Full Description
Hukum Bergantung Kepada Para Wali
﴿ حكم التعلق بالأولياء ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
-rahimahullah-
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2009 - 1430
﴿ حكم التعلق بالأولياء ﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف : الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز –رحمه الله-
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2009 - 1430
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Bergantung
Kepada Para Wali
Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah-
Pertanyaan: Kami mengharapkan penjelasan hukum bergantung dan menyembah para wali, juga mohon diingatkan dan dinasihati.
Jawaban: Para wali adalah orang-orang yang beriman. Mereka adalah para rasul dan para pengikut mereka dengan kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang bertaqwa dan beriman. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah swt dan rasul-Nya. Mereka semua adalah para wali, sama saja mereka itu dari bangsa arab atau bukan, kulit putih atau hitam, kaya atau fakir, pemerintah atau rakyat, laki-laki atau perempuan.berdasarkan firman Allah swt:
أَلآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. * (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. (QS. Yunus:62-63)
Mereka itulah wali-wali Allah yang taat kepada Allah swt dan rasul-Nya, takut terhadap murka-Nya, menunaikan hak-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Mereka itulah sebenarnya wali wali Allah swt yang disebutkan dalam firman Allah swt:
وَمَاكَانُوا أَوْلِيَآءُهُ إِنْ أَوْلِيَآؤُهُ إِلاَّ الْمُتَّقُونَ
dan mereka bukanlah wali-wali-Nya (orang-orang yang berhak menguasainya).wali-wali-Nya ( Orang-orang yang berhak menguasai(nya), hanyalah orang-orang yang bertaqwa, (QS. al-Anfaal:34)
Mereka (para wali) bukanlah para pesulap dan mengaku memiliki kemampuan melakukan hal yang luar biasa padahal bersumber dari syetan dan karamah yang bohong. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan rasul-Nya, taat kepada perintah Allah swt dan rasul-Nya, seperti yang telah dijelaskan di atas, sama saja mereka mendapatkan karamat atau tidak.
Para sahabat Rasulullah saw adalah manusia yang paling bertaqwa. Mereka adalah orang yang paling bertaqwa setelah para nabi, sedangkan kebanyakan mereka tidak mendapatkan hal-hal luar biasa yang biasanya dinamakan karamah, karena mereka sudah mempunyai iman, taqwa, dan ilmu kepada Allah swt dan agama-Nya. Karena itulah Allah swt mencukupkan untuk mereka dengan hal itu dari pada karamat. Karena itulah Allah swt berfirman tentang para malaikat:
لاَيَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ . يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَيَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى وَهُم مِّنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ * وَمَن يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِّن دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
mereka itu tidak tidak mendahului-Nya dengan perkatan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. * Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. * Dan barangsiapa diantara mereka mengatakan:"Sesungguhnya aku adalah ilah selain daripada Allah", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-oramg zalim. (QS. al-Anbiyaa:27-29)
Maka seseorang tidak boleh menyembah para rasul, atau malaikat, atau para wali, tidak boleh bernazar untuk mereka, tidak boleh menyembelih untuk mereka, tidak boleh memohon disembuhkan penyakit dari mereka, atau kemenangan terhadap musuh, atau selain hal itu dari berbagai macam bentuk ibadah, berdasarkan firman Allah swt:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. al-Jinn:18)
Dan firman-Nya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia (QS. al-Isra`:23)
Maknanya: menyuruh dan berwasiat.
Dan firman-Nya:
وَمَآ أُمِرُوْ~ا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, (QS. al-Bayyinah:5)
Dan ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak. Seperti inilah, tidak boleh berkeliling (thawaf) di kubur para wali dan tidak pula selain mereka, karena thawaf hanya untuk Ka’bah yang mulia, dan tidak boleh thawaf dengan selainnya. Barangsiapa yang thawaf di kubur untuk mendekatkan diri kepada penghuninya dengan hal itu sungguh ia menjadi syirik, sebagaimana ia shalat untuk mereka, atau istighatsah untuk mereka, atau menyembelih untuk mereka, berdasarkan firman Allah swt:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .لاَشَرِيكَ لَهُ وَبِذّلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah:"Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam,* tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. al-An'aam:162-163)
Adapun meminta kepada makhluk yang masih hidup serta mampu melakukan lagi hadir untuk meminta pertolongan kepadanya dalam hal yang ia mampu melakukannya maka tidak termasuk syirik, bahkan hal itu boleh dilakukan, seperti firman Allah swt dalam cerita Musa as.:
فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya ..". (QS. al-Qashash:15)
Dan umumnya firman Allah swt:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,. (QS. al-Maidah:2)
Dan sabda Nabi saw:
وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
“Allah swt senantiasa menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”[1]
Ayat-ayat dan hadits-hadits tentang hal ini sangat banyak, dan ia merupakan perkara yang disepakati (ijma’/consensus) atasnya di antara kaum muslimin.
Majmu' Fatawa 6/325-326
[1] HR. Muslim 2699