yang mengalahkan sekutu kaum musyrikin. Kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Surga di bawah bayangan pedang dan jalan pintas surga adalah meraih mati syahid disertai niat yang benar.

2) Memohon afiat dan keteguhan ketika menjelang kematian adalah permohonan terbaik yang dipanjatkan hamba kepada Rabb-nya.

3) Kembali kepada Allah -Ta'ālā- dengan berdoa pada kondisi-kondisi darurat adalah tanda kedalaman pemahaman agama seorang hamba serta komitmennya dalam mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

41/1325- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dua doa yang tidak akan ditolak atau sedikit sekali ditolak: doa ketika azan dan ketika perang berkecamuk."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

النِّدَاءِ (an-nidā`): azan.

البَأْسُ (al-ba` s): perang.

يُلْحِمُ بعضُهُمْ بَعْضًا (yulḥimu ba'ḍuhum ba'ḍan): ketika perang sengit sampai barisan pasukan saling bertemu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara waktu mustajab untuk berdoa adalah ketika perang dan ketika ada panggilan salat.

2) Menjelaskan adanya perbedaan keutamaan waktu dan kondisi dalam hal pengabulan doa, di antaranya ketika kondisi darurat dan perang berkecamuk.

42/1326- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila berperang, beliau biasa membaca doa,“Allāhumma anta 'aḍudī wa naṣīrī, bika aḥūlu, wa bika aṣūlu, wa bika uqātilu (artinya: Ya Allah! Engkaulah tempatku bertumpu dan penolongku. Dengan pertolongan-Mu aku bergerak, dengan pertolongan-Mu aku menyerang, dan dengan pertolongan-Mu aku berperang).”(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")43/1327- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- takut terhadap suatu kaum, beliau berdoa,"Allāhumma innā naj'aluka fī nuḥūrihim, wa na'ūżu bika min syurūrihim (artinya: Ya Allah! Sesungguhnya kami menjadikan-Mu di leher mereka dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka)."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

عَضُدِيْ ('aḍudī), berasal dari kata "al-'aḍud", yaitu tempat kekuatan manusia, maksudnya: Engkau adalah penolongku.

أَحُولُ (aḥūlu), berasal dari kata "al-ḥaul", artinya: berpindah, atau berubah. Maksudnya: aku tidak memiliki kemampuan untuk bergerak kecuali dengan pertolongan-Mu.

أَصُولُ (aṣūlu), bila dikatakan, "ṣāla 'alaih", artinya: ia menyerangnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengulang-ulang permintaan kepada Allah -Ta'ālā- ketika berdoa dan berlindung kepada-Nya merupakan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang terus-menerus, baik dalam keadaan lapang ataupun ketika diuji.

2) Menyerahkan urusan kepada Allah adalah fakktor besar untuk keselamatan, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak akan menyia-nyiakan hamba yang kembali dan menyerahkan urusannya kepada-Nya.

44/1328- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kuda itu, di ubun-ubunnya terikat kebaikan sampai hari Kiamat."(Muttafaq 'Alaih)45/1329- 'Urwah Al-Bāriqiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kuda itu, di ubun-ubunnya terikat kebaikan hingga hari Kiamat, yaitu berupa pahala dan ganimah."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

نَوَاصِيْهَا (nawāṣīhā), ia jamak "an-nāṣiyah": bagian depan kepala, ubun-ubun.

Pelajaran dari Hadis:

1) Banyak kebaikan yang ada pada kuda, termasuk kuda yang disiapkan untuk jihad, karena Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menjadikan padanya kebaikan hingga hari Kiamat.

2) Jihad tetap disyariatkan hingga hari Kiamat, karena kebaikan yang ada dalam jihad yang berupa pahala dan ganimah tidak akan terwujud kecuali dengan berjihad fi sabilillah.

3) Kabar gembira bagi orang beriman berupa kekalnya kejayaan dan kemuliaan agama ini hingga hari Kiamat.

46/1330- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mewakafkan seekor kuda di jalan Allah karena beriman kepada Allah dan membenarkan janji-Nya, maka makanan dan minumannya, serta kotoran dan kencingnya akan dimasukkan dalam timbangan amalnya pada hari Kiamat."(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

احتَبَسَ (iḥtabasa): ia menjadikannya sebagai wakaf untuk jihad fi sabilillah.

رِيَّهُ (riyyahu), ar-rīy ialah minum hingga kenyang.

رَوْثَهُ (rauṡahu): kotorannya yang keluar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan adanya pahala besar bagi orang yang mewakafkan kuda untuk jihad fi sabilillah.

2) Orang beriman yang memiliki niat benar dan tulus akan diberi pahala pada amal salehnya dan pada dampak positif yang dilahirkan oleh amalnya itu.

47/1331- Abu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa seekor unta yang telah diberi kekang, dia berkata, "Unta ini sedekah di jalan Allah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dengan unta ini, kelak pada hari Kiamat engkau akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta, semuanya bertali kekang."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مَخطُومَةٌ (makhṭūmah): kepalanya telah diberi tali kekang, yaitu tali yang digunakan untuk mengendalikan unta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pelipatgandaan pahala hingga tujuh ratus kali lipat adalah karunia dari Allah -Ta'ālā- yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; Allah melipatgandakan pahala infak dalam jihad karena besarnya kadar manfaatnya terhadap umat.

48/1332- Abu Ḥammād -juga dikatakan: Abu Su'ād, atau Abu Asad, atau Abu 'Āmir, atau Abu 'Amr, atau Abul-Aswad, atau Abu 'Abs- 'Uqbah bin 'Āmir Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpidato dari atas mimbar,"'Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu mampui.' (QS. Al-Anfāl: 60). Ketahuilah! Kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah! Kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah! Kekuatan itu adalah memanah."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memanah adalah salah satu jenis kekuatan yang wajib disiapkan oleh orang beriman untuk menggetarkan orang-orang kafir dan zalim, dan memanah termasuk pokok pendidikan jihad.

2) Jenis panahan berbeda-beda sesuai perkembangan zaman, maka yang diwajibkan hari ini ialah menghadapi serangan teknologi modern dengan yang semisalnya, dan ini termasuk bimbingan Al-Qur`ān yang mengikuti perkembangan masa dan tempat.

49/1333- Juga dari 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Akan ditaklukkan untuk kalian banyak (belahan) bumi dan Allah akan mencukupkan kalian. Maka, janganlah salah seorang kalian malas untuk memainkan anak panahnya!"(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jihad fi sabilillah termasuk sebab terbesar dalam memberikan kecukupan hidup dan kelapangan rezeki kaum mukimin, karena rezeki umat ini ditempatkan di bawah bayangan tombak. Kemudian ketika umat ini meninggalkan jihad, maka Allah -Ta'ālā- akan menghinakan mereka dan menimpakan kepada mereka kefakiran. Maka, apakah umat Islam hari ini paham kenapa mereka ditimpa kesulitan ekonomi?!

2) Islam mendorong orang-orang beriman supaya terus-menerus mempersiapkan diri serta bersiap-siap untuk berjihad, sekalipun setelah meraih kemenangan dan menunaikan kewajiban, sehingga mereka tidak meletakkan senjata dan cenderung kepada kehidupan dunia.

50/1334- Juga dari 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang telah diberi ilmu memanah lalu dia meninggalkannya, maka dia bukan bagian dari kami -atau dia telah bermaksiat-."(HR. Muslim)51/1335- Juga dari Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh dengan satu anak panah Allah memasukkan tiga orang ke surga: pembuatnya yang mengharapkan pahala dalam membuatnya, orang yang memanahkannya, dan orang yang menyiapkannya. Berlatihlah memanah dan mengendarai (kuda), dan kalian berlatih memanah lebih aku sukai daripada kalian mengendarai kuda. Siapa yang meninggalkan latihan memanah setelah dia diberikan ilmunya karena tidak suka padanya, maka sesungguhnya itu kenikmatan yang dia tinggalkan." Atau beliau bersabda, "... yang dia tidak syukuri."(HR. Abu Daud) [42].

Kosa Kata Asing:

مُنْبِلَهُ (munbilahu): orang yang menyiapkan anak panah kepada pemanah; yaitu disebutkan dalam sebuah riwayat Ibnu Majah, "Pembuatnya, pemanahnya, dan yang menyiapkannya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk mempelajari semua keterampilan berperang dan memanah karena hal ini termasuk jenis kekuatan paling besar yang diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir.

2) Berhenti memanah termasuk maksiat yang dengannya seorang hamba jatuh dalam dosa karena perbuatan tersebut bagian dari kelalaian dan kelemahan.

3) Anjuran untuk saling tolong-menolong di antara kaum mukminin pada kebajikan dan ketakwaan, yaitu dengan satu anah panah tiga orang yang saling bekerjasama melepaskannya dijanjikan akan dimasukkan ke dalam surga.

52/1336- Salamah bin Al-Akwa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati beberapa orang yang sedang berlomba panahan, lalu beliau bersabda,“Memanahlah, wahai Bani Ismail, karena leluhur kalian dahulunya adalah ahli memanah!"(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

يَنْتَضلُونَ (yantaḍilūna): mereka berlomba memanah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sekelompok sahabat untuk belajar memanah serta memuji mereka dengan dasar itu karena di dalamnya tersimpan sumber kekuatan.

2) Anjuran mengikuti serta mengamalkan perangai nenek moyang yang terpuji.

53/1337- 'Amr bin 'Abasah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menembakkan satu anak panah di jalan Allah, maka pahalanya sebanding dengan membebaskan hamba sahaya."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")54/1338- Abu Yahya Khuraim bin Fātik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menginfakkan suatu nafkah di jalan Allah, maka ditulis baginya pahala tujuh ratus kali lipat."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

عَدْلُ مُحَرَّرةٍ ('adl muḥarrarah): sebanding dengan orang yang memerdekakan seorang budak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Adanya pengagungan terhadap pahala jihad fi sabilillah serta banyaknya jenis pahala di dalamnya; agar jiwa bersemangat melakukannya.

2) Infak di jalan jihad dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali lipat.

55/1339- Abu Sa'īd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah, kecuali dengan hari itu Allah akan jauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun."(Muttafaq 'Alaih)56/1340- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, pasti Allah menjadikan antara dirinya dan api neraka satu parit (sebagai penghalang) yang luasnya seperti jarak langit dan bumi."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

خَرِيْفًا (kharīfan): al-kharīf ialah salah satu musim dalam setahun, maksudnya dalam hadis ini adalah tahun.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pahala besar bagi orang yang berpuasa satu hari ketika berjihad, dengan syarat puasanya itu tidak berpengaruh terhadap kekuatan badannya serta semangatnya dalam berperang.

2) Mengerjakan amal saleh pada masa sulit dan perlawanan jiwa adalah sebab pelipatgandaan pahala dan dijauhkan dari api neraka.

57/1341- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak pernah berperang (di jalan Allah), dan tidak pernah berniat untuk berperang, maka ia mati di atas salah satu cabang kemunafikan."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Meninggalkan jihad dengan berbagai tingkatannya dan tidak meniatkannya adalah sebab adanya penyakit kemunafikan dalam hati dan sū`ul-khātimah.

2) Niat yang jujur dari seorang mukmin akan menggantikan amal ketika ia tidak mampu melakukannya.

58/1342- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah peperangan, beliau lalu bersabda,"Sungguh di Madinah terdapat beberapa laki-laki, tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan atau melewati sebuah lembah melainkan mereka menyertai kalian (dalam hal pahala); karena mereka tertahan oleh sakit."Dalam riwayat lain disebutkan, "... karena mereka tertahan oleh uzur." Dalam riwayat lainnya lagi, "... melainkan mereka menyertai kalian dalam pahala."(HR. Bukhari dari riwayat Anas dan Muslim dari riwayat Jābir, dan redaksi ini miliknya).

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang bersungguh-sungguh untuk melaksanakan amal saleh kemudian ia tertahan oleh suatu uzur, Allah akan menuliskan untuknya pahala secara sempurna karena kesungguhan niatnya.

2) Menjelaskan luasnya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada orang beriman; yaitu niat yang baik dijadikan sama dengan amalan bila tidak sanggup dilakukan.

59/1343- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang badui datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Seorang laki-laki berperang untuk mendapatkan ganimah, seorang laki-laki berperang agar dipuji, dan seorang laki-laki berperang agar dilihat kehebatannya?"

Dalam riwayat lain, "... berperang untuk menunjukkan keberaniannya dan berperang karena fanatisme."

Dalam riwayat lain, "... dan berperang karena amarah; siapakah di antara mereka yang berada di jalan Allah?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa saja yang berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jihad fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah ialah jihad yang disyariatkan, sedangkan yang lainnya ialah jihad di jalan setan, hawa nafsu, dan fanatisme jahiliah.

2) Seorang hamba tidak akan diberi pahala atas sebuah amal walaupun dia membebani dirinya dan telah mengerjakannya, kecuali jika ia ikhlas melakukannya karena Allah -Ta'ālā- dan sesuai dengan Sunnah Nabi. Siapa yang mengerjakan suatu ketaatan di atas selain itu, maka dia telah melelahkan dirinya dengan amal yang tidak berpahala.

60/1344- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah suatu pasukan atau ekspedisi perang berperang lalu ia mendapatkan ganimah dan selamat, melainkan mereka telah menyegerakan dua dari tiga pahalanya. Dan tidaklah suatu pasukan atau ekspedisi perang tidak mendapatkan ganimah dan terkena bencana (mati syahid atau luka-luka), melainkan pahala mereka sempurna."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ganimah yang didapatkan oleh para mujahid adalah sebagian dari pahala perang mereka, sekalipun ganimah itu halal untuk mereka!

2) Siapa yang ditimpa bencana di jalan Allah, atau dia selamat tetapi tidak mengambil ganimah sedikit pun, maka pahalanya sempurna.

61/1345- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang pria berkata, “Wahai Rasulullah! Izinkan aku untuk berwisata.” Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sesungguhnya wisata umatku adalah berjihad di jalan Allah -'Azza wa Jalla-.”(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wisata umat ini adalah berjihad untuk membela agama Allah serta berperang untuk meninggikannya di atas semua agama di semesta alam.

2) Islam meluruskan pemahaman-pemahaman yang keliru dalam kehidupan manusia lalu membawa mereka pada kondisi dan kebiasaan yang paling baik. Adapun sekadar keluar melancong di muka bumi tanpa tujuan dan maksud yang disyariatkan, itu adalah perbuatan orang-orang lalai dan penduduk dunia yang hanya bermain-main.

62/1346- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Pulang dari perang itu seperti berperang."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)

القَفْلَةُ (al-qaflah): pulang. Maksudnya pulang dari perang setelah peperangan selesai; artinya, dia akan diberikan pahala pada perjalanan pulangnya setelah selesai berperang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang keluar untuk sebuah ketaatan, maka dia akan diberi pahala dalam perjalanan pergi dan pulangnya. Ini merupakan karunia Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya yang beriman.

2) Semua yang menjadi konsekuensi amal saleh maka ia masuk dalam pahala amal saleh tersebut.

63/1347- As-Sā`ib bin Yazīd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Manakala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pulang dari perang Tabuk, maka orang-orang menyambut beliau, dan aku bersama anak-anak menyambut beliau di atas Ṡaniyyatul-Wadā'."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih dengan redaksi ini). [15].

Juga diiriwayatkan oleh Bukhari, dia berkata, "Kami keluar menyambut Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersama anak-anak menuju Ṡaniyyatul-Wadā'."

Kosa Kata Asing:

Ṡaniyyatul-Wadā': Aṡ-Ṡaniyyah ialah bagian permukaan bumi yang tinggi. Ṡaniyyatul-Wadā' adalah sebuah tempat yang dekat di dalam Kota Madinah, terletak di sebelah utara Madinah menuju arah Syam. Dinamakan Al-Wadā' karena seorang musafir ke arah utara biasa dilepas di tempat itu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menyambut para mujahidin ketika mereka pulang dari jihad bentuk memuliakan mereka serta ikut berbahagia dengan pertolongan Allah.

2) Menggambarkan kehidupan iman yang ada dalam kehidupan masyarakat muslim pada masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dahulu, cita-cita mereka semua adalah menolong agama Allah, bahkan sampai para wanita dan anak-anak, mereka bergembira dengan jihad dan berita-beritanya. Maka, apakah yang menjadi perhatian dan cita-cita para wanita dan anak-anak kita hari ini?

Peringatan:

Tersebar di tengah masyarakat tentang nasyid yang dilantunkan ketika perjalanan hijrah Nabi; bahwa manakala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai di Madinah, para wanita dan anak-anak keluar melantunkan syair sambil memukul rebana, "Ṭala'al-badru 'alainā min ṡaniyyatil-wadā' ..."

Kisah ini tidak memiliki sanad yang sahih menurut ulama sirah dan hadis.

Kemudian kisah ini juga tidak sahih bila dilihat dari sisi fakta yang ada. Hadis yang sedang kita bahas ini menunjukkan ketidaksahihaannya, karena Ṡaniyyatul-Wadā' adalah batas luar Kota Madinah di arah Syam, sedangkan orang yang datang dari Mekah menuju Madinah -seperti halnya keadaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau hijrah- tidak akan melewatinya kecuali kalau dia pergi menuju Syam. Maka bagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan melewatinya sementara beliau datang dari arah Mekah?

64/1348- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Siapa yang tidak pernah berperang, tidak pula pernah menyiapkan keperluan orang yang berperang atau menggantikan orang yang berperang dalam mengurus keluarganya dengan baik, Allah pasti menimpakan kepadanya bencana besar sebelum hari Kiamat."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

قَارِعَةٌ (qāri'ah): musibah besar. Dan bisa jadi maksudnya adalah apa yang disebutkan dalam hadis terdahulu, "Dia mati di atas salah satu cabang kemunafikan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Masyarakat muslim saling tolong-menolong secara kolektif dalam kebajikan dan ketakwaan, sehingga orang yang tidak ikut serta dalam jihad harus menjaga kehormatan keluarga yang ditinggal oleh para mujahid, sehingga mereka seperti satu bangunan kukuh, saling menopang satu sama lain.

2) Menjelaskan ancaman keras terhadap umat manakala mereka meninggalkan jihad sehingga azab yang keras menimpa mereka, sesuai firman Allah -Ta'ālā-:"Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih." (QS. At-Taubah: 39)65/1349- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Beragamnya pintu jihad; dengan harta, jiwa, dan lisan. Ini termasuk keluasan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya, yaitu masing-masing bisa berjihad dengan apa yang dia mampui.

2) Membela dan menolong agama Islam walaupun hanya dengan kalimat dan pendapat yang benar adalah salah satu jenis jihad di jalan Allah, khususnya pada hari ini ketika banyak orang yang berbicara lancang melawan Islam dan umat Islam serta menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan keji dan gelar-gelar yang menakutkan.

3) Di antara fikih jihad yaitu hendaklah seorang hamba mengetahui bahwa menyampaikan Sunnah Nabi kepada semua manusia tidaklah kalah dari tingkatan menembakkan anak panah kepada orang-orang kafir yang diperangi.

66/1350- Abu 'Amr -ada yang mengatakan: Abu Ḥakīm- An-Nu'mān bin Muqarrin -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku menyaksikan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bila beliau tidak menyerang di pagi hari, beliau mengakhirkan serangan hingga matahari tergelincir (setelah waktu zawal) dan angin berhembus, dan kemenangan pun turun."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Dianjurkan memilih waktu yang tepat untuk berperang supaya jiwa dalam keadaan semangat dan kekuatan yang sempurna.

2) Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah berperang di pagi hari karena itu lebih hebat serangannya, atau menunda serangan hingga setelah waktu zawal.

67/1351- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Tetapi, mohonlah kepada Allah keselamatan. Lalu, bila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wasiat kepada orang-orang mukmin supaya tidak mengharapkan adanya musibah, melainkan mereka hendaknya memohon keselamatan kepada Allah.

2) Bila umat Islam bertemu musuh Allah, mereka wajib bertahan, bersabar, dan tabah.

3) Keselamatan disertai iman adalah anugerah terbaik yang diberikan kepada orang beriman.

68/1352- Abu Hurairah dan Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Perang itu muslihat.”(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memperdaya orang-orang kafir ketika perang untuk menaklukkan mereka serta menyerang mereka dengan tiba-tiba atau menjebak mereka dengan bersembunyi dan semisalnya.

2) Islam adalah agama kedamaian dan kasih sayang, juga agama kekuatan dan perang, dan masing-masing memiliki tempat dan kondisinya yang tepat.

 235- BAB PENJELASAN TENTANG SEKELOMPOK ORANG YANG DIANGGAP MATI SYAHID DALAM HAL PAHALA AKHIRAT, TETAPI MEREKA DIMANDIKAN DAN DISALATI, BERBEDA DENGAN ORANG YANG GUGUR DALAM PERANG MELAWAN ORANG KAFIR

Faedah Tambahan:

Para syuhada yang dibahas dalam bab ini adalah orang-orang yang dianggap mati syahid dalam hukum akhirat. Adapun dalam hukum dunia, mereka tidak memiliki hukum seperti orang yang mati syahid di medan perang. Namun, karena kemurahan Allah -Ta'ālā- kepada umat ini, Dia menyertakan ke dalam pahala orang yang mati syahid di akhirat sejumlah orang yang dihukumi syahid sebagaimana akan disebutkan dalam hadis-hadis berikut:

1/1353- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Syuhada itu ada lima golongan: orang yang mati karena wabah taun (sampar), orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati karena tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang syahid di jalan Allah."(Muttafaq 'Alaih)2/1354- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapakah para syuhada itu menurut kalian?"Para sahabat menjawab, "Wahai Rasulullah! Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia adalah syahid." Beliau bersabda,"Kalau begitu, sungguh sedikit para syuhada dari umatku."Mereka bertanya, "Lalu siapakah mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,"Orang yang terbunuh di jalan Allah adalah syahid, orang yang meninggal di jalan Allah adalah syahid, orang yang mati karena wabah taun adalah syahid, orang yang mati karena sakit perut adalah syahid, dan orang yang mati tenggelam adalah syahid."(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

المَطْعُونُ (al-maṭ'ūn): orang yang mati karena wabah taun (sampar), yaitu sebuah penyakit ganas yang menular.

المَبْطُوْنُ (al-mabṭūn): orang yang ditimpa penyakit perut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pemuliaan Allah -Ta'ālā- kepada umat Nabi Muhammad, yaitu manakala Allah memberkahi sejumlah golongan orang yang mati syahid di antara mereka agar mereka mendapatkan pahala yang besar.

2) Siapa yang keluar meniatkan wajah Allah -Ta'ālā- dengan berhijrah di jalan-Nya, atau dia mati di tengah perjalanannya menuju tempat jihad, maka dia termasuk syahid dalam hukum akhirat.

Peringatan:

Orang-orang yang disebutkan dalam hadis ini tidak bertujuan membatasi jumlahnya pada mereka. Namun ada juga para syuhada yang lain, seperti perempuan yang mati pada masa nifasnya, orang yang mati terbakar, orang yang mati dengan sebab penyakit TBC, dan lain sebagainya yang disebutkan secara sahih dalam hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3/1355- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka dia mati syahid."(Muttafaq 'Alaih)4/1356- Abul-A'war Sa'īd bin Zaid bin 'Amr bin Nufail, salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga -raḍiyallāhu 'anhum- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka dia mati syahid. Siapa yang terbunuh karena mempertahankan dirinya, maka dia mati syahid. Siapa yang terbunuh karena mempertahankan agamanya, maka dia mati syahid. Dan siapa yang terbunuh karena membela keluarganya, maka dia mati syahid."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

5/1357- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Bagaimana pandanganmu jika ada seseorang datang ingin mengambil hartaku?" Beliau menjawab, "Jangan kau berikan hartamu kepadanya!" Laki-laki tersebut berkata, "Bagaimana pendapatmu jika ia menyerangku?" Beliau menjawab, "Lawanlah dia!" Laki-laki itu berkata, "Bagaimana menurutmu jika ia membunuhku?" Beliau menjawab, "Maka engkau syahid." Laki-laki itu berkata, "Bagaimana pendapatmu jika aku membunuhnya?" Beliau menjawab, "Dia di neraka."(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Harta, nyawa, dan kehormatan seorang muslim terlindungi, dan orang yang mempertahankan itu semuanya, jika dia meninggal, maka dia mati syahid.

2) Agama ditebus dengan nyawa sebagai bentuk pembelaan kepadanya, dan siapa yang mati karena membela agamanya maka dia mati syahid. Lalu ke mana umat Islam hari ini? Anda dapat saksikan, agama di sebagian mereka seperti harta dunia yang tidak berharga, tidak ada nilainya!

3) Kewajiban menolak keburukan orang yang berbuat zalim secara bertahap, dan hendaklah yang menjadi tujuannya itu untuk menolak keburukannya, bukan untuk membunuhnya, namun jika dia tidak berhenti kecuali dengan dibunuh, maka syariat telah mengizinkan membunuhnya.

4) Agama datang untuk menjaga dan membela lima perkara dasar; yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta.

 236- BAB KEUTAMAAN MEMERDEKAKAN BUDAK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar.Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?(Yaitu) membebaskan budak (hamba sahaya)."(QS. Al-Balad: 11-13)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk memerdekakan budak demi meraih wajah Allah -'Azza wa Jalla-, dan ini termasuk ibadah yang berat bagi jiwa karena di dalamnya terkandung tindakan melepas kepemilikan harta yang disukai oleh jiwa.

2) Siapa yang jiwanya lapang dalam bersedekah maka dia termasuk orang yang menempuh jalan yang mendaki serta menyucikan jiwanya, dan Allah -Ta'ālā- telah memujinya,"Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)." (QS. Asy-Syams: 9)

Faedah Tambahan:

Fakku ar-raqabah (pembebasan budak) bermakna ikut berpartisipasi dalam pembebasan budak bersama orang lain. Adapun 'itqu ar-raqabah (pemerdekaan budak) bermakna memerdekakan budak secara mandiri. Perbedaan ini berdasarkan hadis yang menyebutkan pembedaan hal itu, di dalamnya terdapat sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Merdekakanlah budak serta bebaskanlah budak." Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah! Bukankah keduanya sama?" Beliau menjawab,"Bukan. 'Itqu ar-raqabah ialah engkau memerdekakannya seorang diri. Sedangkan fakku ar-raqabah ialah engkau membantu orang lain untuk memerdekakannya."(HR. Ahmad). Hal ini juga disebutkan oleh Ibnu Kaṡīr ketika menafsirkan ayat di atas.1/1358- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda kepadaku,"Siapa yang membebaskan seorang hamba sahaya muslim, Allah pasti membebaskan dengan setiap anggota badan hamba sahaya itu setiap anggota tubuh orang yang memerdekakannya dari neraka, hingga kemaluan dengan kemaluannya."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran Islam untuk memerdekakan budak, dan ini mengandung bantahan terhadap orang-orang yang mencela aturan perbudakan dalam Islam serta menuduh Islam zalim dalam perbudakan.

2) Balasan sejenis dengan perbuatan, dan karunia Allah -Ta'ālā- lebih besar dari itu.

3) Anjuran agar budak yang dimerdekakan tidak memiliki cacat supaya dia mendapat pahala secara sempurna. Seperti inilah seharusnya orang beriman yang gigih mengejar karunia Allah -Ta'ālā-, yaitu dia mengerjakan kebaikan di semua aspeknya secara sempurna, tidak kurang.

2/1359- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang paling afdal?" Beliau bersabda,"Beriman kepada Allah dan berjihad di jalan Allah." Abu Żarr melanjutkan: Aku bertanya lagi, "Budak yang bagaimanakah yang paling afdal?" Beliau menjawab, "Yang paling bagus menurut pemiliknya dan yang paling mahal."(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memerdekakan budak yang berharga dan mahal termasuk amal yang utama di sisi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- karena yang demikian itu tidak akan terwujud melainkan dari hamba yang beriman dengan benar, lantaran dia mengeluarkan miliknya yang paling dia cintai demi mendapatkan rida Allah -Ta'ālā-.

2) Mengeluarkan sesuatu yang disenangi oleh jiwa adalah jalan untuk menyucikan jiwa serta membersihkannya dari sifat kikir dan pelit.

Faedah Penting:

Saya akan sebutkan rangkuman lengkap tentang aturan perbudakan dalam Islam yang dipetik dari penjelasan Alamah Aṭ-Ṭāhir bin 'Āsyūr (w. 1393 H). Alamah Aṭ-Ṭāhir bin 'Āsyūr -raḥimahullāh- berkata dalam kitabnya, Uṣūl An-Niẓām Al-Ijtimā'iy,"Syariat Islam datang sementara hukum perbudakan telah mengakar dalam tatanan umat manusia dan peradaban mereka, diwariskan secara turun-temurun bersama sejarah kebudayaan mereka... Seandainya Islam mensyariatkan pembatalan perbudakan sekaligus, pasti hal itu akan mendatangkan guncangan hebat pada umat Islam yang telah bergabung di bawah syariatnya serta pada umat sekitar mereka yang memiliki ikatan bersama umat Islam... Oleh karena itu, Islam menempuh cara bertahap yang sejalan dengan fitrah... Maka Islam menghapus sebab-sebab perbudakan yang bersifat pilihan dan paksaan, dan tidak menyisakan kecuali satu sebab, yaitu penawanan disertai kekafiran dalam perang antara umat Islam dan orang-orang kafir... Lalu Islam juga memperbanyak sebab pemerdekaan budak... Dari kajian nas-nas syariat dalam berbagai keadaan budak dan pemerdekaan mereka, para fukaha menyimpulkan satu kaidah bahwa Allah dan Rasul-Nya menanti kemerdekaan. Belum ada satu syariat agama maupun perundang-undangan positif yang mendahului Islam dalam menunaikan hak-hak hamba sahaya serta melindungi mereka dari berbagai keburukan seukuran yang telah ditegakkan oleh syariat Islam."Beliau juga pernah berkata dalam kitabnya, Al-Maqāṣid,"Maka Islam memilih penggabungan antara kedua tujuannya -yaitu menyebarkan kemerdekaan disertai menjaga aturan alam- dengan cara Allah menguasakan faktor-faktor kemerdekaan di atas faktor peribadatan sebagai perlawanan untuk meminimalisnya serta penyembuh bagi yang lain."Kemudian beliau menyebutkan rincian yang bagus untuk dibaca.

 237- BAB KEUTAMAAN BERBUAT BAIK KEPADA BUDAK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki."(QS. An-Nisā`: 36)

Pelajaran dari Ayat:

1) Perintah berbuat baik kepada milkul-yamīn, yaitu hamba sahaya yang dimiliki oleh tuannya, yaitu berbuat baik kepadanya dengan ucapan dan perbuatan dalam mewujudkan kemaslahatan untuknya dan menjauhkan keburukan darinya.

2) Berbuat baik kepada hamba sahaya adalah hak yang diwajibkan atas tuannya, siapa yang menunaikannya maka dia telah menunaikan sebagian dari peribadatannya kepada Allah -Ta'ālā-.

1/1360- Al-Ma'rūr bin Suwaid berkata, Aku pernah melihat Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- memakai sepasang pakaian serta budak miliknya juga memakai yang semisalnya, lalu aku bertanya kepadanya tentang hal itu, maka Abu Żarr menyebutkan bahwa dia pernah mencela seseorang di zaman Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan mencaci ibunya, lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh, engkau orang yang masih memiliki sebagian sifat jahiliah. Mereka adalah saudara dan pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah (kekuasaan) tangan kalian. Barang siapa yang memiliki saudara di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan seperti yang ia makan dan memberinya pakaian seperti yang ia pakai, dan janganlah kalian memberi mereka pekerjaan yang tidak sanggup mereka kerjakan. Jika kalian membebani mereka pekerjaan, maka bantulah mereka pada pekerjaan itu."(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الحُلَّةُ (al-ḥullah): pakaian yang memiliki lapis dalam dan terdiri dari sarung dan selendang, dan tidak disebut ḥullah kecuali untuk kedua pakaian tersebut secara bersamaan.

فيكَ جاهليَّةٌ (fīka jāhiliyyah): salah satu perangai di antara perangai masyarakat jahiliah.

خَوَلُكُمْ (khawalukum): pembantu kalian dan yang mengerjakan urusan kalian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan keras menyerupai masyarakat jahiliah, bahkan sekalipun hanya pada ucapan. Akan tetapi, seorang mukmin harus memiliki kepribadian yang dibentuk dengan ajaran Al-Qur`ān Al-Karīm dan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menjelaskan petunjuk Islam dalam memotivasi perbuatan baik kepada budak dengan memberinya makan dan pakaian serta tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak dia mampui. Ini berasal dari prinsip kasih sayang dalam syariat Islam. Sungguh, orang-orang merdeka hari ini di negeri yang zalim mengharapkan kehidupan budak dalam tatanan Islam yang adil!

3) Keutamaan sahabat Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- terkait sambutannya kepada perintah Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu dia sangat gigih agar kesalahannya diampuni dengan cara berbuat baik kepada budaknya.

2/1361- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bila pembantu salah seorang kalian datang membawakan makanannya, jika ia tidak memintanya duduk bersamanya, hendaklah ia memberikannya sesuap atau dua suap, karena dialah yang telah menyiapkannya."(HR. Bukhari)

الأكلَةُ (al-akalah), dengan mendamahkan hamzah, yaitu al-luqmah (suapan).

Kosa Kata Asing:

وَلِيَ عِلَاجَهُ (waliya 'ilājahu): ia menyiapkan dan menyajikannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran bersikap tawaduk terhadap semua orang beriman, termasuk terhadap pembantu, dan ini termasuk ajaran Islam yang sempurna.

2) Mengobati jiwa yang terluka dan menghibur orang lemah termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Biasanya jiwa seorang hamba sahaya berharap kepada makanan ataupun minuman yang dia sajikan untuk majikannya, maka syariat Islam memerintahkan kita untuk menenangkan hati mereka yang lemah.

3) Anjuran untuk berusaha agar seorang muslim menyucikan jiwanya serta menghormati orang yang berada di bawah kedudukannya, karena hal ini akan menjauhkannya dari pengaruh sombong dan mengangkat diri yang dapat menghalangi pelakunya dari masuk surga.

Faedah Tambahan:

Ada sebuah riwayat untuk hadis di atas dalam Ṣaḥīḥ Muslim, di dalamnya disebutkan ketentuan memberikan sesuap atau dua suap jika makanan tersebut sedikit. Yaitu sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Jika makanan itu sedikit serta banyak yang makan, hendaklah ia letakkan di tangannya sesuap atau dua suap." Makna "masyfūhan" yaitu banyak penyantapnya.

Konsekuensinya, bila makanan tersebut banyak, maka antara dia memintanya ikut duduk bersamanya atau memberikannya bagian yang banyak. Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- telah melaksanakan pesan Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk berbuat baik kepada budak-budak mereka. Adapun apa yang terjadi di sebagian momen, maka itu adalah kejadian pada kondisi khusus, misalnya timbul karena kefakiran dan kekurangan makanan. Oleh karena itu, Ṣafwān bin Umayyah pernah berkata kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-,"Demi Allah! Kami tidak membenci mereka. Tetapi kami mendahulukan diri kami atas mereka. Demi Allah! Kami tidak mendapatkan makanan yang cukup untuk kami makan dan kami berikan kepada mereka."

Apa yang terjadi hari ini di sebagian orang, yaitu Anda mendapatkan mereka enggan untuk duduk bersama pembantunya ataupun berbuat baik kepadanya dengan ucapan dan perbuatan, maka itu berasal dari pengaruh kesombongan dalam jiwa.

Waspadalah terhadap keburukan yang tersembunyi dalam jiwamu, bila ia keluar padamu, engkau pasti hancur terhinakan.

Faedah Tambahan:

"Di antara potret ihsan (berbuat baik) dalam syariat Islam yang berkaitan dengan tatanan perbudakan adalah bahwa syariat Islam memperhatikan penanganan budak... dengan tindakan-tindakan yang dapat menghilangkan keburukan perbudakan. Yaitu melalui upaya meminimalisnya dengan cara memperbanyak sebab-sebab pembebasannya dan upaya meringankan dampak dari keburukan kondisinya dengan meluruskan tindakan para majikan terhadap budak-budak mereka.

Upaya pertama, yaitu memperbanyak sebab-sebab pengangkatannya, di antaranya: menjadikan pos peruntukan zakat pada pembelian budak dan pemerdekaannya... menjadikan pemerdekaan budak ke dalam jenis kafarat yang diwajibkan pada pembunuhan yang tidak disengaja... perintah memerdekakan budak dengan cara mukatabah jika mereka memintanya... Siapa yang memerdekakan bagiannya pada seorang budak, maka bagian saudara serikatnya dihitungkan padanya lalu dia membayarnya sehingga dia memerdekakan budak tersebut seluruhnya; siapa yang menggauli budak perempuannya hingga ia melahirkan, maka serta-merta budak perempuan tersebut menjadi seperti merdeka... Juga anjuran untuk memerdekakan budak... dan anjuran untuk memerdekakan budak yang diperebutkan lebih kuat...

Upaya kedua, yaitu meringankan dampak dari keburukan kondisinya, di antaranya: larangan bersikap keras terhadap budak dalam pelayanan mereka... perintah mencukupkan kebutuhan dan pakaian mereka... larangan memukul mereka dengan pukulan yang keluar dari batas seharusnya; bila seseorang memutilasi budaknya, maka budaknya itu dimerdekakan... Dari penelitian terhadap tindakan-tindakan ini dan yang semisalnya kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa syariat Islam bertujuan menebar kemerdekaan."(Diringkas dari penjelasan Alamah Aṭ-Ṭāhir bin 'Āsyūr -raḥimahullāh- dalam kitabnya, Maqāṣid Asy-Syarī'ah Al-Islāmiyyah).

 238- BAB KEUTAMAAN BUDAK YANG MENUNAIKAN HAK ALLAH DAN HAK TUANNYA

1/1362- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya budak itu apabila bersikap tulus pada tuannya dan melakukan ibadah kepada Allah dengan baik, maka dia mendapatkan pahalanya dua kali."(Muttafaq 'Alaih)2/1363- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Bagi budak yang saleh dua pahala.'Demi Zat yang jiwa Abu Hurairah berada di tangan-Nya! Seandainya bukan karena jihad di jalan Allah, haji, dan berbakti kepada ibuku, sungguh aku lebih suka mati dalam keadaan sebagai budak."(Muttafaq 'Alaih)3/1364- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Budak yang beribadah kepada Rabb-nya dengan baik serta menunaikan kewajiban kepada tuannya berupa hak, nasihat, dan ketaatan akan mendapatkan dua pahala."(HR. Bukhari)

2/1363- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

Bagi budak yang saleh dua pahala.'

Demi Zat yang jiwa Abu Hurairah berada di tangan-Nya! Seandainya bukan karena jihad di jalan Allah, haji, dan berbakti kepada ibuku, sungguh aku lebih suka mati dalam keadaan sebagai budak."

(Muttafaq 'Alaih)

3/1364- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Budak yang beribadah kepada Rabb-nya dengan baik serta menunaikan kewajiban kepada tuannya berupa hak, nasihat, dan ketaatan akan mendapatkan dua pahala."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Apabila seorang budak beribadah kepada Rabb-nya dengan baik serta berbuat baik dan tulus dalam berkhidmat kepada tuannya, maka baginya dua pahala. Ini adalah salah satu bentuk pemuliaan syariat Islam kepada budak serta pengangkatan tingkat ibadahnya kepada Allah -Ta'ālā- supaya pahalanya besar.

2) Seorang budak adalah pengurus harta tuannya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya; oleh karena itu, hendaklah semua orang bertakwa dalam menunaikan tanggung jawabnya.

Faedah Tambahan:

Imam Al-Ḥāfiẓ Ibnu 'Abdil-Barr -raḥimahullāh- berkata, "Makna hadis ini, menurutku, bahwa manakala terkumpul pada seorang hamba dua perkara wajib; yaitu taat kepada Rabb-nya dalam ibadah dan taat kepada tuannya dalam perkara yang makruf, lalu dia melaksanakan keduanya, maka baginya pahala dua kali lipat dari pahala seorang merdeka yang saleh karena ketaatannya, karena dia telah menyamainya dalam ketaatan kepada Allah dan unggul di atasnya dengan menaati orang yang Allah perintahkan kepadanya untuk menaatinya, yaitu tuannya."

Al-Hāfiẓ Ibnu Hajar berkata,"Hal yang kuat bahwa tambahan keutamaan bagi hamba yang memiliki sifat ini disebabkan adanya kesulitan perbudakan yang ada pada dirinya." (Fatḥul-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy).3/1365- Juga dari Abu Mūsā Al-Asy'arī -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada tiga orang yang mendapatkan dua pahala; Seorang Ahli Kitab yang beriman kepada nabinya dan beriman kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; Seorang budak apabila dia menunaikan hak Allah dan hak tuannya; Seseorang yang memiliki budak perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik dan mengajarinya dengan sebaik-baik pengajaran lalu dia memerdekakannya kemudian menikahinya. Baginya dua pahala."(Muttafaq 'Alaih)

"Hal yang kuat bahwa tambahan keutamaan bagi hamba yang memiliki sifat ini disebabkan adanya kesulitan perbudakan yang ada pada dirinya." (Fatḥul-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy).

3/1365- Juga dari Abu Mūsā Al-Asy'arī -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Ada tiga orang yang mendapatkan dua pahala; Seorang Ahli Kitab yang beriman kepada nabinya dan beriman kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; Seorang budak apabila dia menunaikan hak Allah dan hak tuannya; Seseorang yang memiliki budak perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik dan mengajarinya dengan sebaik-baik pengajaran lalu dia memerdekakannya kemudian menikahinya. Baginya dua pahala."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kemurahan syariat dalam melipatgandakan pahala orang yang mengerjakan dua amalan sempurna yang keduanya diperintahkan secara agama.

2) Di antara tanda kedalaman fikih seorang hamba adalah dia membina keluarganya serta mendampingi dan mendidik mereka dengan baik, karena memberikan perhatian kepada orang merdeka lebih utama daripada memberikan perhatian kepada budak perempuan.

Faedah Tambahan:

Alamah Aṭ-Ṭāhir bin 'Āsyūr -raḥimahullāh- berkata ketika meluruskan makna hadis di atas,

"Saya kira, di antara hikmah hal ini adalah bahwa budak dengan sifat seperti ini bila tetap dalam perbudakan maka akan menihilkan kesempatan masyarakat untuk mengambil manfaat darinya secara sempurna, sehingga memasukkannya ke dalam kelompok orang merdeka lebih berguna bagi mereka."(Maqāṣid Asy-Syarī'ah Al-Islāmiyyah).

(Maqāṣid Asy-Syarī'ah Al-Islāmiyyah).

 239- BAB KEUTAMAAN IBADAH PADA MASA HARJ, YAITU KEKACAUAN, FITNAH, DAN SEMISALNYA

1/1366- Ma'qil bin Yasār -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ibadah pada masa harj (fitnah) sama seperti berhijrah kepadaku."(HR. Muslim)

"Ibadah pada masa harj (fitnah) sama seperti berhijrah kepadaku."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Istikamah melakukan ibadah di atas petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebab besar untuk keselamatan dari semua fitnah; sesuai dengan tingkat pelaksanaan hamba terhadap ibadah seperti itu pula tingkat penjagaan Allah kepadanya;"Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya?!" (QS. Az-Zumar: 36)

"Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya?!" (QS. Az-Zumar: 36)

2) Keutamaan ibadah pada masa kacau dan fitnah, yaitu menyamai pahala hijrah kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Hijrah diperintahkan di semua waktu dan tempat; yaitu berhijrah kepada Allah -Ta'ālā- dengan iman yang benar dan berhijrah kepada Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan mengikuti petunjuk beliau yang sempurna.

Faedah Tambahan:

Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- berkata,

"Sebab banyaknya keutamaan ibadah pada masa fitnah adalah karena manusia pada masa itu lalai dan sibuk dari ibadah, dan tidak ada yang fokus kepadanya kecuali segelintir orang."(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)

Imam Al-Qurṭubiy -raḥimahullāh- berkata,

"Orang yang tetap istikamah beribadah pada masa itu, fokus, dan mengisolasi diri dari manusia, pahalanya seperti pahala orang yang berhijrah kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena adanya hubungan erat antara kedua amalan itu; yaitu orang yang berhijrah telah menyelamatkan agamanya dari orang-orang yang menghalanginya untuk membentengi diri dengan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, demikian juga halnya orang yang fokus beribadah (pada masa fitnah) telah menyelamatkan agamanya dari manusia menuju perlindungan diri dengan beribadah kepada Rabb-nya, sehingga pada hakikatnya dia telah berhijrah kepada Rabb-nya dan melarikan diri dari semua makhluk-Nya."

(Dinukil oleh Syekh Faiṣal Al-Mubārak -raḥimahullāh- dalam kitabnya, Taṭrīz Riyāḍ Aṣ-Ṣāliḥīn)

 240- BAB KEUTAMAAN BERMURAH HATI DALAM JUAL BELI, SERAH TERIMA, SERTA MEMBAYAR DAN MENAGIH, MELEBIHKAN TAKARAN DAN TIMBANGAN SERTA LARANGAN MENGURANGINYA, DAN KEUTAMAAN MEMBERIKAN PENANGGUHAN TEMPO PADA ORANG YANG KESULITAN DAN MERINGANKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui tentangnya."(QS. Al-Baqarah: 215)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Syu'aib berkata), 'Wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka.'"(QS. Hūd: 85)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan,dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,pada suatu hari yang besar,(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam."(QS. Al-Muṭaffifīn: 1-6)

"Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui tentangnya."

(QS. Al-Baqarah: 215)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"(Syu'aib berkata), 'Wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka.'"

(QS. Hūd: 85)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).

(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan,

dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.

Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,

pada suatu hari yang besar,

(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam."

(QS. Al-Muṭaffifīn: 1-6)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk bersikap murah hati dalam jual beli, dan ini termasuk kebaikan yang dengan sebabnya seorang hamba akan diberikan balasan yang paling utama.

2) Peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang curang, yaitu yang meminta lebih pada muamalah yang maslahatnya untuk mereka tetapi mengurangi apa yang maslahatnya untuk orang lain.

3) Perintah bersikap adil dalam muamalah jual beli adalah wasiat para nabi -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- kepada umat mereka.

1/1367- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki ‎datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menagih utang dan dia berkata kasar kepada beliau, sehingga para sahabat marah dan ingin membalasnya. Lantas Rasulullah ‎-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Biarkan dia! Sesungguhnya ‎pemilik hak memiliki hak untuk berbicara meminta haknya.”Kemudian beliau bersabda,“Berikan kepadanya unta yang semisal dengan umur untanya.”Para ‎sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Kami tidak menemukan kecuali ‎yang lebih tua dari umur untanya." Beliau bersabda,“Berikanlah kepadanya! Sungguh, sebaik-baik kalian adalah yang paling baik ‎dalam membayar (utang)."(Muttafaq 'Alaih)

“Biarkan dia! Sesungguhnya ‎pemilik hak memiliki hak untuk berbicara meminta haknya.

Kemudian beliau bersabda,

“Berikan kepadanya unta yang semisal dengan umur untanya.”

Para ‎sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Kami tidak menemukan kecuali ‎yang lebih tua dari umur untanya." Beliau bersabda,

“Berikanlah ‎kepadanya! Sungguh, sebaik-baik kalian adalah yang paling baik ‎dalam membayar (utang)."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَتَقَاضَاهُ (yataqāḍāhu): ia menagih pelunasan utangnya.

أمْثَلَ (amṡal): lebih bagus keadaannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan indahnya muamalah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama pemilik hak serta kesabarannya terhadap sikap buruknya karena pemilik hak itu berhak berbicara.

2) Bimbingan kepada petunjuk Nabi dalam berbuat baik kepada pemilik utang ketika melunasinya; siapa yang memberikan tambahan pada utang yang dilunasinya tanpa ada syarat sebelumnya, maka ini termasuk sikap baik dalam melunasi utang.

3) Di antara prinsip bermuamalah ialah sabar terhadap perbuatan buruk orang, khususnya terhadap orang-orang yang jauh dari adab dan akhlak baik, sehingga seorang dai muslim harus bersabar atas perbuatan buruk manusia yang didapatkannya.

2/1368- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Semoga Allah merahmati seseorang yang murah hati ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih (utang)."(HR. Bukhari)

"Semoga Allah merahmati seseorang yang murah hati ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih (utang)."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersikap toleran ketika berjual beli adalah sebab seorang hamba memperoleh rahmat Allah -Ta'ālā-.

2) Motivasi agar memaafkan orang lain dalam hal jual beli mereka dan tidak bersikap menyulitkan dalam hal muamalah harta.

3/1369- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang senang bila Allah menyelamatkannya dari kesulitan hari Kiamat, hendaklah dia memberi kelonggaran pada orang yang kesulitan (dalam membayar utang) atau membebaskan utangnya."(HR. Muslim)

"Siapa yang senang bila Allah menyelamatkannya dari kesulitan hari Kiamat, hendaklah dia memberi kelonggaran pada orang yang kesulitan (dalam membayar utang) atau membebaskan utangnya."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَضَعْ عَنْهُ (yaḍa' 'anhu): ia membebaskan utangnya dan memaafkannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; siapa yang membantu kesulitan saudaranya di dunia, maka Allah akan membantunya pada kesulitan hari Kiamat.

2) Mendorong sikap murah hati di dalam pelunasan utang, baik dengan memberi pengurangan ataupun membebaskan semuanya.

4/1370- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dahulu ada seorang laki-laki yang biasa memberikan pinjaman utang kepada orang lain. Dia selalu berpesan kepada pembantunya, 'Jika engkau mendapatkan orang yang kesulitan, maka lewatkanlah ia, semoga Allah memaafkan kita (di akhirat).' Kemudian dia menemui Allah (meninggal), dan Allah pun memaafkannya."(Muttafaq 'Alaih)5/1371- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada seorang lelaki dari orang-orang sebelum kalian dihisab. Ternyata tidak ditemukan sedikit pun kebaikan padanya. Hanya saja ia bergaul baik dengan manusia dan ia adalah orang yang berkecukupan. Dahulu ia memerintahkan para pembantunya agar memaafkan orang yang kesulitan membayar utangnya. Allah -'Azza wa Jalla- lalu berfirman, 'Kami lebih patut untuk berbuat yang demikian itu dari dirinya, maka maafkanlah dia!'"(HR. Muslim)6/1372- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seorang hamba di antara hamba-hamba Allah yang telah Allah berikan harta dibawa menghadap kepada-Nya. Allah berfirman kepadanya, 'Apa yang telah engkau lakukan di dunia?' Sedangkan mereka tidak dapat menyembunyikan satu perkataan pun dari Allah. Hamba tersebut berkata, 'Wahai Tuhanku! Engkau telah memberikan harta-Mu kepadaku, lalu aku berbisnis dengan orang lain, dan di antara akhlakku adalah pemaaf; aku memberi kemudahan kepada orang yang berkelapangan dan memberi tempo kepada orang yang kesulitan.' Allah lalu berfirman, 'Aku lebih patut untuk berbuat seperti ini dari kamu. Ampunilah hamba-Ku ini.'" 'Uqbah bin 'Āmir dan Abu Mas'ūd Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhumā- lalu berkata, "Demikianlah kami mendengarnya dari lisan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(HR. Muslim)

"Dahulu ada seorang laki-laki yang biasa memberikan pinjaman utang kepada orang lain. Dia selalu berpesan kepada pembantunya, 'Jika engkau mendapatkan orang yang kesulitan, maka lewatkanlah ia, semoga Allah memaafkan kita (di akhirat).' Kemudian dia menemui Allah (meninggal), dan Allah pun memaafkannya."

(Muttafaq 'Alaih)

5/1371- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Ada seorang lelaki dari orang-orang sebelum kalian dihisab. Ternyata tidak ditemukan sedikit pun kebaikan padanya. Hanya saja ia bergaul baik dengan manusia dan ia adalah orang yang berkecukupan. Dahulu ia memerintahkan para pembantunya agar memaafkan orang yang kesulitan membayar utangnya. Allah -'Azza wa Jalla- lalu berfirman, 'Kami lebih patut untuk berbuat yang demikian itu dari dirinya, maka maafkanlah dia!'"

(HR. Muslim)

6/1372- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Seorang hamba di antara hamba-hamba Allah yang telah Allah berikan harta dibawa menghadap kepada-Nya. Allah berfirman kepadanya, 'Apa yang telah engkau lakukan di dunia?' Sedangkan mereka tidak dapat menyembunyikan satu perkataan pun dari Allah. Hamba tersebut berkata, 'Wahai Tuhanku! Engkau telah memberikan harta-Mu kepadaku, lalu aku berbisnis dengan orang lain, dan di antara akhlakku adalah pemaaf; aku memberi kemudahan kepada orang yang berkelapangan dan memberi tempo kepada orang yang kesulitan.' Allah lalu berfirman, 'Aku lebih patut untuk berbuat seperti ini dari kamu. Ampunilah hamba-Ku ini.'" 'Uqbah bin 'Āmir dan Abu Mas'ūd Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhumā- lalu berkata, "Demikianlah kami mendengarnya dari lisan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan menangguhkan tempo orang yang kesulitan dalam membayar utang, dan itu hukumnya wajib; tidak diperbolehkan bagi pemilik hak untuk memaksa orang yang kesulitan dalam membayar utang.

2) Anjuran bermurah hati dan memaafkan orang yang kesulitan, dan ini adalah sunah yang dianjurkan dan merupakan sebab adanya ampunan Allah -Ta'ālā-.

3) Amalan yang sedikit disertai ikhlas karena wajah Allah -Ta'ālā- adalah sebab adanya pengampunan dosa-dosa besar serta turunnya rahmat Allah -Ta'ālā-.

7/1373- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menangguhkan (pembayaran utang) orang yang kesulitan atau membebaskannya, kelak pada hari Kiamat Allah akan menaunginya di bawah naungan Arasy-Nya, yaitu pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

"Siapa yang menangguhkan (pembayaran utang) orang yang kesulitan atau membebaskannya, kelak pada hari Kiamat Allah akan menaunginya di bawah naungan Arasy-Nya, yaitu pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

أنْظَرَ مُعْسِراً (anẓara mu'ṣiran): ia menangguhkan waktu pelunasan utang orang yang kesulitan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memberikan penangguhan waktu pembayaran utang kepada orang yang kesulitan atau memaafkannya termasuk perangai yang dengannya seorang hamba akan memperoleh naungan di bawah Arasy Allah sebagai balasan yang setimpal dengan jenis perbuatannya.

2) Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya pada hari Kiamat, dan orang-orang yang memaafkan orang lain akan diberi balasan berupa dinaungi di bawah naungan Arasy Ar-Raḥmān.

8/1374- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah membeli seekor unta darinya, lalu beliau menimbangkannya (uang bayarannya) dan melebihkannya. (Muttafaq 'Alaih)

9/1375- Abu Ṣafwān Suwaid bin Qais -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku dan Makhramah Al-'Abdiy mengambil beberapa pakaian dari Hajar. Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepada kami dan menawar beberapa celana. Di sampingku seorang tukang timbang yang mengambil upah; Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada tukang timbang itu,Timbanglah dan lebihkan!'"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Timbanglah dan lebihkan!'"

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

بَزًّا (bazzan): salah satu jenis pakaian.

فَسَاوَمَنَا (fa sāwamanā): al-musāwamah ialah tawar-menawar harga sampai kedua belah pihak menyepakati harga tertentu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan indahnya muamalah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam berjual beli, dan beliau adalah panutan orang-orang beriman. Dahulu, beliau memberikan pemilik hak dengan yang lebih dari kadar haknya.

2) Boleh tawar-menawar harga ketika berbelanja dengan syarat pembeli tidak mengurangi yang dibutuhkan.

3) Di antara tanda kemurahan hati pembeli yaitu dia meminta penjual melebihkan timbangan dengan sesuatu yang akan mendatangkan maslahat dan manfaat bagi penjual tersebut.

 KITAB ILMU

 241- BAB KEUTAMAAN ILMU

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku! Tambahkanlah ilmu kepadaku.'”(QS. Ṭāhā: 114)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'"(QS. Az-Zumar: 9)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."(QS. Al-Mujādilah: 11)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama."(QS. Fāṭir: 28)

"Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku! Tambahkanlah ilmu kepadaku.'”

(QS. Ṭāhā: 114)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'"

(QS. Az-Zumar: 9)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."

(QS. Al-Mujādilah: 11)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama."

(QS. Fāṭir: 28)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ilmu yang disebutkan keutamaannya dalam nas ialah ilmu yang bersumber dari dua wahyu (Al-Qur`ān dan Sunnah).

2) Menuntut ilmu adalah salah satu jenis jihad fi sabilillah, bahkan jihad dan semua hukum agama dibangun di atas prinsip ilmu yang memiliki dasar, sehingga orang berilmu adalah sebagai hakim (pemutus), bukan objek.

3) Ketika seorang hamba meminta sesuatu kepada Rabb-nya, seperti tambahan ilmu, maka dia harus menempuh segala sarana yang akan mengantarkannya untuk meraih hal tersebut.

4) Ilmu dan iman adalah sebab diangkatnya derajat hamba di dunia dan akhirat; derajatnya akan naik sesuai dengan kadar iman dan ilmu yang dimilikinya, dan ini termasuk kemuliaan ilmu dan orang berilmu.

5) Allah -Ta'ālā- menantang seluruh manusia; adakah orang yang meyakini kesamaan orang yang berilmu dengan yang jahil?! Bila kesamaan itu tidak ada, lalu bagaimana seorang hamba rida berdiam diri di atas kejahilan?!Bahkan, yang seharusnya dia lakukan adalah mengangkat kejahilan dari dirinya dengan cara belajar serta mengangkat kejahilan dari orang lain dengan cara mengajarinya.1/1376- Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, niscaya Allah akan menjadikannya paham tentang urusan agamanya."(Muttafaq 'Alaih)

Bahkan, yang seharusnya dia lakukan adalah mengangkat kejahilan dari dirinya dengan cara belajar serta mengangkat kejahilan dari orang lain dengan cara mengajarinya.

1/1376- Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, niscaya Allah akan menjadikannya paham tentang urusan agamanya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tanda adanya kebaikan dan taufik pada seorang hamba ialah bila dia paham tentang agama Allah -Ta'ālā-, dan sebaliknya tanda keburukan dan ketiadaan taufik pada dirinya adalah bila dia tidak dianugerahi pemahaman agama.

2) Pemahaman atau kefakihan dalam agama ialah adanya ilmu bermanfaat yang melahirkan amal saleh, sehingga orang yang memiliki ilmu tetapi tidak memiliki amal bukanlah orang yang fakih.

3) Allah -Ta'ālā- menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, tetapi hamba itu dengan kezaliman dan kejahilannya menghalangi dirinya dari kebaikan tersebut;"Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka." (QS. Aṣ-Ṣaff: 5)2/1377- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: orang yang Allah ‎anugerahi harta lalu dia menginfakkannya pada jalan kebaikan ‎dan orang yang Allah karuniai hikmah (ilmu Al-Qur`ān dan Sunnah) lalu dia menetapkan keputusan dengannya dan ‎mengajarkannya.‎"(Muttafaq 'Alaih)Yang dimaksud dengan hasad di sini ialah gibtah, yaitu mengharapkan yang semisal dengan yang diraih orang lain.

"Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka." (QS. Aṣ-Ṣaff: 5)

2/1377- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: orang yang Allah ‎anugerahi harta lalu dia menginfakkannya pada jalan kebaikan ‎dan orang yang Allah karuniai hikmah (ilmu Al-Qur`ān dan Sunnah) lalu dia menetapkan keputusan dengannya dan ‎mengajarkannya.‎"

(Muttafaq 'Alaih)

Yang dimaksud dengan hasad di sini ialah gibtah, yaitu mengharapkan yang semisal dengan yang diraih orang lain.

Kosa Kata Asing:

هَلَكَتِهِ في الحقِّ (halakatihi fil-ḥaqq): menginfakkannya pada jalan kebaikan.

الحِكْمَةُ (al-ḥikmah): ilmu bermanfaat yang melahirkan amal saleh, atau ucapan dan perbuatan yang tepat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan ilmu; yaitu siapa yang Allah berikan ilmu yang bermanfaat lalu dia mengamalkannya maka dia berada di atas sebaik-baik keadaan.

2) Siapa yang Allah karuniai harta lalu dia menginfakkannya pada berbagai jalan kebaikan maka dia berada di atas kebaikan.

3) Diharamkannya hasad, yaitu seseorang mengharapkan hilangnya nikmat dari saudara seIslam.

3/1378- Abu Musā -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya, bagaikan hujan yang turun ke bumi. Sebagian tanah ada yang baik dan dapat menyerap air lalu menumbuhkan rerumputan dan tumbuhan yang banyak. Sebagian ada yang keras dan menahan air, maka Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia, yaitu mereka bisa minum, melakukan pengairan, dan bercocok tanam. Sementara sebagian yang lain adalah tanah gersang yang tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang paham agama Allah dan mendapat manfaat dari apa yang Allah utus aku dengannya, yaitu dia memiliki ilmu lalu mengajarkannya. Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli dan yang tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya, bagaikan hujan yang turun ke bumi. Sebagian tanah ada yang baik dan dapat menyerap air lalu menumbuhkan rerumputan dan tumbuhan yang banyak. Sebagian ada yang keras dan menahan air, maka Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia, yaitu mereka bisa minum, melakukan pengairan, dan bercocok tanam. Sementara sebagian yang lain adalah tanah gersang yang tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang paham agama Allah dan mendapat manfaat dari apa yang Allah utus aku dengannya, yaitu dia memiliki ilmu lalu mengajarkannya. Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli dan yang tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

غَيْث (gaiṡ): hujan.

الكَلَأُ (al-kala`): ladang gembala.

أَجَادِبُ (ajādib): tanah yang tidak menumbuhkan tumbuhan.

قِيْعَان (qī'ān): tanah yang rata dan luas, dijelaskan dalam hadis ini, "Tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuhan."

Pelajaran dari Hadis:

1) Dengan air hujan tanah yang mati akan menjadi hidup dan dengan wahyu hati yang kering dan gelap akan hidup; oleh karena itu, seorang hamba harus gigih dalam memperhatikan kehidupan hatinya dengan ilmu dan iman.

2) Siapa yang memiliki ilmu dan pemahaman lalu mengajarkannya kepada manusia, berarti tanah hatinya adalah tanah yang baik, dapat menyerap air serta menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak, sehingga ia memberikan manfaat pada manusia dan pada dirinya sendiri.

3) Siapa yang memiliki ilmu tetapi tidak mengajarkannya, melainkan dia menyimpan ilmu itu hanya untuk dirinya, berarti tanah hatinya adalah tanah yang keras, ia menahan air dan tidak menumbuhkan tumbuhan.

4) Siapa yang meninggalkan ilmu dan amal, maka tanah hatinya adalah tanah yang gersang, tidak dapat menerima petunjuk Allah -Ta'ālā- dan dia berada di tingkatan yang paling rendah. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba melihat tanah hatinya, tanah yang manakah yang dia inginkan untuknya di antara ketiga jenis tanah itu?!

4/1379- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Ali -raḍiyallāhu 'anhu-,"Demi Allah! Sungguh jika satu orang diberi hidayah oleh Allah melalui dirimu maka itu lebih baik bagimu dibandingkan unta-unta merah (yang paling berharga)."(Muttafaq 'Alaih)

"Demi Allah! Sungguh jika satu orang diberi hidayah oleh Allah melalui dirimu maka itu lebih baik bagimu dibandingkan unta-unta merah (yang paling berharga)."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

حُمْر النَّعَمِ (ḥumr an-na'am): ḥumr, dengan mensukunkan "mīm", adalah bentuk jamak dari kata "ḥamrā`" yang bermakna unta merah, yaitu harta bangsa Arab yang paling berharga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi menuntut ilmu karena merupakan bekal utama bagi dai yang berdakwah kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Keutamaan menjelaskan petunjuk dan mendakwahi manusia kepada kebenaran. Tetapi seseorang tidak mungkin berdakwah kepada Allah kecuali dengan cahaya ilmu, sehingga ilmu adalah fondasi dan bekal dalam berdakwah;"Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi." (QS. Al-Aḥzāb: 46)5/1380- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sampaikanlah oleh kalian dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah riwayat dari Bani Israil, tidak apa-apa. Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka."(HR. Bukhari)

"Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi." (QS. Al-Aḥzāb: 46)

5/1380- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sampaikanlah oleh kalian dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah riwayat dari Bani Israil, tidak apa-apa. Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

Bani Israil: Ahli Kitab dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani.

فلْيَتَبَوَّأ (fa-lyatabawwa`): menempati mabā`ah, yaitu tempat tinggal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada manusia walaupun sedikit, sehingga siapa saja yang Allah -Ta'ālā- anugerahi ilmu yang dibangun di atas wahyu hendaklah dia menyebarkannya di tengah-tengah manusia karena itu adalah sedekah.

2) Peringatan keras terhadap perbuatan berdusta atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan meriwayatkan hadis-hadis yang dusta walaupun maknanya benar, karena dalam hadis yang sahih telah lengkap apa yang akan mencukupkan kita dari riwayat-riwayat dusta dan palsu.

Peringatan:

Di sebagian masyarakat beredar banyak selebaran yang berisi hadis-hadis dan riwayat-riwayat tentang targīb dan tarhīb yang didustakan atas nama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Di antaranya, misalnya, selebaran hukuman bagi orang yang meningggalkan salat; bahwa orang yang meninggalkan salat akan dihukum dengan 5 siksa di dunia, 5 siksa di kubur, dan 5 siksa di mahsyar, dan semisalnya. Selebaran-selebaran ini wajib diwaspadai dan diberikan peringatan karena tidak diperbolehkan menasihati orang dengan menggunakan sesuatu yang merupakan kedustaan atas nama Rasulallah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Siapa yang melakukannya dengan sengaja maka dia diancam dengan neraka.Lagi pula dalam Sunnah Nabi yang sahih telah terdapat banyak ilmu dan petunjuk yang dapat mencukupkan kita dari hadis-hadis palsu dan mengikuti hawa nafsu.

6/1381- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menempuh sebuah jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."(HR. Muslim)

"Siapa yang menempuh sebuah jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Semakin tinggi kegigihan seorang hamba untuk menempuh jalan ilmu yang bermanfaat, maka Allah -Ta'ālā- akan membantunya di dalam perjalanannya menuju surga.

2) Menuntut ilmu yang bermanfaat adalah sebab besar untuk masuk surga.

Faedah Tambahan:

Jalan yang ditempuh untuk menuntut ilmu terbagi menjadi dua:

1- Jalan yang bersifat fisik, yaitu yang ditapaki oleh kaki; seperti seseorang datang ke majelis ilmu, atau pergi jauh dari negerinya menuju negeri lain untuk menimba ilmu.

2- Jalan yang bersifat abstrak, yaitu yang dilalui oleh pemahaman; seperti bertanya kepada ulama lewat sarana telekomunikasi atau menelaah buku, sebab dia juga dianggap sedang menempuh jalan ilmu walaupun sedang duduk di rumahnya.

7/1382- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."(HR. Muslim)

"Siapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Banyaknya pahala orang yang mengajak kepada ilmu bermanfaat atau yang menganjurkan kepada amal saleh lalu orang lain mengikuti ucapan atau perbuatannya. Dan orang yang paling besar bagian pahalanya adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena tidaklah ada satu kebaikan pun yang kita dapatkan melainkan beliaulah yang mengarahkan umat kepadanya. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada beliau.

2) Pahala yang sempurna bagi pelaku kebaikan dan bagi orang yang mengajak kepada kebaikan, sedikit pun tidak berkurang.

3) Keutamaan khusus bagi ilmu, karena dengan ilmu ajakan kepada petunjuk dapat terwujud.

8/1383- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendokannya.”(HR. Muslim)

“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendokannya.”

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Semua amal saleh yang terus berlanjut manfaatnya bagi seseorang setelah ia meninggal dunia adalah sedekah jariah.

2) Motivasi untuk menimba ilmu dan mengajarkannya karena ilmu adalah warisan yang kekal setelah kematian seseorang.

Peringatan:

Doa seorang anak kepada kedua orang tuanya setelah mereka meninggal termasuk amal paling utama yang berguna bagi mereka, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengarahkan dan menganjurkannya. Tidaklah mungkin Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengarahkan umatnya kecuali kepada perkara terbaik yang beliau ketahui untuk mereka. Oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin bersikap istikamah dalam mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kita dan meninggalkan yang lainnya berupa perkara-perkara yang diada-adakan oleh manusia tanpa petunjuk ilmu.

9/1384- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dunia itu terlaknat, dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah -Ta'ālā- dan apa yang mengikutinya, serta orang yang alim atau yang menuntut ilmu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")Sabda beliau, "Dan apa yang mengikutinya" maksudnya ialah ketaatan kepada Allah.

"Dunia itu terlaknat, dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah -Ta'ālā- dan apa yang mengikutinya, serta orang yang alim atau yang menuntut ilmu."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Sabda beliau, "Dan apa yang mengikutinya" maksudnya ialah ketaatan kepada Allah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan ilmu dan para penuntut ilmu karena itulah yang dikecualikan dari perkara dunia yang terlaknat.

2) Mengenal nilai dunia; bahwa hal-hal duniawi tidak memiliki nilai kebaikan kecuali yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- berupa zikir dan ilmu.

3) Seorang yang berilmu dan penuntut ilmu berada di atas jalan keselamatan, sehingga orang beriman harus bersungguh-sungguh agar menjadi orang berilmu, penuntut ilmu, atau yang mendengarkan ilmu dan tidak boleh menjadi orang jahil yang membuat dirinya binasa.

10/1385- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang keluar dalam rangka mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai kembali."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Siapa yang keluar dalam rangka mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai kembali."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Keluar menimba ilmu adalah salah satu bentuk jihad fi sabilillah.

2) Penuntut ilmu akan mendapatkan penjagaan dan perlindungan dari Allah, yaitu sama kedudukannya dengan mujahid yang berjihad di jalan Allah -Ta'ālā- hingga dia pulang.

11/1386- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang mukmin tidak akan merasa kenyang dari kebaikan, hingga dia berada di tempat terakhirnya di surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [5].

"Seorang mukmin tidak akan merasa kenyang dari kebaikan, hingga dia berada di tempat terakhirnya di surga."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [43].

Pelajaran dari Hadis:

1) Penuntut ilmu tidak akan merasa puas dan cukup dari menuntut ilmu dan menambah kebaikan hingga dia bertemu dengan Rabb-nya.

2) Cita-cita orang beriman begitu tinggi; ia tidak akan merasa puas dengan kedudukan di bawah surga.

Faedah Tambahan:

Imam Ahmad -raḥimahullāh- pernah ditanya, "Sampai kapan engkau akan menuntut ilmu?" Beliau menjawab, "Bersama wadah tinta hingga ke kubur!" (Disebutkan oleh Al-Khaṭīb Al-Bagdādiy dalam kitabnya, Syarf Aṣḥābil-Ḥadīṡ)

12/1387- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian."Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah, malaikat-malaikat-Nya, dan semua penghuni langit dan bumi, bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan benar-benar mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian."

Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sesungguhnya Allah, malaikat-malaikat-Nya, dan semua penghuni langit dan bumi, bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan benar-benar mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

يُصَلُّوْنَ (yuṣallūna): berdoa; aṣ-ṣalāh artinya doa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia; yaitu seluruh makhluk hingga hewan, semuanya mendoakannya karena manfaat orang berilmu umum untuk semua makhluk.

2) Menjelaskan adanya perbedaan tingkat keutamaan antara para ulama dan selain mereka, dan ini mengandung motivasi bagi hamba untuk belajar dan mengajar sehingga dia termasuk orang yang mendapat kedudukan tinggi di dunia dan akhirat.

13/1388- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.Sungguh para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena rida kepada apa yang dia tuntut.Orang yang berilmu itu benar-benar akan dimintakan ampunan oleh semua yang ada di langit dan di bumi hingga ikan di dalam air.Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang.Sesungguhnya ulama adalah ahli waris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun yang mereka mewariskan hanyalah ilmu. Maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang melimpah."(HR. Abu Daud dan Tirmizi)

"Siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.

Sungguh para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena rida kepada apa yang dia tuntut.

Orang yang berilmu itu benar-benar akan dimintakan ampunan oleh semua yang ada di langit dan di bumi hingga ikan di dalam air.

Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang.

Sesungguhnya ulama adalah ahli waris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun yang mereka mewariskan hanyalah ilmu. Maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang melimpah."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi)

Pelajaran dari Hadis:

1) Para ulama adalah ahli waris para nabi; mereka mewarisi tugas para nabi dalam perkara ilmu, amal, dan dalam persoalan dakwah kepada kebenaran serta menasihati mereka dalam mewujudkan semua kebaikan dan menolak semua keburukan.

2) Ilmu adalah sebaik-baik warisan yang diwariskan oleh hamba, karena ia adalah perbendaharaan yang tidak akan sirna; siapa yang meraihnya pasti beruntung. Seandainya keutamaan ilmu tidak ada kecuali sebagai wujud mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka itu telah cukup.

3) Para malaikat meletakkan sayapnya kepada penuntut ilmu sebagai bentuk tawaduk kepadanya dan juga memuliakan warisan kenabian yang dibawanya, dan ini menunjukkan cinta dan pengagungan. Maka sesuatu yang seperti ini keutamaan dan kedudukannya, lalu bagaimana bisa seseorang tidak menyukainya lalu meninggalkannya demi meraih kenikmatan dunia yang fana?!

14/1389- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Semoga Allah membaguskan rupa orang yang mendengarkan sebagian hadis kami kemudian ia menyampaikannya seperti yang ia dengar. Barangkali orang yang disampaikan padanya (suatu hadis) justru lebih paham daripada orang yang mendengarnya langsung."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

"Semoga Allah membaguskan rupa orang yang mendengarkan sebagian hadis kami kemudian ia menyampaikannya seperti yang ia dengar. Barangkali orang yang disampaikan padanya (suatu hadis) justru lebih paham daripada orang yang mendengarnya langsung."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

نَضَّرَ (naḍḍara): ia membaguskan; ini adalah doa agar mendapatkan an-naḍārah, yaitu keindahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Para ahli hadis yang gigih dalam menyampaikan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada manusia memiliki keindahan dan cahaya pada wajah mereka sebagai imbalan mereka dalam mempelajari dan menyebarkan ilmu.

2) Tingkat pemahaman manusia berbeda-beda, bisa jadi orang yang disampaikan kepadanya ilmu lebih paham dari yang mendengar langsung, dan bisa jadi orang yang menyampaikan fikih bukanlah orang yang ahli fikih.

3) Peringatan wajibnya menyampaikan ilmu sebagaimana yang dia dengar. Adapun orang yang membuat-buat tambahan ketika menyampaikan agama dengan dalih demi mendakwahi manusia dan mengumpulkan mereka di atas kebaikan, orang ini tidak mendapat bagian sedikit pun dari doa ini, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kemudian ia menyampaikannya seperti yang ia dengar."15/1390- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, kelak pada hari Kiamat ia akan dipasangkan kendali dari neraka."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

"Kemudian ia menyampaikannya seperti yang ia dengar."

15/1390- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, kelak pada hari Kiamat ia akan dipasangkan kendali dari neraka."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

أُلْجِمَ (uljima): diberikan tali kekang di mulutnya, yaitu tali yang dipasang pada hewan tunggangan untuk mengendalikannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk menyampaikan ilmu dan larangan dari menyembunyikannya.

2) Orang yang tidak mau berbagi ilmu kepada orang yang berhak mendapatkannya atau tidak mau menjawab pertanyaan orang yang bertanya akan disiksa dengan dipasangkan kekang dengan tali kekang dari api neraka. Ini mengandung ancaman keras terhadap orang yang menyembunyikan ilmu yang bermanfaat dari orang yang berhak mendapatkannya.

Faedah Tambahan:

Tidak semua orang yang menyembunyikan sebuah ilmu mendapatkan ancaman ini. Bahkan sebagian ilmu patut disembunyikan dari sebagian orang dan disebarkan kepada sebagian yang lain. Misalnya bila permasalahan tersebut akan menyebabkan keburukan bagi sebagian orang, sehingga tidak patut disampaikan kepada mereka. Dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kita dapatkan dalil yang menunjukkan hal itu; Imam Bukhari dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy telah meletakkan satu bab, yaitu Bāb Man Khaṣṣa bil-'Ilmi Qauman Dūna Qaumin Karāhiyyata an Lā Yafhamū. Pada bab ini Imam Bukhari membawakan hadis Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu-, di dalamnya disebutkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Mu'āż, "Tidaklah seseorang bersyahadat Lā ilāha illallāh dan Muḥammad rasūlullāh dengan tulus dari dalam hatinya melainkan Allah haramkan dia atas neraka." Mu'āż berkata, "Wahai Rasulullah! Tidakkah ini aku sampaikan kepada manusia agar mereka bergembira?" Beliau bersabda, "Kalau begitu, mereka hanya akan berpangku tangan!" Dalam riwayat lain, "Jangan. Aku khawatir mereka akan berpangku tangan."

Sehingga tidak menyampaikan ilmu ketika dikhawatirkan terjadi fitnah bukan termasuk menyembunyikan ilmu, tetapi merupakan bentuk "penjagaan ilmu". Al-'Allāmah Ḥāfiẓ Ḥakamiy dalam karya beliau, Manẓūmah Al-Mīmiyyah fil-Waṣāyā wal-Ādāb Al-'Ilmiyyah berkata,

terlaknat oleh Allah dan manusia seluruhnya.

Waspadalah dari menyembunyikan ilmu, karena yang menyembunyikannya

ini bukanlah menyembunyikan ilmu, melainkan menjaganya, maka jangan dicela.

Adapun orang yang memelihara ilmu dari yang tidak patut memikulnya,

dari kalangan orang yang berhak mendapatkannya, maka pahamilah dan jangan rancu.

Menyembunyikan ilmu itu ialah menahannya dari yang menuntutnya

16/1391- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menimba ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah -'Azza wa Jalla-, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dunia, maka ia tidak akan mencium aroma surga pada hari Kiamat." 'Arfal-jannah maksudnya aroma surga.(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Siapa yang menimba ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah -'Azza wa Jalla-, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dunia, maka ia tidak akan mencium aroma surga pada hari Kiamat." 'Arfal-jannah maksudnya aroma surga.

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

عَرَضاً من الدُّنيا ('araḍan minad-dunyā): sebagian dunia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk ikhlas dalam menimba ilmu, dan niat ikhlas akan terwujud bila orang yang menimbanya meniatkan ilmu itu untuk mengangkat kejahilan dari dirinya, mengangkat kejahilan dari orang lain, dan untuk menjaga agama Allah -Ta'ālā- dengan cara membelanya.

2) Siapa yang menjadikan ilmu agama -yang merupakan ibadah paling mulia- sebagai anak tangga untuk meraih sebagian dunia, maka Allah -Ta'ālā- mengancamnya dengan diharamkan dari surga.

17/1392- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya dari (dada) manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak lagi menyisakan seorang pun yang berilmu, maka orang-orang pun menjadikan orang yang bodoh menjadi pemimpin mereka, kemudian mereka ditanya lalu mereka pun memberi fatwa tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya dari (dada) manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak lagi menyisakan seorang pun yang berilmu, maka orang-orang pun menjadikan orang yang bodoh menjadi pemimpin mereka, kemudian mereka ditanya lalu mereka pun memberi fatwa tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan cara dicabutnya ilmu, yaitu dengan wafatnya orang-orang berilmu yang merupakan para ulama yang dijadikan sebagai lentera dalam gelapnya kejahilan. Oleh karena itu, hendaklah orang beriman gigih untuk mengambil faedah di masa hidupnya para ulama sebelum dia kehilangan mereka!

2) Motivasi untuk menuntut ilmu; Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan kita dengan berita ini supaya kita waspada sebelum ilmu dicabut. Beliau memberitakan apa yang terjadi bukan berarti membenarkannya, melainkan agar diwaspadai. Sehingga ia adalah berita peringatan dan arahan, bukan berita menetapkan dan membenarkan.

Faedah Tambahan:

Penyebutan Imam An-Nawawiy -raḥimahullāh- Kitab Ilmu setelah Kitab Jihad secara langsung mengandung isyarat jelas bahwa mempelajari ilmu dan menyampaikannya adalah salah satu bentuk jihad fi sabilillah.

Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,

"Siapa yang berpandangan bahwa keluar menimba ilmu ketika pagi dan sore bukan jihad, sungguh akal dan pandangannya telah cacat." (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Abdil-Barr dalam Jāmi' Bayānil-'Ilmi wa Faḍlihi).

Ibnu Mufliḥ -raḥimahullāh- berkata dalam Al-Ādāb Asy-Syar'iyyah,

Al-Marwaziy bercerita: Pernah ditanyakan kepada Abu Abdillah Ahmad bin Ḥanbal, "Seseorang yang memiliki lima ratus dirham, menurut Anda, apakah dia menggunakannya dalam peperangan dan jihad atau menuntut ilmu?" Beliau menjawab, "Bila dia tidak berilmu, maka aku lebih suka bila dia menuntut ilmu."

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -raḥimahullāh- berkata dalam Jilā`ul-Afhām,

"... menyampaikan Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat lebih utama daripada mengirimkan anak panah ke leher musuh. Karena mengirimkan anak panah kepada leher musuh dilakukan oleh banyak orang, adapun menyampaikan Sunnah maka tidak dilaksanakan kecuali oleh ahli waris para nabi dan penerus mereka di tengah-tengah umat. Semoga Allah -Ta'ālā- menjadikan kita sebagai bagian dari mereka itu dengan karunia dan kemurahan-Nya."

 KITAB PUJIAN DAN SYUKUR KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ-

 242- BAB KEUTAMAAN PUJIAN DAN SYUKUR KEPADA ALLAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."(QS. Al-Baqarah: 152)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu."(QS. Ibrāhīm: 7)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan katakanlah, 'Segala puji bagi Allah.'"(QS. Al-Isrā`: 111)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan penutup doa mereka ialah, 'Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-'ālamīn' (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam)."(QS. Yūnus: 10)

"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."

(QS. Al-Baqarah: 152)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu."

(QS. Ibrāhīm: 7)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan katakanlah, 'Segala puji bagi Allah.'"

(QS. Al-Isrā`: 111)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan penutup doa mereka ialah, 'Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-'ālamīn' (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam)."

(QS. Yūnus: 10)

Faedah:

Al-Ḥamd (pujian) adalah mengabarkan tentang Allah -Ta'ālā- dengan segala kesempurnaan yang pantas bagi-Nya serta menyucikan-Nya dari semua yang bertentangan dengan itu. Bila pujian tersebut diulang, maka disebut "ṡanā`". Kemudian bila "ṡanā`" itu diulang, maka disebut "majd".

Syukur adalah menampakkan nikmat dan mengakuinya dengan hati, lisan, dan anggota badan. Bila seseorang merupakan orang kaya dan berharta, maka mensyukuri nikmat ini adalah dengan mengakui dan mengikrarkan bahwa Allahlah yang memberi nikmat tersebut disertai menggunakan harta di jalan-jalan kebaikan.

Pelajaran dari Ayat:

1) Zikir yang berguna adalah zikir hati, dan yang paling utama adalah zikir yang menggabungkan hati dan lisan.

2) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah segala ketaatan yang dapat mendekatkan kepada Allah berupa ibadah, mengajak kepada yang makruf, mencegah kemungkaran, menimba ilmu, tafakur, muhasabah, ataupun berzikir dengan lisan. Semua itu termasuk kategori zikir kepada Allah -Ta'ālā-.

3) Syukur memiliki dua faedah besar:

Pertama: sebagai wujud ubudiah kepada Allah -Ta'ālā- dan menunaikan sebagian hak-Nya.

Kedua: sebab bertambah dan langgengnya nikmat pada hamba.

4) Anjuran untuk terus-menerus memuji Allah -Ta'ālā- dalam semua keadaan, baik ketika lapang ataupun sulit. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- terpuji di awal penciptaan, ketika menurunkan syariat, pada keberlangsungan makhluk, dan akhir kehidupan makhluk. Di antara petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah memuji Allah pada semua keadaan. Bila mendapatkan kebaikan, beliau membaca, "Alḥamdulillāh al-lażī bini'matihi tatimmu aṣ-ṣāliḥāt" (Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nya kebaikan-kebaikan terwujud). Bila ditimpa keburukan, beliau membaca, "Alḥamdulillāh 'alā kulli ḥāl" (Segala puji bagi Allah pada semua keadaan).

1/1393- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- disuguhi dua wadah berisi khamar dan susu pada malam beliau diperjalankan (isra mikraj). Beliau melihat keduanya lalu mengambil susu. Jibril -'alaihis-salām- berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memberimu hidayah kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamar, umatmu pasti tersesat."(HR. Muslim)

"Segala puji bagi Allah yang telah memberimu hidayah kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamar, umatmu pasti tersesat."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

قَدَحٌ (qadaḥ): wadah tempat menyuguhkan minuman.

الفِطْرَةُ (al-fiṭrah): agama yang benar, tauhid yang murni.

غَوَتْ (gawat): ia tersesat dan menyimpang dari agama yang benar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Terus-menerus memuji Allah -Ta'ālā- pada semua keadaan adalah sebab adanya hidayah bagi hamba untuk meraih berbagai kebaikan serta sebab ia terjauhkan dari keburukan.

2) Khamar adalah induk kekejian dan merupakan sebab penyimpangan dan kesesatan.

3) Mengikuti fitrah yang benar termasuk perbuatan yang dicintai dan diridai oleh Allah -Ta'ālā-.

2/1394- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap perkara penting yang (pelaksanaannya) tidak diawali dengan ucapan Alhamdulillah, maka amalan tersebut berkurang (berkahnya)."(Hadis hasan; HR. Abu Daud dan lainnya)

"Setiap perkara penting yang (pelaksanaannya) tidak diawali dengan ucapan Alhamdulillah, maka amalan tersebut berkurang (berkahnya)."

(Hadis hasan; HR. Abu Daud dan lainnya)

Kosa Kata Asing:

ذِيْ بَالٍ (zī bāl): memiliki urgensi dan kepentingan.

أقْطَعُ (aqṭa'): kurang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran memulai urusan dengan memuji Allah -Ta'ālā-, khususnya pada urusan yang penting dan urgen.

2) Keberkahan akan turun dengan menyebut nama Allah -Ta'ālā- dan memujinya. Ini termasuk faedah pujian kepada Allah. Dari sini seorang hamba dapat mengetahui bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah -Ta'ālā- adalah diberkahi, dan segala sesuatu yang tak disandarkan pada-Nya maka keberkahannya akan hilang.

3/1395- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila anak seorang hamba meninggal dunia maka Allah berfirman kepada malaikat-Nya, 'Kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lantas Allah berfirman, 'Kalian mencabut nyawa buah hatinya?' Mereka menjawab, 'Ya.' Kemudian Allah berfirman, 'Lalu apa yang diucapkan oleh hamba-Ku itu?' Mereka menjawab, 'Dia memuji-Mu dan mengucapkan istirjā` (yakni: Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn).' Maka Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di dalam surga dan berilah ia nama Rumah Pujian.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Bila anak seorang hamba meninggal dunia maka Allah berfirman kepada malaikat-Nya, 'Kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lantas Allah berfirman, 'Kalian mencabut nyawa buah hatinya?' Mereka menjawab, 'Ya.' Kemudian Allah berfirman, 'Lalu apa yang diucapkan oleh hamba-Ku itu?' Mereka menjawab, 'Dia memuji-Mu dan mengucapkan istirjā` (yakni: Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn).' Maka Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di dalam surga dan berilah ia nama Rumah Pujian.'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan balasan bagi orang yang memuji Allah -Ta'ālā- ketika kondisi sulit, yaitu bahwa Allah akan memberikannya ganti berupa sebuah rumah dalam surga yang disebut dengan nama Rumah Pujian.

2) Karakter seorang mukmin yang diberikan taufik ialah senantiasa bersabar dan mengharap pahala saat ditimpa musibah, serta memuji Allah pada semua keadaan dan mengucapkan kalimat istirjā`: "Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn."

3) Kembalinya hamba kepada Allah -Ta'ālā- ketika ditimpa musibah akan meringankan musibah tersebut serta mengobati kesedihannya.

4/1396- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah meridai seorang hamba yang ketika menyantap makanan dia memuji Allah atas makanan itu, atau ketika minum dia memuji Allah atas minuman itu."(HR. Muslim)

"Sesungguhnya Allah meridai seorang hamba yang ketika menyantap makanan dia memuji Allah atas makanan itu, atau ketika minum dia memuji Allah atas minuman itu."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuji Allah -Ta'ālā- ketika makan dan minum adalah sebab meraih rida Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Anjuran memulai makan dan minum dengan tasmiyah (menyebut nama Allah), yaitu: Bismillāh, dan mengakhirinya dengan pujian kepada Allah. Seperti inilah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Lafal tasmiyah yang disyariatkan ketika memulai makan dan minum adalah ucapan "Bismillāh". Adapun yang tersebar di tengah masyarakat berupa ucapan "Bismillāhirraḥmānirraḥīm", bacaan ini dinamakan oleh para ulama dengan basmalah yang disyariatkan di awal membaca surah Al-Qur`ān. Sehingga kita tidak boleh mencampuradukkan antara tasmiyah dan basmalah.

Orang yang diberikan taufik adalah yang mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengerjakan bacaan wirid Nabi sesuai redaksi yang datang dalam Sunnah serta pada tempatnya yang tepat, dengan menghadirkan niat mengikuti beliau. Seperti inilah kedudukan mengikuti Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

KITAB SELAWAT KEPADA RASULULLAH -ṢĀLLALLĀHU 'ALAIHI WA SALLAM-

 243- KEUTAMAAN BERSELAWAT KEPADA RASULULLAH -ṢĀLLALLĀHU 'ALAIHI WA SALLAM-

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman! Berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."(QS. Al-Aḥzāb: 56)

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman! Berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

(QS. Al-Aḥzāb: 56)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran agar terus berselawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam rangka mengimplementasikan perintah Allah -Ta'ālā- dan meneladani para malaikat yang mulia.

2) Berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diwajibkan dalam beberapa kondisi, di antaranya ketika nama beliau disebutkan.

3) Makna selawat dari seorang hamba kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah mendoakan beliau supaya Allah memujinya di hadapan para malaikat yang mulia. Adapun salam kepada Rasulullah maksudnya ialah mendoakan keselamatan untuk beliau dari semua keburukan di masa hidup beliau dan setelah wafatnya, di antaranya agar agama dan Sunnah beliau selamat dari segala bentuk penambahan dan distorsi.

Faedah Tambahan:

Tidak boleh mengkhususkan ucapan selawat untuk selain para nabi dan menjadikannya sebagai syiar yang dirutinkan untuk sebagian imam, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kelompok sesat pada tokoh ahli bidah. Yang benar adalah hanya para nabi saja yang boleh dikhususkan dengan doa selawat.Adapun selain para nabi, selawat kepada mereka dibolehkan dalam bentuk diikutkan dengan selawat kepada para nabi. Misalnya kita mengucapkan, "Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad wa ālihi" atau "Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad wa ṣaḥbihi".1/1397- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang berselawat kepadaku satu selawat, maka Allah akan berselawat kepadanya sepuluh kali."(HR. Muslim)

Adapun selain para nabi, selawat kepada mereka dibolehkan dalam bentuk diikutkan dengan selawat kepada para nabi. Misalnya kita mengucapkan, "Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad wa ālihi" atau "Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad wa ṣaḥbihi".

1/1397- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang berselawat kepadaku satu selawat, maka Allah akan berselawat kepadanya sepuluh kali."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan berselawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena di dalamnya terkandung pelipatgandaan pahala bagi hamba.

2) Berselawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebab adanya rahmat Allah -Ta'ālā- kepada para hamba-Nya.

2/1398- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang paling patut mendapat syafaatku pada hari Kiamat adalah yang paling banyak berselawat kepadaku."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Orang yang paling patut mendapat syafaatku pada hari Kiamat adalah yang paling banyak berselawat kepadaku."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan keutamaan khusus bagi ahli hadis yang mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berpegang teguh dengannya, karena ahli hadis adalah orang yang paling banyak berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila dibandingkan dengan manusia lainnya.

2) Anjuran untuk banyak berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena hal itu adalah sebab untuk mendapatkan kedekatan dengan beliau.

3/1399- Aus bin Aus -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara hari terbaik kalian adalah hari Jumat. Maka perbanyaklah bacaan selawat kepadaku pada hari itu, karena selawat kalian akan dipaparkan kepadaku." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana selawat kami dipaparkan kepadamu sementara jasadmu telah hancur?!" Yakni engkau telah hancur. Beliau bersabda, "Allah -'Azza wa Jalla- telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Sesungguhnya di antara hari terbaik kalian adalah hari Jumat. Maka perbanyaklah bacaan selawat kepadaku pada hari itu, karena selawat kalian akan dipaparkan kepadaku." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana selawat kami dipaparkan kepadamu sementara jasadmu telah hancur?!" Yakni engkau telah hancur. Beliau bersabda, "Allah -'Azza wa Jalla- telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan khusus bagi selawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta memperbanyaknya pada hari Jumat; lantaran saat itu keutamaan ibadah bergabung dengan keutamaan waktu.

2) Bacaan selawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dipaparkan kepada beliau lewat perantara para malaikat sayyāḥīn yang Allah tugaskan untuk menyampaikan selawat umatnya kepada beliau, dan hadis ini tidak bermakna bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar kita secara langsung.

3) Kewajiban membenarkan semua berita dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- walaupun tidak mampu dipahami oleh akal, karena akal memiliki batas pemahaman sebagaimana mata memiliki batas penglihatan yang tidak dapat ia lewati.

4/1400- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Terhinalah seseorang yang namaku disebut di sisinya namun ia tidak berselawat padaku."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Terhinalah seseorang yang namaku disebut di sisinya namun ia tidak berselawat padaku."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

رَغْمَ أَنْفُ (ragma anf: terhinalah): sebuah doa supaya hidung seseorang ditempelkan di tanah. Makna dari doa ini agar hidungnya -yang merupakan bagian paling tinggi pada wajah manusia- menempel dengan tanah. Ini untuk menunjukkan kehinaan dan ketercelaan orang tersebut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mendoakan kehinaan dan ketercelaan bagi orang yang terus-menerus sengaja meninggalkan bacaan selawat dan salam kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika nama beliau disebutkan.

2) Memperbanyak ibadah selawat dan salam kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sebab adanya kemuliaan dan ketinggian derajat seorang mukmin. Seluruh manusia biasanya berbangga dengan tokoh-tokoh besar mereka di dunia, sedangkan umat Islam berbangga dengan orang yang datang membawakan mereka kebaikan dunia dan akhirat.

5/1401- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat perayaan. Ucapkanlah selawat kepadaku, karena sesungguhnya ucapan selawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat perayaan. Ucapkanlah selawat kepadaku, karena sesungguhnya ucapan selawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

عِيْدًا ('īdan): 'Īd adalah nama untuk perkumpulan besar yang berulang secara rutin. Sehingga 'īd adalah nama untuk hari berkumpul serta perbuatan yang dilakukan padanya. Istilah 'īd juga digunakan untuk tempat yang didatangi sebagai tempat berkumpul.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran mengucapkan selawat dan salam kepada Rasulullah di mana pun seseorang berada di muka bumi, karena selawatnya itu akan sampai kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Tidak boleh melakukan perjalanan jauh yang dikhususkan dengan niat menziarahi kubur Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tetapi perjalanan jauh dilakukan dengan niat menziarahi Masjid Nabawi, lalu setelah sampai ia dibolehkan untuk menziarahi kubur Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

6/1402- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan rohku kepadaku hingga aku membalas salamnya."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Tidak ada seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan rohku kepadaku hingga aku membalas salamnya."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kehidupan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di alam kuburnya adalah kehidupan barzakh yang paling sempurna, dengannya Allah -Ta'ālā- memuliakan seorang nabi di dalam kuburnya. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- yang paling mengetahui sifat kehidupan ini. Yang pasti, ia tidak sama dengan kehidupan dunia, sehingga kita tidak boleh meyakini bahwa kehidupan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam kuburnya seperti kehidupan beliau di dunia.

2) Motivasi untuk mengucapkan selawat dan salam kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- supaya hamba meraih keutamaan jawaban Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap ucapan salamnya.

7/1403- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang bakhil itu adalah orang yang namaku disebut di dekatnya namun ia tidak berselawat kepadaku."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

"Orang bakhil itu adalah orang yang namaku disebut di dekatnya namun ia tidak berselawat kepadaku."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berselawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika nama beliau disebutkan supaya seorang hamba selamat dari sifat bakhil, karena orang bakhil yang sesungguhnya adalah yang enggan berselawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Sifat bakhil adalah sifat tercela, khususnya kebakhilan seorang hamba pada sesuatu yang mampu dia berikan. Oleh karena itu, hendaklah orang beriman gigih untuk menyucikan dan membersihkan dirinya dari sifat bakhil supaya dia termasuk di antara orang-orang yang beruntung; "Dan siapa yang dirinya dijaga dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Ḥasyr: 9)

8/1404- Faḍālah bin ‘Ubaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar seseorang berdoa dalam salatnya tanpa mengagungkan Allah -Ta'ālā- dan tanpa berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Orang ini telah terburu-buru.” Kemudian beliau memanggilnya lalu berkata kepadanya -atau kepada selainnya-,"Apabila salah seorang kalian mengerjakan salat, hendaklah dia memulai dengan memuji dan memuja Rabb-nya, lalu berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, setelah itu ia berdoa dengan apa yang dia kehendaki."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

"Apabila salah seorang kalian mengerjakan salat, hendaklah dia memulai dengan memuji dan memuja Rabb-nya, lalu berselawat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, setelah itu ia berdoa dengan apa yang dia kehendaki."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab berdoa di dalam dan di luar salat ialah agar diawali dengan pujian dan pengagungan kepada Allah -Ta'ālā- kemudian selawat dan salam kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, setelah itu dia berdoa dengan doa apa saja yang dia kehendaki.

2) Terburu-buru dalam doa adalah faktor doa ditolak dan tidak dikabulkan.

3) Anjuran mengajar orang yang jahil ketika dia salah; yaitu hendaklah orang beriman, khususnya para penuntut ilmu, gigih untuk mengajarkan masyarakat tentang Sunnah Nabi yang sahih.

9/1405- Abu Muhammad Ka’ab bin ‘Ujrah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar menemui kami, maka kami berkata, 'Wahai Rasulullah! Sungguh kami telah mengetahui bagaimana mengucapkan ucapan salam kepadamu, lantas bagaimana kami berselawat kepadamu?' Beliau bersabda,"Ucapkan, 'Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd' (Artinya: Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Zat yang Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah! Curahkanlah keberkahan atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia)."(Muttafaq 'Alaih)

"Ucapkan, 'Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd' (Artinya: Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Zat yang Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah! Curahkanlah keberkahan atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terkait antusias mereka untuk bertanya tentang ilmu yang bermanfaat. Beginilah seharusnya keadaan seorang muslim, yaitu bertanya tentang apa yang berguna baginya dalam perkara agamanya serta meninggalkan pertanyaan selainnya.

2) Selawat yang disebutkan dalam hadis ini adalah redaksi selawat yang paling afdal untuk diucapkan seseorang, baik di dalam maupun di luar salat. Ia adalah lafal selawat yang sempurna. Seandainya dicukupkan dengan mengatakan, "Allāhumma ṣalli wa sallim 'alā Muḥammad" maka ini adalah lafal yang diperbolehkan.

3) Apa yang dilakukan oleh sebagian orang berupa membuat-buat redaksi selawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah perbuatan yang menyelisihi Sunnah Nabi dan Sunnah para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, karena semua kebaikan ada pada mengikuti petunjuk nabi yang maksum.

10/1406- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang menemui kami ketika kami di majelis Sa'ad bin 'Ubadah -raḍiyallāhu 'anhu-. Maka Basyīr bin Sa'ad berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah! Allah -Ta'ālā- telah memerintahkan kami untuk berselawat kepadamu. Lalu bagaimanakah kami berselawat kepadamu?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pun diam sehingga kami berharap andainya dia tidak pernah bertanya. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ucapkan, 'Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm. Wa bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm. Innaka ḥamīdun majīd' (Artinya: Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas keluarga Ibrahim. Dan curahkanlah keberkahan atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia). Sedangkan ucapan salam, adalah seperti yang telah kalian ketahui."(HR. Muslim)11/1407- Abu Ḥumaid As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimanakah kami berselawat kepadamu?" Beliau bersabda,"Ucapkan, 'Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā azwājihi wa żurriyyatihi, kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm. Wa bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā azwājihi wa żurriyyatihi, kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd' (Artinya: Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad beserta istri dan anak keturunannya, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas keluarga Ibrahim. Dan curahkanlah keberkahan atas Muhammad beserta istri dan anak keturunannya, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia)."(Muttafaq 'Alaih)

"Ucapkan, 'Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm. Wa bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm. Innaka ḥamīdun majīd' (Artinya: Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas keluarga Ibrahim. Dan curahkanlah keberkahan atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia). Sedangkan ucapan salam, adalah seperti yang telah kalian ketahui."

(HR. Muslim)

11/1407- Abu Ḥumaid As-Sā'idiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimanakah kami berselawat kepadamu?" Beliau bersabda,

"Ucapkan, 'Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā azwājihi wa żurriyyatihi, kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm. Wa bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā azwājihi wa żurriyyatihi, kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd' (Artinya: Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad beserta istri dan anak keturunannya, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas keluarga Ibrahim. Dan curahkanlah keberkahan atas Muhammad beserta istri dan anak keturunannya, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang muslim tidak boleh mengerjakan suatu ibadah hingga dia bertanya bagaimana dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengerjakannya? Lihatlah para sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sebelum beramal mereka bertanya terlebih dahulu, "Bagaimanakah kami berselawat kepadamu?"

2) Lafal-lafal selawat Ibrāhīmiyyah berisikan permintaan selawat kepada Allah -Ta'ālā- untuk Nabi dan keluarga beliau serta permohonan keberkahan atas beliau dan keluarganya, termasuk tawasul kepada Allah, bahwa sebagaimana Allah telah berselawat dan memberi keberkahan kepada Ibrahim dan keluarganya, kita meminta kepada Allah agar Dia berselawat dan memberi keberkahan kepada Muhammad dan keluarganya. Ini termasuk tawasul yang dibenarkan, yaitu bertawasul kepada Allah -Ta'ālā- dengan perbuatan-perbuatan-Nya yang telah terdahulu dalam rangka meraih perbuatan-Nya di masa mendatang.

Faedah Tambahan:

Sekiranya ada seseorang bernazar akan berselawat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan redaksi yang paling afdal, apa yang harus dia lakukan?

Para ulama mengatakan,"Tidak bisa dikatakan dia telah memenuhi nazarnya kecuali jika dia menggunakan redaksi yang datang dari Nabi di salah satu hadis yang sahih, seperti hadis-hadis di atas. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengabarkan kepada mereka yang terbaik yang beliau ketahui. Seandainya ada redaksi yang lebih afdal dari redaksi-redaksi ini, tentu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan memotivasi umat kepadanya."

"Tidak bisa dikatakan dia telah memenuhi nazarnya kecuali jika dia menggunakan redaksi yang datang dari Nabi di salah satu hadis yang sahih, seperti hadis-hadis di atas. Karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengabarkan kepada mereka yang terbaik yang beliau ketahui. Seandainya ada redaksi yang lebih afdal dari redaksi-redaksi ini, tentu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan memotivasi umat kepadanya."

KITAB ZIKIR

 244- BAB KEUTAMAAN ZIKIR DAN MOTIVASI MELAKUKANNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan (ketahuilah), mengingat Allah itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain)."(QS. Al-'Ankabūt: 45)Dia juga berfirman,"Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu."(QS. Al-Baqarah: 152)Dia juga berfirman,"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah."(QS. Al-A'rāf: 205)Dia juga berfirman,"Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung."(QS. Al-Jumu'ah: 10)Dia juga berfirman,"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim ... "Hingga firman-Nya,"... dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."(QS. Al-Aḥzāb: 35)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Hai orang-orang yang beriman! Berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah sebanyak-banyaknya,dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang."(QS. Al-Aḥzāb: 41-42)Ayat-ayat tentang bab ini juga sangat banyak dan populer.

"Dan (ketahuilah), mengingat Allah itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain)."

(QS. Al-'Ankabūt: 45)

Dia juga berfirman,

"Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu."

(QS. Al-Baqarah: 152)

Dia juga berfirman,

"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah."

(QS. Al-A'rāf: 205)

Dia juga berfirman,

"Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung."

(QS. Al-Jumu'ah: 10)

Dia juga berfirman,

"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim ... "

Hingga firman-Nya,

"... dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."

(QS. Al-Aḥzāb: 35)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman! Berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah sebanyak-banyaknya,

dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang."

(QS. Al-Aḥzāb: 41-42)

Ayat-ayat tentang bab ini juga sangat banyak dan populer.

Faedah:

Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan.

- Berzikir kepada Allah dengan hati: yaitu ibadah tafakur yang akan memberikan hamba rasa ingat dan takut kepada Allah.

- Berzikir kepada Allah dengan lisan: mencakup semua ucapan yang mendekatkan kepada Allah -'Azza wa Jalla- berupa tahlil, tasbih, takbir, membaca Al-Qur`ān, mengajak kepada kebaikan, melarang kemungkaran, membaca dan menyebarkan ilmu, dan lain sebagainya.

- Berzikir kepada Allah dengan anggota badan: mencakup semua perbuatan yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- seperti salat, membantu kebutuhan manusia, dan lain sebagainya.

Ini adalah makna zikir menurut istilah yang luas. Namun kata zikir bila disebutkan dalam konteks kebiasaan dan budaya umat, maka maksudnya ialah berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, dan bacaan-bacaan zikir lainnya. Sehingga maksudnya ialah zikir dengan lisan secara khusus.

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk memanfaatkan waktu ketika pagi dan sore dengan zikir kepada Allah -Ta'ālā- karena zikir akan mendatangkan keberuntungan, pahala, dan keselamatan dari sifat lalai, mendatangkan cinta Allah -Ta'ālā- bagi hamba, dan Allah -Ta'ālā- akan memuji hamba-Nya yang berzikir di hadapan para malaikat mulia yang ada di sisi-Nya.

2) Zikir yang paling utama adalah yang menggabungkan hati dengan lisan serta melahirkan rasa takut dan penambahan iman bagi hamba.

1/1408- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada dua kalimat, ringan di lidah namun berat dalam timbangan dan dicintai oleh Allah yang Maha Penyayang, yakni Subḥānallāh wa biḥamdih, Subḥānallāhil-'Aẓīm."(Muttafaq 'Alaih)

"Ada dua kalimat, ringan di lidah namun berat dalam timbangan dan dicintai oleh Allah yang Maha Penyayang, yakni Subḥānallāh wa biḥamdih, Subḥānallāhil-'Aẓīm."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dua kalimat ini termasuk penyebab timbulnya kecintaan Allah kepada hamba dan penyebab beratnya timbangan amalannya pada hari penghisaban amalan.

2) Orang yang mendapat taufik di antara hamba Allah adalah orang yang memanfaatkan amal yang sedikit untuk meraih pahala yang besar.

Faedah Tambahan:

Makna "Subḥānallāh wa biḥamdih": aku menyucikan Allah -Ta'ālā- dari semua aib dan kekurangan, dengan menyertai tasbih bersama pujian yang menunjukkan kesempurnaan Allah -Ta'ālā- dan keutuhan hikmah-Nya.

Sedangkan makna "Subḥānallāhil-'Aẓīm": menyucikan Allah yang memiliki keagungan, keperkasaan, dan kemuliaan, Dialah Allah Yang Mahaagung pada zat-Nya dan Mahaagung pada sifat-Nya.

2/1409- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh bila aku mengucapkan, 'Subḥānallāh wal-ḥamdulillāh wa lā ilāha illallāh wallāhu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sesembahan yang hak selain Allah, dan Allah Mahabesar), itu lebih aku cintai dari segala yang disinari matahari (dunia beserta isinya)."(HR. Muslim)

"Sungguh bila aku mengucapkan, 'Subḥānallāh wal-ḥamdulillāh wa lā ilāha illallāh wallāhu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sesembahan yang hak selain Allah, dan Allah Mahabesar), itu lebih aku cintai dari segala yang disinari matahari (dunia beserta isinya)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Empat kalimat zikir kepada Allah -Ta'ālā- tersebut lebih dicintai oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- daripada dunia seluruhnya. Ini menjadi dalil tentang agungnya keempat kalimat ini di sisi Allah -Ta'ālā-.

2) Setan memperdaya manusia dan membuatnya malas serta merasa berat dari berbuat kebaikan dan berzikir; jika tidak demikian, maka tidak akan ada hamba yang lalai dari sesuatu yang lebih baik dari dunia dan seisinya!

3) Kalimat-kalimat ini termasuk al-bāqiyāt aṣ-ṣāliḥāt (amal kebaikan yang kekal) yang disebutkan dalam firman Allah -Ta'ālā-,"Tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan."(QS. Al-Kahfi: 46)3/1410- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang membaca, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai'in qadīr' seratus kali dalam sehari, maka baginya setara memerdekakan sepuluh budak, dituliskan untuknya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, dan menjadi perisainya dari setan pada hari itu hingga dia memasuki sore, dan tidak akan ada seorang pun yang meraih sesuatu yang lebih afdal dari yang dia raih kecuali seseorang yang mengerjakan (zikir itu) lebih banyak dari dirinya." Beliau juga bersabda, "Siapa yang membaca, 'Subḥānallāhi wa biḥamdih' seratus kali dalam sehari, maka digugurkan semua kesalahannya, walaupun sebanyak buih laut."(Muttafaq 'Alaih)

"Tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan."

(QS. Al-Kahfi: 46)

3/1410- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang membaca, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai'in qadīr' seratus kali dalam sehari, maka baginya setara memerdekakan sepuluh budak, dituliskan untuknya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, dan menjadi perisainya dari setan pada hari itu hingga dia memasuki sore, dan tidak akan ada seorang pun yang meraih sesuatu yang lebih afdal dari yang dia raih kecuali seseorang yang mengerjakan (zikir itu) lebih banyak dari dirinya." Beliau juga bersabda, "Siapa yang membaca, 'Subḥānallāhi wa biḥamdih' seratus kali dalam sehari, maka digugurkan semua kesalahannya, walaupun sebanyak buih laut."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

زبَدِ البَحْرِ (zabad al-baḥr): buih laut.

عَدْلَ عَشرْ رِقَابٍ ('adla 'asyri riqāb): setara dengan pahala memerdekakan sepuluh budak.

حِرْزًا (ḥirzan): sebagai benteng, pelindung.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengagungkan nilai lima fadilah tersebut bagi siapa saja yang mengucapkan zikir yang disebutkan, karena maknanya ialah menauhidkan Allah -Ta'ālā-.

2) Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dengan tahlil adalah sebab terlindunginya manusia dari pintu masuk setan.

3) Zikir "Subḥānallahi wa biḥamdih" sebanyak seratus kali adalah sebab pengampunan seluruh dosa walaupun dosa besar!

4) Motivasi untuk berlomba dan bersegera dalam kebaikan dan ketaatan.

4/1414- Abu Ayyūb Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr' (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu) sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti orang yang telah memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Ismail."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr' (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu) sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti orang yang telah memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Ismail."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Membaca tahlil kepada Allah -Ta'ālā- sebanyak sepuluh kali pahalanya setara dengan pahala orang yang memerdekakan empat orang budak yang berasal dari nasab manusia yang paling mulia, yaitu anak keturunan Ismail.

2) Menjelaskan keutamaan zikir ini, dan orang yang mendapatkan taufik adalah orang yang dibantu oleh Allah -Ta'ālā- untuk menjaganya.

5/1412- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah aku beritahukan kepadamu tentang ucapan yang paling dicintai Allah? Sesungguhnya ucapan yang paling dicintai Allah adalah Subḥānallāhi wa biḥamdih."(HR. Muslim)

"Maukah aku beritahukan kepadamu tentang ucapan yang paling dicintai Allah? Sesungguhnya ucapan yang paling dicintai Allah adalah Subḥānallāhi wa biḥamdih."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tasbih dan tahmid adalah ucapan yang paling dicintai oleh Allah -Ta'ālā- karena di dalamnya terkandung pengagungan dan pujian kepada-Nya.

2) Tauhid adalah ibadah paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu di manakah dakwah tauhid itu, wahai para dai Islam?!

6/1413- Abu Mālik Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bersuci itu setengah dari iman, ucapan alḥamdulillāh memenuhi timbangan, ucapan subḥānallāh wal-ḥamdulillāh keduanya memenuhi -atau memenuhi- antara langit dan bumi."(HR. Muslim)

"Bersuci itu setengah dari iman, ucapan alḥamdulillāh memenuhi timbangan, ucapan subḥānallāh wal-ḥamdulillāh keduanya memenuhi -atau memenuhi- antara langit dan bumi."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuji Allah -Ta'ālā- termasuk zikir yang paling agung, bahkan keutamaan tahmid memenuhi timbangan amalan pada hari pembalasan kelak karena besarnya pahalanya.

2) Keutamaan bertasbih kepada Allah -Ta'ālā- yang disertai dengan pujian, yaitu pahalanya memenuhi langit dan bumi.

7/1414- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang badui datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya berkata, "Ajarkanlah kepadaku satu ucapan yang akan selalu aku baca." Beliau bersabda,"Ucapkanlah, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, Allāhu Akbar kabīran, wal-ḥamdu lillāhi kaṡīran, wa subḥānallāhi rabbil-'ālamīn, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-'azīzil-ḥakīm' (Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Mahabesar dengan segala kebesaran-Nya, segala puji yang banyak milik Allah, Mahasuci Allah Rabb alam semesta, dan tidak ada daya serta kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana)." Dia berkata, "Itu semua untuk Rabb-ku. Lantas apa untukku?" Beliau bersabda, "Ucapkanlah, 'Allāhumma-gfir lī wa-rḥamnī wa-hdinī wa-rzuqnī' (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah aku rezeki)."(HR. Muslim)

"Ucapkanlah, 'Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lah, Allāhu Akbar kabīran, wal-ḥamdu lillāhi kaṡīran, wa subḥānallāhi rabbil-'ālamīn, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-'azīzil-ḥakīm' (Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Mahabesar dengan segala kebesaran-Nya, segala puji yang banyak milik Allah, Mahasuci Allah Rabb alam semesta, dan tidak ada daya serta kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana)." Dia berkata, "Itu semua untuk Rabb-ku. Lantas apa untukku?" Beliau bersabda, "Ucapkanlah, 'Allāhumma-gfir lī wa-rḥamnī wa-hdinī wa-rzuqnī' (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah aku rezeki)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memuji Allah dengan tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih termasuk ucapan paling agung yang diucapkan oleh hamba dan yang digunakan untuk mengisi waktunya.

2) Indahnya pengajaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu beliau mengajarkan orang badui itu apa yang harus dia ucapkan untuk Allah -Ta'ālā- dan apa yang harus ia ucapkan untuk dirinya sendiri berupa doa kebaikan.

3) Menjelaskan adab dalam berdoa, yaitu agar orang yang berdoa menghaturkan pujian kepada Allah -Ta'ālā- terlebih dahulu kemudian berdoa untuk dirinya dengan doa apa saja yang dia kehendaki.

8/1415- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersalam dari salatnya, beliau beristigfar tiga kali dan membaca,Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām' (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)."Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'"(HR. Muslim)

Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām' (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)."

Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Munasabah adanya istigfar setelah salat ialah untuk meminta ampun dari adanya kekurangan dan kelalaian yang mungkin terjadi dalam salat.

2) Bertawasul kepada Allah dengan nama As-Salām bermakna: agar Engkau menyelamatkan salatku supaya menjadi penggugur dosa-dosa dan pengangkat derajat.

3) Kaifiat istigfar setelah bersalam dari salat ialah dengan mengucapkan, "Astagfirullāh, astagfirullāh, astagfirullāh." Seperti inilah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seorang muslim tidak boleh tergiur dengan apa yang ia lihat di sebagian masjid berupa adanya penambahan-penambahan pada redaksi istigfar di samping pelafalan istigfar secara berjemaah, karena ini menyelisihi Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

9/1416- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai dari salat dan bersalam, beliau membaca,"Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Allāhumma lā māni'a limā a'ṭaita, wa lā mu'ṭiya limā mana'ta, wa lā yanfa'u żal-jaddi minkal-jaddu (artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Engkau halangi. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya -selain iman dan amal salehnya-, hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan bersumber)."(Muttafaq 'Alaih)10/1417- Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia dahulu biasa membaca di akhir setiap salat setelah salam,"Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh, lā ilāha illallāh, wa lā na'budu illā iyyāhu, lahun-ni'mah, wa lahul-faḍl, wa lahuṡ-ṡanā`ul-ḥasan. Lā ilāha illallāh mukhliṣīna lahud-dīn wa law karihal-kāfirūn (Artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Kita tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya. Hanya milik-Nya semua nikmat, hanya milik-Nya semua kebaikan, dan hanya milik-Nya semua pujian yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan memurnikan ibadah seluruhnya hanya kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya)".Ibnu Az-Zubair berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berzikir denganya setiap selesai salat fardu."(HR. Muslim)

"Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Allāhumma lā māni'a limā a'ṭaita, wa lā mu'ṭiya limā mana'ta, wa lā yanfa'u żal-jaddi minkal-jaddu (artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Engkau halangi. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya -selain iman dan amal salehnya-, hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan bersumber)."

(Muttafaq 'Alaih)

10/1417- Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia dahulu biasa membaca di akhir setiap salat setelah salam,

"Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh, lā ilāha illallāh, wa lā na'budu illā iyyāhu, lahun-ni'mah, wa lahul-faḍl, wa lahuṡ-ṡanā`ul-ḥasan. Lā ilāha illallāh mukhliṣīna lahud-dīn wa law karihal-kāfirūn (Artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Kita tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya. Hanya milik-Nya semua nikmat, hanya milik-Nya semua kebaikan, dan hanya milik-Nya semua pujian yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan memurnikan ibadah seluruhnya hanya kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya)".

Ibnu Az-Zubair berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berzikir denganya setiap selesai salat fardu."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

دُبُرَ كلِّ صَلَاةٍ (dubura kulli ṣalah): setiap setelah salat.

ذا الجَدِّ منكَ الجَدُّ: Al-Jadd ialah bagian dari (kenikmatan) dunia berupa harta, kedudukan, ataupun anak. Maksudnya, bahwa kedudukan si pemilik kekayaan dan kemuliaan tidak akan berguna baginya, karena Engkau, wahai Rabb kami, Engkaulah sesungguhnya yang memberi segala karunia, dan tidak ada yang perlu diharapkan pada selain-Mu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Zikir setelah salat mengandung pengikraran tauhid dan pujian kepada Allah -Ta'ālā-, serta penyerahan seluruh urusan hanya kepada-Nya.

2) Kesadaran hamba bahwa yang memberi karunia dan yang menghalanginya adalah Allah -Ta'ālā- akan menjadikan hatinya tenang sehingga dia tidak menggantungkan harapannya kecuali kepada Allah -Ta'ālā-.

3) Melazimkan zikir ini di setiap selesai salat fardu adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga tidak patut dilalaikan dan tidak patut juga membicarakan urusan dunia langsung setelah salat.

11/1418- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin datang menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata,"Orang-orang yang kaya telah mendahului kami (dalam kebaikan) dengan berbagai kedudukan tinggi dan nikmat abadi. Mereka bisa mengerjakan salat seperti kami mengerjakannya dan mereka bisa berpuasa seperti kami berpuasa. Tetapi mereka memiliki kelebihan harta; mereka berhaji, berumrah, berjihad, dan bersedekah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku ajarkan sesuatu, dengannya kalian akan mengejar orang-orang yang telah mendahului kalian serta dengannya kalian mendahului orang-orang yang datang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali yang mengerjakan seperti yang kalian kerjakan?" Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai salat masing-masing 33 kali." Abu Ṣāliḥ -perawi dari Abu Hurairah- berkata ketika ditanya tentang kaifiat membacanya, "Dia mengucapkan, 'Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wallāhu akbar' sampai semuanya 33 kali."(Muttafaq 'Alaih)

"Orang-orang yang kaya telah mendahului kami (dalam kebaikan) dengan berbagai kedudukan tinggi dan nikmat abadi. Mereka bisa mengerjakan salat seperti kami mengerjakannya dan mereka bisa berpuasa seperti kami berpuasa. Tetapi mereka memiliki kelebihan harta; mereka berhaji, berumrah, berjihad, dan bersedekah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Maukah kalian aku ajarkan sesuatu, dengannya kalian akan mengejar orang-orang yang telah mendahului kalian serta dengannya kalian mendahului orang-orang yang datang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali yang mengerjakan seperti yang kalian kerjakan?" Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai salat masing-masing 33 kali." Abu Ṣāliḥ -perawi dari Abu Hurairah- berkata ketika ditanya tentang kaifiat membacanya, "Dia mengucapkan, 'Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wallāhu akbar' sampai semuanya 33 kali."

(Muttafaq 'Alaih)

Ditambahkan dalam riwayat Muslim: Kemudian orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin itu datang lagi kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berkata, "Saudara-saudara kami yang kaya telah mendengar apa yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti yang kami kerjakan!" Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Yang demikian itu adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki."

الدُّثُوْرُ (ad-duṡūr): bentuk jamak dari "دَثْرٌ" (daṡr), dengan memfatahkan "dāl", dan mensukunkan "ṡā`", yaitu harta yang banyak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menggabungkan tasbih, tahmid, dan takbir menjadi satu rangkai kalimat yang diulang sebanyak 33 kali setelah salat adalah salah satu variasi redaksi yang datang dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Keutamaan masyarakat sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam hal berlomba-lomba kepada kebaikan dan ketaatan, baik mereka yang kaya maupun yang miskin.

3) Menampakkan kelapangan dada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta kasih sayang beliau kepada para sahabat dalam hal konsultasi mereka pada perkara-perkara ilmiah.

12/1419- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang bertasbih (membaca subḥānallāh) sebanyak 33 kali, bertahmid (membaca al-ḥamdulillāh) sebanyak 33 kali, dan bertakbir (membaca Allāhu akbar) sebanyak 33 kali setiap selesai salat, lalu menggenapkannya 100 dengan mengucapkan 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, semua kerajaan dan segala pujian hanya milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu)', maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan."(HR. Muslim)

"Siapa yang bertasbih (membaca subḥānallāh) sebanyak 33 kali, bertahmid (membaca al-ḥamdulillāh) sebanyak 33 kali, dan bertakbir (membaca Allāhu akbar) sebanyak 33 kali setiap selesai salat, lalu menggenapkannya 100 dengan mengucapkan 'Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, semua kerajaan dan segala pujian hanya milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu)', maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara redaksi zikir yang disunahkan setelah salat fardu yaitu bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 33 kali, kemudian disempurnakan menjadi 100 dengan bertahlil satu kali.

2) Anjuran menghitung zikir tersebut dengan menggunakan tangan kanan sebagaimana hal itu diriwayatkan secara sahih dari petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sungguh dahulu beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghitung tasbih dengan tangan kanannya." (HR. Abu Daud)

13/1420- Ka'ab bin 'Ujrah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Ada beberapa zikir pengiring, tidak akan rugi orang yang mengucapkannya -atau melakukannya- setiap setelah salat wajib, yaitu bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, dan bertakbir sebanyak 34 kali."(HR. Muslim)

"Ada beberapa zikir pengiring, tidak akan rugi orang yang mengucapkannya -atau melakukannya- setiap setelah salat wajib, yaitu bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, dan bertakbir sebanyak 34 kali."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مُعَقِّبَاتٌ (mu'aqqibāt): amalan yang dikerjakan setelah salat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Zikir yang disebutkan dalam hadis ini adalah salah satu jenis zikir yang terdapat di dalam zikir-zikir setelah salat.

2) Tasbih, tahmid, dan tahmid termasuk al-bāqiyāt aṣ-ṣāliḥāt (amal kebaikan yang kekal) dan orang yang mengucapkannya dijanjikan kebaikan.

Faedah Tambahan:

Adanya variasi redaksi zikir-zikir setelah salat fardu termasuk wujud keluasan rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya dan bentuk menghilangkan kesulitan dari mereka. Hamba yang diberikan taufik adalah yang mengamalkan semuanya dengan membaca salah satu variasinya di setiap selesai salat. Dengan cara itu dia telah mengikuti Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara keseluruhan, telah menjaga semua redaksi zikir yang datang dalam Sunnah, dan juga lebih dekat pada kehadiran dan kekhusyukan hati dalam ibadah.

14/1421- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa memohon perlindungan di akhir salat dengan kalimat-kalimat ini,"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-jubni wal-bukhli, wa a'ūżu bika min an uradda ilā arżalil-'umuri, wa a'ūżu bika min fitnatid-dunyā, wa a'ūżu bika min fitnatil-qabri (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan pada usia yang paling rendah (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari ujian dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur)".(HR. Bukhari)

"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-jubni wal-bukhli, wa a'ūżu bika min an uradda ilā arżalil-'umuri, wa a'ūżu bika min fitnatid-dunyā, wa a'ūżu bika min fitnatil-qabri (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan pada usia yang paling rendah (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari ujian dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur)".

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

دُبُرَ الصَّلَوَاتِ (dubur aṣ-ṣalawāt): maksudnya di sini adalah di akhir tasyahud sebelum salam.

أَرْذَلِ الْعُمُرِ (arżal al-'umur): kondisi umur paling hina, yaitu ketika kekuatan badan dan akal manusia melemah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- dari empat perkara yang disebutkan dalam hadis ini dibaca sebelum salam.

2) Mengulang doa perlindungan dari keempat perkara ini di setiap salat fardu menunjukkan besarnya fitnahnya; siapa yang dilindungi oleh Allah -Ta'ālā-, dia telah berutung di dunia dan akhirat.

15/1422- Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggandeng tangannya dan bersabda,"Wahai Mu'āż! Demi Allah, sungguh aku mencintaimu." Kemudian beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'āż, jangan sekali-kali engkau tinggalkan di akhir setiap salat untuk membaca, 'Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika' (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu)."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Wahai Mu'āż! Demi Allah, sungguh aku mencintaimu." Kemudian beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'āż, jangan sekali-kali engkau tinggalkan di akhir setiap salat untuk membaca, 'Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika' (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu)."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Wasiat yang tulus dari hati Nabi Al-Muṣṭafā -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk orang yang beliau cintai supaya membaca: Allāhumma a'innī 'alā żikrika wa syukrika wa ḥusni 'ibādatika (Ya Allah! Bantulah aku untuk berzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu). Hal ini menunjukkan agungnya wasiat ini, bahwa wasiat ini termasuk yang paling berguna bagi hamba, karena orang yang mencintai tidak akan mewasiatkan pada yang dicintainya kecuali yang terbaik dan paling kekal.

2) Beribadah dengan baik maksudnya beribadah secara ikhlas kepada Allah -Ta'ālā- dan dengan mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Menampakkan keindahan akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan bagusnya pergaulan beliau bersama sahabat-sahabatnya -riḍwanullāhi 'alaihim-; beliau senantiasa bersikap lembut kepada mereka secara ucapan dan perbuatan.

Peringatan:

Apa yang disebutkan di dalam hadis-hadis yang terdahulu berupa kata "dubur aṣ-ṣalāh", jika yang disebutkan berupa zikir dan pujian seperti tasbih, tahmid, dan takbir maka ia dilakukan setelah salam. Tetapi jika yang disebutkan berupa doa, maka dibaca sebelum salam. Karena kata "dubur aṣ-ṣalāh" disematkan untuk bagian akhir salat, juga disematkan untuk yang setelahnya langsung. Dengan memahami seperti itu, hadis-hadis Nabi menjadi satu padu dan tidak bertentangan.

16/1423- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang kalian telah membaca tasyahud, hendaknya ia memohon perlindungan pada Allah dari empat perkara dengan membaca, 'Allāhumma innī a'ūżubika min 'ażābi jahannam, wa min 'ażābil-qabri, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāti wa min syarri fitnatil-Masīh Ad-Dajjāl' (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam, dari siksa kubur, dari ujian hidup dan kematian dan dari keburukan ujian Almasih Dajal)."(HR. Muslim)

"Apabila salah seorang kalian telah membaca tasyahud, hendaknya ia memohon perlindungan pada Allah dari empat perkara dengan membaca, 'Allāhumma innī a'ūżubika min 'ażābi jahannam, wa min 'ażābil-qabri, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāti wa min syarri fitnatil-Masīh Ad-Dajjāl' (Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam, dari siksa kubur, dari ujian hidup dan kematian dan dari keburukan ujian Almasih Dajal)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersungguh-sungguh untuk membaca doa ini sebelum salam pada tasyahud akhir karena termasuk di antara yang diperintahkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa doa ini termasuk wajib salat.

2) Ujian hidup dan kematian mencakup semua yang menjadi ujian manusia ketika hidupnya berupa syahwat-syahwat yang memperdaya dan syubhat yang menyesatkan.

3) Kasih sayang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat beliau; yaitu beliau memerintahkan mereka supaya berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah dan keburukan-keburukan besar.

17/1424- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaksanakan salat, bacaan terakhir beliau antara tasyahud dan salam adalah,"Allāhummagfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, wa mā asraftu, wa mā anta a'lamu bihi minnī, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, lā ilāha illā anta (Artinya: Ya Allah! Ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, yang aku lakukan berlebihan dan yang Engkau lebih mengetahuinya dariku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkau pulalah Yang Mengakhirkan. Tidak ada tuhan yang hak kecuali Engkau)."(HR. Muslim)

"Allāhummagfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, wa mā asraftu, wa mā anta a'lamu bihi minnī, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, lā ilāha illā anta (Artinya: Ya Allah! Ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, yang aku lakukan berlebihan dan yang Engkau lebih mengetahuinya dariku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkau pulalah Yang Mengakhirkan. Tidak ada tuhan yang hak kecuali Engkau)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berbuat dosa dan lalai pada hak Allah -Ta'ālā- adalah perkara yang pasti terjadi pada hamba, oleh karena itu dia dianjurkan agar senantiasa memperbaharui tobat.

2) Anjuran mendekatkan diri kepada Allah -Ta'ālā- dengan doa ini sebelum salam, karena doa ini termasuk di antara doa yang lengkap.

Faedah Tambahan:

Orang yang salat dianjurkan memilih di antara doa yang dia inginkan sebelum salam. Namun jika dia berdoa dengan doa yang ada dalam Sunnah, maka di dalamnya terkandung kebaikan dan keberkahan, karena doa-doa tersebut termasuk di antara doa yang lengkap dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Seperti doa yang datang dalam hadis Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, hadis Mu'āż, hadis Abu Hurairah, dan hadis Ali -raḍiyallāhu 'anhum-.

18/1425- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca dalam rukuk dan sujudnya,"Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī (Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah! Ampunilah aku)."(Muttafaq 'Alaih)19/1426- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam rukuk dan sujudnya biasa membaca,"Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ (Mahasuci lagi Mahaagung, Tuhan para malaikat dan Jibril).”(HR. Muslim)

"Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī (Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah! Ampunilah aku)."

(Muttafaq 'Alaih)

19/1426- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam rukuk dan sujudnya biasa membaca,

"Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ (Mahasuci lagi Mahaagung, Tuhan para malaikat dan Jibril).”

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara adab berdoa ialah menghaturkan pujian kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna -dan Allah suci dari kekurangan apa pun-, kemudian meminta ampunan kepada-Nya.

2) Memperbanyak ucapan "Subḥānaka Allāhumma Rabbanā wa biḥamdika, Allāhumma-gfir lī" di dalam rukuk sebagai wujud meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Di antara zikir rukuk dan sujud yang mengandung pengagungan dan pujian adalah zikir: "Subbūḥun quddūs, Rabbul-malā`ikati war-rūḥ". Di antara tanda dalamnya pemahaman seorang hamba adalah bila di dalam salatnya dia mencukupkan diri dengan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak membuat-buat doa dari dirinya.

20/1427- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Adapun rukuk, maka agungkanlah Rabb -'Azza wa Jalla- di dalamnya. Sedangkan sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat pantas untuk dikabulkan bagi kalian."(HR. Muslim)21/1428- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Keadaan terdekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa (padanya).”(HR. Muslim)

"Adapun rukuk, maka agungkanlah Rabb -'Azza wa Jalla- di dalamnya. Sedangkan sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat pantas untuk dikabulkan bagi kalian."

(HR. Muslim)

21/1428- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

“Keadaan terdekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa (padanya).”

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

قَمِنٌ (qamin): pantas, patut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh membaca Al-Qur`ān ketika rukuk dan sujud, karena rukuk adalah momen mengagungkan dan memuji Allah -Ta'ālā-, sedangkan sujud adalah momen berdoa dan memohon.

2) Keadaan terdekat hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia bersujud; oleh karena itu, hendaklah dia memanfaatkan kesempatan doa dan memperbanyaknya.

3) Rukuk mengandung pengagungan sempurna bagi Allah -Ta'ālā- dan sujud mengandung perendahan diri yang sempurna kepada-Nya, sehingga terkumpul pada orang yang salat kerendahan diri dengan kerendahan doa terhadap Allah -Ta'ālā-.

22/1429- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam sujudnya biasa membaca,"Allāhumma igfirlī żanbī kullahu; diqqahu wa jillahu, wa awwalahu wa ākhirahu, wa 'alāniyyatahu wa sirrahu (Ya Allah! Ampuni dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang pertama maupun yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi)."(HR. Muslim)

"Allāhumma igfirlī żanbī kullahu; diqqahu wa jillahu, wa awwalahu wa ākhirahu, wa 'alāniyyatahu wa sirrahu (Ya Allah! Ampuni dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang pertama maupun yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

دِقَّهُ وجِلَّهُ (diqqahu wa jillahu): yang kecil dan yang besar darinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berupaya mengamalkan doa-doa yang bersumber dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena doa-doa tersebut merupakan doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat.

2) Menyebutkan doa secara rinci dianjurkan dan terpuji, karena doa adalah ibadah, sehingga semakin banyak seorang hamba mengulang-ulangnya maka ibadahnya kepada Allah -'Azza wa Jalla- akan bertambah.

3) Hikmah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merincikan doa setelah menyebutkannya secara umum ialah agar hamba mengingat dosa seluruhnya dan memohon pengampunannya kepada Allah.

23/1430- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Suatu malam aku tidak mendapatkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka aku pun mencari beliau, dan ternyata beliau sedang rukuk -atau sujud-, beliau membaca,“Subḥānaka wa biḥamdika lā ilāha illā anta (Mahasuci Engkau dan dengan memuji-Mu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau)." Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Tanganku menyentuh bagian dalam telapak kaki beliau ketika beliau sedang berada di tempat salatnya dalam keadaan kedua telapak kaki beliau berdiri tegak dan beliau membaca: Allāhumma innī a'ūżu bi riḍāka min sakhaṭika, wa bi mu'āfātika min 'uqūbatika, wa a'ūżu bika minka, lā uḥṣī ṡanā`an 'alaika Anta kamā aṡnaita 'alā nafsika (Ya Allah! Aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pengampunan-Mu dari hukuman-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu, Aku tidak mampu menghitung semua pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau menyanjung diri-Mu)."(HR. Muslim)

“Subḥānaka wa biḥamdika lā ilāha illā anta (Mahasuci Engkau dan dengan memuji-Mu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau)." Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Tanganku menyentuh bagian dalam telapak kaki beliau ketika beliau sedang berada di tempat salatnya dalam keadaan kedua telapak kaki beliau berdiri tegak dan beliau membaca: Allāhumma innī a'ūżu bi riḍāka min sakhaṭika, wa bi mu'āfātika min 'uqūbatika, wa a'ūżu bika minka, lā uḥṣī ṡanā`an 'alaika Anta kamā aṡnaita 'alā nafsika (Ya Allah! Aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pengampunan-Mu dari hukuman-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu, Aku tidak mampu menghitung semua pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau menyanjung diri-Mu)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

تَحَسَّسْتُ (taḥassastu): saya mencari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Berlindung kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan amal saleh dari perbuatan buruk, karena perbuatan buruk mendatangkan murka-Nya dan amal saleh mendatangkan rida-Nya, dan sesuatu itu diobati dengan kebalikannya.

2) Di antara doa yang paling sempurna dan luas kandungannya adalah doa memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- serta memohon keselamatan kepada-Nya dari azab dan siksa-Nya. Inilah makna "Aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu".

3) Besarnya cinta Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan dia juga adalah perempuan yang paling beliau cintai, dialah Aṣ-Ṣiddīqah binti Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā-. Demi Allah! Tidak akan sah iman seorang hamba hingga ia menjunjung dan menghormati para Ummahātul-Mu`minīn sebagai ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Sebagian ulama berargumen dengan hadis Aisyah ini bahwa orang yang bersujud dianjurkan untuk merapatkan kedua kakinya satu sama lain dan tidak merenggangkannya; inilah posisi sujud yang tepat, karena tidak mungkin satu tangan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- akan menyentuh kedua kaki Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- secara bersamaan kecuali bila keduanya dalam keadaan dirapatkan, tidak direnggangkan. Sehingga termasuk yang Sunnah adalah merapatan kedua tumit ketika sujud.

24/1431- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami sedang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda,"Apakah seorang dari kalian tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan setiap hari?" Salah seorang yang hadir dalam majelisnya bertanya, "Bagaimana cara dia memperoleh seribu kebaikan?" Beliau bersabda, "Hendaklah dia bertasbih seratus kali tasbih sehingga dicatat baginya seribu kebaikan atau dihapus seribu dosa darinya."(HR. Muslim)

"Apakah seorang dari kalian tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan setiap hari?" Salah seorang yang hadir dalam majelisnya bertanya, "Bagaimana cara dia memperoleh seribu kebaikan?" Beliau bersabda, "Hendaklah dia bertasbih seratus kali tasbih sehingga dicatat baginya seribu kebaikan atau dihapus seribu dosa darinya."

(HR. Muslim)

Al-Ḥumaidiy berkata, "Seperti ini disebutkan dalam kitab Muslim, 'أَوْ يُحَطٌُ - aw yuḥaṭṭ' (atau dihapus)." Al-Barqāniy berkata, "Hadis ini diriwayatkan juga oleh Syu'bah, Abu 'Awānah, dan Yaḥyā Al-Qaṭṭān dari Mūsā -yang Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari jalurnya- dan mereka mengatakan, 'وَ يُحَطٌُ - wa yuḥaṭṭ' (dan dihapus) dengan tanpa alif."

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi kepada amalan-amalan yang memiliki keutamaan, karena merupakan tangga untuk meraih kemuliaan dan kedekatan dari Allah -Ta'ālā-.

2) Zikir merupakan amalan ringan tetapi berpahala besar, dan ini merupakan karunia Allah -Ta'ālā- kepada orang-orang yang berzikir.

3) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengerjakan amal saleh dan bersegera melakukannya. Lalu di manakah kondisi kita hari ini dari antusias tinggi para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-?!

25/1432- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap persendian salah seorang kalian wajib bersedekah setiap hari. Setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, serta mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tapi, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang ia kerjakan di waktu duha."(HR. Muslim)

"Setiap persendian salah seorang kalian wajib bersedekah setiap hari. Setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, serta mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tapi, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang ia kerjakan di waktu duha."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

سًلَامَى (sulāmā): persendian-persendian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pintu-pintu seluruh kebaikan adalah sedekah; karena semua ucapan ataupun perbuatan yang mendekatkan kepada Allah -Ta'ālā- adalah sedekah.

2) Ucapan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir kepada Allah serta zikir-zikir yang semisalnya adalah sedekah, dengannya seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya.

26/1433- Ummul-Mu`minīn Juwairiyah binti Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar dari rumahnya di pagi hari ketika akan mengerjakan salat Subuh sementara dia berada di tempat salatnya, kemudian beliau pulang setelah waktu duha dan dia masih duduk, maka beliau bersabda,"Engkau masih dalam posisi ketika aku meninggalkanmu?" Juwairiyah menjawab, "Ya." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh aku telah mengucapkan setelah meninggalkanmu empat kalimat sebanyak tiga kali; seandainya ia ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak hari ini niscaya akan lebih berat. Yakni: subḥānallāhi wa biḥamdihi 'adada khalqihi, wa riḍa nafsihi, wa zinata 'arsyihi, wa midāda kalimātihi (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya, sejumlah makhluk-Nya, sebesar keridaan diri-Nya, seberat Arasy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)."(HR. Muslim)

"Engkau masih dalam posisi ketika aku meninggalkanmu?" Juwairiyah menjawab, "Ya." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh aku telah mengucapkan setelah meninggalkanmu empat kalimat sebanyak tiga kali; seandainya ia ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak hari ini niscaya akan lebih berat. Yakni: subḥānallāhi wa biḥamdihi 'adada khalqihi, wa riḍa nafsihi, wa zinata 'arsyihi, wa midāda kalimātihi (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya, sejumlah makhluk-Nya, sebesar keridaan diri-Nya, seberat Arasy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)."

(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain, "Subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi (Mahasuci Allah sejumlah makhluk-Nya, Mahasuci Allah sebesar keridaan diri-Nya, Mahasuci Allah seberat Arasy-Nya, Mahasuci Allah sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya)."

Dalam riwayat Tirmizi disebutkan, "Maukah engkau aku ajari beberapa kalimat yang dapat engkau baca? Subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi 'adada khalqihi, subḥānallāhi 'adada khalqihi. Subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi, subḥānallāhi riḍa nafsihi. Subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi, subḥānallāhi zinata 'arsyihi. Subḥānallāhi midāda kalimātihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi, subḥānallāhi midāda kalimātihi. (Mahasuci Allah sejumlah makhluk-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah sebesar keridaan diri-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah seberat Arasy-Nya (tiga kali), Mahasuci Allah sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya (tiga kali))."

Kosa Kata Asing:

أضْحىٰ (adḥā): masuk waktu duha.

Pelajaran dari Hadis:

1) Merutinkan zikir-zikir yang diajarkan Nabi dalam kehidupan hamba akan mendatangkan semua keberkahan, sehingga dia mengerjakan amalan yang sedikit tetapi diberikan pahala banyak. Adapun orang yang mengamalkan zikir-zikir yang diada-adakan (bidah), permisalannya seperti orang yang memikul bekal dari batu yang berat dalam perjalanan yang panjang, batu tersebut lantas melelahkannya tetapi tidak memberinya manfaat.

2) Hendaklah seorang suami memotivasi keluarganya untuk mengamalkan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Nabi serta mewasiatkan mereka untuk berzikir kepada Allah -Ta'ālā- karena seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

3) Keutamaan zikir yang istimewa ini, karena di dalamnya terkandung penyucian dan pengagungan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- sejumlah makhluk-Nya, seberat Arasy-Nya, sebesar rida-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-kalimat-Nya.

27/1434- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan yang tidak berzikir kepada-Nya seperti perbandingan orang yang hidup dengan yang mati."(HR. Bukhari)

"Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan yang tidak berzikir kepada-Nya seperti perbandingan orang yang hidup dengan yang mati."

(HR. Bukhari)

Juga diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda, "Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dengan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya, seperti perbandingan orang yang hidup dengan orang yang mati."

Pelajaran dari Hadis:

1) Lalai dari berzikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah faktor keras dan matinya hati.

2) Zikir adalah sebab adanya kehidupan hati dan ketenteraman jiwa, sedangkan meninggalkan zikir adalah sebab adanya kematian hati dan kesempitan jiwa.

28/1435- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah kumpulan manusia, Aku pun mengingatnya di tengah-tengah kumpulan makhluk yang lebih baik daripada mereka.'"(Muttafaq 'Alaih)

"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah kumpulan manusia, Aku pun mengingatnya di tengah-tengah kumpulan makhluk yang lebih baik daripada mereka.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Jika seseorang berzikir kepada Allah di hadapan orang banyak maka itu lebih utama daripada dia berzikir kepada Allah sendirian, kecuali bila dia khawatir akan merasa sumah dan ria.

2) Semakin baik sangka hamba kepada Rabb-nya maka Allah akan membalasnya dengan apa yang menjadi haknya berupa pemuliaan, tetapi bila dia berburuk sangka terhadap Rabb-nya, maka Allah akan membiarkannya pada kesia-siaan dan kerugian. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba berprasangka baik kepada Rabb-nya.

29/1436- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Al-Mufarridūn (orang-orang yang menyendiri dalam ibadah) telah menjadi yang terdepan." Para sahabat bertanya, "Siapakah Al-Mufarridūn itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah."(HR. Muslim)

"Al-Mufarridūn (orang-orang yang menyendiri dalam ibadah) telah menjadi yang terdepan." Para sahabat bertanya, "Siapakah Al-Mufarridūn itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah."

(HR. Muslim)

Kata "المُفَرِّدُونَ" (al-mufarridūn), diriwayatkan dengan mentasydid "rā` (mufarridun) dan juga tanpa ditasydid (mufridun), tetapi yang masyhur adalah yang disebutkan oleh jumhur, yaitu dengan tasydid.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang berzikir kepada Allah -Ta'ālā- lebih terdepan dalam kebaikan daripada yang lain, karena mereka beramal lebih banyak daripada orang lain, sehingga mereka lebih terdepan dalam meraih pahala dan kenikmatan.

2) Dengan zikir, derajat seorang hamba akan naik dan mengalahkan derajat para pelaku ketaatan lainnya.

30/1437- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Zikir yang paling utama adalah Lā ilāha illallāh."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Zikir yang paling utama adalah Lā ilāha illallāh."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Kalimat tauhid, kunci pembuka Islam, dan kunci pembuka surga adalah kalimat Lā ilāha illallāh yang merupakan zikir yang paling utama.

2) Menauhidkan Allah -Ta'ālā- tidak bisa ditandingi oleh ibadah apa pun, karena tauhid adalah pokok seluruh persoalan dalam agama ini.

31/1438- Abdullah bin Busr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya syariat Islam telah banyak sampai padaku, maka kabarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku jadikan sebagai pegangan?" Beliau bersabda,"Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan zikir kepada Allah."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan zikir kepada Allah."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

أَتَشَبَّثُ (atasyabbaṡu): aku berpegang dan bergantung.

Pelajaran dari Hadis:

1) Yang dimaksud dengan syariat Islam di sini ialah selain yang wajib, karena menunaikan yang wajib adalah suatu keharusan. Adapun syariat yang sunah, jika terasa berat atas seorang hamba, maka zikir dapat mencukupkan dari kekurangan yang terjadi.

2) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- dapat melembutkan lisan dan menghidupkan hati, sedangkan membicarakan manusia melalui gibah dan adu domba dapat menjadikan lisan kasar dan mematikan hati.

3) Zikir yang disyariatkan adalah yang diucapkan dengan lisan dan dihayati dalam hati, adapun hanya zikir hati semata maka bukanlah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

32/1439- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang mengucapkan 'Subḥānallāh wa biḥamdihi' (Mahasuci Allah dan segala puji milik-Nya), niscaya ditanam untuknya satu pohon kurma di surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")33/1440- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku bertemu Nabi Ibrahim pada malam aku diperjalanankan (malam Isra). Lalu ia berkata, 'Wahai Muhammad! Sampaikanlah salam dariku untuk umatmu, dan sampaikan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya semerbak, airnya tawar, dan ia adalah tempat yang luas dan rata. Tanamannya adalah: Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wa lā ilāha illallāh, wallāhu akbar.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Siapa yang mengucapkan 'Subḥānallāh wa biḥamdihi' (Mahasuci Allah dan segala puji milik-Nya), niscaya ditanam untuknya satu pohon kurma di surga."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

33/1440- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Aku bertemu Nabi Ibrahim pada malam aku diperjalanankan (malam Isra). Lalu ia berkata, 'Wahai Muhammad! Sampaikanlah salam dariku untuk umatmu, dan sampaikan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya semerbak, airnya tawar, dan ia adalah tempat yang luas dan rata. Tanamannya adalah: Subḥānallāh, wal-ḥamdulillāh, wa lā ilāha illallāh, wallāhu akbar.'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

قِيْعَانٌ (qī'ān): tanah yang rata dan luas.

Pelajaran dari Hadis:

1) Zikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah penumbuh pepohonan bagi hamba dalam surga. Oleh karena itu, ia bisa memilih; antara memperbanyak pepohonannya atau mempersedikitnya!

2) Keutamaan umat yang tercinta ini, karena Nabi Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyampaikan salam kepada mereka serta memberi pesan supaya mereka menjaga kata-kata yang baik (zikir) karena ia adalah cikal bakal pepohonan surga.

34/1441- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku beritahukan tentang amal kalian yang paling baik dan paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya untuk kalian, lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh lalu kalian menebas batang leher mereka dan mereka pun menebas leher kalian?" Para sahabat menjawab, "Tentu saja." Beliau bersabda, "Berzikir (mengingat) kepada Allah -Ta'ālā-."(HR. Tirmizi. Al-Ḥākim Abu Abdillah berkata, "Sanadnya sahih")

"Maukah kalian aku beritahukan tentang amal kalian yang paling baik dan paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya untuk kalian, lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh lalu kalian menebas batang leher mereka dan mereka pun menebas leher kalian?" Para sahabat menjawab, "Tentu saja." Beliau bersabda, "Berzikir (mengingat) kepada Allah -Ta'ālā-."

(HR. Tirmizi. Al-Ḥākim Abu Abdillah berkata, "Sanadnya sahih")

Kosa Kata Asing:

أُنَبِّئُكُمْ (unabbi`ukum): aku mengabarkan dan memberitahukan kalian; an-naba` adalah berita yang penting.

Pelajaran dari Hadis:

1) Amalan yang paling utama ialah zikir yang dihayati hamba dengan hati dan lisannya, lalu berpengaruh terhadap rasa takut dan pengagungan hamba kepada-Nya, bahkan ia lebih utama dari orang yang berinfak dengan harta dan berperang di jalan Allah -Ta'ālā-.

2) Sebenarnya semua amalan yang disyariatkan bertujuan untuk menegakkan zikir kepada Allah -Ta'ālā-, sehingga zikir adalah puncak dari semua yang diperintahkan dan akhir dari apa yang diinginkan.

35/1442- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ia bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk ke tempat seorang wanita dan di hadapannya ada beberapa biji atau beberapa kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbihnya. Beliau pun bersabda,"Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih mudah -atau lebih utama- untukmu daripada ini?" Selanjutnya beliau bersabda, "(Yaitu zikir): subḥānallāh 'adada mā khalaqa fis-samā` (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di langit), subḥānallāh 'adada mā khalaqa fil-arḍ (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di bumi), subḥānallāh 'adada mā baina żālik (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang ada di antara langit dan bumi), subḥānallāh 'adada mā huwa khāliq (Mahasuci Allah sebanyak ciptaan-Nya yang Dia menjadi Penciptanya), Allāhu akbar (Allah Mahabesar) seperti itu, al-ḥamdulillāh (segala puji hanya bagi Allah) seperti itu, lā ilāha illallāh (tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah) seperti itu, dan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah) seperti itu pula."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [2].

"Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih mudah -atau lebih utama- untukmu daripada ini?" Selanjutnya beliau bersabda, "(Yaitu zikir): subḥānallāh 'adada mā khalaqa fis-samā` (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di langit), subḥānallāh 'adada mā khalaqa fil-arḍ (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang diciptakan-Nya di bumi), subḥānallāh 'adada mā baina żālik (Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang ada di antara langit dan bumi), subḥānallāh 'adada mā huwa khāliq (Mahasuci Allah sebanyak ciptaan-Nya yang Dia menjadi Penciptanya), Allāhu akbar (Allah Mahabesar) seperti itu, al-ḥamdulillāh (segala puji hanya bagi Allah) seperti itu, lā ilāha illallāh (tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah) seperti itu, dan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah) seperti itu pula."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [44].

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengikuti petunjuk Nabi dalam kaifiat zikir lebih ringan bebannya dan lebih utama pahalanya.

2) Semua kebaikan yang diperoleh hamba tergantung pada mengikuti Sunnah yang sahih dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Peringatan:

Makna hadis ini telah dibawakan sebelumnya dalam kisah Ummul-Mu`minīn Juwairiyah (no. 1433) tanpa menyebutkan bertasbih menggunakan kerikil, dan itulah riwayat yang sahih untuk hadis ini. Adapun riwayat yang menyebutkan bertasbih menggunakan kerikil, maka sanadnya daif, tidak bisa menjadi dasar untuk menetapkan hukum syariat. Lagi pula cara berzikir dengan menggunakan kerikil ini, atau yang disebut hari ini dengan tasbih, bukanlah petunjuk yang dianjurkan, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menganjurkan umat kepadanya. Maka siapa saja yang ingin bersungguh-sungguh menerapkan Sunnah dan berharap mengikuti Nabi panutan -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, hendaklah dia menghitung zikirnya menggunakan tangan kanannya karena ruas jari akan berbicara dan diminta berbicara sebagai saksi zikirnya, sebagaimana hal itu telah sahih dalam Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

36/1443- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Tidakkah aku kabarkan kepadamu satu di antara perbendaharaan surga?" Aku menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Yaitu (ucapan): lā ḥaula walā quwwata illā billāh."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidakkah aku kabarkan kepadamu satu di antara perbendaharaan surga?" Aku menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Yaitu (ucapan): lā ḥaula walā quwwata illā billāh."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ucapan lā ḥaula walā quwwata illā billāh (tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) adalah kalimat berlepas diri dan permohonan pertolongan, karena di dalamnya terkandung ungkapan berlepas diri dari ketidakmampuan dan kelemahan hamba serta memohon pertolongan dan berserah diri kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Keutamaan yang khusus untuk zikir ini, karena ia merupakan perbendaharaan di bawah Arasy. Ia dikhususkan dengan hal itu karena di dalamnya terkandung sikap menampakkan kelemahan makhluk kepada Tuhannya, bahwa dia tidak kuasa melakukan sesuatu seperti berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, kecuali bila dia memohon pertolongan kepada Rabb-nya."

 245- BAB BERZIKIR KEPADA ALLAH -TA'ĀLĀ- KETIKA BERDIRI, DUDUK, DAN BERBARING, SERTA KETIKA BERHADAS, JUNUB, DAN HAID; KECUALI MEMBACA AL-QUR`ĀN TIDAK BOLEH BAGI ORANG YANG JUNUB DAN HAID

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring."(QS. Āli Imrān: 190-191)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring."

(QS. Āli Imrān: 190-191)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ayat-ayat kauniah dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang Dia ciptakan pada makhluk-Nya mengajak orang yang berakal untuk berpikir dan melakukan tadabur untuk melihat keagungan Sang Pencipta Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, maka hanya Dia semata yang berhak untuk disembah dan diibadahi, serta diingat dan dipuji.

2) Orang-orang yang berzikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah orang-orang yang berakal sehat, karena mereka mengetahui tujuan dari penciptaan;"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Aż-Żāriyāt: 56)1/1444-Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, “Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ‎senantiasa berzikir kepada Allah di setiap waktu.”‎(HR. Muslim)

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Aż-Żāriyāt: 56)

1/1444-

Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, “Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ‎senantiasa berzikir kepada Allah di setiap waktu.”‎

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- disunahkan dan diperintahkan di setiap waktu sesuai dengan yang mudah menurut keadaan hamba; ketika dia berdiri, duduk, atau berbaring dan ketika suci ataupun berhadas.

2) Tidak diperbolehkan menyebut nama Allah di tempat-tempat yang kotor atau ketika buang hajat, karena bagian dari kesempurnaan pengagungan kepada Allah -Ta'ālā- ialah menahan diri dari berzikir dalam keadaan tersebut.

2/1445- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bila salah seorang kalian ketika hendak menggauli istrinya dia membaca: Bismillāh, Allāhumma jannibnā asy-syaiṭān, wa jannib asy-syaiṭān mā razaqtanā (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau anugerahkan kepada kami). Sungguh, bila ditetapkan pada mereka berdua seorang anak dari itu, maka setan tidak akan dapat mencelakakannya."(Muttafaq 'Alaih)

"Bila salah seorang kalian ketika hendak menggauli istrinya dia membaca: Bismillāh, Allāhumma jannibnā asy-syaiṭān, wa jannib asy-syaiṭān mā razaqtanā (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau anugerahkan kepada kami). Sungguh, bila ditetapkan pada mereka berdua seorang anak dari itu, maka setan tidak akan dapat mencelakakannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Membentengi diri dengan zikir kepada Allah -Ta'ālā- adalah sebab adanya perlindungan dari setan.

2) Disunahkan menyebut nama Allah (tasmiyah) dan berdoa ketika seorang laki-laki menggauli istrinya untuk mendapatkan keberkahan dan perlindungan dari semua keburukan.

 246- BAB ZIKIR KETIKA AKAN TIDUR DAN BANGUN TIDUR

1/1446- Ḥużaifah dan Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,"Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke tempat tidurnya, beliau membaca: Bismika Allāhumma amūtu wa aḥyā (Dengan menyebut nama-Mu, ya Allah, aku mati dan aku hidup). Dan apabila bangun, beliau membaca: Al-ḥamdulillāhil-lazī aḥyānā ba'da mā amātanā wa ilahin-nusyūr (Segala puji milik Allah, Rabb yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan, dan hanya kepada-Nya kami kembali)."(HR. Bukhari)

"Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke tempat tidurnya, beliau membaca: Bismika Allāhumma amūtu wa aḥyā (Dengan menyebut nama-Mu, ya Allah, aku mati dan aku hidup). Dan apabila bangun, beliau membaca: Al-ḥamdulillāhil-lazī aḥyānā ba'da mā amātanā wa ilahin-nusyūr (Segala puji milik Allah, Rabb yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan, dan hanya kepada-Nya kami kembali)."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hubungan antara zikir ini dengan tidur ialah bahwa tidur merupakan kematian kecil, sehingga kebangkitan dari kematian kecil akan mengingatkan tentang kebangkitan dari kematian besar. Ini tentu akan menambah iman hamba pada hari kebangkitan sehingga dia selalu mengingatnya.

2) Di antara nikmat Allah -Ta'ālā- kepada para hamba-Nya ialah Dia mensyariatkan bagi mereka zikir-zikir di setiap keadaan supaya waktu-waktu mereka terisi dengan zikir kepada-Nya.

 247- BAB KEUTAMAAN HALAKAH ZIKIR, ANJURAN UNTUK MENGIKUTINYA, DAN LARANGAN MENINGGALKANNYA TANPA UZUR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka."(QS. Al-Kahfi: 28)

"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka."

(QS. Al-Kahfi: 28)

Pelajaran dari Ayat:

1) Keutamaan berkumpul untuk berzikir dan berdoa sesuai petunjuk yang diikuti.

2) Fondasi ibadah adalah keikhlasan, sehingga mereka itu tidaklah berkumpul melainkan karena mengharapkan wajah Allah -Ta'ālā-.

3) Orang yang diberi taufik di antara hamba-hamba Allah ialah yang mengenal hakikat dunia dan hakikat akhirat lalu dia mengerjakan petunjuk agama dan meninggalkan hawa nafsunya.

1/1447- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan untuk mencari orang-orang yang berzikir. Jika mereka menemukan satu kaum yang sedang berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla-, mereka saling menyeru, 'Marilah kalian mendatangi hajat kalian.' Lantas para malaikat itu mengelilingi mereka dengan membentangkan sayap-sayap mereka hingga mencapai langit dunia. Kemudian Rabb mereka bertanya -dan Dia lebih tahu- kepada mereka, 'Apa yang diucapkan hamba-hamba-Ku itu?' Nabi bersabda, Para malaikat itu menjawab, 'Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memuliakan-Mu.' Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat-Ku?' Para malaikat menjawab, 'Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah bertanya lagi, 'Bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?!' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Seandainya mereka melihat-Mu, pasti mereka lebih bersungguh-sungguh lagi dalam beribadah kepada-Mu, lebih bersungguh-sungguh lagi dalam memuliakan-Mu, dan lebih banyak lagi dalam bertasbih kepada-Mu.' Allah bertanya, 'Lalu apa yang mereka minta?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Mereka meminta kepada-Mu surga.' Nabi bersabda, Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat surga?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Tidak, demi Allah. Wahai Rabb kami! Mereka tidak melihatnya.' Nabi bersabda, Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihatnya?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Seandainya mereka melihatnya, mereka pasti lebih gigih lagi untuk mendapatkannya, lebih bersungguh-sungguh lagi untuk memintanya, dan lebih menginginkannya lagi.' Allah bertanya lagi, 'Lalu dari apa mereka meminta perlindungan?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Mereka meminta perlindungan dari neraka.' Nabi bersabda, Allah bertanya, 'Apakah mereka melihatnya?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Tidak, demi Allah, mereka tidak melihatnya.' Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihatnya?!' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Seandainya mereka melihatnya, pasti mereka lebih lari lagi darinya dan lebih takut lagi kepadanya.' Nabi bersabda, Allah berfirman, 'Aku jadikan kalian sebagai saksi, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka.' Nabi bersabda, Salah satu malaikat pun berkata, 'Namun, di antara mereka ada polan dan ia bukan bagian dari mereka. Ia datang hanya karena ada keperluan.' Allah menjawab, 'Mereka semua adalah satu majelis, dan tidak sengsara orang yang duduk (bermajelis) bersama mereka.'"(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan khusus mencari majelis-majelis zikir. Apabila mereka menemukan suatu majelis yang berisi zikir, mereka ikut duduk bersama mereka dan malaikat-malaikat itu saling mengelilingi dengan sayap-sayap mereka hingga memenuhi antara mereka dengan langit dunia. Apabila majelis itu bubar, mereka naik ke langit lalu Allah -'Azza wa Jalla- bertanya -dan Dia lebih tahu- kepada mereka, 'Dari mana kalian datang?' Para malaikat menjawab, 'Kami datang dari hamba-hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan meminta kepada-Mu.' Allah bertanya, 'Apa yang mereka minta kepada-Ku?' Para malaikat menjawab, 'Mereka meminta surga-Mu.' Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat surgaku?' Para malaikat menjawab, 'Tidak, wahai Rabb kami.' Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihat surga-Ku?!' Para malaikat berkata, 'Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.' Allah bertanya, 'Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku?' Mereka menjawab, 'Dari neraka-Mu, wahai Rabb kami.' Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat neraka-Ku?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihat neraka-Ku?!' Para malaikat berkata, 'Mereka juga memohon ampunan kepada-Mu.' Allah berfirman, 'Aku telah mengampuni mereka, Aku telah beri kepada mereka apa yang mereka minta, dan Aku telah beri mereka perlindungan dari apa yang mereka mintai perlindungan kepada-Ku.' Nabi bersabda, Para malaikat berkata, 'Wahai Rabb! Di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali berbuat dosa; dia hanya lewat lalu ikut duduk bersama mereka.' Lantas Allah berfirman, 'Aku pun telah mengampuninya. Mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.'"

"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan untuk mencari orang-orang yang berzikir. Jika mereka menemukan satu kaum yang sedang berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla-, mereka saling menyeru, 'Marilah kalian mendatangi hajat kalian.' Lantas para malaikat itu mengelilingi mereka dengan membentangkan sayap-sayap mereka hingga mencapai langit dunia. Kemudian Rabb mereka bertanya -dan Dia lebih tahu- kepada mereka, 'Apa yang diucapkan hamba-hamba-Ku itu?' Nabi bersabda, Para malaikat itu menjawab, 'Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memuliakan-Mu.' Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat-Ku?' Para malaikat menjawab, 'Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah bertanya lagi, 'Bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?!' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Seandainya mereka melihat-Mu, pasti mereka lebih bersungguh-sungguh lagi dalam beribadah kepada-Mu, lebih bersungguh-sungguh lagi dalam memuliakan-Mu, dan lebih banyak lagi dalam bertasbih kepada-Mu.' Allah bertanya, 'Lalu apa yang mereka minta?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Mereka meminta kepada-Mu surga.' Nabi bersabda, Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat surga?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Tidak, demi Allah. Wahai Rabb kami! Mereka tidak melihatnya.' Nabi bersabda, Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihatnya?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Seandainya mereka melihatnya, mereka pasti lebih gigih lagi untuk mendapatkannya, lebih bersungguh-sungguh lagi untuk memintanya, dan lebih menginginkannya lagi.' Allah bertanya lagi, 'Lalu dari apa mereka meminta perlindungan?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Mereka meminta perlindungan dari neraka.' Nabi bersabda, Allah bertanya, 'Apakah mereka melihatnya?' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Tidak, demi Allah, mereka tidak melihatnya.' Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihatnya?!' Nabi bersabda, Para malaikat menjawab, 'Seandainya mereka melihatnya, pasti mereka lebih lari lagi darinya dan lebih takut lagi kepadanya.' Nabi bersabda, Allah berfirman, 'Aku jadikan kalian sebagai saksi, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka.' Nabi bersabda, Salah satu malaikat pun berkata, 'Namun, di antara mereka ada polan dan ia bukan bagian dari mereka. Ia datang hanya karena ada keperluan.' Allah menjawab, 'Mereka semua adalah satu majelis, dan tidak sengsara orang yang duduk (bermajelis) bersama mereka.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda,

"Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan khusus mencari majelis-majelis zikir. Apabila mereka menemukan suatu majelis yang berisi zikir, mereka ikut duduk bersama mereka dan malaikat-malaikat itu saling mengelilingi dengan sayap-sayap mereka hingga memenuhi antara mereka dengan langit dunia. Apabila majelis itu bubar, mereka naik ke langit lalu Allah -'Azza wa Jalla- bertanya -dan Dia lebih tahu- kepada mereka, 'Dari mana kalian datang?' Para malaikat menjawab, 'Kami datang dari hamba-hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan meminta kepada-Mu.' Allah bertanya, 'Apa yang mereka minta kepada-Ku?' Para malaikat menjawab, 'Mereka meminta surga-Mu.' Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat surgaku?' Para malaikat menjawab, 'Tidak, wahai Rabb kami.' Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihat surga-Ku?!' Para malaikat berkata, 'Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.' Allah bertanya, 'Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku?' Mereka menjawab, 'Dari neraka-Mu, wahai Rabb kami.' Allah bertanya, 'Apakah mereka melihat neraka-Ku?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Allah bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka melihat neraka-Ku?!' Para malaikat berkata, 'Mereka juga memohon ampunan kepada-Mu.' Allah berfirman, 'Aku telah mengampuni mereka, Aku telah beri kepada mereka apa yang mereka minta, dan Aku telah beri mereka perlindungan dari apa yang mereka mintai perlindungan kepada-Ku.' Nabi bersabda, Para malaikat berkata, 'Wahai Rabb! Di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali berbuat dosa; dia hanya lewat lalu ikut duduk bersama mereka.' Lantas Allah berfirman, 'Aku pun telah mengampuninya. Mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.'"

Kosa Kata Asing:

سَيَّارَةٌ (sayyārah): mereka berkeliling di jalan-jalan, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang pertama; hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasanya saling menafsirkan satu sama lain.

فَضْلًا (faḍlan): selain malaikat-malaikat yang ditugaskan bersama makhluk, karena mereka adalah malaikat yang dikhususkan pada halakah zikir.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan duduk bersama orang saleh karena kebaikan orang yang saleh berlaku umum untuk semua yang duduk bersama mereka.

2) Anjuran berkumpul dalam berzikir seperti membaca Al-Qur`ān, belajar dan mengajar, dan lain sebagainya, juga termasuk berkumpul untuk menunaikan salat di masjid.

3) Motivasi kepada surga karena di dalamnya terdapat berbagai macam kemuliaan dan nikmat abadi, serta ancaman dari api neraka karena di dalamnya terdapat berbagai macam hal yang ditakuti dan siksa pedih.

2/1448- Abu Hurairah dan Abu Sa'īd -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah suatu kaum duduk berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- kecuali mereka akan dikelilingi oleh malaikat, diselimuti oleh rahmat, ketenangan turun kepada mereka, dan Allah memuji mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya."(HR. Muslim)

"Tidaklah suatu kaum duduk berzikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- kecuali mereka akan dikelilingi oleh malaikat, diselimuti oleh rahmat, ketenangan turun kepada mereka, dan Allah memuji mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

حفَّتْهُمُ (ḥaffathum): mengelilingi mereka dari semua sisi.

غَشِيَتْهُمْ (gasyiathum): menyelimuti dan meliputi mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Majelis-majelis zikir dikelilingi oleh malaikat, ketenangan turun dengan melimpah kepadanya, dan dipenuhi dengan rahmat, karena banyaknya keberkahan yang ada di dalamnya.

2) Di antara majelis zikir yang paling utama adalah berkumpul untuk mengkaji Al-Qur`ān dan hadis, baik kajian dari segi lafal maupun maknanya.

3) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan, yaitu siapa yang mengingat Allah -Ta'ālā- maka Dia pasti mengingatnya.

3/1449- Abu Wāqid Al-Ḥāriṡ bin 'Auf -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang duduk di masjid dan orang-orang sedang bersamanya, tiba-tiba datanglah tiga orang, lalu dua orang mendekat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedangkan yang satu pergi. Lantas kedua orang itu berdiri di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Salah satunya melihat ada tempat yang kosong di halakah itu, lalu ia duduk di tempat kosong tersebut. Sedangkan yang satu lagi, duduk di belakang mereka. Adapun orang yang ketiga, ia berbalik dan pergi. Saat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah selesai, beliau bersabda,"Maukah kalian aku beritahukan tentang ketiga orang ini? Yang pertama, ia datang kepada Allah, maka Allah pun memberinya tempat. Yang kedua, ia malu, maka Allah pun malu terhadapnya. Sedangkan yang ketiga, ia berpaling, maka Allah pun berpaling darinya."(Muttafaq 'Alaih)

"Maukah kalian aku beritahukan tentang ketiga orang ini? Yang pertama, ia datang kepada Allah, maka Allah pun memberinya tempat. Yang kedua, ia malu, maka Allah pun malu terhadapnya. Sedangkan yang ketiga, ia berpaling, maka Allah pun berpaling darinya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan berkumpul dalam majelis zikir karena ini adalah petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdasarkan ucapan dan perbuatan beliau.

2) Berpaling dari majelis zikir dan majelis ilmu tanpa uzur adalah sebab berpalingnya Allah dari hamba.

3) Anjuran duduk bersama dalam saf serta bersegera kepada kebaikan yang di antaranya; mengisi tempat kosong dan celah dalam saf dan halakah ilmu.

4/1450- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- pernah keluar mendatangi sekumpulan orang di masjid, lalu ia berkata, "Apakah yang menyebabkan kalian duduk ini?" Mereka menjawab, "Kami duduk untuk berzikir (mengingat) Allah." Mu'āwiyah berkata, "Demi Allah? Apakah tidak ada yang menyebabkan kalian duduk ini melainkan karena berzikir (mengingat) Allah saja?" Mereka menjawab, "Ya, tidak ada yang menyebabkan kami semua duduk ini, kecuali untuk itu." Mu'āwiyah berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya aku meminta sumpah kalian bukan karena menuduh kalian. Tidak ada seorang pun, dengan kedudukanku dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang lebih sedikit riwayat hadisnya daripada aku. Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah keluar mendatangi sekumpulan orang dari kalangan sahabatnya lalu bertanya, 'Apakah yang menyebabkan kalian duduk begini?' Para sahabat menjawab, 'Kami duduk untuk berzikir (mengingat) Allah dan memuji-Nya, karena Dia telah menunjukkan kami semua kepada Islam dan mengaruniakan kenikmatan Islam itu kepada kami.' Beliau bersabda, 'Demi Allah? Apakah tidak ada yang menyebabkan kalian duduk begini melainkan karena itu?' Mereka menjawab, 'Demi Allah! Tidak ada yang membuat kami duduk di sini selain itu.' Beliau bersabda,Ketahuilah, sesungguhnya aku meminta sumpah kalian bukan karena menuduh kalian. Tetapi Jibril datang kepadaku dan memberitahukan bahwasanya Allah membanggakan kalian di hadapan para malaikat."(HR. Muslim)

Ketahuilah, sesungguhnya aku meminta sumpah kalian bukan karena menuduh kalian. Tetapi Jibril datang kepadaku dan memberitahukan bahwasanya Allah membanggakan kalian di hadapan para malaikat."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kepada majelis zikir karena Allah mencintainya dan membanggakannya di hadapan para malaikat yang dekat pada-Nya.

2) Berkumpul di halakah zikir harus sesuai dengan cara Nabi dan cara sahabat serta orang-orang setelah mereka dari kalangan para imam dan ulama, bukan berkumpul ala zikir berjemaah, zikir sembari berjoget dan menari yang tidak memiliki dasar petunjuk dan Sunnah.

 248- BAB ZIKIR KETIKA PAGI DAN PETANG

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah."(QS. Al-A'rāf: 205)Para pakar bahasa mengatakan, "Al-Āṣāl ialah bentuk jamak dari kata aṣīl, yaitu waktu antara asar dan magrib."Dia juga berfirman,"Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam."(QS. Ṭāha: 130)Dia juga berfirman,"Dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi."(QS. Gāfir: 55)Para pakar bahasa mengatakan, "Al-'Asyiy ialah waktu antara tergelincirnya matahari dan waktu terbenamnya."Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang,orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah."(QS. An-Nūr: 36-37)Dia juga berfirman,"Sungguh, Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) pada waktu petang dan pagi."(QS. Ṣād: 18)

"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah."

(QS. Al-A'rāf: 205)

Para pakar bahasa mengatakan, "Al-Āṣāl ialah bentuk jamak dari kata aṣīl, yaitu waktu antara asar dan magrib."

Dia juga berfirman,

"Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam."

(QS. Ṭāha: 130)

Dia juga berfirman,

"Dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi."

(QS. Gāfir: 55)

Para pakar bahasa mengatakan, "Al-'Asyiy ialah waktu antara tergelincirnya matahari dan waktu terbenamnya."

Allah -Ta'ālā- berfirman,

"(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang,

orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah."

(QS. An-Nūr: 36-37)

Dia juga berfirman,

"Sungguh, Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) pada waktu petang dan pagi."

(QS. Ṣād: 18)

Pelajaran dari Ayat:

1) Anjuran untuk berzikir kepada Allah -Ta'ālā- di awal dan penghujung siang agar permulaan dan penutup hari diisi dengan ibadah dan ketaatan.

2) Zikir pagi dilakukan sejak terbit fajar hingga ketika matahari meninggi di waktu duha, sedangkan zikir petang setelah salat Asar hingga waktu magrib.

3) Senantiasa bertadaruk dan beristigfar adalah tindakan yang mesti dilakukan hamba ketika bermunajat kepada Allah -Ta'ālā- dengan amalan zikir yang disyariatkan.

1/1451- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ketika memasuki pagi dan petang membaca, 'Subḥānallāh wa biḥamdih' (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya) sebanyak 100 kali, kelak pada hari Kiamat tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa sesuatu yang lebih baik dari yang dia bawa, kecuali seseorang yang mengucapkan sebanyak yang dia baca atau lebih dari itu."(HR. Muslim)

"Siapa yang ketika memasuki pagi dan petang membaca, 'Subḥānallāh wa biḥamdih' (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya) sebanyak 100 kali, kelak pada hari Kiamat tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa sesuatu yang lebih baik dari yang dia bawa, kecuali seseorang yang mengucapkan sebanyak yang dia baca atau lebih dari itu."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ucapan orang yang berzikir: Subḥānallāh wa biḥamdih, sebanyak 100 kali atau lebih termasuk di antara zikir pagi dan petang yang dianjurkan.

2) Memotivasi kaum mukminin untuk berlomba dalam kebaikan yang terdapat dalam sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Kecuali seseorang yang mengucapkan sebanyak apa yang dia baca atau lebih dari itu."

2/1452- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya berkata, "Ya Rasulullah! Aku merasakan sakit sekali karena seekor kalajengking menyengatku tadi malam!" Beliau bersabda,"Ketahuilah, seandainya ketika sore engkau membaca, 'A'ūżu bi kalimātillāhi at-tāmmāti min syarri mā khalaq' (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan makhluk yang Dia ciptakan), niscaya ia tidak akan mencelakaimu."(HR. Muslim)

"Ketahuilah, seandainya ketika sore engkau membaca, 'A'ūżu bi kalimātillāhi at-tāmmāti min syarri mā khalaq' (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan makhluk yang Dia ciptakan), niscaya ia tidak akan mencelakaimu."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مَا لَقِيْتُ: alangkah beratnya apa yang aku dapatkan!

Pelajaran dari Hadis:

1) Kembali kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- akan melindungi hamba dari keburukan seluruhnya.

2) Disunahkan memohon perlindungan dengan menyebut kalimat-kalimat Allah yang sempurna; yaitu kalimat-kalimat Allah yang bersifat syariah yang Dia turunkan dalam ajaran agama-Nya dan juga kalimat-kalimat Allah yang bersifat kauniah yang dengannya Allah menetapkan takdir serta menciptakan makhluk. Hal itu karena kalimat-kalimat Allah yang sempurna ini adalah benteng bagi orang beriman.

3/1453- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa ketika pagi hari beliau membaca,"Allāhumma bika aṣbaḥnā, wa bika amsainā, wa bika naḥyā, wa bika namūtu, wa ilaikan-nusyūr (Ya Allah! Dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami memasuki pagi hari, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami memasuki sore hari, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami hidup, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami mati, dan hanya kepada Engkaulah kebangkitan semua makhluk." Dan ketika sore hari beliau membaca, "Allāhumma bika amsainā, wa bika naḥyā, wa bika namūtu, wa ilakan-nusyūr (Ya Allah! Dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami memasuki sore hari, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami hidup, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami mati, dan hanya kepada Engkaulah kebangkitan semua makhluk)."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

"Allāhumma bika aṣbaḥnā, wa bika amsainā, wa bika naḥyā, wa bika namūtu, wa ilaikan-nusyūr (Ya Allah! Dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami memasuki pagi hari, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami memasuki sore hari, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami hidup, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami mati, dan hanya kepada Engkaulah kebangkitan semua makhluk." Dan ketika sore hari beliau membaca, "Allāhumma bika amsainā, wa bika naḥyā, wa bika namūtu, wa ilakan-nusyūr (Ya Allah! Dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami memasuki sore hari, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami hidup, dengan pertolongan dan rahmat-Mu kami mati, dan hanya kepada Engkaulah kebangkitan semua makhluk)."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Amalan dan keadaan hamba yang istikamah secara sempurna tidak akan terwujud kecuali dengan kembali kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya. Pagi hari dan sore harinya, kehidupan dan kematiannya, semuanya ia serahkan kepada Allah sembari memohon pertolongan dan bertawakal kepada-Nya.

2) Tidur -yang merupakan kematian kecil- mengingatkan kematian yang lebih besar serta hari kebangkitan.

4/1454- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Wahai Rasulullah! Beritahukan kepadaku kalimat-kalimat yang harus aku baca ketika memasuki pagi hari dan ketika memasuki sore hari." Beliau bersabda,"Ucapkanlah, 'Allāhumma fāṭiras-samāwāti wal-arḍi, 'ālimal-gaibi wasy-syahādah, rabba kulli syai`in wa malīkahu. Asyhadu an lā ilāha illā anta, a'ūżu bika min syarri nafsī wa syarrisy-syaiṭāni wa syirkihi (Ya Allah! Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang tampak, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan jiwaku dan kejelekan setan dan sekutunya).'" Beliau lalu bersabda, "Ucapkanlah ini ketika engkau memasuki pagi hari dan ketika memasuki sore hari serta ketika engkau hendak tidur."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

"Ucapkanlah, 'Allāhumma fāṭiras-samāwāti wal-arḍi, 'ālimal-gaibi wasy-syahādah, rabba kulli syai`in wa malīkahu. Asyhadu an lā ilāha illā anta, a'ūżu bika min syarri nafsī wa syarrisy-syaiṭāni wa syirkihi (Ya Allah! Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang tampak, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan jiwaku dan kejelekan setan dan sekutunya).'" Beliau lalu bersabda, "Ucapkanlah ini ketika engkau memasuki pagi hari dan ketika memasuki sore hari serta ketika engkau hendak tidur."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Kosa Kata Asing:

فَاطِرَ االسَّمَاوَاتِ وَالْأرْضِ (fāṭiras-samāwāti wal-arḍi): pencipta langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya. Al-Fāṭir ialah yang memulai penciptaan pertama kali.

مَلِيْكَهُ (malīkahu): pemiliknya.

شِرْكِهِ (syirkihi): perbuatan syirik kepada Allah. Pada pendabitan yang lain dengan mengharakatkan "ra" "شَرَكه" (syarakhihi), yaitu perangkap yang digunakan berburu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran melakukan pengakuan secara total dan perendahan diri secara sempurna kepada Allah -Ta'ālā-, bahwa Dialah semata yang berhak untuk diibadahi.

2) Berlepas diri dari keburukan diri adalah pokok semua kebaikan; "Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami."

3) Anjuran untuk memohon perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- dari keburukan setan dan perangkap-perangkapnya yang ia pancangkan terhadap hamba lewat syahwat yang memperdaya dan syubhat yang menyesatkan.

4) Orang yang diberikan taufik di antara hamba Allah adalah yang menghadap kepada Allah -Ta'ālā- dan membentengi dirinya dengan tali Allah yang kuat supaya selamat dari perangkap setan yang terkutuk.

5) Motivasi untuk merutinkan zikir agung yang beliau ajarkan secara khusus kepada Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- ini, karena di dalamnya terkandung keikhlasan ibadah serta istianah yang merupakan makna "Iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn".

5/1455- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memasuki sore hari, beliau membaca,"Amsainā wa amsal-mulku lillāh, wal-ḥamdulillāh, lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu (Kami memasuki waktu sore dan segala kekuasaan milik Allah, segala puji milik Allah. Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya)." Perawi berkata, "Aku yakin beliau membaca (dalam zikir itu), 'Lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Rabbi as`aluka khaira mā fī hāżihil-lailah wa khaira mā ba'dahā, wa a'ūżu bika min syarri mā fī hāżihil-lailah wa syarri mā ba'dahā. Rabbi a'ūżu bika minal-kasali wa sū`il-kibari. Rabbi a'ūżu bika min 'ażābin fin-nār, wa 'ażābin fil-qabri (Hanya milik-Nya segala kekuasaan dan hanya bagi-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb-ku! Aku memohon kepada-Mu kebaikan yang ada di malam ini dan kebaikan setelahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang ada di malam ini dan keburukan setelahnya. Wahai Rabb-ku! Aku berlindung kepadamu dari kemalasan dan kejelekan umur tua. Wahai Rabb-ku! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka dan azab kubur).' Apabila beliau memasuki waktu pagi, beliau mengucapkan zikir itu juga (dengan mengganti di awalnya), 'Aṣbaḥnā wa aṣbaḥal-mulku lillāh (Kami memasuki waktu pagi dan segala kekuasaan milik Allah) ..."(HR. Muslim)

"Amsainā wa amsal-mulku lillāh, wal-ḥamdulillāh, lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu (Kami memasuki waktu sore dan segala kekuasaan milik Allah, segala puji milik Allah. Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya)." Perawi berkata, "Aku yakin beliau membaca (dalam zikir itu), 'Lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Rabbi as`aluka khaira mā fī hāżihil-lailah wa khaira mā ba'dahā, wa a'ūżu bika min syarri mā fī hāżihil-lailah wa syarri mā ba'dahā. Rabbi a'ūżu bika minal-kasali wa sū`il-kibari. Rabbi a'ūżu bika min 'ażābin fin-nār, wa 'ażābin fil-qabri (Hanya milik-Nya segala kekuasaan dan hanya bagi-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb-ku! Aku memohon kepada-Mu kebaikan yang ada di malam ini dan kebaikan setelahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang ada di malam ini dan keburukan setelahnya. Wahai Rabb-ku! Aku berlindung kepadamu dari kemalasan dan kejelekan umur tua. Wahai Rabb-ku! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka dan azab kubur).' Apabila beliau memasuki waktu pagi, beliau mengucapkan zikir itu juga (dengan mengganti di awalnya), 'Aṣbaḥnā wa aṣbaḥal-mulku lillāh (Kami memasuki waktu pagi dan segala kekuasaan milik Allah) ..."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

سُوْءِ الْكِبَرِ (sū`il-kibari): keburukan-keburukan yang menimpa seseorang ketika berumur tua.

Pelajaran dari Hadis:

1) Senantiasa memohon kebaikan dan perlindungan dari keburukan kepada Allah adalah petunjuk Nabi yang mulia -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- dan karakter hamba-hamba Allah yang ikhlas.

2) Di antara bentuk permintaan hamba yang paling baik adalah memohon keafiatan dan perlindungan dari sifat malas dan keburukan umur tua kepada Allah, karena dua keburukan ini menghalangi semangat ketaatan dan istikamah di atasnya.

3) Keutamaan zikir ini, karena di dalamnya terkandung semua yang diinginkan dan juga keselamatan dari semua yang ditakuti.

6/154- Abdullah bin Khubaib (dengan mendamahkan "khā`") -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berpesan kepadaku,"Bacalah surah Qul Huwallāhu Aḥad dan Al-Mu'awwiżatain (surah Al-Falaq dan An-Nās) ketika engkau memasuki waktu sore dan ketika memasuki waktu pagi sebanyak tiga kali, niscaya ia akan mencukupkanmu dari segala sesuatu."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

"Bacalah surah Qul Huwallāhu Aḥad dan Al-Mu'awwiżatain (surah Al-Falaq dan An-Nās) ketika engkau memasuki waktu sore dan ketika memasuki waktu pagi sebanyak tiga kali, niscaya ia akan mencukupkanmu dari segala sesuatu."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk membaca ketiga surah ini setiap pagi dan petang karena ketiganya akan mencukupkan dan melindungi hamba dari semua keburukan.

2) Benteng yang paling utama bagi hamba untuk melindungi dirinya ialah kembali kepada kalam Allah -Ta'ālā- serta berlindung dengannya, karena kalam Allah adalah benteng yang kukuh.

7/1457- 'Uṡmān bin 'Affān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang hamba setiap hari ketika pagi dan setiap malam ketika sore mengucapkan, 'Bismillāhil-lażī lā yaḍurru ma'a-smihi syai`un fil-arḍi wa lā fis-samā` wa huwas-samī'ul-'alīm' (Dengan menyebut nama Allah yang tidak akan membahayakan bersama nama-Nya sesuatu apa pun di bumi dan tidak juga di langit, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), sebanyak tiga kali, melainkan dia tidak akan dicelakai oleh sesuatu apa pun."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

"Tidaklah seorang hamba setiap hari ketika pagi dan setiap malam ketika sore mengucapkan, 'Bismillāhil-lażī lā yaḍurru ma'a-smihi syai`un fil-arḍi wa lā fis-samā` wa huwas-samī'ul-'alīm' (Dengan menyebut nama Allah yang tidak akan membahayakan bersama nama-Nya sesuatu apa pun di bumi dan tidak juga di langit, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), sebanyak tiga kali, melainkan dia tidak akan dicelakai oleh sesuatu apa pun."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Bertabaruk dengan cara menyebut nama Allah -Ta'ālā- akan melindungi hamba dari semua keburukan, dengan izin-Nya.

2) Membatasi diri dengan yang disebutkan dalam Sunnah tentang bilangan zikir menunjukkan kesempurnaan mutāba'ah (peneladanan) kepada Nabi yang maksum -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sehingga orang yang berzikir tidak boleh menambah lebih dari bilangan yang ada dalam Sunnah ataupun menguranginya, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan kebolehan hal itu.

Peringatan Penting:

Pada sebagian masyarakat tersebar sebuah buku mini dengan judul "Al-Ḥiṣnul-Ḥaṣīn", kadang-kadang diletakkan di kendaraan dan toko. Buku ini mengandung banyak pelanggaran syariat karena berisikan perkara-perkara mungkar. Di antaranya, perkataan dalam kata pengantarnya, "Siapa yang membacanya, maka seakan-akan dia telah membaca kitab-kitab yang diturunkan dari langit!" Juga perkataan, "Siapa yang membaca dua ayat dari akhir surah At-Taubah ini, dia tidak akan mati hari itu!" Dan kemungkaran lainnya berupa klaim perkara-perkara menakjubkan yang tidak sahih dan tidak sabit. Di antara yang mengherankan, bahwa kemungkaran-kemungkaran ini dibuatkan sanad pada ucapannya, "Sebagian ahli bijak telah meriwayatkan kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya."(!!) Di bagian akhir buku ini terdapat huruf-huruf putus dan kata-kata asing mirip simbol-simbol azimat dan tulisan-tulisan para pesulap. Oleh karena itu, hendaklah orang yang beriman waspada jangan sampai ikut menggantungnya atau menyebarkannya, dan hendaklah dia segera memusnahkannya. Di dalam petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang sahih berupa zikir-zikir yang disebutkan dalam hadis-hadis dengan sanad yang bersambung, sudah terdapat seluruh kebaikan dan petunjuk."Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman." (QS. At-Taubah: 128)Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Sesungguhnya aku adalah rahmat dan hidayah."Maksudnya, rahmat dan hidayah bagi kalian.

"Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman." (QS. At-Taubah: 128)

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,

"Sesungguhnya aku adalah rahmat dan hidayah."

Maksudnya, rahmat dan hidayah bagi kalian.

 249- BAB ZIKIR SEBELUM TIDUR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi."(QS. Āli 'Imrān: 190-191)1/1458- Ḥużaifah dan Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila datang ke tempat tidurnya, beliau membaca,"Bismikallāhumma aḥyā wa amūt (Dengan menyebut Nama-Mu, ya Allah, aku hidup dan aku mati.)"(HR. Bukhari)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi."

(QS. Āli 'Imrān: 190-191)

1/1458- Ḥużaifah dan Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila datang ke tempat tidurnya, beliau membaca,

"Bismikallāhumma aḥyā wa amūt (Dengan menyebut Nama-Mu, ya Allah, aku hidup dan aku mati.)"

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bertabaruk dengan menyebut nama Allah -Ta'ālā- ketika hendak tidur akan menjaga hamba dari semua keburukan.

2) Tidur mengingatkan kematian dan kebangkitan, maka hendaklah hamba menghadirkan suasana hari kebangkitan ketika dia beranjak ke tempat tidurnya.

2/1459- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadanya dan kepada Fatimah -raḍiyallāhu 'anhumā-,"Apabila kalian berdua datang ke tempat tidur kalian -atau apabila kalian berdua telah berada di tempat tidur kalian-, bertakbirlah 33 kali, bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali."Di sebagian riwayat disebutkan, "Bertasbih sebanyak 34 kali." Dan dalam riwayat lain, "Bertakbir sebanyak 34 kali." (Muttafaq 'Alaih)

"Apabila kalian berdua datang ke tempat tidur kalian -atau apabila kalian berdua telah berada di tempat tidur kalian-, bertakbirlah 33 kali, bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali."

Di sebagian riwayat disebutkan, "Bertasbih sebanyak 34 kali." Dan dalam riwayat lain, "Bertakbir sebanyak 34 kali." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berzikir kepada Allah -Ta'ālā- ketika hendak tidur dengan bertasbih, bertakbir, dan bertahmid sebagaimana yang disebutkan dalam hadis ini akan memberikan orang yang berzikir kekuatan pada dirinya dalam memikul beban hidupnya dan memenuhi kebutuhannya.

2) Hendaklah seorang laki-laki memotivasi keluarganya supaya berzikir kepada Allah -Ta'ālā- dan mengikat hati mereka dengan negeri akhirat, karena dalam riwayat hadis ini disebutkan bahwa Fatimah -raḍiyallāhu 'anhā- datang mengadu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau bersabda, "Maukah aku tunjukkan pada kalian sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta? Yaitu apabila kalian berdua pergi ke tempat tidur kalian ..."(HR. Bukhari)3/1460- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila salah seorang di antara kalian datang ke tempat tidurnya, hendaklah dia mengibaskan tempat tidurnya dengan ujung bagian dalam sarungnya, karena dia tidak tahu apa yang ada padanya, lalu membaca, 'Bismika rabbī, waḍa'tu janbī, wabika arfa'uhu, in amsakta nafsī farḥamhā, wa in arsaltahā faḥfaẓhā bimā taḥfaẓu bihī 'ibādakaṣ-ṣāliḥīn' (Dengan nama-Mu, wahai Tuhanku, aku rebahkan tubuhku dan dengan nama-Mu aku mengangkatnya. Jika Engkau ambil nyawaku, maka kasihanilah ia. Jika Engkau melepaskannya, maka jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang saleh)."(Muttafaq 'Alaih)

(HR. Bukhari)

3/1460- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Apabila salah seorang di antara kalian datang ke tempat tidurnya, hendaklah dia mengibaskan tempat tidurnya dengan ujung bagian dalam sarungnya, karena dia tidak tahu apa yang ada padanya, lalu membaca, 'Bismika rabbī, waḍa'tu janbī, wabika arfa'uhu, in amsakta nafsī farḥamhā, wa in arsaltahā faḥfaẓhā bimā taḥfaẓu bihī 'ibādakaṣ-ṣāliḥīn' (Dengan nama-Mu, wahai Tuhanku, aku rebahkan tubuhku dan dengan nama-Mu aku mengangkatnya. Jika Engkau ambil nyawaku, maka kasihanilah ia. Jika Engkau melepaskannya, maka jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang saleh)."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

دَاخلةِ إِزَارِهِ (dākhilati izārihi): bagian ujung sarung yang bersentuhan dengan badan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tanda Anda diberikan taufik ialah bila Allah tidak menyerahkan Anda kepada diri Anda, dan tanda Anda ditinggalkan ialah bila Anda diserahkan oleh Allah kepada diri Anda sendiri.

2) Di antara tanda kedalaman fikih seorang hamba ialah dia berdoa dengan sungguh-sungguh dan terus-menerus supaya Allah -Ta'ālā- menjaganya.

3) Anjuran agar hamba meminta pertolongan kepada Rabb-nya di semua keadaan, yaitu ketika dia tidur dan terjaga, karena hamba itu mampu dengan adanya pertolongan Allah, bukan dengan kemampuan dirinya sendiri.

4) Disunahkan untuk mengibaskan tempat tidur sebelum berbaring di atasnya dengan cara seperti yang disebutkan, sekalipun tempat tidurnya terlihat aman dari keburukan yang tampak, sebagai bentuk mengikuti dan menjunjung petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena bisa jadi dia ditempati oleh suatu keburukan yang tidak terlihat!

4/1461-Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila telah berada di tempat tidurnya, beliau meniup pada kedua (telapak) tangannya dan membaca surah-surah Al-Mu'awwiżāt lalu beliau mengusapkan kedua tangannya pada seluruh tubuhnya.(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila datang ke tempat tidurnya di setiap malam, beliau menggabungkan kedua telapak tangannya, kemudian meniup pada keduanya dan membaca surah Qul huwallāhu aḥad, Qul a'ūżu bi rabbil-falaq, dan Qul a'ūżu bi rabbin-nās. Lalu dengan keduanya beliau mengusap bagian yang mampu diusap dari tubuhnya, dimulai pada kepala dan wajahnya, lalu semua bagian depan tubuhnya. Beliau melakukan hal ini sebanyak tiga kali."(Muttafaq 'Alaih)

Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila telah berada di tempat tidurnya, beliau meniup pada kedua (telapak) tangannya dan membaca surah-surah Al-Mu'awwiżāt lalu beliau mengusapkan kedua tangannya pada seluruh tubuhnya.

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila datang ke tempat tidurnya di setiap malam, beliau menggabungkan kedua telapak tangannya, kemudian meniup pada keduanya dan membaca surah Qul huwallāhu aḥad, Qul a'ūżu bi rabbil-falaq, dan Qul a'ūżu bi rabbin-nās. Lalu dengan keduanya beliau mengusap bagian yang mampu diusap dari tubuhnya, dimulai pada kepala dan wajahnya, lalu semua bagian depan tubuhnya. Beliau melakukan hal ini sebanyak tiga kali."

(Muttafaq 'Alaih)

Para ahli bahasa berkata, "An-Nafṡ ialah tiupan ringan yang tidak disertai ludah."

Pelajaran dari Hadis:

1) Membaca surah-surah Al-Mu'awwiżāt disertai tiupan dan mengusap bagian depan tubuh sebanyak tiga kali, semua itu termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika hendak tidur.

2) Al-Qur`ān memiliki pengaruh yang besar dalam menjaga tubuh dengan izin Allah -Ta'ālā-, karena Al-Qur`ān adalah obat bagi hati sekaligus badan.

3) Mengerjakan sejumlah sebab yang membantu keselamatan, yaitu membaca Al-Qur`ān, meniup, dan mengusap disertai pengulangan.

5/1462- Al-Barā` bin Āzib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila engkau hendak pergi ke tempat tidurmu, maka berwudulah seperti engkau berwudu untuk salat. Kemudian berbaringlah ke sisi kananmu, dan bacalah, 'Allāhumma aslamtu nafsī ilaika, wa fawwaḍtu amrī ilaika, wa alja`tu ẓahrī ilaika, ragbatan wa rahbatan ilaika, lā malja`a walā manjā minka illā ilaika, āmantu bi kitābikal-lażī anzalta, wa binabiyyikal-lażī arsalta (Ya Allah! Aku serahkan diriku kepada-Mu. Aku serahkan urusanku kepada-Mu. Aku sandarkan punggungku kepada-Mu. Karena penuh harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tidak pula menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada Kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus.)' Bila engkau meninggal, maka engkau meninggal di atas fitrah. Jadikanlah bacaan-bacaan itu sebagai akhir bacaanmu."(Muttafaq 'Alaih)

"Bila engkau hendak pergi ke tempat tidurmu, maka berwudulah seperti engkau berwudu untuk salat. Kemudian berbaringlah ke sisi kananmu, dan bacalah, 'Allāhumma aslamtu nafsī ilaika, wa fawwaḍtu amrī ilaika, wa alja`tu ẓahrī ilaika, ragbatan wa rahbatan ilaika, lā malja`a walā manjā minka illā ilaika, āmantu bi kitābikal-lażī anzalta, wa binabiyyikal-lażī arsalta (Ya Allah! Aku serahkan diriku kepada-Mu. Aku serahkan urusanku kepada-Mu. Aku sandarkan punggungku kepada-Mu. Karena penuh harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tidak pula menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada Kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus.)' Bila engkau meninggal, maka engkau meninggal di atas fitrah. Jadikanlah bacaan-bacaan itu sebagai akhir bacaanmu."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Berusaha berwudu sebelum tidur, berbaring di atas sisi kanan, dan menjadikan doa ini sebagai zikir terakhir, melakukan itu semua adalah wujud meneladani Sunnah Nabi -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām-.

2) Siapa saja yang menjaga amalan ini secara konsisten maka diharapkan akan meninggal di atas fitrah tauhid.

6/1463- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke tempat tidurnya, beliau membaca,"Al-ḥamdulillāhil-lażī aṭ'amanā wa saqānā, wa kafānā wa āwānā, fakam min man lā kāfiya lahu wa lā mu`wī (Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, minum, kecukupan, dan perlindungan. Betapa banyak orang yang tidak memiliki pemberi kecukupan dan pelindung)."(HR. Muslim)

"Al-ḥamdulillāhil-lażī aṭ'amanā wa saqānā, wa kafānā wa āwānā, fakam min man lā kāfiya lahu wa lā mu`wī (Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, minum, kecukupan, dan perlindungan. Betapa banyak orang yang tidak memiliki pemberi kecukupan dan pelindung)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengakuan hamba terhadap nikmat Rabb-nya kepadanya menuntut dirinya untuk memuji-Nya atas semua nikmat tersebut.

2) Mengingat adanya nikmat yang besar berupa kecukupan hidup dan tempat tinggal, karena betapa banyak manusia yang tidak diberikan nikmat ini. Maka semua nikmat harus dibalas dengan syukur, supaya nikmat-nikmat tersebut menjadi langgeng dan bertambah.

7/1464- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila hendak tidur, beliau meletakkan tangan kanan di bawah pipinya, kemudian membaca,"Allāhumma qinī 'ażābaka yauma tab'aṡu 'ibādaka (Ya Allah! Lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan"). Juga diriwayatkan oleh Abu Daud dari hadis Ḥafṣah -raḍiyallāhu 'anhā-, di dalamnya disebutkan bahwa beliau membacanya sebanyak tiga kali.

"Allāhumma qinī 'ażābaka yauma tab'aṡu 'ibādaka (Ya Allah! Lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu)."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan"). Juga diriwayatkan oleh Abu Daud dari hadis Ḥafṣah -raḍiyallāhu 'anhā-, di dalamnya disebutkan bahwa beliau membacanya sebanyak tiga kali.

Pelajaran dari Hadis:

1) Meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan adalah salah satu adab tidur yang diajarkan oleh Nabi.

2) Perkara terbesar yang diminta oleh hamba kepada Rabb-nya adalah agar Dia melindunginya dari azab, karena siapa yang dilindungi dari azab Allah maka dia telah meraih kemenangan dan kesuksesan.

KITAB DOA

 250- BAB KEUTAMAAN DOA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.'"(QS. Gāfir: 60)Dia juga berfirman,"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."(QS. Al-A'rāf: 55)Dia juga berfirman,"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku."(QS. Al-Baqarah: 186)Dia juga berfirman,"Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan."(QS. An-Naml: 62)

"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.'"

(QS. Gāfir: 60)

Dia juga berfirman,

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."

(QS. Al-A'rāf: 55)

Dia juga berfirman,

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku."

(QS. Al-Baqarah: 186)

Dia juga berfirman,

"Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan."

(QS. An-Naml: 62)

Faedah: Doa terbagi menjadi dua macam:

1- Doa ibadah; yaitu seorang hamba melaksanakan ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla- seperti salat, zakat, dan puasa. Ini adalah permintaan dengan bahasa perbuatan.

2- Doa permintaan; yaitu seorang hamba meminta kepada Rabb-nya dengan bahasa ucapan, misalnya dia mengucapkan, "Wahai Rabb-ku! Ampunilah aku."

Di antara syarat-syarat pengabulan doa:

1- Berdoa dengan ikhlas kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2- Doa yang dipanjatkan tidak mengandung tindakan melampaui batas dan kezaliman atas orang lain.

3- Hendaklah hamba yakin dengan pengabulan dari Allah -'Azza wa Jalla-.

4- Menjauhi makanan, minuman, dan pakaian yang haram serta hal-hal haram lainnya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Perintah berdoa dan menjelaskan keutamaannya, yaitu doa termasuk ibadah paling agung yang mendekatkan diri hamba kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Siapa yang berdoa kepada Rabb-nya dengan melengkapi syarat-syarat doa, maka Allah -'Azza wa Jalla- telah berjanji akan mengabulkannya.

1/1465- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Doa adalah ibadah."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

"Doa adalah ibadah."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa adalah inti ibadah. Sebab itu, seorang hamba wajib ikhlas kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan mengikuti petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam doanya.

2) Seorang hamba harus menampakkan kelemahan dan kebutuhan dirinya kepada Rabb-nya dalam ibadah doa serta harus yakin dengan pengabulan doa dari-Nya.

2/1466-Aisyah -raḍiyallāhu 'anha- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyukai doa yang ringkas namun bermakna komprehensif dan meninggalkan yang selainnya."(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid).

Aisyah -raḍiyallāhu 'anha- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyukai doa yang ringkas namun bermakna komprehensif dan meninggalkan yang selainnya."

(HR. Abu Daud dengan sanad jayyid).

Kosa Kata Asing:

الجَوَامِعُ (al-jawāmi'): doa yang komprehensif yang menggabungkan pintu-pintu kebaikan dengan kata-kata yang sedikit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan bagi seorang hamba ketika berdoa untuk memilih doa yang jāmi' (ringkas namun bermakna luas), karena ia lebih maksimal dalam keumuman dan pencakupan seluruh permintaan serta lebih sesuai dengan petunjuk Nabi.

2) Keberkahan seluruhnya adalah dalam mengikuti doa-doa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang menggabungkan pintu-pintu kebaikan di dunia dan akhirat.

3/1467- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Doa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling banyak adalah:"Allāhumma ātinā fiddunyā ḥasanah wa fil-ākhirati ḥasanah wa qinā 'ażāban-nār (Ya Allah! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta jagalah kami dari siksa neraka)."(Muttafaq 'Alaih)

"Allāhumma ātinā fiddunyā ḥasanah wa fil-ākhirati ḥasanah wa qinā 'ażāban-nār (Ya Allah! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta jagalah kami dari siksa neraka)."

(Muttafaq 'Alaih)

Ditambahkan dalam riwayat Muslim, "Apabila Anas hendak berdoa dengan sebuah doa, maka dia berdoa dengannya. Dan apabila dia hendak berdoa dengan banyak doa, maka dia menyelipkannya di antara doa-doanya itu."

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan untuk merutinkan doa ini, karena lafalnya sedikit namun meliputi seluruh kebaikan dunia dan akhirat.

2) Kegigihan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk menjaga Sunnah dan mengamalkannya.

4/1468- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma innī as`alukal-hudā wattuqā wal-'afāfa wal-ginā (Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan)."(HR. Muslim)

"Allāhumma innī as`alukal-hudā wattuqā wal-'afāfa wal-ginā (Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan berdoa dengan keempat kata ini karena di dalamnya terkandung kebaikan bagi hamba di dunia dan akhirat disertai adanya doa perlindungan kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan merasa cukup dari apa yang ada di tangan manusia.

2) Di antara doa komprehensif terbaik yang dipanjatkan oleh seorang hamba ialah meminta hidayah, ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan.

5/1469- Ṭāriq bin Usyaim -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Apabila seseorang masuk Islam, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengajarkannya salat kemudian memerintahkannya untuk berdoa dengan doa,Allāhummagfir lī warḥamnī wahdinī wa 'āfinī warzuqnī (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berikanlah aku petunjuk, berikanlah aku keafiatan, dan karuniakanlah rezeki kepadaku).'"(HR. Muslim)Dalam riwayat Muslim yang lain, dari Ṭāriq bin Usyaim -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau didatangi oleh seorang laki-laki; dia berkata, "Wahai Rasulullah! Doa apa yang harus aku panjatkan ketika meminta kepada Rabb-ku?" Beliau bersabda,"Ucapkanlah, 'Allāhummagfir lī warḥamnī wahdinī wa 'āfinī warzuqnī (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berikanlah aku keafiatan, dan karuniakanlah rezeki kepadaku).' Sesungguhnya doa ini menggabungkan untukmu kebaikan duniamu dan akhiratmu."

Allāhummagfir lī warḥamnī wahdinī wa 'āfinī warzuqnī (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berikanlah aku petunjuk, berikanlah aku keafiatan, dan karuniakanlah rezeki kepadaku).'"

(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain, dari Ṭāriq bin Usyaim -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau didatangi oleh seorang laki-laki; dia berkata, "Wahai Rasulullah! Doa apa yang harus aku panjatkan ketika meminta kepada Rabb-ku?" Beliau bersabda,

"Ucapkanlah, 'Allāhummagfir lī warḥamnī wahdinī wa 'āfinī warzuqnī (Ya Allah! Ampunilah aku, rahmatilah aku, berikanlah aku keafiatan, dan karuniakanlah rezeki kepadaku).' Sesungguhnya doa ini menggabungkan untukmu kebaikan duniamu dan akhiratmu."

Pelajaran dari Hadis:

1) Urgensi salat karena salat adalah tiang agama, pilar Islam, dan rukun paling agung setelah syahadat tauhid (Lā ilāha illallāh).

2) Sepatutnya bagi hamba agar mempelajari tata cara berdoa kepada Rabb-nya karena ilmu lebih didahulukan atas ibadah.

3) Memohon afiat mencakup afiat badan dari penyakit dan keburukan dan juga mencakup afiat hati dari penyakit syubhat seperti kesyirikan dan kemunafikan atau penyakit syahwat seperti terjerumus ke dalam perbuatan haram.

6/1470- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdoa,"Allāhumma muṣarrifal-qulūb ṣarrif qulūbanā 'alā ṭā'atika (Ya Allah! Zat yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu)."(HR. Muslim)

"Allāhumma muṣarrifal-qulūb ṣarrif qulūbanā 'alā ṭā'atika (Ya Allah! Zat yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara akidah mukmin ialah meyakini bahwa seluruh hati hamba berada di antara dua jari di antara jemari Ar-Raḥmān, Dia membolak-balikkannya sebagaimana yang Dia kehendaki.

2) Seorang hamba seharusnya tidak boleh mengandalkan ilmunya dan tidak teperdaya dengannya, tetapi hendaklah dia senantiasa meminta petunjuk, keistikamahan, dan hidayah kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

3) Keyakinan hamba bahwa pembolak-balikan hati ada di tangan Allah -'Azza wa Jalla- akan memberikannya rasa takut kepada-Nya ketika sendiri dan di hadapan umum karena amal perbuatan tergantung kesudahannya.

7/1471- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Mintalah perlindungan kepada Allah dari beratnya cobaan, tertimpa kesengsaraan, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh (atas musibah yang menimpa)."(Muttafaq 'Alaih)

"Mintalah perlindungan kepada Allah dari beratnya cobaan, tertimpa kesengsaraan, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh (atas musibah yang menimpa)."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain, Sufyān berkata, "Aku ragu bila aku telah menambahkan salah satunya."

Kosa Kata Asing:

جَهْدِ الْبَلَاءِ (jahdil-balā`): kesulitan dalam ujian.

دَرَكِ الشَّقَاءِ (darak asy-syaqā`): tertimpa kesulitan dan kesengsaraan.

الشَّمَاتَةُ (asy-syamātah): kebahagiaan atas kesedihan orang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba seharusnya melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal memohon perlindungan dari keempat perkara ini.

2) Di antara manfaat paling besar dari istiazah dan doa ialah menampakkan kebutuhan dan tadaruk hamba kepada Rabb-nya. Ini merupakan kesempurnaan tauhid ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

8/1472- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma aṣliḥ lī dīnī al-lażī huwa 'iṣmatu amrī, wa aṣliḥ lī dunyāya al-latī fīhā ma'āsyī, wa aṣliḥ lī ākhiratī al-latī fihā ma'ādī, wa-j'alil-ḥayāta ziyādatan lī fī kulli khair, wa-j'alil-mauta rāḥatan lī min kulli syarr (Ya Allah! Perbaikilah agamaku yang merupakan benteng urusanku, perbaikilah duniaku yang menjadi tempat hidupku, dan perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, jadikanlah kelangsungan hidup sebagai penambah segala kebaikan bagiku, dan jadikanlah kematian sebagai pemutus dari segala keburukan bagiku)."(HR. Muslim)

"Allāhumma aṣliḥ lī dīnī al-lażī huwa 'iṣmatu amrī, wa aṣliḥ lī dunyāya al-latī fīhā ma'āsyī, wa aṣliḥ lī ākhiratī al-latī fihā ma'ādī, wa-j'alil-ḥayāta ziyādatan lī fī kulli khair, wa-j'alil-mauta rāḥatan lī min kulli syarr (Ya Allah! Perbaikilah agamaku yang merupakan benteng urusanku, perbaikilah duniaku yang menjadi tempat hidupku, dan perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, jadikanlah kelangsungan hidup sebagai penambah segala kebaikan bagiku, dan jadikanlah kematian sebagai pemutus dari segala keburukan bagiku)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

عِصْمَةُ أَمْرِيْ ('iṣmatu amrī): sesuatu yang aku jadikan sebagai tempat berlindung dalam urusanku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Islam adalah benteng bagi hamba agar tidak terjerumus ke dalam penyimpangan dan kesesatan serta penjaga dirinya dari perangkap hawa nafsu dan fitnah.

2) Seorang muslim beramal untuk dunianya seakan dia akan hidup selamanya dan beramal untuk akhiratnya seakan dia akan mati besok.

3) Di antara doa yang paling bagus ialah permintaan hamba agar diperbaiki urusan dunianya untuk dia jadikan sebagai bekal dalam melakukan ketaatan dan menambah amal saleh.

9/1473- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Ucapkanlah, 'Allāhummahdinī wa saddidnī (Ya Allah! Berilah aku petunjuk dan bimbinglah aku kepada kebenaran).'"Dalam riwayat lain disebutkan, "Allāhumma innī as`alukal-hudā was-sadād (Ya Allah! Aku mohon kepada-Mu petunjuk dan kebenaran)."(HR. Muslim)

"Ucapkanlah, 'Allāhummahdinī wa saddidnī (Ya Allah! Berilah aku petunjuk dan bimbinglah aku kepada kebenaran).'"

Dalam riwayat lain disebutkan, "Allāhumma innī as`alukal-hudā was-sadād (Ya Allah! Aku mohon kepada-Mu petunjuk dan kebenaran)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

السَّدادَ (as-sadād): keistikamahan dan kebenaran dalam urusan, dan maksudnya dalam hadis ini: bimbinglah aku dan jadikanlah aku benar dalam semua urusanku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hamba harus bersungguh-sungguh dalam memperbaiki amalan dan meluruskannya, yaitu dengan mengikuti Sunnah dan mengikhlaskan niat.

2) Petunjuk Nabi adalah jalan untuk meraih kebenaran dan penjagaan Allah; oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin gigih untuk mengikuti Nabi yang maksum -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

10/1474- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-'ajzi wal-kasali wal-jubni wal-harami wal-bukhli, wa a'ūżu bika min 'ażābil-qabri, wa a'ūżu bika min fitnatil-maḥyā wal-mamāti (Ya Allah! Seungguhnya aku mohon perlindungan kepada-Mu dari ketidakberdayaan, kemalasan, rasa takut (sifat pengecut), kepikunan, dan kebakhilan. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur serta aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati)."Dalam riwayat lain ditambahkan, "... wa ḍala'id-daini wa galabatir-rijāl (dan dari lilitan utang dan tekanan orang lain)."(HR. Muslim)

"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-'ajzi wal-kasali wal-jubni wal-harami wal-bukhli, wa a'ūżu bika min 'ażābil-qabri, wa a'ūżu bika min fitnatil-maḥyā wal-mamāti (Ya Allah! Seungguhnya aku mohon perlindungan kepada-Mu dari ketidakberdayaan, kemalasan, rasa takut (sifat pengecut), kepikunan, dan kebakhilan. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur serta aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati)."

Dalam riwayat lain ditambahkan, "... wa ḍala'id-daini wa galabatir-rijāl (dan dari lilitan utang dan tekanan orang lain)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الهَرَمِ (al-haram): usia tua renta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menganjurkan hamba agar senantiasa memohon perlindungan dari perkara-perkara ini karena merupakan sebab kegagalan amalnya di dunia dan akhirat.

2) Anjuran untuk memohon perlindungan dari azab kubur, karena kubur itu antara menjadi lubang di antara lubang api neraka atau taman di antara taman surga. Istiazah (permohonan perlindungan), yang berupa ucapan maupun perbuatan, dilakukan dengan lisan dan dengan melaksanakan perintah-perintah agama serta menjauhi larangan-larangan yang diharamkan.

3) Tauhid hamba tidak akan terwujud kecuali dengan kembali kepada Allah -'Azza wa Jalla- ketika fitnah dan musibah menimpa, serta berlindung kepada-Nya, bukan kepada yang lain dari kalangan makhluk yang tidak dapat menolak satu keburukan ataupun mendatangkan satu kebaikan.

11/1475- Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa dia pernah berkata kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Ajarkan kepadaku sebuah doa yang aku panjatkan dalam salatku." Beliau bersabda,"Ucapkanlah, 'Allāhumma innī ẓalamtu nafsī ẓulman kaṡīran, wa lā yagfiruż-żunūba illā anta, fa-gfir lī magfiratan min 'indika, wa-rḥamnī, innaka antal-gafūrur-raḥīm (Ya Allah! Sungguh aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau, maka berilah aku ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).'"(Muttafaq 'Alaih)

"Ucapkanlah, 'Allāhumma innī ẓalamtu nafsī ẓulman kaṡīran, wa lā yagfiruż-żunūba illā anta, fa-gfir lī magfiratan min 'indika, wa-rḥamnī, innaka antal-gafūrur-raḥīm (Ya Allah! Sungguh aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau, maka berilah aku ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).'"

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "wa fī baitī (dan di rumahku)." Pada sebagian riwayat, "ẓulman kaṡīran (dengan kezaliman yang banyak)" dan pada riwayat lain, "ẓulman kabīran (dengan kezaliman yang besar)"; yaitu dengan "ṡā`" dan "bā`", sehingga sepatutnya agar digabungkan dengan mengatakan, "kaṡīran kabīran (kezaliman yang banyak dan besar)."

Pelajaran dari Hadis:

1) Manusia wajib mengakui kezaliman dan dosa-dosanya serta menghinakan diri di hadapan Tuhannya, karena ini termasuk sebab paling besar untuk pengabulan doanya.

2) Bertawasul kepada Allah -'Azza wa Jalla- dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya termasuk di antara sebab pengabulan doa; misalnya orang yang berdoa mengatakan: Wahai Zat Yang Maha Pengampun! Ampunilah aku... Wahai Zat Yang Maha Pemberi rezeki! Anugerahkanlah rezeki kepadaku... dan seterusnya.

3) Menjelaskan kesesatan dan kebodohan orang-orang yang berdoa kepada makhluk-makhluk selain Allah -'Azza wa Jalla- dalam meminta sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh-Nya; seperti meminta ampunan, syafaat, rezeki, dan pertolongan kepada orang yang sudah mati.

4) Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- sosok yang telah dijamin surga masih berdoa, "Ya Allah! Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak" padahal dia memiliki kedudukan yang tinggi, lalu bagaimana dengan orang selainnya dari kalangan orang-orang yang lalai?!

12/1476- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau biasa berdoa dengan doa ini,"Allāhummagfir lī khaṭī`atī wa jahlī, wa isrāfī fī amrī, wa mā anta a'lamu bihi minnī. Allāhumagfir lī jaddī wa hazlī, wa khaṭa`ī wa 'amdī, wa kullu żālika 'indī. Allāhummagfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, wa mā anta a'lamu bihi minnī, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, wa anta 'alā kulli syai`in qadīr (Ya Allah! Ampunilah bagiku dosa-dosaku, kejahilanku, dan sikap berlebihanku dalam urusanku serta apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Ya Allah! Ampunilah dosaku yang aku lakukan dengan serius dan bercanda, yang tidak kusengaja dan yang kusengaja; semuanya itu ada padaku. Ya Allah! Ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, dan apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkau pula yang mengakhirkan, dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu)."(Muttafaq 'Alaih)13/1477- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa memanjatkan dalam doanya,"Allāhumma innī a'ūżu bika min syarri mā 'amiltu wa min syarri mā lam a'mal (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang telah aku amalkan dan dari keburukan yang belum aku amalkan)."(HR. Muslim)

"Allāhummagfir lī khaṭī`atī wa jahlī, wa isrāfī fī amrī, wa mā anta a'lamu bihi minnī. Allāhumagfir lī jaddī wa hazlī, wa khaṭa`ī wa 'amdī, wa kullu żālika 'indī. Allāhummagfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, wa mā anta a'lamu bihi minnī, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, wa anta 'alā kulli syai`in qadīr (Ya Allah! Ampunilah bagiku dosa-dosaku, kejahilanku, dan sikap berlebihanku dalam urusanku serta apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Ya Allah! Ampunilah dosaku yang aku lakukan dengan serius dan bercanda, yang tidak kusengaja dan yang kusengaja; semuanya itu ada padaku. Ya Allah! Ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, dan apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkau pula yang mengakhirkan, dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu)."

(Muttafaq 'Alaih)

13/1477- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa memanjatkan dalam doanya,

"Allāhumma innī a'ūżu bika min syarri mā 'amiltu wa min syarri mā lam a'mal (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang telah aku amalkan dan dari keburukan yang belum aku amalkan)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Merincikan doa adalah perkara yang diperintahkan karena yang demikian itu mengingatkan hamba pada semua yang dia kerjakan, baik yang disembunyikan maupun yang ditampakkan, serta mencakup semua yang belum dia kerjakan, sehingga dengan demikian dia bertambah terikat dengan Allah -'Azza wa Jalla-; bertambah cinta, takut, dan harap kepada-Nya.

2) Di antara permintaan paling penting yang diminta hamba kepada Rabb-nya ialah ampunan dosa karena dosa adalah sebab terhalanginya hamba dari rahmat dan sebab adanya siksa di dunia dan akhirat.

14/1478- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Di antara doa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah:"Allāhumma innī a'ūżu bika min zawāli ni'matika wa taḥawwuli 'āfiyatika wa fujā`ata niqmatika wa jamī'i sakhaṭika (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, berubahnya keselamatan dari-Mu, siksa-Mu yang tiba-tiba, dan semua murka-Mu)."(HR. Muslim)15/1479- Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma innī a'ūżu bika minal'ajzi walkasali, walbukhli wal-harami, wa 'ażābilqabri. Allāhumma āti nafsī taqwāhā, wa zakkihā anta khairu man zakkāhā, anta waliyyuhā wa maulāhā. Allāhumma innī a'ūżu bika min 'ilmin lā yanfa' wa min qalbin lā yakhsya' wa min nafsin lā tasyba' wa min da'watin lā yustajābu lahā (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, dari sifat bakhil dan pikun, dan dari azab kubur. Ya Allah! Berilah jiwaku ketakwaan serta sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang menyucikannya. Engkaulah pelindung dan penolongnya. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak bisa puas, dan dari doa yang tidak terkabul)."(HR. Muslim)

"Allāhumma innī a'ūżu bika min zawāli ni'matika wa taḥawwuli 'āfiyatika wa fujā`ata niqmatika wa jamī'i sakhaṭika (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, berubahnya keselamatan dari-Mu, siksa-Mu yang tiba-tiba, dan semua murka-Mu)."

(HR. Muslim)

15/1479- Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,

"Allāhumma innī a'ūżu bika minal'ajzi walkasali, walbukhli wal-harami, wa 'ażābilqabri. Allāhumma āti nafsī taqwāhā, wa zakkihā anta khairu man zakkāhā, anta waliyyuhā wa maulāhā. Allāhumma innī a'ūżu bika min 'ilmin lā yanfa' wa min qalbin lā yakhsya' wa min nafsin lā tasyba' wa min da'watin lā yustajābu lahā (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, dari sifat bakhil dan pikun, dan dari azab kubur. Ya Allah! Berilah jiwaku ketakwaan serta sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang menyucikannya. Engkaulah pelindung dan penolongnya. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak bisa puas, dan dari doa yang tidak terkabul)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

فُجاءَة نقْمتِكَ (fujā`ata niqmatika): turunnya siksaan Allah -Ta'ālā- kepada pelaku maksiat secara tiba-tiba.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus memanfaatkan nikmat kesehatan yang Allah -'Azza wa Jalla- berikan, yaitu dengan mengerjakan ketaatan dan memperbanyaknya.

2) Hilangnya nikmat dan turunnya berbagai penyakit kepada hamba disertai murka Allah -Ta'ālā- termasuk kerugian dan kesengsaraan paling besar di dunia dan akhirat; oleh karena itu, seorang hamba harus memohon perlindungan darinya kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

3) Memotivasi hamba agar mengerjakan semua amalan yang menyucikan dan membersihkan jiwanya.

4) Gigih menuntut ilmu yang bermanfaat yang akan melahirkan rasa takut kepada Allah dalam hati, yaitu ilmu Al-Qur`ān dan Sunnah yang bersumber dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, Sang Guru kebaikan bagi umat manusia.

16/1480- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma laka aslamtu, wa bika āmantu, wa 'alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khāṣamtu, wa ilaika ḥākamtu. Fa-gfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, lā ilāha illā anta (Ya Allah! Hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal, hanya kepada-Mu aku kembali, hanya dengan pertolongan-Mu aku melawan, dan hanya kepada-Mu aku berhakim. Maka ampunilah dosa-dosaku; dosa yang telah aku lakukan dan dosa amalan yang aku lalaikan, dosa yang aku rahasiakan dan yang aku tampakkan. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkau pula yang mengakhirkan. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau)."Sebagian perawi menambahkan, "Wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh (Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." (Muttafaq 'Alaih)

"Allāhumma laka aslamtu, wa bika āmantu, wa 'alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khāṣamtu, wa ilaika ḥākamtu. Fa-gfir lī mā qaddamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu wa mā a'lantu, antal-muqaddimu wa antal-mu`akhkhiru, lā ilāha illā anta (Ya Allah! Hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal, hanya kepada-Mu aku kembali, hanya dengan pertolongan-Mu aku melawan, dan hanya kepada-Mu aku berhakim. Maka ampunilah dosa-dosaku; dosa yang telah aku lakukan dan dosa amalan yang aku lalaikan, dosa yang aku rahasiakan dan yang aku tampakkan. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkau pula yang mengakhirkan. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau)."

Sebagian perawi menambahkan, "Wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh (Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أنَبْتُ (anabtu): aku kembali dalam urusanku.

بكَ خَاصَمْتُ (bika khāṣamtu): dengan pertolongan-Mu, ya Allah, bukan yang lainnya, aku bertumpu ketika melawan.

إليكَ حاكَمْتُ (ilaika ḥākamtu): kepada agama yang Engkau turunkan -bukan yang lain- aku berhakim.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban bertawakal kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta ikhlas kepada-Nya dalam semua ucapan, perbuatan, dan seluruh tindakan.

2) Anjuran untuk meneladani Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam doa-doa yang jāmi' (ringkas dan kemprehensif) karena doa-doa tersebut meliputi kebaikan dunia dan akhirat.

3) Anjuran kembali kepada Allah -Ta'ālā- dengan merendahkan dan menghinakan diri di hadapan-Nya sebelum meminta ampunan kepada-Nya.

17/1481- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dahulu biasa memanjatkan doa,"Allāhumma innī a'ūżu bika min fitnatil-qabri, wa 'ażābil-qabri, wa min syarril-ginā wal-faqr (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah neraka dan azab neraka, juga dari keburukan kekayaan dan kefakiran)."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih", dan ini adalah redaksi riwayat Abu Daud)

"Allāhumma innī a'ūżu bika min fitnatil-qabri, wa 'ażābil-qabri, wa min syarril-ginā wal-faqr (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah neraka dan azab neraka, juga dari keburukan kekayaan dan kefakiran)."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih", dan ini adalah redaksi riwayat Abu Daud)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memohon perlindungan kepada Allah dari neraka berkonsekuensi menjauhi semua yang dimurkai oleh-Nya disertai senantiasa beristigfar, bertobat, dan bertadaruk kepada-Nya.

2) Kewajiban hamba ketika kaya ialah bersyukur, sedangkan ketika fakir ialah bersabar.

18/1482- Ziyād bin 'Ilāqah meriwayatkan dari pamannya, Quṭbah bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa dia berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,Allāhumma innī a'ūżu bika min munkarātil-akhlāq wal-a'māl wal-ahwā` (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari akhlak dan amal perbuatan yang mungkar serta hawa nafsu)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Allāhumma innī a'ūżu bika min munkarātil-akhlāq wal-a'māl wal-ahwā` (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari akhlak dan amal perbuatan yang mungkar serta hawa nafsu)."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Celaan terhadap akhlak-akhlak yang mungkar seperti ujub dan sombong, dan celaan terhadap perbuatan yang mungkar seperti zina dan minum khamar.

2) Celaan terhadap hawa nafsu yang dibangun di atas logika yang rusak dan bidah yang menyesatkan, yang jauh dari petunjuk yang diturunkan oleh Allah.

19/1483- Syakal bin Ḥumaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Ajarkanlah kepadaku sebuah doa." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ucapkanlah, 'Allāhumma innī a'ūżu bika min syarri sam'ī, wa min syarri baṣarī, wa min syarri lisānī, wa min syarri qalbī, wa min syarri maniyyī (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pendengaranku, keburukan penglihatanku, keburukan lisanku, keburukan hatiku, dan dari keburukan air maniku (kemaluanku).'"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

"Ucapkanlah, 'Allāhumma innī a'ūżu bika min syarri sam'ī, wa min syarri baṣarī, wa min syarri lisānī, wa min syarri qalbī, wa min syarri maniyyī (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pendengaranku, keburukan penglihatanku, keburukan lisanku, keburukan hatiku, dan dari keburukan air maniku (kemaluanku).'"

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

شَرِّ مَنِيِّيْ (syarri maniyyī): keburukan kemaluanku.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seluruh indra dan anggota tubuh seseorang adalah nikmat yang wajib dia syukuri kepada Allah dengan menggunakannya pada tujuan penciptaannya, yaitu berupa ibadah kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan meminta keafiatan kepada-Nya dari keburukan indra-indra tersebut, karena Dialah yang membolak-balik keadaannya dan yang mengetahui rahasianya.

2) Anjuran untuk bertanya kepada orang berilmu tentang apa yang bermanfaat bagi manusia karena ulama adalah ahli waris para nabi.

20/1484- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-baraṣ, wal-junūn, wal-jużām, wa sayyi`il-asqām (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari kusta, gila, lepra, dan dari penyakit-penyakit yang buruk)."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-baraṣ, wal-junūn, wal-jużām, wa sayyi`il-asqām (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari kusta, gila, lepra, dan dari penyakit-penyakit yang buruk)."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

البَرَصِ (al-baraṣ): keputihan pada kulit yang merusak pemandangannya.

الجُذَامِ (al-jużām): sebuah penyakit ganas dan menular. الأَسْقَام (al-asqām): berbagai macam penyakit.

Pelajaran dari Hadis:

1) Penyakit-penyakit ini merusak tubuh dan akhlak, serta menyebabkan manusia menjauh dari pengidapnya; sehingga kita dianjurkan untuk berlindung darinya karena adanya dampak buruk yang diakibatkannya.

2) Penyakit adalah pembersih dari dosa-dosa jika disertai dengan kesabaran dan tidak murka terhadap takdir.

21/1485- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdoa,"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-jū', fa innahu bi`saḍ-ḍajī', wa a'ūżu bika minal-khiyānah, fa innahā bi`satil-biṭānah (Artinya: Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan karena sesungguhnya ia adalah sejelek-jelek teman tidur, dan aku berlindung kepada-Mu dari khianat karena sesungguhnya ia adalah sejelek-jelek kawan dekat)."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Allāhumma innī a'ūżu bika minal-jū', fa innahu bi`saḍ-ḍajī', wa a'ūżu bika minal-khiyānah, fa innahā bi`satil-biṭānah (Artinya: Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan karena sesungguhnya ia adalah sejelek-jelek teman tidur, dan aku berlindung kepada-Mu dari khianat karena sesungguhnya ia adalah sejelek-jelek kawan dekat)."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

البِطَانَةُ (al-biṭānah): sesuatu yang dekat dari seseorang dan ia tidak berpisah dengannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus memohon perlindungan dari semua yang menyibukkannya dari ibadah.

2) Anjuran untuk menunaikan amanah dan celaan terhadap khianat karena khianat adalah sebab kerusakan seseorang dan kerusakan orang sekitarnya.

22/1486- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seorang budak yang melakukan mukatabah datang kepadanya, lalu berkata, "Aku tidak sanggup melunasi kesepakatan mukatabahku (kemerdekaanku), maka bantulah aku!" Ali berkata, "Maukah engkau kuajarkan beberapa kalimat yang telah diajarkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- padaku, yang seandainya engkau memiliki utang sebesar gunung pasti Allah melunasinya untukmu? Ucapkanlah,"Allāhummakfinī biḥalālika 'an ḥarāmika, wa a'innī bifaḍlika 'amman siwāka (Ya Allah! Cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal hingga aku terhindar dari yang Engkau haramkan. Ya Allah! Berilah aku kecukupan dengan karunia-Mu hingga aku tidak minta kepada selain Engkau)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Allāhummakfinī biḥalālika 'an ḥarāmika, wa a'innī bifaḍlika 'amman siwāka (Ya Allah! Cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal hingga aku terhindar dari yang Engkau haramkan. Ya Allah! Berilah aku kecukupan dengan karunia-Mu hingga aku tidak minta kepada selain Engkau)."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

المُكَاتَبُ (al-mukātab): budak yang telah bersepakat (melakukan mukatabah) dengan tuannya untuk memerdekakannya dengan imbalan yang akan diserahkan oleh si budak kepada tuannya itu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang memiliki tanggungan utang sementara dia bertekad untuk melunasinya sembari memohon pertolongan kepada Rabb-nya -'Azza wa Jalla-, maka Allah akan membantunya untuk melunasi utangnya.

2) Rezeki yang halal walaupun sedikit lebih baik daripada harta yang haram walaupun banyak.

3) Seorang hamba wajib memutus harapannya kepada makhluk dalam perkara yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

23/1487- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengajarkan bapaknya, Ḥuṣain, dua kalimat untuk dipanjatkan dalam doa,"Allāhumma alhimnī rusydī, wa a'iżnī min syarri nafsī (Ya Allah! Ilhamkanlah kepadaku kerasionalanku, dan lindungilah aku dari keburukan diriku)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [3]

"Allāhumma alhimnī rusydī, wa a'iżnī min syarri nafsī (Ya Allah! Ilhamkanlah kepadaku kerasionalanku, dan lindungilah aku dari keburukan diriku)."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [45]

Kosa Kata Asing:

الرُّشْدُ (ar-rusyd): kebalikan dari ketersesatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib berlindung dari keburukan jiwa dan perbuatan buruk.

2) Bila Allah mengilhamkan hamba kerasionalannya, maka dia berada di atas kebaikan, karena dia telah dijaga dari berbagai macam penyimpangan dan kesesatan.

24/1488- Abul-Faḍl Al-‘Abbās bin ‘Abdul-Muṭṭalib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Ajarkanlah kepadaku sesuatu yang aku minta kepada Allah -Ta'ālā-". Beliau menjawab, "Mintalah kepada Allah al-'āfiyah (keselamatan)." Lalu aku tinggal selama beberapa hari, setelah itu aku menemui beliau lagi, aku berkata, "Wahai Rasulullah! Ajarkanlah aku sesuatu yang aku minta kepada Allah -Ta'ālā-." Beliau bersabda kepadaku,"Wahai ‘Abbās! Wahai paman Rasulullah! Mintalah kepada Allah al-'āfiyah (keselamatan) di dunia dan akhirat.”(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

"Wahai ‘Abbās! Wahai paman Rasulullah! Mintalah kepada Allah al-'āfiyah (keselamatan) di dunia dan akhirat.”

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang diberikan afiat, sungguh dia telah diberi kebaikan yang banyak di dunia dan akhirat.

2) Antusiasme para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam meminta tambahan kebaikan dan ilmu; hal ini menunjukkan keutamaan dan ilmu mereka. Orang yang bahagia adalah yang mengikuti petunjuk para sahabat, karena mereka berada di atas jalan yang lurus.

25/1489- Syahr bin Ḥausyab berkata, Aku bertanya kepada Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anha-, "Wahai Ummul Mu`minīn! Doa apakah yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika beliau bersamamu?" Ummu Salamah menjawab, "Doa yang paling banyak beliau ucapkan adalah,Yā muqallibal-qulūb, ṡabbit qalbī 'alā dīnika (Wahai Zat yang membolak-balik hati! Teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Yā muqallibal-qulūb, ṡabbit qalbī 'alā dīnika (Wahai Zat yang membolak-balik hati! Teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan bahwa amal perbuatan tergantung pada penutupnya. Oleh karena itu, wajib bagi seorang hamba memohon kepada Allah -'Azza wa Jalla- agar diwafatkan di atas keimanan.

2) Tidak ada karunia yang diberikan kepada hamba yang lebih utama dari keteguhan di atas Islam.

3) Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- saja, yang merupakan orang yang meraih kemuliaan kerasulan dan kenabian serta Allah telah mengampuni dosa-dosa beliau yang telah lalu dan yang akan datang, senantiasa berdoa kepada Allah -'Azza wa Jalla- meminta keteguhan di atas agama Islam, maka bagaimana dengan orang-orang lalai penuh dosa semisal kita?! Oleh karena itu, kita wajib berdoa kepada Allah -'Azza wa Jalla- untuk meminta keteguhan iman hingga waktu kematian.

26/1490- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Di antara doa Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah, 'Allāhumma innī as`aluka ḥubbaka, wa ḥubba man yuḥibbuka, wal-'amalal-lażī yuballigunī ḥubbaka. Allāhumma-j'al ḥubbaka aḥabba ilayya min nafsī wa ahlī, wa minal-mā`il-bārid (Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu cinta-Mu dan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu serta amalan yang mengantarkanku pada cinta-Mu. Ya Allah! Jadikanlah cinta kepada-Mu lebih aku sukai daripada cintaku kepada diriku, keluargaku, dan kepada air yang dingin).'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [4].

"Di antara doa Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah, 'Allāhumma innī as`aluka ḥubbaka, wa ḥubba man yuḥibbuka, wal-'amalal-lażī yuballigunī ḥubbaka. Allāhumma-j'al ḥubbaka aḥabba ilayya min nafsī wa ahlī, wa minal-mā`il-bārid (Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu cinta-Mu dan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu serta amalan yang mengantarkanku pada cinta-Mu. Ya Allah! Jadikanlah cinta kepada-Mu lebih aku sukai daripada cintaku kepada diriku, keluargaku, dan kepada air yang dingin).'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [46].

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk mengejar cinta Allah -'Azza wa Jalla- dan berusaha untuk meraihnya dengan melakukan sebab-sebab yang dapat mendatangkan cinta-Nya.

2) Makna manisnya iman adalah Allah dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih dicintai oleh hamba dari perkara-perkara yang dicintainya, sehingga perbuatan, ucapan, dan semua tindakannya, baik dalam hal mengerjakan maupun meninggalkan, senantiasa ada di atas rel cinta ini.

27/1491- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda,"Perbanyaklah mengucapkan, 'Yā Żal-Jalāli wal-Ikrām' (Wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan)."(HR. Tirmizi; juga diriwayatkan oleh An-Nasa`iy dari riwayat Rabī'ah bin 'Āmir. Al-Ḥākim berkata, "Ini adalah hadis yang sanadnya sahih")

"Perbanyaklah mengucapkan, 'Yā Żal-Jalāli wal-Ikrām' (Wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan)."

(HR. Tirmizi; juga diriwayatkan oleh An-Nasa`iy dari riwayat Rabī'ah bin 'Āmir. Al-Ḥākim berkata, "Ini adalah hadis yang sanadnya sahih")

ألظُّوا (aliẓẓū), dengan mengkasrahkan "lām", dan mentasydid "ẓā`", artinya: rutinkanlah dan perbanyaklah membaca doa ini.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk memperbanyak zikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

2) Doa yang agung ini mengandung pujian yang sempurna kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

28/1492- Abu Umāmah -raḍiyallahu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berdoa dengan doa yang banyak, namun kami tidak menghafal sedikit pun darinya. Kami pun berkata, "Wahai Rasulullah! Engkau telah berdoa dengan doa yang banyak, namun tidak ada sedikit pun yang kami hafal." Maka beliau bersabda,"Maukah kalian aku beritahu doa yang dapat menggabungkan semuanya? Bacalah, 'Allāhumma innī as`aluka min khairi mā sa`alaka minhu nabiyyuka Muḥammadun -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, wa a'ūżu bika min syarri mā ista'āża minhu nabiyyuka Muḥammadun -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wa antal-musta'ān, wa 'alaikal-balāgu, walā ḥaula wa lā quwwata illā billāh (Ya Allah! Aku mohon kepada-Mu kebaikan yang diminta oleh Nabi-Mu Muhammad - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang berlindung darinya Nabi-Mu Muhammad - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Engkaulah tempat meminta pertolongan dan kepada-Mu tempat mengadu, tidak ada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [5]

"Maukah kalian aku beritahu doa yang dapat menggabungkan semuanya? Bacalah, 'Allāhumma innī as`aluka min khairi mā sa`alaka minhu nabiyyuka Muḥammadun -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, wa a'ūżu bika min syarri mā ista'āża minhu nabiyyuka Muḥammadun -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wa antal-musta'ān, wa 'alaikal-balāgu, walā ḥaula wa lā quwwata illā billāh (Ya Allah! Aku mohon kepada-Mu kebaikan yang diminta oleh Nabi-Mu Muhammad - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang berlindung darinya Nabi-Mu Muhammad - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Engkaulah tempat meminta pertolongan dan kepada-Mu tempat mengadu, tidak ada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [47]

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda kedalaman pemahaman agama seorang hamba ialah perhatiannya kepada doa-doa yang jāmi' (bermakna lengkap), yang menggabungkan untuknya kebaikan dunia dan akhirat.

2) Motivasi untuk mengamalkan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam semua urusan agama dan meninggalkan perkara-perkara bidah yang diada-adakan oleh manusia, dan doa-doa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah sempurna menggabungkan seluruh kebaikan.

29/1493- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Dahulu, di antara doa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah:"Allāhumma innī as`aluka mūjibāti raḥmatika, wa 'azā`ima magfiratika, was-salāmata min kulli iṡmin, wal-ganīmata min kulli birr, wal-fauza bil-jannah, wan-najāta minan-nār (Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu hal-hal yang mendatangkan rahmat-Mu, perkara-perkara yang mendatangkan ampunan-Mu, keselamatan dari semua dosa, keuntungan dari semua kebaikan, memperoleh kemenangan surga, dan keselamatan dari api neraka)."(HR. Al-Ḥākim Abu Abdillah dan dia berkata, "Hadis sahih sesuai syarat Muslim"). [6]

"Allāhumma innī as`aluka mūjibāti raḥmatika, wa 'azā`ima magfiratika, was-salāmata min kulli iṡmin, wal-ganīmata min kulli birr, wal-fauza bil-jannah, wan-najāta minan-nār (Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu hal-hal yang mendatangkan rahmat-Mu, perkara-perkara yang mendatangkan ampunan-Mu, keselamatan dari semua dosa, keuntungan dari semua kebaikan, memperoleh kemenangan surga, dan keselamatan dari api neraka)."

(HR. Al-Ḥākim Abu Abdillah dan dia berkata, "Hadis sahih sesuai syarat Muslim"). [48]

Kosa Kata Asing:

مُوْجِبَاتِ رَحْمتِكَ (mūjibāti raḥmatika): apa-apa yang mendatangkan rahmat Allah -Ta'ālā-.

عزَائمَ مغْفرَتِكَ ('azā`ima magfiratika): perkara-perkara yang ditekankan yang mendatangkan ampunan Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda kedalaman pemahaman agama seorang hamba adalah meminta pertolongan kepada Allah -'Azza wa Jalla- dalam rangka menempuh jalan rahmat dan ampunan dengan mengerjakan kewajiban dan meninggalkan apa yang diharamkan.

2) Kemenangan paling besar yang diwujudkan oleh seorang hamba adalah sukses meraih surga dan selamat dari neraka.

 251- BAB KEUTAMAAN BERDOA TANPA SEPENGETAHUAN ORANG YANG DIDOAKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.'"(QS. Al-Ḥasyr: 10)Dia juga berfirman,"Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan."(QS. Muḥammad: 19)Allah -Ta'ālā- juga berfirman mengisahkan doa Nabi Ibrahim -'alaihis-salām-,"Ya Tuhan kami! Ampunilah aku dan kedua ibu bapakku, dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).”(QS. Ibrāhīm: 41)

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.'"

(QS. Al-Ḥasyr: 10)

Dia juga berfirman,

"Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan."

(QS. Muḥammad: 19)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman mengisahkan doa Nabi Ibrahim -'alaihis-salām-,

"Ya Tuhan kami! Ampunilah aku dan kedua ibu bapakku, dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).”

(QS. Ibrāhīm: 41)

Pelajaran dari Ayat:

1) Keutamaan mendoakan kaum mukminin tanpa sepengetahuan mereka, karena ini termasuk cara agar doa dikabulkan.

2) Mendoakan seluruh orang-orang mukmin adalah hak yang wajib dilakukan oleh seorang mukmin untuk saudaranya seiman.

1/1494- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, 'Dan bagimu kebaikan yang sama.'"(HR. Muslim)2/1495- Juga dari Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya adalah mustajab, karena di dekat kepalanya ada malaikat yang ditugaskan setiap kali dia mendokan kebaikan untuk saudaranya; malaikat yang ditugaskan itu berkata, 'Āmīn, dan untukmu kebaikan yang sama.'"(HR. Muslim)

"Tidaklah seorang muslim mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, 'Dan bagimu kebaikan yang sama.'"

(HR. Muslim)

2/1495- Juga dari Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya adalah mustajab, karena di dekat kepalanya ada malaikat yang ditugaskan setiap kali dia mendokan kebaikan untuk saudaranya; malaikat yang ditugaskan itu berkata, 'Āmīn, dan untukmu kebaikan yang sama.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan bagi seorang muslim berdoa untuk dirinya dan untuk saudaranya dengan kebaikan dunia dan akhirat.

2) Doa tanpa sepengetahuan orang yang didoakan termasuk doa yang mustajab.

3) Saling mendoakan di antara umat Islam tanpa sepengetahuan orang yang didoakan adalah bukti kebenaran iman, kelanggengan cinta, dan saling memperhatikan hak ukhuwah di antara sesama muslim.

 252- BAB PERMASALAHAN-PERMASALAHAN DOA

1/1496- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang diberikan kebaikan lalu dia berkata kepada pelakunya, 'Jazākallāhu khairan', sungguh dia telah membalas dengan pujian secara maksimal."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

"Siapa yang diberikan kebaikan lalu dia berkata kepada pelakunya, 'Jazākallāhu khairan', sungguh dia telah membalas dengan pujian secara maksimal."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk membalas orang yang berbuat kebaikan, masing-masing sesuai dengan kemampuannya.

2) Kabar gembira bahwa balasan dari Allah -'Azza wa Jalla- lebih besar dan lebih sempurna dari balasan manusia.

2/1497- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jangan mendoakan keburukan untuk diri kalian, jangan mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, dan jangan mendoakan keburukan untuk harta kalian. Jangan sampai kalian menepati suatu waktu yang apabila Allah dimintai sesuatu pada waktu itu, maka Dia mengabulkannya bagi kalian."(HR. Muslim)

"Jangan mendoakan keburukan untuk diri kalian, jangan mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, dan jangan mendoakan keburukan untuk harta kalian. Jangan sampai kalian menepati suatu waktu yang apabila Allah dimintai sesuatu pada waktu itu, maka Dia mengabulkannya bagi kalian."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mendoakan keburukan atas diri sendiri, anak, atau harta; dan ini termasuk rahmat Allah -'Azza wa Jalla- kepada para hamba-Nya.

2) Mendoakan keburukan dan kebinasaan adalah salah satu bentuk melampaui batas dalam berdoa, padahal Allah -Ta'ālā- telah berfirman, "Sungguh Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-A'rāf: 55)

3/1498- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Keadaan terdekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa (padanya).”(HR. Muslim)

“Keadaan terdekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa (padanya).”

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Sujud termasuk momen dikabulkannya doa karena merupakan momen menampakkan kefakiran dan kehinaan diri hamba di hadapan Zat Yang Mahakaya dan Mahaperkasa. Sebab itu, hendaklah ia memperbanyak doa ketika sujudnya.

2) Kesungguhan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam mengajarkan umatnya tentang gudang-gudang dan pintu-pintu kebaikan. Oleh karena itu, berpeganglah kepada Sunnah, karena ia adalah bahtera keselamatan; mengerjakannya adalah keberkahan dan meninggalkannya adalah kerugian dan penyesalan.

4/1499- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Doa salah seorang kalian akan dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, 'Sungguh aku telah berdoa kepada Rabb-ku, namun doaku belum dikabulkan.'"(Muttafaq 'Alaih)

"Doa salah seorang kalian akan dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, 'Sungguh aku telah berdoa kepada Rabb-ku, namun doaku belum dikabulkan.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain, "Doa seorang hamba senantiasa akan dikabulkan selama dia tidak berdoa yang mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi, dan selama dia tidak tergesa-gesa." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! Seperti apa terburu-buru itu?" Beliau bersabda, "Dia mengatakan, 'Aku telah berdoa. Aku telah berdoa. Namun aku belum merasa Dia mengabulkannya untukku.' Lalu ketika itu dia putus asa dan berhenti berdoa."

Kosa Kata Asing:

يَسْتَحْسرُ (yastaḥsir): berhenti.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara penghalang dikabulkannya doa adalah terburu-buru, berdoa yang mengandung dosa, mengeluh karena belum dikabulkan, dan berhenti berdoa.

2) Di antara fikih doa ialah tidak bosan melakukannya. Sebab itu, seorang hamba harus mengulang-ulang doa kepada Rabb-nya dengan merasa yakin akan dikabulkan.

5/1500- Abu Umāmah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ditanya,"Doa apakah yang paling dikabulkan?" Beliau menjawab, "(Doa) di akhir malam dan di penghujung salat fardu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Doa apakah yang paling dikabulkan?" Beliau menjawab, "(Doa) di akhir malam dan di penghujung salat fardu."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

أَسْمَعُ (asma'): paling dekat dikabulkan.

جَوْفَ اللَّيْلِ (jaufal-lail): ketika Allah turun di sepertiga akhir malam.

دُبُرَ الصَّلَواتِ (dubur aṣ-ṣalawāt): penghujung salat sebelum salam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan akhir malam dibanding waktu-waktu malam lainnya, karena akhir malam lebih dekat dengan pengabulan doa. Oleh karena itu, seorang hamba harus mencari tempat dan waktu yang tepat untuk berdoa, karena ini termasuk sebab pengabulan doa.

2) Memanfaatkan momen sebelum salam dalam salat dengan banyak berdoa karena seorang hamba ketika itu sedang menghadap kepada Rabb-nya sehingga dia lebih patut untuk diberikan pengabulan.

6/1501- 'Ubādah bin Aṣ-Ṣāmit -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seorang muslim di bumi berdoa kepada Allah dengan satu doa, melainkan Allah pasti mengabulkannya untuknya, atau Allah memalingkan darinya suatu keburukan yang sebanding dengan doanya, selama dia tidak berdoa yang mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi." Seseorang berkata, "Kalau begitu kita perbanyak doa." Beliau menjawab, "Allah lebih banyak lagi (kebaikan-Nya)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih"). Juga diriwayatkan oleh Al-Ḥākim dari Abu Sa'īd Al-Khudriy, di dalamnya ditambahkan, "Atau Allah simpankan baginya pahala yang sebanding dengan doanya."

"Tidaklah seorang muslim di bumi berdoa kepada Allah dengan satu doa, melainkan Allah pasti mengabulkannya untuknya, atau Allah memalingkan darinya suatu keburukan yang sebanding dengan doanya, selama dia tidak berdoa yang mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi." Seseorang berkata, "Kalau begitu kita perbanyak doa." Beliau menjawab, "Allah lebih banyak lagi (kebaikan-Nya)."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih"). Juga diriwayatkan oleh Al-Ḥākim dari Abu Sa'īd Al-Khudriy, di dalamnya ditambahkan, "Atau Allah simpankan baginya pahala yang sebanding dengan doanya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Dalam doanya, seorang muslim akan meraih salah satu dari tiga perkara:

a. Pengabulan doa yang ia panjatkan.

b. Penghilangan bala yang akan menimpanya sesuai dengan kadar doa tersebut.

c. Penabungan doanya tersebut, lalu Allah memberikan tabungan doanya tersebut pada hari Kiamat.

2) Disunahkan banyak berdoa karena tidak ada sesuatu yang sulit bagi Allah dan permintaan hamba tidak akan mengurangi perbendaharaan-Nya.

Allah murka bila engkau tidak meminta kepada-Nya ... Sedangkan umat manusia akan marah bila dimintai.

7/1502- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika ditimpa kesedihan biasa membaca,"Lā ilāha illallāhul-'aẓīmul-ḥalīm, lā ilāha illallāhu rabbul-arsyil-'aẓīm, lā ilāha illallāhu rabbus-samāwāti wa rabbul-arḍi wa rabbul-'arsyil-karīm (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Mahaagung lagi Mahalembut. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Rabb Arasy Yang Mahaagung. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Tuhan langit, Tuhan bumi, dan Tuhan Arasy yang mulia)."(Muttafaq 'Alaih)

"Lā ilāha illallāhul-'aẓīmul-ḥalīm, lā ilāha illallāhu rabbul-arsyil-'aẓīm, lā ilāha illallāhu rabbus-samāwāti wa rabbul-arḍi wa rabbul-'arsyil-karīm (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Mahaagung lagi Mahalembut. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Rabb Arasy Yang Mahaagung. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Tuhan langit, Tuhan bumi, dan Tuhan Arasy yang mulia)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berdoa dengan doa Nabi ini ketika dalam kondisi sulit dan susah.

2) Kewajiban menegakkan tauhid di dalam hati dan kehidupan kita, karena tauhid adalah penyelamat bagi kita dari semua keburukan. Juga karena semakin kadar pengagungan tauhid dalam hati seorang hamba sempurna, maka perlindungan Allah baginya lebih sempurna dan lebih pasti;"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-An'ām: 82)

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-An'ām: 82)

 253- BAB KARAMAH DAN KEUTAMAAN PARA WALI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung."(QS. Yūnus: 62-64)Dia juga berfirman,"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan dan minumlah."(QS. Maryam: 25-26)Dia juga berfirman,"Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan."(QS. Āli 'Imrān: 37)Dia juga berfirman,"Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri."(QS. Al-Kahfi: 16-17)

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung."

(QS. Yūnus: 62-64)

Dia juga berfirman,

"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan dan minumlah."

(QS. Maryam: 25-26)

Dia juga berfirman,

"Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan."

(QS. Āli 'Imrān: 37)

Dia juga berfirman,

"Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.

Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri."

(QS. Al-Kahfi: 16-17)

Faedah:

Karamah adalah semua perkara luar biasa yang diperlihatkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lewat tangan para pengikut Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagai wujud pemuliaan ataupun sebagai hujah atau karena kebutuhan, misalnya untuk membela kebenaran atau membatalkan kebatilan. Karamah yang paling besar adalah istikamah di atas ajaran agama. Karamah terbukti ada lewat wahyu dan fakta.

Pelajaran dari Ayat:

1) Syarat kewalian sebagaimana yang disebutkan oleh Allah -'Azza wa Jalla- dalam Kitab-Nya: 1- Iman; 2- Takwa.

Sehingga tidak boleh menyematkan kewalian kepada seseorang kecuali dua syarat ini ada pada dirinya. Apa yang diklaim sebagai karamah oleh sebagian pembohong dan para penyihir tidak lain kecuali kebohongan dan kedustaan yang mereka lakukan dengan bantuan para setan.

2) Bila seorang hamba mengerjakan apa yang mendatangkan rida Allah -Ta'ālā-, niscaya Dia memberikannya rasa aman dari ketakutan, menolongnya dalam kelemahan, membelanya, dan mengangkat kedudukannya di dunia dan akhirat.

1/1503- Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Ahli Sufah adalah orang-orang yang fakir, dan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- suatu kali pernah bersabda,"Siapa yang memiliki makanan untuk dua orang, hendaklah dia membawa serta orang ketiga. Siapa yang memiliki makanan untuk empat orang, hendaklah dia membawa serta orang kelima dan keenam," atau sebagaimana yang beliau sabdakan.Lalu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- membawa tiga orang, sedangkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di rumah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menetap hingga selesai melaksanakan salat Isya, kemudian dia pulang setelah malam berlalu seperti yang Allah kehendaki. Istrinya berkata kepadanya, "Apa yang menahanmu dari tamu-tamumu?" Abu Bakar berkata, "Bukankah engkau telah memberi mereka makan malam?" Istrinya berkata, "Mereka tidak mau, kecuali setelah engkau datang. Mereka (keluarga) telah menawari mereka." Abdurrahman berkata: Aku segera pergi lalu bersembunyi. Abu Bakar berkata, "Hai, bodoh!" Dia mencaci dan memaki. Dia melanjutkan, "Makanlah kalian tidak dengan enak. Demi Allah! Aku tidak akan memakannya selamanya." Abdurrahman berkata, "Demi Allah! Tidaklah kami mengambil satu suap kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak sampai mereka kenyang dan makanan itu menjadi lebih banyak dari sebelumnya." Abu Bakar memandanginya lalu berkata kepada istrinya, "Wahai saudari Bani Firās! Apa ini?" Istrinya menjawab, "Ia tak berkurang. Mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak tiga kali lipat dari sebelumnya." Kemudian Abu Bakar menyantapnya dan berkata, "Sesungguhnya yang tadi itu dari setan." Maksudnya, sumpahnya sebelumnya. Kemudian dia menyantap satu suapan lalu membawanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan hingga pagi makanan itu masih bersama beliau. Dahulu antara kami dengan suatu kaum terdapat perjanjian damai lalu waktunya habis. Maka kami berpencar menjadi dua belas orang, setiap masing-masing orang bersama sejumlah yang lain. Allah yang lebih tahu berapa orang yang bersama setiap mereka. Ternyata mereka semua bisa makan dari makanan itu secara cukup."

"Siapa yang memiliki makanan untuk dua orang, hendaklah dia membawa serta orang ketiga. Siapa yang memiliki makanan untuk empat orang, hendaklah dia membawa serta orang kelima dan keenam," atau sebagaimana yang beliau sabdakan.

Lalu Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- membawa tiga orang, sedangkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di rumah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menetap hingga selesai melaksanakan salat Isya, kemudian dia pulang setelah malam berlalu seperti yang Allah kehendaki. Istrinya berkata kepadanya, "Apa yang menahanmu dari tamu-tamumu?" Abu Bakar berkata, "Bukankah engkau telah memberi mereka makan malam?" Istrinya berkata, "Mereka tidak mau, kecuali setelah engkau datang. Mereka (keluarga) telah menawari mereka." Abdurrahman berkata: Aku segera pergi lalu bersembunyi. Abu Bakar berkata, "Hai, bodoh!" Dia mencaci dan memaki. Dia melanjutkan, "Makanlah kalian tidak dengan enak. Demi Allah! Aku tidak akan memakannya selamanya." Abdurrahman berkata, "Demi Allah! Tidaklah kami mengambil satu suap kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak sampai mereka kenyang dan makanan itu menjadi lebih banyak dari sebelumnya." Abu Bakar memandanginya lalu berkata kepada istrinya, "Wahai saudari Bani Firās! Apa ini?" Istrinya menjawab, "Ia tak berkurang. Mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak tiga kali lipat dari sebelumnya." Kemudian Abu Bakar menyantapnya dan berkata, "Sesungguhnya yang tadi itu dari setan." Maksudnya, sumpahnya sebelumnya. Kemudian dia menyantap satu suapan lalu membawanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan hingga pagi makanan itu masih bersama beliau. Dahulu antara kami dengan suatu kaum terdapat perjanjian damai lalu waktunya habis. Maka kami berpencar menjadi dua belas orang, setiap masing-masing orang bersama sejumlah yang lain. Allah yang lebih tahu berapa orang yang bersama setiap mereka. Ternyata mereka semua bisa makan dari makanan itu secara cukup."

Dalam riwayat lain, "Abu Bakar bersumpah tidak akan memakannya. Istrinya juga bersumpah tidak akan memakannya. Dan tamu itu -atau para tamu itu- juga bersumpah tidak akan memakannya, kecuali dia ikut makan. Abu Bakar berkata, 'Sumpah ini dari setan!' Dia kemudian meminta makanan itu lalu makan dan mereka pun makan. Tidaklah mereka mengangkat satu suapan kecuali ia bertambah dari bawahnya dengan penambahan yang lebih banyak. Abu Bakar berkata, 'Wahai saudari Bani Firās! Ada apa ini?!' Dia menjawab, 'Sungguh mataku sangat sejuk melihatnya. Sungguh ia sekarang lebih banyak dari yang sebelum kita makan. Mereka pun melanjutkan makan. Lalu Abu Bakar mengirimnya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Abdurrahman menyebutkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memakannya.

Dalam riwayat yang lain: Abu Bakar berkata kepada Abdurrahman, "Layanilah tamu-tamumu, karena aku hendak menemui Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Hendaklah kalian telah selesai menjamu mereka sebelum aku kembali." Lantas Abdurrahman beranjak dan membawakan mereka apa yang dia miliki. Dia berkata, "Silakan makan!" Namun mereka berkata, "Kemana tuan rumah yang mengundang kami?" Abdurrahman berkata, "Makanlah!" Mereka berkata, "Kami tidak akan makan sampai tuan rumah datang." Abdurrahman berkata, "Terimalah jamuan kami untuk kalian ini. Sungguh bila dia datang sedangkan kalian belum makan, maka kami akan mendapatkan marahnya." Namun mereka tetap menolaknya. Maka aku pun yakin bahwa Abu Bakar akan marah kepadaku. Ketika dia datang, aku langsung menghindar darinya. Abu Bakar berkata, "Apa yang telah kalian lakukan?" Maka mereka mengabarinya. Lalu Abu Bakar menyeru, "Hai Abdurrahman!" Aku pun diam. Kemudian dia kembali menyeru, "Hai Abdurrahman!" Aku tetap diam. Maka dia berkata, "Hai bodoh! Aku bersumpah kepadamu, datanglah jika kamu mendengar suaraku!" Maka aku segera keluar. Aku berkata, "Tanyalah tamu-tamumu." Mereka menjawab, "Dia benar. Dia telah menyuguhkannya kepada kami." Abu Bakar berkata, "Apakah kalian hanya menungguku? Demi Allah! Aku tidak akan memakannya malam ini." Yang lain berkata, "Demi Allah! Kami tidak akan memakannya kecuali engkau ikut makan." Abu Bakar berkata, "Celaka kalian! Kenapa kalian tidak mau menerima jamuan kami? Wahai Abdurrahman! Bawa makananmu ke sini!" Maka Abdurrahman datang membawa makanan tersebut, kemudian Abu Bakar meletakkan tangannya dan berkata, "Bismillāh. Yang pertama itu (sumpah) dari setan." Lalu Abu Bakar makan, dan mereka pun makan."(Muttafaq 'Alaih)غُنْثَر ('unṡar), dengan mendamahkan "gain", kemudian "nūn" yang sukun, setelahnya "ṡā`", artinya: yang bodoh, yang jahil.جدَّعَ (jadda'a): dia mencacinya. الجَدَعُ (al-jada'): memotong.يَجِدُّ عليَّ (yajiddu 'alayya), dengan mengkasrahkan "jīm", artinya: ia memarahiku.

(Muttafaq 'Alaih)

غُنْثَر ('unṡar), dengan mendamahkan "gain", kemudian "nūn" yang sukun, setelahnya "ṡā`", artinya: yang bodoh, yang jahil.

جدَّعَ (jadda'a): dia mencacinya. الجَدَعُ (al-jada'): memotong.

يَجِدُّ عليَّ (yajiddu 'alayya), dengan mengkasrahkan "jīm", artinya: ia memarahiku.

Kosa Kata Asing:

الصُّفَّة (aṣ-ṣuffah): tempat tinggal orang-orang fakir dari kalangan sahabat di bagian belakang Masjid Nabawi.

رَبَا (rabā): ia bertambah.

قُرَّةُ عَيْنِيْ (qurratu 'ainī): ungkapan rasa bahagia ketika melihat sesuatu yang disenangi, bukan maksudnya bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla-. Ia hanya sebagai bentuk penegasan dan sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab dalam mengagumi dan membesar-besarkan suatu perkara. Kalau tidak demikian, maka bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla- dilarang dengan keras. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk bersumpah kecuali dengan Allah semata, dan ini termasuk kesempurnaan iman.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu-; yaitu dia adalah wali Allah yang paling utama secara mutlak selain para nabi dan rasul.

2) Bila seorang hamba marah lantaran satu sebab yang memicu marah, maka dia tidak dicela atas hal itu, dan tidak juga mengurangi keutamaan dan kedudukannya.

3) Bila seorang hamba telah bersumpah atas sesuatu kemudian dia melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahnya, hendaklah dia membatalkan sumpahnya tersebut dan membayar kafarat, kemudian mengerjakan hal yang lebih baik itu.

4) Memuliakan tamu termasuk kesempurnaan iman.

5) Di antara prinsip pendidikan ialah perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya dalam akhlak mulia seperti memuliakan tamu dan membantu orang yang membutuhkan.

2/1504- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh telah ada pada setiap umat sebelum kalian para muḥaddaṡ (orang-orang yang diberikan ilham) dan seandainya ada seseorang seperti itu pada umatku ini, tentu dia adalah Umar."(HR. Bukhari). Juga diriwayatkan oleh Muslim dari hadis Aisyah. Pada riwayat mereka berdua disebutkan: Ibnu Wahb berkata, "Muḥaddaṡūn artinya orang-orang yang diberikan ilham."

"Sungguh telah ada pada setiap umat sebelum kalian para muḥaddaṡ (orang-orang yang diberikan ilham) dan seandainya ada seseorang seperti itu pada umatku ini, tentu dia adalah Umar."

(HR. Bukhari). Juga diriwayatkan oleh Muslim dari hadis Aisyah. Pada riwayat mereka berdua disebutkan: Ibnu Wahb berkata, "Muḥaddaṡūn artinya orang-orang yang diberikan ilham."

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan sahabat yang mulia, Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-; beliau termasuk wali Allah -'Azza wa Jalla- yang telah dipuji oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Semakin kuat iman seorang hamba kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- serta banyak berbuat ketaatan kepada-Nya, maka Dia akan membimbingnya kepada kebenaran sesuai dengan kadar iman, ilmu, dan amal saleh yang dimilikinya.

3/1505- Jābir bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad Ibnu Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- kepada Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Lantas Umar memberhentikannya dan mengangkat 'Ammār menjadi gubernur mereka. Mereka mengadukan Sa'ad sampai menyebutkan bahwa dia tidak mengerjakan salat dengan baik. Lantas Umar mengirim utusan kepadanya untuk memintanya datang. Umar berkata, 'Wahai Abu Isḥāq! Penduduk Kufah mengklaim bahwa engkau tidak mengerjakan salat dengan baik?' Sa'ad (Abu Isḥāq) menjawab, "Demi Allah! Aku salat bersama mereka sebagaimana salatnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, aku tidak menguranginya sedikit pun. Aku melaksanakan salat Isya bersama mereka dengan memanjangkan dua rakaat pertama dan meringankan dua rakaat kedua.' Umar berkata, 'Itulah yang kami yakini padamu, wahai Abu Isḥāq!' Kemudian Umar mengutus seseorang atau beberapa orang bersamanya ke Kufah untuk bertanya langsung kepada penduduk Kufah tentang Sa'ad. Tidak ada satu pun masjid yang dikunjungi tanpa menanyakan tentang Sa'ad, dan mereka semua memujinya dengan kebaikan. Hingga akhirnya dia masuk ke sebuah masjid milik Bani 'Abs, salah seorang dari mereka yang bernama Usāmah bin Qatādah dengan nama panggilan Abu Sa'dah berdiri dan berkata, 'Jika kalian minta pendapat kami, maka kami katakan bahwa Sa'ad tidak ikut keluar berjihad, tidak membagi harta dengan pembagian yang sama, dan tidak adil dalam memutuskan perkara.' Sa'ad berkata, 'Demi Allah! Sungguh aku akan berdoa dengan tiga doa: Ya Allah! Jika dia, hambamu ini, berdusta dan mengatakan ini dengan maksud ria atau sumah, maka panjangkanlah umurnya, bentangkanlah kefakirannya, dan timpakanlah dia pada fitnah.' Maka setelah itu, bila dia ditanya mengapa keadaannya jadi sengsara begitu, dia menjawab, 'Aku orang tua renta yang dilanda fitnah akibat doanya Sa'ad.'"

Abdul Malik bin 'Umair, perawi yang meriwayatkan hadis ini dari Jābir bin Samurah berkata, "Aku sendiri melihatnya setelah itu, kedua alisnya jatuh menutupi kedua matanya karena tua dan dia benar-benar mengganggu dan menggoda para budak wanita di jalan-jalan." (Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

لَا أَخْرِمُ (lā akhrimu): aku tidak mengurangi.

أَرْكُدُ (arkudu): aku berdiri panjang.

نَشَدْتَنَا (nasyadtanā): engkau meminta kami berpendapat.

لَا يَسِيْرُ بِالسَّرِيَّةِ (lā yasīr bis-sariyyah): tidak keluar berperang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan karamah Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu beliau termasuk wali yang dikabulkan doanya.

2) Orang yang dizalimi boleh mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya tanpa melampaui batas dan menzaliminya, dan doa orang yang dizalimi tidak ditolak.

3) Perhatian Amīrul-Mu`minīn Umar -raḍiyallāhu 'anhu- terhadap rakyat serta kegigihannya dalam memikul tanggung jawab yang ia emban. Oleh karena itu, beliau terkenal dengan sifat adilnya dan kebaikan manajemennya dalam mengatur semua urusan rakyat.

4/1506- 'Urwah bin Az-Zubair meriwayatkan bahwa Sa'īd bin Zaid bin 'Amr bin Nufail -raḍiyallāhu 'anhu- diadukan oleh Arwā binti Aus kepada Marwān bin Al-Ḥakam dan mengklaim bahwa Sa'īd telah mengambil sebagian dari tanah miliknya. Sa'īd berkata, "Mungkinkah aku mengambil sebagian tanah miliknya setelah aku mendengar hadis tentangnya dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?!" Marwān bertanya, "Apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?" Sa'īd menjawab, "Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Siapa yang mengambil sejengkal tanah (orang lain) dengan cara zalim, maka pada hari Kiamat dia akan diberikan kalung hingga tujuh lapis bumi.'" Lalu Marwān berkata, "Aku tidak akan menanyakan bukti lagi kepadamu setelah ini." Kemudian Sa'īd berdoa, "Ya Allah! Jika wanita ini berdusta, maka butakanlah penglihatannya dan bunuhlah dia di tanahnya sendiri." 'Urwah mengisahkan, "Tidaklah wanita itu meninggal kecuali penglihatannya telah hilang, dan tatkala dia berjalan di tanahnya dia terpeleset ke dalam lubang dan lantas meninggal dunia."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar yang semakna dengannya, bahwa dia melihatnya dalam keadaan buta berjalan dengan meraba dinding, dia berkata, "Aku dilanda oleh doanya Sa'īd." Juga bahwa dia melewati sumur di rumah tempatnya menuduh Sa'īd lalu jatuh di sana dan tempat itu langsung menjadi kuburnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan karamah Sa'īd bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berupa pengabulan doanya oleh Allah untuk keburukan si wanita yang zalim dan pembohong itu.

2) Perhatian para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengikuti Sunnah dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi orang yang paling banyak mengetahui larangan-larangan yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Peringatan dari tindakan menyakiti para ulama rabani, dai-dai yang saleh, dan wali-wali Allah.

5/1507- Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ketika perang Uhud tiba, pada malam harinya ayahku memanggilku. Dia berkata, 'Aku tidak menduga kecuali akulah orang pertama yang akan gugur di antara sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tidak ada yang aku tinggalkan sepeninggalku yang lebih berharga bagiku daripada dirimu selain jiwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sesungguhnya aku mempunyai utang, maka lunasilah. Dan berbuat baiklah kepada saudari-saudarimu!' Keesokan harinya, dia benar-benar menjadi orang pertama yang gugur terbunuh. Aku menguburkannya bersama orang lain dalam kuburnya. Namun hatiku tidak tenteram membiarkannya dikubur bersama orang lain. Maka setelah enam bulan aku pun mengeluarkannya dan ternyata jasadnya masih utuh seperti ketika hari aku menguburkannya, kecuali telinganya saja. Lalu aku menguburkannya di liang kubur tersendiri."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan karamah Abdullah bin Ḥarām, ayahanda Jābir -raḍiyallāhu 'anhumā-. Dia mengabarkan bahwa dia adalah orang pertama yang akan terbunuh di antara para sahabat, lalu dia dikeluarkan dari kuburnya setelah enam bulan dalam keadaan seperti ketika hari dia dimakamkan. Semoga Allah meridainya.

2) Kesempurnaa cinta para sahabat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mereka lebih mengutamakan beliau di atas diri sendiri, keluarga, dan anak-anak mereka. Semoga Allah meridai mereka semuanya.

6/1508- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada dua orang sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang keluar dari tempat beliau di suatu malam yang gelap gulita, bersama mereka ada sesuatu mirip dua lampu di depan mereka. Ketika keduanya berpisah, masing-masing mereka bersama satu lampu sampai dia tiba di keluarganya.

(HR. Bukhari dari beberapa jalur, di sebagiannya disebutkan bahwa kedua laki-laki itu adalah Usaid bin Ḥuḍair dan 'Abbād bin Bisyr -raḍiyallāhu 'anhumā-).

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan karamah dua sahabat yang mulia ini, yaitu Usaid bin Ḥuḍair dan 'Abbād bin Bisyr -raḍiyallāhu 'anhumā-.

2) Siapa yang keluar mencari kebenaran dan ilmu, maka Allah -'Azza wa Jalla- akan menolongnya dalam semua urusannya.

7/1509- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- mengutus sepuluh orang pasukan mata-mata dan mengangkat 'Āṣim bin Ṡābit Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai pemimpin mereka. Mereka pun berangkat, hingga ketika mereka sampai di Had`ah, sebuah tempat antara 'Usfān dan Mekah, ada yang membocorkan keberadaan mereka kepada salah satu kabilah Hużail bernama Bani Liḥyān. Mereka pun segera mengerahkan sekitar 100 orang pasukan pemanah, lalu mereka menelusuri jejak para sahabat. Ketika 'Āṣim dan para sahabatnya mengetahui kehadiran mereka, mereka segera berlindung ke sebuah tempat, sehingga orang-orang itu segera mengepung mereka. Orang-orang itu berkata, 'Turun dan menyerahlah kalian! Kami jamin dan berjanji pada kalian bahwa kami tidak akan membunuh seorang pun dari kalian.' 'Āṣim bin Ṡābit berkata, 'Wahai pasukan! Adapun aku, maka aku tidak masuk dalam jaminan orang kafir. Ya Allah! Beritahukanlah berita tentang kami kepada Nabi-Mu.' Lalu mereka pun menghujani para sahabat dengan anak panah hingga 'Āṣim terbunuh. Lalu tiga sahabat (yang masih hidup) turun menyerah dengan janji dan jaminan mereka, di antaranya Khubaib dan Zaid bin Ad-Daṡinah dan satu orang lainnya. Ketika mereka berhasil menguasai ketiganya, mereka segera melepas tali busur panah mereka dan mengikat mereka dengannya. Maka berkatalah lelaki yang ketiga, 'Ini adalah awal pengkhianatan. Demi Allah! Aku tidak akan mau mengikuti kalian. Sungguh aku memiliki teladan pada mereka.' Mereka pun menyeretnya dan memaksanya untuk ikut, tetapi dia terus berontak, sehingga mereka pun membunuhnya. Lalu mereka pergi membawa Khubaib dan Ibnu Ad-Daṡinah kemudian menjual keduanya di kota Mekah setelah perang Badar. Khubaib dibeli oleh Bani Al-Ḥāriṡ bin 'Āmir bin Naufal bin Abdu Manāf, karena Khubaib adalah orang yang telah membunuh Al-Ḥāriṡ bin 'Āmir pada waktu perang Badar. Maka Khubaib menjadi tawanan mereka selama beberapa waktu sampai mereka sepakat untuk membunuhnya. Lalu suatu ketika Khubaib meminjam sebuah pisau cukur untuk mencukur bulu kemaluannya dari sebagian anak perempuan Al-Ḥāriṡ, kemudian perempuan itu meminjaminya. Tiba-tiba anak laki-lakinya yang masih kecil merangkak dan mendekati Khubaib tanpa disadarinya. Kemudian dia mendapati Khubaib mendudukkan anaknya tersebut di pangkuannya sementara pisau cukur di tangannya, sehingga dia kaget dan ketakutan, yang segera disadari oleh Khubaib. Khubaib lalu bertanya, 'Apakah kamu takut aku akan membunuhnya? Sungguh aku tidak akan pernah melakukan hal itu!' Perempuan itu mengisahkan, 'Demi Allah! Aku belum pernah melihat seorang tawanan yang lebih baik dari Khubaib. Demi Allah! Aku pernah mendapatkannya suatu hari sedang makan setangkai anggur di tangannya, padahal dia diborgol dengan besi dan ketika itu tidak ada buah-buahan di Mekah. Sungguh itu tidak lain adalah rezeki dari Allah untuk Khubaib.' Ketika mereka membawanya keluar dari Tanah Haram untuk mengeksekusi pembunuhannya di luar Tanah Haram, Khubaib berkata kepada mereka, 'Biarkan aku mengerjakan salat dua rakaat.' Mereka pun membiarkannya mengerjakan salat dua rakaat. Kemudian dia berkata, 'Kalau bukan khawatir kalian mengira bahwa aku takut mati, niscaya aku akan memanjangkannya.' Lalu dia berdoa, 'Ya Allah! Binasakanlah mereka semua, bunuhlah mereka semua terpisah-pisah, dan jangan tinggalkan satu pun dari mereka.” Kemudian Khubaib menggubah dua bait syair,

Aku tak peduli saat aku terbunuh sebagai seorang muslim ... dalam kondisi apa pun kematianku di jalan Allah.

Itu semua demi Żat Allah, jika Allah menghendaki ... maka Dia akan memberkahi persendian-persendian anggota tubuh yang tercabik-cabik.

Khubaib adalah orang pertama yang mengajarkan salat dua rakaat untuk setiap muslim yang akan dibunuh (dieksekusi). Pada hari terjadinya peristiwa tersebut, Nabi -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- mengabarkan kepada sahabat-sahabatnya tentang berita yang menimpa mereka. Beberapa orang kafir Quraisy mengirim pasukan untuk mencari jenazah 'Āṣim bin Ṡābit ketika mendengar bahwa dia telah terbunuh agar mereka bisa mendatangkan suatu bukti yang bisa dikenali dari 'Āṣim (bahwa dialah yang benar-benar terbunuh), karena dia telah membunuh salah seorang pembesar mereka. Namun, Allah mengirim sekelompok lebah seperti awan ke jenazah 'Āṣim dan melindunginya dari para utusan Quraisy tersebut, sehingga mereka sama sekali tidak berhasil memotong sedikit pun dari tubuhnya."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Kata "الهَدْأَةُ" (al-had`ah): nama sebuah tempat; "الظُّلَّةُ" (aẓ-ẓullah): awan; "الدَّبْرُ" (ad-dabr): lebah.

Perkataan "اقْتُلْهُمْ بِدَداً" (uqtulhum bidadan), dengan mengkasrahkan "bā`", dan boleh juga difatahkan. Siapa yang mengkasrahkannya, maka ia adalah bentuk jamak dari kata "بِدَّةٍ" (biddah) dengan mengkasrahkan "bā`", yaitu bagian. Maksudnya: bunuhlah mereka menjadi pecahan bagian-bagian, setiap masing-masing orang memiliki bagian. Siapa yang memfatahkannya, dia bermaksud: terpisah-pisah dalam pembunuhan satu demi satu, karena ia berasal dari kata at-tabdīd (memisahkan).

Dalam pembahasan ini terdapat banyak hadis sahih yang telah disebutkan di pembahasan-pembahasan sebelumnya dalam kitab ini. Di antaranya hadis tentang pemuda yang belajar kepada pendeta dan tukang sihir, hadis tentang Juraij, hadis tentang orang-orang yang terperangkap batu besar dalam gua, hadis tentang laki-laki yang mendengar suara dari awan mengatakan, "Siramlah kebun milik fulan", dan lain sebagainya. Dalil-dalil dalam bab ini sangat banyak dan populer. Wabillāhi at-taufīq.

Kosa Kata Asing:

عَيْنًا ('ainan): orang yang datang membawa berita tentang musuh.

الرَّهْطُ (ar-rahṭ): sejumlah laki-laki

نَفَرُوْا لَهُمْ (nafarū lahum): mereka keluar dengan cepat untuk memerangi mereka.

ذِمَّةٌ (żimmah): perjanjian.

اقْتَصُّوا آثَارَهُمْ (iqataṣṣū āṡārahum): mengikuti jejak kaki mereka.

أَطْلَقُوا أَوْتَارَ قِسيِّهمْ: melepas tali busur mereka.

يَسْتَحِدُّ بِهَا (yastaḥiddu bihā): untuk mencukur bulu kemaluannya.

جَزَعٌ (jaza'): takut mati.

اِبْتَاعَ (ibtā'a): membeli.

دَرَجَ (daraja): merangkak seperti anak kecil.

أَوْصَال (auṣāl): anggota tubuh.

شِلْوٍ (syilw): tubuh.

صَبْرًا (ṣabran): diikat kemudian dibunuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menetapkan karamah para wali, dan ini tampak dalam beberapa perkara:

a. Berita Allah kepada Rasul-Nya tentang sahabat-sahabat itu.

b. Penjagaan Allah kepada 'Āṣim bin Ṡābit -raḍiyallāhu 'anhu- dari tindakan yang merusak kehormatannya dengan memotong dagingnya setelah kematiannya.

c. Rezeki yang Allah kirimkan kepada Khubaib ketika dia ditahan di Mekah, berupa buah yang tidak ada di sana.

2) Dikabulkannya doa seorang muslim dan memuliakannya ketika masih hidup dan setelah meninggal.

3) Seorang hamba akan mendapatkan karamah sesuai dengan kadar ibadah dan keistikamahan yang dimilikinya. Orang yang paling banyak karamahnya setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum-, karena mereka adalah generasi yang paling banyak ibadahnya kepada Allah serta paling tinggi keistikamahan dan ketaatannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

8/1510- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Belum pernah sama sekali aku mendengar Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata tentang sesuatu, 'Sungguh aku menduganya demikian,' melainkan pasti terjadi sebagaimana yang dia perkirakan."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan Umar, kebenaran firasatnya, dan kesempurnaan kecerdasannya; dialah sosok yang telah diberikan ilham, termasuk di antara sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk surga, dan merupakan orang paling utama setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā-.

2) Seorang mukmin yang jujur akan dianugerahi oleh Allah basirah (ilmu) yang benar untuk membedakan berbagai urusan; antara yang hak dan batil.

Faedah Tambahan:

Al-Ḥāfiẓ Aż-Żahabiy -raḥimahullāh- telah menjelaskan perbedaan antara wali Allah dan wali setan,

"Allah -Ta'ālā- berfirman tentang wali-wali-Nya, bahwa mereka adalah,Orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.'(QS. Yūnus: 63)Dahulu di masa jahiliah, sejumlah dukun mengabarkan perkara gaib, para pendeta juga memiliki kasyf (penglihatan gaib) dan berita gaib, dan tukang sihir juga mengabarkan perkara gaib. Di zaman kita sejumlah perempuan dan laki-laki yang dirasuki oleh jin juga mengabarkan perkara gaib sebanyak helaan napas. Syekh kami, Ibnu Taimiyyah telah menyusun lebih dari satu buku, bahwa kondisi mereka dan orang-orang yang semisalnya adalah kondisi setan. Di antara kondisi setan yang menyesatkan orang awam ialah atraksi memakan ular, masuk ke dalam api, dan berjalan di udara, yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan maksiat dan melalaikan kewajiban.

Orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.'

(QS. Yūnus: 63)

Dahulu di masa jahiliah, sejumlah dukun mengabarkan perkara gaib, para pendeta juga memiliki kasyf (penglihatan gaib) dan berita gaib, dan tukang sihir juga mengabarkan perkara gaib. Di zaman kita sejumlah perempuan dan laki-laki yang dirasuki oleh jin juga mengabarkan perkara gaib sebanyak helaan napas. Syekh kami, Ibnu Taimiyyah telah menyusun lebih dari satu buku, bahwa kondisi mereka dan orang-orang yang semisalnya adalah kondisi setan. Di antara kondisi setan yang menyesatkan orang awam ialah atraksi memakan ular, masuk ke dalam api, dan berjalan di udara, yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan maksiat dan melalaikan kewajiban.

Kita mohon kepada Allah supaya dibantu untuk mengikuti jalan yang lurus, menetapkan iman di dalam hati kita, dan menolong kita dengan pertolongan yang datang dari-Nya, karena tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

Mungkin akan ada orang jahil yang datang dan berkata, "Diam! Jangan mencela wali-wali Allah!" Tetapi dia tidak merasa bahwa dialah sebenarnya yang mencela dan menghina wali-wali Allah, karena dia telah memasukkan orang-orang jahil dan gila dari kalangan wali-wali setan ke dalam golongan wali-wali Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada wali-walinya agar mereka membantah kamu." Kemudian Allah melanjutkan, "Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik."(QS. Al-An'ām: 121)(Tārīkh Al-Islām, 48/329)

"Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada wali-walinya agar mereka membantah kamu." Kemudian Allah melanjutkan, "Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik."

(QS. Al-An'ām: 121)

(Tārīkh Al-Islām, 48/329)

KITAB PERKARA-PERKARA YANG DILARANG

 254- BAB PENGHARAMAN GIBAH DAN PERINTAH MENJAGA LISAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggibah sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."(QS. Al-Ḥujurāt: 12)Dia juga berfirman,"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isrā`: 36)Dia juga berfirman,"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."(QS. Qāf: 18)

"Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggibah sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."

(QS. Al-Ḥujurāt: 12)

Dia juga berfirman,

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."

(QS. Al-Isrā`: 36)

Dia juga berfirman,

"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."

(QS. Qāf: 18)

Ketahuilah, sepatutnya setiap hamba menjaga lisannya dari semua ucapan, kecuali ucapan yang ada maslahatnya. Bila berbicara dan diam sama ditinjau dari sisi maslahatnya, maka disunahkan untuk diam. Karena berbicara yang mubah dapat menyeret kepada yang haram atau makruh. Yang seperti itu biasanya banyak terjadi, dan keselamatan dari bahaya lisan tidak bisa ditebus dengan apa pun juga.

Pelajaran dari Ayat:

1) Celaan terhadap gibah -yaitu Anda membicarakan saudara Anda tentang sesuatu yang tidak dia sukai- karena ia termasuk dosa besar dan perusak hati.

2) Seorang hamba wajib menjaga anggota tubuhnya, khususnya lisan dari semua yang dilarang oleh Allah, dengan meyakinkan diri bahwa Allah -'Azza wa Jalla- mengawasi semua ucapan dan perbuatannya, sehingga dia tidak berbicara kecuali yang baik.

1/1511- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya berkata baik, atau (jika tidak) hendaknya ia diam."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya berkata baik, atau (jika tidak) hendaknya ia diam."

(Muttafaq 'Alaih)

Hadis ini sangat jelas bahwa sepatutnya seseorang tidak berbicara kecuali jika ucapannya itu baik, yaitu yang tampak maslahatnya. Bila dia ragu tentang maslahatnya, maka janganlah dia berbicara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Diam lebih baik dari berbicara yang tidak mengandung faedah.

2) Berbicara dengan kebaikan dan berdiam dari ucapan yang buruk merupakan konsekuensi iman kepada Allah dan hari Akhir.

2/1512- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Muslim yang manakah yang paling afdal?" Beliau bersabda,"Orang yang kaum muslimin selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya."(Muttafaq 'Alaih)

"Orang yang kaum muslimin selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menyakiti kaum muslimin, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

2) Anjuran syariat Islam untuk tidak menyakiti orang lain, sebab muslim yang paling utama adalah yang orang lain selamat dari keburukannya.

3/1513- Sahal bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang dapat memberi jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua tulang rahangnya (lisannya) dan di antara kedua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang dapat memberi jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua tulang rahangnya (lisannya) dan di antara kedua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

لَحْيَيْهِ (laḥyaihi): al-laḥyān adalah dua tulang tempat tumbuhnya gigi, dan maksud yang terletak di antara keduanya adalah lisan.

مَا بَيْنَ رِجْلَيْه (mā baina rijlaihi): di antara kedua kakinya, yakni kemaluan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjauhi maksiat dan dosa adalah sebab masuk surga dengan rahmat dan karunia Allah -Ta'ālā-.

2) Kewajiban menjaga anggota tubuh dan menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah -'Azza wa Jalla-, khususnya menjaga lisan dan kemaluan.

4/1514- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat tanpa memikirkan baik atau buruknya, dengan sebab itu dia tergelincir ke dalam neraka yang lebih dalam daripada jarak antara timur dan barat."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat tanpa memikirkan baik atau buruknya, dengan sebab itu dia tergelincir ke dalam neraka yang lebih dalam daripada jarak antara timur dan barat."

(Muttafaq 'Alaih)

يَتَبَيَّنُ (yatabayyanu): ia memikirkan apakah itu baik atau tidak.

5/1515- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang keridaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak menganggapnya penting, tetapi dengan perkataan itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang kemurkaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak menganggapnya penting, tetapi dengan perkataan itu dia terjungkal ke dalam neraka jahanam."(HR. Bukhari)6/1516- Abu Abdirrahman Bilāl bin Al-Ḥāriṡ Al-Muzaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang keridaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak pernah mengira perkataannya itu akan mencapai apa yang dicapainya, tetapi dengan perkataan itu Allah menuliskan untuknya keridaan hingga hari dia bertemu dengan-Nya. Dan sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang kemurkaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak pernah mengira perkataannya itu akan mencapai apa yang dicapainya, tetapi dengan perkataan itu Allah menuliskan untuknya kemurkaan hingga hari dia bertemu dengan-Nya."

"Sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang keridaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak menganggapnya penting, tetapi dengan perkataan itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang kemurkaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak menganggapnya penting, tetapi dengan perkataan itu dia terjungkal ke dalam neraka jahanam."

(HR. Bukhari)

6/1516- Abu Abdirrahman Bilāl bin Al-Ḥāriṡ Al-Muzaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang keridaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak pernah mengira perkataannya itu akan mencapai apa yang dicapainya, tetapi dengan perkataan itu Allah menuliskan untuknya keridaan hingga hari dia bertemu dengan-Nya. Dan sungguh seorang hamba akan berbicara dengan satu perkataan yang mengundang kemurkaan Allah -Ta'ālā-, padahal dia tidak pernah mengira perkataannya itu akan mencapai apa yang dicapainya, tetapi dengan perkataan itu Allah menuliskan untuknya kemurkaan hingga hari dia bertemu dengan-Nya."

(HR. Malik dalam Al-Muwaṭṭa` dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk mencermati dan memikirkan ucapan sebelum mengucapkannya, supaya seseorang tidak berbicara kecuali bila tampak baginya kebaikan dan maslahatnya, dan jika tidak demikian, hendaklah dia diam.

2) Ketinggian surga bertingkat-tingkat dan kedalaman neraka pun bertingkat-tingkat, masing-masing orang akan meraih kedudukannya sesuai dengan amalnya serta karunia dan keadilan Allah.

3) Peringatan dari kelalaian yang parah, karena dapat mengakibatkan kemurkaan Allah -'Azza wa Jalla- dan ancaman azab neraka.

4) Menjelaskan besarnya rahmat dan karunia Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-Nya; Dia sangat menerima amal mereka yang sedikit lalu memberikan mereka ganjaran yang melimpah.

7/1517- Sufyān bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah! Sampaikan kepadaku suatu perkara yang bisa aku jadikan pegangan." Beliau bersabda,"Ucapkanlah, 'Rabb-ku adalah Allah.' Kemudian istikamahlah." Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Apa yang paling engkau khawatirkan atasku?" Beliau memegang lidahnya sendiri kemudian bersabda, "Ini."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

"Ucapkanlah, 'Rabb-ku adalah Allah.' Kemudian istikamahlah." Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Apa yang paling engkau khawatirkan atasku?" Beliau memegang lidahnya sendiri kemudian bersabda, "Ini."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Antusias para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam mempelajari kebaikan; oleh karena itu, mereka biasa meminta wasiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Istikamah mencakup ilmu, amal, dan keadaan. Yaitu mengilmui perkara-perkara tauhid dan syariat, mengamalkan amalan batin dan lahir dengan mengerjakan ketaatan dan menjauhi larangan, serta berada dalam keadaan yang baik dan jalan yang lurus.

3) Peringatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat dari penyakit-penyakit lisan memperlihatkan tingginya bahaya lisan dan kelalaian manusia.

8/1518- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian banyak bicara selain zikir kepada Allah! Sesungguhnya banyak bicara selain zikir kepada Allah -Ta'ālā- dapat mengeraskan hati. Sesunguhnya manusia yang paling jauh dari Allah adalah orang yang keras hatinya."(HR. At-Tirmizi) [7].

"Janganlah kalian banyak bicara selain zikir kepada Allah! Sesungguhnya banyak bicara selain zikir kepada Allah -Ta'ālā- dapat mengeraskan hati. Sesunguhnya manusia yang paling jauh dari Allah adalah orang yang keras hatinya."

(HR. At-Tirmizi) [49].

Pelajaran dari Hadis:

1) Perkara paling besar yang dengannya seorang hamba bisa menjaga lisannya ialah menyibukkan diri dengan zikir kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan ucapan yang baik.

2) Meninggalkan zikir kepada Allah dapat mendatangkan kekerasan dan kerusakan pada hati, dan apabila hati telah rusak maka rusaklah seluruh tubuh, sehingga semua indra tidak akan akrab kecuali pada yang haram dan semua anggota tubuh tidak tergerak kecuali untuk yang haram.

9/1519- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang dijaga oleh Allah dari keburukan apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisannya) dan keburukan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluannya), dia pasti masuk surga."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Siapa yang dijaga oleh Allah dari keburukan apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisannya) dan keburukan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluannya), dia pasti masuk surga."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan urgensinya menjaga lisan dan kemaluan.

2) Meninggalkan maksiat dan dosa serta menjauhinya adalah taufik dan rahmat dari Allah bagi hamba-Nya.

10/1520- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah jalan keselamatan itu?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jagalah lisanmu, jadikanlah rumahmu terasa lapang bagimu, dan menangislah karena kesalahanmu!"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Jagalah lisanmu, jadikanlah rumahmu terasa lapang bagimu, dan menangislah karena kesalahanmu!"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Kegigihan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk melaksanakan sebab-sebab keselamatan pada masa-masa fitnah; apabila Anda menginginkan keselamatan, hendaklah Anda mengikuti dan meniti jalan mereka, karena mereka berada di atas jalan yang paling lurus.

2) Menghadirkan ketaatan kepada Allah di semua waktu akan melindungi hamba dari terjerumus ke dalam maksiat.

11/1521- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bila anak Adam memasuki waktu pagi, maka seluruh anggota tubuh tunduk kepada lisan seraya berkata, 'Takutlah kepada Allah tentang kami, karena kami bergantung kepadamu! Jika engkau lurus, kami pasti lurus. Jika engkau menyimpang, maka kami pun akan menyimpang."(HR. Tirmizi)

"Bila anak Adam memasuki waktu pagi, maka seluruh anggota tubuh tunduk kepada lisan seraya berkata, 'Takutlah kepada Allah tentang kami, karena kami bergantung kepadamu! Jika engkau lurus, kami pasti lurus. Jika engkau menyimpang, maka kami pun akan menyimpang."

(HR. Tirmizi)

Makna "تُكَفِّرُ اللسانَ" (tukaffir al-lisān): tunduk dan menurut kepada lisan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang tersandera oleh lisannya, bila lisannya menyimpang maka seluruh anggota tubuh ikut terpengaruh, karena dia telah membiarkannya mendapat murka dan siksa Allah.

2) Seorang hamba wajib menjauhi semua jalan yang dapat mengantarkan dirinya pada kebinasaan dan murka Allah -'Azza wa Jalla-, yaitu dengan bertakwa kepada-Nya ketika sendiri dan ketika di hadapan banyak orang.

12/1522- Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Beritahukan kepadaku amalan yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." Beliau bersabda, "Sungguh, engkau telah menanyakan perkara yang besar. Namun hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah -Ta'ālā- untuk melakukannya. Yaitu engkau menyembah Allah tanpa menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, menegakkan salat, membayar zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan haji ke Baitullah." Selanjutnya beliau bersabda, "Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai, sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan salat seseorang di tengah malam." Lalu beliau membaca (firman Allah), "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya..." hingga firman-Nya, "... apa yang mereka kerjakan." (QS. As-Sajdah: 16-17) Lantas beliau bertanya, "Maukah aku beritahukan kepadamu pokok agama seluruhnya, tiangnya, dan puncaknya?" Aku menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Pokok agama adalah dua kalimat syahadat, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad." Selanjutnya beliau bertanya, "Maukah aku beritahukan kepadamu kunci semua perkara ini?" Aku jawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Lantas beliau memegang lidahnya dan bersabda, "Jagalah ini olehmu!" Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?" Beliau menjawab, "Semoga ibumu kehilangan kamu (ungkapan iba)! Tidakkah manusia itu tersungkur di atas mukanya dalam neraka melainkan karena buah perbuatan lidah mereka?!"(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan sahih"). Hadis ini telah disyarah sebelumnya.

(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan sahih"). Hadis ini telah disyarah sebelumnya.

Kosa Kata Asing:

جُنَّة (junnah): pelindung.

جَوْفُ اللَّيْلِ (jauf al-lail): tengah malam.

ذِرْوَةٌ (żirwah): puncak sesuatu.

السَّنّامُ (as-sanām): bagian yang tinggi pada punggung unta.

ثّكِلَتْكَ (ṡakilatka): semoga dia (ibumu) kehilangan kamu. Ungkapan ini termasuk kalimat yang dilontarkan sebagai bentuk cinta dan iba, bukan mendoakan kebinasaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib gigih dalam mengerjakan amalan-amalan yang memasukkannya ke surga dan menjauhkan dirinya dari neraka. Sebab itu, perkara ini seharusnya menjadi yang paling wajib ia perhatikan.

2) Amalan yang paling utama dan paling tinggi adalah beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya. Oleh karena itu, hendaklah Anda bersungguh-sungguh untuk mempelajari permasalahan-permasalahan tauhid serta mengamalkannya dan mengenal kesyirikan serta berlepas diri darinya.

3) Anjuran untuk mengamalkan ibadah-ibadah yang sunah, karena ibadah sunah adalah kunci kebaikan, khususnya kiamulail (salat malam).

4) Jihad fi sabilillah termasuk amalan yang paling utama dan paling luhur. Ia merupakan puncak agama Islam karena dengannya agama ini menjadi tinggi.

5) Peringatan dari penyakit lisan karena dapat menyebabkan masuk neraka dan menjerumuskan ke dalam kebinasaan.

13/1523- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tahukah kalian apa gibah itu?" Para ‎sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau bersabda, "Yaitu engkau membicarakan ‎saudaramu dengan sesuatu yang ia benci." Kemudian ada yang bertanya, "Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan itu nyata ada pada saudaraku itu?" Beliau menjawab, ‎‎"Jika memang apa yang engkau sebutkan ada pada dirinya, maka itulah gibah. Namun jika tidak ada padanya, ‎berarti engkau telah memfitnahnya."(HR. Muslim)14/1524- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda saat berkhotbah pada hari penyembelihan di Mina ketika haji wadak,"Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah suci (terlindungi) bagi kalian semua sebagaimana sucinya hari kalian ini, di dalam bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini. Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan ini?!"(Muttafaq 'Alaih)15/1525- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku pernah berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Cukuplah bagimu Ṣafiyyah itu begini dan begini." Sebagian perawi hadis ini mengatakan, maksudnya bahwa Ṣafiyah itu pendek. Maka beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Kamu telah mengatakan suatu perkataan, seandainya ia dicampur dengan air laut niscaya akan mengubahnya!” Aisyah juga meriwayatkan: Aku pernah memperagakan tingkah laku seseorang kepada beliau, lalu beliau bersabda, "Aku tidak suka memperagakan tingkah laku seseorang meskipun aku mendapatkan upah sekian dan sekian (dari harta dunia)."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")Makna "مَزَجَتْهُ" (mazajathu): ucapan itu akan bercampur dengannya sampai mengubah rasa atau aromanya disebabkan karena sangat busuk dan buruknya. Ini termasuk peringatan paling keras terhadap gibah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan yang diucapkannya itu bukanlah menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur`ān itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."(QS. An-Najm: 3-4)16/1526- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka mencakar wajah-wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku bertanya, 'Siapakah mereka itu,wahai Jibril?' Dia menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (menggibah) dan mencemarkan kehormatan mereka.'"(HR. Abu Daud)17/1527- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap muslim atas muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

14/1524- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda saat berkhotbah pada hari penyembelihan di Mina ketika haji wadak,

"Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah suci (terlindungi) bagi kalian semua sebagaimana sucinya hari kalian ini, di dalam bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini. Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan ini?!"

(Muttafaq 'Alaih)

15/1525- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku pernah berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Cukuplah bagimu Ṣafiyyah itu begini dan begini." Sebagian perawi hadis ini mengatakan, maksudnya bahwa Ṣafiyah itu pendek. Maka beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Kamu telah mengatakan suatu perkataan, seandainya ia dicampur dengan air laut niscaya akan mengubahnya!” Aisyah juga meriwayatkan: Aku pernah memperagakan tingkah laku seseorang kepada beliau, lalu beliau bersabda, "Aku tidak suka memperagakan tingkah laku seseorang meskipun aku mendapatkan upah sekian dan sekian (dari harta dunia)."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata "Hadis hasan sahih")

Makna "مَزَجَتْهُ" (mazajathu): ucapan itu akan bercampur dengannya sampai mengubah rasa atau aromanya disebabkan karena sangat busuk dan buruknya. Ini termasuk peringatan paling keras terhadap gibah. Allah -Ta'ālā- berfirman,

"Dan yang diucapkannya itu bukanlah menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur`ān itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."

(QS. An-Najm: 3-4)

16/1526- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

“Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka mencakar wajah-wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku bertanya, 'Siapakah mereka itu,wahai Jibril?' Dia menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (menggibah) dan mencemarkan kehormatan mereka.'"

(HR. Abu Daud)

17/1527- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Setiap muslim atas muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

بَهَتَّهُ (bahattahu): al-buhtān adalah kebohongan yang paling besar. Maksudnya, yaitu engkau telah mengadakan kebohongan yang besar atasnya.

يَخْمشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ: mereka mencakar muka mereka sendiri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari gibah yang merupakan dosa besar dan termasuk sebab yang membinasakan pelakunya di dunia dan akhirat.

2) Diharamkannya menceritakan tentang kaum muslimin terkait perkara yang mereka tidak sukai, sekalipun perkara tersebut ada pada mereka, karena hal itu adalah gibah, kecuali pada gibah yang diperbolehkan oleh syariat.

3) Terhormatnya nyawa, harta, dan kehormatan seorang muslim di sisi Allah seperti terhormatnya tanah haram, bulan haram, dan hari yang suci.

4) Kecilnya perkara dunia dan semua isinya bila dibandingkan dengan rida Allah -Ta'ālā-.

5) Menyebutkan siksaan pelaku gibah pada hari Kiamat, yaitu mereka akan menyiksa diri mereka sendiri dengan tangan mereka sendiri, karena mereka senang menggibah saudara mereka sesama muslim, dan balasan itu setimpal dengan jenis perbuatan.

Peringatan Penting:

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -raḥimahullāh- menjelaskan urgensi menjaga ucapan lisan dengan ucapannya,

"Di antara yang mengherankan, bahwa seseorang sangat mudah menjaga diri dan menjauh dari memakan yang haram, berbuat zalim, mencuri, minum khamar, melihat yang haram, dan lain sebagainya, tetapi dia sulit sekali menjaga diri dari gerakan lisannya. Bahkan engkau melihat orang yang menjadi panutan dalam beragama, beribadah, dan kezuhudan sementara dia berbicara dengan ucapan-ucapan yang dimurkai Allah tanpa memedulikannya, padahal dengan satu kalimat saja di antaranya menyebabkan dia jatuh (ke neraka) lebih dalam daripada jarak antara timur dan barat. Betapa banyak engkau lihat orang yang menjaga diri dari perbuatan keji dan zalim sementara lisannya merobek kehormatan orang-orang yang masih hidup dan yang telah meninggal, dan dia tidak memedulikan apa yang diucapkannya. Bila engkau ingin mengetahui hal itu, maka lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabnya, Aṣ-Ṣaḥīḥ, dari hadis Jundub bin Abdullah, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada seseorang yang berkata, 'Demi Allah! Allah tidak akan mengampuni si polan.' Maka Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Siapakah yang bersumpah mendahului-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si polan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan telah membatalkan amalmu.'" Lihatlah ahli ibadah ini yang telah beribadah kepada Allah sebagaimana yang Allah kehendaki dia beribadah kepada-Nya, satu kalimat ini telah membatalkan seluruh amalannya ... Gerakan anggota tubuh yang paling ringan adalah gerakan lisan, dan ia adalah yang paling berbahaya terhadap hamba." (Al-Jawāb Al-Kāfī liman Sa`ala 'an Ad-Dawā` Asy-Syāfī)

 255- BAB PENGHARAMAN MENDENGAR GIBAH DAN PERINTAH KEPADA ORANG YANG MENDENGAR GIBAH YANG HARAM UNTUK MENOLAKNYA DAN MENGINGKARI PELAKUNYA, NAMUN BILA DIA TIDAK MAMPU ATAU DITOLAK MAKA HENDAKLAH DIA MENINGGALKAN MAJELIS TERSEBUT JIKA MEMUNGKINKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya."(QS. Al-Qaṣaṣ: 55)Dia juga berfirman,"Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna."(QS. Al-Mu`minūn: 3)Dia juga berfirman,"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isrā`: 36)Dia juga berfirman,"Apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim."(QS. Al-An'ām: 68)

"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya."

(QS. Al-Qaṣaṣ: 55)

Dia juga berfirman,

"Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna."

(QS. Al-Mu`minūn: 3)

Dia juga berfirman,

"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

(QS. Al-Isrā`: 36)

Dia juga berfirman,

"Apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim."

(QS. Al-An'ām: 68)

Pelajaran dari Ayat:

1) Di antara tanda orang beriman ialah berpaling dari perkataan yang buruk.

2) Kewajiban meninggalkan majelis yang berisikan gibah bila orang yang hadir tidak mampu mengingkarinya.

1/1528- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang membela harga diri saudaranya sesama muslim, maka Allah akan menghindarkan neraka dari wajahnya pada hari Kiamat."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Siapa yang membela harga diri saudaranya sesama muslim, maka Allah akan menghindarkan neraka dari wajahnya pada hari Kiamat."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Membela seorang muslim dan menjaga kehormatannya adalah jalan keselamatan dari azab hari Kiamat.

2) Menjunjung kehormatan seorang muslim dan menjelaskan kejahatan orang yang melanggarnya secara ucapan ataupun perbuatan.

2/1529- 'Itbān bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- dalam hadisnya yang panjang dan masyhur sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam Bab Harap, dia meriwayatkan: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri untuk melaksanakan salat; beliau bertanya, "Mana Mālik bin Ad-Dukhsyum?" Seseorang menjawab, "Dia itu orang munafik. Dia tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jangan ucapkan seperti itu. Bukankah engkau mengetahuinya telah mengucapkan Lā ilāha illallāh dengan meniatkannya demi wajah Allah?! Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan Lā ilāha illallāh karena menginginkan wajah Allah."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

عِتْبَان ('itbān), dengan mengkasrahkan "'ain" menurut yang masyhur, sebagian ulama mendamahkannya ('utbān), lalu setelahnya "tā`", kemudian "bā`". Sedangkan "الدُّخْشُم" (ad-dukhsyum), dengan mendamahkan "dāl", mensukunkan "khā`", dan mendamahkan "syīn".

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban membela orang beriman dan membela kehormatan mereka ketika mereka digibahi serta menolong mereka dan tidak membiarkan mereka terzalimi.

2) Keutamaan syahadat tauhid (Lā ilāha illallāh); yaitu siapa yang mengucapkannya dengan melaksanakan syarat-syaratnya karena meniatkannya mencari wajah Allah, maka Allah telah haramkan atasnya api neraka.

3/1530- Ka'ab bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- dalam hadisnya yang panjang tentang kisah tobatnya sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dalam Bab Tobat, dia berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya ketika sedang duduk bersama para sahabat di Tabuk, 'Apa yang dilakukan oleh Ka'ab bin Mālik?' Seorang laki-laki dari Bani Salimah menjawab, 'Wahai Rasulullah! Dia tertahan karena lebih mementingkan pakaian serta penampilannya.' Mu'āz bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, 'Jelek sekali yang kamu ucapkan! Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui padanya kecuali kebaikan.' Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pun terdiam."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

عِطْفَاهُ ('iṭfāhu): kedua sisinya, yaitu isyarat pada ketakjubannya pada dirinya.

Kosa Kata Asing:

بُرْدَاهُ (burdāhu - dua pakaiannya): al-burdah adalah salah satu jenis pakaian yang bergaris.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang mendengar saudaranya seislam digibahi wajib untuk membelanya dan mengingkari orang yang mengucapkannya, karena ini termasuk hak orang beriman.

2) Duduk di dalam majelis gibah dan membicarakan kehormatan manusia tanpa pengingkaran akan menjadikan pelakunya terancam oleh siksaan.

 256- BAB GIBAH YANG DIBOLEHKAN

Ketahuilah, bahwa gibah diperbolehkan untuk tujuan yang benar dan sesuai syariat yang tidak mungkin tujuan itu dicapai kecuali dengannya, yaitu ada enam sebab pembolehannya:

Pertama: pengaduan kezaliman; yaitu diperbolehkan bagi orang yang dizalimi untuk mengadu kepada penguasa, hakim, dan pihak lainnya yang memiliki kekuasaan ataupun kemampuan untuk mengambilkan haknya dari pihak yang menzaliminya, dengan mengatakan, "Aku telah dizalimi oleh si polan dalam perkara tertentu."

Kedua: permintaan bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran; yaitu dengan mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran tersebut, "Si polan mengerjakan begini, maka cegahlah dia", atau ucapan lainnya yang semisal. Dengan catatan, dia bertujuan mewujudkan pengingkaran kemungkaran. Jika tujuannya tidak seperti itu, maka hukumnya haram.

Ketiga: permintaan fatwa; yaitu seseorang berkata kepada mufti, "Aku telah dizalimi oleh ayahku, atau saudaraku, atau suamiku, atau si polan begini. Apakah yang dilakukannya itu dibenarkan?Apa cara yang bisa aku lakukan agar selamat, mewujudkan hakku, dan menolak kezaliman tersebut?" atau ucapan lain yang semisal. Ini diperbolehkan karena sangat dibutuhkan. Namun yang paling hati-hati dan lebih utama adalah agar dia cukup mengatakan, "Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki, atau seseorang, atau seorang suami yang perkaranya begini?" Karena tujuannya dapat terwujud walaupun tanpa menunjuk nama. Kendati demikian, menunjuk nama tetap diperbolehkan, sebagaimana yang akan kita sebutkan dalam hadis Hindun, insya Allah.

Apa cara yang bisa aku lakukan agar selamat, mewujudkan hakku, dan menolak kezaliman tersebut?" atau ucapan lain yang semisal. Ini diperbolehkan karena sangat dibutuhkan. Namun yang paling hati-hati dan lebih utama adalah agar dia cukup mengatakan, "Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki, atau seseorang, atau seorang suami yang perkaranya begini?" Karena tujuannya dapat terwujud walaupun tanpa menunjuk nama. Kendati demikian, menunjuk nama tetap diperbolehkan, sebagaimana yang akan kita sebutkan dalam hadis Hindun, insya Allah.

Keempat: pemberian peringatan terhadap kaum muslimin dari keburukan serta menasihati mereka; dan hal itu memiliki beberapa bentuk:

Di antaranya: menyebutkan cacat para perawi dan saksi yang cacat; yang demikian itu diperbolehkan berdasarkan ijmak kaum muslimin, bahkan wajib karena sangat dibutuhkan.

Di antaranya juga: musyawarah dalam rangka menjalin hubungan pernikahan dengan seseorang, atau berserikat, menitip titipan, bertransaksi atau bertetangga dengan seseorang. Diwajibkan atas orang yang dimintai pendapat untuk tidak menyembunyikan keadaan orang tersebut, bahkan dia harus menyebutkan keburukan yang ada padanya dengan niat sebagai nasihat.

Di antaranya juga: bila seorang pelajar terlihat rajin mengambil ilmu dari seorang ahli bidah atau fasik, dan dia mengkhawatirkan si pelajar tersebut akan terkontaminasi dengan sebab itu, maka dia wajib menasihatinya dengan menjelaskan keadaannya, dengan syarat dia bertujuan sebagai nasihat. Ini termasuk yang kadang terjadi kesalahan padanya.Terkadang orang yang menjelaskan hal itu didorong oleh hasad, lalu setan mengaburkan hal itu padanya serta menampakkannya seakan-akan itu adalah nasihat. Maka, hendaklah hal ini diperhatikan.Di antaranya juga: ada orang yang memegang jabatan dan dia tidak melaksanakannya menurut yang seharusnya, entah karena dia tidak berkompeten, ataupun karena dia fasik atau lalai, dan lain sebagainya.Maka hal itu wajib disampaikan kepada orang yang memiliki wewenang lebih besar untuk melengserkannya dan menempatkan orang yang tepat, atau supaya dia mengetahuinya sehingga dia bermuamalah dengannya sesuai dengan keadaannya dan tidak tertipu dengannya disertai usaha untuk menasihatinya agar bertobat atau mengggantinya.

Terkadang orang yang menjelaskan hal itu didorong oleh hasad, lalu setan mengaburkan hal itu padanya serta menampakkannya seakan-akan itu adalah nasihat. Maka, hendaklah hal ini diperhatikan.

Di antaranya juga: ada orang yang memegang jabatan dan dia tidak melaksanakannya menurut yang seharusnya, entah karena dia tidak berkompeten, ataupun karena dia fasik atau lalai, dan lain sebagainya.

Maka hal itu wajib disampaikan kepada orang yang memiliki wewenang lebih besar untuk melengserkannya dan menempatkan orang yang tepat, atau supaya dia mengetahuinya sehingga dia bermuamalah dengannya sesuai dengan keadaannya dan tidak tertipu dengannya disertai usaha untuk menasihatinya agar bertobat atau mengggantinya.

Kelima: ada orang yang terang-terangan mengerjakan kefasikan atau kebidahannya; seperti orang yang terang-terangan minum khamar, menzalimi manusia, memungut pungutan liar, merampas harta secara zalim, dan memimpin perkara-perkara yang batil, maka dia boleh dibicarakan pada apa yang dia lakukan secara terang-terangan dan diharamkan membicarakan aib-aibnya yang lain, kecuali jika pembolehannya memiliki sebab lain di antara yang kita sebutkan.

Keenam: tindakan identifikasi; yaitu bila seseorang dikenal dengan suatu gelar, semisal Al-A'masy (rabun), Al-A'raj (pincang), Al-'Aṣamm (tuli), Al-A'mā (buta), Al-Aḥwal (juling), dan lain sebagainya, maka mereka boleh dikenalkan dengan menyebutkan hal itu, tetapi haram disebutkan dalam rangka merendahkan mereka. Seandainya memungkinkan untuk diidentifikasi dengan sifat yang lain, maka hal itu lebih utama.

Inilah enam sebab yang disebutkan oleh para ulama, sebagian besarnya telah disepakati. Adapun dalil-dalilnya dari hadis yang sahih maka sangat masyhur.

Di antaranya:

1/1531- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki meminta izin untuk bertemu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau lalu bersabda,"Izinkan dia. Dia adalah seburuk-buruk keluarga besar."(Muttafaq 'Alaih)

"Izinkan dia. Dia adalah seburuk-buruk keluarga besar."

(Muttafaq 'Alaih)

Imam Bukhari menjadikan hadis ini sebagai hujah tentang bolehnya menggibah para pelaku kerusakan dan ahli kejahatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh menggibah orang-orang yang menjadi pelaku kerusakan dan kezaliman dengan tujuan agar manusia berhati-hati terhadapnya.

2) Seorang hamba boleh menampakkan kepada rekan duduknya kebalikan dari apa yang ada dalam hatinya bila maslahat ada pada yang demikian itu.

Faedah Tambahan:

Laki-laki ini adalah 'Uyainah bin Ḥiṣn. Ketika itu dia belum masuk Islam, walaupun telah menampakkan keislaman. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hendak menerangkan keadaannya supaya orang-orang mengetahuinya sehingga orang yang tidak mengetahui keadaannya tidak teperdaya. Dahulu pada masa hidup Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan setelah wafatnya, ia telah memperlihatkan tanda kelemahan imannya, kemudian dia murtad bersama orang-orang yang murtad dan dibawa kepada Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- sebagai tawanan. Maka sifat yang disebutkan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sabda beliau, "Dia adalah seburuk-buruk keluarga besar" termasuk mukjizat kenabian.

2/1532- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku tidak yakin si polan dan si polan tahu sedikit pun tentang agama kita."(HR. Bukhari)Al-Laiṡ bin Sa'ad, salah satu perawi hadis ini, berkata, "Dua orang ini dari kalangan munafikin."

"Aku tidak yakin si polan dan si polan tahu sedikit pun tentang agama kita."

(HR. Bukhari)

Al-Laiṡ bin Sa'ad, salah satu perawi hadis ini, berkata, "Dua orang ini dari kalangan munafikin."

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mengeluarkan peringatan dari ahli bidah dan orang-orang sesat agar orang awam tidak tertipu dengan mereka.

2) Kewajiban menelanjangi kelakuan orang-orang munafik yang menyelusup di tengah-tengah barisan umat Islam untuk membuka kedok mereka serta memberikan peringatan kepada umat Islam dari mengikuti mereka.

3/1533- Fatimah binti Qais -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, "Sesungguhnya Abul-Jahm dan Mu'āwiyah bin Abi Sufyān meminangku?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Adapun Mu'āwiyah, dia miskin tidak memiliki harta. Sedangkan Abul-Jahm tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya."(Muttafaq 'Alaih)

"Adapun Mu'āwiyah, dia miskin tidak memiliki harta. Sedangkan Abul-Jahm tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain milik, "Adapun Abul-Jahm, dia suka memukul perempuan." Riwayat ini menafsirkan riwayat, "Tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya." Ada yang berpendapat, maksudnya dia banyak melakukan perjalanan jauh.

Kosa Kata Asing:

الصُّعْلُوْقُ (aṣ-ṣu'lūk): fakir. Telah dijelaskan dalam hadis ini bahwa maknanya: dia tidak memiliki harta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran kepada seorang muslim bila dia dimintai nasihat oleh saudaranya dalam satu masalah agar dia menerangkannya dan membimbingnya pada hal yang tepat untuknya.

2) Seorang muslim hendaknya selalu meminta nasihat kepada orang berilmu dalam urusan agama dan dunianya serta menerima nasihat mereka.

3) Boleh menjelaskan sifat seorang laki-laki ataupun perempuan kepada orang yang berniat melamar, dan ini termasuk wujud saling menasihati.

4/1534- Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami pernah keluar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu perjalanan yang sulit bagi peserta rombongan. Lantas Abdullah bin Ubay berkata kepada rekan-rekannya, 'Janganlah kalian berinfak kepada orang-orang yang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sampai mereka bercerai-berai meninggalkannya!' Dia juga berkata, 'Jika kita telah kembali ke Madinah, pastilah orang yang lebih mulia akan mengusir orang yang lebih hina dari Madinah.' Maka aku datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengabarkan hal itu kepada beliau. Selanjutnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim utusan kepada Abdullah bin Ubay dan menanyakan kabar tersebut. Abdullah bin Ubay kemudian berusaha kuat untuk bersumpah (mengingkari) atas apa yang telah dilakukannya. Sehingga mereka (kaum Anṣār) berkata, 'Zaid telah berdusta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Aku pun merasa sesak karena apa yang mereka katakan itu, sampai Allah menurunkan ayat yang membenarkanku,"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu ... " (QS. Al-Munāfqūn: 1)Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengundang mereka untuk memohonkan mereka ampunan, tetapi mereka membuang muka."(Muttafaq 'Alaih)

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu ... " (QS. Al-Munāfqūn: 1)

Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengundang mereka untuk memohonkan mereka ampunan, tetapi mereka membuang muka."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan menyampaikan ucapan orang-orang munafik kepada penguasa umat Islam agar mereka tidak terus berlanjut dalam berbuat kerusakan.

2) Termasuk nasihat kepada masyarakat muslim ialah menelanjangi keburukan orang-orang munafik.

Faedah Tambahan:

Penyampai berita yang tercela adalah orang yang bertujuan menciptakan kerusakan di tengah-tengah manusia. Adapun orang yang bertujuan menyampaikan nasihat, berusaha jujur, dan tidak menyakiti orang lain, maka ini termasuk nasihat kepada masyarakat umum. Tetapi sedikit sekali yang bisa membedakan antara kedua perkara ini. Jalan keselamatan bagi siapa yang khawatir tidak bisa membedakan antara yang dibolehkan dalam hal itu dari yang tidak diperbolehkan ialah menahan diri dan lisan, khususnya pada zaman ketika kezaliman telah merata, sementara manusia butuh kepada orang yang merajut hati mereka, memperbaiki keadaan mereka, dan menghilangkan faktor-faktor adanya kebencian dan permusuhan di antara mereka. Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan dan Dialah yang membimbing kepada jalan yang lurus.

5/1535- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Hindun, istri Abu Sufyān bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Sesungguhnya Abu Sufyān adalah laki-laki yang pelit; dia tidak memberikanku nafkah yang cukup untukku dan untuk anak-anakku, kecuali yang aku ambil darinya tanpa sepengetahuannya?" Beliau bersabda,"Ambillah apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang makruf (wajar)."(Muttafaq 'Alaih)

"Ambillah apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang makruf (wajar)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang perempuan boleh mengadukan suaminya kepada hakim atau siapa saja yang mampu membantunya untuk menghilangkan kezaliman pada dirinya.

2) Seorang perempuan boleh mengambil haknya dari harta suaminya tanpa seizinnya sesuai kadar yang mencukupinya dan mencukupi anaknya.

 257- BAB PENGHARAMAN NAMĪMAH (ADU DOMBA); YAITU MENUKIL UCAPAN DI ANTARA MANUSIA DENGAN TUJUAN MERUSAK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan namīmah (adu domba)."(QS. Al-Qalam: 11)Dia juga berfirman,"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."(QS. Qāf: 18)1/1536- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah masuk surga orang yang suka melakukan namīmah (mengadu domba)."(Muttafaq 'Alaih)

"Suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan namīmah (adu domba)."

(QS. Al-Qalam: 11)

Dia juga berfirman,

"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."

(QS. Qāf: 18)

1/1536- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Tidaklah masuk surga orang yang suka melakukan namīmah (mengadu domba)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Namīmah (adu domba) termasuk dosa besar yang dapat menghalangi pelakunya dari masuk surga.

2) Motivasi untuk mengupayakan perdamaian di antara manusia karena hal itu termasuk perbuatan yang menjadi sebab masuk surga.

2/1537- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati dua buah kubur lalu bersabda,"Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar (menurut mereka). Tetapi sesungguhnya itu dosa besar. Salah satunya biasa menyebarkan namīmah, sedangkan yang kedua biasa tidak melindungi diri dari air kencingnya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi salah satu riwayat Bukhari)

"Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar (menurut mereka). Tetapi sesungguhnya itu dosa besar. Salah satunya biasa menyebarkan namīmah, sedangkan yang kedua biasa tidak melindungi diri dari air kencingnya."

(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi salah satu riwayat Bukhari)

Para ulama mengatakan bahwa makna "keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar", yaitu menurut prasangka mereka. Dalam pendapat lain disebutkan, yaitu bukan sesuatu yang besar untuk mereka tinggalkan.

Kosa Kata Asing:

لَا يَسْتَترُ منْ بَوْلِهِ: tidak menghindari air kencingnya atau melindungi diri darinya. Dalam riwayat lain, "لَا يَسْتَنْزِهُ"; berasal dari kata "at-tanazzuh" yang artinya menjauh dan berhati-hati.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman adu domba karena merupakan dosa besar.

2) Seorang hamba tidak boleh menganggap kecil perbuatan maksiat dan dosa, bahkan dia wajib menanamkan dalam dirinya bahwa itu perkara besar sehingga akan mendorongnya untuk bertobat dan beristigfar.

3/1538- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah aku beritahukan kepada kalian apakah kedustaan yang memecah belah itu? Itulah namīmah, yaitu suka menyebarkan pembicaraan di tengah masyarakat."(HR. Muslim)

"Maukah aku beritahukan kepada kalian apakah kedustaan yang memecah belah itu? Itulah namīmah, yaitu suka menyebarkan pembicaraan di tengah masyarakat."

(HR. Muslim)

العَضْهُ (al-'aḍhu), dengan memfatahkan "'ain", mensukunkan "ḍād", dan setelahnya huruf "hā`", satu pola dengan kata "الوَجْهُ" (al-wajhu). Juga diriwayatkan "العِضَهُ" (al-'iḍahu), dengan mengkasrahkan "'ain", lalu memfatahkan "ḍād", satu pola dengan kata "العِدَةُ" (al-'idatu); ia bermakna: kedustaan dan fitnah. Sedangkan menurut riwayat yang pertama: al-'aḍhu adalah bentuk masdar. Dikatakan, "'Aḍahahu 'aḍhan" yaitu ia menuduhnya berdusta.

Kosa Kata Asing:

القَالَةُ (al-qālah): memindah ucapan dengan tujuan menciptakan permusuhan di antara manusia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban mengeluarkan peringatan terhadap orang-orang yang merusak dan menjelaskan cara dan tipu daya mereka dalam berbuat kerusakan.

2) Menampakkan celaan terhadap perbuatan adu domba karena merupakan sebab kerusakan dan permusuhan di antara manusia.

 258- BAB LARANGAN MENYAMPAIKAN UCAPAN DAN PERKATAAN ORANG KEPADA PENGUASA JIKA TIDAK ADA HAJAT YANG MENDESAK SEPERTI KHAWATIR MENIMBULKAN KERUSAKAN DAN SEBAGAINYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."(QS. Al-Mā`idah: 2)Hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini juga telah disebutkan dalam bab sebelumnya.1/1539- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah ada seorang pun di antara sahabatku menyampaikan sesuatu tentang (sahabat) yang lain, karena aku ingin keluar menemui kalian dalam keadaan hati yang bersih."(HR. Abu Daud dan Tirmizi) [8]

"Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."

(QS. Al-Mā`idah: 2)

Hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini juga telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

1/1539- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah ada seorang pun di antara sahabatku menyampaikan sesuatu tentang (sahabat) yang lain, karena aku ingin keluar menemui kalian dalam keadaan hati yang bersih."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi) [50]

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban menutup aib seorang muslim dan tidak mencari-cari kesalahannya karena hal itu akan melahirkan sikap saling benci dan dendam dalam hati.

2) Anjuran Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menjaga kebersihan hati di antara orang beriman karena hal ini termasuk sebab paling besar untuk mewujudkan kekuatan dan menyatukan kalimat mereka;"Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai." (QS. Āli 'Imrān: 103)

"Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai." (QS. Āli 'Imrān: 103)

 259- BAB CELAAN TERHADAP ORANG YANG BERMUKA DUA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan."(QS. An-Nisā`: 108)

"Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan."

(QS. An-Nisā`: 108)

Pelajaran dari Ayat:

1) Celaan terhadap orang yang bermuka dua; yaitu yang datang ke sebagian orang dengan satu wajah dan kepada yang lain dengan wajah yang lain, karena itu termasuk salah satu sifat orang munafik.

2) Di antara tanda hinanya seseorang adalah bila dia takut kepada manusia tetapi tidak takut kepada Allah -Ta'ālā-.

1/1540- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kalian akan mendapati manusia itu seperti barang tambang. Orang terbaik pada masa jahiliah adalah orang terbaik setelah masa Islam jika mereka memahami (agama). Kalian akan mendapati orang terbaik dalam urusan ini (kekuasaan) adalah yang paling membencinya. Dan kalian akan mendapati orang yang paling buruk adalah yang bermuka dua; yaitu yang datang kepada satu kelompok dengan satu wajah, dan kepada kelompok lain dengan wajah lain pula."(Muttafaq 'Alaih)

"Kalian akan mendapati manusia itu seperti barang tambang. Orang terbaik pada masa jahiliah adalah orang terbaik setelah masa Islam jika mereka memahami (agama). Kalian akan mendapati orang terbaik dalam urusan ini (kekuasaan) adalah yang paling membencinya. Dan kalian akan mendapati orang yang paling buruk adalah yang bermuka dua; yaitu yang datang kepada satu kelompok dengan satu wajah, dan kepada kelompok lain dengan wajah lain pula."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

مَعَادِنَ (ma'ādin): al-ma'din ialah sesuatu yang terpendam dalam bumi. Maksudnya dalam hadis ini adalah bahwa mereka memiliki garis nasab yang mereka menisbahkan diri kepadanya serta berbangga dengannya.

الشَّأْنِ (asy-sya`n): kekuasaan dan jabatan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Derajat kemuliaan paling tinggi adalah memahami agama, maka sungguh beruntung orang yang memahami agama Allah -Ta'ālā-.

2) Pengharaman mudāhanah (cari muka) dan tipu daya karena dapat merusak dan membuat permusuhan di antara manusia.

Faedah Tambahan:

Datang kepada orang-orang dengan muka berbeda dengan tujuan mendamaikan mereka adalah sesuatu yang terpuji, bahkan diizinkan untuk berdusta di dalamnya. Caranya yaitu dia datang ke masing-masing pihak sembari membawa ucapan yang membawa kebaikan pihak lain, menyampaikan uzur masing-masing kepada yang lain, dan berupaya menyampaikan kepada kedua pihak yang bertikai sesuatu yang indah dan menarik serta menutupi yang buruk dan jelek. Yang seperti ini termasuk mendamaikan antara pihak yang bertikai. Wallāhu a'lam.

2/1541- Muhammad bin Zaid meriwayatkan bahwa sekelompok orang berkata kepada kakeknya, Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, "Sesungguhnya kami masuk menemui penguasa-penguasa kami, lalu kami mengatakan pada mereka hal yang berbeda dengan apa yang kami katakan ketika telah keluar dari hadapan mereka." Ibnu Umar berkata, "Kami dulu di masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, menganggap hal ini sebagai kemunafikan."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus menjadikan perkara lahirnya seperti batinnya, berani mengucapkan kebenaran, dan tidak takut kepada celaan siapa pun dalam membela agama Allah.

2) Memegang pemahaman para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terkait penyucian hati karena mereka adalah manusia yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling bagus keadaannya, dan paling lurus jalannya.

Faedah Tambahan:

Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyyah -raḥimahullāh- telah berkata,

"Ilmu dan ibadah yang disyariatkan diambil dari sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Adapun yang berasal dari orang setelah mereka, maka tidak bisa dijadikan sebagai pegangan, sekalipun pelakunya diberikan uzur, bahkan diberikan pahala; baik dia berijtihad ataupun bertaklid.

Siapa yang membangun pembahasan dalam ilmu, baik ilmu usul maupun furuk, di atas pondasi Al-Qur`ān dan Sunnah serta aṡar yang diriwayatkan dari generasi terdahulu, maka dia telah sukses menempuh jalan kenabian. Demikian halnya orang yang membangun persoalan niat, ibadah, amal, dan ilmu yang berkaitan dengan pokok-pokok amal dan furuknya yang berupa amalan hati maupun amalan badan, di atas iman, Sunnah, dan petunjuk yang dilalui oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabatnya, maka dia telah sukses menempuh jalan kenabian.

Inilah jalan para imam pembawa petunjuk. Engkau akan dapatkan Imam Ahmad ketika menyebutkan pokok-pokok Sunnah, dia berkata, "Yaitu berpegang teguh dengan ajaran yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." (Al-Fatāwā, 10/363)

 260- BAB PENGHARAMAN DUSTA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui."(QS. Al-Isrā`: 36)Dia juga berfirman,"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."(QS. Qāf: 18)1/1542- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh kejujuran mengarahkan kepada kebajikan dan kebajikan mengarahkan kepada surga. Seseorang akan senantiasa bersikap jujur hingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sungguh kedustaan mengarahkan kepada keburukan dan keburukan mengarahkan kepada neraka. Seseorang akan senantiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta."(Muttafaq 'Alaih)

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui."

(QS. Al-Isrā`: 36)

Dia juga berfirman,

"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."

(QS. Qāf: 18)

1/1542- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sungguh kejujuran mengarahkan kepada kebajikan dan kebajikan mengarahkan kepada surga. Seseorang akan senantiasa bersikap jujur hingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sungguh kedustaan mengarahkan kepada keburukan dan keburukan mengarahkan kepada neraka. Seseorang akan senantiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

البِرّ (al-birr): istilah yang mencakup untuk semua kebaikan.

الفُجُوْرَ (al-fujūr): perbuatan-perbuatan buruk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari melakukan dusta dan terus-menerus melakukannya karena dusta adalah sebab semua keburukan.

2) Amal saleh akan bermuara di dalam surga yang penuh kenikmatan, sedangkan perbuatan buruk tempatnya adalah di neraka Jahim.

2/1543- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada empat sifat, siapa yang memiliki keempatnya maka dia seorang munafik tulen, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat sifat itu maka dalam dirinya terdapat satu sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya; yaitu berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih."(Muttafaq 'Alaih)

"Ada empat sifat, siapa yang memiliki keempatnya maka dia seorang munafik tulen, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat sifat itu maka dalam dirinya terdapat satu sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya; yaitu berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih."

(Muttafaq 'Alaih)

Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya bersama hadis Abu Hurairah yang semakna dengannya dalam Bab Memenuhi Perjanjian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perbuatan menyerupai perangai orang-orang munafik, di antaranya; berdusta bila berbicara.

2) Dusta yang paling besar adalah berdusta mengatasnamakan Allah -Ta'ālā- dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu dengan berbicara agama tanpa ilmu dan membuat bidah di dalamnya;"Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, 'Telah diwahyukan kepadaku,' padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, 'Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.'” (QS. Al-An'ām: 93)3/1544- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang mengaku melihat mimpi yang tidak pernah dilihatnya, dia akan dibebani mengikat antara dua biji gandum, dan dia tidak akan mampu melakukannya. Siapa yang mencuri dengar pembicaraan suatu kaum padahal mereka tidak menyukainya, kelak pada hari Kiamat akan dituangkan di kedua telinganya timah yang telah dilelehkan. Siapa yang membuat sebuah gambar (bernyawa), dia akan disiksa dan dibebani untuk meniupkan padanya ruh, dan dia tidak akan mampu melakukannya."(HR. Bukhari)تَحَلَّمَ (taḥallama): ia mengaku bahwa dia telah bermimpi dalam tidurnya dan melihat sesuatu, padahal dia berdusta.الآنُك (al-ānuk), dengan mad dan mendamahkan "nūn", dan setelahnya "kāf" tanpa ditasydid, yaitu: timah yang dilelehkan.4/1545- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kebohongan yang paling bohong adalah jika seseorang mengaku melihat apa yang tidak pernah dilihat kedua matanya."(HR. Bukhari)

"Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, 'Telah diwahyukan kepadaku,' padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, 'Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.'” (QS. Al-An'ām: 93)

3/1544- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

"Siapa yang mengaku melihat mimpi yang tidak pernah dilihatnya, dia akan dibebani mengikat antara dua biji gandum, dan dia tidak akan mampu melakukannya. Siapa yang mencuri dengar pembicaraan suatu kaum padahal mereka tidak menyukainya, kelak pada hari Kiamat akan dituangkan di kedua telinganya timah yang telah dilelehkan. Siapa yang membuat sebuah gambar (bernyawa), dia akan disiksa dan dibebani untuk meniupkan padanya ruh, dan dia tidak akan mampu melakukannya."

(HR. Bukhari)

تَحَلَّمَ (taḥallama): ia mengaku bahwa dia telah bermimpi dalam tidurnya dan melihat sesuatu, padahal dia berdusta.

الآنُك (al-ānuk), dengan mad dan mendamahkan "nūn", dan setelahnya "kāf" tanpa ditasydid, yaitu: timah yang dilelehkan.

4/1545- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Kebohongan yang paling bohong adalah jika seseorang mengaku melihat apa yang tidak pernah dilihat kedua matanya."

(HR. Bukhari)

Maksudnya, dia mengatakan, "Aku melihat", pada sesuatu yang tidak pernah dilihatnya.

Kosa Kata Asing:

الفِرَىٰ (al-firā), bentuk jamak dari "الفِرْيَةُ" (al-firyah), yaitu kebohongan besar yang membuat kagum.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman dusta dalam persoalan mimpi. Ini termasuk kedustaan paling besar karena merupakan kedustaan yang mengatasnamakan Allah -'Azza wa Jalla- sekaligus sebagai kedustaan kepada manusia.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan, yaitu sebagaimana dia mengabarkan kedustaan maka dia dihukum dengan sesuatu yang mustahil dia kerjakan.

5/1546- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering berkata kepada sahabat-sahabatnya,"Apakah ada salah seorang di antara kalian yang bermimpi?" Kemudian berceritalah kepada beliau siapa yang Allah kehendaki bercerita. Suatu pagi, beliau bercerita kepada kami, "Semalam aku didatangi oleh dua malaikat. Keduanya berkata, 'Ayo, berangkat!' Aku pun berangkat bersama keduanya. Kami melewati seorang laki-laki yang berbaring, dan ternyata ada yang lain berdiri di atasnya dengan membawa batu besar lalu menjatuhkan batu tersebut di kepalanya sehingga kepalanya pecah dan batu itu menggelinding ke sini. Orang itu mengejar batu itu dan mengambilnya. Dia tidak kembali kepadanya kecuali setelah kepalanya sembuh seperti sedia kala. Setelahnya dia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang dia lakukan di kali sebelumnya." Beliau melanjutkan, "Aku bertanya kepada keduanya, 'Subḥānallāh! Siapa dua orang ini?' Namun kedua malaikat itu berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan dan melewati seseorang yang terlentang di atas tengkuknya, dan ternyata ada seorang yang lain berdiri di atasnya sambil membawa pengait besi; dia pergi ke salah satu sisi wajahnya lalu memotong-motong ujung mulutnya hingga tengkuk, hidungnya hingga tengkuk, dan matanya hingga tengkuk. Kemudian dia berpindah ke sisi wajahnya yang lain dan melakukan seperti yang dia lakukan pada sisi yang pertama. Belum dia selesai dari sisi yang itu, kecuali sisi yang pertama telah sembuh seperti sedia kala. Kemudian dia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang dia lakukan di kali sebelumnya." Beliau melanjutkan, "Aku bertanya, 'Subḥānallāh! Siapa dua orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan dan melewati suatu tempat seperti tungku." Aku mengira beliau bersabda, "Ternyata di dalamnya terdengar gaduh dan bermacam suara. Lantas kami menengok ke dalamnya, ternyata ada banyak laki-laki dan wanita telanjang, dan ternyata kobaran api datang kepada mereka dari bawah mereka. Jika kobaran api itu datang, mereka berteriak meraung. Aku bertanya, 'Siapa orang-orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati sebuah sungai." Seingatku kira-kira beliau bersabda, "Sungai merah seperti darah. Ternyata di sungai itu ada seorang laki-laki yang berenang, dan ternyata di tepi sungai ada seorang yang lain yang telah mengumpulkan banyak batu di dekatnya. Apabila orang yang berenang itu berenang seperti yang dia inginkan, setelah itu dia datang ke laki-laki yang mengumpulkan batu itu lalu membuka mulutnya kepadanya dan orang itu memasukkan batu ke mulutnya. Lantas dia bangkit lalu berenang kemudian kembali lagi kepadanya. Setiap kali kembali, dia membuka mulutnya kepadanya dan orang itu menyuapinya batu. Aku bertanya kepada kedua malaikat itu, 'Siapa dua orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati seseorang yang buruk rupa, atau seperti laki-laki paling buruk rupa yang pernah engkau lihat. Ternyata dia memiliki api yang terus dia nyalakan dan dia berjalan di sekelilingnya. Aku bertanya kepada kedua malaikat itu, 'Siapa orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati sebuah taman yang memiliki pohon-pohon yang tinggi dan banyak. Semua jenis bunga ketika musim semi ada padanya. Ternyata di tengah-tengah taman itu terdapat seseorang yang jangkung, nyaris aku tidak bisa melihat tinggi kepalanya ke atas. Dan ternyata di sekeliling laki-laki itu terdapat banyak anak-anak, belum pernah sama sekali aku melihat anak-anak sebanyak itu. Aku bertanya, 'Siapa orang ini? Dan siapa anak-anak itu?' Namun kedua malaikat itu berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati sebuah pohon besar, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih besar maupun lebih indah darinya. Keduanya berkata kepadaku, 'Naiklah padanya!' Kami pun naik menuju sebuah kota yang dibangun dengan batu bata dari emas dan dari perak. Kami tiba di pintu kota dan minta dibukakan. Maka pintu pun dibuka untuk kami, dan kami segera masuk. Kami disambut oleh beberapa orang yang separuh tubuhnya seperti pemandangan paling bagus yang pernah engkau lihat, dan separuhnya seperti pemandangan paling jelek yang pernah engkau lihat. Keduanya mengatakan kepada mereka, 'Pergilah dan masuklah di sungai itu.' Ternyata sungai itu adalah sungai yang mengalir terbentang, airnya sangat putih seperti susu murni. Mereka pun pergi lalu masuk ke dalam sungai itu, kemudian mereka kembali kepada kami sementara pemandangan yang buruk itu telah hilang dari mereka, bahkan mereka menjadi manusia paling bagus rupanya." Beliau melanjutkan, "Keduanya berkata kepadaku, 'Ini adalah surga 'Adn, dan ini tempat tinggalmu!' Pandanganku naik menatap ke atas, ternyata sebuah istana seperti awan putih. Keduanya berkata, 'Itu adalah tempat tinggalmu!' Aku berkata kepada keduanya, 'Semoga Allah memberkahi kalian berdua. Kalau begitu, perkenankanlah aku memasukinya!' Keduanya menjawab, 'Kalau sekarang, belum waktunya. Namun engkau pasti akan memasukinya!' Aku berkata, 'Semenjak malam ini aku telah melihat peristiwa-peristiwa aneh. Apa sebenarnya yang telah aku lihat itu?' Keduanya berkata, 'Ketahuilah, sungguh kami akan memberitahukanmu. Adapun laki-laki pertama yang engkau lewati dalam keadaan kepalanya dipecah dengan batu, dia seorang penghafal Al-Qur`ān, namun dia menolaknya dan tidur sampai meninggalkan salat wajib. Adapun laki-laki yang engkau lewati sedang dipotong-potong ujung mulutnya hingga tengkuk, hidungnya hingga tengkuk, dan matanya hingga tengkuk, dia itu adalah orang yang keluar dari rumahnya lantas berdusta dengan kedustaan yang menembus cakrawala. Adapun para laki-laki dan perempuan yang telanjang dalam bangunan seperti tungku, mereka adalah pezina laki-laki dan pezina perempuan. Adapun laki-laki yang engkau lewati sedang berenang di sungai dan disuapi dengan banyak batu, dia itu adalah pemakan riba. Adapun laki-laki yang buruk pemandangannya yang menyalakan api dan berjalan di sekelilinginya, itu adalah malaikat Mālik, penjaga Jahanam. Adapun laki-laki jangkung yang berada di dalam taman, dia adalah Ibrahim -'alaihis-salām-, sedangkan anak-anak di sekelilingnya adalah semua anak yang meninggal di atas fitrah.'" -Dalam riwayat Al-Barqāniy: semua anak yang lahir di atas fitrah-. Lantas sebagian sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Juga anak-anak orang musyrik?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Juga anak-anak orang musyrik!" Beliau melanjutkan, "Adapun orang-orang yang separuh tubuhnya bagus dan separuhnya lagi jelek, mereka adalah orang-orang yang mencampuradukkan amal saleh dengan amal lain yang jelek, lantas Allah mengampuni mereka."(HR. Bukhari)Dalam riwayat Bukhari yang lain, "Semalam aku bermimpi melihat dua malaikat dalam rupa laki-laki datang kepadaku lalu membawaku keluar menuju negeri yang suci ..." Beliau bersabda, "Kemudian kami berjalan menuju lubang seperti tungku, bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya luas, apinya menyala di bawahnya. Bila api itu berkobar naik, mereka pun naik sampai hampir keluar. Namun bila kobaran api itu reda, mereka kembali lagi ke dalamnya. Di dalamnya berisi laki-laki dan perempuan yang telanjang." Dalam riwayat tersebut disebutkan, "Hingga kami melewati sebuah sungai darah -perawi tidak ragu- di sana seorang laki-laki berdiri di tengah sungai. Sementara di tepi sungai ada laki-laki lain, di hadapannya banyak batu. Kemudian laki-laki yang ada di tengah sungai datang ke pinggir; bila dia hendak keluar, laki-laki itu melemparkan batu ke mulutnya lalu mengembalikannya ke tempatnya semula. Begitu seterusnya, setiap kali dia merapat untuk keluar, laki-laki itu melemparkan batu ke mulutnya lalu dia kembali ke tempatnya semula." Dalam riwayat tersebut disebutkan, "Kemudian keduanya membawaku naik ke pohon tersebut lalu membawaku masuk ke sebuah rumah, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih bagus darinya. Di dalamnya terdapat sejumlah laki-laki, tua dan muda." Dalam riwayat tersebut disebutkan, "Laki-laki yang engkau lihat mulutnya disobek, dia adalah seorang pendusta. Dia menyebutkan kedustaan lalu kedustaannya itu dibawa hingga seantero cakrawala, maka dia disiksa seperti yang engkau lihat hingga hari Kiamat." Dalam riwayat tersebut juga disebutkan, "Laki-laki yang engkau lihat kepalanya dipecah adalah laki-laki yang Allah telah ajarkan Al-Qur`ān, lalu dia tidur meninggalkannya ketika waktu malam serta tidak mengamalkannya di waktu siang, maka dia disiksa demikian hingga hari Kiamat. Rumah pertama yang engkau masuki adalah tempat tinggal orang-orang beriman pada umumnya. Sedangkan rumah ini, ini adalah tempat tinggal para syahid. Aku adalah Jibril, sedangkan ini adalah Mikail. Sekarang, angkatlah kepalamu." Aku pun segera mengangkat kepalaku, ternyata di atasku istana seperti awan. Keduanya berkata, "Itu adalah tempat tinggalmu." Aku berkata, "Perkenankan aku masuk ke dalam tempat tinggalku." Keduanya menjawab, "Sungguh umurmu masih tersisa yang belum engkau habiskan. Bila engkau telah menghabiskannya, engkau pasti akan mendatangi tempat tinggalmu ini."(HR. Bukhari)يَثْلَغ رَأْسَهُ (yaṡlagu ra`sahu), dengan "ṡā`" dan "gain", maksudnya: memecah kepala dan membelahnya.يَتَدَهْدَه (yatadahdahu): ia menggelinding.الكَلُّوبُ (al-kallūb), dengan memfatahkan "kāf" dan menḍammahkan "lām" yang bertasydid, yaitu: pengait.فَيُشَرْشِرُ (fa yusyarsyir): ia dipotong-potong.ضَوْضَوْا (ḍawḍaw), dengan dua huruf "ḍād", maksudnya: mereka berteriak.يَفْغَرُ (yafgaru), dengan "fā`" dan "gain", maksudnya: ia membuka.المرآة (al-mar`āh), dengan memfatahkan "mīm", maksudnya: rupa, pemandangan.يَحُشّها (yaḥusysyuhā), dengan memfatahkan "yā`", mendamahkan "ḥā`", dan setelahnya huruf "syīn", maksudnya: ia menyalakannya.رَوْضَةٍ مُعْتَمَّةٍ (rauḍah mu'attamah), dengan mendamahkan "mīm", mensukunkan "'ain", lalu memfatahkan "tā`" dan mentasydid "mīm", maksudnya: taman yang memiliki banyak pohon yang tinggi.دَوْحَةٌ (dauḥah), dengan memfatahkan "dāl", mensukunkan "wāw" serta dengan huruf "ḥā`", yaitu: pohon yang besar.المَحْضُ (al-maḥḍ), dengan memfatahkan "mīm", mensukunkan "ḥā`", dan dengan "ḍād", yaitu: susu (murni).فَسَمَا بَصَرِي (fa samā baṣarī): pandanganku naik.صُعُداً (ṣu'udan), dengan mendamahkan "ṣād" serta "'ain", maksudnya: tinggi.الرَّبَابَةُ (ar-rabābah), dengan memfatahkan "rā`" dan dengan dua huruf "bā`", artinya: awan.

"Apakah ada salah seorang di antara kalian yang bermimpi?" Kemudian berceritalah kepada beliau siapa yang Allah kehendaki bercerita. Suatu pagi, beliau bercerita kepada kami, "Semalam aku didatangi oleh dua malaikat. Keduanya berkata, 'Ayo, berangkat!' Aku pun berangkat bersama keduanya. Kami melewati seorang laki-laki yang berbaring, dan ternyata ada yang lain berdiri di atasnya dengan membawa batu besar lalu menjatuhkan batu tersebut di kepalanya sehingga kepalanya pecah dan batu itu menggelinding ke sini. Orang itu mengejar batu itu dan mengambilnya. Dia tidak kembali kepadanya kecuali setelah kepalanya sembuh seperti sedia kala. Setelahnya dia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang dia lakukan di kali sebelumnya." Beliau melanjutkan, "Aku bertanya kepada keduanya, 'Subḥānallāh! Siapa dua orang ini?' Namun kedua malaikat itu berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan dan melewati seseorang yang terlentang di atas tengkuknya, dan ternyata ada seorang yang lain berdiri di atasnya sambil membawa pengait besi; dia pergi ke salah satu sisi wajahnya lalu memotong-motong ujung mulutnya hingga tengkuk, hidungnya hingga tengkuk, dan matanya hingga tengkuk. Kemudian dia berpindah ke sisi wajahnya yang lain dan melakukan seperti yang dia lakukan pada sisi yang pertama. Belum dia selesai dari sisi yang itu, kecuali sisi yang pertama telah sembuh seperti sedia kala. Kemudian dia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang dia lakukan di kali sebelumnya." Beliau melanjutkan, "Aku bertanya, 'Subḥānallāh! Siapa dua orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan dan melewati suatu tempat seperti tungku." Aku mengira beliau bersabda, "Ternyata di dalamnya terdengar gaduh dan bermacam suara. Lantas kami menengok ke dalamnya, ternyata ada banyak laki-laki dan wanita telanjang, dan ternyata kobaran api datang kepada mereka dari bawah mereka. Jika kobaran api itu datang, mereka berteriak meraung. Aku bertanya, 'Siapa orang-orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati sebuah sungai." Seingatku kira-kira beliau bersabda, "Sungai merah seperti darah. Ternyata di sungai itu ada seorang laki-laki yang berenang, dan ternyata di tepi sungai ada seorang yang lain yang telah mengumpulkan banyak batu di dekatnya. Apabila orang yang berenang itu berenang seperti yang dia inginkan, setelah itu dia datang ke laki-laki yang mengumpulkan batu itu lalu membuka mulutnya kepadanya dan orang itu memasukkan batu ke mulutnya. Lantas dia bangkit lalu berenang kemudian kembali lagi kepadanya. Setiap kali kembali, dia membuka mulutnya kepadanya dan orang itu menyuapinya batu. Aku bertanya kepada kedua malaikat itu, 'Siapa dua orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati seseorang yang buruk rupa, atau seperti laki-laki paling buruk rupa yang pernah engkau lihat. Ternyata dia memiliki api yang terus dia nyalakan dan dia berjalan di sekelilingnya. Aku bertanya kepada kedua malaikat itu, 'Siapa orang ini?' Namun keduanya berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati sebuah taman yang memiliki pohon-pohon yang tinggi dan banyak. Semua jenis bunga ketika musim semi ada padanya. Ternyata di tengah-tengah taman itu terdapat seseorang yang jangkung, nyaris aku tidak bisa melihat tinggi kepalanya ke atas. Dan ternyata di sekeliling laki-laki itu terdapat banyak anak-anak, belum pernah sama sekali aku melihat anak-anak sebanyak itu. Aku bertanya, 'Siapa orang ini? Dan siapa anak-anak itu?' Namun kedua malaikat itu berkata kepadaku, 'Ayo, berangkat. Berangkat lagi.' Kami kemudian berjalan lalu melewati sebuah pohon besar, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih besar maupun lebih indah darinya. Keduanya berkata kepadaku, 'Naiklah padanya!' Kami pun naik menuju sebuah kota yang dibangun dengan batu bata dari emas dan dari perak. Kami tiba di pintu kota dan minta dibukakan. Maka pintu pun dibuka untuk kami, dan kami segera masuk. Kami disambut oleh beberapa orang yang separuh tubuhnya seperti pemandangan paling bagus yang pernah engkau lihat, dan separuhnya seperti pemandangan paling jelek yang pernah engkau lihat. Keduanya mengatakan kepada mereka, 'Pergilah dan masuklah di sungai itu.' Ternyata sungai itu adalah sungai yang mengalir terbentang, airnya sangat putih seperti susu murni. Mereka pun pergi lalu masuk ke dalam sungai itu, kemudian mereka kembali kepada kami sementara pemandangan yang buruk itu telah hilang dari mereka, bahkan mereka menjadi manusia paling bagus rupanya." Beliau melanjutkan, "Keduanya berkata kepadaku, 'Ini adalah surga 'Adn, dan ini tempat tinggalmu!' Pandanganku naik menatap ke atas, ternyata sebuah istana seperti awan putih. Keduanya berkata, 'Itu adalah tempat tinggalmu!' Aku berkata kepada keduanya, 'Semoga Allah memberkahi kalian berdua. Kalau begitu, perkenankanlah aku memasukinya!' Keduanya menjawab, 'Kalau sekarang, belum waktunya. Namun engkau pasti akan memasukinya!' Aku berkata, 'Semenjak malam ini aku telah melihat peristiwa-peristiwa aneh. Apa sebenarnya yang telah aku lihat itu?' Keduanya berkata, 'Ketahuilah, sungguh kami akan memberitahukanmu. Adapun laki-laki pertama yang engkau lewati dalam keadaan kepalanya dipecah dengan batu, dia seorang penghafal Al-Qur`ān, namun dia menolaknya dan tidur sampai meninggalkan salat wajib. Adapun laki-laki yang engkau lewati sedang dipotong-potong ujung mulutnya hingga tengkuk, hidungnya hingga tengkuk, dan matanya hingga tengkuk, dia itu adalah orang yang keluar dari rumahnya lantas berdusta dengan kedustaan yang menembus cakrawala. Adapun para laki-laki dan perempuan yang telanjang dalam bangunan seperti tungku, mereka adalah pezina laki-laki dan pezina perempuan. Adapun laki-laki yang engkau lewati sedang berenang di sungai dan disuapi dengan banyak batu, dia itu adalah pemakan riba. Adapun laki-laki yang buruk pemandangannya yang menyalakan api dan berjalan di sekelilinginya, itu adalah malaikat Mālik, penjaga Jahanam. Adapun laki-laki jangkung yang berada di dalam taman, dia adalah Ibrahim -'alaihis-salām-, sedangkan anak-anak di sekelilingnya adalah semua anak yang meninggal di atas fitrah.'" -Dalam riwayat Al-Barqāniy: semua anak yang lahir di atas fitrah-. Lantas sebagian sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Juga anak-anak orang musyrik?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Juga anak-anak orang musyrik!" Beliau melanjutkan, "Adapun orang-orang yang separuh tubuhnya bagus dan separuhnya lagi jelek, mereka adalah orang-orang yang mencampuradukkan amal saleh dengan amal lain yang jelek, lantas Allah mengampuni mereka."

(HR. Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari yang lain, "Semalam aku bermimpi melihat dua malaikat dalam rupa laki-laki datang kepadaku lalu membawaku keluar menuju negeri yang suci ..." Beliau bersabda, "Kemudian kami berjalan menuju lubang seperti tungku, bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya luas, apinya menyala di bawahnya. Bila api itu berkobar naik, mereka pun naik sampai hampir keluar. Namun bila kobaran api itu reda, mereka kembali lagi ke dalamnya. Di dalamnya berisi laki-laki dan perempuan yang telanjang." Dalam riwayat tersebut disebutkan, "Hingga kami melewati sebuah sungai darah -perawi tidak ragu- di sana seorang laki-laki berdiri di tengah sungai. Sementara di tepi sungai ada laki-laki lain, di hadapannya banyak batu. Kemudian laki-laki yang ada di tengah sungai datang ke pinggir; bila dia hendak keluar, laki-laki itu melemparkan batu ke mulutnya lalu mengembalikannya ke tempatnya semula. Begitu seterusnya, setiap kali dia merapat untuk keluar, laki-laki itu melemparkan batu ke mulutnya lalu dia kembali ke tempatnya semula." Dalam riwayat tersebut disebutkan, "Kemudian keduanya membawaku naik ke pohon tersebut lalu membawaku masuk ke sebuah rumah, belum pernah sama sekali aku melihat yang lebih bagus darinya. Di dalamnya terdapat sejumlah laki-laki, tua dan muda." Dalam riwayat tersebut disebutkan, "Laki-laki yang engkau lihat mulutnya disobek, dia adalah seorang pendusta. Dia menyebutkan kedustaan lalu kedustaannya itu dibawa hingga seantero cakrawala, maka dia disiksa seperti yang engkau lihat hingga hari Kiamat." Dalam riwayat tersebut juga disebutkan, "Laki-laki yang engkau lihat kepalanya dipecah adalah laki-laki yang Allah telah ajarkan Al-Qur`ān, lalu dia tidur meninggalkannya ketika waktu malam serta tidak mengamalkannya di waktu siang, maka dia disiksa demikian hingga hari Kiamat. Rumah pertama yang engkau masuki adalah tempat tinggal orang-orang beriman pada umumnya. Sedangkan rumah ini, ini adalah tempat tinggal para syahid. Aku adalah Jibril, sedangkan ini adalah Mikail. Sekarang, angkatlah kepalamu." Aku pun segera mengangkat kepalaku, ternyata di atasku istana seperti awan. Keduanya berkata, "Itu adalah tempat tinggalmu." Aku berkata, "Perkenankan aku masuk ke dalam tempat tinggalku." Keduanya menjawab, "Sungguh umurmu masih tersisa yang belum engkau habiskan. Bila engkau telah menghabiskannya, engkau pasti akan mendatangi tempat tinggalmu ini."

(HR. Bukhari)

يَثْلَغ رَأْسَهُ (yaṡlagu ra`sahu), dengan "ṡā`" dan "gain", maksudnya: memecah kepala dan membelahnya.

يَتَدَهْدَه (yatadahdahu): ia menggelinding.

الكَلُّوبُ (al-kallūb), dengan memfatahkan "kāf" dan menḍammahkan "lām" yang bertasydid, yaitu: pengait.

فَيُشَرْشِرُ (fa yusyarsyir): ia dipotong-potong.

ضَوْضَوْا (ḍawḍaw), dengan dua huruf "ḍād", maksudnya: mereka berteriak.

يَفْغَرُ (yafgaru), dengan "fā`" dan "gain", maksudnya: ia membuka.

المرآة (al-mar`āh), dengan memfatahkan "mīm", maksudnya: rupa, pemandangan.

يَحُشّها (yaḥusysyuhā), dengan memfatahkan "yā`", mendamahkan "ḥā`", dan setelahnya huruf "syīn", maksudnya: ia menyalakannya.

رَوْضَةٍ مُعْتَمَّةٍ (rauḍah mu'attamah), dengan mendamahkan "mīm", mensukunkan "'ain", lalu memfatahkan "tā`" dan mentasydid "mīm", maksudnya: taman yang memiliki banyak pohon yang tinggi.

دَوْحَةٌ (dauḥah), dengan memfatahkan "dāl", mensukunkan "wāw" serta dengan huruf "ḥā`", yaitu: pohon yang besar.

المَحْضُ (al-maḥḍ), dengan memfatahkan "mīm", mensukunkan "ḥā`", dan dengan "ḍād", yaitu: susu (murni).

فَسَمَا بَصَرِي (fa samā baṣarī): pandanganku naik.

صُعُداً (ṣu'udan), dengan mendamahkan "ṣād" serta "'ain", maksudnya: tinggi.

الرَّبَابَةُ (ar-rabābah), dengan memfatahkan "rā`" dan dengan dua huruf "bā`", artinya: awan.

Kosa Kata Asing:

شِدْقُهُ (syidquhu): sisi mulut.

فَاهُ (fāhu): mulutnya.

نَوْرُ الرَّبِيْعِ (naur ar-rabī'): bunga ketika pertama kali tumbuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari tidur meninggakan salat wajib.

2) Menjelaskan siksaan berat bagi pembohong yang berusaha menyebarkan kerusakan bersama kebohongannya.

3) Peringatan dari zina dan riba serta sengaja berdusta karena merupakan dosa-dosa yang membinasakan.

4) Di antara rahmat dan karunia Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-Nya ketika hisab adalah bahwa orang yang setara kebaikan dan keburukannya akan dimaafkan oleh Allah.

 261- BAB PENJELASAN DUSTA YANG DIPERBOLEHKAN

Ketahuilah, sekalipun dusta secara hukum asal adalah haram, namun diperbolehkan pada beberapa keadaan dengan syarat-syarat yang telah saya sebutkan dalam kitab Al-Ażkār (Zikir). Ringkasnya, bahwa ucapan adalah sarana mencapai tujuan. Semua tujuan terpuji yang dapat diwujudkan dengan tanpa berdusta, maka dusta diharamkan di dalamnya. Namun, jika tidak mungkin diwujudkan kecuali dengan berdusta, maka dusta itu diperbolehkan. Kemudian, jika mewujudkan tujuan tersebut hukumnya mubah, maka dusta tersebut hukumnya mubah. Tetapi jika hukumnya wajib, maka dusta tersebut hukumnya juga wajib.Bila seorang muslim bersembunyi dari orang zalim yang ingin membunuhnya, atau ingin merampas hartanya, lalu dia menyembunyikan hartanya tersebut, lalu seseorang ditanya tentangnya, maka dia wajib berdusta dengan menyembunyikannya. Begitu juga kalau dia menyimpan sebuah titipan lalu ada orang zalim yang ingin mengambilnya, maka dia wajib berdusta dengan menyembunyikannya.Sikap paling hati-hati dalam hal ini ialah menggunakan tauriyah. Tauriyah artinya menggunakan ungkapan dengan maksud yang benar yang bagi dirinya tidak dihukumi berdusta, sekalipun dia telah berdusta bila dilihat dari makna ungkapannya dan bila dilihat dari yang dipahami oleh lawan bicara. Seandainya dia tidak bertauriyah namun menggunakan ungkapan dusta, maka hukumnya tidak haram dalam keadaan ini.Para ulama berdalil tentang bolehnya berdusta dalam keadaan seperti ini dengan hadis Ummu Kulṡūm -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia, lalu ia menyampaikan kebaikan atau mengatakan kebaikan."(Muttafaq 'Alaih)

Bila seorang muslim bersembunyi dari orang zalim yang ingin membunuhnya, atau ingin merampas hartanya, lalu dia menyembunyikan hartanya tersebut, lalu seseorang ditanya tentangnya, maka dia wajib berdusta dengan menyembunyikannya. Begitu juga kalau dia menyimpan sebuah titipan lalu ada orang zalim yang ingin mengambilnya, maka dia wajib berdusta dengan menyembunyikannya.

Sikap paling hati-hati dalam hal ini ialah menggunakan tauriyah. Tauriyah artinya menggunakan ungkapan dengan maksud yang benar yang bagi dirinya tidak dihukumi berdusta, sekalipun dia telah berdusta bila dilihat dari makna ungkapannya dan bila dilihat dari yang dipahami oleh lawan bicara. Seandainya dia tidak bertauriyah namun menggunakan ungkapan dusta, maka hukumnya tidak haram dalam keadaan ini.

Para ulama berdalil tentang bolehnya berdusta dalam keadaan seperti ini dengan hadis Ummu Kulṡūm -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia, lalu ia menyampaikan kebaikan atau mengatakan kebaikan."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya ditambahkan: Ummu Kulṡūm berkata, "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan dispensasi kedustaan yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga kondisi." Maksud tiga kondisi ini adalah: perang, mendamaikan manusia, dan percakapan suami kepada istrinya dan percakapan istri kepada suaminya.

Kosa Kata Asing:

يَنْمِي (yanmī): ia menyampaikan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang mendamaikan antara manusia lalu menyampaikan hal yang berbeda dari fakta, dia tidak disebut pendusta.

2) Dusta yang tercela adalah yang melahirkan kerusakan dan keburukan, sedangkan dusta yang diperbolehkan adalah seperti yang disebutkan dalam dalil agama serta mewujudkan maslahat dan manfaat yang dibenarkan oleh syariat.

 262- BAB MOTIVASI UNTUK MEMASTIKAN KEBENARAN APA YANG DIUCAPKAN DAN DICERITAKAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui."(QS. Al-Isrā`: 36)Dia juga berfirman,"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."(QS. Qāf: 18)

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui."

(QS. Al-Isrā`: 36)

Dia juga berfirman,

"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."

(QS. Qāf: 18)

Pelajaran dari Ayat:

1) Hamba wajib untuk tidak mengikuti apa yang dia tidak miliki ilmunya, bahkan dia wajib untuk tidak berbicara kecuali yang dia ketahui.

2) Menanamkan hakikat pengawasan Allah -'Azza wa Jalla- akan menjadikan hamba tidak berbicara kecuali pada apa yang berguna.

1/1547- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Cukuplah seseorang dikatakan pendusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar."(HR. Muslim)

"Cukuplah seseorang dikatakan pendusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus memastikan kebenaran berita yang hendak dia ucapkan dan sampaikan.

2) Menceritakan semua yang didengar akan menjatuhkan seseorang ke dalam kedustaan.

2/1548- Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menceritakan dariku sebuah hadis yang dinilai dusta, maka ‎dia adalah satu dari orang-orang yang berdusta.‎"(HR. Muslim)

"Siapa yang menceritakan dariku sebuah hadis yang dinilai dusta, maka ‎dia adalah satu dari orang-orang yang berdusta.‎"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara bentuk kedustaan yang paling besar ialah berdusta mengatasnamakan Allah -'Azza wa Jalla- dan mengatasnamakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena hal itu berkaitan dengan hukum-hukum yang akan merusak agama dan akidah serta menghancurkan negeri dan rakyat.

2) Haram meriwayatkan hadis-hadis palsu yang mengatasnamakan Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta peringatan dari mengerjakan hal itu.

Peringatan Penting:

Sebagian penceramah dan pemberi mauizah bermudah-mudahan dalam meriwayatkan hadis-hadis palsu dan mereka menganggap hal itu diperbolehkan pada perkara-perkara yang dikenal dengan istilah faḍā`ilul-a'māl. Hendaknya dikatakan kepada mereka itu: Bukankah di dalam hadis yang sahih dan sabit dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah terdapat nas-nas yang sangat banyak lagi cukup?!Lalu mengapa kita berpaling meninggalkan hadis yang sahih dan mengambil hadis yang daif?! Padahal Allah -Ta'ālā- telah berfirman,"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Isrā`: 36)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar."Al-Ḥāfiẓ Ad-Dāraquṭniy -raḥimahullāh- (w. 385) berkata,

Lalu mengapa kita berpaling meninggalkan hadis yang sahih dan mengambil hadis yang daif?! Padahal Allah -Ta'ālā- telah berfirman,

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Isrā`: 36)

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,

"Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila dia menceritakan semua yang dia dengar."

Al-Ḥāfiẓ Ad-Dāraquṭniy -raḥimahullāh- (w. 385) berkata,

"Siapa yang menceritakan semua yang dia dengar dari hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tanpa memilah antara yang sahih dan tidak sahih serta antara yang hak dan yang batil, dia telah berdosa serta dikhawatirkan dia masuk dalam golongan orang-orang yang berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." (Muqaddimah Kitāb Aḍ-Ḍu'afā` wal-Matrūkīn).

3/1549- Asmā` -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki madu, maka apakah aku berdosa jika aku menampakkan bahwa aku diberikan (sesuatu) oleh suamiku padahal ia tidak pernah memberikannya padaku?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Orang yang pura-pura menampakkan diri mendapatkan sesuatu yang sebenarnya tidak diberikan seperti orang yang memakai dua helai pakaian palsu." (Muttafaq 'Alaih)

المُتَشَبِّعُ (al-mutasyabbi'): orang yang menampakkan kekenyangan padahal dia tidak kenyang. Maksudnya di sini, menampakkan bahwa dia mendapatkan suatu keutamaan padahal tidak ada.لَابِسِ ثَوْبَي زُوْرٍ (lābis ṡaubai az-zūr): orang yang menipu. Yaitu orang yang menipu orang lain dengan memakai pakaian orang-orang yang zuhud, berilmu, atau kaya agar orang lain tertipu padahal dia tidak seperti itu.Ada juga yang mengatakan maknanya tidak demikian. Wallāhu a'lam.

لَابِسِ ثَوْبَي زُوْرٍ (lābis ṡaubai az-zūr): orang yang menipu. Yaitu orang yang menipu orang lain dengan memakai pakaian orang-orang yang zuhud, berilmu, atau kaya agar orang lain tertipu padahal dia tidak seperti itu.

Ada juga yang mengatakan maknanya tidak demikian. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Semakin besar kerusakan dusta maka semakin besar juga dosanya.

2) Peringatan terhadap istri dari upaya merusak hubungan antara suaminya dengan madunya.

 263- BAB PENJELASAN KERASNYA PENGHARAMAN KESAKSIAN PALSU

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jauhilah perkataan dusta."(QS. Al-Ḥajj: 30)Dia juga berfirman,"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui."(QS. Al-Isrā`: 36)Dia juga berfirman,"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."(QS. Qāf: 18)Dia juga berfirman,"Sungguh, Rabb-mu benar-benar mengawasi."(QS. Al-Fajr: 14)Dia juga berfirman,"Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu."(QS. Al-Furqān: 72)

"Dan jauhilah perkataan dusta."

(QS. Al-Ḥajj: 30)

Dia juga berfirman,

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui."

(QS. Al-Isrā`: 36)

Dia juga berfirman,

"Tidak ada suatu kata pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."

(QS. Qāf: 18)

Dia juga berfirman,

"Sungguh, Rabb-mu benar-benar mengawasi."

(QS. Al-Fajr: 14)

Dia juga berfirman,

"Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu."

(QS. Al-Furqān: 72)

Pelajaran dari Ayat:

1) Kesaksian palsu adalah memberikan kesaksian pada perkara dengan kesaksian yang menyelisihi fakta.

2) Pengharaman kesaksian palsu karena itu merupakan dosa besar yang paling besar, dan masuk dalam perkataan dusta.

3) Meninggalkan kesaksian palsu termasuk sifat hamba-hamba Ar-Raḥmān yang bertakwa.

1/1550- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa-dosa besar yang paling besar?" Beliau mengulanginya tiga kali. Kami menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Sebelumnya beliau duduk bersandar, lalu beliau duduk dan bersabda, "Ingatlah, juga perkataan palsu." Beliau terus-menerus mengulanginya sampai kami berkata, "Andai saja beliau diam (berhenti)."(Muttafaq 'Alaih)

"Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa-dosa besar yang paling besar?" Beliau mengulanginya tiga kali. Kami menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Sebelumnya beliau duduk bersandar, lalu beliau duduk dan bersabda, "Ingatlah, juga perkataan palsu." Beliau terus-menerus mengulanginya sampai kami berkata, "Andai saja beliau diam (berhenti)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perkataan dusta, bahkan Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menggandengkannya dengan dosa kesyirikan kepada Allah dan durhaka terhadap kedua orang tua, Allah -Ta'ālā- telah berfirman,"Maka jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta."

"Maka jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta."

2) Di antara wasiat dalam ranah pendidikan yaitu mengulang-ulang pembahasan yang urgen agar dipahami serta diperhatikan oleh pendengar.

 264- BAB PENGHARAMAN MELAKNAT ORANG TERTENTU ATAU HEWAN

1/1551- Abu Zaid Ṡābit bin Aḍ-Ḍaḥḥāk Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu-, salah satu sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ar-Riḍwān, berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersumpah atas sebuah sumpah dengan agama selain Islam secara dusta dan sengaja, maka dia seperti yang diucapkannya; Siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengannya pada hari Kiamat; Tidak ada penunaian nazar atas seseorang pada sesuatu yang tidak dimilikinya; Dan Melaknat seorang mukmin sama seperti membunuhnya."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang bersumpah atas sebuah sumpah dengan agama selain Islam secara dusta dan sengaja, maka dia seperti yang diucapkannya; Siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengannya pada hari Kiamat; Tidak ada penunaian nazar atas seseorang pada sesuatu yang tidak dimilikinya; Dan Melaknat seorang mukmin sama seperti membunuhnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

اللَّعْنُ (al-la'n): laknat, yaitu pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seseorang bersumpah dengan Allah untuk melakukan sesuatu karena meyakini kebaikan yang dia sebutkan dalam sumpahnya, kemudian terbukti berbeda dari yang diyakininya, maka tidak ada dosa baginya dan tidak juga membayar kafarat.

2) Menjelaskan beratnya perbuatan saling melaknat di antara kaum muslimin serta menjelaskan keharamannya.

2/1552- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak pantas bagi orang yang jujur menjadi pelaknat."(HR. Muslim)

"Tidak pantas bagi orang yang jujur menjadi pelaknat."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Celaan terhadap orang yang suka melaknat karena hal itu bertentangan dengan kedudukan ṣiddīqiyyah (kepatuhan total) yang sempurna.

2) Motivasi syariat untuk berhias dengan akhlak mulia serta peringatan dari akhlak yang buruk.

3/1553- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Para pelaknat itu tidak akan menjadi pemberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari Kiamat."(HR. Muslim)

"Para pelaknat itu tidak akan menjadi pemberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari Kiamat."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang-orang yang suka melaknat tidak dapat memberi syafaat kelak pada hari Kiamat serta kesaksian mereka tidak diterima.

2) Anjuran supaya hamba termasuk orang-orang yang mendapat kedudukan tinggi pada hari Kiamat.

4/1554- Samurah bin Jundub -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian saling melaknat dengan laknat Allah maupun kemurkaan-Nya, dan jangan pula dengan neraka!"‎(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

"Janganlah kalian saling melaknat dengan laknat Allah maupun kemurkaan-Nya, dan jangan pula dengan neraka!"‎

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perbuatan melaknat yang dapat menyebabkan seseorang terusir dari rahmat Allah dan terjerumus dalam murka-Nya.

2) Di antara bentuk kasih sayang syariat Islam ialah mengharamkan semua yang dapat mengantarkan pada sikap saling membenci di antara orang beriman.

5/1555- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang mukmin itu bukanlah orang yang banyak mencela ataupun banyak melaknat, dan tidak juga yang berperangai buruk ataupun berkata kotor."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Seorang mukmin itu bukanlah orang yang banyak mencela ataupun banyak melaknat, dan tidak juga yang berperangai buruk ataupun berkata kotor."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

الطَّعَانِ (aṭ-ṭa''ān): orang yang mencela dan menggibah kehormatan orang lain.

البَذِيِّ (al-bażiy): orang yang memiliki lisan yang kotor.

Pelajaran dari Hadis:

1) Suka melaknat bukanlah sifat orang beriman.

2) Di antara sifat orang beriman ialah tidak berbicara kecuali yang baik dan menjauhi semua yang buruk.

6/1556- Abu Ad-Dardā` -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, namun pintu-pintu langit tertutup baginya. Kemudian laknat itu turun lagi ke bumi, namun pintu-‎pintu bumi tertutup baginya. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri, jika tidak ‎mendapatkan jalan, ia akan kembali kepada sesuatu yang dilaknat. Jika ia pantas mendapatkan laknat tersebut, ia akan diam. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.‎"(HR. Abu Daud)

"Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, namun pintu-pintu langit tertutup baginya. Kemudian laknat itu turun lagi ke bumi, namun pintu-‎pintu bumi tertutup baginya. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri, jika tidak ‎mendapatkan jalan, ia akan kembali kepada sesuatu yang dilaknat. Jika ia pantas mendapatkan laknat tersebut, ia akan diam. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.‎"

(HR. Abu Daud)

Kosa Kata Asing:

مَسَاغًا (masagan): pintu dan jalan masuk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ancaman keras terhadap orang yang melaknat orang lain yang tidak pantas dilaknat, yaitu laknat itu akan kembali kepada yang mengucapkannya.

2) Seorang hamba wajib untuk tidak membiasakan lisannya dengan ucapan laknat, karena hal itu termasuk dosa yang membinasakan dan menghapus amalan.

7/1557- 'Imrān bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- mengatakan,"Manakala Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan, ada seorang wanita dari kaum Ansar mengendarai seekor unta, lalu ia marah lantas melaknat unta tersebut. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar hal itu, maka beliau bersabda, 'Ambil semua barang yang ada di atasnya dan lepaskan, karena unta itu telah dilaknat.'" 'Imrān mengatakan, "Seolah aku sekarang ini melihatnya berjalan di tengah manusia, tidak ada seorang pun yang mengganggunya."(HR. Muslim)8/1558- Abu Barzah Naḍlah bin 'Ubaid Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika seorang perempuan muda mengendarai seekor unta yang membawa sebagian barang rombongan, tiba-tiba ia melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara gunung mempersempit jalan mereka. Maka perempuan itu mengatakan, "Cepatlah. Ya Allah! Laknatlah unta ini." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah unta yang telah dilaknat menyertai kami."(HR. Muslim)

"Manakala Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan, ada seorang wanita dari kaum Ansar mengendarai seekor unta, lalu ia marah lantas melaknat unta tersebut. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar hal itu, maka beliau bersabda, 'Ambil semua barang yang ada di atasnya dan lepaskan, karena unta itu telah dilaknat.'" 'Imrān mengatakan, "Seolah aku sekarang ini melihatnya berjalan di tengah manusia, tidak ada seorang pun yang mengganggunya."

(HR. Muslim)

8/1558- Abu Barzah Naḍlah bin 'Ubaid Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika seorang perempuan muda mengendarai seekor unta yang membawa sebagian barang rombongan, tiba-tiba ia melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sementara gunung mempersempit jalan mereka. Maka perempuan itu mengatakan, "Cepatlah. Ya Allah! Laknatlah unta ini." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah unta yang telah dilaknat menyertai kami."

(HR. Muslim)

Kata "حَلْ" (ḥal), dengan memfatahkan "ḥā`", dan mensukunkan "lām", adalah ungkapan yang digunakan untuk menghardik unta agar berjalan cepat.

Ketahuilah, mungkin sebagian orang mempermasalahkan makna hadis ini, padahal tidak ada masalah di dalamnya. Karena maksud larangan ini ialah larangan unta tersebut menyertai rombongan mereka. Tidak ada di dalamnya larangan menjualnya, menyembelihnya, dan mengendarainya selain bersama rombongan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Semua itu dan juga tindakan-tindakan lainnya hukumnya tetap boleh, tidak dilarang. Yang tidak boleh hanyalah menyertai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena semua tindakan tersebut sebelumnya berhukum boleh lalu setelah itu sebagian darinya dilarang, sehingga sisanya yang lain tetap boleh seperti sebelumnya. Wallāhu a'lam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan melaknat hewan karena hewan tidak pantas dilaknat dan karena melaknatnya adalah bentuk kezaliman.

2) Pengagungan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- terhadap perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tindakan cepat mereka untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan beliau. Menaati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah kewajiban seluruh umatnya dan jalan keberuntungan mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)

"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)

Faedah Tambahan:

Larangan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari menyertakan hewan yang dilaknat tersebut serta perintah meninggalkannya adalah bentuk hukuman terhadap perempuan yang melaknatnya, karena hewan itu tidak pantas dilaknat. Ini menunjukkan bahwa syariat Islam memperhatikan semua hak, bahkan sampai hak hewan sekalipun. Oleh karena itu, siapa yang melampaui batas dan merampas hak tertentu, dia berhak mendapat sanksi yang pantas.

 265- BAB BOLEH MELAKNAT PELAKU MAKSIAT TIDAK SECARA PERORANGAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang-orang yang zalim."(QS. Hūd: 18)Dia juga berfirman,"Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, 'Laknat Allah bagi orang-orang zalim.'"(QS. Al-A'rāf: 44)

"Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang-orang yang zalim."

(QS. Hūd: 18)

Dia juga berfirman,

"Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, 'Laknat Allah bagi orang-orang zalim.'"

(QS. Al-A'rāf: 44)

Dalam hadis sahih disebutkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersaba, "Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang minta disambungkan." Beliau juga bersabda, "Allah melaknat orang yang memakan riba." Beliau juga melaknat para penggambar. Beliau bersabda, "Allah melaknat orang yang mengubah patok bumi." Yaitu batas-batasnya. Beliau bersabda, "Allah melaknat pencuri yang mencuri telur." Beliau bersabda, "Allah melaknat siapa saja yang melaknat kedua orang tuanya." Juga bersabda, "Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah." Beliau juga bersabda, "Siapa yang mengadakan bidah di Madinah atau melindungi pelakunya, maka atasnya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya." Beliau juga bersabda, "Ya Allah! Laknatlah Ri'l, Żakwān, dan 'Uṣayyah karena mereka telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya." Ini adalah tiga kabilah Arab. Beliau bersabda, "Allah melaknat orang-orang Yahudi karena telah menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid." Juga, "Beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki."

Semua redaksi ini ada dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, sebagiannya dalam Ṣaḥīḥ Al-Bukhāriy dan Ṣaḥīḥ Muslim, sebagiannya lagi di salah satunya. Sengaja saya ringkas dengan tujuan hanya mengisyaratkannya, karena sebagian besarnya akan saya bawakan di dalam bab-bab yang sesuai dalam kitab ini, insya Allah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh melaknat seseorang secara perorangan, kecuali ada nas agama yang melaknatnya secara khusus. Adapun secara umum, maka diperbolehkan melaknat siapa yang pantas dilaknat serta menyifati mereka dengannya seperti pelaku kezaliman, misalnya.

2) Laknat ialah mengusir dan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah -Ta'ālā-.

 266- BAB HARAM MENCACI SEORANG MUSLIM TANPA ALASAN YANG BENAR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."

(QS. Al-Aḥzāb: 58)

Pelajaran dari Ayat:

1) Pengharaman menyakiti orang beriman laki-laki dan perempuan, baik dengan ucapan ataupun perbuatan, karena menyakiti mereka termasuk dosa paling besar.

2) Anjuran syariat pada semua hal yang dapat mengukuhkan kasih sayang dan cinta di antara orang-orang beriman.

1/1559- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mencela orang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran."(Muttafaq 'Alaih)

"Mencela orang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengagungkan hak muslim. Siapa saja yang mencaci seorang muslim tanpa alasan yang benar maka dia telah jatuh dalam kefasikan.

2) Memerangi seorang muslim termasuk perbuatan kufur, namun tidak serta-merta pelakunya menjadi kafir.

2/1560- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekafiran, melainkan tuduhan tersebut akan kembali kepadanya jika orang yang dituduhnya tidak pantas menyandangnya.‎"(HR. Bukhari)

"Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekafiran, melainkan tuduhan tersebut akan kembali kepadanya jika orang yang dituduhnya tidak pantas menyandangnya.‎"

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman mencaci seorang muslim atau mengafirkannya karena ia merupakan dosa besar dan termasuk kebohongan paling besar.

2) Peringatan dari melakukan pengafiran kaum msulimin secara perorangan kecuali berdasarkan hujah agama yang terang, karena pengafiran adalah hukum agama yang harus dikembalikan kepada nas agama, kaidah-kaidah yang harus diperhatikan, dan fatwa para ulama yang kukuh secara keilmuan.

3/1561- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dua orang yang saling mencaci, semua yang mereka berdua katakan, maka dosanya bagi orang yang memulai di antara mereka berdua, sampai orang yang dizalimi melebihi cacian orang yang memulai."(HR. Muslim)

"Dua orang yang saling mencaci, semua yang mereka berdua katakan, maka dosanya bagi orang yang memulai di antara mereka berdua, sampai orang yang dizalimi melebihi cacian orang yang memulai."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

المُتَسَابَّان مَا قَالا: dua orang yang saling mencaci maka dosa semua cacian yang mereka ucapkan ditanggung oleh orang yang memulai di antara mereka berdua.

Pelajaran dari Hadis:

1) Orang yang dizalimi boleh membela diri tanpa melampaui haknya; "Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka." (QS. Asy-Syūrā: 41)

2) Anjuran bersabar dan memaafkan kaum muslimin bila hal itu akan mendatangkan maslahat; "Tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah." (QS. Asy-Syūrā: 40)

4/1562- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Seorang laki-laki yang telah minum khamar dibawa ke hadapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda, "Deralah dia!" Abu Hurairah berkata, "Di antara kami ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan sandalnya, ada yang memukul dengan pakaiannya." Setelah orang itu pergi, sebagian orang berkata, "Semoga Allah menghinakanmu!" Nabi bersabda, "Janganlah kalian mengatakan demikian. Janganlah kalian membantu setan untuk memperdayakannya!"(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

شَرِبَ (syariba): maksudnya, minum khamar.

أَخْزَاكَ (akhzāka): semoga Dia menghinakanmu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Khamar, sekalipun hukumnya haram dan orang yang meminumnya dihukum dera dan cambuk, tetapi tidak diperbolehkan melaknat orang yang bertobat darinya.

2) Syariat melarang dari membantu setan dalam menyesatkan manusia karena yang demikian itu dapat menyebarkan keburukan dan kerusakan.

5/1563- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menuduh budak sahayanya melakukan zina, kelak pada hari Kiamat akan ditegakkan padanya hukuman hudud, kecuali budak itu memang melakukan apa yang dituduhkan padanya."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang menuduh budak sahayanya melakukan zina, kelak pada hari Kiamat akan ditegakkan padanya hukuman hudud, kecuali budak itu memang melakukan apa yang dituduhkan padanya."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

المَمْلُوْكُ (al-mamlūk): budak yang dimiliki oleh orang merdeka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman menuduh hamba sahaya berbuat zina karena yang ia termasuk dosa besar.

2) Siapa yang belum ditegakkan padanya hukum kisas di dunia pada hak yang terkait dengan hak manusia, maka dia akan dikisas di akhirat kelak.

 267- BAB PENGHARAMAN MENCACI ORANG YANG SUDAH MENINGGAL TANPA ALASAN YANG BENAR MAUPUN MASLAHAT YANG DISYARIATKAN

Maksudnya adalah memberikan peringatan dari tindakan mengikuti kebidahannya, kefasikannya, dan yang semisalnya. Hal ini ditunjukkan oleh ayat dan hadis-hadis yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.

1/1564- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal, karena sesungguhnya mereka telah menyusul apa yang mereka kerjakan."(HR. Bukhari)

"Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal, karena sesungguhnya mereka telah menyusul apa yang mereka kerjakan."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

أَفْضَوْا (afḍau): mereka sampai.

Pelajaran dari Hadis:

1) Wajib bagi hamba untuk menjaga lisannya dari semua ucapan yang tidak berguna.

2) Pengharaman mencaci orang yang sudah meninggal dari kalangan kaum muslimin, karena besarnya kehormatan mereka, juga mencaci mereka adalah termasuk menyakiti kerabat mereka yang masih hidup.

Peringatan:

Sabda Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: "orang-orang yang telah meninggal" maksudnya orang meninggal dari kalangan umat Islam. Adapun orang kafir, dia tidak memiliki kehormatan, kecuali jika mencacinya akan menyakiti kerabatnya yang muslim yang masih hidup, maka ketika itu dilarang mencaci orang kafir sebagai wujud menjunjung kehormatan kerabatnya yang muslim.

 268- BAB LARANGAN MENYAKITI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)1/1565- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah."(Muttafaq 'Alaih)

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."

(QS. Al-Aḥzāb: 58)

1/1565- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tanda benarnya keislaman seorang hamba ialah bila umat Islam selamat dari gangguan lisan dan tangannya.

2) Kewajiban menjauhi semua yang akan menimpakan gangguan dan keburukan terhadap kaum muslimin, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.

2/1566- Masih dari Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah kematian datang kepadanya sedangkan dia beriman kepada Allah dan hari akhir dan agar dia memperlakukan manusia sebagaimana dia ingin diperlakukan."(HR. Muslim)

"Siapa yang yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah kematian datang kepadanya sedangkan dia beriman kepada Allah dan hari akhir dan agar dia memperlakukan manusia sebagaimana dia ingin diperlakukan."

(HR. Muslim)

Hadis ini adalah sebagian dari hadis panjang yang disebutkan sebelumnya dalam Bab Kewajiban Menaati Penguasa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menghiasi diri dengan perangai-perangai iman serta akhlak mulia akan melindungi hamba dari keburukan berbagai fitnah dan menyelamatkannya dari api neraka pada hari Kiamat.

2) Seorang hamba wajib untuk terus-menerus mengupayakan amalan yang akan memasukkannya ke surga dan menjauhkannya dari neraka, serta wajib atasnya untuk menempuh sebab-sebab keselamatan di dunia dan akhirat.

 269- BAB LARANGAN SALING MEMBENCI, MEMUTUSKAN HUBUNGAN, DAN MEMBELAKANGI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara."(QS. Al-Ḥujurāt: 10)Dia juga berfirman,"Yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir."(QS. Al-Mā`idah: 54)Dia juga berfirman,"Mereka keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka."(QS. Al-Fatḥ: 29)

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara."

(QS. Al-Ḥujurāt: 10)

Dia juga berfirman,

"Yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir."

(QS. Al-Mā`idah: 54)

Dia juga berfirman,

"Mereka keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka."

(QS. Al-Fatḥ: 29)

Pelajaran dari Ayat:

1) Di antara sifat mukmin yang sempurna adalah bersikap tawaduk dan kasih sayang kepada saudara-saudaranya seiman, serta bersikap keras terhadap lawan dan musuh-musuhnya dari kalangan orang kafir. Inilah akhlak pimpinan para rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabatnya yang mulia -raḍiyallāhu 'anhum-.

2) Meneladani sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam prinsip beragama mereka adalah jalan kemuliaan dan kemenangan.

1/1567- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jangan saling memutuskan hubungan. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya seagama lebih dari tiga hari."(Muttafaq 'Alaih)

"Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jangan saling memutuskan hubungan. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya seagama lebih dari tiga hari."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

التَّدَابُرُ (at-tadābur): saling bermusuhan dan memboikot; ia berasal dari kata "ad-dubur", yaitu membelakangi dan memalingkan wajah dari orang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Melarang umat Islam dari sikap saling membenci di antara mereka tanpa alasan yang dibenarkan secara agama.

2) Larangan saling memutuskan hubungan karena hal itu akan memecah belah umat dan mencerai-beraikan ikatan mereka.

3) Memotivasi sikap saling bersaudara dalam agama, karena ia adalah ikatan iman yang paling luhur.

2/1568- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu diberikanlah ampunan untuk setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah sedikit pun, kecuali seseorang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Lalu dikatakan, 'Tangguhkan pengampunan pada dua orang ini sampai keduanya berdamai! Tangguhkan pengampunan pada dua orang ini sampai keduanya berdamai!'"(HR. Muslim)

"Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu diberikanlah ampunan untuk setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah sedikit pun, kecuali seseorang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Lalu dikatakan, 'Tangguhkan pengampunan pada dua orang ini sampai keduanya berdamai! Tangguhkan pengampunan pada dua orang ini sampai keduanya berdamai!'"

(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain, "Amalan-amalan (harian) dihadapkan (pada Allah) di setiap hari Senin dan Kamis ... " Lalu beliau menyebutkan lafal yang semisal hadis di atas.

Kosa Kata Asing:

الشَّحْنَاءُ (asy-syaḥnā`): permusuhan.

أَنْظِرُوْا (anẓirū): tangguhkanlah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan beratnya dosa permusuhan, karena dalam hadis ia digandengkan dengan kesyirikan kepada Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Memusuhi seorang muslim serta memutus hubungan dengannya tanpa sebab yang dibenarkan oleh agama menjadi penghalang masuk surga kelak di akhirat.

3) Kewajiban mendamaikan permusuhan di antara umat Islam, membela orang yang terzalimi, dan mencegah orang yang berbuat zalim.

 270- BAB PENGHARAMAN HASAD

Hasad adalah mengharapkan hilangnya suatu nikmat dari pemiliknya, baik itu nikmat agama ataupun dunia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ataukah mereka hasad kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya?"(QS. An-Nisā`: 54)Hal ini juga telah ditunjukkan oleh hadis Anas yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya.1569- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah oleh kalian sifat hasad, karena hasad itu memakan ‎kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar -atau beliau mengatakan, rumput."(HR. Abu Daud) [9]

"Ataukah mereka hasad kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya?"

(QS. An-Nisā`: 54)

Hal ini juga telah ditunjukkan oleh hadis Anas yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

1569- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Jauhilah oleh kalian sifat hasad, karena hasad itu memakan ‎kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar -atau beliau mengatakan, rumput."

(HR. Abu Daud) [51]

Pelajaran dari Hadis:

1) Celaan terhadap sifat hasad serta peringatan darinya karena hasad termasuk dosa besar.

2) Hasad dapat menghilangkan pahala; oleh karena itu, seorang mukmin harus bersungguh-sungguh menyelamatkan diri dari sifat hasad tersebut dengan cara merasa rida terhadap rezeki yang Allah -Ta'ālā- bagikan padanya.

 271- BAB LARANGAN MEMATA-MATAI DAN MENGUPING PEMBICARAAN ORANG YANG TIDAK SUKA DIDENGAR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain."(QS. Al-Ḥujurāt: 12)Dia juga berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)

"Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain."

(QS. Al-Ḥujurāt: 12)

Dia juga berfirman,

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."

(QS. Al-Aḥzāb: 58)

Faedah:

التَّجّسُّسُ (at-tajassus): mencari-cari aib orang lain dan berusaha mengungkapnya.

Pelajaran dari Ayat:

1) Larangan mencari-cari aib (kesalahan) kaum muslimin karena hal itu termasuk dosa besar.

2) Sengaja mendengarkan percakapan orang lain -padahal mereka tidak suka- termasuk perbuatan menyakiti tingkat tinggi yang dilarang oleh Allah -Ta'ālā-.

1/1570- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah berprasangka, karena prasangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian menguping pembicaraan orang lain, jangan memata-matai, jangan saling bersaing, jangan saling menghasad, jangan saling membenci, dan jangan saling memusuhi. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana kalian diperintahkan. Muslim itu adalah saudara muslim yang lain; dia tidak menzaliminya, tidak meninggalkannya, dan tidak merendahkannya. Takwa itu ada di sini. Takwa itu ada di sini -sembari beliau menunjuk dadanya-. Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain terlindungi darahnya, kehormatannya, dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat pada fisik kalian, tidak pula rupa kalian. Tetapi Allah melihat hati kalian dan amalan kalian."

"Jauhilah berprasangka, karena prasangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian menguping pembicaraan orang lain, jangan memata-matai, jangan saling bersaing, jangan saling menghasad, jangan saling membenci, dan jangan saling memusuhi. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana kalian diperintahkan. Muslim itu adalah saudara muslim yang lain; dia tidak menzaliminya, tidak meninggalkannya, dan tidak merendahkannya. Takwa itu ada di sini. Takwa itu ada di sini -sembari beliau menunjuk dadanya-. Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain terlindungi darahnya, kehormatannya, dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat pada fisik kalian, tidak pula rupa kalian. Tetapi Allah melihat hati kalian dan amalan kalian."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Janganlah kalian saling menghasad, jangan saling membenci, jangan memata-matai, jangan menguping, dan jangan saling meninggikan harga. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Janganlah kalian saling memutus hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling menghasad. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara."

Dalam riwayat lain lagi, "Janganlah kalian saling memboikot dan jangan melakukan jual beli di atas jual beli sebagian yang lain."

(Semua riwayat ini adalah HR. Muslim, sedangkan Bukhari meriwayatkan sebagian besarnya).

Kosa Kata Asing:

لَا تَحَسَّسُوا (lā taḥassasū): at-taḥassus maknanya mencari berita sendiri. Ada yang mengatakan, maknanya ialah mendengarkan pembicaraan orang lain sedangkan mereka tidak suka didengar.

يَخْذُلُهُ (yakhżuluhu): ia tidak mau menolong dan membantunya.

التَّنّاجُشُ (at-tanājusy): berpura-pura meninggikan harga barang untuk menipu orang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras dari tindakan menzalimi darah (jiwa), kehormatan, dan harta benda kaum muslimin.

2) Pengharaman perbuatan memata-matai dan mencari keburukan orang lain serta semua perbuatan yang dapat memecah-belah persatuan umat Islam.

3) Kebaikan amal perbuatan berasal dari baiknya hati dan niat, maka bersungguh-sungguhlah menjaga keikhlasan di semua ucapan, perbuatan, dan semua tindakan Anda.

2/1571- Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika engkau mencari-cari aib kaum muslimin, maka engkau pasti akan merusak mereka atau engkau hampir merusak mereka."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Jika engkau mencari-cari aib kaum muslimin, maka engkau pasti akan merusak mereka atau engkau hampir merusak mereka."

(Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perbuatan mencari-cari keburukan kaum muslimin karena merupakan sebab tersebarnya kerusakan di tengah-tengah mereka.

2) Di antara keindahan syariat Islam ialah ia memberikan peringatan dari semua yang dapat mendatangkan kerusakan di antara kaum muslimin.

3/1572- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seseorang dibawa ke hadapannya, lalu dikatakan kepadanya, "Ini si polan, jenggotnya meneteskan khamar." Ibnu Mas'ūd mengatakan, "Sesungguhnya kami dilarang memata-matai. Namun jika tampak suatu bukti bagi kami, maka kami menghukum berdasarkan itu." (Hadis hasan sahih;

HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai syarat Bukhari dan Muslim).

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang datang melaporkan tuduhan terhadap orang lain -dengan cara memata-matainya-, maka laporannya itu tidak diterima.

2) Anjuran menutupi pelaku maksiat yang tidak melakukannya terang-terangan hingga bertobat darinya.

 272- BAB LARANGAN BURUK SANGKA TERHADAP KAUM MUSLIMIN TANPA ALASAN MENDESAK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa."(QS. Al-Ḥujurāt: 12)1/1573- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah prasangka, sesungguhnya prasangka itu pembicaraan yang paling dusta!"(Muttafaq 'Alaih)

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa."

(QS. Al-Ḥujurāt: 12)

1/1573- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Jauhilah prasangka, sesungguhnya prasangka itu pembicaraan yang paling dusta!"

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari prasangka, karena prasangka termasuk jenis dusta yang paling besar.

2) Berbaik sangka kepada kaum muslimin adalah bukti kebenaran iman seorang hamba.

 273- BAB PENGHARAMAN MERENDAHKAN KAUM MUSLIMIN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."(QS. Al-Ḥujurāt: 11)Dia juga berfirman,"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela."(QS. Al-Humazah: 1)

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

(QS. Al-Ḥujurāt: 11)

Dia juga berfirman,

"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela."

(QS. Al-Humazah: 1)

Pelajaran dari Ayat:

1) Pengharaman mengolok dan merendahkan kaum muslimin karena yang demikian itu bertentangan dengan konsekuensi iman.

2) Hamba wajib terus bertobat kepada Allah dari ucapan dan perbuatan yang mengandung ejekan terhadap orang beriman karena dapat menggugurkan pahala amalannya.

1/1574- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Cukuplah seseorang dianggap buruk jika ia merendahkan saudaranya sesama muslim."

"Cukuplah seseorang dianggap buruk jika ia merendahkan saudaranya sesama muslim."

(HR. Muslim). Hadis ini telah disebutkan sebelumnya secara sempurna.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kerasnya peringatan dari tindakan merendahkan sesama muslim, karena itu merupakan sebab tercerai-berainya ikatan persaudaraan di antara umat Islam.

2) Peringatan dari besarnya dosa merendahkan seorang muslim; yaitu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjadikannya sebagai tanda besarnya keburukan.

2/1575- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya masih terdapat sifat sombong seberat zarah." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus." Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia."(HR. Muslim)بَطَرُ الحَقِّ (baṭarul-ḥaqq): menolak kebenaran.غَمْطُهُم (gamṭuhum): merendahkan mereka. Penjelasan hadis ini telah dibawakan sebelumnya dengan penjelasan yang lebih detail dalam Bab Pengharaman Sombong.

"Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya masih terdapat sifat sombong seberat zarah." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus." Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia."

(HR. Muslim)

بَطَرُ الحَقِّ (baṭarul-ḥaqq): menolak kebenaran.

غَمْطُهُم (gamṭuhum): merendahkan mereka. Penjelasan hadis ini telah dibawakan sebelumnya dengan penjelasan yang lebih detail dalam Bab Pengharaman Sombong.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sifat sombong termasuk akhlak yang paling buruk, ia menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka jahanam dan menghalanginya dari masuk surga.

2) Menerima kebenaran dan tawaduk kepada sesama makhluk termasuk sifat orang beriman.

3) Anjuran untuk belajar dengan cara menanyakan apa yang membingungkannya, maka siapa yang kesulitan memahami suatu permasalahan hendaklah menanyakannya kepada orang berilmu.

3/1576- Jundub bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada seorang laki-laki berkata, 'Demi Allah! Allah tidak akan mengampuni si polan.' Maka Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Siapa yang bersumpah kepada-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si polan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan Aku telah menghapuskan amalmu.'"(HR. Muslim)

"Ada seorang laki-laki berkata, 'Demi Allah! Allah tidak akan mengampuni si polan.' Maka Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Siapa yang bersumpah kepada-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si polan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan Aku telah menghapuskan amalmu.'"

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَتَألَّىٰ (yata`allā): bersumpah kepada Allah -Ta'ālā-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan luasnya rahmat dan ampunan Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-Nya.

2) Seorang hamba kadang mengucapkan sebuah kalimat yang tidak dia perhatikan akibatnya, lalu dengan sebab itu dia kehilangan akhiratnya. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah untuk selalu mencermati ucapan sebelum diucapkan oleh lisan Anda.

 274- BAB LARANGAN MENAMPAKKAN KEGEMBIRAAN TERHADAP MUSIBAH YANG MENIMPA SEORANG MUSLIM

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara."(QS. Al-Ḥujurāt: 10)Dia juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. An-Nūr: 19)1/1577- Wāṡilah bin Al-Asqa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah engkau menampakkan kegembiraan terhadap musibah yang menimpa saudaramu, karena Allah bisa merahmatinya dan menimpakan musibah kepadamu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [10]

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara."

(QS. Al-Ḥujurāt: 10)

Dia juga berfirman,

"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

(QS. An-Nūr: 19)

1/1577- Wāṡilah bin Al-Asqa' -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah engkau menampakkan kegembiraan terhadap musibah yang menimpa saudaramu, karena Allah bisa merahmatinya dan menimpakan musibah kepadamu."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan") [52]

Termasuk dalam pembahasan ini hadis Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya dalam Bab Larangan Memata-matai, "Setiap muslim atas muslim yang lain terlindungi ... "

Kosa Kata Asing:

الشَّمَاتَةُ (asy-syamātah): gembira terhadap musibah yang menimpa orang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran saling berkasih sayang di antara kaum muslimin serta menampakkan perasaan sedih terhadap musibah yang menimpa mereka.

2) Menampakkan kegembiraan terhadap musibah yang menimpa saudara seagama akan membantu setan memperdaya mereka serta menjadikan mereka putus asa dari rahmat Allah -Ta'ālā-.

 275- BAB PENGHARAMAN MENCELA NASAB YANG DITETAPKAN BERDASARKAN SYARIAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)1/1578- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada dua perkara yang masih dilakukan oleh manusia, kedua-duanya merupakan bentuk kekufuran: mencela nasab dan meratapi orang mati."(HR. Muslim)

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."

(QS. Al-Aḥzāb: 58)

1/1578- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Ada dua perkara yang masih dilakukan oleh manusia, kedua-duanya merupakan bentuk kekufuran: mencela nasab dan meratapi orang mati."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

النِّيَاحَةُ (an-niyāḥah): mengangkat suara ratapan dan teriakan ketika terjadi musibah kematian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mencela nasab dan meratapi orang yang meninggal termasuk perbuatan kufur dan perilaku orang jahiliah yang wajib dijauhi.

2) Manusia diberikan kepercayaan terkait nasab mereka sehingga tidak boleh dicela.

 276- BAB LARANGAN BERBUAT CURANG DAN MENIPU

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)1/1579- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengangkat senjata kepada kami, maka dia bukan dari golongan kami. Siapa yang berbuat curang kepada kami, maka dia bukan dari golongan kami."(HR. Muslim)

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."

(QS. Al-Aḥzāb: 58)

1/1579- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang mengangkat senjata kepada kami, maka dia bukan dari golongan kami. Siapa yang berbuat curang kepada kami, maka dia bukan dari golongan kami."

(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati sebuah tumpukan makanan lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, ternyata jari-jari beliau merasakan basah, beliau bersabda, "Apa ini, wahai pemilik makanan?" Dia menjawab, "Ditimpa hujan, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Tidakkah engkau meletakkannya di bagian atas makanan itu supaya orang lain dapat melihatnya? Siapa yang berbuat curang kepada kami, maka dia bukan dari golongan kami."

Kosa Kata Asing:

لَيْسَ مِنَّا (laisa minnā): ia bukan termasuk golong yang mengikuti petunjuk dan jalan kami.

صُبْرَة (ṣubrah): tumpukan.

السَّمَاءُ (as-samā`): hujan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara akhlak orang Islam dalam jual beli adalah mereka menampakkan semua sifat barang supaya penjual bisa lepas tanggung jawab dan pembeli tidak tertipu.

2) Pengharaman berbuat curang dan menipu kaum muslimin, dan orang yang mengerjakannya berhak mendapat dosa dan siksa.

2/1580- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian saling meninggikan harga." (Muttafaq 'Alaih)

3/1581- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang najasy."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

النَّجَشُ (an-najasy): menambah harga barang untuk menipu orang lain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman berpura-pura menaikkan harga tawar barang dengan tujuan menipu para calon pembeli.

2) Syariat Islam melarang semua jual beli yang dapat menyebabkan permusuhan dan saling membenci di antara orang beriman, dan ini termasuk keindahan syariat Islam.

4/1582- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Ada seorang laki-laki bercerita kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa dia ditipu dalam jual beli, maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Bila engkau melakukan jual beli, maka ucapkanlah, 'Dengan syarat tidak ada penipuan.'"(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

الخِلَابَةُ (al-khilābah), dengan "khā`" yang kasrah, dan "bā`", yaitu: penipuan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman penipuan dalam jual beli karena perbuatan tersebut bukan dari akhlak kaum muslimin.

2) Menampakkan kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umat tatkala beliau mengajari orang yang jahil dan tidak menyalahkannya dengan mengatakan, "Undang-undang tidak melindungi orang yang lalai!"

Faedah Tambahan:

Hadis ini mengandung pelajaran bolehnya jual beli dengan syarat khiyār, yaitu pembeli meletakkan syarat, misalnya: bila ada satu cacat pada barang maka dia boleh mengembalikannya kepada penjualnya.

5/1583- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang merusak dan menipu istri orang lain atau ‎hamba sahayanya, maka ia bukanlah termasuk golongan kami.‎"(HR. Abu Daud)

"Siapa yang merusak dan menipu istri orang lain atau ‎hamba sahayanya, maka ia bukanlah termasuk golongan kami.‎"

(HR. Abu Daud)

خَبَّبَ (khabbaba), dengan "khā`", setelahnya ada dua huruf "bā`", artinya: ia merusak dan menipunya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Merusak hubungan salah satu pasangan suami istri pada yang lain bukan berasal dari petunjuk agama Islam.

2) Syariat telah melarang semua tindakan yang dapat merusak hubungan kasih sayang di antara orang-orang yang berkumpul yang disatukan oleh satu ikatan tertentu. Betapa agungnya agama ini bila umat Islam mengamalkannya!

Peringatan:

Dari hadis ini kita dapat mengetahui sesatnya sebagian penjahat serta buruknya perbuatan mereka manakala mereka datang ke tukang sihir untuk merusak hubungan antara pasangan suami istri dan hubungan antar kerabat. Orang-orang sesat seperti ini harus diwaspadai, karena mereka menjadi sebab tercerai-berainya umat dan hancurnya banyak rumah tangga.

 277- BAB PENGHARAMAN INGKAR JANJI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji."(QS. Al-Mā`idah: 1)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isrā`: 34)

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji."

(QS. Al-Mā`idah: 1)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya."

(QS. Al-Isrā`: 34)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ingkar janji ialah berkhianat kepada orang lain pada hal yang dipercayakan.

2) Kewajiban memenuhi janji dalam segala hal serta menjauhi khianat dan penipuan.

3) Memenuhi janji termasuk pilar dan penyempurna iman, bahkan ia juga merupakan tanda benarnya iman.

1/1584- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada empat sifat, siapa yang memiliki keempatnya maka dia seorang munafik tulen, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat sifat itu maka dalam dirinya terdapat satu sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya; yaitu berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih."(Muttafaq 'Alaih)

"Ada empat sifat, siapa yang memiliki keempatnya maka dia seorang munafik tulen, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat sifat itu maka dalam dirinya terdapat satu sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya; yaitu berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perbuatan ingkar janji karena termasuk sifat orang munafik.

2) Seorang hamba wajib terus berusaha membersihkan diri dari sifat-sifat tercela yang akan mencampakkannya ke dalam golongan orang-orang fasik dan munafik serta menghias diri dengan sifat-sifat terpuji dan suci yang akan menaikkannya ke dalam golongan orang-orang mukmin yang dekat kepada Allah.

2/1585- Ibnu Mas'ūd, Ibnu Umar, dan Anas -raḍiyallāhu 'anhum- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap pengkhianat akan memiliki bendera pada hari Kiamat, dan dikatakan, 'Ini adalah pengkhianatan si polan.'"(Muttafaq 'Alaih)3/1586- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap pengkhianat akan memiliki bendera di pantatnya pada hari Kiamat. Bendera itu dikibarkan untuknya sesuai dengan kadar pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada ingkar janji yang lebih besar daripada ingkar janjinya seorang pemimpin rakyat banyak."(HR. Muslim)

"Setiap pengkhianat akan memiliki bendera pada hari Kiamat, dan dikatakan, 'Ini adalah pengkhianatan si polan.'"

(Muttafaq 'Alaih)

3/1586- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Setiap pengkhianat akan memiliki bendera di pantatnya pada hari Kiamat. Bendera itu dikibarkan untuknya sesuai dengan kadar pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada ingkar janji yang lebih besar daripada ingkar janjinya seorang pemimpin rakyat banyak."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

اللِّوَاءُ (al-liwā`): apa yang dibawa dalam perang semisal bendera dan panji.

اِسْتِهِ (istihi): pantatnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari perbuatan ingkar janji karena termasuk dosa besar.

2) Semakin besar suatu pengkhianatan maka besar juga kemaluan dan dosa pelakunya pada hari Kiamat. Orang yang berkhianat kepada satu orang tidaklah sama dengan orang yang berkhianat kepada satu kelompok atau umat. Dari sini dapat diketahui besarnya dosa orang-orang yang berkhianat terhadap umat Islam dengan tujuan memuaskan nafsu serta meraih kepentingan mereka. Allahlah yang akan membuat perhitungan dengan mereka di dunia dan akhirat.

4/1587- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Ada tiga jenis orang yang Aku akan menjadi musuh mereka kelak pada hari Kiamat. Yaitu seseorang yang bersumpah dengan-Ku lalu dia mengingkarinya; seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan harganya; dan seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja kemudian dia mendapatkan haknya secara sempurna namun dia tidak membayar upahnya.'"(HR. Bukhari)

"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Ada tiga jenis orang yang Aku akan menjadi musuh mereka kelak pada hari Kiamat. Yaitu seseorang yang bersumpah dengan-Ku lalu dia mengingkarinya; seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan harganya; dan seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja kemudian dia mendapatkan haknya secara sempurna namun dia tidak membayar upahnya.'"

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

أعْطَىٰ بِيْ ثُمَّ غَدَرَ: bersumpah dengan Allah pada sesuatu kemudian dia mengingkari janjinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras dari perkara ingkar janji karena hal itu dapat menyebabkan dimusuhi oleh Allah pada hari Kiamat.

2) Peringatan dari melanggar perjanjian karena hal itu bukan sifat orang beriman.

 278- BAB LARANGAN MENGUNGKIT PEMBERIAN DAN LAINNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekah kamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima)."(QS. Al-Baqarah: 264)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang diinfakkannya itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima)."(QS. Al-Baqarah: 262)

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekah kamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima)."

(QS. Al-Baqarah: 264)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang diinfakkannya itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima)."

(QS. Al-Baqarah: 262)

Pelajaran dari Ayat:

1) Mengungkit pemberian dan sedekah dapat membatalkan pahalanya dan merupakan dosa besar.

2) Di antara sifat orang beriman yang tulus adalah berinfak tanpa mengungkit-ungkitnya.

1/1588- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Ada tiga golongan, pada hari Kiamat Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan melihat dan memuji mereka, serta bagi mereka azab yang pedih." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengulangnya hingga tiga kali. Abu Żarr berkata, "Sungguh mereka akan menyesal dan merugi. Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang melakukan isbāl (menjulurkan pakaian di bawah mata kaki), yang suka mengungkit pemberian, dan yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu."(HR. Muslim)

"Ada tiga golongan, pada hari Kiamat Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan melihat dan memuji mereka, serta bagi mereka azab yang pedih." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengulangnya hingga tiga kali. Abu Żarr berkata, "Sungguh mereka akan menyesal dan merugi. Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang melakukan isbāl (menjulurkan pakaian di bawah mata kaki), yang suka mengungkit pemberian, dan yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu."

(HR. Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, "Orang yang menjulurkan sarungnya di bawah mata kaki." Maksudnya orang yang menjulurkan sarung dan pakaiannya di bawah mata kaki karena sombong.

Kosa Kata Asing:

المَنَّانُ (al-mannān): orang yang memberikan pemberian kemudian membanggakan diri dengan mengungkit-ungkit pemberiannya itu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Ancaman keras bagi orang yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya karena perbuatannya tersebut termasuk pembatal amalan.

2) Anjuran untuk bersedekah dengan baik tanpa menyebut-nyebutnya.

 279- BAB LARANGAN MEMBANGGAKAN DIRI DAN MELAMPAUI BATAS

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa."(QS. An-Najm: 32)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya dosa itu hanyalah atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih."(QS. Asy-Syūrā: 42)1/1589- 'Iyāḍ bin Ḥimār -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah mewahyukan kepadaku, hendaklah kalian bersikap tawaduk (rendah hati), sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang menzalimi yang lain."(HR. Muslim)

"Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa."

(QS. An-Najm: 32)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Sesungguhnya dosa itu hanyalah atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih."

(QS. Asy-Syūrā: 42)

1/1589- 'Iyāḍ bin Ḥimār -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah mewahyukan kepadaku, hendaklah kalian bersikap tawaduk (rendah hati), sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang menzalimi yang lain."

(HR. Muslim)

Para ahli bahasa menerangkan, "Al-Bagyu ialah melampaui batas dan berbuat zalim."

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan tawaduk kepada sesama mukmin, karena ia merupakan akhlak yang dicintai oleh Allah -Ta'ālā-, dan orang yang diberikan taufik adalah yang dibimbing melakukan hal yang dicintai oleh Allah -Ta'ālā-.

2) Celaan terhadap sikap bangga diri dan melampaui batas karena merupakan sifat orang-orang zalim.

2/1590- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika seseorang berkata, 'Orang-orang telah binasa,' maka dialah yang paling binasa di antara mereka."(HR. Muslim)

"Jika seseorang berkata, 'Orang-orang telah binasa,' maka dialah yang paling binasa di antara mereka."

(HR. Muslim)

Riwayat yang masyhur adalah "أَهْلَكُهُمْ" (ahlakuhum), dengan mendamahkan "kāf" (artinya: yang paling binasa di antara mereka). Juga diriwayatkan dengan memfatahkannya (artinya: yang membinasakan mereka). Larangan ini berlaku bagi orang yang mengucapkan hal itu dengan tujuan membanggakan diri, merendahkan orang lain, dan menyombongkan dirinya atas mereka. Inilah yang diharamkan. Adapun orang yang mengucapkannya berdasarkan kelalaian yang dia saksikan pada orang-orang itu dalam urusan agama mereka, maka tidak mengapa. Seperti inilah yang dijelaskan dan dirincikan oleh para ulama. Di antara ulama besar yang berpendapat seperti ini ialah Mālik bin Anas, Al-Khaṭṭābiy, Al-Ḥumaidiy, dan lainnya, dan aku telah menerangkannya dalam kitab Al-Ażkār.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan membanggakan diri (ujub) dan merendahkan orang lain.

2) Menceritakan kekurangan manusia adalah sebab tersebarnya kemungkaran di tengah-tengah mereka karena orang-orang akan saling mengikuti satu sama lain.

 280- BAB PENGHARAMAN SALING MEMBOIKOT DI ANTARA KAUM MUSLIMIN LEBIH DARI TIGA HARI KECUALI KARENA KEBIDAHAN PADA ORANG YANG DIBOIKOT ATAU MELAKUKAN KEFASIKAN DENGAN TERANG-TERANGAN ATAU SEBAB SEMACAMNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)."(QS. Al-Ḥujurāt: 10)Dia juga berfirman,"Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."(QS. Al-Mā`idah: 2)1/1591- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian saling memutus hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling mendengki. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya seagama lebih dari tiga hari."(Muttafaq 'Alaih)2/1592- Abu Ayyūb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya seagama lebih dari tiga hari; keduanya saling bertemu, tetapi yang ini berpaling dan yang ini pun berpaling. Orang paling baik di antara mereka berdua adalah yang memulai salam."(Muttafaq 'Alaih)3/1593- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Amalan-amalan (harian) dihadapkan (pada Allah) di setiap hari Senin dan Kamis, lalu Allah mengampuni setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali seseorang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Allah berfirman, 'Tangguhkanlah dua orang ini sampai keduanya berdamai.'"(HR. Muslim)4/1594- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya setan sudah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang salat di Jazirah Arab, akan tetapi ia masih berharap bisa mengadu domba di antara mereka."(HR. Muslim)

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)."

(QS. Al-Ḥujurāt: 10)

Dia juga berfirman,

"Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."

(QS. Al-Mā`idah: 2)

1/1591- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah kalian saling memutus hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling mendengki. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya seagama lebih dari tiga hari."

(Muttafaq 'Alaih)

2/1592- Abu Ayyūb -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya seagama lebih dari tiga hari; keduanya saling bertemu, tetapi yang ini berpaling dan yang ini pun berpaling. Orang paling baik di antara mereka berdua adalah yang memulai salam."

(Muttafaq 'Alaih)

3/1593- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Amalan-amalan (harian) dihadapkan (pada Allah) di setiap hari Senin dan Kamis, lalu Allah mengampuni setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali seseorang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Allah berfirman, 'Tangguhkanlah dua orang ini sampai keduanya berdamai.'"

(HR. Muslim)

4/1594- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sesungguhnya setan sudah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang salat di Jazirah Arab, akan tetapi ia masih berharap bisa mengadu domba di antara mereka."

(HR. Muslim)

التَّحْرِيشُ (at-taḥrīsy): merusak dan memutus hubungan di antara mereka serta mengubah hati mereka.

5/1595- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari. Siapa yang melakukan pemboikotan lebih dari tiga hari lalu dia meninggal dunia, maka dia akan masuk neraka.‎"

"Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari. Siapa yang melakukan pemboikotan lebih dari tiga hari lalu dia meninggal dunia, maka dia akan masuk neraka.‎"

(HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai syarat Bukhari dan Muslim).

6/1596- Abu Khirāsy Ḥadrad bin Abi Ḥadrad Al-Aslamiy, juga dikatakan As-Sulamiy, seorang sahabat -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memboikot saudaranya selama satu tahun, maka hal itu seperti menumpahkan ‎darahnya.‎"

"Siapa yang memboikot saudaranya selama satu tahun, maka hal itu seperti menumpahkan ‎darahnya.‎"

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

7/1597- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seorang mukmin untuk memboikot mukmin yang lain lebih dari tiga hari. Bila telah lewat tiga hari, hendaklah dia menemuinya lalu mengucapkan salam kepadanya. Bila salamnya dijawab, maka mereka berdua bersekutu dalam pahala. Namun bila dia tidak menjawab salamnya, maka dia yang memikul dosanya, dan yang memberi salam telah keluar dari pemboikotan tersebut."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan). Abu Daud berkata, "Bila pemboikotan itu didasari karena Allah -Ta'ālā-, maka sama sekali hal itu tidak masuk dalam hadis ini."

"Tidak halal bagi seorang mukmin untuk memboikot mukmin yang lain lebih dari tiga hari. Bila telah lewat tiga hari, hendaklah dia menemuinya lalu mengucapkan salam kepadanya. Bila salamnya dijawab, maka mereka berdua bersekutu dalam pahala. Namun bila dia tidak menjawab salamnya, maka dia yang memikul dosanya, dan yang memberi salam telah keluar dari pemboikotan tersebut."

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan). Abu Daud berkata, "Bila pemboikotan itu didasari karena Allah -Ta'ālā-, maka sama sekali hal itu tidak masuk dalam hadis ini."

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari.

2) Menebar salam di antara umat Islam merupakan sebab saling mencintai dan masuk surga. Oleh karena itu, hendaklah seorang muslim bersungguh-sungguh untuk mengamalkan petunjuk Nabi ini dengan menebarkan salam di antara umat Islam, kepada yang dikenal dan yang tidak dikenal.

3) Memboikot kaum muslimin dan menebar kebencian di antara mereka merupakan bentuk ketaatan kepada setan dan sebab permusuhan di antara orang beriman.

4) Terus-menerus melakukan pemboikotan dan pemutusan silaturahim tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama terhitung sebagai dosa besar yang pelakunya diancam siksaan.

Peringatan:

Kapan pemboikotan diperbolehkan lebih dari tiga hari?

Boleh melakukan boikot lebih dari tiga hari jika di dalamnya terdapat maslahat yang dibenarkan oleh agama. Misalnya, jika orang yang diboikot merupakan orang yang terus-menerus dan terang-terangan melakukan maksiat dan dosa, lalu boikot itu ditujukan untuk mencegahnya serta mengingatkan orang lain dari mengikuti keburukannya, maka tidak mengapa melakukan pemboikotan lebih dari tiga hari. Sehingga boikot ketika itu dilakukan sebagai obat bagi orang yang diboikot serta mencegah munculnya orang-orang yang semisal dengannya, juga dilakukan karena menjunjung hak Allah -Ta'ālā-, bukan untuk mengikuti keinginan hawa nafsu.

 281- BAB LARANGAN BERBISIK-BISIK ANTARA DUA ORANG TANPA MENGIKUTSERTAKAN ORANG KETIGA TANPA SEIZINNYA, KECUALI BILA ADA KEPERLUAN, YAITU MEREKA BERBICARA SECARA RAHASIA SEHINGGA DIA TIDAK MENDENGAR MEREKA, DAN SEMAKNA DENGANNYA BILA MEREKA BERDUA BERBICARA MENGGUNAKAN BAHASA YANG TIDAK DIA PAHAMI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan."(QS. Al-Mujādilah: 10)1/1598- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila mereka tiga orang, maka janganlah dua orang berbisik-bisik di antara mereka tanpa mengikutsertakan yang ketiga."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan."

(QS. Al-Mujādilah: 10)

1/1598- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Bila mereka tiga orang, maka janganlah dua orang berbisik-bisik di antara mereka tanpa mengikutsertakan yang ketiga."

(Muttafaq 'Alaih)

Abu Daud juga meriwayatkan hadis ini dan menambahkan: Abu Ṣāliḥ berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Umar, 'Bagaimana jika ada empat orang?' Ibnu Umar menjawab, 'Tidak mengapa.'"

Juga diriwayatkan oleh Mālik dalam Al-Muwaṭṭa` dari Abdullah bin Dīnār, dia berkata, "Aku pernah bersama Ibnu Umar di rumah Khālid bin 'Uqbah yang ada di pasar. Lalu seseorang datang meminta bicara berdua dengannya, sedangkan saat itu Ibnu Umar tidak bersama siapa pun selain diriku, maka Ibnu Umar memanggil seorang lagi sehingga kami menjadi empat orang. Ibnu Umar kemudian berkata kepadaku dan orang yang dia panggil, 'Mundurlah sedikit. Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Janganlah dua orang berbisik-bisik di antara mereka tanpa mengikutsertakan satu orang yang lain.'"2/1599- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik di antara mereka tanpa mengikutsertakan yang lain, hingga kalian berbaur dengan orang banyak, karena hal itu akan membuatnya merasa sedih.”(Muttafaq 'Alaih)

Janganlah dua orang berbisik-bisik di antara mereka tanpa mengikutsertakan satu orang yang lain.'"

2/1599- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

“Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik di antara mereka tanpa mengikutsertakan yang lain, hingga kalian berbaur dengan orang banyak, karena hal itu akan membuatnya merasa sedih.”

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan berbisik-bisik antara dua orang tanpa mengikutsertakan orang ketiga adalah larangan pengharaman karena hal itu dapat menyakiti orang beriman. Ini sama hukumnya dengan larangan berbisik-bisik antara tiga orang tanpa mengikutsertakan orang keempat, berbisik-bisik antara empat orang tanpa mengikutsertakan orang kelima, dan seterusnya, bila orang yang ditinggal sendiri tersebut akan merasa sedih dengan sebab itu.

2) Bolehnya berbisik-bisik ketika dalam keadaan berbaur dengan banyak orang.

3) Menampakkan komprehensifitas agama Islam dalam semua lini kehidupan; dalam hal bimbingan, arahan, dan adab-adabnya. Agama Islam tidak menyisakan yang kecil maupun yang besar dalam kehidupan manusia melainkan telah diulas, diterangkan, dan dijelaskan. Maka berbahagialah, wahai saudaraku, dalam melaksanakan syariat agama kita yang agung ini.

 282- BAB LARANGAN MENYIKSA HAMBA SAHAYA, HEWAN, PEREMPUAN, DAN ANAK-ANAK TANPA ALASAN YANG DIBENARKAN OLEH AGAMA ATAU YANG LEBIH DARI KADAR MENDIDIK

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri."(QS. An-Nisā`: 36)1/1600- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dia kurung hingga mati kelaparan, lalu dengan sebab itu dia masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan dia juga tidak melepaskannya supaya ia bisa memakan serangga tanah."(Muttafaq 'Alaih)

"Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri."

(QS. An-Nisā`: 36)

1/1600- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Ada seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dia kurung hingga mati kelaparan, lalu dengan sebab itu dia masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan dia juga tidak melepaskannya supaya ia bisa memakan serangga tanah."

(Muttafaq 'Alaih)

خَشَاشُ الأرْضِ (khasyāsy al-arḍ), dengan memfatahkan huruf "khā`" dan dua huruf "syīn", yaitu: serangga tanah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menyiksa hewan dan anjuran untuk berbuat baik kepadanya.

2) Kadang seorang hamba mengerjakan perbuatan-perbuatan zalim dan dia mengiranya kecil, padahal sangat besar dosanya di sisi Allah, sehingga membuatnya terjerumus ke dalam neraka Jahanam.

Faedah Tambahan:

Dari hadis ini dapat dipetik pelajaran tentang bolehnya memelihara hewan -seperti burung dan ikan misalnya- dengan syarat dia menjamin pemeliharaannya berupa tempat tinggal, makanan, dan minuman.

2/1601- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia meriwayatkan bahwa dia pernah melewati sejumlah pemuda Quraisy yang memasang burung sebagai sasaran memanah. Mereka memberi pemilik burung setiap anak panah yang salah sasaran. Begitu mereka melihat Ibnu Umar, seketika itu pula mereka bubar. Maka Ibnu Umar berkata, "Siapa yang melakukan ini? Allah melaknat siapa yang melakukan ini. Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat siapa saja yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran panah."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

الْغَرَضُ (al-garaḍ), dengan memfatahkan "gain" serta "rā`", artinya: sasaran, sesuatu yang dijadikan sebagai sasaran panah.

3/1602- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mengurung binatang."(Muttafaq 'Alaih)Maksudnya: dikurung untuk dibiarkan terbunuh.

"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mengurung binatang."

(Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya: dikurung untuk dibiarkan terbunuh.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengurung hewan untuk dijadikan sasaran panah atau sekadar hiburan karena perbuatan tersebut menyiksanya.

2) Besarnya rahmat Allah -'Azza wa Jalla- yang mencakup segala sesuatu kepada semua makhluk-Nya, bahkan sampai hewan kecil dan lemah.

3) Kewajiban mengajak kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat mulia, Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- terhadap para pemuda tersebut.

4/1603- Abu Ali Suwaid bin Muqarrin -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku masih ingat bahwa aku adalah satu dari tujuh bersaudara dari anak-anak Muqarrin. Kami tidak memiliki pembantu kecuali satu orang hamba sahaya perempuan yang suatu saat saudara kami yang paling kecil menamparnya, sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami untuk memerdekakannya."(HR. Muslim)Dalam satu riwayat disebutkan, "Salah satu dari ketujuh saudaraku."5/1604- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah memukul seorang budakku menggunakan cambuk. Lalu aku mendengar suara dari belakangku, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd!' Tetapi aku tidak bisa memahami suara itu karena aku sedang marah. Ketika dia mendekat kepadaku, ternyata beliau adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ternyata beliau bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd! Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd!' Seketika aku membuang cambuk tersebut dari tanganku. Beliau bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd! Allah lebih kuasa atasmu daripada kekuasaanmu terhadap budak ini.' Aku berkata, "Aku tidak akan memukul seorang budak pun setelahnya, selamanya."Dalam riwayat lain, "Seketika cambuk tersebut jatuh dari tanganku karena segan terhadap kewibawaan beliau."Dalam riwayat lainnya disebutkan: Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Dia telah merdeka karena Wajah Allah -Ta'ālā-." Beliau bersabda,"Ketahuilah, sekiranya engkau tidak melakukannya, api neraka pasti membakarmu, atau api neraka pasti menyentuhmu."(HR. Muslim dengan semua riwayat ini)6/1605- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memukul budaknya sebagai hukuman atas kesalahan yang tidak ia lakukan, atau menamparnya, maka kafaratnya (tebusannya) adalah dengan memerdekakannya."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Dalam satu riwayat disebutkan, "Salah satu dari ketujuh saudaraku."

5/1604- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah memukul seorang budakku menggunakan cambuk. Lalu aku mendengar suara dari belakangku, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd!' Tetapi aku tidak bisa memahami suara itu karena aku sedang marah. Ketika dia mendekat kepadaku, ternyata beliau adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ternyata beliau bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd! Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd!' Seketika aku membuang cambuk tersebut dari tanganku. Beliau bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ūd! Allah lebih kuasa atasmu daripada kekuasaanmu terhadap budak ini.' Aku berkata, "Aku tidak akan memukul seorang budak pun setelahnya, selamanya."

Dalam riwayat lain, "Seketika cambuk tersebut jatuh dari tanganku karena segan terhadap kewibawaan beliau."

Dalam riwayat lainnya disebutkan: Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Dia telah merdeka karena Wajah Allah -Ta'ālā-." Beliau bersabda,

"Ketahuilah, sekiranya engkau tidak melakukannya, api neraka pasti membakarmu, atau api neraka pasti menyentuhmu."

(HR. Muslim dengan semua riwayat ini)

6/1605- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang memukul budaknya sebagai hukuman atas kesalahan yang tidak ia lakukan, atau menamparnya, maka kafaratnya (tebusannya) adalah dengan memerdekakannya."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memerdekakan budak sebagai tebusan atas pemukulan kepadanya adalah bentuk keadilah syariat dalam hal menyikapi pelaku keburukan dengan kebalikan dari maksudnya.

2) Anjuran untuk bersikap lembut kepada pembantu dan budak sahaya serta bermuamalah dengan mereka secara baik, menjauhkan keburukan dari mereka, dan pengharaman menyiksa dan menzalimi mereka.

3) Keagungan wibawa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hati sahabat-sahabatnya, serta antusiasme mereka untuk meneladani ucapan dan perbuatan beliau, serta melaksanakan nasihat-nasihat beliau kepada mereka. Sehingga kita wajib menjadikan mereka sebagai teladan yang baik dalam hal mempelajari hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mengamalkannya karena ia merupakan jalan petunjuk dan keselamatan di dunia dan akhirat.

7/1606- Hisyām bin Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia di Syam pernah melewati sejumlah orang dari kaum Anbāṭ yang dijemur di bawah terik matahari dan disirami minyak di atas kepala mereka. Lalu dia berkata, “Apa ini?” Dikatakan kepadanya, “Mereka disiksa karena tidak membayar upeti tanah.”Dalam riwayat lain disebutkan, "Mereka ditahan karena tidak membayar jizyah." Hisyām berkata, “Aku bersaksi, sungguh aku benar-benar telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia.”Kemudian Hisyām datang menghadap gubernur di sana lalu menyampaikan hadis itu kepadanya, kemudian gubernur memerintahkan agar mereka dibebaskan.(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Mereka ditahan karena tidak membayar jizyah." Hisyām berkata, “Aku bersaksi, sungguh aku benar-benar telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia.”

Kemudian Hisyām datang menghadap gubernur di sana lalu menyampaikan hadis itu kepadanya, kemudian gubernur memerintahkan agar mereka dibebaskan.

(HR. Muslim)

Kaum Anbāṭ ialah para petani dari luar Arab.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman menyiksa manusia tanpa alasan yang benar sekalipun mereka adalah orang kafir yang terikat perjanjian dengan negeri Islam, karena kezaliman diharamkan di antara manusia.

2) Indahnya riwayat hidup para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam hal menasihati penguasa dan menegakkan amar makruf nahi mungkar.

8/1607- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat keledai yang ditandai (tato) di mukanya. Beliau pun lantas mengingkari hal itu. Lantas berkata (Al-'Abbās), 'Demi Allah! Aku tidak akan menandainya kecuali di bagian yang paling jauh dari mukanya.' Kemudian ia (Al-'Abbās) memerintahkan agar keledainya dihadirkan lalu diberikan tanda menggunakan besi panas di pangkal kedua pahanya. Sehingga dia adalah orang pertama yang menandai hewan di kedua pangkal pahanya."(HR. Muslim)9/1608- Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa seekor keledai yang diberi tato di mukanya lewat di dekat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau bersabda,"Allah melaknat orang yang memberinya tato."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

9/1608- Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa seekor keledai yang diberi tato di mukanya lewat di dekat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau bersabda,

"Allah melaknat orang yang memberinya tato."

(HR. Muslim)

Juga dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang memukul wajah dan melarang memberi tato hewan di mukanya."

Kosa Kata Asing:

مَوْسُوْمُ الْوَجْهِ (mausūm al-wajh - wajahnya diberi tanda): al-wasm ialah tanda yang diberikan pada sesuatu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan memukul wajah dan memberi tato hewan di mukanya, karena hal itu termasuk dosa yang pelakunya patut mendapat ancaman.

2) Boleh memberi tanda pada hewan di selain mukanya, karena hal itu ada dalam petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Larangan menyiksa dan menyakiti hewan.

Peringatan:

Dalam hadis-hadis di atas terdapat penjelasan tentang kasih sayang agama Islam kepada hewan serta larangan menyiksa dan menyakitinya. Maka kasih sayang agama Islam kepada manusia serta larangan menyiksa mereka tentu lebih besar lagi. Islam dengan petunjuk dan ajaran-ajarannya dalam hal ini jauh berada di depan bila dibandingkan dengan klaim dan aturan organisasi-organisasi penyayang binatang.

 283- BAB PENGHARAMAN MENYIKSA BINATANG DENGAN API TERMASUK SEMUT DAN SEBAGAINYA

1/1609- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengutus kami dalam suatu utusan, lalu beliau bersabda, "Jika kalian menemukan si polan dan si polan -yaitu dua orang dari Quraisy, beliau menyebut nama keduanya-, maka bakarlah mereka dengan api." Selanjutnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda saat kami hendak keluar, "Sesungguhnya aku tadi memerintahkan kalian untuk membakar si polan dan si polan. Akan tetapi, api itu tidak digunakan untuk menyiksa kecuali oleh Allah. Karena itu, jika kalian menemukan kedua orang itu, maka bunuhlah keduanya!"(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

1) Bila seseorang berhak dibunuh, maka dia tidak dibunuh dengan cara dibakar menggunakan api, melainkan dibunuh sesuai petunjuk nas agama.

2) Pengharaman menyiksa dengan api, karena tidak ada yang boleh menyiksa menggunakan api kecuali Allah.

2/1610- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan, lalu beliau menjauh untuk buang air. Kemudian kami melihat seekor burung ḥummarah (sejenis burung kecil mirip pipit) bersama dua anaknya. Kami kemudian mengambil kedua anaknya sehingga burung ḥummarah tersebut datang berputar-putar di atas kami. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang lalu bersabda, "Siapakah yang telah membuat burung ini sedih dengan mengambil anaknya? Kembalikan anaknya padanya." Beliau juga pernah melihat sarang semut yang telah kami bakar. Beliau lalu bertanya, "Siapakah yang telah membakar ini?" Kami menjawab, "Kami." Beliau bersabda, "Sesungguhnya tidak ada yang layak menyiksa dengan menggunakan api kecuali Tuhannya api."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

قَرْيَةُ نَمْلٍ (qaryatu naml): tempat berkumpulnya semut.

Kosa Kata Asing:

الحُمَّرَةُ (al-ḥummarah): burung kecil mirip pipit.

تَعْرِشُ (ta'risyu): ia terbang di atas dan menaungi orang di bawahnya menggunakan kedua sayapnya.

فَجَعَ (faja'a): ia membuatnya sedih.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk menyayangi dan mengasihi binatang.

2) Kewajiban seorang hamba bila telah berbuat suatu dosa adalah agar langsung bertobat darinya, serta mengembalikan hak orang lain yang ia ambil secara zalim kepada pemiliknya.

 284- BAB HARAM BAGI ORANG KAYA MENANGGUHKAN HAK YANG DIMINTA OLEH PEMILIKNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."(QS. An-Nisā`: 58)Dia juga berfirman,"Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)."(QS. Al-Baqarah: 283)

"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."

(QS. An-Nisā`: 58)

Dia juga berfirman,

"Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)."

(QS. Al-Baqarah: 283)

Pelajaran dari Ayat:

1) Kewajiban menunaikan hak kepada pemiliknya dan tidak menundanya.

2) Menunaikan amanah adalah sifat yang menonjol pada masyarakat muslim.

1/1611- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Penundaan orang kaya (dalam membayar utang) adalah kezaliman. Jika salah seorang kalian dialihkan utangnya kepada orang kaya maka hendaklah dia menerimanya!"(Muttafaq 'Alaih)

"Penundaan orang kaya (dalam membayar utang) adalah kezaliman. Jika salah seorang kalian dialihkan utangnya kepada orang kaya maka hendaklah dia menerimanya!"

(Muttafaq 'Alaih)

Makna "أُتبعَ" (utbi'a): dialihkan.

Kosa Kata Asing:

المَطْلُ (al-maṭlu): menunda. Makna "مَطْلُ الغَنيِّ" (maṭlul-ganiy): menunda penunaian hak (oleh orang kaya) yang wajib atasnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Haram menangguhkan pelunasan utang ketika seorang hamba telah dituntut membayarnya sementara dia mampu untuk menunaikannya, karena penangguhannya merupakan bagian dari kezaliman.

2) Kewajiban melaksanakan perintah agama dalam menerima ḥiwālah (pengalihan utang), yaitu pengalihan yang dilakukan oleh orang yang berutang kepada orang lain yang dia memiliki sejumlah harta padanya, yaitu dia berkata kepada pemilik hak, "Ambillah utang yang engkau berikan dari si polan, aku memiliki harta padanya, engkau bisa mengambil utangmu seluruhnya darinya."

Faedah Tambahan:

Pemberi utang dianjurkan untuk tidak menolak pengalihan utang, kecuali bila ditemukan ada penghalang. Misalnya orang pengalihannya dikenal suka menangguhkan pembayaran, atau sulit diajak bermuamalah, dan alasan semisalnya. Maka ketika itu dia diperbolehkan menolaknya.

 285- BAB MAKRUH MENARIK KEMBALI HIBAH YANG BELUM DISERAHKAN KEPADA ORANG YANG DIHIBAHI SERTA HIBAH YANG DIBERIKAN KEPADA ANAK, BAIK DIA TELAH MENYERAHKANNYA ATAUPUN BELUM, DAN MAKRUH MEMBELI SESUATU YANG TELAH DISEDEKAHKAN DARI ORANG YANG DIA SEDEKAHI ATAU YANG DIKELUARKANNYA SEBAGAI ZAKAT ATAU KAFARAT DAN SEBAGAINYA, DAN TIDAK MENGAPA BILA DIA MEMBELINYA DARI ORANG LAIN SETELAH IA BERPINDAH TANGAN

1/1612- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang menarik kembali hibahnya (pemberiannya) bagaikan anjing yang menjilat kembali muntahannya."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain disebutkan,"Permisalan orang yang menarik kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian ia menjilat kembali muntahannya kemudian memakannya."

"Orang yang menarik kembali hibahnya (pemberiannya) bagaikan anjing yang menjilat kembali muntahannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan,

"Permisalan orang yang menarik kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian ia menjilat kembali muntahannya kemudian memakannya."

Dalam riwayat lain: "Orang yang menarik kembali pemberiannya, bagaikan orang yang memakan kembali muntahnya."

1613- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah memberikan kuda di jalan Allah. Lantas orang yang diberi kuda itu menyia-nyiakannya sehingga aku berkeinginan membelinya, dan aku meyakini dia akan menjualnya dengan harga murah. Aku pun menanyakan hal itu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda,"Janganlah engkau membelinya kembali. Jangan mengambil kembali sedekahmu meskipun dia menjualnya kepadamu seharga satu dirham. Sebab, orang yang mengambil kembali sedekahnya laksana orang yang memakan kembali muntahnya."(Muttafaq 'Alaih)

"Janganlah engkau membelinya kembali. Jangan mengambil kembali sedekahmu meskipun dia menjualnya kepadamu seharga satu dirham. Sebab, orang yang mengambil kembali sedekahnya laksana orang yang memakan kembali muntahnya."

(Muttafaq 'Alaih)

"حَمَلْتُ عَلىٰ فَرَسٍ في سَبِيلِ الله" maksudnya: aku menyedekahkannya kepada sebagian mujahid.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil kembali hibah dan sedekahnya, karena apa yang telah dikeluarkannya karena Allah -Ta'ālā- seharusnya dia tidak menariknya kembali.

2) Menjual hibah dan sedekah kepada orang yang memberikannya hukumnya dilarang, karena orang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya. Ini adalah bentuk permisalan yang bertujuan untuk membuat kita menjauhi perbuatan ini dan agar kita tidak memiliki permisalan yang buruk.

Faedah Tambahan:

Di dalam hadis ini terdapat dalil pengharaman mengambil kembali hibah dan sedekah setelah keduanya diserahterimakan. Namun, dikecualikan dari perkara ini pemberian orang tua kepada anaknya, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Engkau dan juga hartamu adalah milik bapakmu."(HR. Ibnu Majah). Juga berdasarkan sabda beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Tidak halal bagi seseorang bila telah memberikan sebuah pemberian atau sebuah hibah lalu dia mengambilnya kembali, kecuali orang tua pada pemberian yang dia berikan kepada anaknya."(HR. Abu Daud)

"Engkau dan juga hartamu adalah milik bapakmu."

(HR. Ibnu Majah). Juga berdasarkan sabda beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Tidak halal bagi seseorang bila telah memberikan sebuah pemberian atau sebuah hibah lalu dia mengambilnya kembali, kecuali orang tua pada pemberian yang dia berikan kepada anaknya."

(HR. Abu Daud)

 286- BAB PENEGASAN PENGHARAMAN HARTA ANAK YATIM

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."(QS. An-Nisā`: 10)Dia juga berfirman,"Dan janganlah kalian mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat."(QS. Al-An'ām: 152)Dia juga berfirman,"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, 'Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!' Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan."(QS. Al-Baqarah: 220)

"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."

(QS. An-Nisā`: 10)

Dia juga berfirman,

"Dan janganlah kalian mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat."

(QS. Al-An'ām: 152)

Dia juga berfirman,

"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, 'Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!' Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan."

(QS. Al-Baqarah: 220)

Pelajaran dari Ayat:

1) Tidak halal ikut campur mengurus harta anak yatim dengan cara zalim dan melampaui batas karena yang demikian itu termasuk dosa besar.

2) Boleh menginvestasikan harta anak yatim pada sesuatu yang akan mendatangkan manfaat dan kebaikan baginya.

1/1614- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan sebab yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari medan pertempuran, dan menuduh wanita yang beriman lagi suci nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina."(Muttafaq 'Alaih)

"Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan sebab yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari medan pertempuran, dan menuduh wanita yang beriman lagi suci nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina."

(Muttafaq 'Alaih)

المُوبِقَاتُ (al-mūbiqāt): yang membinasakan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari makan harta anak yatim karena termasuk dosa yang membinasakan di dunia dan akhirat, bahkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyandingkannya dengan kesyirikan kepada Allah -Ta'ālā- yang merupakan dosa dan kezaliman paling besar.

2) Tersebarnya dosa-dosa yang membinasakan ini di tengah masyarakat menjadi sebab kebinasaan dan kehancuran.

Faedah Tambahan:

Nas-nas agama menunjukkan perintah untuk menghibur perasaan orang yang hatinya sedih dan menderita. Hal ini merupakan potret paling nyata tentang besarnya kasih sayang dalam ajaran agama Islam. Manakala anak yatim adalah orang lemah sebatang kara, maka syariat Islam menjunjung perlindungan haknya dengan menjaga dan mengembangkan hartanya, bahkan juga memerintahkan berbuat baik kepadanya, baik perintah wajib ataupun anjuran;"Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (QS. An-Nisā`: 8)

"Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (QS. An-Nisā`: 8)

 287- BAB PENGHARAMAN KERAS TERHADAP RIBA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.Allah memusnahkan riba ... "Hingga firman-Nya:"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman."(QS. Al-Baqarah: 275-278)

"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Allah memusnahkan riba ... "

Hingga firman-Nya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman."

(QS. Al-Baqarah: 275-278)

Pelajaran dari Ayat:

1) Pengharaman riba dengan semua macam dan modelnya, karena riba termasuk dosa besar yang paling besar dan dalam rangka mencegah pintu-pintu kerusakan lainnya.

2) Motivasi agar mengupayakan adanya berbagai sarana untuk meraih keuntungan yang dibenarkan agama seperti jual beli dalam rangka membuka pintu-pintu kebaikan dan keberkahan.

3) Memotivasi amalan sedekah di antara kaum muslimin serta memberikan kemudahan kepada orang-orang yang berutang dan membantu mereka.

Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini,

maka sangat banyak dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ dan juga masyhur, di antaranya hadis Abu Hurairah yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

1/1615- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat orang yang memakan riba dan yang memberikannya."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Ditambahkan oleh Tirmizi dan lainnya, "... juga kedua saksi dan juru tulisnya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman riba yang merupakan dosa besar, karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat pelakunya dan semua orang yang turut membantu dosa ini.

2) Orang yang membantu ataupun yang ikut serta pada sebuah dosa maka dia mendapatkan dosa dan hukuman yang sama dengan pelaku dosa tersebut.

 288- BAB PENGHARAMAN RIBA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama."(QS. Al-Bayyinah: 5)Dia juga berfirman,"Janganlah kamu merusak sedekah kamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir."(QS. Al-Baqarah: 264)Dia juga berfirman,"Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali."(QS. An-Nisā`: 142)

"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama."

(QS. Al-Bayyinah: 5)

Dia juga berfirman,

"Janganlah kamu merusak sedekah kamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir."

(QS. Al-Baqarah: 264)

Dia juga berfirman,

"Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali."

(QS. An-Nisā`: 142)

Pelajaran dari Ayat:

1) Ria adalah bila seseorang beribadah kepada Allah -'Azza wa Jalla-, namun dia membaguskan ibadahnya karena ingin dilihat orang.

2) Memurnikan ibadah kepada Allah adalah ajaran agama satu-satunya yang diridai oleh Allah.

3) Ria merupakan sebab dibatalkannya pahala amalan.

1/1616- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah berfirman, 'Aku adalah Zat yang paling tidak butuh kepada sekutu. Siapa yang mengerjakan amalan yang di dalamnya dia menyekutukan-Ku dengan yang lain, maka Aku tinggalkan dia bersama perbuatan syiriknya itu.'"(HR. Muslim)

"Allah berfirman, 'Aku adalah Zat yang paling tidak butuh kepada sekutu. Siapa yang mengerjakan amalan yang di dalamnya dia menyekutukan-Ku dengan yang lain, maka Aku tinggalkan dia bersama perbuatan syiriknya itu.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara potret kesyirikan kepada Allah -Ta'ālā- ialah masuknya ria dalam ibadah.

2) Celaan dan peringatan dari sifat ria yang merupakan syirik kecil, karena ia dapat mengantarkan hamba terjerumus ke dalam syirik besar yang tidak diampuni oleh Allah -'Azza wa Jalla-.

2/1617- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya manusia yang pertama kali diputuskan perkaranya pada hari Kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia dihadirkan kepada Allah, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka dia pun mengakuinya. Allah berfirman, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat ini?' Dia menjawab, 'Aku telah berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.' Allah berfirman, 'Engkau berdusta. Engkau berperang agar disebut pemberani, dan sungguh hal itu telah dikatakan.' Selanjutnya dia diperintahkan untuk dibawa lalu diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke neraka. Juga orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca Al-Qur`ān. Dia pun dihadirkan kepada Allah, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka dia pun mengakuinya. Allah berfirman, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat tersebut?' Dia menjawab, 'Aku mempelajari dan mengajarkan ilmu serta aku membaca Al-Qur`ān karena-Mu.' Allah berfirman, 'Engkau berdusta. Engkau belajar agar disebut seorang yang berilmu dan engkau membaca Al-Qur`ān agar disebut pembaca Al-Qur`ān, dan semua itu telah dikatakan.' Lalu dia diperintahkan untuk dibawa lalu diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke neraka. Dan orang yang Allah lapangkan rezekinya serta diberikan berbagai macam harta oleh Allah. Maka dia dihadirkan kepada Allah kemudian Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka dia pun mengakuinya. Allah berfirman, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat ini?' Dia menjawab, 'Aku tidak tinggalkan satu jalan pun yang Engkau sukai supaya berinfak padanya, kecuali aku berinfak padanya karena Engkau.' Allah berfirman, 'Engkau berdusta. Engkau melakukan itu agar disebut dermawan, dan sungguh hal itu telah dikatakan.' Kemudian dia diperintahkan untuk dibawa lalu diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan ke neraka."(HR. Muslim)

"Sesungguhnya manusia yang pertama kali diputuskan perkaranya pada hari Kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia dihadirkan kepada Allah, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka dia pun mengakuinya. Allah berfirman, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat ini?' Dia menjawab, 'Aku telah berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.' Allah berfirman, 'Engkau berdusta. Engkau berperang agar disebut pemberani, dan sungguh hal itu telah dikatakan.' Selanjutnya dia diperintahkan untuk dibawa lalu diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke neraka. Juga orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca Al-Qur`ān. Dia pun dihadirkan kepada Allah, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka dia pun mengakuinya. Allah berfirman, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat tersebut?' Dia menjawab, 'Aku mempelajari dan mengajarkan ilmu serta aku membaca Al-Qur`ān karena-Mu.' Allah berfirman, 'Engkau berdusta. Engkau belajar agar disebut seorang yang berilmu dan engkau membaca Al-Qur`ān agar disebut pembaca Al-Qur`ān, dan semua itu telah dikatakan.' Lalu dia diperintahkan untuk dibawa lalu diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke neraka. Dan orang yang Allah lapangkan rezekinya serta diberikan berbagai macam harta oleh Allah. Maka dia dihadirkan kepada Allah kemudian Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka dia pun mengakuinya. Allah berfirman, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat ini?' Dia menjawab, 'Aku tidak tinggalkan satu jalan pun yang Engkau sukai supaya berinfak padanya, kecuali aku berinfak padanya karena Engkau.' Allah berfirman, 'Engkau berdusta. Engkau melakukan itu agar disebut dermawan, dan sungguh hal itu telah dikatakan.' Kemudian dia diperintahkan untuk dibawa lalu diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan ke neraka."

(HR. Muslim)

جَرِيءٌ (jarī`), dengan memfatahkan "jīm", dan mengkasrahkan "rā`" disertai mad, artinya: pemberani.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman ria dalam beramal dan penjelasan kerasnya siksaannya.

2) Kewajiban ikhlas kepada Allah -'Azza wa Jalla- dalam seluruh amalan, karena fondasi kesahan dan diterimanya semua amal perbuatan adalah niat ikhlas kepada-Nya dan mengikuti Sunnah junjungan para rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

3) Selalu bersungguh-sungguh untuk menyucikan hati dan mendidiknya serta berjuang menaklukkannya supaya ikhlas kepada Allah -Ta'ālā-.

3/1618- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa sejumlah orang berkata kepadanya, "Sesungguhnya kami masuk menemui penguasa-penguasa kami, lalu kami mengatakan pada mereka hal yang berbeda dengan apa yang kami katakan ketika telah keluar dari hadapannya." Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Kami dulu di masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menganggap hal ini sebagai kemunafikan."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba harus selalu memberi nasihat, mengajak kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran agar tidak terjerumus ke dalam macam-macam kemunafikan.

2) Pemahaman yang benar terhadap nas-nas agama dan amalan-amalan penyucian jiwa diambil dari petunjuk para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-, karena mereka adalah generasi yang paling berilmu, paling ikhlas, paling jujur, paling tulus memberi nasihat, dan paling dekat dengan masa kenabian; semakin dekat suatu masa dengan masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka kebenaran yang ada di dalamnya semakin dominan.

4/1619- Jundub bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memperdengarkan (amalannya) niscaya Allah memperdengarkan (aib)nya, dan barang siapa memperlihatkan (amalannya) niscaya Allah memperlihatkan (aib)nya."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang memperdengarkan (amalannya) niscaya Allah memperdengarkan (aib)nya, dan barang siapa memperlihatkan (amalannya) niscaya Allah memperlihatkan (aib)nya."

(Muttafaq 'Alaih)

Juga diriwayatkan oleh Muslim dari riwayat Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-.

سَمَّعَ (samma'a), dengan mentasydid "mīm", maknanya: menampakkan amalnya kepada orang karena ria. "سَمَّعَ الله به" yaitu Allah akan mempermalukannya pada hari Kiamat. Dan makna "مَنْ يُرَائِيْ" ialah siapa yang menampakkan amal saleh kepada orang agar mendapat kedudukan besar di kalangan mereka; dan makna "رَاءَىٰ الله بهِ" ialah Allah menampakkan rahasianya di hadapan mata seluruh makhluk.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang berbuat ria dalam amalnya maka Allah akan menelanjangi perbuatan rianya di hadapan mata semua makhluk pada hari Kiamat.

2) Anjuran menyembunyikan amal saleh, kecuali bila dalam memperlihatkannya terdapat maslahat maka boleh diperlihatkan.

5/1620- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya dituntut untuk mencari wajah Allah -'Azza wa Jalla-, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dunia, maka ia tidak akan mencium aroma surga pada hari Kiamat." 'Arfal-jannah maksudnya aroma surga.(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya dituntut untuk mencari wajah Allah -'Azza wa Jalla-, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dunia, maka ia tidak akan mencium aroma surga pada hari Kiamat." 'Arfal-jannah maksudnya aroma surga.

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Hadis-hadis dalam bab ini sangat banyak dan masyhur.

Kosa Kata Asing:

عَرَضاً ('araḍan): harta kekayaan dunia.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk setiap muslim agar menimba ilmu agama dengan niat mendapatkan wajah Allah semata.

2) Menjelaskan urgensi memperbaiki niat, karena tolok ukur penerimaan amal dan penolakannya adalah berdasarkan apa yang ada dalam hati.

 289- BAB HAL-HAL YANG DISANGKA RIA NAMUN IA BUKAN RIA

1/1621- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ditanyakan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Bagaimana pandanganmu tentang seorang yang mengerjakan kebaikan lalu manusia memujinya karena itu?" Beliau menjawab, "Itu adalah kabar gembira yang disegerakan untuk seorang mukmin."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pujian manusia kepada seorang hamba lantaran ia mengerjakan kebaikan -tanpa mengharapkan pujian- tidak terhitung sebagai ria.

2) Di antara buah keikhlasan dalam beribadah adalah diterimanya ibadah tersebut di sisi Allah -'Azza wa Jalla-, serta pelakunya dijadikan sebagai orang yang dicintai di kalangan manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan Kami abadikan untuknya (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian." (QS. Aṣ-Ṣaffāt: 78)

 290- BAB HARAM MEMANDANG WANITA AJNABI DAN LAKI-LAKI MENAWAN TANPA KEPERLUAN YANG DIBENARKAN SYARIAT

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah kepada laki-laki beriman agar mereka menjaga pandangannya."(QS. An-Nūr: 30)Dia juga berfirman,"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isrā`: 36)Dia juga berfirman,"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam hati."(QS. Gāfir: 19)Dia juga berfirman,"Sungguh, Rabb-mu benar-benar mengawasi."(QS. Al-Fajr: 14)

"Katakanlah kepada laki-laki beriman agar mereka menjaga pandangannya."

(QS. An-Nūr: 30)

Dia juga berfirman,

"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

(QS. Al-Isrā`: 36)

Dia juga berfirman,

"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam hati."

(QS. Gāfir: 19)

Dia juga berfirman,

"Sungguh, Rabb-mu benar-benar mengawasi."

(QS. Al-Fajr: 14)

Pelajaran dari Ayat:

1) Menundukkan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah -'Azza wa Jalla- termasuk sifat orang beriman yang ikhlas, sedangkan bermudah-mudah dalam melepas pandangan pada perkara-perkara yang diharamkan adalah bukti lemahnya iman dan sakitnya hati.

2) Selalu menanamkan dalam hati bahwa Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- mengawasi hamba akan menjaga anggota tubuhnya dari apa yang tidak diridai oleh Allah -Ta'ālā-.

1/1622- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Telah ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengarkan, zina lisan adalah mengucapkan, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah menyukai dan berharap. Lalu kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakannya."(Muttafaq 'Alaih)Ini adalah redaksi riwayat Muslim, sedangkan redaksi Bukhari secara ringkas.

"Telah ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengarkan, zina lisan adalah mengucapkan, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah menyukai dan berharap. Lalu kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Ini adalah redaksi riwayat Muslim, sedangkan redaksi Bukhari secara ringkas.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hamba wajib menjaga anggota tubuhnya dari perkara yang diharamkan oleh Allah -'Azza wa Jalla- dan tidak menggunakannya kecuali pada yang diridai oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

2) Hamba wajib menjauhkan dirinya dari tempat-tempat fitnah dan kerusakan karena orang yang berada di sekitar kawasan terlarang hampir pasti akan masuk menikmatinya.

2/1623- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Hindarilah duduk-duduk di jalanan!" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami tidak bisa tidak mengadakan majelis guna berbincang-bincang." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika kalian tidak bisa kecuali harus duduk-duduk, maka berikanlah hak-hak jalan!" Mereka bertanya, "Apa hak jalan itu?" Beliau bersabda, "Menundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam, serta menegakkan amar makruf dan nahi mungkar."(Muttafaq 'Alaih)3/1624- Abu Ṭalḥah Zaid bin Sahl -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami duduk-duduk di halaman rumah sambil bercakap-cakap, tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang lalu menghampiri kami. Beliau bersabda, 'Kenapa kalian duduk-duduk di jalanan? Jauhilah berkumpul di jalanan!' Kami berkata, 'Kami hanya duduk untuk sesuatu yang tidak mengandung dosa. Kami duduk untuk bertukar pikiran dan bercakap-cakap.' Beliau bersabda, 'Jika tidak bisa menjauhinya, maka berikanlah hak jalan; menundukkan pandangan, menjawab salam, dan berbicara yang baik.'"(HR. Muslim)

(Muttafaq 'Alaih)

3/1624- Abu Ṭalḥah Zaid bin Sahl -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami duduk-duduk di halaman rumah sambil bercakap-cakap, tiba-tiba Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang lalu menghampiri kami. Beliau bersabda, 'Kenapa kalian duduk-duduk di jalanan? Jauhilah berkumpul di jalanan!' Kami berkata, 'Kami hanya duduk untuk sesuatu yang tidak mengandung dosa. Kami duduk untuk bertukar pikiran dan bercakap-cakap.' Beliau bersabda, 'Jika tidak bisa menjauhinya, maka berikanlah hak jalan; menundukkan pandangan, menjawab salam, dan berbicara yang baik.'"

(HR. Muslim)

الصُّعُدَات (aṣ-ṣu'udāt), dengan mendamahkan "ṣād" dan "'ain", artinya: jalan.

Kosa Kata Asing:

الأَفْنِيَةُ (al-afniyah), bentuk jamak dari kata "فَنَاءٌ" (fanā`), yaitu: tempat yang luas di depan rumah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Melarang hamba pergi ke tempat-tempat fitnah seperti pasar dan jalan-jalan kecuali bila ada keperluan dan kepentingan.

2) Boleh duduk-duduk di pinggir jalan dengan syarat menunaikan hak yang disebutkan dalam hadis. Tetapi, siapakah yang mampu menunaikannya?!

4/1625- Jarīr -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak disengaja). Beliau bersabda, "Palingkan pandanganmu!"(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الفَجْأَةُ (al-faj`ah): tidak disengaja.

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk menundukkan pandangan dan kewajiban memalingkannya dari perkara-perkara haram yang tampak bagi hamba tanpa disengaja.

2) Besarnya perhatian syariat dalam menjaga kesucian hati, sehingga ia pun mengharamkan pandangan kepada yang haram demi menjaga dan merawat iman.

5/1626- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aku pernah bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ketika itu beliau juga bersama Maimunah. Lantas datanglah Ibnu Ummi Maktūm, dan kejadian itu setelah kami diperintahkan untuk berhijab. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Berhijablah kalian berdua dari Ibnu Ummi Maktūm.' Kami berkata, 'Wahai Rasulullah! Bukankah dia buta? Dia tidak dapat melihat kami dan tidak mengenali kami.' Beliau bersabda, 'Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihatnya?!'"(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [11]

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih") [53]

Pelajaran dari Hadis:

1) Perintah menundukkan pandangan adalah umum bagi laki-laki dan bagi perempuan bila dikhawatirkan timbul kerusakan ketika mereka melihat laki-laki.

2) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal indahnya pengajaran beliau kepada umat serta bimbingannya terhadap orang yang salah dalam suatu permasalahan.

Peringatan:

Hadis ini tidak bisa dijadikan sebagai dalil diharamkannya perempuan melihat laki-laki secara mutlak, karena hadis ini daif secara sanad dan menyelisihi banyak hadis-hadis sahih lainnya yang secara makna lahirnya dipahami bahwa perempuan boleh melihat laki-laki jika dilihat sepintas dan tanpa disertai syahwat. Seperti hadis Aisyah yang melihat para laki-laki Ḥabasyah dan hadis tentang keluarnya para wanita menuju masjid di masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Begitu juga, bahwa laki-laki tidak diperintahkan berhijab sebagaimana hal itu diperintahkan kepada perempuan.

Maka pendapat yang kuat ialah perempuan diberikan keringanan untuk melihat laki-laki dengan pandangan biasa yang tidak disertai kesengajaan dan syahwat. Adapun laki-laki, mereka diharamkan sengaja melihat perempuan ajnabi secara mutlak, karena adanya perbedaan antara pandangan laki-laki dan pandangan perempuan.

6/1627- Abu Sa'īd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Begitu pula seorang wanita jangan melihat aurat wanita lain! Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain. Begitu pula seorang wanita jangan berada dalam satu selimut dengan wanita lain!"(HR. Muslim)

"Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Begitu pula seorang wanita jangan melihat aurat wanita lain! Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain. Begitu pula seorang wanita jangan berada dalam satu selimut dengan wanita lain!"

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لَا يُفْضِيْ (lā yufḍī), ia berasal dari kata "al-ifḍā`", artinya: sampai. Maksudnya, jangan bersambung dengannya dalam satu pakaian. Yaitu jangan tidur berdua tanpa pakaian di bawah satu selimut.

Pelajaran dari Hadis:

1) Laki-laki haram melihat aurat laki-laki, begitu juga perempuan diharamkan melihat aurat perempuan.

2) Perhatian Islam terhadap kesucian masyarakat dan menutup semua celah setan yang dapat melahirkan dan menyebarkan kekejian. Ini merupakan bagian dari keindahan syariat yang agung ini.

 291- BAB PENGHARAMAN BERDUAAN DENGAN WANITA AJNABI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir."(QS. Al-Aḥzāb: 53)1/1628- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian masuk bercampur baur dengan para wanita (bukan mahram)." Seorang laki-laki Ansar berkata, "Wahai Rasulullah! Bagaimana jika dia adalah keluarga suami?" Beliau bersabda, "Keluarga suami adalah kematian."(Muttafaq 'Alaih)

"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir."

(QS. Al-Aḥzāb: 53)

1/1628- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah kalian masuk bercampur baur dengan para wanita (bukan mahram)." Seorang laki-laki Ansar berkata, "Wahai Rasulullah! Bagaimana jika dia adalah keluarga suami?" Beliau bersabda, "Keluarga suami adalah kematian."

(Muttafaq 'Alaih)

الْحَمْوُ (al-ḥamw): keluarga suami seperti saudaranya, keponakannya, dan sepupunya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Fitnah dari keluarga suami lebih banyak daripada fitnah dari yang lain. Dengan demikian, tampak jelas bahaya sebagian keluarga yang meremehkan campur baur para istri dengan kerabat suaminya, karena hal ini termasuk tipu daya setan untuk menyebarkan kekejian di tengah kaum muslimin.

2) Upaya syariat untuk menutup pintu-pintu kerusakan dalam keluarga serta upaya untuk mempertahankan agar kesucian tetap menuntun hubungan antara keluarga muslim.

2/1629- Ibnu Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah seseorang dari kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya."(Muttafaq 'Alaih)

"Janganlah seseorang dari kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Haram bagi laki-laki berduaan dengan wanita ajnabi (bukan mahramnya) karena yang demikian itu adalah pemicu kerusakan, terjadinya fitnah, dan perbuatan keji.

2) Seorang hamba wajib menjauhi tempat-tempat fitnah dan menghindarkan dari terjerumus ke dalam maksiat seperti campur baur yang diharamkan dan lainnya.

3/1630- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Kehormatan istri-istri para mujahidin bagi orang-orang yang tidak ikut berjihad itu seperti kehormatan ibu-ibu mereka. Tidaklah seorang yang tidak pergi berjihad menggantikan seorang mujahid untuk mengurus keluarganya lalu dia mengkhianatinya melainkan dia akan berdiri di hadapannya pada hari Kiamat, lalu dia mengambil kebaikan-kebaikannya sekehendak hatinya hingga dia rida.” Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menengok kepada kami, kemudian berkata, “Apa yang kalian kira?”(HR. Muslim)

“Kehormatan istri-istri para mujahidin bagi orang-orang yang tidak ikut berjihad itu seperti kehormatan ibu-ibu mereka. Tidaklah seorang yang tidak pergi berjihad menggantikan seorang mujahid untuk mengurus keluarganya lalu dia mengkhianatinya melainkan dia akan berdiri di hadapannya pada hari Kiamat, lalu dia mengambil kebaikan-kebaikannya sekehendak hatinya hingga dia rida.” Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menengok kepada kami, kemudian berkata, “Apa yang kalian kira?”

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan haramnya mengkhianati para mujahidin terkait istri-istri mereka karena para mujahidin tersebut sedang bergerak membela agama dan menjaga kehormatan orang-orang yang tidak ikut serta dalam perang.

2) Seorang muslim berkewajiban menjaga kehormatan saudaranya sesama muslim sebagaimana dia menjaga kehormatannya sendiri, juga karena mukmin yang satu dengan mukmin yang lain seperti bangunan kukuh yang saling menguatkan satu sama lainnya.

 292- BAB HARAM BAGI LAKI-LAKI MENYERUPAI PEREMPUAN DAN PEREMPUAN MENYERUPAI LAKI-LAKI DALAM PAKAIAN, GERAKAN, DAN SEBAGAINYA

1/1631- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat laki-laki yang kebanci-bancian dan perempuan yang kelaki-lakian."Dalam riwayat lain, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki."(HR. Bukhari)2/1632- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat laki-laki yang berpakaian layaknya cara berpakaian perempuan dan perempuan yang berpakaian layaknya cara berpakaian laki-laki."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat laki-laki yang kebanci-bancian dan perempuan yang kelaki-lakian."

Dalam riwayat lain, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki."

(HR. Bukhari)

2/1632- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,

"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat laki-laki yang berpakaian layaknya cara berpakaian perempuan dan perempuan yang berpakaian layaknya cara berpakaian laki-laki."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

المُخَنَّثِينَ (al-mukhannaṡīn), bentuk jamak "مُخَنَّثٌ" (mukhannaṡ), yaitu laki-laki yang menyerupai perempuan dalam gerakannya, pakaiannya, dan cara bicaranya.

المُتَرجِّلاتِ (al-mutarajjilāt): bentuk jamak dari "مُتَرَجِّلة" (mutarajjilah), yaitu perempuan yang menyerupai laki-laki dalam gerakannya, pakaiannya, dan cara bicaranya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Laki-laki haram menyerupai perempuan dan perempuan haram menyerupai laki-laki. Ini termasuk dosa besar karena di dalamnya terdapat laknat.

2) Hadis kedua hanyalah sebagai contoh tasyabbuh (penyerupaan) dalam pakaian, karena tasyabbuh yang dilarang berlaku umum pada semua yang menjadi ciri khas masing-masing, seperti gerakan, pakaian, ucapan, dan penampilan.

3/1633- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat. Yaitu suatu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang, dan perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, mereka berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambut mereka (disanggul) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga, padahal aroma surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian."(HR. Muslim)Makna "كَاسِيَاتٌ" (kāsiyāt): berpakaian dengan nikmat Allah.عَارِيَاتٌ ('āriyāt): telanjang dari mensyukurinya. Juga dikatakan, maknanya yaitu dia menutup sebagian tubuhnya dan membuka sebagiannya untuk memperlihatkan kecantikannya. Yang lain mengatakan, yaitu dia memakai pakaian tipis yang menggambarkan warna tubuhnya.Sedangkan makna "مَائِلاتٌ" (mā`ilaāt), dikatakan, yaitu mereka miring (menyimpang) dari ketaatan kepada Allah -Ta'ālā- dan perkara-perkara yang harus mereka jaga.مُمِيلاَتٌ (mumīlāt): mereka mengajarkan perbuatan tercelanya kepada wanita lain. Yang lain mengatakan, bahwa "مَائِلاتٌ" (mā`ilaāt) adalah mereka yang berjalan lenggak-lenggok menggoyang bahunya. Yang lain mengatakan, "مَائِلاتٌ" (mā`ilaāt) adalah mereka yang menyisir rambutnya dengan sisiran miring yang merupakan sisiran wanita-wanita pezina.Sedangkan "مُمِيلاَتٌ" (mumīlāt): mereka yang menyisir wanita lainnya seperti sisiran tersebut.رُؤُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ: mereka yang melebarkan dan meninggikan rambut dengan melilitkan padanya serban atau kain pengikat dan lain sebagainya.

(HR. Muslim)

Makna "كَاسِيَاتٌ" (kāsiyāt): berpakaian dengan nikmat Allah.

عَارِيَاتٌ ('āriyāt): telanjang dari mensyukurinya. Juga dikatakan, maknanya yaitu dia menutup sebagian tubuhnya dan membuka sebagiannya untuk memperlihatkan kecantikannya. Yang lain mengatakan, yaitu dia memakai pakaian tipis yang menggambarkan warna tubuhnya.

Sedangkan makna "مَائِلاتٌ" (mā`ilaāt), dikatakan, yaitu mereka miring (menyimpang) dari ketaatan kepada Allah -Ta'ālā- dan perkara-perkara yang harus mereka jaga.

مُمِيلاَتٌ (mumīlāt): mereka mengajarkan perbuatan tercelanya kepada wanita lain. Yang lain mengatakan, bahwa "مَائِلاتٌ" (mā`ilaāt) adalah mereka yang berjalan lenggak-lenggok menggoyang bahunya. Yang lain mengatakan, "مَائِلاتٌ" (mā`ilaāt) adalah mereka yang menyisir rambutnya dengan sisiran miring yang merupakan sisiran wanita-wanita pezina.

Sedangkan "مُمِيلاَتٌ" (mumīlāt): mereka yang menyisir wanita lainnya seperti sisiran tersebut.

رُؤُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ: mereka yang melebarkan dan meninggikan rambut dengan melilitkan padanya serban atau kain pengikat dan lain sebagainya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengingatkan para wanita muslimah jangan sampai menjadi media fitnah dan kehancuran, tetapi mereka wajib berpegang teguh dengan hijab yang disyariatkan, karena akan menjadi sebab terjaganya mereka dari setan manusia dan jin.

2) Ajakan syariat untuk menjaga kehormatan kaum muslimin dari berbagai fitnah.

3) Menampakkan bukti kenabian Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau tidak berbicara mengikuti hawa nafsunya. Apa yang dikabarkan oleh beliau telah terbukti, padahal hal itu belum ada di zaman beliau.

 293- BAB LARANGAN MENIRU SETAN DAN ORANG-ORANG KAFIR

1/1634- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian makan menggunakan tangan kiri karena setan makan dan minum menggunakan tangan kirinya."(HR. Muslim)2/1635- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jangan sekali-kali salah seorang kalian makan dengan tangan kirinya ataupun minum dengannya, karena setan makan dengan tangan kirinya dan juga minum dengannya."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian makan menggunakan tangan kiri karena setan makan dan minum menggunakan tangan kirinya."

(HR. Muslim)

2/1635- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Jangan sekali-kali salah seorang kalian makan dengan tangan kirinya ataupun minum dengannya, karena setan makan dengan tangan kirinya dan juga minum dengannya."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri di selain kondisi darurat, karena orang yang makan atau minum dengan tangan kiri telah menyerupai setan.

2) Disunahkan menggunakan tangan kanan untuk menyelisihi setan dan mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sebab ia merupakan ajaran dan petunjuk terbaik.

Faedah Tambahan:

Larangan meniru setan juga mencakup tindakan memberi dan menerima. Seorang muslim tidak menerima kecuali dengan tangan kanannya, dan tidak memberi kecuali dengan tangan kanannya, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Hendaklah salah seorang kalian makan dengan tangan kanannya, minum dengan tangan kanannya, mengambil dengan tangan kanannya, dan memberi dengan tangan kanannya. Karena setan makan dengan tangan kirinya, minum dengan tangan kirinya, memberi dengan tangan kirinya, dan mengambil dengan tangan kirinya." (HR. Ibnu Majah)

3/1636- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka!"(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka!"

(Muttafaq 'Alaih)

Maksudnya mewarnai jenggot dan rambut yang putih dengan warna kuning atau merah. Adapun dengan warna hitam, maka dilarang, sebagaimana akan kita disebutkan dalam bab setelah ini, insya Allah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban menyelisihi Ahli Kitab dalam hal kebiasaan, perkataan, dan perbuatan mereka yang menjadi ciri khas mereka. Hal ini berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia menjadi bagian dari mereka." (HR. Ahmad dan Abu Daud)

2) Disunahkan mewarnai rambut putih dan menyemirnya dengan selain warna hitam.

 294- BAB LARANGAN MENYEMIR RAMBUT DENGAN WARNA HITAM BAGI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

1/1637- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Abu Quhāfah, ayah Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhumā- dibawa menghadap Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada hari penaklukan Mekah sementara kepala dan janggutnya telah putih seperti bunga ṡugāmah. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Ubahlah warna putih ini, dan jauhilah warna hitam!'"(HR. Muslim)

Ubahlah warna putih ini, dan jauhilah warna hitam!'"

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الثُّغَامَةُ (aṡ-ṡugāmah): tumbuhan yang memiliki bunga dan buah berwarna putih, dijadikan sebagai perumpamaan uban karena warna putihnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran menyemir rambut orang yang sudah berumur tua sebagai wujud mengikuti Sunnah Nabi dan menyelisihi orang-orang musyrik.

2) Pengharaman menyemir rambut menggunakan warna hitam, di antara hikmahnya bahwa semir warna hitam menampilkan kebalikan dari hakikat dan realitas rambut.

Faedah Tambahan:

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Al-Musnad (3/160), dari Muhammad bin Sīrīn, dia berkata, Anas bin Mālik pernah ditanya tentang semir Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka dia berkata,

"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak memiliki uban kecuali sedikit. Tapi setelahnya Abu Bakar dan Umar menyemir rambutnya dengan daun pacar dan katam (sejenis dengan pacar)." Anas berkata, "Ketika penaklukan Mekah, Abu Bakar datang dengan membawa ayahnya, Abu Quḥāfah kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu meletakkannya di hadapan beliau. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata kepada Abu Bakar, 'Kalau saja engkau biarkan beliau -yaitu Abu Quḥāfah- di rumahnya lalu kami yang datang kepadanya untuk memuliakan Abu Bakar.' Abu Quḥāfah kemudian masuk Islam, sementara rambut dan janggutnya telah memutih seperti bunga ṡugāmah. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Ubahlah keduanya. Tapi hindari warna hitam.'"

 295- BAB LARANGAN QAZA'; YAITU MENCUKUR SEBAGIAN KEPALA DAN MENINGGALKAN SEBAGIAN YANG LAIN, SERTA LAKI-LAKI BOLEH BOTAK, SEMENTARA PEREMPUAN TIDAK BOLEH

1/1638- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang qaza' (mencukur sebagian kepala dan membiarkan sebagian lainnya)."(Muttafaq 'Alaih)2/1639- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat seorang anak yang dicukur sebagian rambutnya dan sebagiannya lagi dibiarkan. Lantas beliau melarang mereka melakukan hal itu seraya bersabda,"Cukurlah semuanya atau biarkan semuanya!"

(Muttafaq 'Alaih)

2/1639- Juga dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat seorang anak yang dicukur sebagian rambutnya dan sebagiannya lagi dibiarkan. Lantas beliau melarang mereka melakukan hal itu seraya bersabda,

"Cukurlah semuanya atau biarkan semuanya!"

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim)

Kosa Kata Asing:

القَزَعُ (al-qaza'): mencukur sebagian kepala dan meninggalkan sebagiannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mencukur sebagian kepala dan meninggalkan sebagian lainnya. Di antara hikmahnya adalah bahwa itu merusak keindahan dan bentuk mutilasi terhadap kepala serta merupakan kezaliman dan tindakan tidak adil.

2) Agama Islam tidak melarang sesuatu kecuali disertai bimbingan kepada yang lebih bermanfaat dan lebih utama bagi hamba; di sini Islam melarang qaza' lalu mengarahkan supaya mencukur seluruh rambut atau membiarkan seluruhnya.

Faedah Penting:

Al-Ḥāfiẓ Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam kitab Tuḥfatul-Maulūd fī Aḥkāmil-Maulūd,

"Qaza' adalah mencukur sebagian kepala anak dan membiarkan sebagian lainnya. Syekh kami mengatakan bahwa ini termasuk kesempurnaan cinta Allah dan Rasul-Nya pada keadilan. Allah memerintahkannya sekalipun itu terkait urusan manusia bersama dirinya; Allah melarangnya mencukur sebagian kepalanya dan meninggalkan sebagian yang lain karena merupakan bentuk kezaliman terhadap kepala lantaran sebagiannya dibiarkan berpakaian (berambut) sementara sebagian lainnya telanjang (botak). Semisal dengan hal ini adalah bahwa, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang duduk di antara sinar matahari dan bayangan." Karena di dalamnya terdapat kezaliman pada sebagian badan. Juga semisal dengannya bahwa, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang seseorang berjalan menggunakan satu sandal. Tetapi, antara dia memakaikan keduanya atau melepaskan keduanya."

Qaza' terbagi menjadi empat jenis:

Pertama: mencukur sebagian kepala di beberapa tempat di sana sini; ini berasal dari kata "Taqazza'a as-saḥāb", artinya: awan terpotong-potong.

Kedua: mencukur bagian tengah kepala dan meninggalkan bagian-bagian yang ada di sampingnya; seperti yang dilakukan oleh para diakon dalam agama Nasrani.

Ketiga: mencukur bagian samping dan membiarkan bagian tengah; seperti yang dilakukan oleh banyak orang yang tidak bermoral.

Keempat: mencukur bagian depan kepala dan membiarkan bagian belakangnya.

Ini semuanya merupakan bentuk qaza'. Wallāhu a'lam." Sampai di sini perkataan Ibnul-Qayyim.

3/1640- Abdullah bin Ja'far -raḍiyallāhu 'anhuma- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sengaja menunda datang kepada keluarga Ja'far (saat Ja'far syahid) selama tiga hari. Setelah itu beliau mendatangi mereka. Beliau bersabda, "Janganlah kalian menangisi saudaraku setelah hari ini!" Beliau kemudian bersabda, "Panggilkan kepadaku anak-anak saudaraku!" Lalu kami dihadirkan, seolah kami ini anak-anak burung. Beliau bersabda, "Panggilkan aku tukang cukur!" Selanjutnya beliau menyuruhnya untuk mencukur kepala kami.(HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim)

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَفْرُخٌ (afrukh), bentuk jamak dari "فَرْخٌ" (farkh), yaitu anak burung.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mencukur kepala biasanya dilakukan sebagai tindakan membuang rasa sedih dan optimis akan bahagia.

2) Tidak boleh menangisi mayat lebih dari tiga hari.

Faedah Tambahan:

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mencukur kepala mereka karena ibu mereka tidak sempat untuk menyisir rambut mereka serta memandikan kepala mereka lantaran disibukkan oleh musibah tersebut. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memperbaiki keadaan mereka. Ini adalah wujud kasih sayang beliau kepada pengikut dan keluarga beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

4/1641- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang perempuan mencukur kepalanya." [54]

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mencukur semua rambut seorang perempuan, baik dia masih kecil maupun sudah besar, kecuali tiba-tiba ada keperluan.

2) Perempuan yang memotong rambutnya hingga menyerupai rambut laki-laki termasuk bentuk tasyabbuh yang terlarang.

 296- BAB PENGHARAMAN MENYAMBUNG RAMBUT, MEMBUAT TATO, DAN MENGIKIR GIGI

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah ināṡan (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka,yang dilaknati Allah, dan (setan) itu mengatakan, 'Aku pasti akan mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu.Dan pasti akan kusesatkan mereka, akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah (lalu mereka benar-benar mengubahnya) ...”(QS. An-Nisā`: 117-119)

"Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah ināṡan (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka,

yang dilaknati Allah, dan (setan) itu mengatakan, 'Aku pasti akan mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu.

Dan pasti akan kusesatkan mereka, akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah (lalu mereka benar-benar mengubahnya) ...”

(QS. An-Nisā`: 117-119)

Pelajaran dari Ayat:

1) Mengubah ciptaan Allah -'Azza wa Jalla- berasal dari penyesatan setan kepada manusia.

2) Yang diharamkan dalam mengubah ciptaan Allah adalah melakukan sesuatu yang tidak dibolehkan secara syariat dalam bentuk ketaatan kepada setan. Adapun yang dibolehkan, seperti mencabut bulu ketiak, memangkas rambut dan kumis, dan semisalnya, maka hal itu disyariatkan.

1/1642- Asmā` -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia berkata, "Wahai Rasulullah! Putriku ditimpa campak sehingga rambutnya rontok, sementara aku hendak menikahkannya, bolehkah aku menyambungnya?" Beliau bersabda,"Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang disambung rambutnya."(Muttafaq ‘Alaih)

"Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang disambung rambutnya."

(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat lain, "Wanita yang menyambung rambut dan yang meminta rambutnya disambung."

فَتَمَرَّقَ (fa tamarraqa) dengan "rā`": berjatuhan dan rontok.الْوَاصِلَةُ (al-wāṣilah): wanita yang menyambung rambutnya sendiri, atau menyambung rambut wanita lain dengan rambut lain.المَوْصُولَةُ (al-mauṣūlah): wanita yang rambutnya disambung.المُسْتَوْصِلَةُ (al-mustauṣilah): wanita yang minta rambutnya disambung.

الْوَاصِلَةُ (al-wāṣilah): wanita yang menyambung rambutnya sendiri, atau menyambung rambut wanita lain dengan rambut lain.

المَوْصُولَةُ (al-mauṣūlah): wanita yang rambutnya disambung.

المُسْتَوْصِلَةُ (al-mustauṣilah): wanita yang minta rambutnya disambung.

Juga diriwayatkan oleh Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- dengan lafal yang semisal dengannya. (Muttafaq 'Alaih)

2/1643- Ḥumaid bin Abdurrahman meriwayatkan bahwa dia mendengar Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- pada musim haji berkhotbah di atas mimbar lalu mengambil seikat rambut yang ada di tangan seorang pengawal, dia berkata, "Wahai penduduk Madinah! Di manakah ulama-ulama kalian? Aku mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang perbuatan seperti ini, dan beliau bersabda,Sesungguhnya Bani Israil binasa ketika kaum wanita mereka mengenakan barang ini (rambut palsu).'"(Muttafaq ‘Alaih)

Sesungguhnya Bani Israil binasa ketika kaum wanita mereka mengenakan barang ini (rambut palsu).'"

(Muttafaq ‘Alaih)

Kosa Kata Asing:

قُصّة (quṣṣah): satu ikat rambut.

حَرسِيٍّ (ḥarasiy): pembantu raja seperti pengawal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman menyambung rambut, di antaranya yang disebut wig. Perbuatan ini termasuk dosa besar karena adanya laknat yang ditujukan padanya. Maka, di manakah para suami saat istri-istri mereka melakukan dosa besar ini?!

2) Menyambung rambut berasal dari perbuatan orang-orang Yahudi yang dimurkai, maka waspadalah dan berhati-hatilah dari mengikuti jejak mereka serta meniru perbuatan mereka; "Siapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut."

3/1644- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta rambutnya disambung, serta wanita yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato."(Muttafaq 'Alaih)4/1645- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Allah melaknat wanita yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato, yang meminta bulu alisnya dicabut, dan yang merenggangkan giginya demi kecantikan yang mengubah ciptaan Allah."Seorang perempuan kemudian mempertanyakan hal itu kepadanya, maka Ibnu Mas'ūd berkata, "Bagaimana aku tidak akan melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- padahal hal itu ada di dalam Kitab Allah?!Allah -Ta'ālā- berfirman,"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."(QS. Al-Ḥasyr: 7).(Muttafaq 'Alaih)المُتَفَلِّجَةُ (al-mutafallijah): wanita yang mengikir giginya supaya sedikit renggang satu sama lain dan menjadikannya cantik, dan ini yang disebut dengan wasyr.النَامِصَةُ (an-nāmiṣah): wanita yang mencabut bulu alis wanita lain dan menipiskannya agar menjadi indah.المُتَنَمِّصَةُ (al-mutanammiṣah): wanita yang meminta bulu alisnya dicabut dan ditipiskan.

(Muttafaq 'Alaih)

4/1645- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,

"Allah melaknat wanita yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato, yang meminta bulu alisnya dicabut, dan yang merenggangkan giginya demi kecantikan yang mengubah ciptaan Allah."

Seorang perempuan kemudian mempertanyakan hal itu kepadanya, maka Ibnu Mas'ūd berkata, "Bagaimana aku tidak akan melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- padahal hal itu ada di dalam Kitab Allah?!

Allah -Ta'ālā- berfirman,

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."

(QS. Al-Ḥasyr: 7).

(Muttafaq 'Alaih)

المُتَفَلِّجَةُ (al-mutafallijah): wanita yang mengikir giginya supaya sedikit renggang satu sama lain dan menjadikannya cantik, dan ini yang disebut dengan wasyr.

النَامِصَةُ (an-nāmiṣah): wanita yang mencabut bulu alis wanita lain dan menipiskannya agar menjadi indah.

المُتَنَمِّصَةُ (al-mutanammiṣah): wanita yang meminta bulu alisnya dicabut dan ditipiskan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman menyambung rambut, membuat tato, mencabut bulu alis, dan merenggangkan gigi, serta penjelasan bahwa pelaku dan objek sama-sama terlaknat.

2) Menerangkan bahwa kehujahan Sunnah ditetapkan berdasarkan Al-Qur`ān, oleh karena itu Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- menegaskan kehujahan Sunnah dengan berdalilkan firman Allah -Ta'ālā-,"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."

 297- BAB LARANGAN MENCABUT UBAN JANGGUT, KEPALA, DAN LAINNYA, DAN LARANGAN BAGI PEMUDA REMAJA MENCABUT BULU JANGGUTNYA KETIKA PERTAMA KALI TUMBUH

1/1646- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Janganlah kalian mencabut uban! Karena uban itu adalah cahaya seorang muslim pada hari Kiamat."(Hadis hasan; HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy;Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

"Janganlah kalian mencabut uban! Karena uban itu adalah cahaya seorang muslim pada hari Kiamat."

(Hadis hasan; HR. Abu Daud, Tirmizi, dan An-Nasā`iy;

Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mencabut uban dari janggut, kepala, dan lainnya karena uban akan menjadi saksi bagi seorang hamba pada hari Kiamat.

2) Uban akan menjadi cahaya bagi orang beriman di akhirat dan menjadi bentuk kewibawaan di dunia.

2/1647- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”(HR. Muslim)

“Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Semua tindakan yang diada-adakan dalam agama adalah bidah, yaitu semua amalan yang menyelisihi Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- atau Sunnah Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk.

2) Di antara tanda kedalaman fikih seorang hamba ialah antusias untuk mengikuti petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, berpegang teguh dengan Sunnahnya, dan tidak menyelisihi perintahnya, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Peringatan:

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang umatnya mencabut uban dari janggut, kepala, dan lainnya. Masuk dalam larangan ini pengharaman mencabut janggut ketika pertama kali tumbuh walaupun belum sempurna, lalu bagaimana dengan orang yang dianugerahi oleh Allah -Ta'ālā- serta dijadikan tampan dan disempurnakan kelaki-lakiannya dengan janggut sempurna tetapi kemudian dia sengaja menyukurnya?!Bukankah perbuatan ini masuk dalam sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak"?!Sungguh sangat bagus apa yang dilakukan oleh penulis, An-Nawawiy -raḥimahullāh-, beliau menyebutkan hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- di dalam judul bab ini! Tujuannya untuk mengingatkan bahwa mencabut uban dan janggut atau mengurisnya adalah bertentangan dengan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Bukankah perbuatan ini masuk dalam sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak"?!

Sungguh sangat bagus apa yang dilakukan oleh penulis, An-Nawawiy -raḥimahullāh-, beliau menyebutkan hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- di dalam judul bab ini! Tujuannya untuk mengingatkan bahwa mencabut uban dan janggut atau mengurisnya adalah bertentangan dengan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

 298- BAB DIMAKRUHKAN BERISTINJA DAN MEMEGANG KEMALUAN DENGAN TANGAN KANAN TANPA ADA UZUR

1/1648- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanan, jangan beristinja dengan tangan kanan, dan jangan bernapas di dalam wadah minum."(Muttafaq ‘Alaih)

"Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanan, jangan beristinja dengan tangan kanan, dan jangan bernapas di dalam wadah minum."

(Muttafaq ‘Alaih)

Dalam pembahasan ini terbanyak banyak sekali hadis-hadis yang sahih.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan beristinja dengan menggunakan tangan kanan, memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing, dan bernapas dalam wadah air ketika minum.

2) Menjelaskan keagungan agama Islam dalam semua adab dan bimbingannya, yaitu ketika Islam mendorong semua hal yang menjaga kesehatan hamba terkait badan dan hatinya serta melarang semua yang akan membahayakannya dalam hal itu.

Agama Islam datang untuk kebahagiaan manusia ... menghilangkan keburukan dan mara bahaya dari mereka.

Semua perkara berguna telah disyariatkannya ... sedangkan semua yang membahayakan kita telah dilarangnya.

 299- BAB DIMAKRUHKAN BERJALAN MENGGUNAKAN SATU SANDAL ATAU SATU SEPATU TANPA UZUR, SERTA DIMAKRUHKAN MEMASANG SANDAL DAN SEPATU SAMBIL BERDIRI TANPA UZUR

1/1649- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah salah seorang dari kalian berjalan dengan menggunakan satu sandal. Tetapi hendaknya dia memakai keduanya atau melepaskan keduanya sekalian."Dalam riwayat lainnya disebutkan, "Atau menelanjangi keduanya sekalian."(Muttafaq ‘Alaih)2/1650- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila tali sandal salah seorang dari kalian putus, maka janganlah dia berjalan dengan satu sandal sampai dia memperbaikinya."(HR. Muslim)

"Janganlah salah seorang dari kalian berjalan dengan menggunakan satu sandal. Tetapi hendaknya dia memakai keduanya atau melepaskan keduanya sekalian."

Dalam riwayat lainnya disebutkan, "Atau menelanjangi keduanya sekalian."

(Muttafaq ‘Alaih)

2/1650- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Apabila tali sandal salah seorang dari kalian putus, maka janganlah dia berjalan dengan satu sandal sampai dia memperbaikinya."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لِيَنعلْهُما (li yan'alhumā): hendaklah dia memakai keduanya.

الشِّسْع (asy-syasy'): salah satu tali sandal yang dimasukkan di antara dua jari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan berjalan dalam keadaan salah satu kaki menggunakan sandal sedangkan yang lain tidak memakai sandal, karena yang demikian itu termasuk sikap zalim di antara anggota tubuh, sementara kita wajib bersikap adil, memberikan setiap pemilik hak apa yang menjadi haknya, dan agar pelaku hal tersebut tidak dicela.

2) Sesekali berjalan tanpa sandal tanpa bertujuan agar terkenal termasuk Sunnah, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang perbuatan banyak bermewah-mewah dan memerintahkan supaya sesekali berjalan tanpa sandal.

3/1651- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang seseorang mengenakan sandal sambil berdiri.

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dimakruhkan memakai sandal sambil berdiri karena dikhawatirkan terjatuh.

2) Perhatian Islam terhadap adab-adab yang umum agar seorang muslim tampil dalam keadaan dan penampilan paling bagus.

Peringatan:

Larangan ini khusus pada sandal yang membutuhkan proses ketika dimasukkan ke kaki, karena dikhawatirkan terjatuh ketika memasangnya.Adapun sandal yang pemakaiannya tidak membutuhkan proses dan tidak dikhawatirkan adanya risiko, maka tidak mengapa bila dipasang sambil berdiri, karena hal itu tidak masuk dalam larangan.

Adapun sandal yang pemakaiannya tidak membutuhkan proses dan tidak dikhawatirkan adanya risiko, maka tidak mengapa bila dipasang sambil berdiri, karena hal itu tidak masuk dalam larangan.

 300- LARANGAN MEMBIARKAN API DI RUMAH KETIKA TIDUR DAN SEMISALNYA, BAIK API DI LAMPU MINYAK ATAUPUN LAINNYA

1/1652- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Jangan biarkan api menyala di rumah kalian ketika kalian sedang tidur!"(Muttafaq ‘Alaih)2/1653- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Sebuah rumah di Madinah terbakar bersama pemiliknya pada malam hari. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diceritakan tentang kondisi mereka, beliau bersabda,"Sesungguhnya api itu musuh bagi kalian. Jika kalian tidur, maka padamkanlah!"(Muttafaq 'Alaih)3/1654- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tutuplah bejana, ikatlah kantung air, tutuplah pintu, dan padamkanlah lampu karena setan tidak bisa membuka ikatan kantong air, tidak bisa membuka pintu, dan tidak dapat membuka tutup bejana. Jika salah seorang kalian tidak menemukan sesuatu untuk menutup bejananya kecuali sebuah kayu dan menyebut nama Allah, maka lakukanlah hal itu. Sesungguhnya tikus dapat membakar pemilik rumah dengan membakar rumahnya."(HR. Muslim)

"Jangan biarkan api menyala di rumah kalian ketika kalian sedang tidur!"

(Muttafaq ‘Alaih)

2/1653- Abu Musa Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Sebuah rumah di Madinah terbakar bersama pemiliknya pada malam hari. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diceritakan tentang kondisi mereka, beliau bersabda,

"Sesungguhnya api itu musuh bagi kalian. Jika kalian tidur, maka padamkanlah!"

(Muttafaq 'Alaih)

3/1654- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,

"Tutuplah bejana, ikatlah kantung air, tutuplah pintu, dan padamkanlah lampu karena setan tidak bisa membuka ikatan kantong air, tidak bisa membuka pintu, dan tidak dapat membuka tutup bejana. Jika salah seorang kalian tidak menemukan sesuatu untuk menutup bejananya kecuali sebuah kayu dan menyebut nama Allah, maka lakukanlah hal itu. Sesungguhnya tikus dapat membakar pemilik rumah dengan membakar rumahnya."

(HR. Muslim)

الفُوَيْسِقَةُ (al-fuwaisiqah): tikus. تَضْرِمُ (taḍrimu): ia membakar.

Kosa Kata Asing:

أَوْكِئُوا (awki`ū): ikatlah oleh kalian. السِّقَاءَ (as-siqā`): wadah terbuat dari kulit yang digunakan menyimpan air.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan meninggalkan tungku api dalam keadaan masih menyala di dalam rumah ketika tidur karena dikhawatirkan terjadi kebakaran.

2) Anjuran menutup wadah makanan dan menyumbat tempat penyimpanan air untuk melindunginya dari berbagai bala atau bahaya seperti serangga, kotoran, dan wabah.

3) Anjuran menutup pintu ketika tidur.

4) Merutinkan zikir-zikir yang disyariatkan termasuk penyebab seseorang dijaga dan dilindungi dari tipu daya setan.

Faedah Tambahan:

Tidak mengapa membiarkan lampu listrik -yang memiliki sinar redup- tetap menyala di malam hari, karena ilat (sebab) larangan ini, yaitu sebab terjadinya kebakaran, tidak terdapat padanya. Wallāhu a'lam.

 301- BAB LARANGAN MEMAKSAKAN DIRI, YAITU MELAKUKAN PERBUATAN DAN PERKATAAN YANG TIDAK MEMILIKI MASLAHAT DENGAN SUSAH PAYAH

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang memaksakan diri.'"(QS. Ṣād: 86).1/1655- Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami dilarang untuk menyusahkan diri."(HR. Bukhari)

"Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang memaksakan diri.'"

(QS. Ṣād: 86).

1/1655- Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kami dilarang untuk menyusahkan diri."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan banyak bertanya tentang sesuatu yang tidak bermanfaat serta larangan seseorang menyusahkan diri pada sesuatu yang tidak penting baginya, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia.

2) Seorang hamba sepatutnya tidak menyibukkan diri dengan perkataan ataupun perbuatan yang tidak mengandung faedah, karena itu termasuk pemaksaan diri yang tercela.

2/1656- Masrūq meriwayatkan, Kami pernah datang menemui Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-, maka dia berkata, "Wahai sekalian manusia! Siapa yang memiliki ilmu tentang sesuatu hendaklah dia sampaikan. Namun siapa yang tidak memiliki ilmu hendaklah mengatakan 'Allāhu a'lam.' Karena termasuk ilmu bila engkau berkata pada apa yang tidak engkau ketahui: Allāhu a'lam.Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-,Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang memaksakan diri.'"(HR. Bukhari)

Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-,

Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang memaksakan diri.'"

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan larangan keras dari perbuatan memaksakan diri dalam berbagai persoalan serta larangan membahasnya tanpa dasar ilmu.

2) Setengah ilmu ialah ucapan orang yang tidak memiliki ilmu: Allāhu a'lam.

Faedah Tambahan:

Al-'Allāmah Ibnu Sa'diy -raḥimahullāh- berkata,

"Diamnya seorang hamba pada sesuatu yang tidak dia ketahui memiliki banyak faedah, di antaranya:

- Ini adalah sikap yang diwajibkan kepadanya.

- Bila dia diam dan mengatakan "Allāhu a'lam", maka ilmu tentang hal itu akan segera sampai kepadanya.

- Bila dia diam pada perkara yang tidak dia ketahui, maka hal itu adalah bukti dia bisa dipercaya, amanah, dan menguasai permasalahan yang dia sampaikan dengan yakin. Wallāhu a'lam." (Al-Fatāwā As-Sa'diyyah)

 302- BAB PENGHARAMAN MERATAPI MAYAT, MEMUKUL PIPI, MEROBEK BAJU, MENCABUT DAN MENCUKUR HABIS RAMBUT, SERTA BERDOA UNTUK CELAKA DAN BINASA

1/1657- Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang wafat akan disiksa di dalam kuburnya dengan sebab adanya ratapan kepadanya."Dalam riwayat lain, "Selama dia diratapi."(Muttafaq 'Alaih)

"Orang yang wafat akan disiksa di dalam kuburnya dengan sebab adanya ratapan kepadanya."

Dalam riwayat lain, "Selama dia diratapi."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

النِّيَاحَةُ (an-niyāḥah/ratapan): menangisi orang mati disertai mengangkat suara dan menyebutkan sifat-sifat mayit dalam rangka berbangga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman meratapi orang mati karena bertentangan dengan kesabaran.

2) Meratap mengandung semacam penolakan terhadap takdir Allah -'Azza wa Jalla-, padahal yang wajib dilakukan ialah tunduk kepada takdir Allah yang memberatkan.

Peringatan:

Makna hadis ini ditujukan kepada orang yang memiliki kebiasaan meratap, atau yang berwasiat kepada keluarganya dengan hal itu, atau orang yang lalai melarang keluarganya dari meratap. Sehingga seorang hamba wajib mewasiatkan keluarganya untuk mengikuti petunjuk Sunnah ketika dia meninggal serta membimbing mereka untuk menjauhi apa-apa yang dilarang oleh syariat dalam permasalahan kematian, karena dengan cara seperti itu dia telah menunaikan tanggung jawabnya, mengajari keluarganya, dan selamat dari ancaman. Wallāhu a'lam.

2/1658- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, dan menyeru dengan seruan orang-orang jahiliah."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, dan menyeru dengan seruan orang-orang jahiliah."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengharamkan teriakan jahiliah dalam ratapan karena ia bukan merupakan ciri khas orang Islam.

2) Menjelaskan keutamaan sabar dan mengharap pahala ketika terjadi musibah serta menampakkan rida pada ketetapan dan takdir Allah.

3/1659- Abu Burdah mengatakan bahwa Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- sakit lalu pingsan sementara kepalanya di pangkuan salah satu istrinya, maka istrinya itu berteriak, namun Abu Musa tidak bisa melarangnya sedikit pun. Manakala dia sadar, dia berkata, "Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlepas diri dari wanita yang berteriak keras, mencukur rambut, dan merobek-robek pakaian (ketika terjadi musibah)."(Muttafaq 'Alaih)الصَّالِقَةُ (aṣ-ṣāliqah): wanita yang mengangkat suaranya dengan ratapan dan pujian.الحَالِقَةُ (al-ḥāliqah): wanita yang mencukur kepalanya ketika terjadi musibah.الشَّاقَّةُ (asy-syāqah): wanita yang merobek-robek pakaiannya.

(Muttafaq 'Alaih)

الصَّالِقَةُ (aṣ-ṣāliqah): wanita yang mengangkat suaranya dengan ratapan dan pujian.

الحَالِقَةُ (al-ḥāliqah): wanita yang mencukur kepalanya ketika terjadi musibah.

الشَّاقَّةُ (asy-syāqah): wanita yang merobek-robek pakaiannya.

Kosa Kata Asing:

حِجر (ḥijr): pangkuan.

الرَّنَّةُ (ar-rannah): suara tangis yang mengandung rintihan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Meratap, mencukur rambut, dan merobek pakaian ketika musibah terjadi termasuk kemungkaran yang wajib diingkari karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlepas diri dari pelakunya.

2) Seorang hamba wajib mengikuti Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-.

4/1660- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang diratapi (saat meninggal), maka dia akan disiksa pada hari Kiamat karena ratapan tersebut."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang diratapi (saat meninggal), maka dia akan disiksa pada hari Kiamat karena ratapan tersebut."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman meratapi orang mati karena hal itu menjadi sebab adanya siksaan pada hari Kiamat.

2) Orang yang wafat akan disiksa di dalam kuburnya dan pada hari Kiamat dengan sebab adanya ratapan kepadanya bila dia menjadi sebab ratapan tersebut.

5/1661- Ummu 'Aṭiyyah Nusaibah (dengan mendamahkan "nūn" dan boleh memfatahkannya) -raḍiyallāhu 'anhā- berkata,"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengambil sumpah setia kami ketika baiat bahwa kami dilarang meratap."(Muttafaq 'Alaih)

"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengambil sumpah setia kami ketika baiat bahwa kami dilarang meratap."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Meratap merupakan perilaku jahiliah yang sepatutnya ditinggalkan oleh seorang muslim manakala dia telah masuk ke dalam lingkaran dan petunjuk syariat.

2) Menjelaskan tata cara baiat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kaum wanita, yaitu dengan syarat mereka meninggalkan kebiasaan jahiliah.

6/1662- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Abdullah bin Rawāḥah -raḍiyallāhu 'anhu- pernah pingsan hingga membuat saudarinya menangis dan berkata padanya, 'Duhai gunung tempatku bernaung. Duhai begini... Duhai begini...' Dia menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Ketika Abdullah bin Rawāḥah sadar, ia berkata, 'Tidaklah engkau mengatakan sesuatu melainkan dikatakan kepadaku, 'Benarkah kamu demikian?!'"(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman meratapi orang yang wafat karena hal itu menyakitinya.

2) Pengharaman mengklaim sifat-sifat yang sebenarnya tidak ada pada seseorang, baik dilakukan sendiri ataupun dilakukan pihak lain.

7/1663- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata bahwa Sa'ad bin 'Ubādah -raḍiyallāhu 'anhu- jatuh sakit lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang membesuknya bersama Abdurrahman bin 'Auf, Sa'ad bin Abi Waqqās, dan Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhum-. Ketika masuk, beliau menemukannya dalam keadaan pingsan. Beliau berkata, "Apakah dia sudah wafat?" Para sahabat menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menangis. Ketika mereka melihat tangis Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka pun ikut menangis. Beliau bersabda,"Maukah kalian mendengar? Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan siksa disebabkan air mata maupun kesedihan hati. Tetapi Allah akan memberikan siksa atau mengasihi dengan sebab ini." Beliau menunjuk ke lisannya.(Muttafaq 'Alaih)

"Maukah kalian mendengar? Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan siksa disebabkan air mata maupun kesedihan hati. Tetapi Allah akan memberikan siksa atau mengasihi dengan sebab ini." Beliau menunjuk ke lisannya.

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

غَشْيَةٌ (gasyyah): kondisi pingsan.

أَقَضَى؟ (aqaḍā): apakah dia sudah wafat?

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh bersedih dan menangisi orang wafat dengan tangisan yang tidak disertai ratapan, karena hal ini merupakan bentuk saling mengasihi di antara sesama.

2) Mengungkapkan keluhan dengan lisan dan meratap merupakan sebab adanya siksaan pada hari Kiamat.

6/1664- Abu Mālik Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wanita yang meratapi orang mati bila belum bertobat sebelum meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dengan mengenakan pakaian dari belangkin serta mantel dari kudis."(HR. Muslim)

"Wanita yang meratapi orang mati bila belum bertobat sebelum meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dengan mengenakan pakaian dari belangkin serta mantel dari kudis."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

سِرْبَالٌ (sirbāl): pakaian.

قَطِرَانٍ (qaṭirān): cairan hitam busuk membantu untuk menyalakan api.

دِرْعٌ (dir'): sesuatu yang dipakai di atas dada.

جَرَبٍ (jarab): penyakit yang menimpa kulit dan menyisakan bekas luka.

9/1665- Asīd bin Abu Asīd, seorang tabiin, meriwayatkan dari seorang wanita yang ikut membaiat (Rasulullah) bahwa dia berkata, "Di antara perkara makruf yang diwasiatkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada kami (ketika mengambil baiat) adalah supaya kami tidak mendurhakai beliau di dalamnya yaitu agar kami tidak mencakar wajah (ketika ditimpa musibah), tidak berdoa celaka, tidak merobek baju, dan tidak mengacak rambut."

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Kosa Kata Asing:

نَخْمِشَ (nakhmisy): melukai.

جَيْباً (jaiban): Bagian baju di atas dada sebagai penutup dada.

نَنْثُرَ شَعْراً (nanṡur syi'ran): mencerai-beraikan rambut dan mengacaknya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman mencakar muka, meratap, dan mengacak rambut ketika terjadi musibah karena itu merupakan perbuatan jahiliah yang diharamkan oleh agama.

2) Potret baiat yang dilakukan pada masa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; yaitu orang-orang beriman berbaiat untuk meninggalkan perbuatan haram secara mutlak dan mengerjakan ketaatan semampu mereka.

10/1666- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Tidaklah seseorang meninggal dunia lalu orang yang menangis di antara mereka bangkit seraya meratapinya dengan berkata, 'Duhai pelindungku, duhai tuanku ...' atau kalimat lain ‎semisalnya, melainkan diutus kepadanya dua malaikat yang memukul dada orang mati itu sambil bertanya, '‎Apakah engkau memang seperti itu?!'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

“Tidaklah seseorang meninggal dunia lalu orang yang menangis di antara mereka bangkit seraya meratapinya dengan berkata, 'Duhai pelindungku, duhai tuanku ...' atau kalimat lain ‎semisalnya, melainkan diutus kepadanya dua malaikat yang memukul dada orang mati itu sambil bertanya, '‎Apakah engkau memang seperti itu?!'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

اللَّهزُ (al-lahz): mendorong dengan kepalan tangan di dada.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman meratapi orang mati dan menyebutkan sifat yang tidak ada padanya.

2) Bentakan malaikat kepada orang yang wafat ialah bila di masa hidupnya dia tidak berpesan agar mereka tidak meratapinya.

11/1667- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada dua perkara yang masih dilakukan oleh manusia, kedua-duanya merupakan bentuk kekufuran: mencela nasab dan meratapi orang mati."(HR. Muslim)

"Ada dua perkara yang masih dilakukan oleh manusia, kedua-duanya merupakan bentuk kekufuran: mencela nasab dan meratapi orang mati."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan meratapi orang yang wafat karena hal itu termasuk perbuatan kufur dan perangai jahiliah.

2) Perihal perbuatan merupakan cabang kekufuran tidak serta-merta mengharuskan pelakunya menjadi kafir.

Faedah Tambahan:

Rangkuman dari hadis-hadis di atas:

Tangis yang terjadi secara alami hukumnya tidak apa-apa. Adapun ratapan, memukul pipi, merobek baju, dan mencabut rambut atau mencukur maupun mengacaknya, semua itu hukumnya haram.Ini merupakan perkara yang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlepas diri darinya serta orang mati akan disiksa dengan sebab ratapan tersebut bila dia tidak pernah melarangnya di masa hidupnya ataupun tidak berpesan kepada keluarganya agar tidak melakukannya dan mengingatkan mereka darinya.

Ini merupakan perkara yang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlepas diri darinya serta orang mati akan disiksa dengan sebab ratapan tersebut bila dia tidak pernah melarangnya di masa hidupnya ataupun tidak berpesan kepada keluarganya agar tidak melakukannya dan mengingatkan mereka darinya.

 303- BAB LARANGAN MENDATANGI DUKUN, MUNAJIM, PARANORMAL, PERAMAL YANG MERAMAL DENGAN MEMBUAT GARIS DI TANAH, MEMUKULKAN KERIKIL DAN BIJI GANDUM, DAN LAIN SEBAGAINYA

1/1668- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Sejumlah orang bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang dukun, beliau bersabda,"Mereka itu bukan apa-apa."Mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Terkadang mereka menyampaikan sesuatu pada kami dan ternyata benar terjadi?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kalimat itu bagian dari kebenaran yang disambar jin lalu ia menyampaikannya ke telinga walinya, kemudian mereka mencampurnya dengan seratus kedustaan."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Bukhari dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya para malaikat turun ke awan, lalu menyebutkan perkara yang telah ditetapkan di langit. Setan lalu berusaha mencuri berita tersebut (dengan menguping) hingga berhasil mendengarnya. Lantas ia membisikkannya kepada dukun dan mencampurnya dengan seratus kedustaan dari diri mereka sendiri."فَيَقُرّها (fayaqurruhā), dengan memfatahkan "yā`" dan mendamahkan "qāf", setelahnya "rā`", artinya: maka ia menyampaikannya.الْعَنَانُ (al-'anān), dengan memfatahkan "'ain" (bermakna: awan).

"Mereka itu bukan apa-apa."

Mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Terkadang mereka menyampaikan sesuatu pada kami dan ternyata benar terjadi?" Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Kalimat itu bagian dari kebenaran yang disambar jin lalu ia menyampaikannya ke telinga walinya, kemudian mereka mencampurnya dengan seratus kedustaan."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sesungguhnya para malaikat turun ke awan, lalu menyebutkan perkara yang telah ditetapkan di langit. Setan lalu berusaha mencuri berita tersebut (dengan menguping) hingga berhasil mendengarnya. Lantas ia membisikkannya kepada dukun dan mencampurnya dengan seratus kedustaan dari diri mereka sendiri."

فَيَقُرّها (fayaqurruhā), dengan memfatahkan "yā`" dan mendamahkan "qāf", setelahnya "rā`", artinya: maka ia menyampaikannya.

الْعَنَانُ (al-'anān), dengan memfatahkan "'ain" (bermakna: awan).

Pelajaran dari Hadis:

1) Keharaman mendatangi dukun; bahwa "Siapa yang datang ke dukun atau peramal lalu membenarkan apa yang diucapkannya, dia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Sebagaimana yang terdapat dalam hadis sahih.

2) Dukun-dukun itu, kalaupun mereka benar di satu ucapan, mereka telah berdusta bersamanya seratus kedustaan, karena mereka adalah para pendusta berdasarkan berita dari Nabi Nuhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Lalu mengapa banyak orang datang kepada mereka?!

2/1669- Ṣafiyyah binti Abu 'Ubaid meriwayatkan dari sebagian istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Siapa yang mendatangi peramal lalu menanyakan sesuatu kepadanya lalu mempercayainya, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari."(HR. Muslim)

"Siapa yang mendatangi peramal lalu menanyakan sesuatu kepadanya lalu mempercayainya, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan keras serta ancaman besar terhadap perbuatan mendatangi dukun dan peramal; karena mempercayai mereka hukumnya haram dan mengakibatkan salat seorang hamba tidak diterima sebagai hukuman dari kesalahan mendatangi mereka.

2) Pengharaman mendatangi para peramal secara mutlak, baik seseorang mempercayainya ataupun tidak mempercayainya, kecuali bila dia datang untuk mengungkap kebohongannya.

3/1670- Qabīṣah bin Al-Mukhāriq -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,"'Iyāfah (ramalan dengan garis), ṭiyarah (penentuan kesialan), dan ṭarq (penentuan optimis dan pesimis dengan media burung) berasal dari jibt (tagut)."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan) [1]Abu Daud berkata, "Aṭ-Ṭarq artinya melepas burung. Yaitu dia merasa optimis atau pesimis (terhadap rencananya) berdasarkan arah terbangnya. Bila burung tersebut terbang ke arah kanan, dia merasa optimis. Namun bila ia terbang ke arah kiri, dia menjadi pesimis."Abu Daud juga berkata, "Al-'Iyāfah ialah meramal dengan membuat garis."

"'Iyāfah (ramalan dengan garis), ṭiyarah (penentuan kesialan), dan ṭarq (penentuan optimis dan pesimis dengan media burung) berasal dari jibt (tagut)."

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan) [1]

Abu Daud berkata, "Aṭ-Ṭarq artinya melepas burung. Yaitu dia merasa optimis atau pesimis (terhadap rencananya) berdasarkan arah terbangnya. Bila burung tersebut terbang ke arah kanan, dia merasa optimis. Namun bila ia terbang ke arah kiri, dia menjadi pesimis."

Abu Daud juga berkata, "Al-'Iyāfah ialah meramal dengan membuat garis."

Al-Jauhariy berkata dalam Aṣ-Ṣiḥāḥ, "Al-Jibt ialah kata yang diperuntukkan pada patung, dukun, penyihir, dan semisalnya."

Pelajaran dari Hadis:

1) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang perkara-perkara ini agar hamba tidak bergantung kepada siapa pun selain Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Keharaman perkara-perkara ini karena merupakan pintu kesyirikan kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan bertentangan dengan pokok-pokok tauhid.

Peringatan:

Ketika agama melarang perkara-perkara tersebut, agama mengarahkan muslim pada petunjuk yang disyariatkan dalam perkara yang membingungkannya, di antaranya ialah salat istikharah,yaitu melakukan salat sunah dua rakaat kemudian berdoa kepada Allah dengan doa yang diajarkan,"Allāhumma innī astakhīruka bi 'ilmika ..."

yaitu melakukan salat sunah dua rakaat kemudian berdoa kepada Allah dengan doa yang diajarkan,

"Allāhumma innī astakhīruka bi 'ilmika ..."

Agama Islam juga membimbing seorang muslim untuk bermusyawarah kepada orang-orang baik dan berpengalaman. Tidak akan menyesal orang yang melakukan istikharah kepada Allah -Ta'ālā- dan bermusyawarah kepada orang-orang baik dan cerdas serta berhati-hati dalam urusan.

4/1671- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan), sungguh dia telah mempelajari sebagian sihir. Semakin banyak dia mempelajari ilmu nujum, semakin banyak pula dia mempelajari sihir."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan), sungguh dia telah mempelajari sebagian sihir. Semakin banyak dia mempelajari ilmu nujum, semakin banyak pula dia mempelajari sihir."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

اقْتبَسَ (iqtabasa): mengambil faedah dan pelajaran.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman sihir karena termasuk yang menghancurkan dan membinasakan serta menjerumuskan ke dalam kesyirikan kepada Allah -Ta'ālā-.

2) Larangan praktik ilmu nujum dengan berbagai bentuknya serta larangan membenarkan munajim karena mereka adalah tukang sihir dan musyrik.

Faedah Tambahan:

Tanjīm (ilmu nujum) berbeda dengan ilmu falak yang termasuk ilmu yang bermanfaat. Dengan ilmu falak dapat diketahui perjalanan bintang serta konsekuensinya berupa pergantian siang dan malam, kemunculan hilal, gerhana matahari dan bulan, dan berbagai musim lainnya yang berkaitan dengan hukum-hukum syariat dan maslahat manusia dalam urusan kehidupan mereka.

Adapun tanjīm yang merupakan klaim perkara gaib, klaim adanya pengaruh bintang terhadap bumi, dan merupakan kerja sama antara setan manusia dengan jin, maka ia adalah yang dilarang dalam hadis-hadis di atas.

5/1672- Mu'āwiyah bin Al-Ḥakam -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Aku baru saja meninggalkan kejahiliahan dan Allah -Ta'ālā- telah mendatangkan Islam. Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun." Beliau bersabda, "Jangan engkau datangi mereka!" Aku berkata lagi, "Sebagian kami ada orang-orang yang melakukan taṭayyur (penentuan kesialan)." Beliau bersabda,"Itu hanyalah perasaan yang mereka dapatkan dalam dada mereka, maka janganlah hal itu sampai menghalangi mereka."Aku berkata lagi, "Sebagian kami ada orang-orang yang membuat garis (untuk ramalan)." Beliau bersabda,"Dulu ada seorang nabi yang membuat garis, siapa yang garisnya sama dengan garis nabi itu, maka itu benar."(HR. Muslim)

"Itu hanyalah perasaan yang mereka dapatkan dalam dada mereka, maka janganlah hal itu sampai menghalangi mereka."

Aku berkata lagi, "Sebagian kami ada orang-orang yang membuat garis (untuk ramalan)." Beliau bersabda,

"Dulu ada seorang nabi yang membuat garis, siapa yang garisnya sama dengan garis nabi itu, maka itu benar."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman mendatangi dukun dan bertanya kepada mereka tentang perkara-perkara gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Ṭiyarah tidak boleh menghalangi seorang muslim dari menunaikan pekerjaan yang sedang dihadapinya; bila seorang muslim telah bertekad pada suatu urusan -setelah melakukan istikharah dan musyawarah- hendaklah dia bertawakal kepada Allah dan melakukan sebab-sebab kesuksesannya.

6/1673- Abu Mas'ūd Al-Badriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang hasil penjualan anjing, mahar pelacur, dan upah dukun.(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

مَهْرِ الْبَغِيِّ (mahr al-bagiy): upah yang diberikan kepada pelacur atas jasa perzinaan.

حُلْوَانِ الْكَاهِنِ (ḥulwān al-kāhin): upah yang diberikan kepada dukun sebagai imbalan praktik perdukunannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman memberi upah kepada dukun terkait praktik perdukunannya karena sesuatu yang haram maka membayar upahnya juga haram.

2) Setiap yang membuat kerusakan pada masyarakat muslim -seperti dukun dan penyihir- maka mereka wajib dihinakan dan tidak dimuliakan.

Faedah Tambahan:

Orang yang bertobat dari perbuatan-perbuatan ini maka harta yang dihasilkannya harus dilihat, jika pemiliknya diketahui, harta tersebut dikembalikan kepadanya untuk membebaskan diri dari memakan harta orang dengan cara batil.

Namun bila mereka tidak diketahui, harta tersebut disedekahkan untuk menyelamatkan diri darinya, atau harta tersebut dibelanjakan pada tempat-tempat yang tidak terhormat seperti fasilitas umum yang tidak terhormat, atau diberikan makan kepada hewan, misalnya, sebagaimana hal itu diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Muḥaiṣah, dari ayahnya, bahwa dia pernah meminta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mengambil upah atas praktik bekam, namun beliau melarangnya. Kemudian dia tetap bertanya dan meminta izin sampai beliau bersabda,"Berikan ia sebagai pakan unta pengambil air milikmu dan sebagai makanan budakmu."An-Nāḍiḥ adalah hewan yang digunakan dalam pengairan, yaitu digunakan untuk mengambil dan mengeluarkan air dari sumur.Dalam riwayat lain hadis ini yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad bahwa beliau melarangnya dari hasil mata pencariannya itu, dia bertanya, "Tidakkah aku memberikannya kepada anak-anak yatimku?" Beliau bersabda, "Jangan." Dia bertanya lagi, "Tidakkah aku menyedekahkannya?" Beliau bersabda, "Jangan." Lalu belau mengizinkannya untuk memberikannya sebagai pakan unta pengambil air miliknya.

"Berikan ia sebagai pakan unta pengambil air milikmu dan sebagai makanan budakmu."

An-Nāḍiḥ adalah hewan yang digunakan dalam pengairan, yaitu digunakan untuk mengambil dan mengeluarkan air dari sumur.

Dalam riwayat lain hadis ini yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad bahwa beliau melarangnya dari hasil mata pencariannya itu, dia bertanya, "Tidakkah aku memberikannya kepada anak-anak yatimku?" Beliau bersabda, "Jangan." Dia bertanya lagi, "Tidakkah aku menyedekahkannya?" Beliau bersabda, "Jangan." Lalu belau mengizinkannya untuk memberikannya sebagai pakan unta pengambil air miliknya.

 304- BAB LARANGAN TAṬAYYUR

Hadis-hadis yang berkaitan dengan bab ini juga telah disebutkan dalam bab sebelumnya.

Faedah:

Taṭayyur adalah menentukan kesialan dengan sebab sesuatu yang dilihat atau didengar atau dengan sebab waktu atau tempat tertentu. Ia dinamakan taṭayyur karena bangsa Arab di masa jahiliah berpatokan pada burung dalam mengerjakan atau meninggalkan suatu pekerjaan, lalu pemakaian istilah itu menjadi umum pada semua bentuk penentuan kesialan.

1/1674- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada ‘adwā (penyakit menular) dan tidak ada ṭiyarah (penentuan sial). Namun aku menyukai al-fa`l (optimis)." Para sahabat bertanya, "Apakah itu al-fa`l?" Beliau bersabda,"Perkataan yang baik."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidak ada ‘adwā (penyakit menular) dan tidak ada ṭiyarah (penentuan sial). Namun aku menyukai al-fa`l (optimis)." Para sahabat bertanya, "Apakah itu al-fa`l?" Beliau bersabda,

"Perkataan yang baik."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Agama menafikan penyakit menular menurut yang dipahami pada masa jahiliah, yaitu penyakit menular sendiri secara alami. Adapun pemahaman bahwa berpindahnya penyakit dari orang yang sakit pada orang yang sehat dengan ketetapan dan kehendak dari Allah -'Azza wa Jalla-, maka ini adalah makna penularan yang benar.

2) Larangan taṭayyur dan pesimisme karena hal itu melahirkan sikap malas, sedih, dan gundah pada hamba.

2/1675- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada penyakit menular dan tidak ada keyakinan sial. Bila keyakinan sial dibenarkan dengan sebab sesuatu, maka itu ada pada rumah, perempuan, dan kuda."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidak ada penyakit menular dan tidak ada keyakinan sial. Bila keyakinan sial dibenarkan dengan sebab sesuatu, maka itu ada pada rumah, perempuan, dan kuda."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الشُّؤْمُ (asy-syu`m): keburukan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan taṭayyur dan pesimisme karena bertentangan dengan prinsip tawakal kepada Allah serta husnuzan terhadap ketetapan-Nya.

2) Pesimisme tidak akan mendatangkan suatu kebaikan. Seandainya pesimisme mengandung kebaikan, tentulah sesuatu yang paling tepat dengannya ketika itu adalah rumah, perempuan, dan kendaraan berdasarkan satu riwayat yang menerangkan makna ini,"Tidak ada kesialan. Terkadang keberkahan itu ada pada tiga hal; istri, kuda, dan rumah."(HR. Ibnu Majah)

"Tidak ada kesialan. Terkadang keberkahan itu ada pada tiga hal; istri, kuda, dan rumah."

(HR. Ibnu Majah)

3/1676- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah meramalkan kesialan. (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam hal membenci taṭayyur dan keyakinan sial.

2) Petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengandung ketenangan, serta kesehatan jiwa dan fisik yang sempurna bagi hamba disertai kebersihan hati dan kebahagiaan ruh;"Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu." (QS. Al-Anfāl: 24)4/1677- 'Urwah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Pernah ṭiyarah disebutkan di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda,"Yang lebih baik dari ṭiyarah adalah al-fa`l. Ṭiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Bila salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang tidak diinginkannya, hendaknya dia berdoa, 'Allāhumma lā ya`tī bil-ḥasanāti illā Anta, walā yadfa'us-sayyi`āt illā Anta, walā ḥaula walā quwwata illā bika' (Ya Allah! Tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau. Tidak ada yang dapat menolak keburukan kecuali Engkau. Tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan-Mu)."(Hadis sahih;HR. Abu Daud dengan sanad sahih) [2]

"Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu." (QS. Al-Anfāl: 24)

4/1677- 'Urwah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Pernah ṭiyarah disebutkan di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda,

"Yang lebih baik dari ṭiyarah adalah al-fa`l. Ṭiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Bila salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang tidak diinginkannya, hendaknya dia berdoa, 'Allāhumma lā ya`tī bil-ḥasanāti illā Anta, walā yadfa'us-sayyi`āt illā Anta, walā ḥaula walā quwwata illā bika' (Ya Allah! Tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau. Tidak ada yang dapat menolak keburukan kecuali Engkau. Tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan-Mu)."

(Hadis sahih;

HR. Abu Daud dengan sanad sahih) [55]

Pelajaran dari Hadis:

1) Optimisme merupakan akhlak seorang muslim yang wajib dia pakai, karena dapat memacunya untuk beramal dengan semangat dan sungguh-sungguh.

2) Seorang hamba harus memohon pertolongan kepada Allah -'Azza wa Jalla- dalam mewujudkan kebaikan dan menolak keburukan, serta tidak meminta kepada makhluk pada perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-;"Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fātiḥah: 5)

"Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fātiḥah: 5)

 305- BAB PENGHARAMAN MEMBUAT GAMBAR HEWAN DI TIKAR, BATU, PAKAIAN, UANG DIRHAM, BANTAL TIDUR, UANG DINAR, BANTAL DUDUK, DAN LAIN SEBAGAINYA SERTA LARANGAN MEMBUAT GAMBAR DI DINDING, TIRAI, SERBAN, JUBAH, PAKAIAN, DAN SEMISALNYA DAN PERINTAH MEMUSNAHKAN GAMBAR

1/1678- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari Kiamat. Dikatakan pada mereka, 'Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan!'"(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari Kiamat. Dikatakan pada mereka, 'Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan!'"

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman membuat gambar makhluk bernyawa dengan tangan atau pahatan karena adanya ancaman azab terhadap orang yang membuatnya.

2) Peringatan terhadap siksa Allah -'Azza wa Jalla- bagi orang-orang yang membuat gambar, yaitu mereka diperintahkan dengan perintah yang tak akan mampu mereka lakukan, berupa menghidupkan gambar-gambar yang mereka buat.

2/1679- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pulang dari sebuah perjalanan, dan aku telah menutup berandaku dengan tirai tipis yang bergambar. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihatnya, beliau melepasnya dan muka beliau berubah. Beliau bersabda,Wahai Aisyah! Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat kelak adalah orang yang menandingi penciptaan Allah.'Aisyah berkata, "Lalu kami memotong-motongnya lalu membuatnya menjadi satu atau dua buah bantal."(Muttafaq 'Alaih)القِرَامُ (al-qirām) dengan mengkasrahkan "qāf", yaitu: tirai.السَّهْوَةُ (as-sahwah), dengan memfatahkan "sīn", yaitu teras yang ada di bagian depan rumah.Yang lain berpendapat, yaitu lubang yang tembus di dinding.

Wahai Aisyah! Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat kelak adalah orang yang menandingi penciptaan Allah.'

Aisyah berkata, "Lalu kami memotong-motongnya lalu membuatnya menjadi satu atau dua buah bantal."

(Muttafaq 'Alaih)

القِرَامُ (al-qirām) dengan mengkasrahkan "qāf", yaitu: tirai.

السَّهْوَةُ (as-sahwah), dengan memfatahkan "sīn", yaitu teras yang ada di bagian depan rumah.

Yang lain berpendapat, yaitu lubang yang tembus di dinding.

Kosa Kata Asing:

تَماثِيلُ (tamāṡīl): gambar.

يُضَاهُونَ (yuḍāhūna): menyamakan apa yang mereka buat dengan apa yang diciptakan oleh Allah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memajang gambar di dalam rumah hukumnya haram berdasarkan ancaman yang ada di dalamnya.

2) Menjelaskan ancaman keras terhadap para pembuat gambar, sebagaimana akan disebutkan dalam hadis Ibnu 'Abbās berikut.

3/1680- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Setiap tukang gambar itu berada di dalam neraka; dengan setiap gambar yang dibuatnya akan diciptakan baginya satu jiwa lalu menyiksanya di dalam neraka Jahanam."Ibnu 'Abbās berkata, "Bila engkau harus menggambar, maka gambarlah pohon dan apa saja yang tidak memiliki nyawa."(Muttafaq 'Alaih)

"Setiap tukang gambar itu berada di dalam neraka; dengan setiap gambar yang dibuatnya akan diciptakan baginya satu jiwa lalu menyiksanya di dalam neraka Jahanam."

Ibnu 'Abbās berkata, "Bila engkau harus menggambar, maka gambarlah pohon dan apa saja yang tidak memiliki nyawa."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan beratnya ancaman bagi para pembuat gambar yang bernyawa, yaitu mereka akan disiksa dalam neraka dengan sebab gambar yang mereka buat.

2) Diperbolehkan membuat gambar yang tidak memiliki nyawa seperti pohon, gunung, sungai, dan lain sebagainya.

4/1681- Juga dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang membuat gambar di dunia, kelak pada hari Kiamat dia akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalam gambar yang dibuatnya, padahal dia tidak akan bisa meniupkannya."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang membuat gambar di dunia, kelak pada hari Kiamat dia akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalam gambar yang dibuatnya, padahal dia tidak akan bisa meniupkannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dari menggambar atau memahat makhluk bernyawa.

2) Balasan setimpal dengan jenis perbuatan; yaitu siapa yang menandingi ciptaan Allah -Ta'ālā-, maka Allah akan menyiksanya pada hari Kiamat, yaitu dia disiksa dengan gambar yang dia buat.

5/1682- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat adalah para penggambar."(Muttafaq 'Alaih)

"Orang yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat adalah para penggambar."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman membuat gambar, karena ia merupakan dosa besar yang diancam pelakunya dengan siksaan yang berat.

2) Adanya ancaman keras terhadap sebuah dosa adalah dalil bahwa dosa itu termasuk dosa besar sehingga seorang muslim wajib menjauhinya.

6/1683- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -Ta'ālā- berfirman, “Tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang bermaksud membuat seperti ciptaan-Ku. Hendaklah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum."(Muttafaq 'Alaih)

Allah -Ta'ālā- berfirman, “Tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang bermaksud membuat seperti ciptaan-Ku. Hendaklah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan buruknya pekerjaan para penggambar karena mengandung peniruan terhadap ciptaan Allah padahal mereka sangat lemah. Lalu, bagaimana bisa makhluk yang lemah tak berdaya nekat menandingi ciptaan Al-Khāliq Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa?!

2) Seorang hamba wajib merealisasikan penghambaan kepada Allah -Ta'ālā-, di antaranya tidak nekat menandingi hak yang khusus bagi Allah -Ta'ālā- dalam hal penciptaan.

7/1684- Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat tidak akan masuk ke satu rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar."(Muttafaq 'Alaih)8/1685- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Jibril berjanji kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk datang kepadanya, namun dia terlambat, sampai Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merasa susah. Lantas beliau keluar, ternyata Jibril menemui beliau lalu mengadu kepadanya. Jibril berkata,"Sungguh kami tidak masuk ke satu rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar."(HR. Bukhari)

"Malaikat tidak akan masuk ke satu rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar."

(Muttafaq 'Alaih)

8/1685- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Jibril berjanji kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk datang kepadanya, namun dia terlambat, sampai Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- merasa susah. Lantas beliau keluar, ternyata Jibril menemui beliau lalu mengadu kepadanya. Jibril berkata,

"Sungguh kami tidak masuk ke satu rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar."

(HR. Bukhari)

رَاثَ (rāṡa), dengan "ṡā`": ia terlambat.

9/1686- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Jibril -'alaihis-salām- berjanji kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam satu waktu ia akan datang kepadanya. Waktu yang dijanjikan pun tiba, tapi ia tidak datang menemuinya." Aisyah melanjutnya, "Saat itu, di tangan beliau ada sebuah tongkat, maka beliau melemparkannya dari tangannya sambil berkata, 'Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, begitu pula para utusan-Nya.' Lantas beliau menoleh, ternyata ada seekor anak anjing di bawah ranjangnya. Beliau bertanya, 'Kapan anjing ini masuk?' Aku menjawab, 'Demi Allah! Aku tidak mengetahuinya.' Lalu beliau memerintahkan untuk mengeluarkannya. Kemudian Jibril -'alaihis-salām- datang, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pun bertanya,Engkau telah berjanji kepadaku, maka aku duduk menunggumu, namun engkau tidak juga datang menemuiku.'Jibril berkata, 'Anjing yang tadi ada di rumahmu telah menghalangiku. Sungguh kami tidak akan masuk ke satu rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.'"(HR. Muslim)

Engkau telah berjanji kepadaku, maka aku duduk menunggumu, namun engkau tidak juga datang menemuiku.'

Jibril berkata, 'Anjing yang tadi ada di rumahmu telah menghalangiku. Sungguh kami tidak akan masuk ke satu rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar tidak akan dimasuki oleh malaikat sehingga penghuni rumah terhalangi dari istigfar dan doa permohonan rahmat oleh malaikat untuk mereka.

2) Pengharaman menggantung gambar di dinding, dan ini termasuk perkara yang banyak tersebar dalam rumah-rumah kaum muslimin.

10/1687- Abul-Hayyāj Ḥayyān bin Ḥuṣain berkata, Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata kepadaku, "Maukah engaku aku utus sebagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mengutusku, yaitu agar engkau tidak meninggalkan sebuah gambar kecuali engkau musnahkan dan tidak meninggalkan kubur yang tinggi kecuali engkau ratakan."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

طَمَسْتَهَا (ṭamastahā): engkau hilangkan dan ubah penampakannya.

سَوَّيْتَهُ (sawwaitahu): engkau jadikan ia rata dengan tanah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa saja yang melihat sebuah gambar yang haram agar memusnahkannya dan mengingkari orang yang membuat dan memajangnya sesuai dengan kemampuannya atas hal itu.

2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk mengamalkan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta menyampaikannya kepada generasi setelah mereka dengan penuh amanah dan kejujuran.Beginilah seharusnya keadaan generasi umat yang diberkahi ini; yaitu mereka saling menyampaikan Sunnah Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- satu sama lain.

Beginilah seharusnya keadaan generasi umat yang diberkahi ini; yaitu mereka saling menyampaikan Sunnah Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- satu sama lain.

Peringatan:

Rincian hukum membuat gambar telah disebutkan dalam penjelasan hadis no. 650 hal. 438.

 306- BAB PENGHARAMAN MEMELIHARA ANJING KECUALI UNTUK BERBURU ATAU MENJAGA TERNAK ATAU TANAMAN

1/1688- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memelihara anjing yang selain anjing untuk berburu atau menjaga ternak, maka pahalanya akan berkurang dua qīrāṭ setiap hari."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang memelihara anjing yang selain anjing untuk berburu atau menjaga ternak, maka pahalanya akan berkurang dua qīrāṭ setiap hari."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Satu qīrāṭ."

2/1689- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang memelihara anjing, maka akan berkurang dari amalnya setiap hari satu qīrāṭ, kecuali anjing penjaga tanaman atau ternak."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan,"Siapa yang memelihara anjing yang bukan anjing pemburu atau penjaga ternak dan tanaman, maka akan berkurang dari pahalanya dua qīrāṭ setiap hari."

"Siapa yang memelihara anjing, maka akan berkurang dari amalnya setiap hari satu qīrāṭ, kecuali anjing penjaga tanaman atau ternak."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan,

"Siapa yang memelihara anjing yang bukan anjing pemburu atau penjaga ternak dan tanaman, maka akan berkurang dari pahalanya dua qīrāṭ setiap hari."

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh memelihara anjing untuk berburu atau menjaga tanaman dan ternak karena dibutuhkan, adapun memelihara anjing untuk selain itu maka hukumnya haram.

2) Agama datang membawa kemudahan dan keringanan bagi para hamba demi menjaga kepentingan mereka;"Dan Allah tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama." (QS. Al-Ḥajj: 78).

"Dan Allah tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama." (QS. Al-Ḥajj: 78).

 307- BAB MAKRUH MENGALUNGKAN LONCENG PADA UNTA DAN HEWAN LAINNYA SERTA MAKRUH MEMBAWA ANJING DAN LONCENG DALAM PERJALANAN

1/1690- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat tidak akan menyertai rombongan yang di dalamnya ada anjing atau lonceng."(HR. Muslim)2/1691- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,"Lonceng adalah seruling setan".(HR. Muslim)

"Malaikat tidak akan menyertai rombongan yang di dalamnya ada anjing atau lonceng."

(HR. Muslim)

2/1691- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,

"Lonceng adalah seruling setan".

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan dan larangan menggantung lonceng, khususnya pada hewan, berdasarkan dalil larangan yang ada dalam masalah itu.

2) Lonceng adalah media seruling yang disenangi oleh setan dan dijauhi oleh malaikat yang mulia.

3) Hamba yang diberi taufik adalah yang bersungguh-sungguh mengerjakan apa yang dicintai oleh Allah dan menjauhi apa yang disenangi oleh setan.

 308- BAB MAKRUH MENGENDARAI HEWAN JALLĀLAH, YAITU UNTA YANG MEMAKAN KOTORAN, BILA KEMUDIAN IA MAKAN PAKAN YANG SUCI SEHINGGA DAGINGNYA MENJADI BAIK, MAKA HUKUM MAKRUH ITU HILANG

1/1692- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang dari mengendarai unta jallālah."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

الجَلّالة (al-jallālah): hewan yang memakan jallah, yaitu kotoran, baik kotoran manusia, binatang, atau lainnya yang semisal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Dimakruhkan mengendarai hewan yang memakan najis dan kotoran;di antara hikmah larangan ini ialah agar pengendara tidak terkena najis.

di antara hikmah larangan ini ialah agar pengendara tidak terkena najis.

2) Ajakan syariat Islam untuk membersihkan diri dari najis demi menjaga kemuliaan hamba dan melindungi kesehatannya.

 309- BAB LARANGAN MELUDAH DI MASJID DAN PERINTAH MENGHILANGKANNYA BILA DITEMUKAN DI MASJID SERTA PERINTAH MEMBERSIHKAN MASJID DARI KOTORAN

1/1693- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Meludah di masjid adalah dosa dan kafaratnya adalah dengan menimbunnya."(Muttafaq 'Alaih)Yang dimaksud dengan menimbunnya ialah bila masjid tersebut berlantaikan tanah, pasir, atau sejenisnya, maka dia menimbunnya di bawah tanah.Abul-Maḥāsin Ar-Rūyāniy dari kalangan ulama kami dalam kitabnya, Al-Baḥr, berkata, "Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan menimbunnya ialah mengeluarkannya dari masjid. Adapun jika masjid tersebut berlantai keramik atau semen, lalu digosok dengan sandal atau semisalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang jahil, maka itu bukan menimbun, bahkan justru menambah kesalahan dan memperluas kotoran di masjid.Orang yang melakukan itu harus melapnya setelah itu dengan pakaiannya, tangannya, atau lainnya, atau mencucinya.

"Meludah di masjid adalah dosa dan kafaratnya adalah dengan menimbunnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Yang dimaksud dengan menimbunnya ialah bila masjid tersebut berlantaikan tanah, pasir, atau sejenisnya, maka dia menimbunnya di bawah tanah.

Abul-Maḥāsin Ar-Rūyāniy dari kalangan ulama kami dalam kitabnya, Al-Baḥr, berkata, "Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan menimbunnya ialah mengeluarkannya dari masjid. Adapun jika masjid tersebut berlantai keramik atau semen, lalu digosok dengan sandal atau semisalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang jahil, maka itu bukan menimbun, bahkan justru menambah kesalahan dan memperluas kotoran di masjid.

Orang yang melakukan itu harus melapnya setelah itu dengan pakaiannya, tangannya, atau lainnya, atau mencucinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman membuang ludah dan dahak di dalam masjid.

2) Anjuran agama untuk menyingkirkan kotoran dari masjid untuk menjaga kehormatan masjid dan kewajiban menjunjungnya.

2/1694- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melihat ingus atau ludah atau dahak di dinding di arah kiblat, maka beliau pun menggosoknya.(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba melihat kotoran di masjid maka dia harus membersihkannya sebagai wujud peneladanan terhadap junjungan para rasul yaitu Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Motivasi untuk mengagungkan semua yang diperintahkan oleh Allah untuk diagungkan, di antaranya adalah masjid.

3/1695- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak layak sedikit pun ada kencing dan kotoran di dalamnya, karena ia hanya untuk tempat berzikir (mengingat) Allah -Ta'ālā- dan membaca Al-Qur`ān."Atau sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.(HR. Muslim)

"Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak layak sedikit pun ada kencing dan kotoran di dalamnya, karena ia hanya untuk tempat berzikir (mengingat) Allah -Ta'ālā- dan membaca Al-Qur`ān."

Atau sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang muslim harus memuliakan rumah-rumah Allah dengan tidak membuang kotoran di dalamnya untuk mengagungkan kehormatannya.

2) Motivasi untuk memakmurkan rumah-rumah Allah dengan ibadah salat, bacaan Al-Qur`ān, zikir kepada Allah -Ta'ālā-, dan halakah-halakah ilmu yang bermanfaat di dalamnya.

 310- BAB MAKRUH BERTENGKAR DAN MENGANGKAT SUARA DI DALAM MASJID SERTA MENGUMUMKAN BARANG HILANG, JUAL BELI, SEWA-MENYEWA, DAN TRANSAKSI LAINNYA

1/1696- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mendengar seseorang mencari (mengumumkan) barang hilang di masjid, hendaklah dia mengucapkan, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid tidak dibangun untuk hal seperti ini.'"(HR. Muslim)2/1697- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila kalian melihat orang berjualan atau berbelanja di masjid, maka katakanlah, 'Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada perniagaanmu.' Dan apabila kalian melihat orang mengumumkan barang hilang di masjid, maka katakanlah, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.'"

"Siapa yang mendengar seseorang mencari (mengumumkan) barang hilang di masjid, hendaklah dia mengucapkan, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid tidak dibangun untuk hal seperti ini.'"

(HR. Muslim)

2/1697- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Apabila kalian melihat orang berjualan atau berbelanja di masjid, maka katakanlah, 'Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada perniagaanmu.' Dan apabila kalian melihat orang mengumumkan barang hilang di masjid, maka katakanlah, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

3/1698- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa ada seseorang mengumumkan kehilangan di dalam masjid, dia berkata, "Siapa yang mengetahui unta merah?" Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Semoga engkau tidak menemukannya, karena masjid itu hanya dibangun untuk manfaat yang menjadi tujuan ia dibangun."(HR. Muslim)4/1699- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang melakukan jual beli, mengumumkan barang hilang, atau melantunkan syair di dalam masjid."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

"Semoga engkau tidak menemukannya, karena masjid itu hanya dibangun untuk manfaat yang menjadi tujuan ia dibangun."

(HR. Muslim)

4/1699- 'Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang melakukan jual beli, mengumumkan barang hilang, atau melantunkan syair di dalam masjid."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

يَنْشُدُ (yansyudu): mencari.

يَبْتَاعُ (yabtā'): membeli.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengumumkan barang hilang di dalam masjid untuk menjunjung kehormatannya dan agar tidak mengganggu orang salat.

2) Pengharaman melakukan jual beli di dalam masjid bagi penjual dan pembeli.

3) Anjuran memperbanyak zikir kepada Allah -Ta'ālā-, membaca Al-Qur`ān, berdiskusi ilmu agama, dan menegakkan salat di masjid, karena ini yang menjadi tujuan masjid dibangun dan didirikan.

4) Larangan melantunkan syair-syair yang tidak berguna di dalam masjid. Adapun syair-syair yang berisikan kata-kata hikmah, zuhud, serta motivasi melakukan ketaatan dan jihad di jalan Allah, maka hal itu disunahkan dan dianjurkan.

5/1700- As-Sā`ib bin Yazīd, seorang sahabat, -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku berada di masjid, lalu seseorang melempariku dengan kerikil. Aku pun melihatnya, ternyata Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Dia berkata, 'Pergilah, lalu bawakan kepadaku dua orang itu.' Aku pun datang kepadanya dengan membawa dua orang tersebut. Umar berkata, 'Dari mana kalian berdua?' Keduanya menjawab, 'Kami penduduk Taif.' Umar berkata, 'Seandainya kalian berdua dari penduduk negeri ini, pasti kalian berdua sudah aku hukum karena kalian meninggikan suara di masjid Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-!'"(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

حَصَبَني (ḥaṣabanī): dia melemparku dengan ḥaṣbā`, yaitu kerikil kecil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan meninggikan suara di dalam masjid karena dikhawatirkan akan mengganggu.

2) Anjuran untuk mengagungkan masjid secara umum, dan khususnya Masjid Nabawi, karena besarnya kehormatan dan kemuliaan masjid, dan hal itu termasuk menjunjung syiar Allah -Ta'ālā-.

 311- LARANGAN MASUK MASJID BAGI ORANG YANG TELAH MAKAN BAWAH PUTIH, BAWANG MERAH, BAWANG PREI, ATAU LAINNYA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP SEBELUM BAUNYA HILANG KECUALI DALAM KONDISI DARURAT

1/1701- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang telah makan tanaman ini -yaitu bawang putih- maka jangan sekali-kali dia mendekati masjid kami."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang telah makan tanaman ini -yaitu bawang putih- maka jangan sekali-kali dia mendekati masjid kami."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, "... masjid-masjid kami."

2/1702- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang telah makan tanaman ini, maka janganlah dia mendekati kami dan jangan pula mengerjakan salat bersama kami."(Muttafaq 'Alaih)3/1703- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang telah makan bawang putih atau bawang merah, hendaknya dia menjauhi kami, atau hendaknya dia menjauhi masjid kami."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim yang lain,"Siapa yang makan bawang merang, bawang putih, dan bawang prei, maka jangan sekali-kali dia mendekati masjid kami, karena malaikat merasa terganggu oleh apa yang mengganggu manusia."4/1704- Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia berkhotbah pada hari Jumat. Ia berkata dalam khotbahnya,"Kemudian kalian, wahai sekalian manusia! Kalian memakan dua jenis tanaman yang aku tidak melihatnya melainkan mengandung bau yang tidak sedap, yaitu bawang merah dan bawang putih. Padahal, sungguh aku telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, apabila beliau mendapatkan bau keduanya pada seseorang di dalam masjid, beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan ke Baqī'. Oleh karena itu, siapa yang memakannya, hendaknya menghilangkan baunya dengan dimasak."(HR. Muslim)

"Siapa yang telah makan tanaman ini, maka janganlah dia mendekati kami dan jangan pula mengerjakan salat bersama kami."

(Muttafaq 'Alaih)

3/1703- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang telah makan bawang putih atau bawang merah, hendaknya dia menjauhi kami, atau hendaknya dia menjauhi masjid kami."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain,

"Siapa yang makan bawang merang, bawang putih, dan bawang prei, maka jangan sekali-kali dia mendekati masjid kami, karena malaikat merasa terganggu oleh apa yang mengganggu manusia."

4/1704- Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia berkhotbah pada hari Jumat. Ia berkata dalam khotbahnya,

"Kemudian kalian, wahai sekalian manusia! Kalian memakan dua jenis tanaman yang aku tidak melihatnya melainkan mengandung bau yang tidak sedap, yaitu bawang merah dan bawang putih. Padahal, sungguh aku telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, apabila beliau mendapatkan bau keduanya pada seseorang di dalam masjid, beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan ke Baqī'. Oleh karena itu, siapa yang memakannya, hendaknya menghilangkan baunya dengan dimasak."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الْكُرَّاثَ (al-kurrās): sayuran sejenis bawang merah yang memiliki bau menyengat (bawang prei).

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan datang ke masjid bagi orang yang telah makan bawang putih, bawang merah, dan semisalnya yang memliki bau mengganggu.

2) Malaikat terganggu oleh apa yang mengganggu manusia, sehingga seorang muslim harus memiliki aroma baik, khususnya di tempat-tempat ibadah dan tempat perkumpulan kaum muslimin, dan tempat yang paling mulia ialah tempat salat dan halakah ilmu.

Peringatan:

Makan bawang merah dan bawang putih adalah perkara mubah. Namun orang yang telah makan keduanya tidak boleh masuk masjid untuk melaksanakan salat berjamaah.Adapun bila dia memakai sesuatu yang dapat menghilangkan bau tidak sedapnya, maka dia boleh pergi ke masjid. Namun tidak boleh bagi seorang hamba sengaja makan bawang putih dan bawang merah supaya tidak menghadiri salat berjamaah di masjid.

Adapun bila dia memakai sesuatu yang dapat menghilangkan bau tidak sedapnya, maka dia boleh pergi ke masjid. Namun tidak boleh bagi seorang hamba sengaja makan bawang putih dan bawang merah supaya tidak menghadiri salat berjamaah di masjid.

 312- BAB MAKRUH DUDUK MEMELUK BETIS PADA HARI JUMAT KETIKA KHATIB BERKHOTBAH KARENA DAPAT MENGUNDANG TIDUR SEHINGGA DIA TIDAK MENDENGAR KHOTBAH DAN DIKHAWATIRKAN WUDUNYA BATAL

1/1705- Mu'āż bin Anas Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang duduk memeluk betis pada hari Jumat saat imam sedang berkhotbah."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; keduanya berkata, "Hadis hasan")

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; keduanya berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

الحَبْوَة (al-ḥabwah): seseorang duduk dengan memeluk kedua kakinya ke perut menggunakan kain yang menyatukan keduanya ke perut bersama punggungnya lalu mengikatnya, dan kadang dilakukan menggunakan tangan sebagai ganti kain.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan duduk memeluk betis khusus ketika khotbah Jumat saja.

2) Motivasi untuk memperhatikan khatib pada hari Jumat secara sempurna dan tidak menyibukkan diri dengan hal-hal lain.

Faedah Tambahan:

Di antara hikmah larangan duduk memeluk betis:

bahwa bila orang yang duduk hanya memakai satu kain, bisa jadi ketika dia bergerak atau kain itu lepas, maka auratnya akan terlihat.Juga, duduk memeluk betis dapat mengundang tidur sehingga dia tidak sempat mendengar khotbah, dan bisa jadi menyebabkan wudunya batal.Wallāhu a'lam.

Juga, duduk memeluk betis dapat mengundang tidur sehingga dia tidak sempat mendengar khotbah, dan bisa jadi menyebabkan wudunya batal.

Wallāhu a'lam.

 313- BAB LARANGAN MEMOTONG SEBAGIAN RAMBUT ATAU KUKUN BAGI ORANG YANG INGIN BERKURBAN KETIKA TELAH MASUK SEPULUH HARI PERTAMA ZULHIJAH SAMPAI IA BERKURBAN

1/1706- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa memiliki kurban yang akan dia sembelih, apabila hilal bulan Zulhijah telah terbit, janganlah dia memotong sedikit pun rambut dan kukunya sampai dia berkurban."(HR. Muslim)

"Siapa memiliki kurban yang akan dia sembelih, apabila hilal bulan Zulhijah telah terbit, janganlah dia memotong sedikit pun rambut dan kukunya sampai dia berkurban."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

فَلَا يَأْخُذْنَ (falā ya`khużna): jangan memotong.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan memotong sebagian kuku atau rambut bagi orang yang ingin berkurban ketika dia telah melihat hilal bulan Zulhijah.

2) Menampakkan kasih sayang di antara orang-orang beriman dalam berbagai ibadah yang mereka kerjakan; yaitu siapa yang tidak berhaji ke Baitullah, dia ikut merasakan -bersama saudara-saudaranya yang berhaji- bagian dari syiar ibadah haji, berupa ikut serta tidak memotong rambut dan kukunya.

 314- BAB LARANGAN BERSUMPAH DENGAN MAKHLUK SEPERTI NABI, KAKBAH, MALAIKAT, LANGIT, NENEK MOYANG, HIDUP, RUH, KEPALA, KEBAIKAN RAJA, TANAH POLAN, DAN AMANAH, DAN INI ADALAH YANG DILARANG PALING KERAS

1/1707- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nenek moyang kalian. Siapa yang bersumpah hendaknya bersumpah dengan nama Allah. Atau jika tidak, hendaklah dia diam saja."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nenek moyang kalian. Siapa yang bersumpah hendaknya bersumpah dengan nama Allah. Atau jika tidak, hendaklah dia diam saja."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ disebutkan, "Siapa yang bersumpah hendaknya tidak bersumpah kecuali dengan nama Allah. Atau jika tidak, hendaklah dia diam."

2/1708- Abdurrahman bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian bersumpah dengan patung ataupun leluhur kalian!"(HR. Muslim)الطَّوَاغِي (aṭ-ṭawāgī), bentuk jamak dari kata "طَاغِيَة" (ṭāgiyah), artinya: berhala. Di antaranya hadis, "Hāżihi ṭāgiatu Daus", maksudnya ini adalah patung dan sesembahan kabilah Daus.Disebutkan di selain riwayat Muslim, "Biṭ-ṭawāgīt", yaitu bentuk jamak dari kata "ṭāgūt", yang bermakna: setan dan patung.3/1709- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersumpah atas nama amanah, maka dia bukan termasuk golongan kami."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad sahih)4/1710- Juga dari Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersumpah dengan mengatakan, 'Aku berlepas diri dari Islam'; jika ia bohong, maka ia sebagaimana yang dikatakannya. Dan jika ia berkata benar, maka ia tidak akan kembali kepada Islam dengan selamat."(HR. Abu Daud)5/1711- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia mendengar seseorang berkata, "Tidak, demi Kakbah!" Ibnu Umar berkata, "Janganlah engkau bersumpah dengan selain Allah, karena aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat kafir atau syirik.'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Janganlah kalian bersumpah dengan patung ataupun leluhur kalian!"

(HR. Muslim)

الطَّوَاغِي (aṭ-ṭawāgī), bentuk jamak dari kata "طَاغِيَة" (ṭāgiyah), artinya: berhala. Di antaranya hadis, "Hāżihi ṭāgiatu Daus", maksudnya ini adalah patung dan sesembahan kabilah Daus.

Disebutkan di selain riwayat Muslim, "Biṭ-ṭawāgīt", yaitu bentuk jamak dari kata "ṭāgūt", yang bermakna: setan dan patung.

3/1709- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang bersumpah atas nama amanah, maka dia bukan termasuk golongan kami."

(Hadis sahih; HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

4/1710- Juga dari Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang bersumpah dengan mengatakan, 'Aku berlepas diri dari Islam'; jika ia bohong, maka ia sebagaimana yang dikatakannya. Dan jika ia berkata benar, maka ia tidak akan kembali kepada Islam dengan selamat."

(HR. Abu Daud)

5/1711- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa dia mendengar seseorang berkata, "Tidak, demi Kakbah!" Ibnu Umar berkata, "Janganlah engkau bersumpah dengan selain Allah, karena aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat kafir atau syirik.'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

Sebagian ulama menafsirkan bahwa sabda beliau, "Dia telah berbuat kafir atau syirik" adalah sebagai bentuk larangan keras, sama halnya dengan yang diriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ria adalah kesyirikan."

Kosa Kata Asing:

الحَلِفُ (al-ḥalif/sumpah) adalah menegaskan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah dengan menyebut sesuatu yang diagungkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan bersumpah dengan selain Allah -'Azza wa Jalla- karena merupakan kesyirikan kepada-Nya.

2) Seorang hamba harus berhati-hati dari bersumpah dengan makhluk apa pun sekalipun diagungkan, dan dari meminta seseorang bersumpah dengan sumpah yang menjerumuskannya ke dalam kesyirikan.

3) Pengharaman sumpah dengan selain Allah -Ta'ālā- menampakkan hak tauhid yang murni kepada-Nya, karena tidak pantas bagi seorang makhluk untuk disetarakan dengan Allah -Ta'ālā- dalam sumpah setinggi apa pun derajatnya.

Peringatan:

Bersumpah dengan Al-Qur`ān atau mushaf masuk dalam kategori bersumpah dengan Allah -Ta'ālā- yang dibolehkan, karena Al-Qur`ān adalah firman Allah -Ta'ālā- dan itu adalah salah satu sifat-Nya. Namun orang yang bersumpah tidak boleh meniatkan sumpahnya pada kertas dan tinta tulisannya yang merupakan makhluk.

Adapun bersumpah dengan amanah, atau perkataan sebagian orang, "Amanah, amanah" maka itu termasuk sumpah, dan hadis larangannya telah disebutkan sebelumnya, "Siapa yang bersumpah dengan amanah, maka dia bukan termasuk golongan kami."Sehingga, seharusnya seorang hamba itu berusaha meluruskan ucapannya, menjaganya tetap sesuai dengan petunjuk agama, dan mengajak sesama manusia kepada akhlak ini demi terealisasinya tauhid yang merupakan hak Allah -Ta'ālā- atas hamba.

Sehingga, seharusnya seorang hamba itu berusaha meluruskan ucapannya, menjaganya tetap sesuai dengan petunjuk agama, dan mengajak sesama manusia kepada akhlak ini demi terealisasinya tauhid yang merupakan hak Allah -Ta'ālā- atas hamba.

 315- BAB LARANGAN KERAS DARI SUMPAH PALSU YANG DISENGAJA

1/1712- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersumpah untuk merampas harta seorang muslim tanpa alasan yang benar, dia akan bertemu dengan Allah sementara Allah murka kepadanya." Ibnu Mas'ūd berkata, "Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membacakan kami pembenarannya dari Kitab Allah -'Azza wa Jalla-,Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah ...'"(QS. Āli 'Imrān: 77).(Muttafaq 'Alaih)2/1713- Abu Umāmah Iyās bin Ṡa'labah Al-Ḥāriṡiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengambil hak seorang muslim secara zalim dengan sumpahnya maka Allah menetapkan neraka baginya dan mengharamkan surga baginya."Seseorang berkata kepada beliau, "Sekalipun sesuatu yang kecil, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,"Sekalipun hanya sebatang tanaman arāk (siwāk)."(HR. Muslim)3/1714- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu."(HR. Bukhari)Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seorang badui datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serya bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah dosa-dosa besar itu?" Beliau bersabda, "Yaitu berbuat syirik kepada Allah." Dia bertanya, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Sumpah gamūs (palsu)." Aku bertanya, "Apa sumpah gamūs itu?" Beliau bersabda,"(Sumpah) yang (dengannya) bisa merampas harta seorang muslim."Yaitu dengan sumpah dustanya.

"Siapa yang bersumpah untuk merampas harta seorang muslim tanpa alasan yang benar, dia akan bertemu dengan Allah sementara Allah murka kepadanya." Ibnu Mas'ūd berkata, "Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membacakan kami pembenarannya dari Kitab Allah -'Azza wa Jalla-,

Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah ...'"

(QS. Āli 'Imrān: 77).

(Muttafaq 'Alaih)

2/1713- Abu Umāmah Iyās bin Ṡa'labah Al-Ḥāriṡiy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang mengambil hak seorang muslim secara zalim dengan sumpahnya maka Allah menetapkan neraka baginya dan mengharamkan surga baginya."

Seseorang berkata kepada beliau, "Sekalipun sesuatu yang kecil, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,

"Sekalipun hanya sebatang tanaman arāk (siwāk)."

(HR. Muslim)

3/1714- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

"Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu."

(HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seorang badui datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serya bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah dosa-dosa besar itu?" Beliau bersabda, "Yaitu berbuat syirik kepada Allah." Dia bertanya, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Sumpah gamūs (palsu)." Aku bertanya, "Apa sumpah gamūs itu?" Beliau bersabda,

"(Sumpah) yang (dengannya) bisa merampas harta seorang muslim."

Yaitu dengan sumpah dustanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan keras dari sumpah palsu -yaitu bersumpah secara bohong dalam keadaan sadar- karena termasuk dosa besar yang akan menenggelamkan pelakunya ke dalam neraka Jahanam.

2) Pengharaman mengambil harta orang lain dengan cara batil, sekalipun harta itu sedikit, dan orang yang melakukannya patut mendapat murka Allah -'Azza wa Jalla- dan patut masuk neraka.

3) Seorang hamba wajib menjaga lisannya lalu berusaha selalu jujur dalam ucapan dan dalam sumpahnya.

4) Pemeliharaan syariat Islam terhadap hak-hak manusia; hak darah, kehormatan, harta, dan lain sebagainya.

 316- BAB ANJURAN BAGI ORANG YANG BERSUMPAH PADA SESUATU LALU MELIHAT ADA HAL LAIN YANG LEBIH BAIK AGAR MENGERJAKAN SESUATU YANG BUKAN SUMPAHNYA ITU KEMUDIAN MEMBAYAR KAFARAT SUMPAHNYA

7/1715- Abdurrahman bin Samurah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda kepadaku,"Bila engkau bersumpah pada suatu sumpah lalu engkau melihat ada hal lain yang lebih baik, maka kerjakanlah yang lebih baik itu dan bayarlah kafarat untuk sumpahmu."(Muttafaq 'Alaih)2/1716- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bersumpah atas suatu sumpah lalu dia melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahnya, hendaklah dia membayar kafarat untuk sumpahnya dan mengerjakan yang lebih baik itu."(HR. Muslim)3/1717- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah! Insya Allah, sungguh tidaklah aku bersumpah atas suatu sumpah lalu aku melihat selainnya lebih baik kecuali aku membayar kafarat untuk sumpahku dan aku melakukan yang lebih baik itu."(Muttafaq 'Alaih)4/1718- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh bila salah seorang di antara kalian bersikukuh dalam sumpahnya pada keluarganya, itu lebih berdosa baginya di sisi Allah -Ta'ālā- daripada dia membayar kafarat sumpah yang telah Allah wajibkan kepadanya."(Muttafaq 'Alaih)Sabda beliau: "يَلَجَّ" (yalajja), dengan memfatahkan "lām" dan mentasydid "jīm", yaitu dia bersikukuh melanjutkan (sumpah)nya dan tidak membayar kafarat.Sedangkan "آثمُ" (āṡam), dengan "ṡā`", artinya: lebih berdosa.

"Bila engkau bersumpah pada suatu sumpah lalu engkau melihat ada hal lain yang lebih baik, maka kerjakanlah yang lebih baik itu dan bayarlah kafarat untuk sumpahmu."

(Muttafaq 'Alaih)

2/1716- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang bersumpah atas suatu sumpah lalu dia melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahnya, hendaklah dia membayar kafarat untuk sumpahnya dan mengerjakan yang lebih baik itu."

(HR. Muslim)

3/1717- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Demi Allah! Insya Allah, sungguh tidaklah aku bersumpah atas suatu sumpah lalu aku melihat selainnya lebih baik kecuali aku membayar kafarat untuk sumpahku dan aku melakukan yang lebih baik itu."

(Muttafaq 'Alaih)

4/1718- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sungguh bila salah seorang di antara kalian bersikukuh dalam sumpahnya pada keluarganya, itu lebih berdosa baginya di sisi Allah -Ta'ālā- daripada dia membayar kafarat sumpah yang telah Allah wajibkan kepadanya."

(Muttafaq 'Alaih)

Sabda beliau: "يَلَجَّ" (yalajja), dengan memfatahkan "lām" dan mentasydid "jīm", yaitu dia bersikukuh melanjutkan (sumpah)nya dan tidak membayar kafarat.

Sedangkan "آثمُ" (āṡam), dengan "ṡā`", artinya: lebih berdosa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba telah bersumpah atas sesuatu kemudian dia melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahnya, hendaklah dia membatalkan sumpahnya tersebut dan membayar kafarat, kemudian mengerjakan hal yang lebih baik itu.

2) Membayar kafarat sumpah dan mengerjakan yang lebih utama dari objek sumpahnya adalah lebih baik bagi hamba daripada bersikap warak (hati-hati) dari melanggar sumpahnya karena takut dosa. Bahkan bila sikap bersikukuhnya untuk tidak melanggar sumpah menyebabkan terjadinya keburukan, maka itu lebih berdosa.

Peringatan:

Penyebutan kata "keluarga" dalam hadis terakhir ialah hanya menyebutkan hal yang dominan, yaitu disebutkan sebagai bentuk hiperbola, tetapi sebenarnya hukum tersebut berlaku juga bagi selain keluarga.

 317- BAB AMPUNAN UNTUK SUMPAH LAGWU (YANG TIDAK DISENGAJA) DAN TIDAK ADA KAFARATNYA, YAITU SUMPAH YANG MENGALIR PADA LISAN TANPA NIAT BERSUMPAH, SEPERTI UCAPAN SEHARI-HARI, "TIDAK, DEMI ALLAH", "YA, DEMI ALLAH", DAN YANG SEMISALNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barang siapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu."(QS. Al-Mā`idah: 89).1/1719- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Ayat ini:Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah) ...'diturunkan pada perkataan seseorang, 'tidak, demi Allah' dan 'ya, demi Allah'."(HR. Bukhari)

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barang siapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu."

(QS. Al-Mā`idah: 89).

1/1719- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Ayat ini:

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah) ...'

diturunkan pada perkataan seseorang, 'tidak, demi Allah' dan 'ya, demi Allah'."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

لَغْوُ الْيَمِيْنِ (lagwul-yamīn): sumpah yang diucapkan seseorang pada lisannya namun tidak diniatkan oleh hatinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan rahmat Allah -'Azza wa Jalla- kepada hamba-Nya, yaitu Allah tidak menghukum mereka pada sumpah yang mengalir pada lisan mereka tanpa disengaja, sehingga tidak harus mereka penuhi.

2) Mengingatkan kaidah agama yang berbunyi, "Niat dan tujuan menjadi acuan dalam lafal dan akad transaksi."

3) Sunnah Nabi tidak bisa dipisahkan dari Al-Qur`ān Al-Karīm, karena Sunnah menafsirkan Al-Qur`ān dan menjelaskan yang samar darinya.

 318- BAB MAKRUH BERSUMPAH DALAM JUAL BELI WALAUPUN BENAR

1/1720- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sumpah itu akan melariskan barang dagangan, namun menghilangkan (keberkahan) penghasilan."(Muttafaq 'Alaih)2/1721- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah banyak bersumpah dalam jual beli, karena ia melariskan (dagangan) lalu menghilangkan (keberkahan)."(HR. Muslim)

"Sumpah itu akan melariskan barang dagangan, namun menghilangkan (keberkahan) penghasilan."

(Muttafaq 'Alaih)

2/1721- Abu Qatādah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Jauhilah banyak bersumpah dalam jual beli, karena ia melariskan (dagangan) lalu menghilangkan (keberkahan)."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

مَنْفَقَةٌ للسِّلْعَةِ (manfaqah lis-sil'ah): sebab larisnya barang dagangan.

مَمْحَقَةٌ للْكَسْبِ (mamḥaqah lil-kasb): sebab hilangnya keberkaahan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Makruh bersumpah ketika berjual beli walaupun orang yang bersumpah benar.

2) Ukuran keuntungan itu bukan pada banyaknya dagangan yang terjual, tetapi yang menjadi ukuran adalah agar Allah memberikan keberkahan pada rezeki walaupun sedikit.

 319- BAB MAKRUH BAGI SESEORANG MEMINTA SELAIN SURGA DENGAN (BERSUMPAH) MENYEBUT WAJAH ALLAH DAN MAKRUH TIDAK MEMBERIKAN ORANG YANG MEMINTA DENGAN (BERSUMPAH) MENYEBUT NAMA ALLAH -TA'ĀLĀ- DAN BERTAWASUL DENGANNYA

1/1722- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak boleh ada sesuatu yang diminta dengan (bersumpah) menyebut wajah Allah kecuali surga."(HR. Abu Daud) [3]

"Tidak boleh ada sesuatu yang diminta dengan (bersumpah) menyebut wajah Allah kecuali surga."

(HR. Abu Daud) [56]

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba hendaknya tidak meminta dengan bersumpah menyebut wajah Allah Yang Mahaagung kecuali sesuatu yang agung juga, yaitu surga.

2) Di antara bagian dari tauhid yang wajib direalisasikan adalah menjaga ucapan yang berkaitan dengan sumpah.

2/1723- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang meminta perlindungan dengan (bersumpah) menyebut nama Allah, maka lindungilah. Siapa yang meminta sesuatu dengan (bersumpah) menyebut nama Allah, maka berikanlah. Siapa yang mengundang kalian, maka penuhilah undangannya. Siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian, maka balaslah kebaikannya (dengan sebanding atau lebih baik). Namun jika kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka doakanlah sampai kalian yakin bahwa kalian telah membalas kebaikannya."(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan An-Nasā`iy dengan sanad-sanad sahih)

"Siapa yang meminta perlindungan dengan (bersumpah) menyebut nama Allah, maka lindungilah. Siapa yang meminta sesuatu dengan (bersumpah) menyebut nama Allah, maka berikanlah. Siapa yang mengundang kalian, maka penuhilah undangannya. Siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian, maka balaslah kebaikannya (dengan sebanding atau lebih baik). Namun jika kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka doakanlah sampai kalian yakin bahwa kalian telah membalas kebaikannya."

(Hadis sahih; HR. Abu Daud dan An-Nasā`iy dengan sanad-sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib melindungi orang yang meminta perlindungan dengan bersumpah menyebut nama Allah -'Azza wa Jalla- selama orang tersebut tidak dikejar karena alasan yang benar.

2) Bila seseorang meminta sesuatu dengan bersumpah menyebut nama Allah -'Azza wa Jalla-, hendaklah dia diberi, selama dia tidak meminta sesuatu yang haram.

3) Doa bagi orang yang berbuat kebaikan adalah balasan bagi kebaikannya, dan ini termasuk yang akan mempererat hubungan antara orang-orang beriman.

4) Di antara keindahan syariat Islam ialah mendorong untuk berbuat baik serta membalas kebaikan dengan yang setimpal.

Faedah Tambahan:

Dalam hadis disebutkan, "Maukah kalian aku kabari orang yang paling buruk kedudukannya?" Kami menjawab, "Ya, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Yaitu orang yang dimintai dengan (sumpah) menyebut Allah Yang Mahaagung namun dia tidak memberi." Juga hadis, "Siapa yang meminta kepada kalian dengan (bersumpah) menyebut nama Allah, maka berikanlah kepadanya."

Hadis dalam bab ini menunjukkan pengharaman meminta sebuah perkara dunia dengan bersumpah menyebut wajah Allah -Ta'ālā-.Sedangkan kedua hadis ini menunjukkan kewajiban memberi orang yang meminta dengan bersumpah menyebut nama Allah. Cara mengkompromikannya ialah dengan mewajibkan memberi bila orang yang diminta mampu untuk memberi, sedangkan orang yang bersumpah, dialah yang melanggar larangan yang datang dalam hadis. Wallāhu a'lam.

Sedangkan kedua hadis ini menunjukkan kewajiban memberi orang yang meminta dengan bersumpah menyebut nama Allah. Cara mengkompromikannya ialah dengan mewajibkan memberi bila orang yang diminta mampu untuk memberi, sedangkan orang yang bersumpah, dialah yang melanggar larangan yang datang dalam hadis. Wallāhu a'lam.

 320- BAB PENGHARAMAN GELAR "SYĀHIN SYĀH" BAGI RAJA DAN LAINNYA KARENA MEMILIKI ARTI RAJA PARA RAJA, DAN YANG DEMIKIAN ITU TIDAK BOLEH DIBERIKAN KEPADA SELAIN ALLAH -SUBḤĀNAHU WA TA'ĀLĀ-

1/1724- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya nama yang paling hina di sisi Allah -'Azza wa Jalla- adalah seseorang yang bergelar Raja Para Raja."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya nama yang paling hina di sisi Allah -'Azza wa Jalla- adalah seseorang yang bergelar Raja Para Raja."

(Muttafaq 'Alaih)

Sufyān bin 'Uyainah berkata, "Malikul-Amlāk (raja para raja) sama dengan Syāhin Syāh."

Kosa Kata Asing:

أخْنَعَ (akhna'): paling hina dan paling rendah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Diharamkan memakai gelar yang merupakan hak murni bagi Allah -Ta'ālā-. Siapa yang melampaui hak syariat dan menamakan diri dengannya, maka dia adalah orang yang paling hina dan paling rendah di sisi Allah.

2) Diharamkan menyifati makhluk dengan sifat-sifat keagungan dan gelar-gelar keangkuhan yang tidak pantas kecuali bagi Allah -'Azza wa Jalla-.

Faedah Tambahan:

Gelar-gelar lain yang juga dilarang adalah panggilan Qāḍil-Quḍāh. Yang benar ialah panggilan "Aqḍal-Quḍāh". Demikian juga gelar "Malikul-Amlāk".

Alasan syariat memperhatikan ucapan lisan adalah karena lafal merupakan wadah bagi makna, dan perkara paling utama untuk diperhatikan dan dijaga ialah menjaga perkara tauhid yang wajib diberikan kepada Allah -Ta'ālā-.Maka perkara terbesar yang seharusnya dijaga dalam kehidupan manusia adalah perkara yang dengannya hati mereka hidup dan meraih jalan kebahagiaan, yaitu menauhidkan Rabbul-'Ālamīn. Lalu, di manakah orang-orang yang menjaga tauhid dan akidah?! Merekalah generasi yang merupakan penerus Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di tengah umat beliau.Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sama sekali tidak meninggalkan sedikit pun pembahasan persoalan tauhid, bahkan beliau telah memberikan penegasan keras tentangnya dan memaparkannya secara berulang-ulang sampai fondasi agama Islam tampak dan jelas. Maka, mulailah pertama kali dari tauhid, wahai hamba-hamba Allah!

Maka perkara terbesar yang seharusnya dijaga dalam kehidupan manusia adalah perkara yang dengannya hati mereka hidup dan meraih jalan kebahagiaan, yaitu menauhidkan Rabbul-'Ālamīn. Lalu, di manakah orang-orang yang menjaga tauhid dan akidah?! Merekalah generasi yang merupakan penerus Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di tengah umat beliau.

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sama sekali tidak meninggalkan sedikit pun pembahasan persoalan tauhid, bahkan beliau telah memberikan penegasan keras tentangnya dan memaparkannya secara berulang-ulang sampai fondasi agama Islam tampak dan jelas. Maka, mulailah pertama kali dari tauhid, wahai hamba-hamba Allah!

 321- BAB LARANGAN MEMANGGIL ORANG FASIK, AHLI BIDAH, DAN SEMISALNYA DENGAN PANGGILAN "TUAN" DAN SEMISALNYA

1/1725- Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian mengatakan "tuan" kepada orang munafik. Sungguh bila dia seorang tuan (tokoh), kalian telah membuat murka Rabb kalian -'Azza wa Jalla-."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Janganlah kalian mengatakan "tuan" kepada orang munafik. Sungguh bila dia seorang tuan (tokoh), kalian telah membuat murka Rabb kalian -'Azza wa Jalla-."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Kosa Kata Asing:

السَّيِّدُ (as-sayyid/tuan): disematkan kepada orang yang memimpin kaumnya dan berada di atas kedudukan mereka, seperti pemimpin dan tokoh.

أسْخَطْتُمْ (askhaṭtum): kalian telah membuat murka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman mengagungkan orang-orang munafik dengan sebutan-sebutan penghormatan dan penghargaan karena mereka adalah musuh-musuh Allah -'Azza wa Jalla-.

2) Kewajiban menjauhi hal-hal yang akan mendatangkan murka Allah -'Azza wa Jalla- dan mengupayakan hal-hal yang mendatangkan rida-Nya serta mendekatkan kepada-Nya.

 322- BAB MAKRUH MEMAKI DEMAM

1/1726- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menjenguk Ummu As-Sā`ib -atau Ummu Al-Musayyab-, beliau bersabda, "Ada apa denganmu, wahai Ummu As-Sā`ib -atau wahai Ummu Al-Musayyab-, engkau menggigil?" Dia menjawab, "Demam. Semoga Allah tidak memberkahinya." Maka beliau bersabda,"Janganlah engkau memaki demam, karena demam itu menghapus dosa manusia sebagaimana alat bakaran pandai besi menghilangkan kotoran besi."(HR. Muslim)

"Janganlah engkau memaki demam, karena demam itu menghapus dosa manusia sebagaimana alat bakaran pandai besi menghilangkan kotoran besi."

(HR. Muslim)

تُزَفزفينَ (tuzafzifīn): bergerak dengan gerakan yang cepat, artinya menggigil. Tuzafzifīn; dengan mendamahkan "tā`", setelahnya dua huruf "zāy", dan dua huruf "fā`". Juga diriwayatkan dengan dua huruf "rā`" dan dua huruf "qāf": turaqriqīn.

Kosa Kata Asing:

الحُمَّىٰ (al-ḥummā, demam): yaitu naiknya suhu panas tubuh dengan kenaikan yang tinggi, ia biasanya menyertai berbagai macam penyakit.

الكِيْر (al-kīr): alat peniup pandai besi yang digunakan meniup.

خَبَثَ الحَديدِ (khabaṡ al-ḥadīd): kotoran dan karat besi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba ditimpa demam atau penyakit lainnya, hendaklah dia bersabar dan mengharap pahala, karena penyakit-penyakit ini -bila disertai mengharap pahala- adalah penebus bagi dosa.

2) Motivasi untuk meluruskan ucapan-ucapan manusia agar sesuai syariat dan ini termasuk amar makruf dan nahi mungkar.

 323- BAB LARANGAN MEMAKI ANGIN DAN MENJELASKAN DOA YANG DIBACA KETIKA ANGIN BERHEMBUS

1/1727- Abul-Munżir Ubay bin Ka'ab -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian memaki angin! Apabila kalian melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka ucapkanlah, 'Allāhumma innā nas`aluka min khairi hāżihir-rīḥ wa khairi mā fīhā wa khairi mā umirat bihi, wa na'ūżu bika min syarri hāżihir-rīḥ wa syarri mā fīhā wa syarri mā umirat bihi (Ya Allah! Sesungguhnya kami meminta kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang terkandung di dalamnya, dan kebaikan yang diperintahkan kepadanya. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, keburukan yang terkandung di dalamnya, dan keburukan yang diperintahkan kepadanya).'"(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")2/1728- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Angin itu adalah bagian dari rahmat Allah. Ia bisa datang membawa rahmat dan bisa datang membawa azab. Jika kalian melihat angin, janganlah kalian memakinya! Mintalah kepada Allah kebaikannya, dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya!"(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

"Janganlah kalian memaki angin! Apabila kalian melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka ucapkanlah, 'Allāhumma innā nas`aluka min khairi hāżihir-rīḥ wa khairi mā fīhā wa khairi mā umirat bihi, wa na'ūżu bika min syarri hāżihir-rīḥ wa syarri mā fīhā wa syarri mā umirat bihi (Ya Allah! Sesungguhnya kami meminta kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang terkandung di dalamnya, dan kebaikan yang diperintahkan kepadanya. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, keburukan yang terkandung di dalamnya, dan keburukan yang diperintahkan kepadanya).'"

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih")

2/1728- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Angin itu adalah bagian dari rahmat Allah. Ia bisa datang membawa rahmat dan bisa datang membawa azab. Jika kalian melihat angin, janganlah kalian memakinya! Mintalah kepada Allah kebaikannya, dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya!"

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-: (مِنْ رَوْحِ الله), dengan memfatahkan "rā`", artinya: rahmat Allah kepada hamba-Nya.

3/1729- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Bila angin berhembus kencang, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa membaca,"Allāhumma innī as`aluka khairahā, wa khaira mā fīhā, wa khaira mā ursilat bihi, wa a'ūżu bika min syarrihā, wa syarri mā fīhā, wa syarri mā ursilat bihi (Ya Allah! Sesungguhnya kami meminta kepada-Mu kebaikannya, kebaikan yang terkandung di dalamnya, dan kebaikan yang dengannya ia dikirim. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukannya, keburukan yang terkandung di dalamnya, dan keburukan yang dengannya ia dikirim)."(HR. Muslim)

"Allāhumma innī as`aluka khairahā, wa khaira mā fīhā, wa khaira mā ursilat bihi, wa a'ūżu bika min syarrihā, wa syarri mā fīhā, wa syarri mā ursilat bihi (Ya Allah! Sesungguhnya kami meminta kepada-Mu kebaikannya, kebaikan yang terkandung di dalamnya, dan kebaikan yang dengannya ia dikirim. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukannya, keburukan yang terkandung di dalamnya, dan keburukan yang dengannya ia dikirim)."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mencaci angin karena angin merupakan salah tanda kekuasaan Allah -'Azza wa Jalla- yang membawa kebaikan berupa hujan, pembuahan, dan lain sebagainya.

2) Agama tidak melarang sesuatu kecuali ia akan mengarahkan kepada yang lebih bagus dan lebih utama; yaitu agama melarang mencaci angin lalu membimbing kita kepada zikir-zikir yang akan melindungi kita -dengan izin Allah- dari keburukannya dan memberikan kita -dengan izin Allah- kebaikannya.

3) Pada kondisi-kondisi yang mencekam dan sulit, hendaklah seorang hamba kembali kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan berlindung kepada-Nya, karena Dia tidak akan menelantarkan hamba yang berharap kepada-Nya.

4) Anjuran untuk merutinkan zikir-zikir yang diajarkan oleh agama yang akan membentengi hamba dari semua keburukan dan memberikannya semua kebaikan.

 324- BAB MAKRUH MEMAKI AYAM JANTAN

1/1730- Zaid bin Khālid Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian memaki ayam jantan. Sesungguhnya ia membangunkan untuk salat."(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Janganlah kalian memaki ayam jantan. Sesungguhnya ia membangunkan untuk salat."

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan memaki ayam jantan karena ia membangunkan manusia untuk menunaikan ketaatan paling utama, yaitu salat.

2) Semua yang membantu dan yang menyemangati pada ketaatan, maka ia dimuliakan dan tidak dihina.

Peringatan:

Seseorang hendaknya memperhatikan apa yang akan membangunkannya untuk salat seperti alarm dan lainnya, dan tidak lalai dari melakukan sebab-sebab yang dapat membantunya untuk mengerjakan berbagai perintah, karena melalaikan perkara itu adalah bukti lemahnya iman dan kelalaian dalam mengagungkan syiar-syiar Allah -Ta'ālā-.

 325- BAB LARANGAN PERKATAAN SESEORANG: KITA DIBERIKAN HUJAN KARENA BINTANG INI DAN INI

1/1731- Zaid bin Khālid Al-Juhaniy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaksanakan salat Subuh bersama kami di Ḥudaibiyah setelah semalam hujan turun. Setelah salam, beliau menghadap kepada para sahabat dan bersabda, "Tahukah kalian apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau bersabda,Allah berfirman, "Sebagian hamba-Ku memasuki pagi beriman kepada-Ku dan sebagiannya kafir. Adapun yang mengatakan kami diberikan hujan berkat karunia dan rahmat Allah, maka dialah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan kami diberikan hujan karena bintang ini dan ini, maka dialah yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang."(Muttafaq 'Alaih)

Allah berfirman, "Sebagian hamba-Ku memasuki pagi beriman kepada-Ku dan sebagiannya kafir. Adapun yang mengatakan kami diberikan hujan berkat karunia dan rahmat Allah, maka dialah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan kami diberikan hujan karena bintang ini dan ini, maka dialah yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang."

(Muttafaq 'Alaih)

السَّماء (as-samā`) di sini artinya: hujan.

Kosa Kata Asing:

نَوْءٌ (nau`): tempat terbit dan tenggelamnya bintang.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan adab para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- serta ketawadukan mereka, yaitu ketika mereka mengalihkan ilmu kepada Allah dan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan ini merupakan tanda ketundukan mereka secara total kepada hukum Allah -'Azza wa Jalla- dan hukum Rasul-Nya.

2) Hamba wajib mengakui karunia dan rahmat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan ucapan dan perbuatan.

3) Di antara Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika turun hujan adalah membaca, "Muṭirnā bi faḍlillāh wa raḥmatihi (kita diberikan hujan berkat karunia dan rahmat Allah)."

4) Memperhatikan perbaikan akidah dan penjagaan tauhid, karena perkara ini adalah yang paling penting untuk dijadikan arahan bagi manusia, khususnya pada saat ucapan-ucapan yang merusak kesahihan tauhid ataupun kesempurnaannya merebak luas.

 326- BAB PENGHARAMAN UCAPAN "WAHAI KAFIR" KEPADA SEORANG MUSLIM

1/1732- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila seseorang berkata kepada saudaranya, 'Wahai kafir', maka perkataan tersebut kembali kepada salah satu dari keduanya. Bila perkataan itu benar seperti yang dikatakannya, (maka perkataan itu kembali kepada orang yang dikatakannya). Namun jika tidak benar seperti yang dikatakannya, perkataan itu kembali kepada dirinya sendiri."(Muttafaq 'Alaih)2/1733- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah seseorang memanggil orang lain dengan panggilan kafir, atau dia mengatakan: wahai musuh Allah, padahal dia tidak seperti itu, kecuali ucapan itu akan kembali kepadanya."(Muttafaq 'Alaih)

"Bila seseorang berkata kepada saudaranya, 'Wahai kafir', maka perkataan tersebut kembali kepada salah satu dari keduanya. Bila perkataan itu benar seperti yang dikatakannya, (maka perkataan itu kembali kepada orang yang dikatakannya). Namun jika tidak benar seperti yang dikatakannya, perkataan itu kembali kepada dirinya sendiri."

(Muttafaq 'Alaih)

2/1733- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Tidaklah seseorang memanggil orang lain dengan panggilan kafir, atau dia mengatakan: wahai musuh Allah, padahal dia tidak seperti itu, kecuali ucapan itu akan kembali kepadanya."

(Muttafaq 'Alaih)

حَارَ (ḥāra): ia kembali.

Kosa Kata Asing:

بَاءَ (ba`a): ia kembali.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba wajib membersihkan lisannya dari mengafirkan kaum muslimin serta mencela kebenaran beragama mereka.

2) Seseorang kadang mengucapkan ucapan yang dimurkai Allah lalu ucapan itu menghancurkan dunia dan akhiratnya; oleh karena itu, seorang yang berakal harus gigih untuk mencermati semua ucapannya sebelum dilontarkan.

 327- BAB LARANGAN BERKATA KEJI DAN KOTOR

1/1734- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seorang mukmin itu bukanlah orang yang banyak mencela ataupun banyak melaknat, dan tidak juga yang berperangai buruk ataupun berkata kotor."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")2/1735- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah kekejian itu ada pada sesuatu melainkan akan membuatnya buruk, dan tidaklah sifat malu itu ada pada sesuatu melainkan akan membuatnya indah."(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")

"Seorang mukmin itu bukanlah orang yang banyak mencela ataupun banyak melaknat, dan tidak juga yang berperangai buruk ataupun berkata kotor."

(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")

2/1735- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Tidaklah kekejian itu ada pada sesuatu melainkan akan membuatnya buruk, dan tidaklah sifat malu itu ada pada sesuatu melainkan akan membuatnya indah."

(HR. Tirmizi, dan dia berkata, "Hadis hasan")

Kosa Kata Asing:

الفُحْشُ (al-fuḥsy): perkataan keji dan hina.

شانَهُ (syānahu): membuatnya buruk dan hina.

زَانَهُ (zānahu): membuatnya indah dan sempurna.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran berwasiat ringkas, yaitu agar seorang hamba tidak berbicara kecuali yang baik dan meninggalkan ucapan yang buruk.

2) Tutur kata yang bagus akan menjadikan seseorang indah, sementara tutur kata yang keji akan menjadikannya buruk.

3) Agama Islam menganjurkan untuk menjaga lisan demi menjaga kehormatan manusia.

4) Mengagungkan sifat malu; sifat yang merangkum semua akhlak baik dan mencegah semua akhlak buruk.

 328- BAB MAKRUH BERBICARA DENGAN MEMAKSAKAN DIRI, BERLEBIH-LEBIHAN, MEMFASIH-FASIHKAN DIRI, DAN MENGGUNAKAN KATA ASING DAN UNGKAPAN YANG RUMIT KETIKA BERBICARA KEPADA KALANGAN AWAM DAN SEMISALNYA

1/1736- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan." Beliau mengucapkannya tiga kali.(HR. Muslim)

"Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan." Beliau mengucapkannya tiga kali.

(HR. Muslim)

المُتَنَطِّعُونَ (al-mutanaṭṭi'ūn): orang-orang yang berlebih-lebihan dalam urusan.

2/1737- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh Allah membenci orang-orang yang memfasih-fasihkan dirinya, yang meliuk-liukkan lidahnya sebagaimana sapi meliuk-liukkan lidahnya."

"Sungguh Allah membenci orang-orang yang memfasih-fasihkan dirinya, yang meliuk-liukkan lidahnya sebagaimana sapi meliuk-liukkan lidahnya."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

3/1738- Jābir bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar (sombong)."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan"). Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab Akhlak Baik.

"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar (sombong)."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan"). Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab Akhlak Baik.

Kosa Kata Asing:

الثَّرْثَارُ (aṡ-ṡarṡār): orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri.

المُتَشَدِّقُ (al-mutasyaddiq): orang yang mengangkat diri dalam berbicara, dia berbicara dengan memfasihkan mulut dan membanggakan ucapan.

المتَفَيْهِقُ (al-mutafaihiq), turunan dari kata "الفَهْقِ" (al-fahq) yang bermakna: penuh dan meluap, yaitu orang yang memenuhkan mulutnya dengan ucapan serta melebar ke sana ke mari, dan hal itu menunjukkan kesombongan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menjelaskan maknanya, beliau bersabda, "Yaitu orang-orang yang sombong."

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang muslim hendaknya berbicara secara alami, tidak memaksakan diri dan tidak sombong.

2) Berakhlak baik termasuk sebab meraih cinta Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada seorang hamba serta kedekatan dengan beliau pada hari Kiamat.

3) Motivasi untuk menyucikan hati dan menjauhi hal yang dapat mengotorinya.

 329- BAB MAKRUH MENGGUNAKAN KATA "JIWAKU KHABĪṠ (BURUK)"

1/1739- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah salah seorang di antara kalian mengatakan "khabuṡat nafsī" (jiwaku sedang jelek), tetapi katakanlah "laqisat nafsī" (jiwaku sedang malas)."(Muttafaq 'Alaih)

"Janganlah salah seorang di antara kalian mengatakan "khabuṡat nafsī" (jiwaku sedang jelek), tetapi katakanlah "laqisat nafsī" (jiwaku sedang malas)."

(Muttafaq 'Alaih)

Para ulama mengatakan, makna "khabuṡat" ialah ia jelek, kacau. Ia semakna dengan kata "laqisat", namun kata "khabīṡ" dimakruhkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba diperintahkan agar menjauhi kata-kata yang dimakruhkan dan menggunakan kata-kata yang dibenarkan oleh syariat.

2) Anjuran syariat untuk memilih ucapan yang baik secara lafal dan makna.

 330- BAB MAKRUH MENYEBUT ANGGUR DENGAN SEBUTAN "KARM"

1/1740- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian menyebut anggur dengan "karm" (yang banyak kebaikan), karena yang pantas dengan sebutan karm itu adalah seorang muslim."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)Dalam riwayat yang lain, "Yang pantas dengan sebutan karm itu hanyalah hati orang mukmin."Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, "Mereka menyebutnya karm, padahal sebutan karm itu hanya pantas untuk hati orang mukmin."2/1741- Wā`il bin Ḥijr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah kalian mengatakan karm (yang banyak kebaikan), tetapi katakanlah anggur dan pohon anggur."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian menyebut anggur dengan "karm" (yang banyak kebaikan), karena yang pantas dengan sebutan karm itu adalah seorang muslim."

(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Dalam riwayat yang lain, "Yang pantas dengan sebutan karm itu hanyalah hati orang mukmin."

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain, "Mereka menyebutnya karm, padahal sebutan karm itu hanya pantas untuk hati orang mukmin."

2/1741- Wā`il bin Ḥijr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

"Janganlah kalian mengatakan karm (yang banyak kebaikan), tetapi katakanlah anggur dan pohon anggur."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Makruh menyebut anggur dengan julukan "karm", karena seorang muslim lebih patut dengan sebutan tersebut.

2) Menjelaskan perhatian syariat Islam dalam meluruskan kata-kata salah yang tersebar luas lalu menggantinya dengan kata-kata yang benar, dan ini termasuk dari keindahan syariat Islam.

 331- BAB LARANGAN MENGGAMBARKAN KECANTIKAN SEORANG PEREMPUAN KEPADA SEORANG LAKI-LAKI KECUALI BILA DIA MEMBUTUHKANNYA DENGAN TUJUAN YANG DIBENARKAN SYARIAT SEPERTI HENDAK MENIKAHINYA DAN SEMISALNYA

1/1742- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah seorang perempuan melihat dan menyentuh perempuan lain lalu menceritakan parasnya kepada suaminya sehingga seolah-olah dia melihatnya."(Muttafaq 'Alaih)

"Janganlah seorang perempuan melihat dan menyentuh perempuan lain lalu menceritakan parasnya kepada suaminya sehingga seolah-olah dia melihatnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

تُبَاشِرُ (tubāsyir): melihatnya atau menyentuh kulitnya sehingga dia mengetahui kelembutan dan kecantikannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh menggambarkan sifat seorang perempuan kepada laki-laki bukan mahramnya demi mencegah sebab-sebab perbuatan keji di tengah-tengah rumah tangga.

2) Syariat Islam melarang perempuan menggambarkan sifat para wanita kepada suaminya karena hal itu dapat menimbulkan kerusakan dalam kehidupan rumah tangga mereka serta menjadi celah untuk mengungkap aurat manusia dan menebar permusuhan di antara kaum muslimin.

 322- BAB MAKRUH PERKATAAN SESEORANG "YA ALLAH! AMPUNILAH AKU BILA ENGKAU KEHENDAKI", TAPI HENDAKLAH DIA BERDOA DENGAN PENUH YAKIN

1/1743- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah salah seorang dari kalian berdoa dengan mengatakan, 'Ya Allah! Ampunilah aku jika Engkau menghendaki! Ya Allah! Rahmatilah aku jika Engkau menghendaki!' Namun hendaklah dia berdoa dengan penuh yakin, karena tidak ada yang dapat memaksa Allah."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan,"Akan tetapi, hendaklah dia meminta dengan pasti dan dengan harapan besar, karena Allah -Ta'ālā- tidak pernah menganggap besar sesuatu yang diberikan-Nya."2/1744- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang di antara kalian berdoa, hendaklah dia meminta dengan pasti dan tidak mengatakan, 'Ya Allah! Berikanlah kepadaku bila Engkau menghendaki'. Karena tidak ada seorang pun yang dapat memaksa-Nya."(Muttafaq 'Alaih)

"Janganlah salah seorang dari kalian berdoa dengan mengatakan, 'Ya Allah! Ampunilah aku jika Engkau menghendaki! Ya Allah! Rahmatilah aku jika Engkau menghendaki!' Namun hendaklah dia berdoa dengan penuh yakin, karena tidak ada yang dapat memaksa Allah."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan,

"Akan tetapi, hendaklah dia meminta dengan pasti dan dengan harapan besar, karena Allah -Ta'ālā- tidak pernah menganggap besar sesuatu yang diberikan-Nya."

2/1744- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Bila salah seorang di antara kalian berdoa, hendaklah dia meminta dengan pasti dan tidak mengatakan, 'Ya Allah! Berikanlah kepadaku bila Engkau menghendaki'. Karena tidak ada seorang pun yang dapat memaksa-Nya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hendaklah orang yang berdoa beribadah kepada Allah -Ta'ālā- dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, karena Allah adalah yang mengatur seluruh urusan hamba, tidak ada sesuatu pun yang melemahkan-Nya, Yang Mahaperkasa, dan tidak terkalahkan.

2) Di antara tanda kesempurnaan penghambaan diri kepada Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah bila seorang hamba memohon berbagai karunia kepada-Nya Yang Maha Pemurah.

 333- BAB MAKRUH PERKATAAN "ATAS KEHENDAK ALLAH DAN KEHENDAK POLAN"

1/1745- Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah kalian mengatakan, 'Atas kehendak Allah dan dan kehendak polan.' Tetapi katakanlah, 'Atas kehendak Allah kemudian kehendak polan.'"(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

"Janganlah kalian mengatakan, 'Atas kehendak Allah dan dan kehendak polan.' Tetapi katakanlah, 'Atas kehendak Allah kemudian kehendak polan.'"

(HR. Abu Daud dengan sanad sahih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Syariat Islam melarang semua hal yang dapat membuka pintu kesyirikan kepada Allah -'Azza wa Jalla- seperti perkataan seseorang "atas kehendak Allah dan kehendak polan".Karena perkataan ini mengandung penyetaraan antara Maha Pencipta dengan makhluk, dan itu adalah sumber kesyirikan kepada Allah -Ta'ālā-;"Namun demikian, orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu." (QS. Al-An'ām: 1)2) Tidaklah Allah mengharamkan sesuatu kepada hamba melainkan Allah membimbing mereka kepada yang lebih baik bagi mereka dalam urusan agama dan dunia mereka.Sehingga dianjurkan kepada seorang dai, ketika menyebutkan sesuatu yang tidak diperbolehkan kepada orang, agar dia juga menerangkan kepada mereka apa yang diperbolehkan, karena dengan yang seperti ini mereka lebih cenderung menerima hukum-hukum agama.

Karena perkataan ini mengandung penyetaraan antara Maha Pencipta dengan makhluk, dan itu adalah sumber kesyirikan kepada Allah -Ta'ālā-;

"Namun demikian, orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu." (QS. Al-An'ām: 1)

2) Tidaklah Allah mengharamkan sesuatu kepada hamba melainkan Allah membimbing mereka kepada yang lebih baik bagi mereka dalam urusan agama dan dunia mereka.

Sehingga dianjurkan kepada seorang dai, ketika menyebutkan sesuatu yang tidak diperbolehkan kepada orang, agar dia juga menerangkan kepada mereka apa yang diperbolehkan, karena dengan yang seperti ini mereka lebih cenderung menerima hukum-hukum agama.

Peringatan:

Sebagian orang menuntut adanya solusi alternatif sebagai alasan dalam menolak semua orang yang mengajaknya kepada sebuah kebaikan atau melarangnya dari sebuah kemungkaran. Jika tidak, maka dia tidak akan tunduk bila hanya sebatas perintah dan larangan saja yang tidak disertai dengan menyebutkan alternatifnya!!

Ini bertentangan dengan kewajiban ubudiah kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta kewajiban tunduk kepada hukum-Nya. Saudaraku sesama muslim! Hendaklah yang Anda katakan, ketika mendengar perintah dari Rabb Anda, atau perintah dari Nabi Anda -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah: "Kami mendengar dan kami taat."

"Hanyalah ucapan orang-orang mukmin, bila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, 'Kami mendengar dan kami taat.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nūr: 51)

 334- BAB MAKRUH BINCANG-BINCANG SETELAH ISYA

Perbincangan yang dimaksudkan adalah perbincangan yang hukumnya mubah di selain waktu ini, yaitu yang sama hukumnya antara mengerjakan dan meninggalkannya. Adapun perbincangan yang diharamkan atau dimakruhkan di selain waktu ini, maka di waktu ini lebih diharamkan dan dimakruhkan.Adapun perbincangan yang berisi kebaikan, seperti diskusi ilmiah, cerita orang saleh, dan akhlak mulia, juga perbincangan bersama tamu dan orang yang memiliki keperluan, dan lain sebagainya, maka hukumnya tidak dimakruhkan, bahkan dianjurkan.Demikian juga perbincangan karena suatu alasan atau keperluan, maka tidak dimakruhkan. Hadis-hadis sahih tentang apa yang saya sebutkan sangat banyak sekali.1/1746- Abu Barzah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membenci tidur sebelum isya dan berbincang-bincang setelahnya.(Muttafaq 'Alaih)

Adapun perbincangan yang berisi kebaikan, seperti diskusi ilmiah, cerita orang saleh, dan akhlak mulia, juga perbincangan bersama tamu dan orang yang memiliki keperluan, dan lain sebagainya, maka hukumnya tidak dimakruhkan, bahkan dianjurkan.

Demikian juga perbincangan karena suatu alasan atau keperluan, maka tidak dimakruhkan. Hadis-hadis sahih tentang apa yang saya sebutkan sangat banyak sekali.

1/1746- Abu Barzah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membenci tidur sebelum isya dan berbincang-bincang setelahnya.

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Makruh tidur sebelum salat Isya karena khawatir waktunya terluput.

2) Makruh bincang-bincang dan bergadang setelah Isya tanpa ada kepentingan karena dikhawatirkan terlambat tidur dan berdampak pada luputnya salat malam dan salat Subuh.

2/1747- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melaksanakan salat Isya di akhir hayatnya, lalu setelah salam beliau bersabda,"Apa pendapat kalian tentang malam kalian ini? Sungguh di penghujung seratus tahun nanti, tidak akan tersisa satu pun di antara orang yang ada di muka bumi hari ini."(Muttafaq 'Alaih)

"Apa pendapat kalian tentang malam kalian ini? Sungguh di penghujung seratus tahun nanti, tidak akan tersisa satu pun di antara orang yang ada di muka bumi hari ini."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Boleh bincang-bincang setelah Isya tentang ilmu dan apa saja yang mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin, termasuk perbincangan bersama tamu atau istri, atau untuk menunaikan hajat kaum muslimin.

2) Hadis ini termasuk bukti kenabian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; beliau mengabarkan tentang perkara gaib yang terjadi persis seperti yang beliau kabarkan, karena sahabat yang paling terakhir meninggal adalah Abu Aṭ-Ṭufail 'Āmir bin Wāṡilah yang disebutkan oleh para ulama bahwa dia meninggal pada tahun 110 H.

3/1748- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa para sahabat pernah menunggu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk keluar salat, ternyata beliau keluar menemui mereka menjelang tengah malam lalu beliau mengerjakan salat bersama mereka, yaitu salat Isya. Beliau kemudian berpidato kepada kami, beliau bersabda,"Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sudah selesai melaksanakan salat lalu mereka tidur. Sedangkan kalian tetap tercatat dalam salat selama kalian menunggu (pelaksanaan) salat."(HR. Bukhari)

"Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sudah selesai melaksanakan salat lalu mereka tidur. Sedangkan kalian tetap tercatat dalam salat selama kalian menunggu (pelaksanaan) salat."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

شَطْرِ اللَّيْلِ (syaṭr al-lail): tengah malam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran sesekali mengakhirkan salat Isya selama tidak memberatkan jemaah masjid.

2) Menjelaskan karunia Allah kepada hamba-Nya, yaitu Dia memberikan mereka pahala selama mereka menunggu pelaksanaan ibadah.

 335- BAB PEREMPUAN HARAM MENOLAK AJAKAN SUAMINYA KE TEMPAT TIDUR PADAHAL DIA TIDAK MEMILIKI UZUR YANG DIBENARKAN SYARIAT

1/1749- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolak sehingga si suami melalui malam itu dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat istrinya hingga pagi."(Muttafaq 'Alaih)

"Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolak sehingga si suami melalui malam itu dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat istrinya hingga pagi."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Hingga istrinya kembali."

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang istri wajib membantu suaminya untuk menjaga agama dan dirinya serta berusaha meraih ridanya dalam hal yang tidak mengandung maksiat.

2) Penolakan seorang istri terhadap ajakan suaminya ke tempat tidur termasuk dosa besar karena adanya ancaman laknat dalam hal itu.

 336- BAB PEREMPUAN HARAM BERPUASA KETIKA SUAMINYA ADA KECUALI DENGAN SEIZINNYA

2/1750- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak halal bagi seorang perempuan untuk berpuasa (sunah) sedang suaminya ada kecuali dengan seizinnya. Dan tidak boleh memberi izin (orang masuk) di rumah suaminya kecuali dengan seizinnya."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidak halal bagi seorang perempuan untuk berpuasa (sunah) sedang suaminya ada kecuali dengan seizinnya. Dan tidak boleh memberi izin (orang masuk) di rumah suaminya kecuali dengan seizinnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Syarat harus ada izin suami bagi seorang perempuan ketika akan berpuasa sunah jika suaminya ada adalah demi menjaga hak suami atas dirinya. Adapun dalam puasa wajib, maka tidak disyaratkan izin suami karena demi mengedepankan hak Allah.

2) Seorang istri tidak boleh memasukkan orang yang tidak disukai suaminya ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya.

3) Hidup di bawah naungan ibadah adalah perkara paling besar yang membantu pasangan suami istri dalam kelanggengan hidup yang bahagia.

 337- BAB KEHARAMAN MAKMUM MENGANGKAT KEPALA DARI RUKUK ATAU SUJUD SEBELUM IMAM

1/1751- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidakkah salah seorang kalian takut bila dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai, atau Allah menjadikan rupanya seperti rupa keledai?!"(Muttafaq 'Alaih)

"Tidakkah salah seorang kalian takut bila dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai, atau Allah menjadikan rupanya seperti rupa keledai?!"

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Haram mendahului imam dalam salat berdasarkan ancaman yang ada dalam hadis terhadap orang yang melakukan hal itu. Oleh karena itu, sikap makmum yang wajib terhadap imam ialah mengikuti salatnya, yaitu melakukan gerakan salat setelah gerakan imam secara langsung.

2) Pilihan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bagi orang yang mendahului imam berupa diubah rupanya menjadi rupa keledai mengandung pelajaran yaitu memperlihatkan jeleknya perbuatan itu supaya dihindari.

Faedah Tambahan:

Dalam salat, makmum bersama imam memiliki empat keadaan:

1) Mendahului; yaitu dia mendahului imam dalam setiap gerakannya. Ini hukumnya haram berdasarkan ancaman keras yang ada di dalamnya.

2) Terlambat; yaitu dia terlambat dari imam. Bila hal itu disebabkan oleh suatu uzur, maka tidak ada masalah. Adapun jika hal itu dilakukan tanpa uzur, bila dia terlambat satu rukun sempurna, maka hukumnya sama seperti mendahului, yaitu tidak diperbolehkan, dan dengan sebab itu salatnya menjadi batal.

3) Serempak; artinya dia bersamaan dengan imam dalam bacaan-bacaan dan gerakannya. Ini hukumnya makruh.

4) Mengikuti; artinya makmum segera melakukan gerakan-gerakan salat langsung setelah imamnya melakukannya, dengan tidak sampai serempak ataupun terlambat dan mendahului. Inilah yang sesuai Sunnah dan petunjuk Nabi yang wajib diikuti.

 338- BAB MAKRUH MELETAKKAN TANGAN DI PINGGANG KETIKA SALAT

1/1752- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Dilarang meletakkan tangan di pinggang ketika salat."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الخَصْرِ (al-khasr): meletakkan tangan di pinggang, yaitu antara bagian bawah ketiak dan bagian rusuk paling bawah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman meletakkan tangan di pinggang ketika salat berdasarkan larangan dari posisi ini.

2) Hendaklah seorang hamba tunduk dan patuh terhadap nas-nas agama tanpa penolakan maupun keraguan dengan mencari-cari dalih, karena semua kebaikan ada pada perkara yang diperintahkan kepada kita, dan semua keburukan ada pada perkara yang kita dilarang darinya sekalipun kita tidak mengetahui hikmahnya.

 339- BAB MAKRUH SALAT KETIKA MAKANAN TELAH DISAJIKAN SEMENTARA DIA MENGINGINKANNYA ATAU SAMBIL MENAHAN KEINGINAN BUANG AIR KECIL DAN BESAR

1/1753- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak (sempurna) salat ketika makanan telah dihidangkan ataupun sambil menahan keinginan buang air kecil dan besar."(HR. Muslim)

"Tidak (sempurna) salat ketika makanan telah dihidangkan ataupun sambil menahan keinginan buang air kecil dan besar."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seseorang hendak melaksanakan ketaatan maka ia hendaknya melakukannya dengan hati yang khusyuk sembari mejauhi perkara-perkara yang dapat memalingkannya dari kekhusyukan di dalamnya.

2) Semua hal yang dapat memalingkan hati dari khusyuk dalam salat maka diberikan hukum yang sama seperti gambar, suara, dan semisalnya.

Peringatan:

Hadis ini, walaupun di dalamnya terkandung rukhsah untuk tidak menghadiri salat berjamaah ketika makanan yang diinginkannya telah dihidangkan, namun tidak patut bagi seseorang membiasakan diri untuk menghidangkan santapan malam atau siang pada waktu pelaksanaan salat,karena hal itu berdampak pada membuang pahala salat berjamaah serta melalaikan perintah syariat.

karena hal itu berdampak pada membuang pahala salat berjamaah serta melalaikan perintah syariat.

 340- BAB LARANGAN MELIHAT KE ATAS DALAM SALAT

1/1754- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mengapa orang-orang itu mengangkat pandangan mereka ke atas saat salat?!"Suara beliau bertambah keras dalam masalah itu, hingga beliau bersabda,"Sungguh mereka harus berhenti melakukannya, atau (bila tidak) penglihatan mereka benar-benar akan diambil."(HR. Bukhari)

"Mengapa orang-orang itu mengangkat pandangan mereka ke atas saat salat?!"

Suara beliau bertambah keras dalam masalah itu, hingga beliau bersabda,

"Sungguh mereka harus berhenti melakukannya, atau (bila tidak) penglihatan mereka benar-benar akan diambil."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menampakkan pengharaman memandang ke atas ketika salat, dan ancaman Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap tindakan ini berupa dicabutnya penglihatan pelakunya adalah sebagai peringatan dari terjerumus dalam penyimpangan ini.

2) Mengarahkan pandangan ke tempat sujud adalah bagian dari sempurnanya ketundukan diri, lebih mengundang khusyuk, dan termasuk adab terhadap Allah -Ta'ālā-.

 341- BAB MAKRUH MENOLEH KETIKA SALAT TANPA UZUR

1/1755- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang menoleh dalam salat, maka beliau bersabda,"Itu adalah pencopetan yang dilakukan oleh setan terhadap salat seorang hamba."(HR. Bukhari)

"Itu adalah pencopetan yang dilakukan oleh setan terhadap salat seorang hamba."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الاِخْتِلَاسُ (al-ikhtilās): mengambil sesuatu dengan cepat ketika pemiliknya lengah (pencopetan).

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menoleh ketika salat tanpa diperlukan karena itu merupakan bentuk gangguan setan terhadap hamba yang salat.

2) Menoleh yang dilarang mencakup menoleh dengan badan dan menoleh dengan hati dengan memikirkan urusan dunia di dalam salat.

2/1756- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku,"Janganlah menoleh ketika salat karena menoleh ketika salat adalah (penyebab) kebinasaan. Jika memang terpaksa menoleh, maka lakukanlah di dalam salat sunah, bukan dalam salat fardu."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih") [4].

"Janganlah menoleh ketika salat karena menoleh ketika salat adalah (penyebab) kebinasaan. Jika memang terpaksa menoleh, maka lakukanlah di dalam salat sunah, bukan dalam salat fardu."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan sahih") [57].

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara hikmah larangan menoleh dalam salat ialah bahwa hal itu bertentangan dengan tujuan salat berupa kekhusyukan dan merendahkan diri.

2) Hadis-hadis yang menyebutkan larangan menoleh dalam salat bersifat umum, sehingga tidak diperbolehkan menoleh secara mutlak, baik dalam salat fardu ataupun salat sunah.

Peringatan:

Hadis yang disebutkan di sini sanadnya daif sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum syariat untuk membedakan antara hukum menoleh dalam salat fardu dengan salat sunah. Namun kita hanya mengambil sebagian dari petunjuknya dalam rangka mengikuti kaidah kita:"Hadis yang daif bila memiliki usul yang sahih, maka kita mengamalkannya."Ini karena larangan menoleh dalam salat telah ditunjukkan oleh banyak hadis sahih.Adapun keterangan tambahan yang disebutkan, "Jika memang terpaksa menoleh, maka lakukanlah dalam salat sunah, bukan dalam salat fardu", maka sanadnya daif. Oleh sebab itu, larangan menoleh ini berlaku umum dalam salat fardu dan salat sunah, tanpa perbedaan.

"Hadis yang daif bila memiliki usul yang sahih, maka kita mengamalkannya."

Ini karena larangan menoleh dalam salat telah ditunjukkan oleh banyak hadis sahih.

Adapun keterangan tambahan yang disebutkan, "Jika memang terpaksa menoleh, maka lakukanlah dalam salat sunah, bukan dalam salat fardu", maka sanadnya daif. Oleh sebab itu, larangan menoleh ini berlaku umum dalam salat fardu dan salat sunah, tanpa perbedaan.

 342- BAB LARANGAN SALAT MENGHADAP KUBUR

1/1757- Abu Marṡad Kannāz bin Al-Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian salat menghadap kubur dan jangan duduk di atasnya."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian salat menghadap kubur dan jangan duduk di atasnya."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman salat menghadap kubur dan duduk di atasnya.

2) Tidak boleh mengultuskan kubur dengan dijadikan sebagai masjid (tempat salat), karena hal ini menjadi pembuka pintu kesyirikan. Begitu juga kubur tidak boleh direndahkan dan dihinakan karena seorang muslim yang terkubur di dalamnya tetap terhormat di masa hidupnya dan setelah meninggal.Sehingga kita tidak boleh bersikap guluw (berlebihan) dan tidak pula bersikap lalai. Karena agama Allah adalah pertengahan antara dua hal yang bertentangan, sebuah kebenaran berada di antara dua kebatilan, dan sebuah petunjuk berada di antara dua kesesatan.

Sehingga kita tidak boleh bersikap guluw (berlebihan) dan tidak pula bersikap lalai. Karena agama Allah adalah pertengahan antara dua hal yang bertentangan, sebuah kebenaran berada di antara dua kebatilan, dan sebuah petunjuk berada di antara dua kesesatan.

 343- BAB LARANGAN MELINTAS DI DEPAN ORANG SALAT

1/1758- Abul-Juhaim Abdullah bin Al-Ḥāriṡ bin Aṣ-Ṣimmah Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sekiranya orang yang melintas di depan orang salat mengetahui apa akibat yang akan ia tanggung, niscaya ia berdiri menunggu selama empat puluh lebih baik baginya daripada melintas di depan orang yang sedang salat."Perawi berkata, "Aku tidak tahu; apakah beliau berkata empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat puluh tahun."(Muttafaq 'Alaih)

“Sekiranya orang yang melintas di depan orang salat mengetahui apa akibat yang akan ia tanggung, niscaya ia berdiri menunggu selama empat puluh lebih baik baginya daripada melintas di depan orang yang sedang salat."

Perawi berkata, "Aku tidak tahu; apakah beliau berkata empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat puluh tahun."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman lewat di depan orang salat, baik salat fardu ataupun sunah, di masjid atau di selain masjid, di Mekah ataupun di negeri lainnya.

2) Hikmah larangan lewat di depan orang salat ialah bahwa hal itu memotong kesempurnaan munajat hamba kepada Rabb-nya, dan karena area sutrah adalah hak orang yang salat sehingga tidak boleh diserobot.

 344- BAB MAKRUH BAGI MAKMUM MEMULAI SALAT SUNAH SETELAH MUAZIN MULAI MENGUMANDANGKAN IKAMAH SALAT, BAIK SALAT SUNAH UNTUK SALAT TERSEBUT ATAU LAINNYA

1/1759- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Bila ikamah salat telah dikumandangkan, maka tidak ada salat kecuali salat fardu."(HR. Muslim)

"Bila ikamah salat telah dikumandangkan, maka tidak ada salat kecuali salat fardu."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak boleh memulai atau melanjutkan salat sunah bersamaan dengan dimulainya ikamah salat fardu karena hak salat fardu lebih didahulukan atas salat sunah.

2) Di antara tanda kedalaman fikih seseorang ketika terdapat lebih dari satu ibadah yang tidak bisa dipenuhi semuanya ialah mendahulukan yang lebih afdal atas lainnya.

Faedah Tambahan:

Bila ikamah salat dikumandangkan sementara Anda sedang melaksanakan salat sunah, bila Anda masih di rakaat pertama maka hentikanlah, namun bila Anda berada di akhir salat, seperti tasyahud, misalnya, maka selesaikanlah dengan durasi yang agak cepat. Adapun cara menghentikan salat ialah dengan langsung keluar tanpa salam, karena tempat salam adalah setelah tasyahud. Wallāhu a'lam.

 345- BAB MAKRUH MENGKHUSUSKAN PUASA PADA HARI JUMAT ATAU SALAT MALAM PADA MALAM JUMAT

1/1760- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam yang lain untuk salat malam, dan jangan mengkhususkan hari Jumat di antara hari-hari yang lain untuk berpuasa, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa kalian lakukan."(HR. Muslim)2/1761- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jangan sekali-kali salah seorang kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali dia juga berpuasa sehari ‎sebelumnya atau sesudahnya.‎"(Muttafaq 'Alaih)3/1762- Muhammad bin 'Abbād berkata, Aku bertanya kepada Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, "Apakah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang puasa pada hari Jumat?" Dia menjawab, "Ya."(Muttafaq 'Alaih)4/1763- Ummul-Mu`minīn Juwairiyah binti Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepadanya pada hari Jumat sementara dia sedang berpuasa; beliau bertanya, "Apakah kemarin engkau berpuasa?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi, "Apakah engkau berniat akan berpuasa besok?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Bila demikian, berbukalah."(HR. Bukhari)

"Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam yang lain untuk salat malam, dan jangan mengkhususkan hari Jumat di antara hari-hari yang lain untuk berpuasa, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa kalian lakukan."

(HR. Muslim)

2/1761- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Jangan sekali-kali salah seorang kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali dia juga berpuasa sehari ‎sebelumnya atau sesudahnya.‎"

(Muttafaq 'Alaih)

3/1762- Muhammad bin 'Abbād berkata, Aku bertanya kepada Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, "Apakah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang puasa pada hari Jumat?" Dia menjawab, "Ya."

(Muttafaq 'Alaih)

4/1763- Ummul-Mu`minīn Juwairiyah binti Al-Ḥāriṡ -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepadanya pada hari Jumat sementara dia sedang berpuasa; beliau bertanya, "Apakah kemarin engkau berpuasa?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi, "Apakah engkau berniat akan berpuasa besok?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Bila demikian, berbukalah."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan mengkhususkan puasa hanya pada hari Jumat saja, dan boleh berpuasa pada hari itu jika dia juga berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.

2) Tidak boleh mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam yang lain untuk salat malam karena mengkhususkan ibadah pada waktu tertentu harus memiliki dalil khusus.

Peringatan:

Larangan ini tidak tertuju pada orang yang rutin melaksanakan salat malam, yaitu dia diperbolehkan melakukan salat malam pada malam Jumat karena dia tidak pernah mengkhususkannya untuk salat malam. Wallāhu a'lam.

 346- BAB PENGHARAMAN PUASA WIṢĀL, YAITU BERPUASA DUA HARI ATAU LEBIH DENGAN BERSAMBUNG TANPA MAKAN DAN MINUM ANTARA KEDUANYA

1/1764- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang puasa wiṣāl.(Muttafaq 'Alaih)2/1765- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang puasa wiṣāl. Para sahabat bertanya, "Tapi, engkau sendiri berpuasa wiṣāl?" Beliau bersabda,"Aku tidak seperti kalian, karena aku diberi makan dan minum."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

(Muttafaq 'Alaih)

2/1765- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang puasa wiṣāl. Para sahabat bertanya, "Tapi, engkau sendiri berpuasa wiṣāl?" Beliau bersabda,

"Aku tidak seperti kalian, karena aku diberi makan dan minum."

(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan melakukan puasa wiṣāl demi menjaga jiwa agar tidak bosan lantaran terus-menerus menyambung ibadah tanpa putus.

2) Menjelaskan luasnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya,yaitu Allah Yang Mahamulia lebih sayang kepada mereka daripada diri mereka sendiri.

 347- BAB PENGHARAMAN DUDUK DI ATAS KUBUR

1/1766- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila salah seorang kalian harus duduk di atas bara api lalu membakar pakaiannya hingga tembus ke kulitnya, maka hal itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kubur."(HR. Muslim)

"Bila salah seorang kalian harus duduk di atas bara api lalu membakar pakaiannya hingga tembus ke kulitnya, maka hal itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kubur."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

تَخْلُصَ (takhluṣ): tembus ke kulitnya dan membakarnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan duduk di atas kubur seorang muslim karena kehormatan seorang muslim setelah meninggal sama seperti kehormatannya ketika masih hidup.

2) Anjuran untuk membuat permisalan ketika memberi nasihat, dan ini termasuk di antara metode Nabi dalam pengajaran.

 348- BAB LARANGAN MENYEMEN KUBUR DAN MEMBUAT BANGUNAN DI ATASNYA

1/1767- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mengapur kubur, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يُجَصَّصَ (yujaṣṣaṣ): memutihkan kubur menggunakan kapur atau semen. Masuk di dalamnya semua yang menghias dan mempercantik kubur berupa marmer, batu, dan lainnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan larangan menyemen kubur dan membuat bangunan di atasnya karena hal ini dapat berdampak pada pemujaan kubur dalam hati manusia, dan bisa jadi berdampak pada meminta pertolongan kepada orang yang ada dalam kubur selain Allah -'Azza wa Jalla-, di samping merupakan sikap berlebihan dan mubazir yang dilarang dalam agama.

2) Syariat Islam melarang semua media yang dapat mengantarkan kepada syirik besar serta menutup semua pintu yang akan mengantarkan kepadanya dalam rangka melindungi tauhid.

Faedah Tambahan:

Di antara kerusakan menyemen kubur dan membuat bangun di atasnya:

1) Menyelisihi perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta terjerumus dalam maksiat, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah berpesan kepada Mu'āż bin Jabal -raḍiyallāhu 'anhu-,"Jauhilah perbuatan maksiat, karena dengan maksiat murka Allah akan turun."(HR. Ahmad)

"Jauhilah perbuatan maksiat, karena dengan maksiat murka Allah akan turun."

(HR. Ahmad)

2) Membuka pintu syirik kepada Allah -Ta'ālā-, karena manusia mudah terfitnah dengan kubur yang diagungkan.

3) Meniru kuburan orang-orang kafir, padahal di antara prinsip besar syariat Islam ialah menyelisihi para penghuni neraka Jahīm dan mengikuti penganut jalan yang lurus.

4) Terjerumus ke dalam sikap berlebih-lebihan yang diharamkan dan perbuatan mubazir yang dilarang dalam syariat Islam.

5) Hilangnya rasa khusyuk dan mengingat kematian ketika berziarah kubur karena dengan sebab itu kubur berubah seperti rumah orang hidup yang dipercantik dan dihias, padahal Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ziarahilah kubur karena ziarah kubur dapat mengingatkan kalian kepada akhirat." (HR. Ibnu Majah)

 349- BAB KERASNYA PENGHARAMAN BUDAK MELARIKAN DIRI DARI TUANNYA

1/1768- Jarīr bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Budak manapun yang melarikan diri dari tuannya, maka jaminan Allah telah lepas darinya."(HR. Muslim)2/1769- Masih dari Jarīr bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Apabila seorang hamba sahaya melarikan diri (dari tuannya), maka salatnya tidak diterima."(HR. Muslim)

"Budak manapun yang melarikan diri dari tuannya, maka jaminan Allah telah lepas darinya."

(HR. Muslim)

2/1769- Masih dari Jarīr bin Abdillah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,

"Apabila seorang hamba sahaya melarikan diri (dari tuannya), maka salatnya tidak diterima."

(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, "Maka dia telah kafir."

Kosa Kata Asing:

العَبْدُ (al-'abd): hamba sahaya.

أبَقَ (abaqa): melarikan diri dari tuannya.

الذِّمَّةُ (aż-żimmah): jaminan dan penjagaan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Peringatan keras dari pembangkangan seorang hamba sahaya dari ketaatan kepada tuannya dalam kebaikan.

2) Perbuatan budak melarikan diri dari tuannya termasuk pembatal amal dan termasuk cabang kekafiran.

 350- BAB HARAM MEMBERI SYAFAAT DALAM HUKUMAN HUDUD

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian."(QS. An-Nūr: 2)1/1770- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa orang-orang Quraisy dibuat risau oleh urusan seorang wanita kabilah Bani Makhzūm yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang akan membicarakan urusan ini kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?” Sebagian mereka berkata, “Siapa lagi yang berani melakukannya selain Usāmah bin Zaid, kesayangan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.” Usāmah pun berbicara kepada beliau. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Apakah kamu akan memberikan syafaat (rekomendasi keringanan hukuman) terhadap orang yang melanggar salah satu hukum hudud Allah?” Kemudian beliau berdiri dan berkhotbah seraya bersabda,“Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah karena mereka itu jika ada orang terpandang di antara mereka yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi sekiranya yang mencuri itu orang yang lemah di antara mereka, maka mereka menegakkan hudud kepadanya. Demi Allah! Sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan kupotong tangannya.”(Muttafaq 'Alaih)

"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian."

(QS. An-Nūr: 2)

1/1770- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa orang-orang Quraisy dibuat risau oleh urusan seorang wanita kabilah Bani Makhzūm yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang akan membicarakan urusan ini kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-?” Sebagian mereka berkata, “Siapa lagi yang berani melakukannya selain Usāmah bin Zaid, kesayangan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.” Usāmah pun berbicara kepada beliau. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Apakah kamu akan memberikan syafaat (rekomendasi keringanan hukuman) terhadap orang yang melanggar salah satu hukum hudud Allah?” Kemudian beliau berdiri dan berkhotbah seraya bersabda,

“Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah karena mereka itu jika ada orang terpandang di antara mereka yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi sekiranya yang mencuri itu orang yang lemah di antara mereka, maka mereka menegakkan hudud kepadanya. Demi Allah! Sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan kupotong tangannya.”

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Muka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berubah merah. Beliau lalu bersabda, "Apakah kamu akan memberi syafaat untuk meringankan salah satu hukuman hudud Allah?!" Usāmah berkata, "Mohonkanlah untukku ampunan, wahai Rasulullah!" Perawi berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kemudian memerintahkan agar wanita tersebut dihadirkan lalu tangannya dipotong."

Kosa Kata Asing:

أَهَمَّهُمْ (ahammahum): membuat mereka risau.

يَجتَرِئُ (yajtari`), berasal dari kata "al-jur`ah", artinya tidak takut melawan atau bertemu. Maksudnya, tidak ada yang sanggup berbicara dengan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- karena besarnya wibawa beliau kecuali Usāmah -raḍiyallāhu 'anhu-.

حِبّ (ḥibb): yang dicintai, kesayangan.

وَأيْمُ الله (wa aimullāh): aku bersumpah dengan nama Allah.

فَاخْتَطَبَ (fa-khtaṭaba): berkhotbah kepada manusia.

الحُدُوْدُ (al-ḥudūd): yaitu hukuman-hukuman yang ada dalam syariat Islam yang jenisnya telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya atas pelaku maksiat.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman memberi syafaat dalam hukuman hudud setelah hal tersebut sampai kepada imam atau hakim.

2) Menerangkan bahwa hukum-hukum agama berlaku sama di antara orang mulia dan rendah dan antara orang kaya dan miskin, sehingga harus ditegakkan tanpa memandang keadaan pelaku maksiat dari sisi kemuliaan dan nasabnya, dan hal ini menjadi tanda kuatnya umat serta sebab keberuntungan dan kemenangannya.

3) Mengambil hikmah dan pelajaran dari kondisi umat-umat terdahulu yang mendistorsi agama Allah -'Azza wa Jalla- sehingga Allah menimpakan kepada mereka siksa di dunia dan akhirat;"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!" (QS. Al-Ḥasyr: 2)

"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!" (QS. Al-Ḥasyr: 2)

 351- BAB LARANGAN BUANG AIR BESAR DI JALAN, TEMPAT BERTEDUH, TEMPAT AIR, DAN SEMISALNYA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)1/1771- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jauhilah dua perkara yang mendatangkan laknat." Para sahabat bertanya, "Apa dua perkara yang mendatangkan laknat itu?" Beliau bersabda,"Orang yang buang air besar di tempat lalu lalang orang atau tempat berteduh mereka."(HR. Muslim)

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."

(QS. Al-Aḥzāb: 58)

1/1771- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jauhilah dua perkara yang mendatangkan laknat." Para sahabat bertanya, "Apa dua perkara yang mendatangkan laknat itu?" Beliau bersabda,

"Orang yang buang air besar di tempat lalu lalang orang atau tempat berteduh mereka."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

اِتَّقُوْا (ittaqū): jauhilah kalian. Berasal dari kata "al-wiqāyah".

اللَّاعِنُ (al-lā'in), bentuk isim fā'il dari kata "اللَّعْنُ" (al-la'n), yaitu yang menjadi sebab datangnya laknat terhadap pelakunya.

يَتَخَلَّىٰ (yatakhalla), berasal dari kata "التَّخَلِّي" (at-takhallī), yaitu buang air besar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Syariat Islam melarang semua yang mengganggu tempat perkumpulan orang dan tempat peristirahatan mereka, dan ini bagian dari keindahan syariat Islam.

2) Perhatian para sahabat untuk memahami maksud Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; oleh karena itu, mereka bertanya balik kepada beliau!Beginilah seharusnya keadaan orang beriman, giat untuk memahami dan mendalami permasalahan-permasalahan agama untuk diamalkan.

Beginilah seharusnya keadaan orang beriman, giat untuk memahami dan mendalami permasalahan-permasalahan agama untuk diamalkan.

 352- BAB LARANGAN KENCING DAN SEJENISNYA DI AIR TERGENANG

1/1772- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang kencing di air tergenang."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الرَّاكِدُ (ar-rākid): yang tidak bergerak seperti air telaga yang kecil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman menyakiti orang-orang beriman dengan perkataan seperti cacian dan makian, atau dengan perbuatan seperti kencing di tempat-tempat air.

2) Di antara keindahan syariat Islam ialah memotivasi adanya semua yang akan menjaga kesehatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, syariat Islam melarang kencing di air tergenang.

 353- BAB MAKRUH BAGI ORANG TUA MELEBIHKAN SEBAGIAN ANAKNYA DALAM HIBAH

1/1773- An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa ayahnya membawanya menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya berkata, "Aku telah memberikan anakku ini seorang budak milikku." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apakah semua anakmu engkau berikan seperti ini?"Dia menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kalau begitu, ambillah kembali budak itu."Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apakah engkau melakukan ini pada semua anakmu?"Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Bertakwalah kepada Allah, dan berbuat adillah kepada anak-anakmu." Ayahku kemudian pulang lalu mengembalikan pemberian tersebut.Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai Basyīr! Apakah engkau memiliki anak selain ini?" Dia menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, "Apakah semua mereka engkau berikan seperti ini?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Kalau begitu, jangan jadikan aku sebagai saksi. Aku tidak akan menjadi saksi pada sebuah kezaliman."

"Apakah semua anakmu engkau berikan seperti ini?"

Dia menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kalau begitu, ambillah kembali budak itu."

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Apakah engkau melakukan ini pada semua anakmu?"

Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Bertakwalah kepada Allah, dan berbuat adillah kepada anak-anakmu." Ayahku kemudian pulang lalu mengembalikan pemberian tersebut.

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Wahai Basyīr! Apakah engkau memiliki anak selain ini?" Dia menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, "Apakah semua mereka engkau berikan seperti ini?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Kalau begitu, jangan jadikan aku sebagai saksi. Aku tidak akan menjadi saksi pada sebuah kezaliman."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Jangan jadikan aku sebagai saksi pada sebuah kezaliman."

Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan, "Jadikanlah orang lain selainku sebagai saksi pada perkara ini." Beliau kemudian bersabda, "Apakah engkau mau bila mereka berbakti sama kepadamu?" Dia menjawab, "Tentu." Beliau bersabda, "Kalau begitu, jangan."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

نَحَلْتُ (naḥaltu): aku telah berikan dan hibahi tanpa bayar.

جَوْر (jaur): kezaliman.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman melebihkan sebagian anak dalam pemberian serta anjuran kepada wajibnya bersikap adil di antara mereka.

2) Sikap adil kedua orang tua terhadap anak-anak mereka adalah faktor adanya kebaktian mereka; maka, apakah para pendidik memahami hal itu?!

Faedah Tambahan:

Yang dimaksud dengan pemberian ialah pemberian suka rela yang murni, bukan nafkah. Adapun dalam hal nafkah, maka masing-masing anak diberikan sesuai kebutuhannya, sedikit ataupun banyak. Mungkin sebagian anak sedang menimba ilmu sehingga butuh nafkah lebih banyak daripada yang lain.Maka sikap adil dalam kondisi ini ialah masing-masing anak diberikan sesuai kebutuhannya walaupun berkonsekuensi pada perbedaan kadar nafkah di antara anak-anak. Adapun pemberian, maka diwajibkan bersikap adil dan berlaku sama di antara semua anak.Namun dalam nafkah, maka ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemaslahatan.

Maka sikap adil dalam kondisi ini ialah masing-masing anak diberikan sesuai kebutuhannya walaupun berkonsekuensi pada perbedaan kadar nafkah di antara anak-anak. Adapun pemberian, maka diwajibkan bersikap adil dan berlaku sama di antara semua anak.

Namun dalam nafkah, maka ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemaslahatan.

Faedah Tambahan:

Sebagian orang lebih suka memberi anak-anaknya bagian warisan mereka sebelum meninggal, karena menganggap hal itu akan menjauhkan pertikaian di antara anak-anaknya. Tapi kebalikannya, mereka telah jatuh dalam sejumlah pelanggaran:

Yang paling berat ialah melanggar batasan Allah dalam pembagian warisan, karena Allah -Ta'ālā- telah menyatakan pembagian warisan itu setelah kematian. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Bila seseorang meninggal dunia ..." (QS. An-Nisā`: 173).Allah -Ta'ālā- juga berfirman setelah menerangkan bagian-bagian warisan,"Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan." (QS. An-Nisā`: 13-14).

"Bila seseorang meninggal dunia ..." (QS. An-Nisā`: 173).

Allah -Ta'ālā- juga berfirman setelah menerangkan bagian-bagian warisan,

"Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.

Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan." (QS. An-Nisā`: 13-14).

Juga, bisa jadi berdampak pada ketidaksesuaian warisan dengan ketentuan bagian yang ditetapkan dalam Kitab Allah karena terjadinya kematian sebagian ahli waris sebelum orang tua mereka, kemudian bagian-bagian tersebut saling tumpang tindih dan berakibat pada pengurangan atau penambahan atau penolakan hak-hak yang telah ditetapkan.

Juga, terjadinya permusuhan, kebencian, perpecahan, dan pertikaian di antara ahli waris yang disebabkan oleh pembagian yang dilakukan sebelum kematiannya. Yang paling banyak dizalimi dalam hal ini adalah perempuan, bukan laki-laki.

Dan masih ada berbagai kerusakan lainnya meskipun orang tua menganggap dirinya menginginkan kemaslahatan dengannya. Semoga Allah meridai Ibnu Mas'ūd manakala dia mengatakan, "Betapa banyak orang yang meniatkan kebaikan namun dia tidak mendapatkannya."

Sehingga wajib mengikuti batasan agama karena di dalamnya terkandung semua petunjuk dan rahmat;"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54)."Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat." (QS. Āli 'Imrān: 132).

"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. An-Nūr: 54).

"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat." (QS. Āli 'Imrān: 132).

 354- BAB HARAM BAGI PEREMPUAN BERKABUNG KARENA KEMATIAN SESEORANG LEBIH DARI TIGA HARI KECUALI (KARENA KEMATIAN) SUAMINYA SELAMA EMPAT BULAN SEPULUH HARI

1/1774- Zainab binti Abu Salamah -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Aku datang menemui Ummu Ḥabībah, istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika ayahnya, Abu Sufyān bin Ḥarb -raḍiyallāhu 'anhu- meninggal dunia; dia minta diberikan minyak wangi yang dicampur safron atau lainnya, lalu minyak wangi itu diusapkannya pada budak perempuannya kemudian diusapkannya di kedua pipinya, kemudian dia berkata, "Demi Allah! Sebenarnya aku tidak butuh minyak wangi. Hanya saja aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda di atas mimbar,Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali pada (kematian) suaminya selama empat bulan sepuluh hari.'"Zainab berkata, "Kemudian aku datang menemui Zainab binti Jaḥsy -raḍiyallāhu 'anhā- ketika saudaranya meninggal dunia; dia minta diberikan minyak wangi lalu mengusapkannya dan berkata, 'Ketahuilah! Demi Allah! sebenarnya aku tidak butuh sama sekali pada minyak wangi. Hanya saja aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda dari atas mimbar,Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali pada (kematian) suaminya selama empat bulan sepuluh hari.'"(Muttafaq 'Alaih)

Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali pada (kematian) suaminya selama empat bulan sepuluh hari.'"

Zainab berkata, "Kemudian aku datang menemui Zainab binti Jaḥsy -raḍiyallāhu 'anhā- ketika saudaranya meninggal dunia; dia minta diberikan minyak wangi lalu mengusapkannya dan berkata, 'Ketahuilah! Demi Allah! sebenarnya aku tidak butuh sama sekali pada minyak wangi. Hanya saja aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda dari atas mimbar,

Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali pada (kematian) suaminya selama empat bulan sepuluh hari.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

صُفْرَةُ خَلُوقٍ (ṣufrah khalūq): yang dipakai sebagai minyak wangi.

مَسَّتْ بِعَارِضَيْهَا (massat bi 'āriḍaihā): mengusapkan minyak wangi di sebagian badannya.

الإِحْدَادُ (al-iḥdād): tidak berhias dengan minyak wangi dan semisalnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Haram bagi seorang perempuan berkabung lebih dari tiga hari karena kematian siapa pun yang dicintainya, baik saudara, anak, kerabat, atau lainnya, kecuali karena kematian suaminya maka dia diperintahkan berkabung selama empat bulan sepuluh hari.

2) Sambutan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta antusiasme mereka untuk mengamalkannya walaupun bertentangan dengan selera hati atau kebiasaan yang umum di tengah masyarakat. Maka, hendaklah kita bersungguh-sungguh mempraktikkan Sunnah dalam ucapan dan perbuatan kita karena ini adalah bukti iman yang benar.

 355- BAB HARAM BAGI ORANG KOTA MENJUALKAN BARANG ORANG PEDALAMAN, MENCEGAT ROMBONGAN DAGANG SEBELUM SAMPAI KE PASAR, MELAKUKAN JUAL BELI DI ATAS JUAL BELI SAUDARANYA DAN MELAMAR DI ATAS LAMARAN SAUDARANYA, KECUALI BILA DIA MENGIZINKANNYA ATAU MEMBATALKANNYA

1/1775- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang orang kota menjualkan barang orang pedalaman sekalipun dia saudaranya seayah dan seibu."(Muttafaq 'Alaih)2/1776- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian mencegat barang dagangan hingga barang dagangan itu sampai di pasar."(Muttafaq 'Alaih)3/1777- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian mencegat rombongan pedagang yang datang, dan janganlah orang kota menjualkan untuk orang pedalaman."Ṭāwūs bertanya kepadanya, "Apa maksud sabda beliau: 'Janganlah orang kota menjualkan untuk orang pedalaman?'" Ibnu 'Abbās menjawab, "Yaitu janganlah dia menjadi makelarnya."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

2/1776- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah kalian mencegat barang dagangan hingga barang dagangan itu sampai di pasar."

(Muttafaq 'Alaih)

3/1777- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah kalian mencegat rombongan pedagang yang datang, dan janganlah orang kota menjualkan untuk orang pedalaman."

Ṭāwūs bertanya kepadanya, "Apa maksud sabda beliau: 'Janganlah orang kota menjualkan untuk orang pedalaman?'" Ibnu 'Abbās menjawab, "Yaitu janganlah dia menjadi makelarnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

حَاضِرٌ لِبَادٍ: al-ḥāḍir ialah orang yang tinggal di kota, dan al-bādī ialah orang yang tinggal di pedalaman.

تَلَقِّيْ الرُّكْبَانَ: orang kota mencegat orang pedalaman sebelum dia sampai ke kota.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara hikmah diharamkannya orang kota menjualkan untuk orang pedalaman ialah agar pedagang dari pedalaman tidak tertipu lantaran dia tidak mengetahui harga barang di pasar.

2) Islam memberikan jaminan kepada orang yang tidak tahu atau tidak menyadari haknya ketika berjual beli, dan dengan itu Islam telah melabrak kaidah zalim yang telah menjadi kebiasaan: hukum tidak melindungi orang yang lalai, dan hukum tidak menampung orang yang lalai!

3) Hubungan nasab tidak menghalalkan apa pun yang diharamkan Allah, sehingga orang beriman harus giat menegakkan agama Allah -Ta'ālā- walaupun bertentangan dengan maslahat kekerabatan.

4/1778- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang orang kota menjualkan untuk orang pedalaman, janganlah kalian melakukan najasy, janganlah seseorang melakukan jual beli di atas jual beli saudaranya dan jangan melamar di atas lamaran saudaranya, janganlah seorang perempuan meminta saudarinya diceraikan untuk menuangkan apa yang ada di bejananya." Dalam riwayat lain dia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang dari mencegat rombongan pedagang yang datang, melarang seorang muhajirin menjualkan untuk orang badui, melarang seorang perempuan mensyaratkan saudarinya dicerai, melarang seseorang melakukan penawaran di atas kesepakatan jual beli saudaranya, serta melarang najasy dan taṣriyah."(Muttafaq 'Alaih)5/1779- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah sebagian kalian melakukan jual beli di atas jual beli yang lain dan jangan melamar di atas lamaran saudaranya kecuali bila dia mengizinkannya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)6/1780- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, maka tidak halal bagi orang beriman untuk melakukan pembelian di atas jual beli saudaranya dan tidak pula melamar di atas lamaran saudaranya kecuali dia meninggalkannya."(HR. Muslim)

(Muttafaq 'Alaih)

5/1779- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah sebagian kalian melakukan jual beli di atas jual beli yang lain dan jangan melamar di atas lamaran saudaranya kecuali bila dia mengizinkannya."

(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

6/1780- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Orang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, maka tidak halal bagi orang beriman untuk melakukan pembelian di atas jual beli saudaranya dan tidak pula melamar di atas lamaran saudaranya kecuali dia meninggalkannya."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

النَّجَشُ (an-najasy): menambah harga barang untuk menipu orang lain.

لِتكْفَأَ مَا فِيْ إنَائِهَا, berasal dari kalimat "kafa`tu al-qidra", artinya: aku membalik panci. Maksudnya supaya dia yang menikah dengan laki-laki tersebut sebagai ganti saudarinya seagama.

يَسْتَامَ الرَّجُلُ عَلىٰ سَوْمِ أَخِيهِ: adanya kesepakatan jual beli antara pemilik barang dan calon pembeli, dan keduanya sama-sama tertarik, walaupun mereka belum melangsungkan akadnya, lalu orang ketiga datang kepada penjual dengan mengatakan, "Saya saja yang membeli barangmu."

التَّصْرِيَةُ (at-taṣriyah): mengumpulkan air susu unta atau kambing dengan mengikat kantong susunya ketika hendak dijual sehingga kantong susunya menjadi besar dengan tujuan berbuat curang dan menipu sehingga calon pembeli mengira hal banyak air susunya itu adalah kebiasaan tetapnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Haramnya menaikkan harga dalam jual beli dengan tujuan menipu, haramnya seseorang melakukan jual beli di atas jual beli saudaranya, dan haramnya melakukan penawaran di atas penawaran seorang muslim setelah terjadi kesepakatan harga dan ketertarikan untuk melakukan jual beli.

2) Larangan dari semua hal yang dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan antara seorang perempuan dengan suaminya serta menyulut hasad dan benci.

3) Pengharaman semua macam kecurangan dan penipuan serta semua yang mendatangkan keburukan pada kaum muslimin.

4) Di antara kebaikan syariat Islam adalah bahwa Islam berusaha mempererat tali persaudaraan keimanan dan memberikan peringatan dari semua yang dapat merusaknya.

 356- BAB LARANGAN MENGHAMBUR-HAMBURKAN HARTA UNTUK HAL-HAL YANG TIDAK DIIZINKAN AGAMA

1/1781- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh Allah meridai bagi kalian tiga perkara dan membenci bagi kalian tiga perkara. Allah rida bila kalian beribadah kepadanya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian berpegang teguh dengan tali Allah seluruhnya, dan tidak berpecah belah. Allah benci bagi kalian berdesas-desus (banyak bicara), banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta."(HR. Muslim) Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya.2/1782- Warrād, sekretaris Al-Mugīrah bin Syu'bah berkata, Al-Mugīrah mendiktekanku sebuah surat yang ditujukan kepada Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa setiap selesai salat fardu membaca,"Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Allāhumma lā māni'a limā a'ṭaita, wa lā mu'ṭiya limā mana'ta, wa lā yanfa'u żal-jaddi minkal-jaddu (artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Engkau halangi. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya -selain iman dan amal salehnya-, hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan bersumber)."Dia juga menuliskannya bahwa "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang dari berdesas-desus (banyak bicara), menghambur-hamburkan harta, dan banyak bertanya. Beliau juga melarang dari durhaka kepada ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan man'an wa hāt (tidak suka memberi namun suka meminta-minta)."(Muttafaq 'Alaih) Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya.

"Sungguh Allah meridai bagi kalian tiga perkara dan membenci bagi kalian tiga perkara. Allah rida bila kalian beribadah kepadanya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian berpegang teguh dengan tali Allah seluruhnya, dan tidak berpecah belah. Allah benci bagi kalian berdesas-desus (banyak bicara), banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta."

(HR. Muslim) Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya.

2/1782- Warrād, sekretaris Al-Mugīrah bin Syu'bah berkata, Al-Mugīrah mendiktekanku sebuah surat yang ditujukan kepada Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa setiap selesai salat fardu membaca,

"Lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr. Allāhumma lā māni'a limā a'ṭaita, wa lā mu'ṭiya limā mana'ta, wa lā yanfa'u żal-jaddi minkal-jaddu (artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya bagi-Nya semua pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Engkau halangi. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya -selain iman dan amal salehnya-, hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan bersumber)."

Dia juga menuliskannya bahwa "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang dari berdesas-desus (banyak bicara), menghambur-hamburkan harta, dan banyak bertanya. Beliau juga melarang dari durhaka kepada ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan man'an wa hāt (tidak suka memberi namun suka meminta-minta)."

(Muttafaq 'Alaih) Hadis ini telah dijelaskan sebelumnya.

Kosa Kata Asing:

الجدِّ (al-jadd): bagian dari (kenikmatan) dunia berupa harta, anak, kemuliaan, atau kekuasaan.

وَأْدِ الْبَنَاتِ (wa`d al-banāt): mengubur anak perempuan dalam keadaan hidup.

Pelajaran dari Hadis:

1) Melarang seseorang dari menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak berguna, seperti desas-desus (banyak bicara) atau bergosip, menghambur-hamburkan harta, dan banyak bertanya.

2) Perintah tauhid dan larangan syirik serta perintah berpegang teguh dengan al-jamā'ah (persatuan umat) dan tidak berpecah belah merupakan perkara terbesar yang diperintahkan oleh agama.

3) Larangan durhaka bersifat umum, mencakup durhaka kepada ibu dan ayah, namun Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyebutkan secara khusus durhaka kepada ibu karena lemahnya seorang ibu dan tingginya kebutuhannya terhadap kebaktian anaknya.

 357- BAB LARANGAN MENGARAHKAN SENJATA DAN SEMISALNYA KEPADA SEORANG MUSLIM, BAIK SERIUS ATAUPUN MAIN-MAIN, DAN LARANGAN SERAH TERIMA PEDANG DALAM KEADAAN TERHUNUS

1/1783- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah salah seorang kalian mengarahkan senjata kepada saudaranya, karena dia tidak tahu, barang kali setan menggerakkan tangannya untuk melempar sehingga dia terjerumus ke dalam kubangan api neraka."(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, dia berkata, Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengarahkan besi kepada saudaranya, maka malaikat melaknatnya hingga dia melepaskannya, walaupun saudaranya itu saudara seayah seibu."

"Janganlah salah seorang kalian mengarahkan senjata kepada saudaranya, karena dia tidak tahu, barang kali setan menggerakkan tangannya untuk melempar sehingga dia terjerumus ke dalam kubangan api neraka."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, dia berkata, Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang mengarahkan besi kepada saudaranya, maka malaikat melaknatnya hingga dia melepaskannya, walaupun saudaranya itu saudara seayah seibu."

Sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- "يَنْزِعَ" (yanzi'u), disebutkan dengan "'ain", disertai mengkasrahkan "zāy" dan juga disebutkan dengan "gain" yang berharakat fatah (yanziga), keduanya memiliki makna yang berdekatan. Maknanya dengan "'ain": melempar. Sedangkan dengan "gain", maknanya juga melempar dan merusak. Makna dasar "النَّزْعِ" (an-naz'): tusukan dan kerusakan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengharaman melakukan hal-hal yang dapat menyakiti kaum muslimin dalam bentuk apa pun juga.

2) Menjelaskan kegigihan setan untuk menciptakan permusuhan dan saling benci di antara kaum muslimin.

2/1784- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang serah terima pedang dalam keadaan terhunus."(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan")

Pelajaran dari Hadis:

1) Melarang semua sebab yang dapat menyakiti dan menyebabkan kerusakan di antara kaum muslimin.

2) Menampakkan keindahan syariat Islam dalam mewujudkan kebaikan bagi para hamba dan memalingkan semua bentuk keburukan dari mereka.

Agama Islam datang untuk kebahagiaan manusia ... serta menghilangkan keburukan dan mara bahaya dari mereka.

Semua perkara berguna telah disyariatkannya ... sedang semua yang akan membahayakan kita telah dilarangnya.

 358- BAB MAKRUH KELUAR DARI MASJID SETELAH AZAN KECUALI KARENA UZUR SEHINGGA DIA MENUNAIKAN SALAT FARDU

1/1785- Abu Asy-Sya'ṡā` berkata, "Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- di masjid, lalu muazin mengumandangkan azan. Tiba-tiba seseorang bangkit dari masjid dan berjalan (ke luar masjid). Maka Abu Hurairah mengikutinya dengan pandangannya sampai orang itu keluar dari masjid, lalu Abu Hurairah berkata, 'Sungguh orang ini telah mendurhakai Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.'"(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Makruh keluar dari masjid setelah azan bagi orang yang wajib salat kecuali karena uzur, supaya seorang muslim tidak dituduh dengan prasangka buruk.

2) Menjelaskan keutamaan menghadiri salat berjamaah serta anjuran syariat Islam untuk tidak meninggalkannya.

Faedah Tambahan:

Dalam hadis yang sahih dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- disebutkan bahwa beliau bersabda,"Tidaklah seseorang mendengar azan di masjidku ini, kemudian dia keluar lalu tidak kembali, melainkan dia itu seorang munafik, kecuali (bila ia keluar) karena suatu hajat."(HR. Aṭ-Ṭabarāniy dalam Al-Ausaṭ)Hadis ini, walaupun secara lahir menunjukkan dikhususkannya hukum tersebut pada Masjid Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, namun dari sisi makna hal itu berlaku umum untuk semua masjid, berdasarkan hadis-hadis yang banyak, yang menunjukkan kewajiban salat berjamaah.Juga, karena keluar dari masjid -bukan karena uzur- dapat menyebabkan ditinggalkannya kewajiban. Wallāhu a'lam.

"Tidaklah seseorang mendengar azan di masjidku ini, kemudian dia keluar lalu tidak kembali, melainkan dia itu seorang munafik, kecuali (bila ia keluar) karena suatu hajat."

(HR. Aṭ-Ṭabarāniy dalam Al-Ausaṭ)

Hadis ini, walaupun secara lahir menunjukkan dikhususkannya hukum tersebut pada Masjid Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, namun dari sisi makna hal itu berlaku umum untuk semua masjid, berdasarkan hadis-hadis yang banyak, yang menunjukkan kewajiban salat berjamaah.

Juga, karena keluar dari masjid -bukan karena uzur- dapat menyebabkan ditinggalkannya kewajiban. Wallāhu a'lam.

 359- BAB MAKRUH MENOLAK MINYAK WANGI TANPA ALASAN

1/1786- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang ditawari minyak wangi, maka janganlah dia menolaknya, karena minyak wangi itu ringan dibawa dan harum aromanya."(HR. Muslim)2/1787- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menolak minyak wangi.(HR. Bukhari)

"Siapa yang ditawari minyak wangi, maka janganlah dia menolaknya, karena minyak wangi itu ringan dibawa dan harum aromanya."

(HR. Muslim)

2/1787- Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah menolak minyak wangi.

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerima pemberian minyak wangi adalah perkara yang disunahkan dan termasuk petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kecuali bila seseorang terganggu dengan aromanya maka dia melakukan yang sesuai maslahat.

2) Hendaklah seorang hamba selalu membiasakan diirnya beraroma harum sebagaimana petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Faedah Tambahan:

Aroma yang harum adalah asupan bagi ruh, dan malaikat menyukai aroma yang harum. Adapun setan, maka ia lari dari aroma yang harum. Seperti yang diketahui bersama, kekuatan hati akan bertambah dengan adanya minyak wangi dan aroma-aroma yang harum. Oleh karena itu, petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah petunjuk paling sempurna manakala beliau memotivasi dan menganjurkan untuk memakai minyak wangi. Alangkah indahnya syariat Islam ini!

 360- BAB MAKRUH MEMUJI SESEORANG LANGSUNG DI HADAPANNYA JIKA DIA DIKHAWATIRKAN AKAN UJUB ATAU KERUSAKAN LAINNYA YANG SEMISAL, DAN ITU BOLEH BAGI ORANG YANG AMAN DARI HAL TESEBUT BILA DIPUJI

1/1788- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendengar seorang laki-laki memuji seseorang dan berlebih-lebihan dalam memujinya, maka beliau bersabda,"Kalian telah membinasakan -atau kalian mematahkan- punggung orang itu."(Muttafaq 'Alaih)

"Kalian telah membinasakan -atau kalian mematahkan- punggung orang itu."

(Muttafaq 'Alaih)

الإطْرَاءُ (al-iṭrā`): memuji berlebihan.

2/1789- Abu Bakrah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa seseorang disebutkan di hadapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu seorang laki-laki menyanjung kebaikannya, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Celakalah engkau! Engkau telah memotong leher temanmu." Beliau mengatakannya berkali-kali,"Jika salah seorang kalian harus memuji, maka ucapkanlah, 'Aku mengira orang tersebut begini dan begini,' jika memang dia melihat orang tersebut demikian adanya. Sedangkan hisabnya terserah kepada Allah, dan janganlah seseorang dipuji dengan melangkahi Allah."(Muttafaq 'Alaih)3/1790- Hammām bin Al-Ḥāriṡ meriwayatkan dari Al-Miqdād -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa seorang laki-laki memuji Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu-, maka Al-Miqdād menemui orang tersebut kemudian berlutut dan menabur mukanya dengan pasir. Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu- lalu berkata kepadanya, "Mengapa engkau berbuat demikian?" Al-Miqdād menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,Jika kalian melihat orang yang suka memuji, maka taburkanlah tanah ke wajah mereka.'"(HR. Muslim)Hadis-hadis ini menunjukkan pelarangan, dan terdapat banyak sekali hadis sahih yang menunjukkan pembolehannya.Para ulama mengatakan bahwa cara menyinkronkan hadis-hadis tersebut ialah dengan mengatakan: bila orang yang dipuji memiliki keimanan dan keyakinan yang sempurna, jiwanya telah terlatih, dan memiliki pengetahuan yang lengkap yang membuatnya tidak akan terfitnah oleh pujian, tidak pula akan tertipu dengannya, dan tidak akan dipermainkan oleh hawa nafsunya, maka hukum memujinya tidak haram maupun makruh.Namun, bila sebagian perkara ini dikhawatirkan padanya, maka sangat dimakruhkan memujinya secara langsung di hadapannya.Dengan perincian seperti inilah hadis-hadis yang terlihat saling bertentangan dalam masalah tersebut disinkronkan.Di antara hadis yang menunjukkan pembolehannya adalah sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-:"Aku berharap semoga dia termasuk di antara mereka."Yaitu di antara orang-orang yang dipanggil untuk masuk dari semua pintu surga.Dalam hadis yang lain, "Engkau tidak termasuk dari mereka."Yaitu engkau tidak termasuk di antara orang-orang yang menjulurkan sarungnya melewati mata kaki dengan sombong.Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhu-,"Tidaklah setan melihatmu melewati suatu jalan, kecuali ia akan mencari jalan lain selain yang engkau lalui."Banyak hadis yang menunjukkan pembolehan, beberapa di antaranya telah saya bawakan dalam kitab Al-Ażkār.

"Jika salah seorang kalian harus memuji, maka ucapkanlah, 'Aku mengira orang tersebut begini dan begini,' jika memang dia melihat orang tersebut demikian adanya. Sedangkan hisabnya terserah kepada Allah, dan janganlah seseorang dipuji dengan melangkahi Allah."

(Muttafaq 'Alaih)

3/1790- Hammām bin Al-Ḥāriṡ meriwayatkan dari Al-Miqdād -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa seorang laki-laki memuji Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu-, maka Al-Miqdād menemui orang tersebut kemudian berlutut dan menabur mukanya dengan pasir. Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu- lalu berkata kepadanya, "Mengapa engkau berbuat demikian?" Al-Miqdād menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda,

Jika kalian melihat orang yang suka memuji, maka taburkanlah tanah ke wajah mereka.'"

(HR. Muslim)

Hadis-hadis ini menunjukkan pelarangan, dan terdapat banyak sekali hadis sahih yang menunjukkan pembolehannya.

Para ulama mengatakan bahwa cara menyinkronkan hadis-hadis tersebut ialah dengan mengatakan: bila orang yang dipuji memiliki keimanan dan keyakinan yang sempurna, jiwanya telah terlatih, dan memiliki pengetahuan yang lengkap yang membuatnya tidak akan terfitnah oleh pujian, tidak pula akan tertipu dengannya, dan tidak akan dipermainkan oleh hawa nafsunya, maka hukum memujinya tidak haram maupun makruh.

Namun, bila sebagian perkara ini dikhawatirkan padanya, maka sangat dimakruhkan memujinya secara langsung di hadapannya.

Dengan perincian seperti inilah hadis-hadis yang terlihat saling bertentangan dalam masalah tersebut disinkronkan.

Di antara hadis yang menunjukkan pembolehannya adalah sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-:

"Aku berharap semoga dia termasuk di antara mereka."

Yaitu di antara orang-orang yang dipanggil untuk masuk dari semua pintu surga.

Dalam hadis yang lain, "Engkau tidak termasuk dari mereka."

Yaitu engkau tidak termasuk di antara orang-orang yang menjulurkan sarungnya melewati mata kaki dengan sombong.

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhu-,

"Tidaklah setan melihatmu melewati suatu jalan, kecuali ia akan mencari jalan lain selain yang engkau lalui."

Banyak hadis yang menunjukkan pembolehan, beberapa di antaranya telah saya bawakan dalam kitab Al-Ażkār.

Kosa Kata Asing:

يَحْثُوْ (yaḥṡū): ia menabur. الحَصْبَاءُ (al-ḥaṣbā`): kerikil kecil.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pujian dilakukan sebagai sangkaan baik kepada orang yang dipuji, bukan sebagai suatu kepastian.

2) Respon cepat para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam melaksanakan Sunnah beliau. Hal itu tampak pada apa yang dilakukan oleh Al-Miqdād serta respon persetujuan 'Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhumā-.Maka, bergiatlah untuk mengikuti petunjuk para sahabat, generasi terbaik umat ini -raḍiyallāhu 'anhum-.

Maka, bergiatlah untuk mengikuti petunjuk para sahabat, generasi terbaik umat ini -raḍiyallāhu 'anhum-.

Faedah Tambahan:

Apakah seseorang dianjurkan untuk memuji kebaikan saudaranya, ataukah tidak?

Perkara ini memiliki beberapa keadaan:

- Keadaan pertama: memujinya akan mendatangkan kebaikan serta memotivasinya melakukan sifat-sifat terpuji dan akhlak mulia. Hal seperti ini tidak masalah, namun tidak boleh berlebihan memujinya, dan ini masuk dalam firman Allah Ta'ālā, “Dan tolong-menolonglah di atas kebajikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Mā`idah: 2)

- Keadaan kedua: Anda memujinya untuk menerangkan keutamaannya pada manusia, seperti sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-, "Aku berharap engkau termasuk di antara mereka." Juga sabda beliau kepada Umar -raḍiyallāhu 'anhu-, "Tidaklah setan melihatmu melewati suatu jalan kecuali ia akan mencari jalan lain selain yang engkau lalui."

- Keadaan ketiga: memujinya dengan kebaikan yang dia miliki agar dia menyambut keinginan si pemuji atau menunaikan kebutuhannya. Hal ini diperbolehkan dengan syarat tidak memuji berlebihan, berdasarkan aṡar dari Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu-, "Bila salah seorang kalian hendak meminta suatu keperluan, hendaklah dia memintanya dengan permintaan secukupnya, karena dia hanya akan mendapatkan apa yang telah ditetapkan untuknya. Dan janganlah salah seorang kalian datang kepada saudaranya lalu memujinya -berlebihan- karena dia akan membinasakannya." Wallāhu a'lam.

- Keadaan keempat: memujinya dengan kebaikan yang ada padanya, namun orang yang dipuji dikhawatirkan akan menjadi sombong dan mengangkat diri atas orang lain. Hal yang seperti ini juga diharamkan dan tidak boleh.

- Keadaan kelima: memujinya secara berlebihan dengan pujian-pujian yang tidak berhak dia dapatkan. Hal yang seperti ini diharamkan karena merupakan kedustaan, penipuan, dan mendatangkan keburukan bagi orang yang memuji, yang dipuji, dan yang mendengarnya. Wallāhu a'lam.

 361- BAB MAKRUH MENINGGALKAN DARI NEGERI YANG DITIMPA WABAH UNTUK MEYELAMATKAN DIRI, DAN MAKRUH MASUK KE SANA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh."(QS. An-Nisā`: 78).Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri."(QS. Al-Baqarah: 195).1/1791- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- keluar menuju Syam. Setelah sampai di daerah Sarg, Umar disambut oleh para amir kota-kota Syam -yaitu Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrāḥ bersama reka-rekannya-, lalu mereka mengabarinya bahwa negeri Syam sedang ditimpa wabah. Ibnu 'Abbās melanjutkan, Umar berkata kepadaku, "Panggilkan untukku orang-orang Muhajirin generasi pertama." Aku segera memanggil mereka, lalu Umar bermusyawarah dengan mereka serta mengabari mereka bahwa negeri Syam sedang ditimpa wabah. Mereka pun berselisih pendapat. Sebagian berkata, "Engkau telah keluar untuk suatu keperluan. Kami tidak sependapat bila engkau membatalkannya." Sebagian lain berkata, "Engkau membawa banyak orang dan juga sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kami tidak sependapat bila engkau membawa mereka masuk ke dalam wabah ini." Umar kemudian berkata, "Kalian boleh meninggalkanku." Kemudian Umar berkata, "Panggilkan untukku orang-orang Ansar." Aku pun segera memanggil mereka lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Mereka bersikap seperti halnya orang-orang Muhajirin dan berbeda pendapat seperti halnya orang-orang Ansar berbeda pendapat. Umar kemudian berkata, "Kalian boleh meninggalkanku." Kemudian Umar berkata, "Panggilkan untukku siapa yang ada di sini di antara tokoh Quraisy yang berhijrah ketika penaklukan Mekah." Aku pun segera memanggil mereka, dan tidak ada di antara mereka yang berbeda pendapat. Mereka berkata, "Menurut kami, hendaklah engkau membawa orang-orang ini pulang dan tidak membawa mereka masuk melawan wabah ini." Umar -raḍiyallāhu 'anhu- kemudian mengumumkan kepada orang-orang, "Sungguh, besok pagi aku akan pulang, maka bersiap-siaplah mengendarai kendaraan kalian besok pagi." Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrāḥ berkata, "Apakah engkau hendak lari dari takdir Allah?" Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kalau saja yang mengatakan ini bukan engkau, wahai Abu 'Ubaidah! -Umar tidak suka dengan penyelisihannya itu- Ya, kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, jika engkau memiliki unta kemudian singgah di suatu lembah yang memiliki dua sisi, salah satunya subur dan yang lainnya gersang? Bukankah jika engkau membawanya ke tempat yang subur, engkau telah membawanya dengan takdir Allah. Dan jika engkau membawanya ke tempat yang gersang, engkau membawanya dengan takdir Allah juga?!" Ibnu 'Abbās melanjutkan, Kemudian Abdurrahman bin 'Auf -raḍiyallāhu 'anhu- datang. Dia tidak ikut hadir (dalam musyawarah) karena suatu keperluan. Dia berkata, "Aku memiliki hadis tentang ini. Aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Bila kalian mendengar taun menimpa suatu tempat maka janganlah datang ke sana. Tetapi bila taun terjadi di sebuah tempat dan kalian ada di sana, maka janganlah kalian keluar karena lari darinya.'"Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Maka Umar memuji Allah -Ta'ālā- kemudian pulang." (Muttafaq 'Alaih)

"Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh."

(QS. An-Nisā`: 78).

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri."

(QS. Al-Baqarah: 195).

1/1791- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- keluar menuju Syam. Setelah sampai di daerah Sarg, Umar disambut oleh para amir kota-kota Syam -yaitu Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrāḥ bersama reka-rekannya-, lalu mereka mengabarinya bahwa negeri Syam sedang ditimpa wabah. Ibnu 'Abbās melanjutkan, Umar berkata kepadaku, "Panggilkan untukku orang-orang Muhajirin generasi pertama." Aku segera memanggil mereka, lalu Umar bermusyawarah dengan mereka serta mengabari mereka bahwa negeri Syam sedang ditimpa wabah. Mereka pun berselisih pendapat. Sebagian berkata, "Engkau telah keluar untuk suatu keperluan. Kami tidak sependapat bila engkau membatalkannya." Sebagian lain berkata, "Engkau membawa banyak orang dan juga sahabat-sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kami tidak sependapat bila engkau membawa mereka masuk ke dalam wabah ini." Umar kemudian berkata, "Kalian boleh meninggalkanku." Kemudian Umar berkata, "Panggilkan untukku orang-orang Ansar." Aku pun segera memanggil mereka lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Mereka bersikap seperti halnya orang-orang Muhajirin dan berbeda pendapat seperti halnya orang-orang Ansar berbeda pendapat. Umar kemudian berkata, "Kalian boleh meninggalkanku." Kemudian Umar berkata, "Panggilkan untukku siapa yang ada di sini di antara tokoh Quraisy yang berhijrah ketika penaklukan Mekah." Aku pun segera memanggil mereka, dan tidak ada di antara mereka yang berbeda pendapat. Mereka berkata, "Menurut kami, hendaklah engkau membawa orang-orang ini pulang dan tidak membawa mereka masuk melawan wabah ini." Umar -raḍiyallāhu 'anhu- kemudian mengumumkan kepada orang-orang, "Sungguh, besok pagi aku akan pulang, maka bersiap-siaplah mengendarai kendaraan kalian besok pagi." Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrāḥ berkata, "Apakah engkau hendak lari dari takdir Allah?" Umar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Kalau saja yang mengatakan ini bukan engkau, wahai Abu 'Ubaidah! -Umar tidak suka dengan penyelisihannya itu- Ya, kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, jika engkau memiliki unta kemudian singgah di suatu lembah yang memiliki dua sisi, salah satunya subur dan yang lainnya gersang? Bukankah jika engkau membawanya ke tempat yang subur, engkau telah membawanya dengan takdir Allah. Dan jika engkau membawanya ke tempat yang gersang, engkau membawanya dengan takdir Allah juga?!" Ibnu 'Abbās melanjutkan, Kemudian Abdurrahman bin 'Auf -raḍiyallāhu 'anhu- datang. Dia tidak ikut hadir (dalam musyawarah) karena suatu keperluan. Dia berkata, "Aku memiliki hadis tentang ini. Aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

Bila kalian mendengar taun menimpa suatu tempat maka janganlah datang ke sana. Tetapi bila taun terjadi di sebuah tempat dan kalian ada di sana, maka janganlah kalian keluar karena lari darinya.'"

Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Maka Umar memuji Allah -Ta'ālā- kemudian pulang." (Muttafaq 'Alaih)

الْعِدْوَةُ (al-'adwah): sisi lembah.

2/1792- Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Bila kalian mendengar taun menimpa suatu negeri maka janganlah datang ke sana. Tetapi bila taun terjadi di sebuah negeri dan kalian ada di sana, maka janganlah kalian keluar dari sana."(Muttafaq 'Alaih)

"Bila kalian mendengar taun menimpa suatu negeri maka janganlah datang ke sana. Tetapi bila taun terjadi di sebuah negeri dan kalian ada di sana, maka janganlah kalian keluar dari sana."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

سَرْغ (Sarg): salah satu persinggahan jemaah haji dari Syam, jaraknya agak dekat dari Madinah Nabawiah.

الأَجْنَادِ (al-ajnād): kota-kota milik penduduk Syam, yaitu Palestina, Yordania, Damaskus, Homs, dan lainnya.

الوَبَاءُ (al-wabā`): taun, yaitu istilah untuk semua jenis pandemi yang mematikan serta tersebar sangat cepat.

مُصْبِحٌ عَلَىٰ ظَهْرٍ: pulang menuju Madinah.

تقدَمُوا (taqdamū), dengan memfatahkan "dāl", artinya kalian datang. Sedangkan "taqdumu" dengan mendamahkan "dāl", artinya mendahului sesuatu dan sampai lebih awal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Indahnya kepemimpinan Amīrul-Mu`minīn Umar -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu beliau selalu bermusyawarah dengan orang-orang bertakwa dan ahli ilmu.

2) Adanya kemungkinan ilmu agama tidak diketahui oleh tokoh masyarakat dan diketahui orang di bawah mereka.

3) Menjelaskan petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar seorang hamba tidak melakukan sesuatu yang akan mendatangkan kebinasaan serta membahayakannya atau membahayakan orang lain.

4) Melakukan sebab-sebab yang dapat melindungi hamba dari kebinasaan dan siksaan adalah perkara yang diperintahkan secara agama. Ia tidak bertentangan dengan tawakal yang benar kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan ini termasuk menolak takdir dengan takdir.

Faedah Tambahan:

Sebagian salaf berkata, "Tidak mengerjakan sebab merupakan bentuk kecacatan akal seseorang, dan bertumpu hanya pada sebab adalah bentuk kecacatan agamanya. Sedangkan tauhid adalah mengerjakan sebab disertai berserah diri kepada Allah -Ta'ālā-."

 362- BAB KERASNYA PENGHARAMAN SIHIR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sulaiman itu tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia ..."(QS. Al-Baqarah: 102)1793- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?” Beliau menjawab,“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan sebab yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari medan pertempuran, dan menuduh wanita yang beriman lagi suci nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina."(Muttafaq 'Alaih)

"Sulaiman itu tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia ..."

(QS. Al-Baqarah: 102)

1793- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?” Beliau menjawab,

“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan sebab yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari medan pertempuran, dan menuduh wanita yang beriman lagi suci nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

المُوبِقَاتُ (al-mūbiqāt): hal-hal yang membinasakan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sihir merupakan dosa besar dan pintu menuju kekufuran, karena seorang penyihir tidak akan kuasa dan mampu melakukan sihirnya kecuali bila dia mengerjakan kekafiran!

2) Penggandengan dalam hadis ini antara kesyirikan kepada Allah dan sihir karena adanya korelasi antara keduanya dan untuk menjelaskan besarnya dosa orang yang mempraktikkan sihir.

 363- BAB LARANGAN MELAKUKAN PERJALANAN DENGAN MEMBAWA MUSHAF KE NEGERI ORANG KAFIR BILA DIKHAWATIRKAN AKAN JATUH KE TANGAN MUSUH

1/1794- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang membawa Al-Qur`ān dalam perjalanan ke negeri musuh."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang tidak boleh melakukan perjalanan ke negeri orang kafir dengan membawa mushaf bila dikhawatirkan mereka akan menghinakannya. Adapun jika bisa dijaga, maka tidak ada masalah tentang kebolehannya, bahkan bisa jadi disunahkan atau wajib.

2) Kewajiban mengagungkan Kitab Allah dan menjaganya dari kotoran yang bersifat fisik dan non fisik, karena Kitab Allah adalah kalam Allah -'Azza wa Jalla-;"Di dalam kitab yang dimuliakan,yang ditinggikan nan disucikan." (QS. 'Abasa: 13-14)

"Di dalam kitab yang dimuliakan,

yang ditinggikan nan disucikan." (QS. 'Abasa: 13-14)

 364- BAB HARAM MENGGUNAKAN BEJANA EMAS DAN BEJANA PERAK UNTUK MAKAN, MINUM, BERSUCI, DAN BENTUK-BENTUK PENGGUNAAN LAINNYA

1/1795- Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Orang yang minum menggunakan bejana perak pada hakikatnya sedang menuangkan api neraka Jahanam ke dalam perutnya.”(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat Muslim yang lain,"Sesungguhnya orang yang makan atau minum menggunakan bejana perak dan emas ..."2/1796- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang kami dari memakai sutra dan dībāj (pakaian sutra), serta minum menggunakan bejana emas dan perak. Beliau bersabda,Semua itu untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan untuk kalian di akhirat kelak.'"(Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain, dari Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian memakai sutra dan dībāj (pakaian sutra). Jangan pula minum menggunakan bejana emas dan perak, dan jangan makan menggunakan nampan yang terbuat dari keduanya."3/1797- Anas bin Sīrīn berkata, "Aku pernah bersama Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkumpul bersama beberapa orang Majusi; lalu disuguhkan fālūżaj (manisan dari campuran tepung gandum, margarin sapi dan madu) di atas bejana perak, sehingga Anas enggan memakannya. Kemudian dikatakan kepadanya, 'Pindahkanlah.' Dia pun mengganti tempatnya dengan bejana yang terbuat dari khalanj (nampan besar) dan menyuguhkannya, lalu dia (Anas) memakannya."(HR. Al-Baihaqiy dengan sanad hasan)

“Orang yang minum menggunakan bejana perak pada hakikatnya sedang menuangkan api neraka Jahanam ke dalam perutnya.”

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lain,

"Sesungguhnya orang yang makan atau minum menggunakan bejana perak dan emas ..."

2/1796- Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang kami dari memakai sutra dan dībāj (pakaian sutra), serta minum menggunakan bejana emas dan perak. Beliau bersabda,

Semua itu untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan untuk kalian di akhirat kelak.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain, dari Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah kalian memakai sutra dan dībāj (pakaian sutra). Jangan pula minum menggunakan bejana emas dan perak, dan jangan makan menggunakan nampan yang terbuat dari keduanya."

3/1797- Anas bin Sīrīn berkata, "Aku pernah bersama Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkumpul bersama beberapa orang Majusi; lalu disuguhkan fālūżaj (manisan dari campuran tepung gandum, margarin sapi dan madu) di atas bejana perak, sehingga Anas enggan memakannya. Kemudian dikatakan kepadanya, 'Pindahkanlah.' Dia pun mengganti tempatnya dengan bejana yang terbuat dari khalanj (nampan besar) dan menyuguhkannya, lalu dia (Anas) memakannya."

(HR. Al-Baihaqiy dengan sanad hasan)

الخَلَنْجُ (al-khalanj): nampan atau bejana besar.

Kosa Kata Asing:

يُجَرْجِرُ (yujarjiru): ia menyeret.

الدِّيْبَاج (ad-dībāj): salah satu jenis pakaian mewah.

فَالُوْذَجٍ (fālūżaj): salah satu jenis manisan.

صِحَافِهَا (ṣiḥāfihā): aṣ-ṣiḥāf adalah bentuk jamak dari kata "ṣaḥfah", yaitu wadah besar.

خَلَنْجُ (khalanj): sebuah pohon yang kayunya digunakan untuk membuat bejana. Sedangkan penulis menjelaskannya dengan mengatakan: "jafnah", yaitu salah satu jenis bejana.

Pelajaran dari Hadis:

1) Makan dan minum menggunakan bejana emas dan perak merupakan dosa besar, karena bejana emas dan perak bagi orang kafir di dunia dan bagi orang beriman di akhirat sebagai ganjaran atas ketaatan mereka pada perintah Nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Bila seorang muslim mengetahui suatu hukum agama, hendaklah dia tunduk untuk melaksanakannya serta melatih diri untuk tunduk kepada perintah Allah -Ta'ālā- dan perintah Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena ini merupakan bukti kebenaran imannya.

Faedah Penting:

Al-'Allāmah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -raḥimahullāh- menyebutkan sebuah pelajaran seputar hikmah larangan agama dari minum dengan bejana emas dan perak. Beliau berkata dalam kitab Zādul-Ma'ād fī Hadyi Khairil-'Ibād,

"Ada yang yang mengatakan bahwa 'illah (faktor) pengharamannya karena dapat mempersulit penyebaran uang... Ada yang berpendapat bahwa 'illah-nya adalah kesombongan. Ada juga yang mengatakan bahwa 'illah-nya karena melukai hati orang-orang fakir dan miskin. 'Illah ini semuanya tidak benar... Yang benar bahwa 'illah-nya -wallāhu a'lam- yaitu menggunakannya dapat mendatangkan pada hati kondisi dan keadaan yang sangat bertentangan besar dengan penghambaan diri. Oleh karena itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan argumen bahwa bejana tersebut adalah bagi orang kafir di dunia karena mereka tidak memiliki penghambaan diri yang dengannya mereka akan memperoleh kenikmatan di akhirat nanti. Sehingga tidak pantas digunakan oleh para hamba Allah di dunia, melainkan hanya akan digunakan oleh orang yang membangkang dari menghambakan diri kepada-Nya serta rida dengan dunia dan menyegerakannya sebelum waktunya di akhirat."Dinukil dengan diringkas.Wahai Saudaraku! Perhatikanlah metode Ibnul-Qayyim, seorang yang berilmu tentang tauhid dan Sunnah, bagaimana beliau menghubungkan antara tauhid dan fikih, perintah dan syariat, serta kondisi lahir dan batin.Pemahaman nas-nas agama seperti ini tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang yang berada di atas prinsip "Jalanku dan jalan sahabat-sahabatku."Semoga Allah memasukkan kita di antara para pengikut serta pembela beliau.

Dinukil dengan diringkas.

Wahai Saudaraku! Perhatikanlah metode Ibnul-Qayyim, seorang yang berilmu tentang tauhid dan Sunnah, bagaimana beliau menghubungkan antara tauhid dan fikih, perintah dan syariat, serta kondisi lahir dan batin.

Pemahaman nas-nas agama seperti ini tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang yang berada di atas prinsip "Jalanku dan jalan sahabat-sahabatku."

Semoga Allah memasukkan kita di antara para pengikut serta pembela beliau.

 365- BAB HARAM BAGI LAKI-LAKI MEMAKAI PAKAIAN YANG DICELUP DENGAN PEWARNA SAFRON

1/1798- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang laki-laki dari menggunakan zat pewarna safron (pada pakaian atau tubuhnya)."(Muttafaq 'Alaih)2/1799- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihatku memakai dua helai pakaian yang dicelup dengan pewarna 'uṣfur (kesumba); beliau bersabda, 'Apakah ibumu yang memerintahkanmu memakai ini?' Aku bertanya, 'Apakah aku boleh mencucinya?' Beliau bersabda, 'Jangan. Tetapi, bakarlah keduanya.'"(HR. Muslim)

(Muttafaq 'Alaih)

2/1799- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihatku memakai dua helai pakaian yang dicelup dengan pewarna 'uṣfur (kesumba); beliau bersabda, 'Apakah ibumu yang memerintahkanmu memakai ini?' Aku bertanya, 'Apakah aku boleh mencucinya?' Beliau bersabda, 'Jangan. Tetapi, bakarlah keduanya.'"

(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan, "Beliau bersabda, 'Sungguh ini adalah pakaian orang kafir, maka engkau jangan memakainya.'"

Kosa Kata Asing:

يَتَزَعْفَرَ (yataza'far): mencelup pakaiannya atau mewarnai badannya dengan za'farān (safron). Safron adalah tanaman yang memiliki warna kuning, biasa digunakan sebagai zat pewarna.

مُعَصْفَرَين (mu'aṣfrarain): diwarnai dengan celupan 'uṣfur (kesumba). Kesumba adalah tumbuhan populer yang berwarna kuning.

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan bagi laki-laki memakai makaian yang dicelup dengan zat pewarna kesumba dan safron, karena merupakan pakaian orang kafir dan kita dilarang meniru mereka.

2) Kewajiban menjaga identitas keislaman bagi individu umat umat Islam yang memiliki karakter istimewa dalam semua urusannya termasuk di antaranya cara mereka dalam berpakaian.

Faedah Tambahan: Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- dalam kitab Iqtiḍā` Aṣ-Ṣirāṭil-Mustaqīm berkata,

"Allah telah mengutus Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan Al-Ḥikmah yang merupakan Sunnah beliau. Di antaranya beliau mensyariatkan untuk mereka perbuatan dan perkataan yang menyelisihi jalan orang-orang yang dimurkai dan yang sesat. Beliau lalu memerintahkan supaya menyelisihi mereka dalam penampilan lahiriah (pakaian dan semisalnya) dengan berbagai hikmah, di antaranya:

- Kesamaan dalam penampilan lahiriah akan melahirkan kecocokan dan keserasian antara orang-orang yang serupa, sehingga akan menuntun untuk mengekor (orang-orang yang diserupai) dalam perihal akhlak dan amalan.

- Berbeda dalam penampilan lahir akan melahirkan sikap berbeda dan menjauhi (orang yang berbeda), yang akan melahirkan tindakan meninggalkan perkara-perkara yang dapat mendatangkan murka dan sebab-sebab kesesatan, serta kecintaan terhadap orang-orang yang diberi petunjuk dan diridai.

- Kesamaan dengan mereka (orang-orang kafir) dalam penampilan lahir akan melahirkan percampuran secara lahir pula, sehingga tidak ada lagi perbedaan secara lahir antara orang-orang yang diberi petunjuk dan diridai dengan orang-orang yang dimurkai dan tersesat. Dan berbagai sebab hukum lainnya.

 366- BAB LARANGAN TIDAK BICARA HINGGA MALAM

1/1800- Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku menghafal dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Tidak ada keyatiman pasca bermimpi basah (balig), dan tidak ada puasa bicara/diam sepanjang hari hingga malam."(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

"Tidak ada keyatiman pasca bermimpi basah (balig), dan tidak ada puasa bicara/diam sepanjang hari hingga malam."

(HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Al-Khaṭṭābiy berkata ketika menjelaskan hadis ini, "Di antara jenis ibadah bangsa jahiliah adalah puasa bicara, lalu setelah masuk Islam mereka dilarang dari hal itu dan mereka diperintahkan untuk berzikir dan membicarakan kebaikan."

2/1801- Qais bin Abi Ḥāzim menuturkan, "Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu 'anhu- datang menemui seorang wanita dari kabilah Aḥmas, bernama Zainab. Dia melihatnya tidak mau bicara. Abu Bakar bertanya, 'Mengapa dia tidak bicara?' Mereka menjawab, 'Dia sedang berhaji dengan tidak bicara.' Abu Bakar lalu berkata kepadanya, 'Bicaralah! Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak boleh, ini termasuk perbuatan jahiliah.' Lantas wanita itu pun bicara."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

صُمَاتٌ (ṣumāt): diam, tidak bicara.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban menyelisihi perbuatan dan kebiasaan orang-orang jahiliah. Sehingga seorang hamba tidak diperbolehkan untuk beribadah kepada Allah dengan tidak bicara hingga malam karena hal ini bukan berasal dari petunjuk Islam.

2) Siapa yang bernazar untuk tidak berbicara maka dia tidak boleh melaksanakan nazarnya karena nazar tersebut adalah nazar maksiat yang hukumnya tidak sah.

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Siapa yang bernazar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, maka hendaklah dia melakukan ketaatan kepada Allah. Siapa yang bernazar untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka janganlah dia bermaksiat kepada-Nya." (HR. Bukhari dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-)

 367- BAB HARAM BAGI SESEORANG MENISBAHKAN DIRI KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN SELAIN YANG MEMERDEKAKANNYA

1/1802- Sa'ad bin Abi Waqqāṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menisbahkan diri kepada selain ayahnya, padahal dia tahu orang tersebut bukan ayahnya, maka surga haram baginya."(Muttafaq 'Alaih)2/1803- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Janganlah kalian membenci ayah kalian. Siapa yang membenci ayahnya, maka itu adalah bentuk kekufuran."(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang menisbahkan diri kepada selain ayahnya, padahal dia tahu orang tersebut bukan ayahnya, maka surga haram baginya."

(Muttafaq 'Alaih)

2/1803- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

"Janganlah kalian membenci ayah kalian. Siapa yang membenci ayahnya, maka itu adalah bentuk kekufuran."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

اِدَّعَى (idda'ā): menisbahkan diri.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak halal bagi seorang hamba untuk menisbahkan diri kepada selain ayahnya karena perbuatan ini merupakan pemutusan silaturahmi dan merupakan kerusakan besar.

2) Menjelaskan petunjuk Islam dalam menjaga nasab dan ini termasuk keindahan syariat Islam.

3) Kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, dan termasuk berbakti kepada orang tua adalah seseorang menisbahkan dirinya kepada ayahnya.

3/1804- Yazīd bin Syarīk bin Ṭāriq berkata, Aku melihat Ali -raḍiyallāhu 'anhu- berkhotbah di atas mimbar; aku mendengarnya berkata, "Tidak. Demi Allah! Kami tidak memiliki kitab yang kami baca kecuali Kitab Allah dan apa yang ada di lembaran ini." Lantas Ali membentangkannya, ternyata di dalamnya pembahasan tentang umur unta (untuk diat) dan berbagai hal yang berkaitan dengan hukum melukai orang (jirāḥāt), serta di dalamnya ada (tulisan): Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Madinah adalah tanah haram (suci) antara Gunung 'Air sampai Gunung Ṡaur. Siapa yang melakukan bidah (atau kezaliman) di dalamnya atau melindungi pembuat bidah (atau pelaku kezaliman), maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan menerima tobat dan tebusan darinya. Jaminan keamanan kaum muslimin itu satu, bisa diberikan sekalipun oleh orang yang paling rendah di antara mereka. Siapa yang melanggar jaminan keamanan yang diberikan oleh seorang muslim maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan menerima tobat dan tebusan darinya. Siapa yang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya atau berafiliasi kepada selain orang yang memerdekakannya maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan menerima tobat dan tebusan darinya."(Muttafaq 'Alaih)

"Madinah adalah tanah haram (suci) antara Gunung 'Air sampai Gunung Ṡaur. Siapa yang melakukan bidah (atau kezaliman) di dalamnya atau melindungi pembuat bidah (atau pelaku kezaliman), maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan menerima tobat dan tebusan darinya. Jaminan keamanan kaum muslimin itu satu, bisa diberikan sekalipun oleh orang yang paling rendah di antara mereka. Siapa yang melanggar jaminan keamanan yang diberikan oleh seorang muslim maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan menerima tobat dan tebusan darinya. Siapa yang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya atau berafiliasi kepada selain orang yang memerdekakannya maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari Kiamat Allah tidak akan menerima tobat dan tebusan darinya."

(Muttafaq 'Alaih)

ذِمَّةُ المسْلِمِين (żimmatul-muslimīn): perjanjian dan jaminan keamanan kaum muslimin. أَخْفَرَهُ (akhfarahu): ia melanggar perjanjian dan jaminannya. الصَّرفُ (aṣ-ṣarf): tobat; ada yang berkata: siasat. الْعَدْلُ (al-'adl): tebusan.

Kosa Kata Asing:

أَسْنَانُ الإبِلِ (asnānul-ibil): penjelasan tentang umur unta yang dibayar sebagai diat dalam pembunuhan.

الجرَاحَاتِ (al-jirāḥāt): hukum-hukum tentang kisas.

عَيْر وثَوْر ('air wa ṡaur): dua buah gunung yang terletak di arah selatan dan utara Kota Madinah Nabawiah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pernah mengkhususkan sebagian ilmu kepada Ahli Bait -raḍiyallāhu 'anhum- tanpa orang lain, tetapi ilmu mereka diambil dari Al-Qur`ān dan Sunnah sebagaimana ilmu semua sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-.

2) Pengharaman bidah dalam agama Allah karena termasuk perbuatan merusak agama.

3) Menerangkan kehormatan kaum muslimin dan kemuliaan mereka di sisi Allah -'Azza wa Jalla- serta kewajiban membela mereka dan membela hak mereka.

4) Ancaman keras berupa laknat dan pengusiran dari rahmat Allah bagi orang yang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya.

4/1805- Abu Żarr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak seorang pun yang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya sementara dia mengetahuinya kecuali dia telah kafir. Siapa yang mengklaim sesuatu bukan miliknya, maka ia bukan dari golongan kami, dan hendaknya ia menempati tempat duduknya di api neraka. Siapa yang memanggil seseorang dengan sebutan "kafir" atau mengatakan "wahai musuh Allah" sementara orang tersebut tidak seperti itu, maka tuduhan itu kembali kepadanya."(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

"Tidak seorang pun yang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya sementara dia mengetahuinya kecuali dia telah kafir. Siapa yang mengklaim sesuatu bukan miliknya, maka ia bukan dari golongan kami, dan hendaknya ia menempati tempat duduknya di api neraka. Siapa yang memanggil seseorang dengan sebutan "kafir" atau mengatakan "wahai musuh Allah" sementara orang tersebut tidak seperti itu, maka tuduhan itu kembali kepadanya."

(Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi Muslim)

Kosa Kata Asing:

حَارَ عَلَيْهِ (ḥāra 'alaihi): kembali kepadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Haram melakukan klaim-klaim yang batil, di antaranya: seseorang menisbahkan diri kepada selain ayahnya.

2) Haram menuduh seorang muslim sebagai orang kafir atau mengatakan mereka sebagai musuh Allah, kecuali yang ditetapkan oleh dalil-dalil dan kaidah-kaidah agama serta fatwa para ulama tentang kebolehan mengafirkannya.

 368- BAB PERINGATAN DARI MELANGGAR LARANGAN ALLAH -'AZZA WA JALLA- ATAU LARANGAN RASUL-NYA -ṢALLALLĀHU 'ALAIHI WA SALLAM-

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih."(QS. An-Nūr: 63).Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Allah memperingatkan kamu akan diri-Nya (siksa-Nya)."(QS. Āli 'Imrān: 30)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras."(QS. Al-Burūj: 12)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat."(QS. Hūd: 102)

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih."

(QS. An-Nūr: 63).

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan Allah memperingatkan kamu akan diri-Nya (siksa-Nya)."

(QS. Āli 'Imrān: 30)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras."

(QS. Al-Burūj: 12)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat."

(QS. Hūd: 102)

Pelajaran dari Ayat:

1) Peringatan terhadap hamba agar tidak terjerumus dalam perkara-perkara yang haram serta agar tidak merasa aman dari makar Allah -'Azza wa Jalla- lalu menggampangkan diri untuk melanggarnya.

2) Waspada terhadap semua yang dilarang oleh Allah -Ta'ālā-, dan sikap ini adalah bukti kebenaran iman.

1/1806- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- itu cemburu, dan kecemburuan Allah -Ta'ālā- itu bila seseorang melanggar apa yang Allah haramkan kepadanya."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- itu cemburu, dan kecemburuan Allah -Ta'ālā- itu bila seseorang melanggar apa yang Allah haramkan kepadanya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Kewajiban menjauhi maksiat, karena maksiat menyebabkan murka Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-.

2) Mengetahui kecemburuan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- atas perkara yang Dia haramkan akan mendorong seorang mukmin yang mengagungkan Rabb-nya untuk tidak melampaui batasan-batasan-Nya serta tidak melanggar larangan-larangan-Nya.

3) Hadis ini menunjukkan penetapan sifat cemburu bagi Allah -Ta'ālā- menurut yang pantas dengan-Nya.

Peringatan:

Akidah Ahli Sunnah wal Jamaah ialah menetapkan bagi Allah -Ta'ālā- semua sifat yang Allah tetapkan untuk Zat-Nya di dalam kitab-Nya atau lewat lisan Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menurut yang pantas dengan-Nya. Imam Asy-Syāfi'iy -raḥimahullāh- berkata,"Aku beriman kepada Allah dan kepada apa yang datang dari Allah menurut yang diinginkan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan kepada apa yang datang dari Rasulullah menurut yang diinginkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."(Majmū' Al-Fatāwā)

"Aku beriman kepada Allah dan kepada apa yang datang dari Allah menurut yang diinginkan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan kepada apa yang datang dari Rasulullah menurut yang diinginkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."

(Majmū' Al-Fatāwā)

 369- BAB UCAPAN DAN PERBUATAN YANG HARUS DILAKUKAN OLEH ORANG YANG MELANGGAR SEBUAH LARANGAN

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah."(QS. Fuṣṣilat: 36).Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)."(QS. Al-A'rāf: 201).Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang yang beramal."(QS. Āli 'Imrān: 135-136)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Bertobatlah kalian semuanya, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung."(QS. An-Nūr: 31)

"Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah."

(QS. Fuṣṣilat: 36).

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)."

(QS. Al-A'rāf: 201).

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.

Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang yang beramal."

(QS. Āli 'Imrān: 135-136)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Bertobatlah kalian semuanya, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung."

(QS. An-Nūr: 31)

Pelajaran dari Ayat:

1) Seorang hamba tidak boleh terlena dengan penundaan siksaan dari Allah -Ta'ālā- kepadanya karena merasa aman dari makar Allah -'Azza wa Jalla- termasuk sifat orang munafik dan orang kafir.

2) Bila seorang hamba berbuat dosa, hendaklah dia kembali kepada Rabb-nya dan bertobat kepada-Nya, karena Allah mencintai orang-orang yang bertobat.

3) Bertobat kepada Allah -Ta'ālā- menuntut untuk berhijrah dari kesyirikan kepada Allah menuju tauhid, dari bidah menuju Sunnah, dan dari maksiat menuju ketaatan.

Faedah:

Tobat harus memenuhi keempat syaratnya yang telah disebutkan sebelumnya di awal kitab ini (Bab Tobat).

1/1807- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang bersumpah, lalu mengatakan dalam sumpahnya, 'Demi Lāt dan 'Uzzā', maka hendaklah dia mengucapkanlah, 'Lā ilāha illallāh!' Siapa yang berkata kepada temannya, 'Kemarilah, ayo kita berjudi!', maka hendaknya dia bersedekah!"(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang bersumpah, lalu mengatakan dalam sumpahnya, 'Demi Lāt dan 'Uzzā', maka hendaklah dia mengucapkanlah, 'Lā ilāha illallāh!' Siapa yang berkata kepada temannya, 'Kemarilah, ayo kita berjudi!', maka hendaknya dia bersedekah!"

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أُقَامِرُكَ (uqāmiruka): aku taruhan denganmu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Obat sesuatu adalah dengan melakukan kebalikannya; yaitu siapa yang bersumpah dengan sumpah yang syirik maka tebusannya ialah kalimat tauhid, dan siapa yang berbuat maksiat maka obatnya adalah melakukan ketaatan.

2) Perbuatan baik akan menghapus perbuatan buruk, sehingga orang yang diberi taufik di antara hamba-hamba Allah -Ta'ālā- ialah yang mengerjakan kebaikan setelah melakukan keburukan demi menjaga kesahihan iman dan hatinya.

KITAB AL-MANṠŪRĀT DAN AL-MULAḤ

 370- BAB AL-MANṠŪRĀT DAN AL-MULAḤ

Faedah:

المَنْثُوْرَاتُ (al-manṡūrāt): pembahasan-pembahasan ilmu yang beragam.

المُلَح (al-mulaḥ): sesuatu yang mendatangkan keindahan dan kesegaran ketika dikisahkan dalam kadar yang sedikit.

1/1808- An-Nawās bin Sam'ān -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan, “Di suatu pagi, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengisahkan tentang Dajal. Beliau merendahkan dan meninggikan suaranya ketika menceritakannya, hingga kami mengiranya telah berada dekat di arah kebun kurma (Madinah). Ketika kami kembali pada beliau di sore hari, beliau langsung mengetahui adanya rasa khawatir pada diri kami. Beliau lalu bersabda, “Ada apa dengan kalian?” Kami menjawab, “Wahai Rasulullah! Engkau menceritakan Dajal di pagi ini, engkau merendahkan suara dan meninggikannya hingga kami mengiranya telah berada dekat di arah kebun kurma (Madinah).” Beliau bersabda,“Bukan Dajal yang lebih aku takutkan menimpa kalian. Jika ia keluar saat aku masih hidup di tengah kalian, akulah yang akan melindungi kalian darinya. Jika ia keluar sedang aku tidak lagi hidup di tengah kalian, maka setiap orang menjadi pelindung bagi dirinya sendiri. Dan Allahlah penggantiku dalam melindungi setiap muslim. Dajal itu seorang pemuda berambut keriting, matanya menonjol. Sepertinya aku bisa menyerupakannya dengan Abdul-'Uzzā bin Qaṭan. Maka siapa di antara kalian mendapatinya, hendaknya ia membaca ayat-ayat permulaan surah Al-Kahfi. Ia akan keluar di sebuah jalan antara Syam dan Irak. Ia menebar kerusakan di sepanjang kanan dan kiri (jalan yang ia lewati). Wahai hamba-hamba Allah! Teguhlah kalian!”Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Berapa lama keberadaannya di bumi?” Beliau menjawab,“Empat puluh hari; ada yang satu harinya seperti satu tahun, satu hari seperti satu bulan, satu hari seperti satu Jumat (pekan), dan hari-hari lainnya seperti hari-hari (biasa) kalian.”Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Tentang hari yang seperti satu tahun itu, apakah pada saat itu kami cukup menunaikan salat satu hari?” Beliau menjawab, “Tidak. Namun perkirakanlah waktu-waktunya.” Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah! Seberapa cepat ia berbuat kerusakan di bumi?” Beliau menjawab,“Seperti hujan yang disusul oleh angin. Dajal akan datang ke satu kaum dan mengajak mereka (agar menuhankan dirinya) lalu mereka beriman padanya dan memenuhi ajakannya. Ia memerintahkan langit, maka langit pun menurunkan hujan; ia memerintahkan bumi, maka bumi pun menumbuhkan tanaman, sehingga ternak-ternak mereka pulang dari tempat penggembalaan dengan punuk yang paling tinggi, kantung susu yang paling melimpah, dan perut yang paling besar. Kemudian Dajal datang ke kaum yang lain dan mengajak mereka, namun mereka menolak ajakannya. Ia pun pergi meninggalkan mereka, lalu tanah mereka menjadi gersang dan mereka tak lagi memiliki sedikit pun harta. Dajal lalu melewati tanah tak berpenghuni, lalu ia mengatakan pada tanah ini, “Keluarkan harta-harta simpananmu.” Maka harta-harta simpanannya akan mengikutinya seperti lebah-lebah jantan (mengikuti ratu lebah). Kemudian Dajal memanggil seseorang yang kekar dan muda, ia menebas tubuhnya dengan pedang hingga memotongnya menjadi dua bagian, di antara kedua potongan tersebut sejauh tembakan anak panah kepada sasaran. Kemudian ia memanggilnya dan dia datang dengan wajah berbinar dan tertawa. Ketika Dajal dalam kondisi seperti itu, Allah -Ta'ālā- mengirim Almasih Ibnu Maryam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia turun di menara putih di bagian timur Damaskus dengan dua pakaian berwarna dan meletakkan kedua tangannya pada sayap-sayap dua malaikat. Apabila dia menundukkan kepalanya, meneteslah air darinya. Dan apabila dia mengangkatnya, berjatuhan darinya butiran-butiran air seperti mutiara. Tidaklah seorang yang kafir mendapatkan angin napasnya kecuali akan mati, sementara napasnya sejauh pandangan matanya. Lalu Isa mencari Dajal sampai menemukannya di gerbang Ludd dan membunuhnya. Kemudian Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- didatangi satu kaum yang telah Allah lindungi dari fitnah Dajal. Dia mengusap wajah-wajah mereka dan menyampaikan pada mereka tingkatan-tingkatan mereka di surga. Dalam kondisi seperti ini, Allah -Ta'ālā- mewahyukan pada Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, 'Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku yang tak seorang pun mampu melawan mereka. Maka ungsikanlah hamba-hamba-Ku ke bukit Ṭūr.' Allah mengirimkan Yakjuj dan Makjuj; mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Barisan pertama mereka melewati Danau Ṭabariyah (Tiberias) lalu meminum airnya, kemudian barisan akhir mereka lewat dan mengatakan, 'Di tempat ini dahulu pernah ada air.' Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya diembargo hingga kepala sapi milik salah seorang mereka lebih berharga dari seratus dinar milik salah seorang kalian pada hari ini. Lalu Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya berdoa kepada Allah -Ta'ālā-. Maka Allah mengirimkan ulat di leher-lehar Yakjuj dan Makjuj, hingga mereka mati bergelimpangan satu waktu. Kemudian Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya -raḍiyallāhu 'anhum- turun ke bawah, maka mereka tidak menemukan tempat sejengkal pun di bumi kecuali berisi bau mayat mereka. Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya kemudian berdoa kepada Allah. Maka Allah -Ta'ālā- mengirimkan kawanan burung sebesar leher unta yang membawa bangkai mereka dan membuangnya di tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah -'Azzā wa Jallā- menurunkan hujan yang membasahi semua tempat, tidak terhalangi oleh sebuah rumah tanah maupun kemah bulu. Hujan mencuci semua muka bumi hingga meninggalkannya seperti cermin. Kemudian dikatakan pada bumi, 'Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikan lagi berkahmu.' Maka saat itu, sekelompok orang cukup dengan memakan satu buah delima dan mereka bisa bernaung dengan kulitnya. Susu pun diberkahi, hingga satu unta penghasil susu dapat mencukupi sekelompok manusia, satu sapi penghasil susu dapat mencukupi satu kabilah manusia, dan satu kambing penghasil susu dapat mencukupi satu rumpun keluarga dalam sebuah kabilah. Manakala mereka dalam kondisi seperti ini, Allah -Ta'ālā- mengirimkan angin sejuk yang menyusup kepada mereka melalui bawah ketiak mereka lalu mencabut nyawa setiap mukmin dan setiap muslim. Yang tersisa hanyalah manusia-manusia jahat, yang berbuat zina di atas muka bumi secara terang-terangan seperti perilaku keledai. Pada merekalah kiamat akan terjadi.”(HR. Muslim)خلَّةً بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ: jalan antara Syam dan Irak.عاثَ ('aṡa), dengan "'ain" dan "ṡā`", berasal dari kata "الْعَيْثُ" (al-'aiṡ), yaitu: kerusakan yang besar.الذُّرَىٰ (aż-żurā), dengan mendamahkan "żāl", artinya: punuk-punuk yang tinggi; yaitu bentuk jamak dari kata "ذُرْوَةٍ" (żurwah), dengan mendamahkan "żāl", dan boleh juga mengkasrahkannya (żirwah).الْيَعَاسِيبُ (al-ya'āsīb)): lebah jantan.جِزْلَتَيْنِ (jizlatain): dua potong, bagian.الْغَرَضُ (al-garaḍ): sasaran yang dipanah dengan anak panah, yaitu: ia melemparnya seperti melempar anak panah.الْمَهْرُودَةُ (al-mahrūdah): dengan "dāl", dan juga boleh dengan "żāl", artinya: pakaian yang diberikan celupan wantek.لاَ يَدَانِ (lā yadān): tidak ada kekuatan.النَّغَفُ (an-nagaf): ulat. فَرْسَىٰ (farsā), bentuk jamak dari kata "فَرِيسٍ" (faris), artinya terbunuh.الزَّلَقَةُ (az-zalaqah), dengan memfatahkan "zāy", "lām", dan "qāf", juga diriwayatkan dengan lafal "الزُّلفَةُ" (az-zulafah), dengan mendamahkan "zāy", kemudian mensukunkan "lām", dan setelahnya huruf "fā`", artinya cermin. الْعِصَابَةُ (al-'iṣābah): sekelompok orang.الرِّسْلُ (ar-risl), dengan mengkasrahkan "rā`", yaitu susu.اللِّقْحَةُ (al-liqḥah): yang sedang memproduksi susu.الْفِئَامُ (al-fi`ām), dengan mengkasrahkan "fā`", setelahnya hamzah yang bermad, artinya: kelompok orang.الْفَخِذُ (al-fakhiż): rumpun di bawah kabilah.

“Bukan Dajal yang lebih aku takutkan menimpa kalian. Jika ia keluar saat aku masih hidup di tengah kalian, akulah yang akan melindungi kalian darinya. Jika ia keluar sedang aku tidak lagi hidup di tengah kalian, maka setiap orang menjadi pelindung bagi dirinya sendiri. Dan Allahlah penggantiku dalam melindungi setiap muslim. Dajal itu seorang pemuda berambut keriting, matanya menonjol. Sepertinya aku bisa menyerupakannya dengan Abdul-'Uzzā bin Qaṭan. Maka siapa di antara kalian mendapatinya, hendaknya ia membaca ayat-ayat permulaan surah Al-Kahfi. Ia akan keluar di sebuah jalan antara Syam dan Irak. Ia menebar kerusakan di sepanjang kanan dan kiri (jalan yang ia lewati). Wahai hamba-hamba Allah! Teguhlah kalian!”

Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Berapa lama keberadaannya di bumi?” Beliau menjawab,

“Empat puluh hari; ada yang satu harinya seperti satu tahun, satu hari seperti satu bulan, satu hari seperti satu Jumat (pekan), dan hari-hari lainnya seperti hari-hari (biasa) kalian.”

Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Tentang hari yang seperti satu tahun itu, apakah pada saat itu kami cukup menunaikan salat satu hari?” Beliau menjawab, “Tidak. Namun perkirakanlah waktu-waktunya.” Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah! Seberapa cepat ia berbuat kerusakan di bumi?” Beliau menjawab,

“Seperti hujan yang disusul oleh angin. Dajal akan datang ke satu kaum dan mengajak mereka (agar menuhankan dirinya) lalu mereka beriman padanya dan memenuhi ajakannya. Ia memerintahkan langit, maka langit pun menurunkan hujan; ia memerintahkan bumi, maka bumi pun menumbuhkan tanaman, sehingga ternak-ternak mereka pulang dari tempat penggembalaan dengan punuk yang paling tinggi, kantung susu yang paling melimpah, dan perut yang paling besar. Kemudian Dajal datang ke kaum yang lain dan mengajak mereka, namun mereka menolak ajakannya. Ia pun pergi meninggalkan mereka, lalu tanah mereka menjadi gersang dan mereka tak lagi memiliki sedikit pun harta. Dajal lalu melewati tanah tak berpenghuni, lalu ia mengatakan pada tanah ini, “Keluarkan harta-harta simpananmu.” Maka harta-harta simpanannya akan mengikutinya seperti lebah-lebah jantan (mengikuti ratu lebah). Kemudian Dajal memanggil seseorang yang kekar dan muda, ia menebas tubuhnya dengan pedang hingga memotongnya menjadi dua bagian, di antara kedua potongan tersebut sejauh tembakan anak panah kepada sasaran. Kemudian ia memanggilnya dan dia datang dengan wajah berbinar dan tertawa. Ketika Dajal dalam kondisi seperti itu, Allah -Ta'ālā- mengirim Almasih Ibnu Maryam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dia turun di menara putih di bagian timur Damaskus dengan dua pakaian berwarna dan meletakkan kedua tangannya pada sayap-sayap dua malaikat. Apabila dia menundukkan kepalanya, meneteslah air darinya. Dan apabila dia mengangkatnya, berjatuhan darinya butiran-butiran air seperti mutiara. Tidaklah seorang yang kafir mendapatkan angin napasnya kecuali akan mati, sementara napasnya sejauh pandangan matanya. Lalu Isa mencari Dajal sampai menemukannya di gerbang Ludd dan membunuhnya. Kemudian Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- didatangi satu kaum yang telah Allah lindungi dari fitnah Dajal. Dia mengusap wajah-wajah mereka dan menyampaikan pada mereka tingkatan-tingkatan mereka di surga. Dalam kondisi seperti ini, Allah -Ta'ālā- mewahyukan pada Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, 'Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku yang tak seorang pun mampu melawan mereka. Maka ungsikanlah hamba-hamba-Ku ke bukit Ṭūr.' Allah mengirimkan Yakjuj dan Makjuj; mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Barisan pertama mereka melewati Danau Ṭabariyah (Tiberias) lalu meminum airnya, kemudian barisan akhir mereka lewat dan mengatakan, 'Di tempat ini dahulu pernah ada air.' Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya diembargo hingga kepala sapi milik salah seorang mereka lebih berharga dari seratus dinar milik salah seorang kalian pada hari ini. Lalu Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya berdoa kepada Allah -Ta'ālā-. Maka Allah mengirimkan ulat di leher-lehar Yakjuj dan Makjuj, hingga mereka mati bergelimpangan satu waktu. Kemudian Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya -raḍiyallāhu 'anhum- turun ke bawah, maka mereka tidak menemukan tempat sejengkal pun di bumi kecuali berisi bau mayat mereka. Nabi Isa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para pengikutnya kemudian berdoa kepada Allah. Maka Allah -Ta'ālā- mengirimkan kawanan burung sebesar leher unta yang membawa bangkai mereka dan membuangnya di tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah -'Azzā wa Jallā- menurunkan hujan yang membasahi semua tempat, tidak terhalangi oleh sebuah rumah tanah maupun kemah bulu. Hujan mencuci semua muka bumi hingga meninggalkannya seperti cermin. Kemudian dikatakan pada bumi, 'Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikan lagi berkahmu.' Maka saat itu, sekelompok orang cukup dengan memakan satu buah delima dan mereka bisa bernaung dengan kulitnya. Susu pun diberkahi, hingga satu unta penghasil susu dapat mencukupi sekelompok manusia, satu sapi penghasil susu dapat mencukupi satu kabilah manusia, dan satu kambing penghasil susu dapat mencukupi satu rumpun keluarga dalam sebuah kabilah. Manakala mereka dalam kondisi seperti ini, Allah -Ta'ālā- mengirimkan angin sejuk yang menyusup kepada mereka melalui bawah ketiak mereka lalu mencabut nyawa setiap mukmin dan setiap muslim. Yang tersisa hanyalah manusia-manusia jahat, yang berbuat zina di atas muka bumi secara terang-terangan seperti perilaku keledai. Pada merekalah kiamat akan terjadi.”

(HR. Muslim)

خلَّةً بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ: jalan antara Syam dan Irak.

عاثَ ('aṡa), dengan "'ain" dan "ṡā`", berasal dari kata "الْعَيْثُ" (al-'aiṡ), yaitu: kerusakan yang besar.

الذُّرَىٰ (aż-żurā), dengan mendamahkan "żāl", artinya: punuk-punuk yang tinggi; yaitu bentuk jamak dari kata "ذُرْوَةٍ" (żurwah), dengan mendamahkan "żāl", dan boleh juga mengkasrahkannya (żirwah).

الْيَعَاسِيبُ (al-ya'āsīb)): lebah jantan.

جِزْلَتَيْنِ (jizlatain): dua potong, bagian.

الْغَرَضُ (al-garaḍ): sasaran yang dipanah dengan anak panah, yaitu: ia melemparnya seperti melempar anak panah.

الْمَهْرُودَةُ (al-mahrūdah): dengan "dāl", dan juga boleh dengan "żāl", artinya: pakaian yang diberikan celupan wantek.

لاَ يَدَانِ (lā yadān): tidak ada kekuatan.

النَّغَفُ (an-nagaf): ulat. فَرْسَىٰ (farsā), bentuk jamak dari kata "فَرِيسٍ" (faris), artinya terbunuh.

الزَّلَقَةُ (az-zalaqah), dengan memfatahkan "zāy", "lām", dan "qāf", juga diriwayatkan dengan lafal "الزُّلفَةُ" (az-zulafah), dengan mendamahkan "zāy", kemudian mensukunkan "lām", dan setelahnya huruf "fā`", artinya cermin. الْعِصَابَةُ (al-'iṣābah): sekelompok orang.

الرِّسْلُ (ar-risl), dengan mengkasrahkan "rā`", yaitu susu.

اللِّقْحَةُ (al-liqḥah): yang sedang memproduksi susu.

الْفِئَامُ (al-fi`ām), dengan mengkasrahkan "fā`", setelahnya hamzah yang bermad, artinya: kelompok orang.

الْفَخِذُ (al-fakhiż): rumpun di bawah kabilah.

Kosa Kata Asing:

خفَّضَ فِيْهِ وَرَفَّعَ: beliau merendahkan dan menyepelekannya kemudian mengangkat dan membesar-besarkannya karena besar fitnahnya.

حَتَّىٰ ظَنَنَّاهُ فِيْ طَائِفَةِ النَّخْلِ: hingga kami mengiranya berada dekat dari perkebunan kurma Madinah.

قَطَطٌ (qaṭaṭ): berambut sangat keriting.

عَيْنُهُ طَافِيَةٌ ('ainuhu ṭāfiyah): hilang cahayanya, atau menonjol namun masih memiliki cahaya.

اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ: setelahnya datang angin lalu mengeringkannya. Maksudnya penjelasan tentang kecepatan daya rusaknya di atas muka bumi.

فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سارِحَتُهُمْ: yaitu hewan gembalaan mereka seperti unta dan kambing kembali kepada mereka.

أَسبَغَهُ ضُرُوعاً: paling panjang dikarenakan banyak air susu.

أَمَدَّهُ خَوَاصِرَ: karena kepenuhan disebabkan kenyang.

يُصْبِحُونَ مُمْحِلِينَ: hujan menjadi terhenti serta bumi dan rerumputan menjadi kering.

الخَرِبَةُ (al-kharibah): tempat kosong yang tidak memiliki kebaikan.

قَطَر (qaṭara): turun air darinya.

جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ: butiran-butiran perak yang dibuat dengan bentuk mutiara yang besar.

Maksudnya: air turun darinya seperti jernihnya mutiara.

لُدّ (ludd): sebuah negeri dekat dari Baitulmaqdis di Palestina.

حَرِّزْ (ḥarriz): tempatkan mereka dalam benteng sehingga Yakjuj dan Makjuj tidak sampai kepada mereka.

حَدَبٍ يَنْسِلُونَ: bagian bumi yang keras dan tinggi, mereka keluar dengan cepat, maksudnya mereka muncul dari semua tempat.

زَهَمُهُمْ وَنَتَنُهُمْ: bau mereka yang busuk.

أَعْنَاقِ الْبُخْتِ (a'nāq al-bukht): unta-unta yang berleher panjang.

مَدَرَ وَلَا وَبَر (madar wa la wabar): rumah yang terbuat dari tanah ataupun kemah dari bulu.

بِقُحْفِهَا (biquḥfihā): kulitnya.

يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ: laki-laki menggauli para wanita dengan terang-terangan dan disaksikan banyak orang sebagaimana yang dilakukan oleh keledai, dan mereka tidak memedulikan hal itu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya fitnah Dajal dan penjelasan bahwa Dajal adalah fitnah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Oleh sebab itu, para nabi mengingatkan umat mereka darinya.

2) Luasnya rahmat Allah kepada orang-orang mukmin; yaitu Allah memberikan mereka sesuatu yang dapat melindungi mereka dari Dajal, misalnya lewat

menjelaskan ciri-cirinya, juga kemampuan seorang mukmin untuk membaca tulisan di keningnya yang menunjukkan kekafirannya, dan menghafal permulaan surah Al-Kahfi karena dapat melindunginya dari keburukannya.

3) Kecintaan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- kepada ilmu; yaitu mereka bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang semua hal yang bermanfaat bagi mereka yang tidak mereka ketahui karena kegigihan mereka pada ketaatan.

4) Seorang hamba wajib mengimani perkara-perkara gaib yang diberitakan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kita dengan keimanan yang tidak dicampur dengan keraguan ataupun penolakan, dan yang menjadi tujuannya dari berita-berita tentang fitnah ialah mengerjakan ketaatan dan bersiap menghadapinya dengan keyakinan dan keteguhan.

5) Menerangkan bahwa kiamat tidak akan terjadi kecuali pada manusia paling buruk.

6) Kesedihan dan kesulitan hanya akan menambah yakin dan teguh orang beriman di atas kebenaran, seperti keadaan laki-laki tangguh dan beriman yang dibunuh oleh Dajal lalu dihidupkannya lagi sebagai ujian.

2/1809- Rib'iy bin Ḥirāsy berkata, Aku pergi bersama Abu Mas'ūd Al-Anṣāriy menuju Ḥużaifah bin Al-Yamān -raḍiyallāhu 'anhum-; Abu Mas'ūd berkata kepadanya, "Sampaikan kepadaku apa yang engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang Dajal." Ḥużaifah menjawab,"Dajal akan keluar, dia membawa air dan api. Apa yang dilihat orang sebagai air, itu adalah api yang membakar. Sedangkan yang dilihat orang sebagai api, itu adalah air yang dingin dan sejuk. Siapa di antara kalian yang bertemu dengannya, hendaklah dia masuk pada yang dilihatnya sebagai api, karena itu adalah air sejuk yang baik."Abu Mas'ūd berkata, "Aku juga telah mendengarnya (dari Rasulullah)."(Muttafaq 'Alaih)

"Dajal akan keluar, dia membawa air dan api. Apa yang dilihat orang sebagai air, itu adalah api yang membakar. Sedangkan yang dilihat orang sebagai api, itu adalah air yang dingin dan sejuk. Siapa di antara kalian yang bertemu dengannya, hendaklah dia masuk pada yang dilihatnya sebagai api, karena itu adalah air sejuk yang baik."

Abu Mas'ūd berkata, "Aku juga telah mendengarnya (dari Rasulullah)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dajal diberikan kemampuan luar biasa yang tidak diberikan kepada yang lain, sebagai ujian bagi manusia, untuk memisahkan antara orang mukmin yang hakiki dari yang lain.

2) Terjadinya perkara luar biasa lewat tangan seorang hamba tidak menunjukkan kesalehannya, melainkan perbuatannya, perkataannya, dan semua keadaannya harus ditimbang dengan timbangan agama (Al-Qur`ān dan Sunnah).

3/1810- Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dajal akan keluar pada umatku, lalu ia akan tinggal selama empat puluh. Aku tidak tahu, apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun. Lalu Allah -Ta'ālā- mengutus Isa bin Maryam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan dia mencarinya kemudian membunuhnya. Kemudian manusia akan tenang selama tujuh tahun, tidak ada satu permusuhan pun meskipun antara dua orang. Kemudian Allah -'Azza wa Jalla- mengirim angin yang dingin dari arah Syam, sehingga tidak tersisa di muka bumi seorang yang memiliki kebaikan atau keimanan meskipun seberat zarah dalam hatinya kecuali akan diwafatkan. Bahkan, sekiranya salah seorang kalian masuk ke dalam jantung gunung, niscaya angin tersebut akan masuk kepadanya hingga mencabut nyawanya. Lalu yang tersisa adalah manusia-manusia jahat dengan keringanan burung dan kemauan binatang buas. Mereka tidak mengenal sebuah kebaikan dan tidak mengingkari sebuah keburukan. Setan kemudian menampakkan diri kepada mereka seraya berkata, 'Maukan kalian mengikuti perintahku?' Mereka menjawab, 'Apa yang engkau perintahkan kepada kami?' Setan memerintahkan mereka untuk menyembah berhala, padahal rezeki mereka mengalir, hidup mereka makmur. Kemudian sangkakala ditiup. Tidak seorang pun yang mendengarnya melainkan dia akan menurunkan satu sisi lehernya dan mengangkat sisi yang lain. Orang pertama yang mendengarnya adalah seorang laki-laki yang sedang memperbaiki tempat minum untanya, seketika dia mati, dan manusia seluruhnya pun mati. Kemudian Allah mengirim -atau beliau mengatakan: Allah menurunkan- hujan seperti gerimis atau bayangan lalu dengannya tubuh-tubuh manusia tumbuh. Kemudian ditiuplah sangkakala yang kedua kali, dan seketika manusia berdiri menunggu (putusan masing-masing). Kemudian dikatakan, 'Wahai sekalian manusia! Kemarilah menuju Tuhan kalian; berdirikanlah mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya.' Kemudian dikatakan, 'Keluarkanlah rombongan neraka!' Ada yang bertanya, 'Berapa perberapa?' Dijawab, 'Sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang perseribu.' Itulah hari yang menjadikan anak-anak beruban. Itulah hari ketika betis disingkap."(HR. Muslim)

"Dajal akan keluar pada umatku, lalu ia akan tinggal selama empat puluh. Aku tidak tahu, apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun. Lalu Allah -Ta'ālā- mengutus Isa bin Maryam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan dia mencarinya kemudian membunuhnya. Kemudian manusia akan tenang selama tujuh tahun, tidak ada satu permusuhan pun meskipun antara dua orang. Kemudian Allah -'Azza wa Jalla- mengirim angin yang dingin dari arah Syam, sehingga tidak tersisa di muka bumi seorang yang memiliki kebaikan atau keimanan meskipun seberat zarah dalam hatinya kecuali akan diwafatkan. Bahkan, sekiranya salah seorang kalian masuk ke dalam jantung gunung, niscaya angin tersebut akan masuk kepadanya hingga mencabut nyawanya. Lalu yang tersisa adalah manusia-manusia jahat dengan keringanan burung dan kemauan binatang buas. Mereka tidak mengenal sebuah kebaikan dan tidak mengingkari sebuah keburukan. Setan kemudian menampakkan diri kepada mereka seraya berkata, 'Maukan kalian mengikuti perintahku?' Mereka menjawab, 'Apa yang engkau perintahkan kepada kami?' Setan memerintahkan mereka untuk menyembah berhala, padahal rezeki mereka mengalir, hidup mereka makmur. Kemudian sangkakala ditiup. Tidak seorang pun yang mendengarnya melainkan dia akan menurunkan satu sisi lehernya dan mengangkat sisi yang lain. Orang pertama yang mendengarnya adalah seorang laki-laki yang sedang memperbaiki tempat minum untanya, seketika dia mati, dan manusia seluruhnya pun mati. Kemudian Allah mengirim -atau beliau mengatakan: Allah menurunkan- hujan seperti gerimis atau bayangan lalu dengannya tubuh-tubuh manusia tumbuh. Kemudian ditiuplah sangkakala yang kedua kali, dan seketika manusia berdiri menunggu (putusan masing-masing). Kemudian dikatakan, 'Wahai sekalian manusia! Kemarilah menuju Tuhan kalian; berdirikanlah mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya.' Kemudian dikatakan, 'Keluarkanlah rombongan neraka!' Ada yang bertanya, 'Berapa perberapa?' Dijawab, 'Sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang perseribu.' Itulah hari yang menjadikan anak-anak beruban. Itulah hari ketika betis disingkap."

(HR. Muslim)

اللِّيتُ (al-līt): sisi leher. Maksudnya, dia merebahkan satu sisi lehernya dan menegakkan sisi yang lain.

Kosa Kata Asing:

خِفَّةِ الطَّيْرِ، وَأَحْلامِ السّبَاعِ (dengan keringanan burung dan kemauan binatang buas): yaitu mereka seperti burung dalam hal kecepatan menuju keburukan, dan seperti binatang buas dalam hal berbuat kejahatan dan kezaliman.

أَصْغَى (aṣgā): mengarahkan pendengarannya.

يَلُوطُ حَوْضَ إبلِهِ: menembok dan memperbaiki tempat minum untanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Nabi Isa -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- tidak turun membawa agama yang baru, namun Nabi Isa akan turun sebagai pengikut Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta memutuskan hukum berdasarkan syariat beliau.

2) Iman akan mencabut kedengkian dan permusuhan dari dada orang-orang beriman; oleh karena itu, hendaklah kaum mukminin bergiat untuk meluruskan iman mereka.

3) Tujuan terbesar setan pada manusia adalah agar dia kafir dan berbuat syirik kepada Allah dengan beribadah dan berdoa kepada selain-Nya. Maka, waspadalah jangan sekali-kali kita jatuh dalam perangkapnya!

4/1811- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada satu negeri pun melainkan akan dimasuki oleh Dajal, kecuali Mekah dan Madinah. Tidak ada satu jalan masuk pun di antara jalan-jalannya kecuali dijaga oleh malaikat, mereka berbaris menjaga keduanya. Dajal datang ke tanah gersang di dekat Madinah, maka Madinah berguncang tiga kali; Allah mengeluarkan dari Madinah setiap orang kafir dan munafik."(HR. Muslim)

"Tidak ada satu negeri pun melainkan akan dimasuki oleh Dajal, kecuali Mekah dan Madinah. Tidak ada satu jalan masuk pun di antara jalan-jalannya kecuali dijaga oleh malaikat, mereka berbaris menjaga keduanya. Dajal datang ke tanah gersang di dekat Madinah, maka Madinah berguncang tiga kali; Allah mengeluarkan dari Madinah setiap orang kafir dan munafik."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

السَّبَخَةِ (as-sabakhah): tanah yang bergaram, tidak menumbuhkan tumbuhan. Tempat ini berada di luar Tanah Suci Madinah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan Mekah dan Madinah, di antaranya dijaga oleh para malaikat dari Dajal.

2) Kebanyakan pengikut Dajal dari kalangan orang kafir dan munafik.

5/1812- Juga dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Dajal akan diikuti oleh tujuh puluh ribu orang-orang Yahudi Aṣbahān, mereka mengenakan ṭayālisah."(HR. Muslim)

"Dajal akan diikuti oleh tujuh puluh ribu orang-orang Yahudi Aṣbahān, mereka mengenakan ṭayālisah."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

الطَّيَالِسَةُ (ṭayālisah), bentuk jamak dari kata "ṭailasān", yaitu pakaian yang diletakkan di atas pundak menutupi semua badan, tidak memiliki pecahan dan jahitan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Pengikut Dajal ialah orang-orang Yahudi. Hal ini mengandung peringatan dari makar dan kekejian mereka, dan bahwa mereka adalah pengikut semua perusak.

2) Peringatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada umatnya tentang fitnah-fitnah dan para pengikutnya, yaitu tatkala beliau menyebutkan tanda-tanda khusus bagi para pengikut kebatilan supaya diwaspadai oleh orang-orang beriman.

6/1813- Ummu Syarīk -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa dia telah mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaklah manusia lari dari Dajal ke gunung-gunung."(HR. Muslim)7/1814- 'Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sejak Adam diciptakan hingga hari Kiamat, tidak ada perkara yang lebih besar daripada Dajal."(HR. Muslim)

"Hendaklah manusia lari dari Dajal ke gunung-gunung."

(HR. Muslim)

7/1814- 'Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sejak Adam diciptakan hingga hari Kiamat, tidak ada perkara yang lebih besar daripada Dajal."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan besarnya fitnah Dajal; bahwa fitnah Dajal adalah fitnah paling besar yang Allah -Ta'ālā- ciptakan.

2) Kewajiban lari dan menjauh dari tempat-tempat fitnah; beginilah seharusnya keadaan orang beriman yang mendapat taufik di antara hamba-hamba Allah, yaitu dia menjauhkan dirinya dan orang-orang yang ada di bawah penjagaannya dari tempat-tempat fitnah.

8/1815- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Dajal keluar, lalu seorang laki-laki dari kalangan orang beriman pergi menemuinya, maka dia dicegat oleh pasukan pengintai bersenjata, yaitu pasukan pengintai milik Dajal. Mereka berkata, 'Kamu mau ke mana?' Dia menjawab, 'Aku mau bertemu orang yang keluar itu.' Mereka berkata, 'Tidakkah kamu mengimani tuhan kami?' Dia menjawab, 'Tuhan kami tidaklah samar.' Mereka berkata, 'Bunuh dia!' Sebagian mereka berkata kepada yang lain, 'Bukankah tuhan kita telah melarang kalian membunuh seseorang tanpa sepengetahuannya?!' Mereka kemudian membawanya kepada Dajal. Pada saat laki-laki beriman itu melihatnya, dia berkata, 'Wahai sekalian manusia! Inilah Dajal yang telah disebutkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Lalu Dajal memerintahkan agar laki-laki itu dibentangkan di atas perutnya. Ia berkata, 'Pegang dia dengan kuat dan pukul kepalanya.' Maka punggung dan perutnya dipenuhi pukulan. Lalu Dajal berkata, 'Apakah kamu masih tidak beriman kepadaku?' Laki-laki beriman itu menjawab, 'Kamu adalah Almasih yang pendusta!' Dajal kemudian memerintahkan agar dia dipotong. Dia dipotong dengan gergaji dari bagian tengah kepalanya hingga terpisah antara kedua kakinya. Setelah itu Dajal berjalan di antara kedua potongan tubuhnya, lalu berkata, 'Berdirilah.' Maka dia pun berdiri sempurna. Selanjutnya Dajal berkata padanya, 'Apakah kamu beriman padaku?' Dia menjawab, 'Justru aku semakin yakin pada (kedustaan)mu.' Laki-laki itu kemudian berkata, 'Wahai sekalian manusia! Sungguh ia tidak akan mampu melakukannya lagi kepada seorang pun setelahku.' Lalu Dajal mengambilnya untuk disembelih, namun Allah membuat bagian antara leher dan tulang selangkanya menjadi tembaga sehingga Dajal tidak mampu menyembelihnya. Maka Dajal mengambil kedua tangan dan kedua kaki laki-laki itu dan melemparkannya. Orang-orang mengira bahwa Dajal melemparkannya ke neraka, padahal sebenarnya dia dilemparkan ke surga."Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Laki-laki ini adalah orang yang paling tinggi mati syahidnya di sisi Rabbul-'Ālamīn."(HR. Muslim, sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari secara makna)

"Dajal keluar, lalu seorang laki-laki dari kalangan orang beriman pergi menemuinya, maka dia dicegat oleh pasukan pengintai bersenjata, yaitu pasukan pengintai milik Dajal. Mereka berkata, 'Kamu mau ke mana?' Dia menjawab, 'Aku mau bertemu orang yang keluar itu.' Mereka berkata, 'Tidakkah kamu mengimani tuhan kami?' Dia menjawab, 'Tuhan kami tidaklah samar.' Mereka berkata, 'Bunuh dia!' Sebagian mereka berkata kepada yang lain, 'Bukankah tuhan kita telah melarang kalian membunuh seseorang tanpa sepengetahuannya?!' Mereka kemudian membawanya kepada Dajal. Pada saat laki-laki beriman itu melihatnya, dia berkata, 'Wahai sekalian manusia! Inilah Dajal yang telah disebutkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Lalu Dajal memerintahkan agar laki-laki itu dibentangkan di atas perutnya. Ia berkata, 'Pegang dia dengan kuat dan pukul kepalanya.' Maka punggung dan perutnya dipenuhi pukulan. Lalu Dajal berkata, 'Apakah kamu masih tidak beriman kepadaku?' Laki-laki beriman itu menjawab, 'Kamu adalah Almasih yang pendusta!' Dajal kemudian memerintahkan agar dia dipotong. Dia dipotong dengan gergaji dari bagian tengah kepalanya hingga terpisah antara kedua kakinya. Setelah itu Dajal berjalan di antara kedua potongan tubuhnya, lalu berkata, 'Berdirilah.' Maka dia pun berdiri sempurna. Selanjutnya Dajal berkata padanya, 'Apakah kamu beriman padaku?' Dia menjawab, 'Justru aku semakin yakin pada (kedustaan)mu.' Laki-laki itu kemudian berkata, 'Wahai sekalian manusia! Sungguh ia tidak akan mampu melakukannya lagi kepada seorang pun setelahku.' Lalu Dajal mengambilnya untuk disembelih, namun Allah membuat bagian antara leher dan tulang selangkanya menjadi tembaga sehingga Dajal tidak mampu menyembelihnya. Maka Dajal mengambil kedua tangan dan kedua kaki laki-laki itu dan melemparkannya. Orang-orang mengira bahwa Dajal melemparkannya ke neraka, padahal sebenarnya dia dilemparkan ke surga."

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Laki-laki ini adalah orang yang paling tinggi mati syahidnya di sisi Rabbul-'Ālamīn."

(HR. Muslim, sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhari secara makna)

المَسَالحُ (al-masāliḥ): pasukan penjaga, pengintai.

Kosa Kata Asing:

يُشبَّح (yusyabbaḥ): dibentangkan di atas perutnya.

يُؤْشَ (yu`syar): ia dipotong.

مَفْرِقِهِ (mafriqihi): bagian tengah kepala.

تَرْقُوَتِهِ (tarquwatihi): tulang yang terletak antara tenggorokan dan pundak.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sifat-sifat Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi adalah sifat-sifat kesempurnaan dan kemuliaan yang pantas dengan-Nya, sedangkan sifat-sifat Dajal menunjukkan kekurangan dan ketidakmampuan.

2) Menjelaskan besarnya pahala mukmin yang teguh di hadapan Dajal dan tidak murtad dari agamanya, bahkan ujian itu menambah keyakinan, keimanan, dan keteguhannya.

3) Sunnah Nabi yang sahih akan terpelihara hingga akhir masa, karena laki-laki mukmin ini mengenal Dajal lewat Sunnah Nabi;"Inilah Dajal yang telah disebutkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."Ini merupakan bagian dari karunia dan rahmat Allah kepada para hamba-Nya dalam menjaga agama-Nya bagi mereka serta menjaga dan melindungi mereka dengan agama-Nya.9/1816- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Tidak ada seorang pun yang lebih banyak bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang Dajal seperti pertanyaanku kepada beliau. Sungguh beliau telah berkata kepadaku, "Apa yang akan mencelakakanmu?" Aku berkata, "Karena mereka mengatakan bahwa Dajal memiliki gunung roti dan sungai air!" Beliau bersabda,"Dia itu lebih sepele bagi Allah dari hal itu."(Muttafaq 'Alaih)

"Inilah Dajal yang telah disebutkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."

Ini merupakan bagian dari karunia dan rahmat Allah kepada para hamba-Nya dalam menjaga agama-Nya bagi mereka serta menjaga dan melindungi mereka dengan agama-Nya.

9/1816- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Tidak ada seorang pun yang lebih banyak bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang Dajal seperti pertanyaanku kepada beliau. Sungguh beliau telah berkata kepadaku, "Apa yang akan mencelakakanmu?" Aku berkata, "Karena mereka mengatakan bahwa Dajal memiliki gunung roti dan sungai air!" Beliau bersabda,

"Dia itu lebih sepele bagi Allah dari hal itu."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hendaklah seorang hamba mengenal keburukan supaya bisa menghindarinya.

2) Ujian dan kesulitan hanya akan menambah keteguhan dan keyakinan orang-orang mukmin.

10/1817- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada seorang nabi pun melainkan telah memperingatkan umatnya dari si pemilik mata satu yang pendusta. Ingatlah, Dajal itu buta sebelah, sedangkan Tuhan kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر (kāf fā` rā`)."(Muttafaq 'Alaih)11/1818- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Maukah kalian aku beritahukan ciri-ciri Dajal yang tidak pernah disampaikan oleh seorang nabi pun kepada umatnya? Sunggu Dajal itu buta sebelah, ia membawa semacam surga dan neraka. Apa yang ia sebut sebagai surga, pada hakikatnya adalah neraka."(Muttafaq 'Alaih)12/1819- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menceritakan Dajal di tengah-tengah para sahabat; beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah. Ketahuilah! Sesungguhnya Almasih Dajal itu buta mata sebelah kanan. Matanya seperti anggur yang mengapung."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidak ada seorang nabi pun melainkan telah memperingatkan umatnya dari si pemilik mata satu yang pendusta. Ingatlah, Dajal itu buta sebelah, sedangkan Tuhan kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر (kāf fā` rā`)."

(Muttafaq 'Alaih)

11/1818- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Maukah kalian aku beritahukan ciri-ciri Dajal yang tidak pernah disampaikan oleh seorang nabi pun kepada umatnya? Sunggu Dajal itu buta sebelah, ia membawa semacam surga dan neraka. Apa yang ia sebut sebagai surga, pada hakikatnya adalah neraka."

(Muttafaq 'Alaih)

12/1819- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menceritakan Dajal di tengah-tengah para sahabat; beliau bersabda,

"Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah. Ketahuilah! Sesungguhnya Almasih Dajal itu buta mata sebelah kanan. Matanya seperti anggur yang mengapung."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Metode para nabi dalam berdakwah kepada Allah adalah menerangkan kepada manusia jalan para pendosa untuk diwaspadai. Berita tentang si buta sebelah, Dajal adalah perkara yang diketahui di kalangan para nabi, dan masing-masing mereka telah mengingatkan umatnya dari fitnahnya.

2) Menetapkan sifat adanya dua mata bagi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menurut yang pantas dengan keagungan-Nya, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Sungguh Tuhan kalian tidak buta sebelah."

"Sungguh Tuhan kalian tidak buta sebelah."

Faedah Penting:

Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- telah berkata dalam kitabnya, As-Sab'īniyyah,

"Fitnahnya -yaitu Dajal- tidak khusus hanya pada orang-orang yang ada di masanya. Karena hakikat fitnah Dajal ialah kebatilan dan penyimpangan syariat yang disertai dengan peristiwa luar biasa. Maka siapa yang membenarkan perkara yang menyelisihi syariat karena sebuah kejadian luar biasa, dia telah ditimpa oleh sebagian fitnah ini. Ini banyak terdapat di setiap masa dan tempat. Tetapi yang disebutkan ini -yakni Dajal- fitnahnya adalah fitnah yang paling besar. Bila Allah melindungi seorang hamba-Nya dari fitnah ini, baik dia mendapatkannya ataupun tidak, maka dia akan dijaga dari fitnah yang lebih kecil darinya."

13/1820- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kiamat tidak akan terjadi hingga umat Islam memerangi orang-orang Yahudi, sampai seorang yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon lalu batu dan pohon tersebut berkata, 'Wahai muslim! Ini ada seorang yahudi bersembunyi di belakangku. Kemari dan bunuhlah ia.' Kecuali pohon garqad, karena ia adalah pohon yahudi."(Muttafaq 'Alaih)

"Kiamat tidak akan terjadi hingga umat Islam memerangi orang-orang Yahudi, sampai seorang yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon lalu batu dan pohon tersebut berkata, 'Wahai muslim! Ini ada seorang yahudi bersembunyi di belakangku. Kemari dan bunuhlah ia.' Kecuali pohon garqad, karena ia adalah pohon yahudi."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الْغَرْقَدَ (al-garqad): salah satu jenis pohon perdu, dulu banyak tumbuh di kuburan Baqī'.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kabar gembira tentang kekalnya agama Islam hingga akhir zaman, dan umat Islam di akhir zaman adalah pengikut agama yang hak.

2) Kemenangan atas orang-orang Yahudi adalah janji Allah -Ta'ālā- bagi umat ini bila mereka menyiapkan bekal untuk kemenangan tersebut berupa iman dan amal saleh, karena menunaikan syarat ini adalah jalan untuk mewujudkan janji tersebut;"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara kamu, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi." (QS. An-Nūr: 55)14/1821- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Dunia tidak akan berakhir sampai seseorang melewati kubur lalu ia berguling-guling di atasnya dan berkata, 'Seandainya aku yang berada di tempat pemilik kubur ini.' Bukan karena agama dia melakukannya, melainkan dia melakukannya karena beratnya ujian dunia."(Muttafaq 'Alaih)

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara kamu, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi." (QS. An-Nūr: 55)

14/1821- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Dunia tidak akan berakhir sampai seseorang melewati kubur lalu ia berguling-guling di atasnya dan berkata, 'Seandainya aku yang berada di tempat pemilik kubur ini.' Bukan karena agama dia melakukannya, melainkan dia melakukannya karena beratnya ujian dunia."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَتَمَرَّغَ (yatamarrag): berguling-guling para rugām, yaitu tanah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seseorang akan berharap mati disebabkan beratnya ujian dan musibah akhir zaman.

2) Menerangkan peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman tidak menunjukkan sebagai pembenaran terhadap tindakan yang ada dalam peristiwa tersebut, juga hadis tersebut tidak menunjukkan bolehnya mengharapkan kematian.

Faedah Tambahan:

Bila fitnah sangat berat dan dunia menjadi sempit atas hamba yang mukmin, dan dia lebih memilih bertemu dengan Allah -Ta'ālā-, hendaklah dia membaca doa sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kita,"Ya Allah! Panjangkanlah hidupku selama Engkau mengetahui kehidupan itu yang lebih baik bagiku. Dan wafatkanlah aku selama Engkau mengetahui kematian itu yang lebih baik bagiku."(HR. Bukhari)15/1821- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kiamat tidak akan terjadi hingga sungai Eufrat mengering lalu menyingkapkan gunung emas yang akan diperebutkan oleh manusia dengan perang, lalu dari setiap seratus orang akan terbunuh 99 orang. Setiap orang dari mereka berkata, 'Semoga akulah yang selamat.'"Dalam riwayat lain disebutkan, "Telah dekat masanya ketika sungai Eufrat mengungkap simpanan emas. Siapa yang menjumpai masa itu, maka janganlah dia mengambilnya sedikit pun."(Muttafaq 'Alaih)

"Ya Allah! Panjangkanlah hidupku selama Engkau mengetahui kehidupan itu yang lebih baik bagiku. Dan wafatkanlah aku selama Engkau mengetahui kematian itu yang lebih baik bagiku."

(HR. Bukhari)

15/1821- Masih dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Kiamat tidak akan terjadi hingga sungai Eufrat mengering lalu menyingkapkan gunung emas yang akan diperebutkan oleh manusia dengan perang, lalu dari setiap seratus orang akan terbunuh 99 orang. Setiap orang dari mereka berkata, 'Semoga akulah yang selamat.'"

Dalam riwayat lain disebutkan, "Telah dekat masanya ketika sungai Eufrat mengungkap simpanan emas. Siapa yang menjumpai masa itu, maka janganlah dia mengambilnya sedikit pun."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَحْسِرَ (yaḥsir): ia menyingkap, memperlihatkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda-tanda kiamat adalah ketika Sungai Eufrat memperlihatkan sebuah gunung emas; ini adalah perkara gaib, namun kita mengimaninya bahwa hal ini bersifat hakiki sesuai makna lahirnya, tanpa memaksakan makna-makna yang asing dalam menafsirkannya.

2) Berlomba-lomba pada kenikmatan dan perhiasan dunia mengantarkan pada kezaliman dan peperangan.

16/1823- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kelak orang-orang akan meninggalkan Kota Madinah ketika keadaannya sangat baik. Tidak ada yang datang selain yang ingin mencari makan -maksudnya binatang buas dan burung-burung pencari makan-. Orang paling akhir yang akan dikumpulkan di padang mahsyar adalah dua penggembala dari kabilah Muzainah yang datang menuju Madinah sambil meneriaki kambingnya (menggiringnya), namun keduanya mendapati Kota Madinah dalam kondisi kosong hanya ada binatang liar. Ketika sampai di Ṡaniyyatul-Wadā', keduanya tersungkur meninggal dunia."(Muttafaq 'Alaih)

"Kelak orang-orang akan meninggalkan Kota Madinah ketika keadaannya sangat baik. Tidak ada yang datang selain yang ingin mencari makan -maksudnya binatang buas dan burung-burung pencari makan-. Orang paling akhir yang akan dikumpulkan di padang mahsyar adalah dua penggembala dari kabilah Muzainah yang datang menuju Madinah sambil meneriaki kambingnya (menggiringnya), namun keduanya mendapati Kota Madinah dalam kondisi kosong hanya ada binatang liar. Ketika sampai di Ṡaniyyatul-Wadā', keduanya tersungkur meninggal dunia."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

لاَ يَغْشَاهَا (lā yagsyāhā): tidak datang ke sana. يَنْعِقَانِ (yan'aqāni): meneriaki.

Ṡaniyyatul-Wadā': sebuah jalan di luar Kota Madinah, di arah orang yang pergi menuju Syam.

Pelajaran dari Hadis:

1) Madinah Nabawiyah -semoga Allah menambahkan kemuliaan dan keagungannya- akan ditinggalkan oleh penghuninya dan tidak tersisa di sana kecuali binatang, hal ini disebabkan besarnya fitnah akhir zaman.

2) Di antara tanda kenabian ialah berita tentang dua orang yang akan dibangkitkan paling akhir serta menjelaskan keadaan mereka.

17/1824- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Akan ada di akhir zaman salah seorang dari khalifah kalian membagikan harta dengan kedua tangannya dan tidak menghitungnya."(HR. Muslim)

"Akan ada di akhir zaman salah seorang dari khalifah kalian membagikan harta dengan kedua tangannya dan tidak menghitungnya."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَحْثُو (yaḥṡū): ia mengambil dengan kedua tangannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kabar gembira berupa berita tentang kembalinya kekhalifahan mengikuti manhaj Nabi di akhir zaman.

2) Informasi tentang akan kembalinya jihad karena melimpahnya harta dan ganimah; karena umat ini tidak akan meraih kejayaan dan kemuliaan kecuali dengan jihad di jalan Allah.

18/1825- Abu Mūsā Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh akan datang pada manusia satu masa yang saat itu seseorang berkeliling membawa sedekah emas namun ia tidak menemukan seorang pun yang mau mengambilnya, dan satu orang laki-laki terlihat diikuti empat puluh wanita yang berlindung padanya, karena sedikitnya jumlah laki-laki dan banyaknya jumlah perempuan."(HR. Muslim)

"Sungguh akan datang pada manusia satu masa yang saat itu seseorang berkeliling membawa sedekah emas namun ia tidak menemukan seorang pun yang mau mengambilnya, dan satu orang laki-laki terlihat diikuti empat puluh wanita yang berlindung padanya, karena sedikitnya jumlah laki-laki dan banyaknya jumlah perempuan."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

يَلُذْنَ بِهِ (yalużna bihi): berlindung padanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan sebuah perkara menakjubkan, yaitu melimpahnya harta di hadapan manusia sampai tidak ditemukan orang yang mau menerima sedekah.

2) Informasi tentang peperangan dan fitnah-fitnah di akhir zaman yang mengakibatkan terbunuhnya banyak laki-laki, sehingga perempuan menjadi banyak sementara laki-laki menjadi sedikit.

19/1826- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Seorang laki-laki membeli tanah dari seseorang. Laki-laki yang membeli tanah tersebut menemukan gentong berisi emas di tanah yang dibelinya itu. Laki-laki yang membeli tanah tersebut berkata padanya (penjual), 'Ambillah emasmu, karena aku hanya membeli tanah dan tidak membeli emas.' Pemilik tanah mengatakan, 'Sesungguhnya aku menjual tanah itu berikut isinya.' Maka keduanya pergi meminta keputusan pada seseorang, lalu orang yang dimintai keputusan ini mengatakan, 'Apakah kalian berdua punya anak?' Salah satunya menjawab, 'Aku punya anak laki-laki.' Yang lain menjawab, 'Aku punya anak perempuan.' Dia berkata, 'Nikahkanlah anak laki-laki dengan anak perempuan tersebut lalu berikan mereka nafkah dari emas itu serta bersedekahlah!"(Muttafaq 'Alaih)

"Seorang laki-laki membeli tanah dari seseorang. Laki-laki yang membeli tanah tersebut menemukan gentong berisi emas di tanah yang dibelinya itu. Laki-laki yang membeli tanah tersebut berkata padanya (penjual), 'Ambillah emasmu, karena aku hanya membeli tanah dan tidak membeli emas.' Pemilik tanah mengatakan, 'Sesungguhnya aku menjual tanah itu berikut isinya.' Maka keduanya pergi meminta keputusan pada seseorang, lalu orang yang dimintai keputusan ini mengatakan, 'Apakah kalian berdua punya anak?' Salah satunya menjawab, 'Aku punya anak laki-laki.' Yang lain menjawab, 'Aku punya anak perempuan.' Dia berkata, 'Nikahkanlah anak laki-laki dengan anak perempuan tersebut lalu berikan mereka nafkah dari emas itu serta bersedekahlah!"

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan sikap warak dan meninggalkan harta yang mengandung syubhat, serta kewajiban mengembalikan hak kepada pemiliknya.

2) Motivasi untuk berperilaku jujur dalam muamalah dan mendorong untuk bersedekah dan berinfak di jalan Allah.

Faedah Tambahan:

Harta yang disimpan di bawah tanah oleh seseorang seperti emas dan lainnya tidak berpindah kepemilikan dengan cara memiliki tanah tersebut, melainkan tetap menjadi milik penjual. Berbeda dengan barang tambang yang Allah -Ta'ālā- simpan di dalamnya maka ia mengikuti kepemilikan tanah.

20/1827- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Ada dua orang wanita bersama dua orang anaknya. Seekor serigala datang lalu mengambil salah satu dari anak keduanya, lantas dia berkata kepada temannya, 'Serigala itu pergi dengan membawa anakmu.' Yang lain berkata, 'Serigala itu pergi dengan membawa anakmu.' Lalu keduanya pergi mengadukan hal tersebut kepada Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian beliau memutuskan bahwa anak tersebut milik wanita yang lebih tua. Lalu keduanya menemui Sulaiman bin Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyampaikan kejadian tersebut kepadanya. Sulaiman berkata, “Berikanlah kepadaku sebilah pisau. Aku akan membagi dua anak ini di antara mereka berdua.' Maka wanita yang muda berkata, 'Jangan engkau lakukan! Semoga Allah merahmatimu. Dia adalah anaknya (wanita yang lebih tua).' Kemudian beliau pun memutuskan bahwa anak tersebut adalah anak wanita yang lebih muda."(Muttafaq 'Alaih)

“Ada dua orang wanita bersama dua orang anaknya. Seekor serigala datang lalu mengambil salah satu dari anak keduanya, lantas dia berkata kepada temannya, 'Serigala itu pergi dengan membawa anakmu.' Yang lain berkata, 'Serigala itu pergi dengan membawa anakmu.' Lalu keduanya pergi mengadukan hal tersebut kepada Nabi Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian beliau memutuskan bahwa anak tersebut milik wanita yang lebih tua. Lalu keduanya menemui Sulaiman bin Daud -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menyampaikan kejadian tersebut kepadanya. Sulaiman berkata, “Berikanlah kepadaku sebilah pisau. Aku akan membagi dua anak ini di antara mereka berdua.' Maka wanita yang muda berkata, 'Jangan engkau lakukan! Semoga Allah merahmatimu. Dia adalah anaknya (wanita yang lebih tua).' Kemudian beliau pun memutuskan bahwa anak tersebut adalah anak wanita yang lebih muda."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hakim boleh menetapkan keputusan berdasarkan indikasi bila indikasi tersebut kuat.

2) Disunahkan mencari kebenaran dengan menggunakan taktik untuk mengambil hak yang dirampas.

3) Kecerdasan dan pemahaman adalah nikmat dari Allah, tidak terkait dengan usia tua ataupun muda.

21/1828- Mirdās Al-Aslamiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang-orang saleh satu per satu meninggal dunia dan tersisa orang-orang buruk seperti sisa gandum atau kurma yang jelek. Allah tidak memedulikan mereka sama sekali."(HR. Bukhari)

"Orang-orang saleh satu per satu meninggal dunia dan tersisa orang-orang buruk seperti sisa gandum atau kurma yang jelek. Allah tidak memedulikan mereka sama sekali."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

حُثالَةٌ (ḥuṡālah): sesuatu yang buruk.

لا يُبَاليهمُ اللهُ بالةً: Allah tidak mengangkat urusan mereka dan tidak juga mempertimbangkan mereka.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kematian orang-orang berilmu dan saleh termasuk tanda kiamat, lalu tidak tersisa di akhir zaman kecuali orang-orang jahil dan hina.

2) Hendaklah seseorang waspada jangan sampai menjadi sampah manusia, dan hendaklah dia gigih untuk istikamah di atas perintah Allah -Ta'ālā- sekalipun kebanyakan manusia telah rusak, karena "Al-Jamā'ah ialah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau seorang diri."

22/1829- Rifā'ah bin Rāfi' Az-Zuraqiy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Jibril datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ia berkata,"Apa kedudukan Ahli Badar pada kalian?"Nabi menjawab, "Mereka adalah kaum muslimin yang paling utama" -atau kalimat lain yang semakna-. Lantas Jibril berkata,"Demikian juga para malaikat yang mengikuti perang Badar."(HR. Bukhari)

"Apa kedudukan Ahli Badar pada kalian?"

Nabi menjawab, "Mereka adalah kaum muslimin yang paling utama" -atau kalimat lain yang semakna-. Lantas Jibril berkata,

"Demikian juga para malaikat yang mengikuti perang Badar."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan para sahabat mulia -raḍiyallāhu 'anhum- yang mengikuti perang Badar; yaitu mereka adalah sahabat-sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling utama. Demikian halnya para malaikat yang mengikuti perang Badar, mereka merupakan malaikat-malaikat paling utama.

2) Penjelasan bahwa para malaikat ikut berperang dan menguatkan kaki orang-orang beriman dalam peperangan mereka melawan musuh-musuh Allah.

23/1830- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika Allah hendak menimpakan azab kepada satu kaum, maka azab itu menimpa semua orang yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu mereka dibangkitkan sesuai amalannya."(Muttafaq 'Alaih)

"Jika Allah hendak menimpakan azab kepada satu kaum, maka azab itu menimpa semua orang yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu mereka dibangkitkan sesuai amalannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Motivasi untuk memperbaiki niat dan amalan karena fondasi hisab amalan dibangun di atasnya.

2) Husnulkhatimah (kesudahan yang baik) termasuk perkara gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah -Ta'ālā-.

24/1831- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Ada sebatang pohon kurma yang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berdiri di dekatnya, yaitu ketika berkhotbah. Setelah mimbar dibuat, kami mendengar suara dari batang pohon kurma tersebut seperti suara unta yang bunting sepuluh bulan, sampai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- turun lalu meletakkan tangannya padanya, maka ia pun diam."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Ketika tiba hari Jumat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk di atas mimbar, maka batang kurma yang sebelumnya beliau biasa berkhotbah di dekatnya berteriak hingga hampir terbelah."

Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan, "Batang kurma itu berteriak seperti teriakan anak kecil. Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- turun lalu memegangnya dan memeluknya. Setelah itu, mulailah batang kurma itu mengerang seperti erangan anak kecil yang sedang diredakan (tangisannya) sampai ia terdiam. Beliau bersabda,"(Batang kurma) itu menangis karena biasa mendengar nasihat (di dekatnya)."(HR. Bukhari)

"(Batang kurma) itu menangis karena biasa mendengar nasihat (di dekatnya)."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

الْعِشَارِ (al-'isyār), bentuk jamak dari kata "عُشَراء" ('usyarā`), yaitu unta yang usia kehamilannya sampai sepuluh bulan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara tanda-tanda kenabian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah tangisan benda mati kepadanya disebabkan nasihat yang didengarnya.

2) Memperlihatkan kelembutan dan kasih sayang Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap benda mati karena beliau adalah rahmat bagi alam semesta.

3) Hati hamba akan tenteram dengan mengingat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, bahkan semua makhluk difitrahkan di atas ketentraman ini;"Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah." (Az-Zumar: 22).25/1832- Abu Ṡa'labah Al-Khusyaniy Jurṡūm bin Nāsyir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya. Allah telah menetapkan batasan-batasan, maka janganlah kalian menerjangnya. Allah telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Allah telah mendiamkan (tidak memberi ketetapan pasti dalam) beberapa hal, sebagai bentuk rahmat-Nya bagi kalian, bukan karena lupa, maka janganlah kalian mencari-carinya."(Hadis hasan; HR. Ad-Dāraquṭniy dan lainnya). [5]

"Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah." (Az-Zumar: 22).

25/1832- Abu Ṡa'labah Al-Khusyaniy Jurṡūm bin Nāsyir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya. Allah telah menetapkan batasan-batasan, maka janganlah kalian menerjangnya. Allah telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Allah telah mendiamkan (tidak memberi ketetapan pasti dalam) beberapa hal, sebagai bentuk rahmat-Nya bagi kalian, bukan karena lupa, maka janganlah kalian mencari-carinya."

(Hadis hasan; HR. Ad-Dāraquṭniy dan lainnya). [58]

Pelajaran dari Hadis:

1) Larangan menyia-nyiakan batasan-batasan (hukum) Allah ataupun melanggarnya, melainkan yang wajib ialah tidak melanggarnya demi mengagungkan agama Allah -Ta'ālā-.

2) Luasnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya; yaitu apa yang didiamkan oleh agama, itu adalah kebaikan bagi umat;"Dan Tuhanmu tidaklah lupa." (QS. Maryam: 64)

"Dan Tuhanmu tidaklah lupa." (QS. Maryam: 64)

26/1833- Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, “Kami pernah berperang bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebanyak tujuh peperangan yang di dalamnya kami makan belalang."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Kami makan belalang bersama beliau."(Muttafaq 'Alaih)

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kesabaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sahabat-sahabat beliau -raḍiyallāhu 'anhum- menghadapi kondisi hidup yang serba sulit dan sengsara dalam rangka menegakkan kalimat Allah -Ta'ālā-.

2) Boleh memakan belalang walau bagaimanapun caranya mati, berdasarkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai itu, yaitu ikan dan belalang." (HR. Ahmad)

27/1834- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak sepatutnya seorang mukmin disengat (hewan berbisa) dua kali di lubang yang sama."(Muttafaq 'Alaih)

"Tidak sepatutnya seorang mukmin disengat (hewan berbisa) dua kali di lubang yang sama."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang mukmin itu sepatutnya selalu siaga dan hati-hati karena hal ini bagian dari kesempurnaan iman.

2) Agama Islam mengajak orang beriman untuk selalu berhati-hati dan waspada secara penuh karena hal ini termasuk faktor kemenangan dan sebab kekuatan mereka;"Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap-siagalah kamu." (An-Nisā`: 71)28/1835- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak akan dilihat, tidak akan dipuji, dan bagi mereka azab yang pedih: (1) seorang laki-laki yang memiliki kelebihan air di tengah tanah gersang lalu dia tidak memberikannya kepada seorang yang kehabisan bekal; (2) seorang laki-laki yang berjual beli suatu barang dengan seseorang setelah waktu asar lalu dia bersumpah dengan nama Allah bahwa dia membelinya seharga sekian dan sekian, lalu orang itu membenarkannya padahal tidak seperti itu; (3) dan seorang laki-laki yang berbaiat kepada seorang imam hanya karena kepentingan dunia, dia akan menunaikan baiatnya bila dia diberikan dan tidak menunaikannya bila tidak diberikan."(Muttafaq 'Alaih)

"Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap-siagalah kamu." (An-Nisā`: 71)

28/1835- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak akan dilihat, tidak akan dipuji, dan bagi mereka azab yang pedih: (1) seorang laki-laki yang memiliki kelebihan air di tengah tanah gersang lalu dia tidak memberikannya kepada seorang yang kehabisan bekal; (2) seorang laki-laki yang berjual beli suatu barang dengan seseorang setelah waktu asar lalu dia bersumpah dengan nama Allah bahwa dia membelinya seharga sekian dan sekian, lalu orang itu membenarkannya padahal tidak seperti itu; (3) dan seorang laki-laki yang berbaiat kepada seorang imam hanya karena kepentingan dunia, dia akan menunaikan baiatnya bila dia diberikan dan tidak menunaikannya bila tidak diberikan."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

فَضْلِ مَاءٍ (faḍl mā`): air yang lebih dari kebutuhannya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara sedekah yang paling utama ialah memberi air minum, dan tidak boleh menahan kelebihan air.

2) Pengharaman perbuatan curang, ingkar janji, dan pelit karena semua ini termasuk dosa besar.

3) Menetapkan sifat kalām (berbicara) bagi Allah -'Azza wa Jalla-; yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berbicara dengan apa yang Dia kehendaki dan dengan cara yang Dia kehendaki.

4) Larangan keras dari perbuatan membatalkan baiat dan menentang imam kaum muslimin, karena dapat memecah-belah kalimat dan melemahkan kekuatan umat.

Faedah Tambahan:

Apa yang disebutkan dalam berbagai hadis berupa menetapkan sifat penglihatan bagi Allah -Ta'ālā- maka maksudnya ada dua makna:

Pertama: penglihatan yang bersifat umum; yaitu tidak ada sesuatu pun yang samar dari pandangan Allah -Jalla wa 'Alā-.

Kedua: penglihatan yang bersifat khusus; yaitu jenis penglihatan yang mengandung rahmat. Makna inilah yang diinginkan dalam hadis ini, yaitu Allah tidak akan melihat mereka dengan pandangan rahmat. Maka kita menetapkan bagi Allah -Ta'ālā- sifat penglihatan yang bersifat umum dan kandungan maknanya, yaitu penglihatan yang bersifat khusus.

29/1836- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, “Jarak antara dua tiupan sangkakala itu empat puluh.” Mereka bertanya, "Wahai Abu Hurairah! Apakah empat puluh hari?" Abu Hurairah menjawab, "Aku enggan memastikan." Lalu mereka bertanya, "Empat puluh tahun?" Dia menjawab, "Aku enggan memastikan." Lalu mereka bertanya, "Empat puluh bulan?" Dia menjawab, "Aku enggan memastikan."Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Semua anggota tubuh manusia akan hancur kecuali tulang ekor. Darinya (tulang ekor) manusia akan disusun. Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, lalu mereka tumbuh seperti tumbuhnya tanaman.”(Muttafaq 'Alaih)

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Semua anggota tubuh manusia akan hancur kecuali tulang ekor. Darinya (tulang ekor) manusia akan disusun. Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, lalu mereka tumbuh seperti tumbuhnya tanaman.”

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

أَبَيْتُ (abaitu): aku tidak mau menjawab untuk memastikannya.

عَجْبَ الذَّنَبِ ('ajb aż-żanab): tulang kecil di bagian paling bawah tulang sulbi, yaitu yang terkenal dengan nama tulang ekor.

البَقْلُ (al-baql): semua tanaman yang menghijaukan bumi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kekuasaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā - untuk menghidupkan kembali manusia serta membangkitkan siapa yang ada dalam kubur pada hari mahsyar.

2) Menerangkan cara mengembalikan kehidupan makhluk sekali lagi, dan ini termasuk perkara gaib yang wajib kita imani sebagaimana yang ada dalam nas tanpa memaksakan diri merubah maknanya.

3) Diamnya sahabat Abu Hurairah dari sesuatu yang dia tidak ketahui, dan ini termasuk kesempurnaan sifat warak Abu Hurairah serta ketinggian keutamaannya. Semoga Allah meridainya.

30/1837- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang dalam suatu majelis berbicara kepada manusia, seorang laki-laki badui datang kepadanya seraya berkata, "Kapan kiamat akan terjadi?" Namun Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetap melanjutkan pembicaraannya. Sebagian mereka mengatakan, "Beliau mendengar apa yang dikatakannya, namun beliau tidak suka pertanyaannya." Sebagian mengatakan, "Beliau tidak mendengarnya." Sampai ketika beliau telah menyelesaikan pembicaraannya, beliau bertanya, "Mana laki-laki yang bertanya tentang kiamat itu?" Dia menjawab, "Aku di sini, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda,"Bila amanah telah disia-siakan maka tunggulah kiamat terjadi." Dia bertanya, "Bagaimana amanah disia-siakan?" Beliau bersabda, "Bila urusan diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kiamat terjadi."(HR. Bukhari)

"Bila amanah telah disia-siakan maka tunggulah kiamat terjadi." Dia bertanya, "Bagaimana amanah disia-siakan?" Beliau bersabda, "Bila urusan diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kiamat terjadi."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

َوُسِّد (wussida): disandarkan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang merupakan junjungan umat manusia tidak mengetahui perkara gaib kecuali yang diberitahukan oleh Allah -Ta'ālā- kepadanya.

2) Peringatan dari menyia-nyiakan amanah, dan bahwa jabatan harus diserahkan kepada orang yang kapabel dan ini termasuk menjaga amanah.

3) Mengingatkan kaum muslimin tentang kewajiban menyerahkan urusan kepada ahlinya, di antaranya mengambil ilmu dan fatwa dari tokoh-tokoh besar dari kalangan orang berilmu dan bermanhaj benar, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Keberkahan itu bersama orang-orang senior kaum muslimin."(HR. Al-Ḥākim)31/1838- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Mereka (para penguasa) itu mengimami salat kalian. Jika (salat) mereka benar, kalian (dan mereka) mendapatkan pahalanya. Namun jika mereka salah, kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa."(HR. Bukhari)

"Keberkahan itu bersama orang-orang senior kaum muslimin."

(HR. Al-Ḥākim)

31/1838- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Mereka (para penguasa) itu mengimami salat kalian. Jika (salat) mereka benar, kalian (dan mereka) mendapatkan pahalanya. Namun jika mereka salah, kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang imam itu sebagai penjamin, dan kesalahan imam tidak berpengaruh terhadap kesahan salat makmum.

2) Motivasi untuk bersabar terhadap para penguasa kaum muslimin bila mereka mengerjakan salat secara tidak benar atau tidak mengerjakan salat pada waktunya. Yang wajib adalah tidak melakukan pemberontakan dan menghasut masyarakat terhadap mereka atau menyebarkan keburukan mereka karena ini adalah sebab kerusakan negara dan kerusakan di tengah-tengah masyarakat.

32/1839- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- menjelaskan tentang firman Allah,"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia" (QS. Āli 'Imrān: 110)Dia berkata, "Yaitu sebaik-baik manusia untuk manusia; mereka menawan manusia dengan rantai di leher mereka hingga mereka masuk Islam."33/1840- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,“Allah -'Azza wa Jalla- takjub terhadap suatu kaum yang masuk surga dalam keadaan terbelenggu dengan rantai.”(Keduanya diriwayatkan oleh Bukhari).

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia" (QS. Āli 'Imrān: 110)

Dia berkata, "Yaitu sebaik-baik manusia untuk manusia; mereka menawan manusia dengan rantai di leher mereka hingga mereka masuk Islam."

33/1840- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

“Allah -'Azza wa Jalla- takjub terhadap suatu kaum yang masuk surga dalam keadaan terbelenggu dengan rantai.”

(Keduanya diriwayatkan oleh Bukhari).

Maksudnya, mereka ditawan dan dibelenggu lalu mereka masuk Islam kemudian masuk surga.

Pelajaran dari Hadis:

1) Umat terbaik adalah umat Islam yang merupakan umat pertengahan, yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

2) Motivasi untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar karena ia mendatangkan berbagai maslahat yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan itu adalah tanda baiknya umat ini.

34/1841- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar."(HR. Muslim)35/1842- Salmān Al-Fārisiy -raḍiyyallāhu 'anhu- berkata, "Jika engkau bisa, janganlah menjadi orang yang paling pertama masuk pasar dan jangan menjadi orang yang paling terakhir keluar darinya, karena pasar adalah medan pertempuran setan dan di sanalah ia menancapkan benderanya."(HR. Muslim dengan redaksi seperti ini)Juga diriwayatkan oleh Al-Barqāniy dalam Ṣaḥīḥ-nya dari Salmān -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah engkau menjadi orang yang pertama kali masuk pasar dan jangan menjadi yang terakhir keluar, sebab di sanalah setan bertelur dan menetas."

"Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar."

(HR. Muslim)

35/1842- Salmān Al-Fārisiy -raḍiyyallāhu 'anhu- berkata, "Jika engkau bisa, janganlah menjadi orang yang paling pertama masuk pasar dan jangan menjadi orang yang paling terakhir keluar darinya, karena pasar adalah medan pertempuran setan dan di sanalah ia menancapkan benderanya."

(HR. Muslim dengan redaksi seperti ini)

Juga diriwayatkan oleh Al-Barqāniy dalam Ṣaḥīḥ-nya dari Salmān -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Janganlah engkau menjadi orang yang pertama kali masuk pasar dan jangan menjadi yang terakhir keluar, sebab di sanalah setan bertelur dan menetas."

Pelajaran dari Hadis:

1) Masjid adalah tempat yang paling disukai oleh Allah karena masjid merupakan tempat berzikir dan beribadah kepada-Nya serta tempat berbagai kepentingan umat lainnya dalam kebaikan agama dan dunia mereka.

2) Peringatan dari tempat-tempat kelalaian seperti pasar karena merupakan tempat tinggal setan.

3) Menetapkan sifat cinta dan sifat benci bagi Allah -'Azza wa Jalla- menurut kaifiat yang pantas dengan kesempurnaan-Nya; yaitu Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- cinta pada semua yang mengandung kebaikan dan kesalehan dan benci pada semua yang mengandung keburukan dan kerusakan.

36/1843- 'Āṣim Al-Aḥwal meriwayatkan dari Abdullah bin Sarjis -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku berkata kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Wahai Rasulullah! Semoga Allah mengampuni Anda!" Beliau menjawab, "Dan juga mengampunimu." 'Āṣim mengatakan, Maka aku menanyainya, "Apakah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memohonkan ampunan untukmu?" Dia menjawab, "Ya, dan untukmu." Kemudian dia membaca ayat ini,"Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan."(QS. Muḥammad: 19)(HR. Muslim)

"Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan."

(QS. Muḥammad: 19)

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Meminta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar dimohonkan ampunan hanya dilakukan di masa hidup beliau. Adapun setelah beliau wafat, tidak boleh bagi siapa pun untuk meminta kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar dimohonkan ampunan. Melainkan kita meminta kepada Allah -Ta'ālā- agar dianugerahi syafaat beliau.

2) Di antara kemuliaan orang-orang beriman ialah bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memohonkan bagi mereka ampunan, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Qur`ān.

37/1844- Abu Mas'ūd Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara ungkapan yang telah dikenal manusia dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!"(HR. Bukhari)

"Sesungguhnya di antara ungkapan yang telah dikenal manusia dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!"

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Ajakan kepada sifat malu datang dari nabi-nabi terdahulu, sebab sifat malu adalah salah satu cabang iman.

2) Sifat malu adalah perangai mulia yang mendorong untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan;

dan tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.

Bila engkau tak lagi takut kesudahan malam

dan pada dunia ini bila malu telah sirna.

Tidak! Demi Allah! Tidak ada kebaikan dalam hidup

seperti halnya ranting yang terus bertahan selama kulitnya masih melekat.

Seseorang akan hidup indah selama malu masih terpatri

38/1845- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berakta, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perkara pertama yang diputuskan di antara manusia di hari Kiamat adalah perkara (penumpahan) darah."(Muttafaq 'Alaih)

"Perkara pertama yang diputuskan di antara manusia di hari Kiamat adalah perkara (penumpahan) darah."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Salat adalah perkara pertama yang akan dihisab pada hamba di antara hak-hak Allah. Adapun dalam hak manusia, maka perkara pertama yang akan diputuskan di antara mereka adalah dalam perkara penumpahan darah.

2) Besarnya dosa tergantung besarnya kerusakan serta maslahat yang dihilangkannya; oleh karena itu, perkara darah menjadi besar karena keburukan yang terkandung di dalamnya berupa pembunuhan dan menghilangkan maslahat jiwa.

39/1846- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepada kalian."(HR. Muslim)

"Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepada kalian."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

المَارِجُ (al-mārij): campuran dari warna merah, kuning, dan hijau, dan ini dapat dilihat pada api.

Makna "Dari apa yang telah diterangkan kepada kalian": yakni dari tanah sebagaimana yang telah diterangkan sifatnya dalam Al-Qur`ān.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengingatkan besarnya kekuasaan Allah yang tidak ditaklukkan oleh sesuatu apa pun, dan Allah menjadikan penciptaan makhluk dari asal yang berbeda-beda untuk hikmah yang besar.

2) Tabiat manusia berbeda-beda mengikuti perbedaan tanah bumi. Akan tetapi, seorang mukmin akan membersihkan jiwanya dan memperbaiki akhlaknya dengan iman dan amal saleh, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan; dengan cara itu jiwa akan menjadi baik.

40/1847- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Akhlak Nabi Allah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah Al-Qur`ān."(HR. Muslim dalam rangkaian hadis yang panjang)

(HR. Muslim dalam rangkaian hadis yang panjang)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba hendak meneladani akhlak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- maka hendaklah dia meneladani akhlak Al-Qur`ān.

2) Tingginya kedudukan akhlak dalam Islam; yaitu akhlak termasuk konsekuensi dari bangunan tauhid yang baik yang membuahkan amal saleh dan akhlak mulia.

41/1848- Juga dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang rindu bertemu dengan Allah, Allah pun rindu bertemu dengannya. Namun siapa yang benci bertemu dengan Allah, Allah pun benci bertemu dengannya."Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah (yang dimaksud adalah) membenci kematian, karena setiap kita membenci kematian?” Beliau menjawab,“Bukan demikian. Namun seorang mukmin ketika diberi kabar gembira berupa rahmat Allah, rida dan surga-Nya, ia akan rindu bertemu dengan Allah, maka Allah pun rindu bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir ketika diberi kabar ancaman berupa azab dan murka Allah, ia akan benci bertemu dengan Allah dan Allah pun benci bertemu dengannya.”(HR. Muslim)

"Siapa yang rindu bertemu dengan Allah, Allah pun rindu bertemu dengannya. Namun siapa yang benci bertemu dengan Allah, Allah pun benci bertemu dengannya."

Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah (yang dimaksud adalah) membenci kematian, karena setiap kita membenci kematian?” Beliau menjawab,

“Bukan demikian. Namun seorang mukmin ketika diberi kabar gembira berupa rahmat Allah, rida dan surga-Nya, ia akan rindu bertemu dengan Allah, maka Allah pun rindu bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir ketika diberi kabar ancaman berupa azab dan murka Allah, ia akan benci bertemu dengan Allah dan Allah pun benci bertemu dengannya.”

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Rindu bertemu Allah atau benci bertemu dengan-Nya terjadi ketika sekarat dan saat ruh keluar, karena saat itu seorang hamba melihat kabar baik berupa surga atau kabar buruk berupa neraka.

2) Seorang hamba tidak dicela lantaran tidak suka pada kematian yang memang difitrahkan padanya, dan ini bagian dari rahmat Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya.

42/1849- Ummul-Mu`minīn Ṣafiyyah binti Ḥuyay -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beriktikaf, lalu aku mengunjunginya pada malam hari dan berbicara dengannya. Kemudian aku bangkit untuk pulang, dan beliau pun ikut bangkit bersamaku untuk mengantarku. Lalu ada dua orang laki-laki Ansar melintas. Saat keduanya melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, mereka berjalan lebih cepat. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memanggil mereka, 'Janganlah kalian berjalan tergesa-gesa. Wanita ini adalah Ṣafiyyah binti Ḥuyay.' Keduanya berkata, 'Subḥānallāh, ya Rasulullah!' Beliau bersabda,Sesungguhnya setan itu mengalir pada manusia seperti aliran darah. Aku khawatir setan akan membisikkan ke dalam hati kalian berdua suatu keburukan -atau beliau mengucapkan- sesuatu.'"(Muttafaq 'Alaih)

Sesungguhnya setan itu mengalir pada manusia seperti aliran darah. Aku khawatir setan akan membisikkan ke dalam hati kalian berdua suatu keburukan -atau beliau mengucapkan- sesuatu.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

لِأَنْقَلِبَ (li-anqalib): untuk pulang ke rumah.

عَلَىٰ رِسْلِكُمَا ('alā rislikumā): berjalanlah dengan tenang tanpa tergesa-gesa.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menerangkan indahnya akhlak Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam bermuamalah dengan keluarganya, yaitu beliau mengantar mereka ketika berpisah.

2) Hendaklah seorang hamba menghilangkan sebab-sebab yang bisa mendatangkan bisikan setan dari dalam hatinya dengan menepis syubhat yang bisa jadi disebutkan tentang dirinya dan keluarganya, karena penjelasan akan mengusir setan.

3) Bila seorang hamba mendapatkan sesuatu yang membuatnya heran, hendaklah dia mengucapkan: subḥānallāh.

4) Seorang perempuan boleh menjenguk suaminya ketika iktikaf, dan seorang yang beriktikaf boleh untuk menyibukkan diri dengan sesuatu yang mubah.

43/1850- Abul-Faḍl Al-‘Abbās bin Abdul Muṭṭalib -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku mengikuti perang Hunain bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku dan Abu Sufyān bin Al-Ḥariṡ bin Abdul Muṭṭalib senantiasa berada di dekat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak meninggalkan beliau, sedangkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetap di atas bagal putih miliknya. Ketika pasukan Islam dan pasukan musyrikin telah bertemu, pasukan Islam terpukul mundur. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghentakkan kaki memacu bagalnya menuju orang-orang kafir, sedangkan aku memegang kekang bagal Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menahannya agar tidak terlalu kencang, sedangkan Abu Sufyān menahan pijakan kaki Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Wahai 'Abbās! Panggillah para peserta Baiat Riḍwān di dekat pohon Samurah!’ Al-'Abbās yang bersuara lantang berkata, “Maka aku berteriak dengan sekuat suara, 'Di manakah para peserta Baiat Riḍwān di dekat pohon Samurah?!" Demi Allah! Ketika mendengar suaraku, mereka segera kembali sebagaimana rombongan sapi kembali ketika kehilangan anak-anaknya. Mereka segera berkata, ‘Kami penuhi panggilanmu, kami penuhi panggilanmu.’ Mereka pun bertempur melawan orang-orang kafir. Sementara panggilan untuk kaum Anṣār: ‘Wahai sekalian kaum Anṣār, wahai sekalian kaum Anṣār!’ Kemudian panggilan berakhir pada Bani Al-Ḥāriṡ bin Al-Khazraj. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memandangi dari atas bagalnya peperangan yang sedang berkecamuk itu, beliau bersabda, ‘Inilah waktu berkobarnya api pertempuran!’ Setelah itu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil batu kerikil lalu melemparkannya ke hadapan orang-orang kafir. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Mereka akan kalah, demi Rabb Muhammad.’ Aku pun pergi untuk melihatnya, ternyata pertempuran itu berjalan sebagaimana layaknya sebuah peperangan yang aku lihat. Demi Allah! Tidaklah kekalahan mereka kecuali hanya dengan sebab Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melempari mereka dengan batu kerikil. Aku terus melihat kekuatan mereka (orang-orang kafir) semakin lemah, sampai akhirnya mereka mundur."(HR. Muslim)الْوَطِيسُ (al-waṭīs): tungku, maksudnya: pertempuran berkobar.حَدَّهُمْ (ḥaddahum), dengan "ḥā`", artinya kekuatan mereka.

(HR. Muslim)

الْوَطِيسُ (al-waṭīs): tungku, maksudnya: pertempuran berkobar.

حَدَّهُمْ (ḥaddahum), dengan "ḥā`", artinya kekuatan mereka.

Kosa Kata Asing:

لِجَامٌ (lijām): tali yang digunakan untuk mengekang hewan.

ِأَصْحَابُ السَّمُرَة (aṣḥāb as-samurah): peserta Baiat Ar-Riḍwān. Samurah adalah pohon yang di bawahnya para sahabat berbaiat ketika itu kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

صيِّتاً (ṣayyitan): bersuara lantang dan tinggi.

عطْفَتَهم ('aṭfatahum): mereka datang dan kembali. كليلاً (kailan): lemah.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keberanian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk maju dan bertahan dalam peperangan; yakni saat beliau maju sendiri menuju musuh.

2) Seorang hamba tidak boleh merasa ujub dengan kekuatannya, atau ilmunya, ataupun hartanya, tetapi hendaklah dia memohon pertolongan kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta menyerahkan urusannya kepada-Nya.

3) Menjelaskan cepatnya respon para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk kembali kepada kebenaran ketika mereka diingatkan, dan beginilah seharusnya keadaan orang yang diberi taufik di antara orang beriman.

4) Ada kalanya kelompok batil dan kafir menang di atas kelompok orang mukmin bila orang-orang mukmin melakukan pelanggaran agama, sehingga keteguhan orang beriman dengan agamanya merupakan faktor terbesar kemenangan mereka.

44/1851- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sesungguhnya Allah itu Mahabaik, tidak menerima kecuali perkara yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik, dan kerjakanlah amal saleh.'(QS. Al-Mu`minūn: 51)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'"(QS. Al-Baqarah: 172)Kemudian beliau menyebutkan, "Ada seorang laki-laki yang mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), 'Ya Rabb! ya Rabb!' sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?!”(HR. Muslim)

“Sesungguhnya Allah itu Mahabaik, tidak menerima kecuali perkara yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,

Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik, dan kerjakanlah amal saleh.'

(QS. Al-Mu`minūn: 51)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'"

(QS. Al-Baqarah: 172)

Kemudian beliau menyebutkan, "Ada seorang laki-laki yang mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), 'Ya Rabb! ya Rabb!' sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?!”

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

أَشْعَثَ (asy'aṡ): rambut kepalanya kusut, kesana kemari.

أَغْبَرَ (agbar): wajahnya berdebu karena kelelahan dan kecapaian.

Pelajaran dari Hadis:

1) Sifat-sifat Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- seluruhnya adalah sifat-sifat kesempurnaan dan disucikan dari kekurangan dan cacat.

2) Dorongan untuk berinfak dengan harta yang halal karena infak yang seperti itu yang akan diterima di sisi Allah.

3) Penghasilan yang haram merupakan penghalang paling besar dari dikabulkannya doa.

45/1852- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tiga golongan yang Allah tidak mengajak mereka bicara pada hari Kiamat, Dia tidak memuji mereka, dan tidak mau melihat mereka, serta bagi mereka azab yang pedih; orang tua yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong."(HR. Muslim)العَائِلُ (al-'ā`il): orang fakir.

"Tiga golongan yang Allah tidak mengajak mereka bicara pada hari Kiamat, Dia tidak memuji mereka, dan tidak mau melihat mereka, serta bagi mereka azab yang pedih; orang tua yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong."

(HR. Muslim)

العَائِلُ (al-'ā`il): orang fakir.

Pelajaran dari Hadis:

1) Perzinaan yang dilakukan oleh orang yang sepuh merupakan bukti kerusakan batinnya karena umur tua seharusnya menghalangi seseorang dari mengikuti hawa nafsu.

2) Kekuatan penguasa akan mencegahnya dari berdusta, sehingga bila seorang penguasa menggabungkan antara kekuasaan dan kebohongan, maka hal itu menunjukkan lemah dan rusaknya kekuasaan tersebut.

3) Orang yang miskin tidak memiliki alasan untuk berlaku sombong pada manusia, sehingga bilamana dia berlaku sombong maka hal itu menunjukkan keburukannya dan bahwa dia adalah orang yang memiliki tabiat sombong.

46/1853- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Saihan, Jaihan, Eufrat, dan Nil semuanya berasal dari sungai-sungai surga."(HR. Muslim)

"Saihan, Jaihan, Eufrat, dan Nil semuanya berasal dari sungai-sungai surga."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya karunia Allah pada hamba-Nya manakala Allah memperlihatkan kepada mereka sebagian dunia yang mengingatkan mereka pada kenikmatan akhirat serta memacu semangat mereka untuk beramal untuknya.

2) Surga telah diciptakan dan telah ada lengkap dengan kenikmatan yang ada di dalamnya, demikian juga neraka beserta azab pedih yang ada di dalamnya.

47/1854- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memegang tanganku seraya bersabda,"Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu. Allah kemudian menciptakan padanya gunung-gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang dibenci pada hari Selasa, dan menciptakan cahaya pada hari Rabu. Allah kemudian menebarkan padanya hewan-hewan pada hari Kamis, dan menciptakan Adam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- setelah Asar pada hari Jumat pada akhir penciptaan, yaitu pada akhir waktu siang antara Asar hingga malam."(HR. Muslim)

"Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu. Allah kemudian menciptakan padanya gunung-gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang dibenci pada hari Selasa, dan menciptakan cahaya pada hari Rabu. Allah kemudian menebarkan padanya hewan-hewan pada hari Kamis, dan menciptakan Adam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- setelah Asar pada hari Jumat pada akhir penciptaan, yaitu pada akhir waktu siang antara Asar hingga malam."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk tenang dan tidak terburu-buru dalam berbagai urusan, karena Allah -'Azza wa Jalla- Mahakuasa untuk menciptakan semua makhluk ini dengan satu kata, tetapi atas dasar hikmah yang besar Allah menciptakannya dengan bertahap.

2) Pemuliaan Nabi Adam -'alaihiṣ-ṣalātu was-salām- karena Allah menciptakannya pada hari yang paling afdal serta waktu paling utama.

48/1855- Abu Sulaimān Khālid bin Al-Walīd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Pada saat perang Mu`tah, ada sembilan bilah pedang patah di tanganku, maka tidak ada lagi yang tersisa di tanganku kecuali satu pedang besar buatan Yaman."(HR. Bukhari)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keberanian Khālid bin Al-Walīd -raḍiyallāhu 'anhu-, yaitu seperti yang digambarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa ia adalah"Salah satu pedang di antara pedang-pedang Allah yang Allah -'Azza wa Jalla- hunuskan terhadap orang-orang kafir dan munafik."(HR. Ahmad)

"Salah satu pedang di antara pedang-pedang Allah yang Allah -'Azza wa Jalla- hunuskan terhadap orang-orang kafir dan munafik."

(HR. Ahmad)

2) Keteguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- di medan perang karena mereka sedang menanti satu dari dua hal terbaik: kemenangan atau mati syahid di jalan Allah -Ta'ālā-. Maka hendaklah orang-orang seperti mereka yang dijadikan sebagai teladan!

49/1856- 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila seorang hakim hendak memutuskan perkara lalu dia berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Dan bila dia hendak memutuskan perkara lalu berijtihad kemudian salah, maka baginya satu pahala."(Muttafaq 'Alaih)

"Bila seorang hakim hendak memutuskan perkara lalu dia berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Dan bila dia hendak memutuskan perkara lalu berijtihad kemudian salah, maka baginya satu pahala."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Hendaknya seorang hamba bersungguh-sungguh dan berusaha mencari yang benar sebelum mengambil keputusan pada sesuatu.

2) Setiap orang yang melakukan ijtihad akan mendapatkan pahala, tetapi tidak semua orang yang berijtihad pasti benar.

50/1857- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demam itu berasal dari hembusan panas neraka Jahanam, maka dinginkanlah ia dengan air."(Muttafaq 'Alaih)

"Demam itu berasal dari hembusan panas neraka Jahanam, maka dinginkanlah ia dengan air."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Di antara metode pengobatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah mengobati suhu badan yang tinggi dengan air dingin karena semua perkara diobati dengan kebalikannya.

2) Demam itu berasal dari panas neraka Jahanam, dan itu adalah bagian seorang mukmin dari api neraka untuk menggugurkan kesalahan-kesalahannya.

51/1858- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Siapa yang meninggal dunia sementara dia masih memiliki utang puasa, maka walinya berpuasa ‎menggantikannya.‎"(Muttafaq 'Alaih)

"Siapa yang meninggal dunia sementara dia masih memiliki utang puasa, maka walinya berpuasa ‎menggantikannya.‎"

(Muttafaq 'Alaih)

Pendapat yang terpilih ialah bolehnya berpuasa menggantikan puasa yang tidak sempat dilakukan oleh orang yang meninggal berdasarkan hadis ini. Yang dimaksud dengan walinya ialah kerabatnya, baik ahli warisnya atau bukan ahli warisnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seseorang meninggal dan memiliki utang puasa, maka walinya boleh menggantikan puasanya, dan ini khusus pada puasa nazar.

2) Mengada puasa Ramadan atas nama orang yang wafat lantaran meninggalkan puasa karena uzur ialah dengan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan dia tidak dipuasakan dalam mengada puasa fardu.

Peringatan:

Kada puasa hanya dikhususkan bagi orang wafat yang meninggalkan puasa nazar karena itu yang ditunjukkan oleh (penggabungan) semua nas, dan seperti itulah yang difatwakan oleh para sahabat yang merupakan generasi umat yang paling berilmu. Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,"Bila seseorang sakit di bulan Ramadan lalu meninggal dunia sementara dia belum berpuasa, maka dia difidyahkan dan tidak ada kewajiban kada atasnya. Tetapi bila dia bernazar, maka walinya yang mengadakannya."(HR. Abu Daud, dan dia berkomentar di akhir hadis, "Ini dalam puasa nazar")

"Bila seseorang sakit di bulan Ramadan lalu meninggal dunia sementara dia belum berpuasa, maka dia difidyahkan dan tidak ada kewajiban kada atasnya. Tetapi bila dia bernazar, maka walinya yang mengadakannya."

(HR. Abu Daud, dan dia berkomentar di akhir hadis, "Ini dalam puasa nazar")

Imam Ahmad berkata, "Orang yang wafat tidak dipuasakan kecuali dalam utang puasa nazar." (Dinukil dari Imam Ahmad oleh Abu Daud dalam kitab Masā`il Al-Imām Aḥmad)

Faedah Tambahan:

Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam kitabnya, Tahżīb Sunan Abī Dāwūd,

"Kewajiban puasa sama seperti kewajiban salat. Sebagaimana tidak bisa seseorang mengerjakan salat menggantikan orang lain dan juga dia tidak bisa menggantikan salam yang lain, demikian halnya puasa. Adapun nazar, ia adalah komitmen dalam diri yang sama kedudukannya dengan utang sehingga bisa digantikan penunaiannya oleh kerabat sebagaimana halnya mereka bisa membayarkan utangnya. Ini yang ditunjukkan oleh pemahaman (fikih) yang murni."

Beliau juga berkata,

"Rahasia dari perbedaannya: bahwa nazar ialah komitmen yang dibuat oleh seorang hamba terhadap sesuatu yang dia bebankan pada dirinya, bukan karena dibebankan oleh agama sejak awal. Sehingga hukumnya lebih ringan dari apa yang Allah jadikan sebagai hak-Nya atas hamba, baik dia suka atau tidak suka. Komitmen jiwa ini bisa mencakup sesuatu yang ada dalam batas kemampuan maupun yang luar dari kemampuan. Oleh karena itu, komitmen ini bisa ditekadkan oleh seorang mukalaf dalam hal yang dia tidak mampui. Berbeda dengan kewajiban-kewajiban dari agama, semuanya dalam batas kemampuan badan dan tidak diwajibkan atas orang yang lemah (tidak mampu).Sehingga, kewajiban yang berasal dari diri sendiri lebih longgar daripada kewajiban asli yang datang dari agama, karena seorang mukalaf dimungkinkan untuk mewajibkan kewajiban-kewajiban yang luas atas dirinya, dan karena cara menunaikan kewajiban yang berasal dari diri sendiri itu banyak lantaran ia tidak ditentukan oleh syariat.Juga karena komitmen diri sendiri lebih longgar penunaiannya daripada cara menunaikan kewajiban yang berasal dari agama. Sehingga bolehnya perwakilan dalam kewajiban yang berasal dari diri sendiri setelah kematian tidak mengharuskan bolehnya perwakilan dalam kewajiban yang datang dari agama.Hal ini menjelaskan bahwa para sahabat adalah orang yang paling fakih, paling dalam ilmunya, dan paling mengerti dengan rahasia dan tujuan agama serta hikmahnya. Wabillāhi At-Taufīq.52/1859- 'Auf bin Mālik bin Aṭ-Ṭufail meriwayatkan bahwa Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- diberitahu bahwa Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata tentang penjualan atau pemberian yang diberikan oleh Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, "Demi Allah! Hendaknya Aisyah berhenti atau aku akan menghalanginya dari melakukan suatu tindakan pada hartanya." Aisyah bertanya, "Apakah dia (Ibnu Az-Zubair) benar mengatakan seperti itu?" Mereka menjawab, "Ya." Aisyah lantas berkata, "Demi Allah! Aku bernazar kepada Allah untuk tidak berbicara dengan Ibnu Az-Zubair selamanya." Ibnu Az-Zubair kemudian berusaha meminta maaf kepada Aisyah ketika Aisyah lama mendiamkannya. Namun Aisyah tetap berkata, "Tidak, demi Allah! Aku tidak akan memaafkannya dan tidak pula membatalkan nazarku." Ketika hal itu dirasakan sangat lama oleh Ibnu Az-Zubair, maka ia pun meminta bantuan kepada Al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin 'Abdu Yagūṡ. Ibnu Az-Zubair berkata kepada keduanya, "Aku memohon pada kalian berdua atas nama Allah agar kalian berdua memasukkanku ke rumah Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-. Sungguh tidak halal baginya bernazar untuk memutuskan tali silaturrahmi denganku." Lantas Al-Miswar dan Abdurrahman membawanya pergi menemui Aisyah, kemudian keduanya meminta izin kepada Aisyah, dan berkata, "As-salāmu 'alaiki wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Apakah kami boleh masuk?" Aisyah menjawab, "Masuklah kalian!" Mereka bertanya, "Kami semua?" Aisyah menjawab, "Ya, kalian semua." Aisyah tidak tahu kalau Ibnu Az-Zubair juga ada bersama mereka berdua. Ketika mereka masuk, Ibnu Az-Zubair masuk ke balik hijab dan langsung memeluk Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- serta memintanya (atas nama Allah) untuk memaafkannya sembari menangis. Lantas Al-Miswar dan Abdurrahman juga meminta Aisyah agar mau berbicara kepadanya dan menerima permintaan maafnya. Keduanya berkata, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang dari mendiamkan orang lain, sebagaimana yang telah engkau ketahui. Sesungguhnya tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." Ketika nasihat itu mengalir terus kepada Aisyah, Aisyah segera mengingatkan mereka (mengenai nazarnya) dan menangis, dan berkata, "Sesungguhnya aku telah bernazar, dan nazar itu sangatlah berat." Namun keduanya terus saja membujuknya sampai Aisyah mau berbicara dengan Ibnu Az-Zubair dan memerdekakan empat puluh budak untuk nazarnya itu. Aisyah pernah mengingat nazarnya setelah itu, ia pun menangis sehingga air matanya membasahi kerudungnya."(HR. Bukhari)

Sehingga, kewajiban yang berasal dari diri sendiri lebih longgar daripada kewajiban asli yang datang dari agama, karena seorang mukalaf dimungkinkan untuk mewajibkan kewajiban-kewajiban yang luas atas dirinya, dan karena cara menunaikan kewajiban yang berasal dari diri sendiri itu banyak lantaran ia tidak ditentukan oleh syariat.

Juga karena komitmen diri sendiri lebih longgar penunaiannya daripada cara menunaikan kewajiban yang berasal dari agama. Sehingga bolehnya perwakilan dalam kewajiban yang berasal dari diri sendiri setelah kematian tidak mengharuskan bolehnya perwakilan dalam kewajiban yang datang dari agama.

Hal ini menjelaskan bahwa para sahabat adalah orang yang paling fakih, paling dalam ilmunya, dan paling mengerti dengan rahasia dan tujuan agama serta hikmahnya. Wabillāhi At-Taufīq.

52/1859- 'Auf bin Mālik bin Aṭ-Ṭufail meriwayatkan bahwa Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- diberitahu bahwa Abdullah bin Az-Zubair -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata tentang penjualan atau pemberian yang diberikan oleh Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, "Demi Allah! Hendaknya Aisyah berhenti atau aku akan menghalanginya dari melakukan suatu tindakan pada hartanya." Aisyah bertanya, "Apakah dia (Ibnu Az-Zubair) benar mengatakan seperti itu?" Mereka menjawab, "Ya." Aisyah lantas berkata, "Demi Allah! Aku bernazar kepada Allah untuk tidak berbicara dengan Ibnu Az-Zubair selamanya." Ibnu Az-Zubair kemudian berusaha meminta maaf kepada Aisyah ketika Aisyah lama mendiamkannya. Namun Aisyah tetap berkata, "Tidak, demi Allah! Aku tidak akan memaafkannya dan tidak pula membatalkan nazarku." Ketika hal itu dirasakan sangat lama oleh Ibnu Az-Zubair, maka ia pun meminta bantuan kepada Al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin 'Abdu Yagūṡ. Ibnu Az-Zubair berkata kepada keduanya, "Aku memohon pada kalian berdua atas nama Allah agar kalian berdua memasukkanku ke rumah Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-. Sungguh tidak halal baginya bernazar untuk memutuskan tali silaturrahmi denganku." Lantas Al-Miswar dan Abdurrahman membawanya pergi menemui Aisyah, kemudian keduanya meminta izin kepada Aisyah, dan berkata, "As-salāmu 'alaiki wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Apakah kami boleh masuk?" Aisyah menjawab, "Masuklah kalian!" Mereka bertanya, "Kami semua?" Aisyah menjawab, "Ya, kalian semua." Aisyah tidak tahu kalau Ibnu Az-Zubair juga ada bersama mereka berdua. Ketika mereka masuk, Ibnu Az-Zubair masuk ke balik hijab dan langsung memeluk Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- serta memintanya (atas nama Allah) untuk memaafkannya sembari menangis. Lantas Al-Miswar dan Abdurrahman juga meminta Aisyah agar mau berbicara kepadanya dan menerima permintaan maafnya. Keduanya berkata, "Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah melarang dari mendiamkan orang lain, sebagaimana yang telah engkau ketahui. Sesungguhnya tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." Ketika nasihat itu mengalir terus kepada Aisyah, Aisyah segera mengingatkan mereka (mengenai nazarnya) dan menangis, dan berkata, "Sesungguhnya aku telah bernazar, dan nazar itu sangatlah berat." Namun keduanya terus saja membujuknya sampai Aisyah mau berbicara dengan Ibnu Az-Zubair dan memerdekakan empat puluh budak untuk nazarnya itu. Aisyah pernah mengingat nazarnya setelah itu, ia pun menangis sehingga air matanya membasahi kerudungnya."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

لأحْجُرَنَّ عَلَيْهَا: aku akan menghalanginya dari melakukan suatu tindakan pada hartanya.

لاَ أَتَحَنَّثُ إلَىٰ نَذْرِي: aku tidak akan mengumpulkan dosa dengan sebab melanggar sumpahku.

طَفِقَ يُنَاشِدُهَا: dia memintanya dengan sangat.

خِمَارَهَا (khimārahā): penutup kepala dan dadanya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari, terlebih jika dia kerabat.

2) Menjelaskan keutamaan mendamaikan antara manusia yang berselisih, yaitu termasuk amal saleh dan ibadah paling utama bila disertai keikhlasan niat.

3) Lembutnya hati para sahabat dan cepatnya mereka menangis karena takut kepada Allah -'Azza wa Jalla-, dan ini menjadi bukti kebenaran iman mereka -raḍiyallāhu 'anhum-.

4) Tidak boleh bernazar dalam perkara maksiat; siapa yang melakukan nazar maksiat maka dia tidak boleh menunaikannya.

53/1860- 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pergi ke pekuburan syuhada Uhud lalu menyalati mereka setelah delapan tahun (mereka dikubur), laksana orang yang hendak mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang masih hidup dan yang sudah mati. Selanjutnya beliau naik ke mimbar dan bersabda,"Sesungguhnya aku akan mendahului kalian (ke telagaku), dan aku menjadi saksi pada kalian. Sesungguhnya tempat kalian bertemu denganku adalah di telaga, dan aku sungguh melihatnya dari tempat berdiriku ini. Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak khawatir kalian akan berbuat syirik, tapi aku mengkhawatirkan atas kalian dunia dari tindakan berlomba-lomba padanya."Uqbah berkata, "Itu adalah terakhir kalinya aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." (Muttafaq 'Alaih)Dalam riwayat lain disebutkan,"Tetapi aku mengkhawatirkan kalian akan tergoda dunia dengan berlomba-lomba memperebutkannya lalu kalian saling berperang, sehingga kalian binasa sebagaimana binasanya orang-orang sebelum kalian."Uqbah berkata, "Itu adalah terakhir kalinya aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di atas mimbar."Dalam riwayat lainnya disebutkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku akan mendahului kalian ke telaga dan aku akan menjadi saksi pada kalian. Demi Allah! Sungguh aku benar-benar melihat telagaku sekarang. Sesungguhnya aku telah diberi kunci-kunci harta perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi Allah! Sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik setelahku. Tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia."

"Sesungguhnya aku akan mendahului kalian (ke telagaku), dan aku menjadi saksi pada kalian. Sesungguhnya tempat kalian bertemu denganku adalah di telaga, dan aku sungguh melihatnya dari tempat berdiriku ini. Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak khawatir kalian akan berbuat syirik, tapi aku mengkhawatirkan atas kalian dunia dari tindakan berlomba-lomba padanya."

Uqbah berkata, "Itu adalah terakhir kalinya aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." (Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan,

"Tetapi aku mengkhawatirkan kalian akan tergoda dunia dengan berlomba-lomba memperebutkannya lalu kalian saling berperang, sehingga kalian binasa sebagaimana binasanya orang-orang sebelum kalian."

Uqbah berkata, "Itu adalah terakhir kalinya aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di atas mimbar."

Dalam riwayat lainnya disebutkan: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Aku akan mendahului kalian ke telaga dan aku akan menjadi saksi pada kalian. Demi Allah! Sungguh aku benar-benar melihat telagaku sekarang. Sesungguhnya aku telah diberi kunci-kunci harta perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi Allah! Sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik setelahku. Tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia."

Salat untuk syuhada Uhud maksudnya: mendoakan mereka, bukan salat jenazah yang kita kenal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan terbesarnya serta akhir dari ilmunya, tetapi dia harus beramal untuk akhiratnya.

2) Menjelaskan sebagian bukti kebenaran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, yaitu beliau melihat telaga yang dijanjikan kepada beliau dari tempat berdirinya di dunia; itu adalah benar dan nyata, kita wajib mengimani dan membenarkannya.

3) Berita gembira berupa kekalnya Islam dan tetap tegaknya umat Islam.

Peringatan:

Apa yang diterangkan oleh penulis -raḥimahullāh- bahwa maksud salat untuk mereka ialah mendoakan mereka adalah tafsir yang kurang tepat. Yang benar ialah apa yang disebutkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim, "Bahwa beliau melakukan salat untuk syuhada Uhud sebagaimana beliau melaksanakan salat jenazah." Dan hadis-hadis Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- saling menafsirkan satu sama lain.

54/1861- Abu Zaid 'Amr bin Akhṭab Al-Anṣāriy -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah mengimami kami salat Subuh kemudian naik ke atas mimbar dan berkhotbah kepada kami sampai tiba waktu zuhur. Lantas beliau turun lalu salat. Selanjutnya beliau naik lagi ke atas mimbar lalu berkhotbah kepada kami sampai tiba waktu asar. Beliau lalu turun, kemudian salat. Setelah itu, beliau naik lagi ke atas mimbar lalu berkhotbah kepada kami sampai terbenam matahari. Beliau mengabarkan kepada kami tentang apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Orang yang paling tahu di antara kami adalah yang paling hafal."(HR. Muslim)

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan kekuatan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta semangat beliau untuk menyampaikan agama serta mengajarkan ilmu kepada umatnya sampai beliau berdiri sehari penuh untuk mengingatkan dan mengajarkan mereka.

2) Orang yang paling berilmu adalah yang paling banyak menghafal ilmu dan yang paling hafal Kitābullāh dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ini mengandung pelajaran berupa anjuran untuk menghafal ilmu agama.

55/1862- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang bernazar untuk menaati Allah, hendaklah ia menaati-Nya. Dan siapa yang bernazar untuk bermaksiat kepada-Nya, janganlah ia memaksiati-Nya."(HR. Bukhari)

"Siapa yang bernazar untuk menaati Allah, hendaklah ia menaati-Nya. Dan siapa yang bernazar untuk bermaksiat kepada-Nya, janganlah ia memaksiati-Nya."

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang bernazar dengan sebuah nazar yang mengandung ketaatan, hendaklah dia memenuhi nazarnya dan tidak membatalkannya. Adapun nazar maksiat, maka ia tidak terwujud dan kafaratnya adalah kafarat sumpah.

2) Nazar untuk melakukan ketaatan wajib dipenuhi, tetapi dimakruhkan bagi hamba untuk mewajibkan nazar atas dirinya, karena Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersabda, "Sesungguhnya nazar itu tidak mendatangkan kebaikan, melainkan hanya dikeluarkan dari orang yang bakhil." (HR. Muslim)

56/1863- Ummu Syarīk -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkannya supaya membunuh tokek; beliau bersabda,"Dulu ia (tokek) meniup api pada Ibrahim (agar semakin besar)."(Muttafaq 'Alaih)57/1864- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang membunuh tokek dengan satu pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan. Siapa yang membunuhnya dengan dua kali pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan lebih sedikit dari yang pertama. Jika dia membunuhnya dengan tiga pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan."Dalam riwayat lain disebutkan, "Siapa yang membunuh tokek dengan satu pukulan, dituliskan baginya seratus kebaikan. Sedangkan membunuhnya dengan dua pukulan, maka baginya lebih sedikit dari yang pertama. Jika dia membunuhnya dengan tiga pukulan, maka baginya lebih sedikit dari yang kedua."(HR. Muslim)

"Dulu ia (tokek) meniup api pada Ibrahim (agar semakin besar)."

(Muttafaq 'Alaih)

57/1864- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang membunuh tokek dengan satu pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan. Siapa yang membunuhnya dengan dua kali pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan lebih sedikit dari yang pertama. Jika dia membunuhnya dengan tiga pukulan, maka baginya sekian dan sekian kebaikan."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Siapa yang membunuh tokek dengan satu pukulan, dituliskan baginya seratus kebaikan. Sedangkan membunuhnya dengan dua pukulan, maka baginya lebih sedikit dari yang pertama. Jika dia membunuhnya dengan tiga pukulan, maka baginya lebih sedikit dari yang kedua."

(HR. Muslim)

Para pakar bahasa mengatakan, "الْوَزَغُ" adalah cicak yang besar (tokek).

Pelajaran dari Hadis:

1) Anjuran untuk membunuh tokek dan tidak membiarkannya ketika mampu berdasarkan pahala yang disebutkan dalam hadis serta anjuran untuk membunuhnya.

2) Menjelaskan ilat (alasan) dari membunuh tokek, yaitu ia dulu meniup api pada Nabi Ibrahim -'alaihis-salām- supaya kobaran nyalanya besar, hal yang menunjukkan permusuhannya kepada ahli tauhid.

58/1865- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pernah ada seseorang mengatakan, 'Sungguh, aku akan menyedekahkan satu sedekah.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya, dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang pencuri. Keesokan harinya orang-orang membicarakannya, 'Ada seorang pencuri diberi sedekah!' Orang itu berkata, "Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Sungguh aku akan menyedekahkan satu sedekah lagi.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya, dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang pelacur. Keesokan harinya orang-orang membicarakannya, 'Semalam seorang wanita pezina diberi sedekah!' Ia berkata, 'Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Ternyata pada seorang pelacur! Sungguh aku akan menyedekahkan satu sedekah lagi.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya,dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang yang kaya. Pagi harinya orang-orang membicarakannya, 'Seorang yang kaya diberi sedekah!' Ia berkata, 'Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Ternyata pada seorang pencuri, seorang pelacur, dan seorang yang kaya!' Kemudian orang itu didatangi dalam mimpi dan dikatakan padanya, 'Tentang sedekahmu yang jatuh pada seorang pencuri, semoga membuatnya berhenti mencuri. Adapun yang jatuh pada seorang pelacur, semoga membuatnya berhenti berzina. Adapun yang jatuh pada seorang yang kaya, semoga ia mengambil pelajaran lalu menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan padanya.'"(HR. Bukhari dengan redaksi ini dan Muslim dengan yang semakna)

"Pernah ada seseorang mengatakan, 'Sungguh, aku akan menyedekahkan satu sedekah.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya, dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang pencuri. Keesokan harinya orang-orang membicarakannya, 'Ada seorang pencuri diberi sedekah!' Orang itu berkata, "Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Sungguh aku akan menyedekahkan satu sedekah lagi.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya, dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang pelacur. Keesokan harinya orang-orang membicarakannya, 'Semalam seorang wanita pezina diberi sedekah!' Ia berkata, 'Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Ternyata pada seorang pelacur! Sungguh aku akan menyedekahkan satu sedekah lagi.' Lantas ia keluar membawa sedekahnya,dan ternyata ia meletakkannya di tangan seorang yang kaya. Pagi harinya orang-orang membicarakannya, 'Seorang yang kaya diberi sedekah!' Ia berkata, 'Ya Allah! Hanya bagi-Mu segala pujian. Ternyata pada seorang pencuri, seorang pelacur, dan seorang yang kaya!' Kemudian orang itu didatangi dalam mimpi dan dikatakan padanya, 'Tentang sedekahmu yang jatuh pada seorang pencuri, semoga membuatnya berhenti mencuri. Adapun yang jatuh pada seorang pelacur, semoga membuatnya berhenti berzina. Adapun yang jatuh pada seorang yang kaya, semoga ia mengambil pelajaran lalu menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan padanya.'"

(HR. Bukhari dengan redaksi ini dan Muslim dengan yang semakna)

Pelajaran dari Hadis:

1) Bila seorang hamba telah meniatkan kebaikan dan mengusahakannya lalu ia tidak bisa melakukan maksudnya, maka pahalanya tetap ditulis dan ia tidak dirugikan.

2) Keberkahan sikap menerima dan meridai ketetapan dan takdir Allah -Ta'ālā-. Dahulu, petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bila melihat sesuatu yang disukainya adalah membaca,"Al-ḥamdu lillāhill-lażī bi ni'matihi tatimmuṣ-ṣāliḥāt (Segala puji bagi Allah, berkat nikmat-Nya amal-amal saleh menjadi terwujud)." Dan bila melihat sesuatu yang dibenci, beliau membaca, "Al-ḥamdu lillāh 'alā kulli ḥāl (Segala puji bagi Allah atas segala keadaan)."(HR. Ibnu Majah)

"Al-ḥamdu lillāhill-lażī bi ni'matihi tatimmuṣ-ṣāliḥāt (Segala puji bagi Allah, berkat nikmat-Nya amal-amal saleh menjadi terwujud)." Dan bila melihat sesuatu yang dibenci, beliau membaca, "Al-ḥamdu lillāh 'alā kulli ḥāl (Segala puji bagi Allah atas segala keadaan)."

(HR. Ibnu Majah)

3) Kewajiban mengingatkan pelaku maksiat dan mengajak mereka pada kebenaran dengan segala sarana yang bermanfaat.

59/1866- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami pernah bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam sebuah undangan. Beliau diberi kaki kambing, dan beliau memang menyukainya, lalu beliau menggigitnya dengan ujung giginya dan bersabda,"Aku pemimpin manusia pada hari Kiamat. Tahukah kalian kenapa? Allah akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang; semua mereka akan terlihat oleh orang yang melihat serta suara seorang penyeru akan terdengar oleh semua mereka. Matahari akan merendah pada mereka. Maka manusia akan mengalami kegelisahan dan kesusahan sampai batas yang tidak mampu mereka pikul. Lalu manusia berkata, 'Tidakkah kalian melihat keadaan kalian? Tidakkah kalian melihat apa yang menimpa kalian? Tidakkah kalian melihat siapa yang dapat memintakan syafaat untuk kalian dari Rabb kalian?' Mereka berkata satu sama lain, 'Hendaklah kalian menemui bapak kalian, Adam.' Lantas mereka menemui Adam lalu berkata, 'Wahai Adam! Engkau adalah bapak seluruh manusia. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya padamu. Allah memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu lalu mereka pun bersujud, dan Allah menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau memintakan kami syafaat kepada Rabb-mu? Tidakkah engkau melihat kondisi kami? Tidakkah engkau melihat yang menimpa kami?' Adam berkata, 'Sungguh Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu Dia melarangku mendekati pohon itu, tapi aku durhaka. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah pada selainku. Pergilah kepada Nuh.' Lantas mereka datang menemui Nuh lalu berkata, 'Wahai Nuh! Engkau adalah rasul pertama kepada penduduk bumi dan Allah menyebutmu sebagai hamba yang sangat bersyukur. Tidakkah engkau melihat kondisi kami? Tidakkah engkau melihat apa yang menimpa kami? Tidakkah engkau memintakan kami syafaat kepada Rabb-mu?' Nuh berkata kepada mereka, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku memiliki sebuah doa, aku menggunakannya untuk mendoakan keburukan terhadap kaumku. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah ke Ibrahim.' Lantas mereka datang menemui Ibrahim lalu berkata, 'Wahai Ibrahim! Engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Ibrahim berkata kepada mereka, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku pernah bedusta tiga kali. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku, pergilah ke Musa.' Lantas mereka pergi menemui Musa lalu berkata, 'Wahai Musa! Engkau adalah rasul Allah. Allah telah melebihkanmu dengan risalah dan kalam-Nya atas seluruh manusia. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Musa berkata, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku telah membunuh jiwa yang tidak diperintahkan kepadaku untuk membunuhnya. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah kepada Isa.' Lantas mereka datang menemui Isa lalu berkata, 'Wahai Isa! Engkau adalah rasul Allah, kalimat-Nya yang disampaikan ke Maryam, dan ruh dari ciptaan-Nya. Engkau berbicara pada manusia saat masih berada dalam buaian. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Isa berkata, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan marah yang seperti ini sesudahnya. -Dia tidak menyebut sebuah dosa- Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.'"Dalam riwayat lain ditambahkan, "Lantas mereka datang menemuiku lalu berkata, 'Wahai Muhammad! Engkau adalah rasul Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang kemudian. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Lalu aku bergegas pergi menuju ke bawah Arasy lalu aku jatuh bersujud kepada Rabb-ku. Allah kemudian membukakan (mengilhamkan untukku) pujian-pujian dan sanjungan yang baik untuk-Nya, sesuatu yang belum pernah dibukakan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian dikatakan, 'Hai Muhammad! Angkatlah kepalamu. Mintalah, permintaanmu pasti akan diberikan kepadamu. Berikanlah syafaat, niscaya syafaatmu akan diizinkan.' Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata, 'Umatku, wahai Rabb-ku! Umatku, wahai Rabb-ku! Umatku, wahai Rabb-ku!' Maka dikatakan, 'Hai Muhammad! Masukkan di antara umatmu siapa saja yang tidak dihisab melalui pintu kanan di antara pintu-pintu surga. Mereka juga memiliki hak yang sama dengan semua manusia lainnya di pintu-pintu surga lainnya.'" Setelah itu beliau bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Jarak antara dua sisi tiap pintu surga seperti jarak antara Mekah dan Hajar, atau seperti jarak antara Mekah dan Buṣrā."(Muttafaq 'Alaih)

"Aku pemimpin manusia pada hari Kiamat. Tahukah kalian kenapa? Allah akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang; semua mereka akan terlihat oleh orang yang melihat serta suara seorang penyeru akan terdengar oleh semua mereka. Matahari akan merendah pada mereka. Maka manusia akan mengalami kegelisahan dan kesusahan sampai batas yang tidak mampu mereka pikul. Lalu manusia berkata, 'Tidakkah kalian melihat keadaan kalian? Tidakkah kalian melihat apa yang menimpa kalian? Tidakkah kalian melihat siapa yang dapat memintakan syafaat untuk kalian dari Rabb kalian?' Mereka berkata satu sama lain, 'Hendaklah kalian menemui bapak kalian, Adam.' Lantas mereka menemui Adam lalu berkata, 'Wahai Adam! Engkau adalah bapak seluruh manusia. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya padamu. Allah memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu lalu mereka pun bersujud, dan Allah menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau memintakan kami syafaat kepada Rabb-mu? Tidakkah engkau melihat kondisi kami? Tidakkah engkau melihat yang menimpa kami?' Adam berkata, 'Sungguh Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu Dia melarangku mendekati pohon itu, tapi aku durhaka. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah pada selainku. Pergilah kepada Nuh.' Lantas mereka datang menemui Nuh lalu berkata, 'Wahai Nuh! Engkau adalah rasul pertama kepada penduduk bumi dan Allah menyebutmu sebagai hamba yang sangat bersyukur. Tidakkah engkau melihat kondisi kami? Tidakkah engkau melihat apa yang menimpa kami? Tidakkah engkau memintakan kami syafaat kepada Rabb-mu?' Nuh berkata kepada mereka, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku memiliki sebuah doa, aku menggunakannya untuk mendoakan keburukan terhadap kaumku. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah ke Ibrahim.' Lantas mereka datang menemui Ibrahim lalu berkata, 'Wahai Ibrahim! Engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Ibrahim berkata kepada mereka, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku pernah bedusta tiga kali. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku, pergilah ke Musa.' Lantas mereka pergi menemui Musa lalu berkata, 'Wahai Musa! Engkau adalah rasul Allah. Allah telah melebihkanmu dengan risalah dan kalam-Nya atas seluruh manusia. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Musa berkata, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan pernah marah yang seperti ini sesudahnya. Dulu aku telah membunuh jiwa yang tidak diperintahkan kepadaku untuk membunuhnya. Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah kepada Isa.' Lantas mereka datang menemui Isa lalu berkata, 'Wahai Isa! Engkau adalah rasul Allah, kalimat-Nya yang disampaikan ke Maryam, dan ruh dari ciptaan-Nya. Engkau berbicara pada manusia saat masih berada dalam buaian. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Isa berkata, 'Rabb-ku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak akan marah yang seperti ini sesudahnya. -Dia tidak menyebut sebuah dosa- Oh, diriku, diriku, diriku! Pergilah kepada selainku. Pergilah kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.'"

Dalam riwayat lain ditambahkan, "Lantas mereka datang menemuiku lalu berkata, 'Wahai Muhammad! Engkau adalah rasul Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang kemudian. Mintakanlah kami syafaat kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?' Lalu aku bergegas pergi menuju ke bawah Arasy lalu aku jatuh bersujud kepada Rabb-ku. Allah kemudian membukakan (mengilhamkan untukku) pujian-pujian dan sanjungan yang baik untuk-Nya, sesuatu yang belum pernah dibukakan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian dikatakan, 'Hai Muhammad! Angkatlah kepalamu. Mintalah, permintaanmu pasti akan diberikan kepadamu. Berikanlah syafaat, niscaya syafaatmu akan diizinkan.' Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata, 'Umatku, wahai Rabb-ku! Umatku, wahai Rabb-ku! Umatku, wahai Rabb-ku!' Maka dikatakan, 'Hai Muhammad! Masukkan di antara umatmu siapa saja yang tidak dihisab melalui pintu kanan di antara pintu-pintu surga. Mereka juga memiliki hak yang sama dengan semua manusia lainnya di pintu-pintu surga lainnya.'" Setelah itu beliau bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Jarak antara dua sisi tiap pintu surga seperti jarak antara Mekah dan Hajar, atau seperti jarak antara Mekah dan Buṣrā."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

نَهِسَ مِنْهَا نَهْسَةً: ia menggigitnya dengan ujung gigi.

المِصْرَاعَان (al-miṣrā'ān): dua sisi pintu.

Pelajaran dari Hadis:

1) Para rasul -'alaihimuṣ-ṣalātu was-salām- adalah manusia paling afdal, dan yang paling afdal di antara para rasul adalah rasul-rasul ulul azmi; mereka itulah yang ditemui oleh manusia untuk meminta syafaat. Kemudian yang paling afdal di antara mereka adalah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

2) Menerangkan beratnya padang mahsyar bagi seluruh hamba pada hari Kiamat.

3) Umat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah yang terbaik di antara semua umat; merekalah yang paling pertama masuk surga dan yang paling banyak menjadi penghuninya, dan bagi nabi mereka -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pintu-pintu surga dibuka.

60/1867- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ibrahim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang membawa Ibunda Nabi Ismail bersama putranya, Ismail, ketika dia masih menyusuinya, hingga Ibrahim menempatkannnya di Baitullah, di bawah sebuah pohon besar, di atas Sumur Zamzam, di bagian atas Masjidilharam. Pada saat itu, di Mekah tidak ada manusia seorang pun dan tidak ada air. Ibrahim meninggalkan keduanya di sana dan meletakkan sebuah wadah yang berisi kurma dan kantong dari kulit yang berisi air. Kemudian Nabi Ibrahim melangkah pergi, lalu Ibunda Nabi Ismail menyusulnya seraya bertanya, 'Wahai Ibrahim! Ke mana engkau akan pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah ini yang tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada sesuatu pun?' Ibunda Nabi Ismail terus-menerus menanyakan hal itu, dan Nabi Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Maka Ibunda Nabi Ismail bertanya kembali, 'Apakah Allah menyuruhmu melakukan ini?' Nabi Ibrahim menjawab, 'Ya.' Ibunda Nabi Ismail pun berucap, 'Kalau memang demikian, Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.' Selanjutnya Ibunda Nabi Ismail pun kembali. Nabi Ibrahim pun terus berjalan, hingga ketika sampai di sebuah bukit yang mereka tidak melihatnya, dia menghadapkan wajahnya ke Baitullah, lalu berdoa dengan beberapa doa, seraya mengangkat kedua tangannya, dia mengatakan,Ya Tuhan kami! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman... sampai firman-Nya: mudah-mudahan mereka bersyukur.'Lalu Ibunda Nabi Ismail menyusui Ismail dan minum dari air tersebut. Ketika air di dalam kantong itu sudah habis, dia pun merasa kehausan, demikian pula putranya, dan dia melihat putranya berguling-guling kehausan di atas tanah. Kemudian dia pergi karena tidak tega melihatnya. Dia menemukan Safa adalah gunung yang paling dekat dengannya, maka dia pun naik ke atasnya kemudian menghadap ke lembah sambil melihat-lihat; barangkali dia akan melihat seseorang? Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Setelah itu dia turun dari Safa, hingga ketika sampai di perut lembah, dia mengangkat ujung bajunya dan berjalan dengan cepat seperti orang yang kelelahan sampai dia melewati lembah tersebut. Lalu dia naik menuju Marwa dan berdiri di atasnya sembari melihat-lihat, barangkali dia akan melihat seseorang? Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Hingga dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali." Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Itulah asal muasal sai yang dilakukan oleh orang-orang di antara keduanya (Safa dan Marwa).' Ketika Ibunda Nabi Ismail berada di atas Marwa, dia mendengar sebuah suara. Dia pun berkata, 'Diam.' Dia memaksudkannya untuk dirinya sendiri. Kemudian dia berusaha untuk mendengarnya sampai dia mendengarnya sekali lagi. Dia berkata, 'Aku telah mendengar suaramu. Bila engkau dapat menolong, (maka tolonglah aku)!' Tiba-tiba dia mendapatkan ada malaikat di lokasi air Zamzam yang sedang menggali tanah dengan tumitnya -dalam riwayat lain dengan sayapnya-, sampai muncullah air. Selanjutnya Ibunda Nabi Ismail membendung air dengan tangannya seperti ini. Dia lantas menciduk dan memasukkan air itu ke kantongnya. Air itu terus keluar dengan deras setelah dia menciduknya -dalam sebuah riwayat, sebanyak yang dia ciduk-." Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Ibunda Ismail. Jika saja dia membiarkan Zamzam -atau beliau bersabda, 'Seandainya dia tidak menciduk airnya-, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir '." Lebih lanjut Ibnu ‘Abbās mengatakan, "Kemudian Ibunda Nabi Ismail minum dan menyusui anaknya. Lalu malaikat itu berkata kepadanya, 'Janganlah engkau khawatir akan ditelantarkan, karena di tempat ini terdapat Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan orang-orang dekat-Nya.' Lokasi Baitullah lebih tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang banjir datang lalu lewat di kanan dan kirinya. Kondisi Ibunda Nabi Ismail tetap demikian, sampai sekolompok orang dari Bani Jurhum -atau sebuah keluarga dari kalangan Bani Jurhum- lewat, mereka datang dari jalur Kadā`, lalu singgah di daerah bawah Mekah. Tiba-tiba mereka melihat seekor burung berputar-putar di angkasa. Mereka berkata, 'Burung itu pasti sedang mengitari air, padahal kita mengenal lembah ini tidak ada air.' Mereka pun mengutus satu atau dua orang utusan. Ternyata utusan itu menemukan air. Lalu mereka kembali dan memberitahukan perihal air tersebut kepada mereka. Mereka pun datang, sedangkan Ibunda Nabi Ismail ketika itu berada di dekat sumber air. Mereka pun bertanya kepadanya, 'Apakah engkau mengizinkan kami untuk ikut tinggal bersamamu?' Ibunda Nabi Ismail menjawab, 'Ya, tetapi kalian tidak berhak atas air ini.' Mereka pun menyahut, 'Baiklah'." Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- melanjutkan, “Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Maka Ibunda Ismail menerima hal itu, karena dia memang membutuhkan teman.' Selanjutnya mereka pun tinggal di sana lalu mengirim utusan kepada keluarga mereka supaya mereka datang dan ikut tinggal di sana bersama mereka. Hingga akhirnya mereka menjadi sekian keluarga. Sang anak pun beranjak dewasa lalu belajar Bahasa Arab pada mereka serta menjadi orang yang paling dihargai dan dikagumi di tengah-tengah mereka. Manakala Ismail telah dewasa, mereka menikahkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Kemudian Ibunda Ismail meninggal dunia. Ibrahim kemudian datang setelah Ismail menikah untuk melihat apa yang dulu ditinggalkannya. Tetapi Ibrahim tidak menemukan Ismail. Maka Ibrahim menanyakannya kepada istrinya, dia menjawab, 'Dia sedang pergi mencarikan kami nafkah -di sebagian riwayat: dia sedang keluar berburu untuk kami-.' Kemudian Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan dan keadaan mereka, dia menjawab, 'Kami dalam kondisi buruk. Kami hidup dalam kesempitan dan kesulitan.' Dia menyampaikan keluhannya kepadanya. Ibrahim berkata, 'Bila suamimu telah pulang, sampaikan salamku kepadanya. Sampaikan kepadanya agar dia mengubah palang pintu rumahnya.' Ketika Ismail datang, dia seperti merasakan sesuatu, dia berkata, 'Apakah ada seseorang yang datang menemuimu?' Dia menjawab, 'Ya. Telah datang seorang laki-laki yang sudah tua, begini dan begini. Dia menanyakanmu kepada kami lalu aku pun mengabarinya. Dia menanyakan bagaimana kehidupan kita. Aku mengabarinya bahwa kita hidup dalam kesusahan dan kesulitan.' Ismail bertanya, 'Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu?' Dia menjawab, 'Ya. Dia memintaku untuk menyampaikan salamnya kepadamu. Dia berpesan agar engkau mengubah palang pintu rumahmu.' Ismail berkata, 'Itu adalah ayahku. Dia memerintahku untuk menceraikanmu. Karenanya, pulanglah ke keluargamu.' Ismail menceraikannya lalu menikah dengan wanita lain dari kalangan mereka. Beberapa lama Ibrahim tidak datang menjenguk mereka selama rentang waktu tertentu sebagaimana yang Allah kehendaki. Setelahnya Ibrahim datang menjenguk mereka, tetapi dia tidak menemukan Ismail. Maka dia datang menemui istrinya lalu menanyakannya. Dia menjawab, 'Dia sedang keluar mencarikan kami nafkah.' Ibrahim bertanya, 'Bagaimana keadaan kalian?' Dia juga menanyakan kehidupan dan keadaan mereka. Dia menjawab, 'Kami dalam keadaan baik dan berkecukupan.' Dia memuji Allah -Ta'ālā. Ibrahim bertanya, 'Apa makanan kalian?' Dia menjawab, 'Daging.' Ibrahim bertanya lagi, 'Lalu apa minuman kalian?' Dia menjawab, 'Air.' Kemudian Ibrahim berdoa, 'Ya Allah! Berkahilah mereka pada daging dan air.' Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Waktu itu mereka tidak memiliki biji-bijian. Seandainya mereka memilikinya, pastilah dia mendoakan keberkahan bagi mereka pada biji-bijian.'" Ibnu 'Abbās berkata, "Tidaklah seseorang di luar Mekah yang makanannya hanyalah daging dan air, kecuali keduanya tidak akan cocok dengannya."Dalam riwayat lain disebutkan, "Ibrahim datang lalu bertanya, 'Ke mana Ismail?' Istrinya menjawab, 'Dia pergi untuk berburu.' Istrinya berkata, 'Tidakkah engkau singgah untuk makan dan minum?' Ibrahim bertanya, 'Apa makanan kalian? Dan apa minuman kalian?' Dia menjawab, 'Makanan kami daging. Sedangkan minuman kami air.' Ibrahim berdoa, 'Ya Allah! Berikanlah mereka keberkahan pada makanan dan minuman mereka.' Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Itulah keberkahan doa Ibrahim -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.'

Ya Tuhan kami! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman... sampai firman-Nya: mudah-mudahan mereka bersyukur.'

Lalu Ibunda Nabi Ismail menyusui Ismail dan minum dari air tersebut. Ketika air di dalam kantong itu sudah habis, dia pun merasa kehausan, demikian pula putranya, dan dia melihat putranya berguling-guling kehausan di atas tanah. Kemudian dia pergi karena tidak tega melihatnya. Dia menemukan Safa adalah gunung yang paling dekat dengannya, maka dia pun naik ke atasnya kemudian menghadap ke lembah sambil melihat-lihat; barangkali dia akan melihat seseorang? Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Setelah itu dia turun dari Safa, hingga ketika sampai di perut lembah, dia mengangkat ujung bajunya dan berjalan dengan cepat seperti orang yang kelelahan sampai dia melewati lembah tersebut. Lalu dia naik menuju Marwa dan berdiri di atasnya sembari melihat-lihat, barangkali dia akan melihat seseorang? Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Hingga dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali." Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Itulah asal muasal sai yang dilakukan oleh orang-orang di antara keduanya (Safa dan Marwa).' Ketika Ibunda Nabi Ismail berada di atas Marwa, dia mendengar sebuah suara. Dia pun berkata, 'Diam.' Dia memaksudkannya untuk dirinya sendiri. Kemudian dia berusaha untuk mendengarnya sampai dia mendengarnya sekali lagi. Dia berkata, 'Aku telah mendengar suaramu. Bila engkau dapat menolong, (maka tolonglah aku)!' Tiba-tiba dia mendapatkan ada malaikat di lokasi air Zamzam yang sedang menggali tanah dengan tumitnya -dalam riwayat lain dengan sayapnya-, sampai muncullah air. Selanjutnya Ibunda Nabi Ismail membendung air dengan tangannya seperti ini. Dia lantas menciduk dan memasukkan air itu ke kantongnya. Air itu terus keluar dengan deras setelah dia menciduknya -dalam sebuah riwayat, sebanyak yang dia ciduk-." Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Ibunda Ismail. Jika saja dia membiarkan Zamzam -atau beliau bersabda, 'Seandainya dia tidak menciduk airnya-, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir '." Lebih lanjut Ibnu ‘Abbās mengatakan, "Kemudian Ibunda Nabi Ismail minum dan menyusui anaknya. Lalu malaikat itu berkata kepadanya, 'Janganlah engkau khawatir akan ditelantarkan, karena di tempat ini terdapat Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan orang-orang dekat-Nya.' Lokasi Baitullah lebih tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang banjir datang lalu lewat di kanan dan kirinya. Kondisi Ibunda Nabi Ismail tetap demikian, sampai sekolompok orang dari Bani Jurhum -atau sebuah keluarga dari kalangan Bani Jurhum- lewat, mereka datang dari jalur Kadā`, lalu singgah di daerah bawah Mekah. Tiba-tiba mereka melihat seekor burung berputar-putar di angkasa. Mereka berkata, 'Burung itu pasti sedang mengitari air, padahal kita mengenal lembah ini tidak ada air.' Mereka pun mengutus satu atau dua orang utusan. Ternyata utusan itu menemukan air. Lalu mereka kembali dan memberitahukan perihal air tersebut kepada mereka. Mereka pun datang, sedangkan Ibunda Nabi Ismail ketika itu berada di dekat sumber air. Mereka pun bertanya kepadanya, 'Apakah engkau mengizinkan kami untuk ikut tinggal bersamamu?' Ibunda Nabi Ismail menjawab, 'Ya, tetapi kalian tidak berhak atas air ini.' Mereka pun menyahut, 'Baiklah'." Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- melanjutkan, “Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Maka Ibunda Ismail menerima hal itu, karena dia memang membutuhkan teman.' Selanjutnya mereka pun tinggal di sana lalu mengirim utusan kepada keluarga mereka supaya mereka datang dan ikut tinggal di sana bersama mereka. Hingga akhirnya mereka menjadi sekian keluarga. Sang anak pun beranjak dewasa lalu belajar Bahasa Arab pada mereka serta menjadi orang yang paling dihargai dan dikagumi di tengah-tengah mereka. Manakala Ismail telah dewasa, mereka menikahkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Kemudian Ibunda Ismail meninggal dunia. Ibrahim kemudian datang setelah Ismail menikah untuk melihat apa yang dulu ditinggalkannya. Tetapi Ibrahim tidak menemukan Ismail. Maka Ibrahim menanyakannya kepada istrinya, dia menjawab, 'Dia sedang pergi mencarikan kami nafkah -di sebagian riwayat: dia sedang keluar berburu untuk kami-.' Kemudian Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan dan keadaan mereka, dia menjawab, 'Kami dalam kondisi buruk. Kami hidup dalam kesempitan dan kesulitan.' Dia menyampaikan keluhannya kepadanya. Ibrahim berkata, 'Bila suamimu telah pulang, sampaikan salamku kepadanya. Sampaikan kepadanya agar dia mengubah palang pintu rumahnya.' Ketika Ismail datang, dia seperti merasakan sesuatu, dia berkata, 'Apakah ada seseorang yang datang menemuimu?' Dia menjawab, 'Ya. Telah datang seorang laki-laki yang sudah tua, begini dan begini. Dia menanyakanmu kepada kami lalu aku pun mengabarinya. Dia menanyakan bagaimana kehidupan kita. Aku mengabarinya bahwa kita hidup dalam kesusahan dan kesulitan.' Ismail bertanya, 'Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu?' Dia menjawab, 'Ya. Dia memintaku untuk menyampaikan salamnya kepadamu. Dia berpesan agar engkau mengubah palang pintu rumahmu.' Ismail berkata, 'Itu adalah ayahku. Dia memerintahku untuk menceraikanmu. Karenanya, pulanglah ke keluargamu.' Ismail menceraikannya lalu menikah dengan wanita lain dari kalangan mereka. Beberapa lama Ibrahim tidak datang menjenguk mereka selama rentang waktu tertentu sebagaimana yang Allah kehendaki. Setelahnya Ibrahim datang menjenguk mereka, tetapi dia tidak menemukan Ismail. Maka dia datang menemui istrinya lalu menanyakannya. Dia menjawab, 'Dia sedang keluar mencarikan kami nafkah.' Ibrahim bertanya, 'Bagaimana keadaan kalian?' Dia juga menanyakan kehidupan dan keadaan mereka. Dia menjawab, 'Kami dalam keadaan baik dan berkecukupan.' Dia memuji Allah -Ta'ālā. Ibrahim bertanya, 'Apa makanan kalian?' Dia menjawab, 'Daging.' Ibrahim bertanya lagi, 'Lalu apa minuman kalian?' Dia menjawab, 'Air.' Kemudian Ibrahim berdoa, 'Ya Allah! Berkahilah mereka pada daging dan air.' Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, ‘Waktu itu mereka tidak memiliki biji-bijian. Seandainya mereka memilikinya, pastilah dia mendoakan keberkahan bagi mereka pada biji-bijian.'" Ibnu 'Abbās berkata, "Tidaklah seseorang di luar Mekah yang makanannya hanyalah daging dan air, kecuali keduanya tidak akan cocok dengannya."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Ibrahim datang lalu bertanya, 'Ke mana Ismail?' Istrinya menjawab, 'Dia pergi untuk berburu.' Istrinya berkata, 'Tidakkah engkau singgah untuk makan dan minum?' Ibrahim bertanya, 'Apa makanan kalian? Dan apa minuman kalian?' Dia menjawab, 'Makanan kami daging. Sedangkan minuman kami air.' Ibrahim berdoa, 'Ya Allah! Berikanlah mereka keberkahan pada makanan dan minuman mereka.' Abul-Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

Itulah keberkahan doa Ibrahim -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.'

Ibrahim berkata, 'Bila suamimu telah pulang, sampaikan salamku kepadanya, dan sampaikan kepadanya supaya dia mempertahankan palang pintu rumahnya.' Ketika Ismail pulang, dia bertanya, 'Apakah ada seseorang yang datang menemui kalian?' Dia menjawab, 'Ya. Telah datang kepada kami seorang laki-laki tua yang berpenampilang sangat bagus, -istrinya memujinya-. Lalu dia menanyakanmu kepadaku, maka aku pun mengabarinya. Dia bertanya kepadaku tentang kehidupan kita, maka aku pun mengabarinya bahwa hidup kita baik.' Ismail bertanya, 'Apakah setelahnya dia berpesan sesuatu kepadamu?' Dia menjawab, 'Ya. Dia menyampaikan salam kepadamu, dan memintamu untuk mempertahankan palang pintu rumahmu.' Ismail berkata, 'Itu adalah bapakku, dan engkau adalah palang pintu tersebut. Dia memerintahkanku untuk mempertahankanmu. Setelah itu, beberapa waktu sebagaimana yang dikehendaki Allah, Ibrahim tidak datang mengunjungi mereka. Kemudian setelah itu dia datang sementara Ismail sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon besar tidak jauh dari lokasi Zamzam. Ketika melihatnya, Ismail berdiri menyambutnya lalu melakukan apa yang biasa dilakukan orang tua kepada anaknya dan seorang anak kepada orang tuanya. Ibrahim berkata, 'Wahai Ismail! Sesungguhnya Allah telah memerintahkan sesuatu kepadaku.' Dia berkata, 'Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu.' Ibrahim bertanya, 'Apakah engkau akan membantuku?' Dia menjawab, 'Ya. Aku akan membantumu.' Ibrahim berkata, 'Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku supaya aku membangun sebuah rumah (baitullah) di sini. Ibrahim menunjuk ke sebuah anak bukit yang lebih tinggi dari sekelilingnya. Maka ketika itu, keduanya meninggikan fondasi Baitullah. Lantas Ismail membawakan batu, sedangkan Ibrahim memasangnya. Sampai ketika bangunan itu telah tinggi, Ismail mengangkat batu ini lalu meletakkannya untuknya. Maka Ibrahim berdiri di atas ketika menyusunnya, sedangkan Ismail menyodorkan batu kepadanya. Keduanya sambil berdoa, 'Wahai Tuhan kami! Terimalah dari kami amalan ini, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'"

Dalam riwayat yang lainnya disebutkan, “Ibrahim keluar membawa Ismail dan Ibundanya dengan membawa sebuah kantong kulit berisi air. Ibunda Ismail senantiasa minum dari kantong tersebut sehingga air susunya tetap mengalir deras untuk bayinya hingga mereka sampai di Mekah. Ibrahim pun menempatkannya di bawah sebuah pohon besar. Kemudian Ibrahim pulang ke keluarganya. Maka Ibunda Ismail mengejarnya. Akhirnya ketika mereka sampai di Kadā`, Ibunda Ismail memanggilnya dari belakang, ‘Wahai Ibrahim! Kepada siapa engkau hendak menitipkan kami?’ Ibrahim menjawab, ‘Kepada Allah.’ Dia berkata, ‘Aku telah rida kepada Allah.’ Kemudian dia pun kembali. Ibunda Ismail seterusnya minum dari kantong tersebut dan air susunya pun mengalir deras kepada bayinya. Ketika air itu telah habis, Ibunda Ismail berkata, ‘Sekiranya aku mencoba pergi lalu melihat-lihat, barangkali aku akan menemukan seseorang.’” Ibnu ‘Abbās melanjutkan, “Maka Ibunda Ismail beranjak lalu naik ke atas Safa. Kemudian dia mencoba melihat dan terus melihat ke sekelilingnya, barangkali dia menemukan seseorang. Namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Dia pun turun. Setelah sampai di lembah, dia berjalan dengan cepat, lalu naik ke atas Marwa. Dia melakukan hal itu beberapa kali putaran (bolak-balik). Kemudian Ibunda Ismail berkata, ‘Sekiranya aku mencoba kembali lalu melihat apa yang dikerjakan oleh si bayi.’ Dia pun segera pergi melihatnya. Ternyata dia tetap seperti keadaannya semula, sepertinya ia terengah-engah hampir mati kehausan. Maka hatinya pun tidak bisa tenang. Dia berkata, ‘Sekiranya aku mencoba pergi dan melihat-lihat, barangkali aku akan menemukan seseorang.' Maka dia pun pergi lagi, lalu naik ke atas Safa. Dia melihat dan terus melihat ke sekelilingnya. Namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Sampai akhirnya dia berputar lengkap tujuh putaran. Ibunda Ismail berkata, ‘Sekiranya aku mencoba pergi lalu melihat apa yang dilakukan oleh bayiku.’ Tiba-tiba dia mendengar sebuah suara, maka dia berkata, ‘Bantulah bila engkau memiliki kebaikan.’ Ternyata suara itu adalah Jibril -'alaihis-salām- yang sedang melakukan dengan tumitnya seperti ini. Dia mengorek tanah dengan tumitnya. Lalu air terpancar sehingga Ibunda Ismail merasa kaget. Lantas dia menciduk air itu dengan kedua tangannya …” Lalu Ibnu ‘Abbās menyebutkan hadis tersebut selengkapnya.

(HR. Bukhari dengan semua riwayat ini)

الدَوْحَةُ (ad-dauḥah): pohon yang besar.قَفَّىٰ (qaffā): ia pergi.الجَريّ (al-jariy): utusan. أَلفىٰ (alfā): ia mendapatkan.يَنْشَغُ (yansya'u): ia terengah-engah.

قَفَّىٰ (qaffā): ia pergi.

الجَريّ (al-jariy): utusan. أَلفىٰ (alfā): ia mendapatkan.

يَنْشَغُ (yansya'u): ia terengah-engah.

Kosa Kata Asing:

البَيْتُ (al-bait): Baitullah, Kakbah.

الثَّنِيَّةُ (aṡ-ṡaniyyah): jalan di gunung, waktu itu jalan ini berada di kawasan Ḥajūn, di Mekah Mukarramah.

يَتَلَبَّطُ (yatalabbaṭ): ia berguling-guling di tanah.

غَوَاثٌ (gawāṡ/pertolongan): sama dengan "الغِيَاثُ" (al-giyāṡ), merupakan turunan dari kata "الإغاثة" (al-igāṡah).

الضَّيْعَةُ (aḍ-ḍai'ah): kebinasaan.

طَائِرًا عَائِفًا (ṭā`iran 'ā`ifan): burung yang terbang mengitari air, bolak-balik dan tidak meninggalkannya.

عَتَبَةَ بَابِهِ ('atabah bābihi/palang pintu rumahnya): perempuan diumpamakan sebagai palang pintu, karena dia menjaga pintu rumah serta melindungi apa yang ada di dalamnya.

يَبْرِيْ نَبْلًا (yabrī nablan): ia membaguskan anak panah sebelum dipasangi mata dan bulu.

شَنَّةٌ (syannah): kantong yang terbuat dari kulit tua.

غَمَزَ بِعَقِبِهِ (gamaza bi 'aqibihi): ia memukul dengan tumitnya.

اِنْبَثَقَ (inbaṡaqa): memancar.

Pelajaran dari Hadis:

1) Bersegeranya para nabi untuk menaati Rabb mereka serta mendahulukan apa yang dicintai-Nya di atas kecintaan anak, istri, dan budak mereka.

2) Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya, dan siapa yang menyerahkan urusannya kepada-Nya maka Dia akan menjaganya. Dahulu, Hajar, Ibunda Ismail sangat yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkannya dan juga anaknya, namun dia tetap melakukan sebab disertai bertawakal secara sempurna kepada Allah.

3) Makruh mengeluhkan keadaan hidup, sebaliknya disunahkan bersyukur kepada Allah -Ta'ālā- pada semua keadaan.

4) Anjuran memilih istri yang saleh dan penyabar karena istri yang seperti itu adalah sebaik-baik penolong untuk melakukan ketaatan.

5) Bersegera dalam berbakti kepada kedua orang tua dan melaksanakan permintaan mereka selama bukan pada maksiat.

61/1868- Sa'īd bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Al-Kam`ah (sejenis cendawan) itu termasuk mann, airnya merupakan obat untuk mata."(Muttafaq 'Alaih)

"Al-Kam`ah (sejenis cendawan) itu termasuk mann, airnya merupakan obat untuk mata."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

الْكَمْأَةُ (al-kam`ah, sejenis cendawan): tumbuhan yang tidak memiliki daun dan pohon, ditemukan di tanah yang tidak ditanami, mirip isi kentang.

المَنُّ (al-mann): makanan yang Allah -Ta'ālā- turunkan kepada Bani Israil tanpa mereka mengupayakannya, atau sesuatu yang Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Disyariatkan berobat menggunakan berbagai macam obat yang Allah -Ta'ālā- letakkan di dalam ciptaan alami makhluk.

2) Air cendawan adalah obat bagi mata, dan merupakan obat paling bagus untuk penyakit mata berdasarkan petunjuk pengobatan Nabi yang diberkahi.

Faedah Penting:

Allah -Ta'ālā- telah menjadikan di awal penciptaan-Nya pada tumbuhan al-mann sumber makanan dan kesembuhan. Namun, ada kalanya ia terpapar sesuatu yang menghilangkan kegunaan dan khasiatnya itu. Lalu apa yang menjadi penyebabnya?!

Al-'Allāmah Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata dalam Zādul-Ma'ād fi Hadyi Khairil-'Ibād, "Bila engkau bertanya: Jika cendawan itu begini keadaannya, lalu mengapa ada tersimpan bahaya di dalamnya? Dari mana bahaya itu datang kepadanya?Ketahuilah! Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah membuat segala sesuatu dengan sempurna serta menciptakan semuanya dengan sangat bagus. Segala sesuatu ketika awal diciptakan bebas dari keburukan dan penyakit, bermanfaat sempurna untuk sesuatu yang ia disiapkan dan diciptakan untuknya. Namun kemudian ia terpapar keburukan setelah itu dengan faktor-faktor dari luar ...Orang yang mengerti tentang kondisi alam dan permulaannya mengetahui bahwa semua kerusakan di udara, tumbuhan, hewan, dan keadaan penghuninya adalah terjadi setelah ia diciptakan dengan sebab-sebab yang menuntut keberadaannya. Perbuatan manusia dan penyelisihan mereka kepada para rasul senantiasa menciptakan bagi mereka kerusakan yang umum maupun yang khusus, sesuatu yang mendatangkan pada mereka berbagai macam penyakit dan wabah, kekeringan dan kemarau, dicabutnya keberkahan bumi, buah-buahannya, dan tumbuh-tumbuhannya, serta dicabutnya manfaat-manfaatnya atau dikurangi, semua itu adalah perkara yang datang beruntun silih berganti, sebagiannya mengikuti sebagian yang lain. Bila pengetahuanmu tidak mampu memahami hal ini, maka cukupkanlah dirimu dengan firman Allah -Ta'ālā-,"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia ..." (QS. Ar-Rūm: 41)Setiap kali manusia mengadakan kezaliman atau kejahatan, Rabb mereka Yang Mahamulia dan Mahatinggi memunculkan bagi mereka berbagai macam mudarat dan penyakit pada makanan, buah-buahan, udara, air, badan, fisik, rupa, bentuk, dan perilaku mereka; yaitu berupa keburukan dan penyakit-penyakit yang merupakan dampak dari perbuatan manusia serta kezaliman dan kejahatan mereka. Dahulu, bijian-bijian seperti gandum dan lainnya jauh lebih besar daripada yang sekarang, sebagaimana keberkahannya dahulu jauh lebih banyak.Imam Ahmad telah telah meriwayatkan dengan sanadnya, "Bahwa ditemukan di perbendaharaan sebagian Bani Umayyah satu buah pundi berisi gandum sebesar biji kurma, ditulis di atasnya, 'Begini yang tumbuh pada hari-hari keadilan.'"Kisah ini beliau bawakan di dalam Musnadnya setelah hadis yang beliau riwayatkan ...Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah menjadikan perbuatan orang yang baik dan yang jahat memiliki dampak di alam ini. Yaitu Allah menjadikan perbuatan menahan kebaikan, zakat, dan sedekah sebagai sebab ditahannya hujan dari langit, serta sebab adanya kemarau dan kekeringan. Juga Allah menjadikan kezaliman terhadap orang miskin, mengurangi takaran dan timbangan, dan kezaliman orang yang kuat atas yang lemah sebagai sebab lahirnya kezaliman para raja dan penguasa yang tidak akan mengasihi walaupun dimintai kasih dan tidak akan iba sekalipun dimintai iba.Tindakan para penguasa itu pada hakikatnya adalah perilaku rakyat yang tampak pada potret penguasa mereka ... Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan hikmah dan keadilan-Nya memperlihatkan bagi manusia perbuatan mereka pada rupa dan potret yang tepat ... Mahatinggi perintah Allah, tidak ada yang dapat membantah keputusan-Nya maupun menolak perintah-Nya. Wabillāhit-Taufīq.

Ketahuilah! Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah membuat segala sesuatu dengan sempurna serta menciptakan semuanya dengan sangat bagus. Segala sesuatu ketika awal diciptakan bebas dari keburukan dan penyakit, bermanfaat sempurna untuk sesuatu yang ia disiapkan dan diciptakan untuknya. Namun kemudian ia terpapar keburukan setelah itu dengan faktor-faktor dari luar ...

Orang yang mengerti tentang kondisi alam dan permulaannya mengetahui bahwa semua kerusakan di udara, tumbuhan, hewan, dan keadaan penghuninya adalah terjadi setelah ia diciptakan dengan sebab-sebab yang menuntut keberadaannya. Perbuatan manusia dan penyelisihan mereka kepada para rasul senantiasa menciptakan bagi mereka kerusakan yang umum maupun yang khusus, sesuatu yang mendatangkan pada mereka berbagai macam penyakit dan wabah, kekeringan dan kemarau, dicabutnya keberkahan bumi, buah-buahannya, dan tumbuh-tumbuhannya, serta dicabutnya manfaat-manfaatnya atau dikurangi, semua itu adalah perkara yang datang beruntun silih berganti, sebagiannya mengikuti sebagian yang lain. Bila pengetahuanmu tidak mampu memahami hal ini, maka cukupkanlah dirimu dengan firman Allah -Ta'ālā-,

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia ..." (QS. Ar-Rūm: 41)

Setiap kali manusia mengadakan kezaliman atau kejahatan, Rabb mereka Yang Mahamulia dan Mahatinggi memunculkan bagi mereka berbagai macam mudarat dan penyakit pada makanan, buah-buahan, udara, air, badan, fisik, rupa, bentuk, dan perilaku mereka; yaitu berupa keburukan dan penyakit-penyakit yang merupakan dampak dari perbuatan manusia serta kezaliman dan kejahatan mereka. Dahulu, bijian-bijian seperti gandum dan lainnya jauh lebih besar daripada yang sekarang, sebagaimana keberkahannya dahulu jauh lebih banyak.

Imam Ahmad telah telah meriwayatkan dengan sanadnya, "Bahwa ditemukan di perbendaharaan sebagian Bani Umayyah satu buah pundi berisi gandum sebesar biji kurma, ditulis di atasnya, 'Begini yang tumbuh pada hari-hari keadilan.'"

Kisah ini beliau bawakan di dalam Musnadnya setelah hadis yang beliau riwayatkan ...

Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah menjadikan perbuatan orang yang baik dan yang jahat memiliki dampak di alam ini. Yaitu Allah menjadikan perbuatan menahan kebaikan, zakat, dan sedekah sebagai sebab ditahannya hujan dari langit, serta sebab adanya kemarau dan kekeringan. Juga Allah menjadikan kezaliman terhadap orang miskin, mengurangi takaran dan timbangan, dan kezaliman orang yang kuat atas yang lemah sebagai sebab lahirnya kezaliman para raja dan penguasa yang tidak akan mengasihi walaupun dimintai kasih dan tidak akan iba sekalipun dimintai iba.

Tindakan para penguasa itu pada hakikatnya adalah perilaku rakyat yang tampak pada potret penguasa mereka ... Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dengan hikmah dan keadilan-Nya memperlihatkan bagi manusia perbuatan mereka pada rupa dan potret yang tepat ... Mahatinggi perintah Allah, tidak ada yang dapat membantah keputusan-Nya maupun menolak perintah-Nya. Wabillāhit-Taufīq.

 371- BAB ISTIGFAR

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin."(QS. Muḥammad: 19)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. An-Nisā`: 106)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."(QS. An-Naṣr: 3)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami! Kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.' (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar."(QS. Āli 'Imrān: 15-17)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. An-Nisā`: 110)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan."(QS. Al-Anfāl: 33)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?! Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui."(QS. Āli 'Imrān: 135)Ayat-ayat dalam bab ini banyak dan masyhur.

"Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin."

(QS. Muḥammad: 19)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

(QS. An-Nisā`: 106)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."

(QS. An-Naṣr: 3)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami! Kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.' (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar."

(QS. Āli 'Imrān: 15-17)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

(QS. An-Nisā`: 110)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan."

(QS. Al-Anfāl: 33)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?! Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui."

(QS. Āli 'Imrān: 135)

Ayat-ayat dalam bab ini banyak dan masyhur.

Pelajaran dari Ayat:

1) Istigfar ialah permohonan ampunan dari dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh manusia, baik berupa melalaikan kewajiban atau mengerjakan yang haram. Obat dosa adalah istigfar dan terus-menerus memperbaharui tobat.

2) Seorang hamba hendaknya memperbanyak istigfar kepada Allah -'Azza wa Jalla- serta memohon ampunan dan rahmat kepada-Nya karena Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

3) Di antara sifat orang bertakwa ialah mereka beristigfar (memohon ampun) di akhir malam yang merupakan waktu pengabulan doa, ibadah, dan bertobat karena di saat-saat itulah Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi turun ke langit terendah.

4) Tobat dan istigfar termasuk pencegah turunnya siksa yang terbesar.

1/1869- Al-Agarr Al-Muzaniy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya hatiku kadang lalai dari berzikir. Sesungguhnya aku beristigfar seratus kali dalam sehari."(HR. Muslim)2/1870- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Allah! Sungguh aku beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali."(HR. Bukhari)

"Sesungguhnya hatiku kadang lalai dari berzikir. Sesungguhnya aku beristigfar seratus kali dalam sehari."

(HR. Muslim)

2/1870- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Demi Allah! Sungguh aku beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali."

(HR. Bukhari)

Kosa Kata Asing:

لَيُغَانُ عَلىٰ قَلْبي (hatiku kadang lalai): yaitu terjadi padanya semacam kesusahan dan perubahan lantaran tidak berzikir.

Pelajaran dari Hadis:

1) Seorang hamba hendaknya meneladani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan baik dalam hal banyak beristigfar dan bertobat.

2) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selalu merutinkan istigfar padahal telah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang kemudian! Lalu bagaimana dengan keadaan orang-orang lalai seperti kita?!

3/1871- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah akan menghilangkan kalian dan mendatangkan satu kaum yang berbuat dosa lalu mereka memohon ampunan kepada Allah -Ta'ālā-, kemudian Allah memberi mereka ampunan."(HR. Muslim)

"Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah akan menghilangkan kalian dan mendatangkan satu kaum yang berbuat dosa lalu mereka memohon ampunan kepada Allah -Ta'ālā-, kemudian Allah memberi mereka ampunan."

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik ‎orang yang berbuat salah adalah yang ‎bertobat.

2) Menjelaskan karunia Allah -Ta'ālā- kepada hamba-Nya berupa pemaafan dan pengampunan, yaitu Allah membukakan untuk mereka pintu istigfar karena mengetahui kelemahan mereka dalam dosa.

3) Pemahaman yang benar terhadap hadis ini: bahwa hadis ini adalah kabar gembira berupa pengampunan dan pengguguran dosa, bukan berita pengakuan dan pelegalan terhadap perbuatan maksiat dan keburukan.

4/1872- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Kami menghitung dalam satu majelis sebanyak seratus kali Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan,"Rabbi-gfir lī, wa tub 'alayya innaka antat-tawwābur-raḥīm (Ya Tuhanku! Ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang."

"Rabbi-gfir lī, wa tub 'alayya innaka antat-tawwābur-raḥīm (Ya Tuhanku! Ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang."

(HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis sahih")

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan ketawadukan serta ketundukan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada Rabb-nya serta kerutinan beliau dalam bertobat dan beristigfar.

2) Kesungguhan para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- untuk menguasai petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan cara mereka memantau ucapan, perbuatan, dan semua kehidupan beribadah beliau.

5/1873- Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang selalu beristigfar, maka Allah akan memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan serta ketenangan dari setiap kesedihan, dan Allah akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak dia sangka-sangka."(HR. Abu Daud). [6]

"Siapa yang selalu beristigfar, maka Allah akan memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan serta ketenangan dari setiap kesedihan, dan Allah akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak dia sangka-sangka."

(HR. Abu Daud). [59]

Pelajaran dari Hadis:

1) Siapa yang merutinkan istigfar maka kesusahannya akan dihilangkan dan rezekinya akan dicukupkan.

2) Istigfar adalah sarana untuk meraih kebaikan dan menolak keburukan;"Maka aku berkata (kepada mereka), 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun.Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu,dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu.'"6/1874- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang mengucapkan, 'Astagfirullāhal-lażī lā ilāha illā huwa Al-Ḥayyul-Qayyūm wa atūbu ilaih (Aku memohon ampunan kepada Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, yang Mahahidup lagi Maha Mengurusi hamba-Nya, dan aku bertobat kepada-Nya)' niscaya dosa-dosanya diampuni, meskipun ia pernah lari dari medan perang."(HR. Abu Daud dan Al-Ḥākim; Al-Ḥākim berkata, "Hadis sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim")

"Maka aku berkata (kepada mereka), 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun.

Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu,

dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu.'"

6/1874- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Siapa yang mengucapkan, 'Astagfirullāhal-lażī lā ilāha illā huwa Al-Ḥayyul-Qayyūm wa atūbu ilaih (Aku memohon ampunan kepada Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, yang Mahahidup lagi Maha Mengurusi hamba-Nya, dan aku bertobat kepada-Nya)' niscaya dosa-dosanya diampuni, meskipun ia pernah lari dari medan perang."

(HR. Abu Daud dan Al-Ḥākim; Al-Ḥākim berkata, "Hadis sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim")

Pelajaran dari Hadis:

1) Keutamaan merutinkan istigfar karena hal itu akan menggugurkan dosa-dosa besar.

2) Bila doa keluar dari hati yang tulus dan menghadap kepada Allah -Ta'ālā- maka keutamaan dan pahalanya akan menggugurkan dosa-dosa besar, karena pahala yang sempurna akan diberikan pada ucapan yang sempurna juga.

7/1875- Syaddād bin Aus -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya sayyidul-istigfār (istigfar yang paling tinggi) adalah engkau mengucapkan, 'Allāhumma anta rabbī lāilāha illā anta, khalaqtanī wa anā 'abduka, wa anā 'alā 'ahdika wa wa'dika ma-staṭa'tu. A'ūżu bika min syarri mā ṣana'tu. Abū`u laka bi ni'matika 'alayya, wa abū`u bi żanbī, fa-gfir lī, fa innahū lā yagfiruż-żunūba illā anta (Artinya: Ya Allah! Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian dan janjiku kepada-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).' Siapa yang mengucapkannya ini di siang hari dengan penuh keyakinan kepadanya lalu ia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam dengan penuh keyakinan kepadanya lalu ia meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga."(HR. Bukhari)

"Sesungguhnya sayyidul-istigfār (istigfar yang paling tinggi) adalah engkau mengucapkan, 'Allāhumma anta rabbī lāilāha illā anta, khalaqtanī wa anā 'abduka, wa anā 'alā 'ahdika wa wa'dika ma-staṭa'tu. A'ūżu bika min syarri mā ṣana'tu. Abū`u laka bi ni'matika 'alayya, wa abū`u bi żanbī, fa-gfir lī, fa innahū lā yagfiruż-żunūba illā anta (Artinya: Ya Allah! Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian dan janjiku kepada-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).' Siapa yang mengucapkannya ini di siang hari dengan penuh keyakinan kepadanya lalu ia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam dengan penuh keyakinan kepadanya lalu ia meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga."

(HR. Bukhari)

أَبُوءُ (abū`u), dengan "bā`" yang berharakat damah, kemudian "wāw", setelahnya hamzah, artinya: mengakui.

Kosa Kata Asing:

Sayyidul-istigfār: redaksi istigfar yang paling tinggi dan paling utama.

مُوْقِنًا (mūqinan): dengan penuh keikhlasan dan keyakinan dari hatinya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Doa ini menggabungkan hakikat-hakikat pengagungan kepada Allah -Ta'ālā-; yaitu di dalamnya terkandung pengakuan bahwa Allah adalah Khalik yang memiliki hak tunggal terhadap ibadah, pengakuan terhadap perjanjian yang Allah buat pada hamba-Nya, dan permohonan perlindungan dari keburukan jiwa. Siapa yang mengakui kelemahan dirinya dan mengakui nikmat Rabb-nya serta meminta ampunan, maka dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

2) Kesempurnaan adab Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap Rabb-nya Yang Mahasuci; yaitu beliau menisbahkan seluruh nikmat kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan beliau mengakui dosa dan menisbahkannya kepada dirinya. Maka orang beriman yang tulus akan berjalan kepada Allah di antara kesaksian dan pengakuan adanya nikmat Allah kepada dirinya dan antara pengakuan keburukan dan kekurangan jiwanya.

8/1876- Ṡaubān -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Bila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah bersalam dari salatnya, beliau beristigfar tiga kali dan membaca,"Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)." Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'"(HR. Muslim)

"Allāhumma Antas-Salām, wa minkas-Salām, Tabārakta yā Żal-Jalāli wal-Ikrām (Ya Allah! Engkaulah As-Salām dan dari-Mu keselamatan. Mahatinggi Engkau, wahai Zat Pemilik kebesaran dan keagungan)." Al-Auzā'iy -salah seorang perawi hadis ini- kemudian ditanya, "Bagaimana cara istigfar itu?" Dia menjawab, "Engkau mengucapkan, 'Astagfirullāh, astagfirullāh.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Disunahkan bagi hamba untuk membaca istigfar sebanyak tiga kali setelah salat fardu; karena ketaatannya tidak lepas dari kekurangan dan cacat, sehingga dia perlu memohon ampun kepada Allah -Ta'ālā- dari kekurangan yang terjadi di dalamnya.

2) Keselamatan, keamanan, dan ketenangan adalah nikmat yang Allah berikan kepada siapa yang mengamalkan agama-Nya, beriman kepada utusan-Nya, dan tunduk kepada perintah-Nya.

Peringatan:

Di sebagian masjid tersebar bacaan istigfar setelah salat berupa: 'Astagfirullāhal-'aẓīm al-lażī lā ilāha illā huwal-ḥayyul-qayyūm wa atūbu ilaih'. Dari segi makna, bacaan istigfar ini benar. Namun, petunjuk Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang bacaan istigfar setelah salat fardu tidak seperti ini. Melainkan seperti yang dijelaskan oleh Al-Auzā'iy ketika ditanya, "Bagaimana cara istigfar tersebut?"Dia berkata, "Astagfirullāh, astagfirullāh, astagfirullāh." Dan perawi sebuah hadis lebih mengetahui fikih hadis yang diriwayatkannya daripada orang lain. Oleh karena itu, hendaklah kita giat untuk mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,karena di dalamnya terkandung kecukupan serta keberkahan dan rahmat.9/1877- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Ketika menjelang wafatnya, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca,Subḥānallāhi wa biḥamdihi, astagfirullāh wa atūbu ilaihi' (Mahasuci Allah, aku memuji-Nya. Aku mohon ampunan dan bertobat kepada Allah)."(Muttafaq 'Alaih)

Dia berkata, "Astagfirullāh, astagfirullāh, astagfirullāh." Dan perawi sebuah hadis lebih mengetahui fikih hadis yang diriwayatkannya daripada orang lain. Oleh karena itu, hendaklah kita giat untuk mengikuti Sunnah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,

karena di dalamnya terkandung kecukupan serta keberkahan dan rahmat.

9/1877- Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Ketika menjelang wafatnya, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- banyak membaca,

Subḥānallāhi wa biḥamdihi, astagfirullāh wa atūbu ilaihi' (Mahasuci Allah, aku memuji-Nya. Aku mohon ampunan dan bertobat kepada Allah)."

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan redaksi istigfar Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjelang wafatnya.

2) Seorang hamba tidak boleh merasa aman dari makar Allah -Ta'ālā- karena Allahlah yang membolak-balik hati sebagaimana yang Dia kehendaki.

2) Anjuran untuk mengamalkan sebuah wasiat ringkas, yaitu bertasbih dan beristigfar hingga wafat;"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya." (QS. An-Naṣr: 3)10/1878- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai anak Adam! Selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosamu yang telah kamu lakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika dosamu setinggi langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula."(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")عَنَانُ السَّماءِ ('anān as-samā`), dengan memfatahkan "'ain"; ada yang berpendapat, bahwa maknanya adalah awan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah apa yang terlihat oleh Anda.Sedangkan "قُرَابُ الأرْضِ" (qurābul-arḍ), dengan mendamahkan "qāf", ada yang mengatakan, dengan mengkasrahkannya. Tetapi damah lebih fasih dan lebih masyhur. Maknanya: yang mendekati seisi bumi.

"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya." (QS. An-Naṣr: 3)

10/1878- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

Allah -Ta'ālā- berfirman, "Wahai anak Adam! Selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosamu yang telah kamu lakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika dosamu setinggi langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula."

(HR. Tirmizi dan dia berkata, "Hadis hasan")

عَنَانُ السَّماءِ ('anān as-samā`), dengan memfatahkan "'ain"; ada yang berpendapat, bahwa maknanya adalah awan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah apa yang terlihat oleh Anda.

Sedangkan "قُرَابُ الأرْضِ" (qurābul-arḍ), dengan mendamahkan "qāf", ada yang mengatakan, dengan mengkasrahkannya. Tetapi damah lebih fasih dan lebih masyhur. Maknanya: yang mendekati seisi bumi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menauhidkan Allah -Ta'ālā- adalah syarat pengampunan dosa karena Allah tidak akan mengampuni perbuatan syirik dan mengampuni dosa lainnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

2) Bila seorang hamba bertobat kepada Allah dengan tobat yang tulus, maka Allah akan mengampuni seluruh dosa-dosanya, walaupun seisi bumi.

3) Kebaikan tauhid akan menghapus keburukan dosa, seperti apa pun banyaknya.

11/1879- Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Wahai sekalian kaum wanita! Bersedekahlah dan perbanyaklah istigfar karena aku melihat kalian adalah penghuni neraka paling banyak."Seorang wanita bertanya, "Lantaran apa kami menjadi penghuni neraka paling banyak?" Beliau bersabda,"Karena kalian banyak melaknat dan mengingkari hak suami. Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih dapat mengalahkan laki-laki yang berakal daripada kalian."Dia bertanya lagi, "Apa maksud kurang akal dan agamanya?" Beliau bersabda,"Kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian satu orang laki-laki dan dia menjalani beberapa hari tanpa salat."(HR. Muslim)

"Wahai sekalian kaum wanita! Bersedekahlah dan perbanyaklah istigfar karena aku melihat kalian adalah penghuni neraka paling banyak."

Seorang wanita bertanya, "Lantaran apa kami menjadi penghuni neraka paling banyak?" Beliau bersabda,

"Karena kalian banyak melaknat dan mengingkari hak suami. Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih dapat mengalahkan laki-laki yang berakal daripada kalian."

Dia bertanya lagi, "Apa maksud kurang akal dan agamanya?" Beliau bersabda,

"Kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian satu orang laki-laki dan dia menjalani beberapa hari tanpa salat."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

تكْفُرْنَ العَشِيرَ (takfurn al-'asyīr): kalian mengingkari hak suami.

لِذِي لُبٍّ (liżī lubb): untuk orang yang berakal.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memotivasi kaum perempuan supaya bersedekah, berbuat kebajikan, memperbanyak istigfar, dan ketaatan-ketaatan lainnya.

2) Haram melaknat serta mengingkari hak suami karena perbuatan tersebut merupakan dosa besar.

3) Perhatian Islam kepada perempuan, di antaranya nasihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada kaum wanita dan pembinaan mereka.

4) Perempuan sangat dipengaruhi oleh perasaan, yaitu mereka lebih banyak menggunakan perasaan daripada akalnya, sebagaimana telah dijelaskan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan permisalan yang jelas.

 372- BAB PENJELASAN TENTANG APA YANG ALLAH SIAPKAN BAGI KAUM MUKMININ DI DALAM SURGA

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga-surga (taman-taman), dan (di dekat) mata air (yang mengalir).(Dikatakan kepada mereka), 'Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.'Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya."(QS. Al-Ḥijr: 45-48)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai hamba-hamba-Ku! Tidak ada ketakutan bagimu pada hari itu, dan tidak pula kamu bersedih hati.(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan mereka berserah diri.Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan."Kepada mereka diedarkan piring-piring dan gelas-gelas dari emas, dan di dalam surga itu terdapat apa yang diingini oleh hati dan segala yang sedap (dipandang) mata. Dan kamu kekal di dalamnya.Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu karena perbuatan yang telah kamu kerjakan.Di dalam surga itu terdapat banyak buah-buahan untukmu yang sebagiannya kamu makan.(QS. Az-Zukhruf: 68-73)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman,(yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air;mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk) saling berhadapan.Demikianlah, kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah.Di dalamnya mereka dapat meminta segala macam buah-buahan dengan aman dan tenteram,mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya, selain kematian pertama (di dunia), dan Allah melindungi mereka dari azab neraka,itu merupakan karunia dari Tuhanmu. Demikian itulah kemenangan yang agung."(QS. Ad-Dukhān: 51-57)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan,mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan.Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan.Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel).Laknya adalah kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.Dan campurannya dari tasnīm,(yaitu) mata air yang darinya minum orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)."(QS. Al-Muṭaffifīn: 22-28)Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan populer.

"Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga-surga (taman-taman), dan (di dekat) mata air (yang mengalir).

(Dikatakan kepada mereka), 'Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.'

Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.

Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya."

(QS. Al-Ḥijr: 45-48)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Wahai hamba-hamba-Ku! Tidak ada ketakutan bagimu pada hari itu, dan tidak pula kamu bersedih hati.

(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan mereka berserah diri.

Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan."

Kepada mereka diedarkan piring-piring dan gelas-gelas dari emas, dan di dalam surga itu terdapat apa yang diingini oleh hati dan segala yang sedap (dipandang) mata. Dan kamu kekal di dalamnya.

Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu karena perbuatan yang telah kamu kerjakan.

Di dalam surga itu terdapat banyak buah-buahan untukmu yang sebagiannya kamu makan.

(QS. Az-Zukhruf: 68-73)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman,

(yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air;

mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk) saling berhadapan.

Demikianlah, kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah.

Di dalamnya mereka dapat meminta segala macam buah-buahan dengan aman dan tenteram,

mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya, selain kematian pertama (di dunia), dan Allah melindungi mereka dari azab neraka,

itu merupakan karunia dari Tuhanmu. Demikian itulah kemenangan yang agung."

(QS. Ad-Dukhān: 51-57)

Allah -Ta'ālā- juga berfirman,

"Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan,

mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan.

Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan.

Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel).

Laknya adalah kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.

Dan campurannya dari tasnīm,

(yaitu) mata air yang darinya minum orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)."

(QS. Al-Muṭaffifīn: 22-28)

Ayat-ayat dalam bab ini sangat banyak dan populer.

Pelajaran dari Ayat:

1) Kabar gembira berupa surga, yaitu negeri yang Allah -Ta'ālā- siapkan bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa beserta berbagai macam kenikmatan yang disiapkan di dalamnya.

2) Besarnya karunia Allah bagi penghuni surga, dan seorang hamba tidak mengetahui secara detail hakikat kenikmatan yang Allah siapkan bagi mereka, sedangkan yang ditemukan sama dalam kenikmatan dunia hanyalah memiliki kesamaan nama saja.

3) Menjelaskan pahala orang-orang yang berbuat kebajikan dan meninggalkan yang haram; yaitu mereka berada dalam kenikmatan yang mencakup kenikmatan dalam hati dan kenikmatan pada badan.

1/1880- Jābir -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Penghuni surga akan makan dan minum di dalam surga, namun mereka tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak buang air kecil. Makanan mereka akan menjadi sendawa seperti keringat (yang mirip) minyak wangi. Mereka diilhamkan untuk bertasbih dan bertakbir sebagaimana mereka diilhamkan untuk bernapas."(HR. Muslim)

"Penghuni surga akan makan dan minum di dalam surga, namun mereka tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak buang air kecil. Makanan mereka akan menjadi sendawa seperti keringat (yang mirip) minyak wangi. Mereka diilhamkan untuk bertasbih dan bertakbir sebagaimana mereka diilhamkan untuk bernapas."

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

جُشاءٌ (jusyā`): sendawa, yakni makanan itu akan keluar dari mereka dengan bersendawa.

كَرَشْحِ المِسْكِ (karasyḥil-misk): akan keluar dari badan mereka seperti keringat yang beraroma harum, seperti minyak wangi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kenikmatan surga kekal tidak terputus dan penghuninya akan menikmati zikir dan tasbih kepada Allah tanpa lelah.

2) Makanan dan minuman penghuni surga terbebas dari penyakit dan keburukan-keburukan yang didapatkan pada makanan penghuni dunia.

3) Kenikmatan penghuni surga adalah penggabungan antara kenikmatan fisik pada berbagai jenis kelezatan dan kenikmatan ruh dengan berzikir kepada Allah -Ta'ālā-.

2/1881- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Aku telah menyediakan untuk hamba-hambaku yang saleh apa yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak terbersit dalam hati seorang manusia.' Bacalah (firman Allah) jika kalian mau:Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan."(QS. As-Sajdah: 17)(Muttafaq 'Alaih)

"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Aku telah menyediakan untuk hamba-hambaku yang saleh apa yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak terbersit dalam hati seorang manusia.' Bacalah (firman Allah) jika kalian mau:

Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan."

(QS. As-Sajdah: 17)

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan keutamaan nikmat surga, dan Allah -Ta'ālā- dengan rahmat-Nya memperlihatkan kepada hamba-Nya sebagian dari nikmat surga tersebut agar hasrat mereka terhadapnya menjadi tinggi dan kerinduan mereka terhadapnya semakin besar;"Barang siapa mengharapkan pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang." (QS. Al-'Ankabūt: 5)

"Barang siapa mengharapkan pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang." (QS. Al-'Ankabūt: 5)

2) Balasan bagi penghuni surga sejenis dengan amal perbuatan mereka; sebagaimana mereka menyembunyikan ibadah mereka di dunia dengan keikhlasan, maka Allah menyembunyikan bagi mereka kenikmatan di akhirat.

3/1882- Juga dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Rombongan pertama yang masuk surga seperti rupa bulan di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang bersinar paling terang di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak berludah, dan tidak beringus. Sisir mereka dari emas, keringat mereka adalah kesturi, tungku bukhūr (dupa) mereka dari uluwwah -yaitu kayu wewangian-, pasangan mereka adalah bidadari. Fisik mereka sama, yaitu seperti rupa ayah mereka Adam yang tingginya enam puluh hasta."(Muttafaq 'Alaih)

"Rombongan pertama yang masuk surga seperti rupa bulan di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang bersinar paling terang di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak berludah, dan tidak beringus. Sisir mereka dari emas, keringat mereka adalah kesturi, tungku bukhūr (dupa) mereka dari uluwwah -yaitu kayu wewangian-, pasangan mereka adalah bidadari. Fisik mereka sama, yaitu seperti rupa ayah mereka Adam yang tingginya enam puluh hasta."

(Muttafaq 'Alaih)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim lainnya disebutkan, "Bejana mereka di dalam surga dari emas dan keringat mereka adalah kesturi. Masing-masing mereka memiliki dua istri, sumsum betis keduanya terlihat dari balik dagingnya karena saking indahnya. Tidak ada perselisihan dan saling benci di antara mereka, hati mereka seperti satu hati. Mereka bertasbih kepada Allah ketika pagi dan petang."

Sabda beliau: "عَلَىٰ خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ":sebagian meriwayatkannya dengan memfatahkan "kha", kemudian mensukunkan "lām" (khalq yang bermakna fisik). Sebagian yang lainnya dengan mendamahkan keduanya (khuluq yang berarti perilaku), dan keduanya sama benar.

sebagian meriwayatkannya dengan memfatahkan "kha", kemudian mensukunkan "lām" (khalq yang bermakna fisik). Sebagian yang lainnya dengan mendamahkan keduanya (khuluq yang berarti perilaku), dan keduanya sama benar.

Kosa Kata Asing:

كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِيْ السَّمَاءِ: bintang yang bersinar sangat terang.

لاَ يَتْفُلُونَ (lā yatfulūn): mereka tidak berludah.

مَجامِرُهُمُ (majāmiruhum): tungku tempat meletakkan dupa sebagai minyak wangi.

Pelajaran dari Hadis:

1) Hati penghuni surga bersih dari perilaku tercela sehingga tidak ada di antara mereka perselisihan, saling benci, dengki, dan permusuhan.Surga adalah negeri yang baik; tidak akan masuk ke dalamnya kecuali orang yang hatinya baik dengan akidah-akidah yang lurus, perbuatannya baik dengan ibadah-ibadah yang benar, dan juga perilakunya baik dengan akhlak-akhlak mulia.

Surga adalah negeri yang baik; tidak akan masuk ke dalamnya kecuali orang yang hatinya baik dengan akidah-akidah yang lurus, perbuatannya baik dengan ibadah-ibadah yang benar, dan juga perilakunya baik dengan akhlak-akhlak mulia.

2) Penghuni surga memiliki kesamaan dalam hal fisik, yaitu semua mereka seperti rupa dan tinggi bapak mereka, Adam -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-; sekalipun sibuk menikmati kenikmatan-kenikmatannya, mereka diilhami untuk berzikir dan bertasbih ketika pagi dan petang.

4/1883- Al-Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Musa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepada Rabb-nya, 'Siapakah penghuni surga yang paling rendah tingkatannya?' Allah berfirman, 'Yaitu seseorang yang datang setelah semua penghuni surga masuk ke dalam surga.' Dikatakan kepadanya, 'Masuklah ke dalam surga.' Dia berkata, 'Wahai Rabb-ku, bagaimana aku akan masuk, sementara orang-orang telah menempati tempat mereka dan mengambil kemuliaan milik mereka?' Dikatakan kepadanya, 'Apakah engkau rida bila diberikan kepadamu semisal kerajaan salah seorang raja di dunia?' Dia menjawab, 'Aku rida, wahai Rabb-ku.' Allah berfirman, 'Bagimu yang demikian itu, dan yang semisalnya, dan yang semisalnya, dan yang semisalnya, dan yang semisalnya.' Dia berkata di kali yang kelima, 'Aku telah rida, wahai Rabb-ku.' Allah berfirman, 'Ini semuanya adalah untukmu dan sepuluh kali lipatnya. Dan bagimu sepuas yang diinginkan oleh jiwamu dan yang disenangi oleh penglihatanmu.' Dia berkata, 'Aku telah rida, wahai Rabb-ku.' Musa bertanya lagi, 'Wahai Rabb-ku! Lalu siapakah yang paling tinggi tingkatannya?' Allah berfirman, 'Mereka itulah yang aku inginkan. Aku tanam kemuliaan untuk mereka dengan tangan-Ku dan Aku menutupinya, sehingga tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbersit pada hati seorang manusia.'"(HR. Muslim)5/1874- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh aku mengetahui orang yang paling terakhir keluar dari neraka dan paling terakhir masuk surga. Yaitu seseorang yang keluar dari neraka dengan merangkak. Allah berfirman kepadanya, 'Pergilah dan masuklah ke dalam surga!' Maka dia pun datang ke surga. Ditampakkan kepadanya seolah-olah surga telah penuh. Maka dia segera kembali dan berkata, 'Wahai Rabb-ku! Saya mendapatinya telah penuh.' Allah -'Azza wa Jalla- berfirman kepadanya, 'Pergilah dan masuklah ke dalam surga!' Maka dia pun datang ke surga. Namun ditampakkan kepadanya seolah-olah surga telah penuh. Maka dia segera kembali lagi dan berkata, 'Wahai Rabb-ku! Saya mendapatinya telah penuh.' Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Pergilah dan masuklah ke dalam surga! Bagimu surga seluas dunia ditambah sepuluh kali lipatnya.' Atau, 'Bagimu yang semisal dengan sepuluh kali lipat dunia.' Orang itu berkata, 'Apakah Engkau sedang mengolokku, atau menertawakanku, padahal Engkau Yang Maharaja?' Ibnu Mas'ūd mengisahka, Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertawa hingga terlihat gerahamnya. Beliau bersabda, "Dia itulah penguni surga yang paling rendah tingkatannya."(Muttafaq 'Alaih)

"Musa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepada Rabb-nya, 'Siapakah penghuni surga yang paling rendah tingkatannya?' Allah berfirman, 'Yaitu seseorang yang datang setelah semua penghuni surga masuk ke dalam surga.' Dikatakan kepadanya, 'Masuklah ke dalam surga.' Dia berkata, 'Wahai Rabb-ku, bagaimana aku akan masuk, sementara orang-orang telah menempati tempat mereka dan mengambil kemuliaan milik mereka?' Dikatakan kepadanya, 'Apakah engkau rida bila diberikan kepadamu semisal kerajaan salah seorang raja di dunia?' Dia menjawab, 'Aku rida, wahai Rabb-ku.' Allah berfirman, 'Bagimu yang demikian itu, dan yang semisalnya, dan yang semisalnya, dan yang semisalnya, dan yang semisalnya.' Dia berkata di kali yang kelima, 'Aku telah rida, wahai Rabb-ku.' Allah berfirman, 'Ini semuanya adalah untukmu dan sepuluh kali lipatnya. Dan bagimu sepuas yang diinginkan oleh jiwamu dan yang disenangi oleh penglihatanmu.' Dia berkata, 'Aku telah rida, wahai Rabb-ku.' Musa bertanya lagi, 'Wahai Rabb-ku! Lalu siapakah yang paling tinggi tingkatannya?' Allah berfirman, 'Mereka itulah yang aku inginkan. Aku tanam kemuliaan untuk mereka dengan tangan-Ku dan Aku menutupinya, sehingga tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbersit pada hati seorang manusia.'"

(HR. Muslim)

5/1874- Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Sungguh aku mengetahui orang yang paling terakhir keluar dari neraka dan paling terakhir masuk surga. Yaitu seseorang yang keluar dari neraka dengan merangkak. Allah berfirman kepadanya, 'Pergilah dan masuklah ke dalam surga!' Maka dia pun datang ke surga. Ditampakkan kepadanya seolah-olah surga telah penuh. Maka dia segera kembali dan berkata, 'Wahai Rabb-ku! Saya mendapatinya telah penuh.' Allah -'Azza wa Jalla- berfirman kepadanya, 'Pergilah dan masuklah ke dalam surga!' Maka dia pun datang ke surga. Namun ditampakkan kepadanya seolah-olah surga telah penuh. Maka dia segera kembali lagi dan berkata, 'Wahai Rabb-ku! Saya mendapatinya telah penuh.' Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Pergilah dan masuklah ke dalam surga! Bagimu surga seluas dunia ditambah sepuluh kali lipatnya.' Atau, 'Bagimu yang semisal dengan sepuluh kali lipat dunia.' Orang itu berkata, 'Apakah Engkau sedang mengolokku, atau menertawakanku, padahal Engkau Yang Maharaja?' Ibnu Mas'ūd mengisahka, Aku melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertawa hingga terlihat gerahamnya. Beliau bersabda, "Dia itulah penguni surga yang paling rendah tingkatannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

حَبْوًا (ḥabwan): dengan merangkak.

نَوَاجِذُه (nawājiżuhu): gigi gerahamnya.

Pelajaran dari Hadis:

1) Menjelaskan besarnya karunia Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā -; yaitu perbendaharaan-Nya melimpah, tidak habis. Karena penghuni surga yang paling rendah tingkatannya mendapatkan sepuluh kali lipat kerajaan dunia dan kenikmatannya. Hal ini mengandung motivasi bagi para peminang surga supaya bersabar atas mahalnya mahar surga dan beratnya usaha dalam meraihnya, yaitu mahar berupa iman dan amal saleh. Maka, di manakah orang-orang yang tertarik?!

2) Tingkatan penduduk surga bertingkat-tingkat sesuai dengan iman dan amal saleh mereka di dunia.

6/1885- Abu Mūsā -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Sungguh seorang mukmin di surga diberikan sebuah kemah dari sebuah ‎mutiara yang berongga, tingginya ke atas setinggi enam puluh mil. Di dalam kemah tersebut seorang mukmin diberikan istri-istri, di dalamnya orang mukmin tersebut ‎berkeliling menyinggahi mereka, namun sebagian mereka tidak melihat ‎sebagian yang lain.”(Muttafaq 'Alaih)Satu mil sama dengan enam ribu hasta.

“Sungguh seorang mukmin di surga diberikan sebuah kemah dari sebuah ‎mutiara yang berongga, tingginya ke atas setinggi enam puluh mil. Di dalam kemah tersebut seorang mukmin diberikan istri-istri, di dalamnya orang mukmin tersebut ‎berkeliling menyinggahi mereka, namun sebagian mereka tidak melihat ‎sebagian yang lain.”

(Muttafaq 'Alaih)

Satu mil sama dengan enam ribu hasta.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kenikmatan surga dijadikan agung dan besar agar orang beriman semakin senang dengan kenikmatan yang kekal.

2) Kenikmatan yang disebutkan tersebut hanyalah sebagian dari apa yang Allah siapkan bagimu, wahai hamba yang beriman! Lalu, apa yang telah Anda siapkan untuknya?! Pada hal yang seperti inilah hendaknya manusia saling berlomba.

7/1886- Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya di surga itu terdapat pohon, bila seorang berjalan dengan mengendarai kuda terlatih yang berlari kencang selama seratus tahun niscaya dia belum menuntaskan ujungnya."(Muttafaq 'Alaih)Bukhari dan Muslim juga meriwayatkannya dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain dari jalur Abu Hurairah, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Bila seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun, niscaya dia belum menuntaskan ujungnya."

"Sesungguhnya di surga itu terdapat pohon, bila seorang berjalan dengan mengendarai kuda terlatih yang berlari kencang selama seratus tahun niscaya dia belum menuntaskan ujungnya."

(Muttafaq 'Alaih)

Bukhari dan Muslim juga meriwayatkannya dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain dari jalur Abu Hurairah, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Bila seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun, niscaya dia belum menuntaskan ujungnya."

Kosa Kata Asing:

المُضَمَّرَ (al-muḍammar): yaitu seekor kuda diberikan pakan sampai gemuk dan kuat lalu ditutup dengan penutup supaya lemaknya terbakar dan berkeringat, bila keringatnya telah kering dan dagingnya ringan maka ia akan kuat berlari.

Pelajaran dari Hadis:

1) Besarnya pepohonan surga serta jauhnya bayangannya menunjukkan besarnya nikmat dan karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa.

2) Menjelaskan keluasan surga yang merupakan barang dagangan Allah bagi orang-orang beriman; sungguh nikmat yang sangat besar!!

8/1887- Masih dari Abu Sa'īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya penghuni surga akan melihat para penghuni kamar-kamar di atas mereka sebagaimana kalian melihat bintang berkilau yang berlalu di arah timur atau barat, karena perbedaan tingkat di antara mereka."Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah itu adalah tingkatan para nabi yang tidak akan didapatkan oleh selain mereka?" Beliau bersabda,"Benar. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul juga bisa mendapatkannya."(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya penghuni surga akan melihat para penghuni kamar-kamar di atas mereka sebagaimana kalian melihat bintang berkilau yang berlalu di arah timur atau barat, karena perbedaan tingkat di antara mereka."

Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah itu adalah tingkatan para nabi yang tidak akan didapatkan oleh selain mereka?" Beliau bersabda,

"Benar. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul juga bisa mendapatkannya."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

يَتَرَاءَوْنَ (yatarā`auna): mereka melihat dan menyaksikan.

الغَابِرُ (al-gābir): yang berlalu di cakrawala.

Pelajaran dari Hadis:

1) Memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan penghuni surga sesuai dengan tingkat amal perbuatan mereka serta limpahan karunia dari Rabb mereka. Maka, adakah yang bersegera menyongsongnya?!

2) Siapa yang membenarkan para rasul dan mengimani mereka maka Allah akan menyampaikannya ke tingkatan mereka dengan karunia dan kemurahan-Nya. Maka, beruntunglah orang-orang yang membenarkan dan mengimani wahyu!

9/1888- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh luas seukuran satu busur di dalam surga lebih baik daripada dunia yang terbit padanya matahari atau terbenam."(Muttafaq 'Alaih)

"Sungguh luas seukuran satu busur di dalam surga lebih baik daripada dunia yang terbit padanya matahari atau terbenam."

(Muttafaq 'Alaih)

Kosa Kata Asing:

قَابُ قَوْسٍ (qāb qaus): seukuran sebuah busur. Al-qāb artinya ukuran.

Pelajaran dari Hadis:

1) Mengagungkan kenikmatan surga dengan semua yang ada padanya dan menganggap kecil dunia dengan semua isinya; karena nikmat surga melimpah dan kekal sedangkan kenikmatan dunia adalah kecil dan akan sirna.

2) Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan motivasi dengan menyebutkan kenikmatan surga agar kerinduan hamba kepadanya menjadi tinggi dan orang beriman berlomba-lomba untuk meraihnya.

10/1889- Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di surga itu terdapat pasar yang mereka (ahli surga) kunjungi setiap Jumat. Lalu angin utara berhembus dan menaburi wajah dan pakaian mereka, maka mereka bertambah tampan dan indah. Kemudian mereka pulang ke keluarga mereka, sementara mereka telah bertambah tampan dan indah. Lantas keluarga mereka berkata, 'Demi Allah! Kalian telah bertambah tampan dan indah.' Mereka berkata, 'Demi Allah! Bahkan kalian juga telah bertambah cantik dan jelita sepeninggal kami.'"(HR. Muslim)

"Sesungguhnya di surga itu terdapat pasar yang mereka (ahli surga) kunjungi setiap Jumat. Lalu angin utara berhembus dan menaburi wajah dan pakaian mereka, maka mereka bertambah tampan dan indah. Kemudian mereka pulang ke keluarga mereka, sementara mereka telah bertambah tampan dan indah. Lantas keluarga mereka berkata, 'Demi Allah! Kalian telah bertambah tampan dan indah.' Mereka berkata, 'Demi Allah! Bahkan kalian juga telah bertambah cantik dan jelita sepeninggal kami.'"

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

Angin utara adalah angin yang berhembus dari belakang kiblat (arah Syam), disebutkan secara khusus karena dahulu bangsa Arab menanti-nanti datangnya awan dari arah Syam yang biasa membawa kebaikan dan hujan.

Pelajaran dari Hadis:

1) Penghuni surga akan terus-menerus bertambah tampan dan cantik dari waktu ke waktu.

2) Seorang hamba wajib untuk bersemangat mengerjakan amal saleh karena ia merupakan bekal untuk meraih kenikmatan negeri tersebut.

11/1890- Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya ahli surga itu akan melihat ke kamar-kamar yang tinggi di surga, sebagaimana kalian melihat bintang di langit." (Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memotivasi orang beriman untuk meraih derajat yang tinggi dalam surga, yaitu tempat tinggal orang-orang yang tinggi cita-citanya.

2) Memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan penghuni surga sesuai dengan tingkat amal perbuatan mereka serta limpahan karunia Allah pada mereka.

12/1891- Juga dari Sahl bin Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, "Aku pernah menghadiri sebuah majelis bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di dalamnya beliau menerangkan sifat surga hingga selesai, kemudian beliau bersabda di akhir penjelasannya,Di dalamnya terdapat apa yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbersit dalam hati manusia.' Kemudian beliau membaca ayat,Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ...sampai firman Allah -Ta'ālā-, 'Tidak satu jiwa pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka berupa (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata ...'"(QS. As-Sajdah: 16-17)(HR. Bukhari)

Di dalamnya terdapat apa yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbersit dalam hati manusia.' Kemudian beliau membaca ayat,

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ...

sampai firman Allah -Ta'ālā-, 'Tidak satu jiwa pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka berupa (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata ...'"

(QS. As-Sajdah: 16-17)

(HR. Bukhari)

Pelajaran dari Hadis:

1) Memotivasi orang-orang mukmin untuk melakukan ketaatan dengan mengingatkan apa yang Allah siapkan bagi mereka berupa berbagai macam karunia, karena bila jiwa telah senang pada kebaikan maka dia akan menyambutnya.

2) Al-Qur`ān dan Sunnah adalah dua perkara yang saling bergandengan, masing-masing menjelaskan yang lain serta menjadikannya semakin jelas dan tampak.

13/1892- Abu Sa‘īd dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jika ahli surga telah masuk surga, seorang penyeru berseru, 'Sungguh kalian akan terus hidup dan tidak akan mati selamanya. Kalian akan terus sehat dan tidak akan sakit selamanya. Kalian akan terus muda dan tidak akan menjadi tua selamanya. Kalian akan terus bersenang-senang dan tidak akan mengalami sengsara selamanya.'"(HR. Muslim)

"Jika ahli surga telah masuk surga, seorang penyeru berseru, 'Sungguh kalian akan terus hidup dan tidak akan mati selamanya. Kalian akan terus sehat dan tidak akan sakit selamanya. Kalian akan terus muda dan tidak akan menjadi tua selamanya. Kalian akan terus bersenang-senang dan tidak akan mengalami sengsara selamanya.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Penghuni surga akan terus-menerus mendapatkan tambahan nikmat, tidak akan diubah oleh penyakit, penuaan, kematian, maupun musibah.

2) Hendaklah seorang hamba bersabar atas musibah dunia karena dunia diciptakan dengan ciri khas ujian dan cobaan.

14/1893- Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya orang yang paling rendah kedudukannya di surga adalah orang yang Allah berfirman kepadanya, 'Berangan-anganlah!' Lantas dia berangan-angan dan terus berangan-angan.' Allah berfirman kepadanya, 'Apakah engkau sudah berangan-angan?' Dia menjawab, 'Ya.' Maka Allah berfirman kepadanya, 'Sungguh, bagimu semua yang engkau angan-angankan dan tambahan yang semisal dengannya.'"(HR. Muslim)

"Sesungguhnya orang yang paling rendah kedudukannya di surga adalah orang yang Allah berfirman kepadanya, 'Berangan-anganlah!' Lantas dia berangan-angan dan terus berangan-angan.' Allah berfirman kepadanya, 'Apakah engkau sudah berangan-angan?' Dia menjawab, 'Ya.' Maka Allah berfirman kepadanya, 'Sungguh, bagimu semua yang engkau angan-angankan dan tambahan yang semisal dengannya.'"

(HR. Muslim)

Pelajaran dari Hadis:

1) Perbendaharaan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak akan habis sekalipun semua penghuni surga diberikan semua angan-angannya.

2) Orang yang diberikan taufik di antara hamba Allah adalah yang mengedepankan kehidupan yang kekal di atas kehidupan yang fana dan yang beramal di kehidupan dunianya demi kehidupan akhiratnya.

15/1894- Abu Sa‘īd Al-Khudriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- berfirman kepada penghuni surga, 'Wahai penghuni surga!' Mereka menjawab, 'Kami menyambut panggilan-Mu, wahai Rabb kami, demi keridaan-Mu, serta kebaikan ada di kedua tangan-Mu.' Allah bertanya, 'Apakah kalian rida?' Mereka menjawab, 'Wahai Rabb kami! Bagaimana mungkin kami tidak rida, padahal Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun di antara makhluk-Mu!' Allah berfirman, 'Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih utama dari itu?' Mereka bertanya, 'Apakah ada sesuatu yang lebih utama dari itu?' Allah berfirman, 'Aku turunkan keridaan-Ku pada kalian, maka Aku tidak akan murka kepada kalian setelahnya, selamanya.'"(Muttafaq 'Alaih)

"Sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- berfirman kepada penghuni surga, 'Wahai penghuni surga!' Mereka menjawab, 'Kami menyambut panggilan-Mu, wahai Rabb kami, demi keridaan-Mu, serta kebaikan ada di kedua tangan-Mu.' Allah bertanya, 'Apakah kalian rida?' Mereka menjawab, 'Wahai Rabb kami! Bagaimana mungkin kami tidak rida, padahal Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun di antara makhluk-Mu!' Allah berfirman, 'Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih utama dari itu?' Mereka bertanya, 'Apakah ada sesuatu yang lebih utama dari itu?' Allah berfirman, 'Aku turunkan keridaan-Ku pada kalian, maka Aku tidak akan murka kepada kalian setelahnya, selamanya.'"

(Muttafaq 'Alaih)

Pelajaran dari Hadis:

1) Dekat dari Allah serta meraih rida-Nya adalah tujuan orang-orang mukmin yang paling tinggi di negeri surga.

2) Di antara nikmat yang paling besar bagi penghuni surga setelah mereka masuk ke dalamnya ialah keridaan Allah kepada mereka; yaitu Allah tidak akan murka kepada mereka selamanya. Siapa yang diridai oleh Allah Rabbul-'Ālamīn, maka dialah orang yang mendapatkan taufik dan yang berbahagia.

16/1895- Jarīr bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Kami sedang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memandang bulan di malam purnama kemudian bersabda,"Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan saling berdesakan dalam memandang-Nya."(Muttafaq 'Alaih)17/1896- Ṣuhaib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- berfirman, 'Apakah ‎kalian menginginkan sesuatu untuk Aku tambahkan bagi kalian?' Lantas mereka menjawab, 'Bukankah ‎Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan ‎menyelamatkan kami dari neraka?' Kemudian Allah membuka hijab, maka tidaklah mereka diberi sesuatu yang lebih mereka sukai daripada kenikmatan melihat Rabb mereka.‎"(HR. Muslim)

"Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan saling berdesakan dalam memandang-Nya."

(Muttafaq 'Alaih)

17/1896- Ṣuhaib -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

"Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- berfirman, 'Apakah ‎kalian menginginkan sesuatu untuk Aku tambahkan bagi kalian?' Lantas mereka menjawab, 'Bukankah ‎Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan ‎menyelamatkan kami dari neraka?' Kemudian Allah membuka hijab, maka tidaklah mereka diberi sesuatu yang lebih mereka sukai daripada kenikmatan melihat Rabb mereka.‎"

(HR. Muslim)

Kosa Kata Asing:

لا تُضَامُونَ (lā tuḍāmmūna): kalian tidak akan ditimpa "ḍaim", yaitu kesulitan dan kelelahan.

عِيَاناً ('iyānan): langsung dengan pemandangan mata telanjang.

فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ (kemudian Allah membuka hijab): yaitu hijab dari cahaya sehingga Allah tidak dilihat oleh siapa pun di dunia. Adapun di surga, hijab tersebut akan dibuka agar dapat dilihat oleh orang-orang beriman yang membenarkan berita Allah -Ta'ālā- dan berita Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

Pelajaran dari Hadis:

1) Kabar gembira bagi orang beriman, yaitu bahwa mereka akan melihat Rabb mereka dalam surga, dan nikmat tersebut adalah kenikmatan paling besar dan yang paling mereka sukai.

2) Orang beriman akan melihat Rabb mereka dengan mata mereka di dalam surga berdasarkan dalil yang sahih dari Kitab Allah, Sunnah Rasul-Nya, dan ijmak para salaf. Sedangkan orang kafir, mereka akan dihalangi dari melihat Rabb mereka, berdasarkan firman Allah -Ta’ālā-,"Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya." (QS. Al-Muṭaffifīn: 15)

"Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya." (QS. Al-Muṭaffifīn: 15)

3) Karunia yang paling disukai oleh orang-orang beriman dalam surga ialah memandang Rabb mereka Yang Mahaagung lagi Mahamulia. Inilah nikmat dan anugerah paling tinggi di negeri kemuliaan dan pembalasan, sebagaimana beribadah adalah nikmat paling besar yang diberikan kepada mereka di negeri ujian.

Faedah Penutup:

Al-Imām Abu Ja'far Aṭ-Ṭaḥāwiy -raḥimahullāh- berkata,

"Melihat wajah Allah adalah nyata adanya bagi penghuni surga tanpa menyatakan peliputan (makhluk terhadap-Nya) dan tanpa kaifiat, sebagaimana diterangkan oleh Kitab Rabb kita:"Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.Memandang Tuhannya." (QS. Al-Qiyāmah: 22-23)Kita menafsirkannya seperti yang Allah -Ta'ālā- inginkan dan yang Allah ketahui. Semua yang datang tentang hal itu dari hadis yang sahih dari Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kita menetapkannya sebagaimana yang beliau sampaikan. Kita menetapkan maknanya seperti yang beliau inginkan.Kita tidak masuk di dalamnya dengan menakwilkannya dengan mengikuti pendapat dan logika kita dan tidak juga dengan mereka-reka mengikuti hawa nafsu kita. Karena tidak ada yang selamat dalam agamanya kecuali orang yang tunduk kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mengembalikan ilmu tentang yang samar kepada yang mengetahuinya.

"Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.

Memandang Tuhannya." (QS. Al-Qiyāmah: 22-23)

Kita menafsirkannya seperti yang Allah -Ta'ālā- inginkan dan yang Allah ketahui. Semua yang datang tentang hal itu dari hadis yang sahih dari Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kita menetapkannya sebagaimana yang beliau sampaikan. Kita menetapkan maknanya seperti yang beliau inginkan.

Kita tidak masuk di dalamnya dengan menakwilkannya dengan mengikuti pendapat dan logika kita dan tidak juga dengan mereka-reka mengikuti hawa nafsu kita. Karena tidak ada yang selamat dalam agamanya kecuali orang yang tunduk kepada Allah -'Azza wa Jalla- dan kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta mengembalikan ilmu tentang yang samar kepada yang mengetahuinya.

Tiang agama Islam tidak akan tegak kukuh kecuali di atas dasar penyerahan dan ketundukan. Siapa yang mengejar ilmu yang dia dihalangi dari mengetahuinya serta pemahamannya tidak puas dengan prinsip ketundukan, pencariannya itu akan menghalanginya dari tauhid yang murni, pengetahuan yang jernih, dan iman yang benar. Akhirnya dia terombang-ambing antara kekafiran dan keimanan, pembenaran dan pendustaan, pengikraran dan pengingkaran; dia dipenuhi oleh was-was dan kebimbangan, pikirannya kacau dan bingung, tidak beriman dan membenarkan dan tidak pula menolak dan mendustakan."

PENUTUP KITAB RAUḤ WA RAYĀḤĪN

Penulis, Syekh Al-'Allāmah An-Nawawiy -semoga Allah -Ta'ālā- merahmati dan mengampuni beliau, kedua orang tuanya serta semua kaum muslimin- menutup kitab beliau yang mulia ini, Riyāḍ Aṣ-Ṣāliḥīn min Aḥādīṡ Sayyidil-Mursalīn -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan Bab

Penjelasan Tentang Apa yang Allah Siapkan bagi Orang Beriman di Dalam Surga dengan tujuan sebagai bentuk optimisme yang bagus dan baik agar Allah -Ta'ālā- memasukkan kita dan juga beliau serta semua orang beriman ke dalam surga-Nya serta menganugerahi kita husnulkhatimah dengan sebab mengamalkan ayat-ayat dan hadis-hadis yang ada di dalam kitab ini, karena di dalamnya mengandung perunjuk dan ajaran Nabi yang penuh berkah. Inilah jalan satu-satunya untuk meraih janji dan kemuliaan Allah ini.

Di antara hikmah tersirat dari penutupan kitab ini dengan ayat-ayat yang mulia berikut adalah sebagai petunjuk bahwa hidayah adalah nikmat dan anugerah Allah yang paling besar. Siapa yang jujur dalam mengikuti petunjuk -dengan terus-menerus menjaga keikhlasan kepada Allah Rabbul-'Ālamīn, dan konsisten meniti dan mengikuti manhaj (jalan) Sayyidul-Mursalīn serta jalan generasi salaf- di negeri ujian ini, maka dia akan meraih anugerah itu di negeri kenikmatan kelak dan sukses mendapatkan balasan yang besar.

Penulis -raḥimahullāh- berkata di penutup kitabnya,

Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.Doa mereka di dalamnya ialah, 'Subḥānakallāhumma' (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, 'Salām' (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, 'Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-'ālamīn' (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam)."(QS. Yūnus: 9-10)

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Doa mereka di dalamnya ialah, 'Subḥānakallāhumma' (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, 'Salām' (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, 'Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-'ālamīn' (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam)."

(QS. Yūnus: 9-10)

Kitab ini telah rampung penyusunannya sampai di sini atas berkat kemuliaan, pertolongan dan taufik Allah.

Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kita petunjuk kepada agama ini; kita tidak mungkin mendapat petunjuk kalaulah Allah tidak memberi kita petunjuk.

Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Dan curahkanlah keberkahan atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau mencurahkan keberkahan atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia."

Penulisnya, Yaḥyā An-Nawawiy -semoga Allah mengampuninya- mengatakan, "Aku telah menyelesaikan penyusunannya pada hari Senin, 14 Ramadan, tahun 670 H."

Para pensyarah kitab ini -semoga Allah mengampuni mereka dan kedua orang tua mereka serta semua kaum mukminin- turut mengatakan, "Kami selesai dari proses editing kitab kami ini, Rauḥ wa Rayāḥīn Syarḥ Riyāḍ Aṣ-Ṣāliḥīn -untuk cetakan ketiganya- pada permulaan bulan Rajab tahun 1434 H."

Segala puji hanya bagi Allah, berkat nikmat-Nya amal-amal saleh menjadi terlaksana dengan sempurna.

Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada nabi kita Muhammad, serta keluarga dan sahabat-sahabatnya.




[1] Biografi ini disadur dari mukadimah kitab Nuzhatul-Muttaqīn Syarḥ Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn dengan sedikit adaptasi. Siapa yang ingin mengetahuinya secara luas maka silakan merujuk ke; Al-Bidāyah wa An-Nihāyah karya Ibnu Kaṡīr (13/278), Tażkiratul-Ḥuffāẓ karya Aż-Żahabiy (4/1470-1474), Ṭabaqāt Asy-Syāfi'iyyah karya As-Subkiy (5/165-168), dan Syażarāt Aż-Żahab karya Ibnul-'Imād (5/354-356)

[2] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[3] (2) Hadis ini sanadnya daif.

[4] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[5] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[6] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[7] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[8] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[9] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[10] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[11] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[12] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[13] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[14] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[15] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[16] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[17] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[18] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[19] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[20] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[21] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[22] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[23] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[24] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[25] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[26] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[27] (2) Hadis ini sanadnya daif.

[28] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[29] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[30] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[31] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[32] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[33] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[34] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[35] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[36] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[37] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[38] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[39] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[40] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[41] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[42] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[43] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[44] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[45] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[46] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[47] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[48] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[49] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[50] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[51] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[52] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[53] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[54] (1) HR. Tirmizi dan An-Nasā`iy dan sanadnya daif.

[55] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[56] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[57] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[58] (1) Hadis ini sanadnya daif.

[59] (1) Hadis ini sanadnya daif.